LAPORAN PRAKTIKUM MK. PEMBIAKAN TANAMAN (AGH 331) Kelompok : 16 / Hari : Senin Oleh : M. Agus Nurayubi (A24140006)
Asisten Praktikum Bagus Wahyutomo
(A24130007)
Elsa Tirta Wulandari
(A24130027)
Musfiar
(A24130100)
Hafidz Ahmad Basrowi
(A24130103)
Eka Rizky Apriani
(A24130145)
Aih Rohmawati
(A24130148)
Dosen Praktikum Dr. Awang Maharijaya S.P, M.Si Dr. Dewi Sukma S.P, M.Si Sandra Amarilis S.P, M.Si Ahmad Zamzani S.P, M.Si
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga laporan akhir praktikum dapat terselesaikan dengan baik. Laporan akhir praktikum ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi nilai praktikum mata kuliah Pembiakan Tanaman (AGH 311). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Awang Maharijaya, S.P., M.Si., Dr. Ir. Dini Dinarti, M.Si., Dr. Darda Efendi, M.Si., Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si., Ir. Megayani Sri Rahayu, M.S., Hafith Furqoni, S.P., M.Si., Sandra Amarilis, S.P., M.Si. selaku dosen pengajar yang sudah meluangkan waktunya untuk mengajar dan memberi materi sehingga laporan akhir praktikum ini dapat terselesaikan dengan baik.
Bogor, Juni 2017
M. Agus Nurayubi (A24140006)
PENDAHULUAN UMUM Tanaman perlu melakukan perkembangbiakan dalam rangka mempertahankan jenisnya dan peningkatan produksinya. Perkembangbiakan tanaman dalam pertanian dikenal dengan pembiakan tanaman yang merupakan proses menciptakan tanaman baru dari berbagai sumber atau bagian tanaman, seperti biji, stek, umbi, dan bagian tanaman lainnya. Pembiakan tanaman dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara generatif menggunakan benih dan secara vegetatif dengan menggunakan organ vegetatif tanaman. Fokus kegiatan percobaan dalam laporan ini hanya pada pembiakan tanaman secara vegetatif. Pembiakan tanaman vegetatif merupakan proses perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tertentu dari tanaman seperti daun, batang, ranting, pucuk, umbi dan akar untuk menghasilkan tanaman baru yang sama dengan induknya. Prinsip dari proses pembiakan ini adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, dan daun sekaligus. Pembiakan tanaman vegetatif dapat terjadi secara alami dan buatan maupun kombinasi antara pembiakan vegetatif dan generatif. Kegiatan pembiakan secara vegetatif agar memperoleh hasil yang sesuai dengan keinginan baik dalam jumlah atau kualitas sebaik induknya akan lebih efisien bila dilakukan dengan bantuan manusia. Perkembangbiakan vegetatif alami merupakan perkembangbiakan yang terjadi tanpa melalui bantuan manusia atau dilakukan oleh tumbuhan itu sendiri. Perkembangbiakan secara vegetatif terdiri dari pembentukan tunas, rizoma (akar tinggal/ akar rimpang), umbi lapis, umbi batang, geragih atau stolon, umbi akar, tunas adventif, spora dan membelah diri. Perkembangbiakan vegetatif secara buatan adalah berkembangbiaknya tumbuhan tanpa perkawinan atau terjadi dengan bantuan campur tangan manusia. Pembiakan vegetatif buatan ini umumnya dilakukan pada tanaman dikotil atau tanaman yang memliki kambium. Pembiakan campuran yaitu penggabungan dar teknik perbanyakan vegetatif dan generatif, dalam hal ini lebih banyak ditemui pada perbanyakan dengan cara grafting maupun budding yang melibatkan dua induk tanaman. Induk pertama digunakan sebagai penghasil mata tunas atau pucuk dan induk kedua digunakan sebagai batang bawah. Sumber induk tersebut umumnya dari persemaian biji dan kemudian teknik penyambungannyalah yang bersifat vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai teknik untuk menghasilkan tanaman sesuai dengan yang diinginkan. Saat ini perbanyakan tanaman secara vegetatif banyak dilakukan baik itu melalui grafting, cangkok maupun budding. Cara-cara ini banyak diterapkan untuk menghasilkan tanaman yang lebih baik dari kualitas induknya. Selain itu, Keunggulan perbanyakan secara vegetatif ini antara lain adalah menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan induknya, tanaman lebih cepat berbunga dan berbuah, berbagai sifat tanaman yang diinginkan dapat digabungkan.
AIR LAYERING PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tanaman melakukan beberapa aktivitas yang berguna dalam rangka mempertahankan hidup, seperti bernapas, berfotosintesis, respirasi, dan berkembang biak. Awal perkembangbiakan umumnya ditandai dengan perkecambahan. Dan tentunya di dalamnya terdapat struktur yang cukup rumit. Perkembangbiakan pada setiap tanaman tidaklah sama. Ada beberapa spesies tanaman yang berkembangbiak dengan cara generatif dan ada juga yang berkembangbiak dengan cara vegetatif. Berbagai jenis tanaman sama sama berkembang biak , tapi tanaman berkembang biak dengan cara yang berbeda beda. Perbanyakan tanaman juga memiliki beberapa jenis cara, diantaranya adalah perbanyakan segara genetatif maupun vegetatif. Mencangkok adalah suatu cara mengembangbiakkan tumbuhan dengan jalan menguliti batang yang ada lalu bungkus dengan tanah agar akarnya tumbuh. Jika akar sudah muncul akar yang kokoh, maka batang tersebut sudah bisa dipotong dan ditanam di tempat lain, mencangkok juga dapat diartikan suatu perbanyakan vegetatif secara buatan tanpa baikan dengan menggunakan bagian dari tanaman. Cangkok atau air layeraing adalah suatu perbanyakan yang dilakukan diatas tanah dengan prinsip melukai bagian luar tanaman sampai ke xylem yang kemudian ditutup media tanah untuk merangsang pertumbuhan akar. Kegiatan cangkok bertujuan agar akar tanaman dapat tumbuh menghasilkan anakan yang lebih dewasa sehingga diharapkan lebih cepat berbunga serta berbuah sehingga prosesnya tidak lama (Ashari, 1995). Teknik mencangkok ini relatif sudah lama dikenal oleh petani dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, karena pada cara mencangkok akar tumbuh ketika masih berada di pohon induk. Pembiakan dengan teknik ini akan mengahasilkan tanaman baru yang memiliki sifat baik yang sama dengan induknya seperti rasa buah dan lebih kuat terhadap penyakit. Tumbuhan yang akan dicangkok bisa ditanam di dalam pot karena tanaman yang dicangkok tersebut sangat mudah dirawat, pohonnya juga tidak akan terlalu tinggi seperti tanaman yang tidak dicangkok dan pohon yang tumbuh dengan cara dicangkok tidak akan mempunyai akar tunggang (Kuswandi, 2013). Selain tanaman buah-buahan, beberapa tanaman hias juga bisa dicangkok misalnya: bunga sakura, kemuning, soka, musa indah, bougenvil, cemara dan sebagainya. Tanaman yang tersebut di atas adalah tanaman berkayu yang mudah dicangkok. Adapula tanaman berkayu yang sulit di cangkok, namun karena telah ditemukan caranya, akhirnya mampu juga mengeluarkan akarnya setelah dicangkok. Pada percobaan kali ini akan dilakukan pada tanaman jenis buah-buahan yaitu pucuk merah, sirsak dan dua komoditas lain.
Tujuan Mengingkatkan keterampilan dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif melalui teknik pencangkokan, dan membandingkan pengaruh pencangkokan menggunakan rooton.
METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah rooton (senyawa aktif auksin), media tanam cocopeat, dan beberapa tanaman untuk dijadikan batang cangkokan yaitu pucuk merah, sirsak, dan dua komoditas lain. Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pisau cutter, plastik bening, tali raffia, ember, dan label. Metode Pelaksanaan Persiapan bahan tanaman dilakukan dengan mencari tanaman yang sudah sesuai kriteria untuk dicangkok, seperti batangnya telah berkambium sempurna, cabang yang ingin dicangkok tidak berbunga dan berbuah. Cabang kemudian disayat dengan menggunakan pisau cutter secara melingkar dan dibuat memanjang ke bawah sepanjang kurang lebih 10 cm. Kulit batang yang telah disayat selanjutnya dikelupas dan lapisan kambium yang terdapat pada batang cabang dihilangkan dengan cara dikerik. Batang yang sudah dihilangkan kambiumnya didiamkan selama beberapa menit hingga kering. Persiapan media untuk pencangkokan dengan mengisi plastik bening menggunakan media tanam cocopeat yang telah dibasahi. Plastik yang sudah berisikan cocopeat dipadatkan kemudian
diikat. Beri sayatan memanjang pada plastik dari arah ikatan sampai ke bawah yang panjangnya disesuaikan dengan panjang batang yang dikelupas. Perlakuan akan dilakukan dengan penambahan rooton pada batang yang akan dicangkok. Perlakuan rooton dilakukan dengan mengolesi pasta rooton pada bagian yang akan dicangkok, kemudian segera tutup menggunakan media cangkok. Rooton mengandung senyawa aktif auksin untuk menginduksi terbentuknya akar, sehingga tidak dapat didiamkan terlalu lama terkena cahaya. Plastik yang berisikan media diikat kedua ujungnya dengan tali raffia untuk menjaga agar tidak terlepas dari batang cangkokan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Persentase keberhasilan air layering pada sirsak, pucuk merah, dan 2 komoditas lain % Keberhasilan MST 2 komoditas lain
Sirsak
Pucuk Merah
1
86,21%
88,00%
84,72%
2
77,12%
84,00%
78,06%
3
73,64%
68,33%
78,06%
4
70,00%
60,33%
78,06%
5
69,10%
58,33%
78,06%
6
68,18%
58,33%
76,34%
7
65,61%
52,67%
76,34%
8
63,94%
52,67%
73,33%
9
62,21%
52,67%
70,00%
10
62,12%
51,00%
70,00%
11
58,63%
45,00%
70,00%
12
55,76%
45,00%
64,72%
13
48,33%
39,00%
56,11%
Grafik 1. Persentase keberhasilan air layering pada sirsak, pucuk merah, dan 2 komoditas lain
AIR LAYERING 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13
% Keberhasilan 2 komoditas lain % Keberhasilan Sirsak % Keberhasilan Pucuk Merah
Tanaman yang digunakan untuk mencangkok berjumlah 4 komoditas yaitu, sirsak, pucuk mera dan dua komoditas lain dengan menggunakan ZPT jenis auksin (Rootone-F). Menurut Prameswari et al. (2014) auksin sebagai salah satu zat pengatur tumbuh bagi tanaman, berfungsi untuk mendorong pembentukan kalus dan akar. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 1 menunjukkan persentase hidup pada awal MST sangat tinggi yaitu mencapai 80%, namun pada akhir MST perkembangan tanaman cangkok menurun mencapai 30% untuk keempat komoditi. Perbedaan yang terjadi pada 1 MST dan 13 MST tanaman sirsak, pucuk merah dan dua komoditi lainnya diakibatkan karena pada tahap 1 MST pertumbuhan akar adventif belum tampak jelas sehingga perhitungan keberhasilan hidup hanya dinilai berdasarkan kesegaran batang yang dicangkok. Sedangkan pada 13 MST perhitungan keberhasilan hidup dinilai berdasarkan hasil dari cangkokan itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pencangkokan tanaman yaitu media cangkok tidak boleh terlalu basah dan tidak mengandung jamur yang dapat menyebabkan kerusakan dan kematian bibit (Hendrata dan Sutardi, 2010). Menurut Adams dan Early (2004) dalam melakukan pencangkokan kambium harus terkelupas seutuhnya namun tidak melukai bagian dalam batang. Biasanya kambium pada tanaman dikotil berwarna hijau berlendir. Hal ini dilakukan karena kambium merupakan pembatas antara floem dan xylem. Bila kambiumnya dihilangkan maka aliran floem akan terhenti sehingga memicu munculnya kalus yang merupakan cikal bakal dari akar adventif. KESIMPULAN Perbanyakan vegetatif melalui mencangkok dapat dipengaruhi oleh air, media, kambium pada tanaman dan teknik mencangkok itu sendiri. Teknik mencangkok memiliki pengaruh paling tinggi dikarenakan jika teknik yang digunakan salah maka tingkat kegagalan cangkok yang berhasil akan rendah bahkan nol. DAFTAR PUSTAKA Ashari, S. 1995. Hortikultura. UI Press, Jakarta. Hendrata R. dan Sutardi. 2010. Evaluasi media dan frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L). Agrovigor. 3(1): 2-4. Kuswandi. 2013. Inovasi hortikultura pengungkit peningkatan pendapatan rakyat. www.hortikultura.litbang.pertanian.go.id. [11 juni 2017]. Prameswari Z.K., Trisnowati S., dan Waluyo S. 2014. Pengaruh macam media dan zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan cangkok sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada musim penghujan. Vegetalika. 3(4):107 – 118.
PERBANYAKAN GENERATIF PENDAHULUAN Latar Belakang Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan antara bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Secara alami proses penyerbukan terjadi dengan bantuan angin atau serangga. Namun, saat ini penyerbukan sering dilakukan manusia, terutama para pemulia tanaman untuk memperbanyak atau menyilang tanaman dari beberapa varietas yang berbeda. Menurut Kusumo (2001), Perbanyakan secara seksual atau generatif adalah proses perbanyakan dengan menggunakan salah satu bagian dari tanaman, yaitu biji. Biji adalah organ tanaman yang terbentuk setelah terjadinya proses fertilisasi (menyatunya/ meleburnya gamet jantan dan gamet betina). Biji dapat dianggap sebagai tanaman mini karena di dalamnya sudah terdapat bagian-bagian tanaman yang tersusun dalam massa yang kompak. Salah satu tujuan perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji adalah untuk memperoleh sifat-sifat baik tanaman, seperti akar yang kuat, tahan penyakit, dll. Perbanyakan secara generatif ini memiliki kelebihan diantaranya adalah sistem perakaran yang kuat, masa produktif lebih lama, lebih mudah diperbanyak, tahan penyakit yang disebabkan oleh tanah, dan memiliki keragaman genetik yang digunakan untuk pemuliaan tanaman. Perbanyakan tanaman dengan biji (generatif) terutama dilakukan untuk penyediaan batang bawah yang nantinya akan diokulasi atau disambung dengan batang atas dari jenis unggul. Keunggulan tanaman ini digunakan sebagai batang bawah adalah karena memiliki batang yang kokoh dan tahan penyakit tular tanah (Rahardja dan Wiryanta, 2003). Sementara itu, ada beberapa kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya. Jika ditanam, dari ratusan atau ribuan biji yang bersal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan sifat yang beragam. Ada yang sifatnya sama, atau bahkan lebih unggul dibandingkan dengan sifat pohon induknya. Namun, ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya. Keragaman sifat ini terjadi karena adanya pengaruh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina
Tujuan Mengetahui cara melakukan penyamaian dari biji untuk persiapan batang bawah.
METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain ember, cangkul, kored, saringan, kameradan polybag berukuran 25 cm. Bahan-bahan yang digunakan antara lain dithane 2 g/l, 4 biji durian, 5 biji rambutan, 5 biji sirsak, 6 biji jambu dan biji alpukat.
Metode Pelaksanaan Biji buah yang masih menempel dengan buahnya dibersihkan, kemudian media tanam tanah dan pupuk kandang dicampur hingga rata dan dimasukkan kedalam polybag. Biji buah-buahan yang telah dibersihkan tadi direndam kedalam dithane 2 g/l. kemudian biji ditanam dalam media yang telah disiapkan dengan kedalaman sekitar 2-3 cm dari bagian atas untuk biji berukuran kecil dapat ditanam 4-5 per polybag, untuk yang berukuran besar 1 biji per polybag, tutup dengan tanah halus. Beri label tanda pada polybag. Simpan polybag yang sudah ditanami biji di bawah net house.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2. Persentase tumbuh pada 9 komoditas pecobaan selama 12 MST Persentase tumbuh (%) MST Nangka
Alpukat
Pala
Sirsak
Rambutan
Jeruk
Lengkeng
Jambu
Duku
1
56,87
52,27
0
34,76
68,23
51,55
74,22
56,36
43,18
2
77,24
45,45
0
32,38
78,13
52,7
72,38
61,56
38,63
3
90,31
55
0
29
88,83
49,25
78,69
73,92
44,62
4
91,50
67,5
0
30,60
81,02
51,15
76,07
68,21
44,62
5
89,90
80,95
0
32,07
81,45
48,3
73,69
76,26
46,12
6
86,78
75,04
0
35,14
77,40
47,28
67,97
70,5
47,02
7
86,06
80
0
35,99
76,50
50,1
67,9
73,5
48,68
8
85,14
80,95
0
34,75
74,41
45,83
71,54
70,38
48,11
9
84,30
79,54
0
35,11
76,44
43,61
70,61
66,67
48,96
10
78,24
79,54
0
31,55
77,45
44,52
69,47
67,80
42,71
11
81,27
79,54
0
29,55
77,95
41,34
69,70
67,35
40,43
12
75,62
82,5
0
30,60
74,75
40,33
68,55
66,14
36,40
Tabel 3. Tinggi tanaman pada 9 komoditas pecobaan selama 12 MST MST komoditas 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Nangka
0
1,21
6,0
10,
14,
15,
19
20,5
23
26
28,2
27,3
Alpukat
0
0,19
1,4
4,4
7,9
10,7
14
17,4
19
21,5
24,8
27
Pala
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sirsak
0
0
0,2
1,0
1,7
2,97
3,54
4,76
5,7
5,99
6,02
6,21
Rambutan
0,38
2,64
6,5
7,7
10,
11,3
12,6
13,8
16
16,7
17,8
18,9
Jeruk
0
0,44
2,0
2,9
3,88
4,72
4,9
5,54
5,4
5,73
6,21
6,63
Lengkeng
0,19
1,95
4,2
6,0
7,23
7,59
8,48
10,1
11
12,1
12,6
14,2
Jambu
0,04
0,87
2,7
4,4
5,48
7,27
8,7
9,98
12
13,6
17,5
19,3
Duku
0
0
0,6
1,7
2,39
3,59
3,51
5,14
5,5
6,12
5,43
5,66
Tabel 4. Jumlah daun tanaman pada 9 komoditas pecobaan selama 12 MST MST komoditas 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Nangka
0
0,15
1,75
2,68
3,9
4,24
5,55
5,96
6,2
7
7,73
7,33
Alpukat
0
0,09
0,4
1,83
3,25
4,9
6,26
8,25
9,2
9,55
9,23
11,2
Pala
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sirsak
0
0
0
0,43
0,83
1,5
1,8
2,13
2,7
2,32
2,48
2,94
Rambutan
0,19
0,81
1,89
3,24
4,36
4,5
5,15
5,97
6,6
7,76
8,52
8,56
Jeruk
0
0,1
1,48
2,24
2,62
2,9
3,68
4,24
4,3
4,6
5,45
5,13
Lengkeng
0,09
0,905
2,73
3,78
4,63
6,11
7,23
8,4
9,1
10,2
10,9
11,2
Jambu
0,09
0,71
2,19
3,85
5,5
7,85
8,88
10,4
12
13,4
14,7
16,4
Duku
0
0
0,3
0,67
0,83
1,92
2,61
2,75
3,5
4,33
3,3
3,38
Tabel 5. Jumlah tunas tanaman pada 9 komoditas pecobaan selama 12 MST MST komoditas 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Nangka
0,09
0,38
0,85
1,4
1,47
1,55
1,58
1,55
1,7
1,66
1,73
1,83
Alpukat
0
0
0,2
0,7
0,94
1,38
1,58
1,66
1,7
1,83
1,88
2,05
Pala
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sirsak
0
0,04
0,05
0,25
0,57
0,73
0,72
0,68
1,1
0,89
0,72
0,88
Rambutan
0,23
0,8
1,95
2,6
2,63
2,55
2,64
2,72
2,9
2,77
3,34
3,42
Jeruk
0,05
0,3
0,73
1,05
1,05
1,05
1,05
1
1,2
1,22
1,38
1,35
Lengkeng
0,95
1,19
2
2,5
2,68
2,66
3,11
3,05
3,4
3,41
3,38
3,66
Jambu
0,19
0,76
1,46
3,75
5,89
4,66
5
4,66
4,6
4,29
4,44
4,31
Duku
0,09
0
0,21
0,47
0,55
0,81
0,8
0,93
0,9
0,8
0,87
0,85
Grafik 2. Persentase tumbuh pada 9 komoditas pecobaan selama 12 MST
Chart Title 100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Komoditas Nangka
Komoditas Alpukat
Komoditas Pala
Komoditas Sirsak
Komoditas Rambutan
Komoditas Jeruk
Komoditas Lengkeng
Komoditas Jambu
Komoditas Duku
12
Percobaan yang dilakukan merupakan perbanyakan secara generatif yaitu melalui perkecambahan biji. Perkecambahan adalah proses fisiologi pada tahap awal pertumbuhan benih. Pada perkecambahan benih, kembali aktifnya pertumbuhan embrio ditunjukan oleh munculnya radicula yang menembus dan mucul dari benih. Perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji dilakukan untuk mendapatkan batang bawah yang baik karena tanaman yang berasal dari biji memiliki perakaran yang kuat. Selain itu, batang bawah yang diperoleh relatif toleran terhadap berbagai macam penyakit (Harjadi, 1996). Berdasarkan tabel hasil untuk peubah presentase tanaman hidup, didapatkan rata-rata presentase tertinggi yaitu pada komoditas alpukat sedangkan rata-rata persentase terendah adalah komoditas pala bahkan persentasenya mencapai 0%. Persentase hidup dipengaruhi oleh mutu benih, vigor benih dan perawatan tanaman. Persentase pala yang mencapai 0% dapat disebabkan oleh faktor ketelitian pengamat dalam mengamati, terdapat kemungkinan adanya tanaman yang tidak teramati. Sama halnya dengan persentase tanaman hidup. jumlah daun,jumlah tunas dan tinggi tanaman pun cenderung bertambah seiring bertambahnya juga umur tanaman dan yang tertinggi terjadi pada alpukat dan terendah pada komoditas pala bahkan mencapai angka 0.
KESIMPULAN Pembiakan dengan biji memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pembiakan secara vegetatif. Namun pembiakan generatif merupakan salah satu cara pembiakan tanaman dengan tujuan mempertahankan sifat-sifat baik tanaman.
DAFTAR PUSTAKA Harjadi S. S. 1996. Pengantar agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kusumo S. 2001. Zat pengatur tumbuh tanaman. CV Yasaguna, Jakarta. Rahardja P. C., dan Wiryanta W. 2003. Aneka cara memperbanyak tanaman. Agromedia, Depok.
STEK BATANG PENDAHULUAN Latar Belakang Perbanyakan tanaman bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan stek. Stek, yaitu memotong batang atau daun untuk ditanam di tempat lain. Ada stek batang dan stek daun. Cara yang lazim digunakan adalah perbanyakan dengan cara setek batang dari batang panenan sebelumnya. Salah satu contoh batang yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang singkong. Setek yang baik diambil dari batang bagian tengah tanaman agar matanya tidak terlalu muda maupun tidak terlalu tua. Batang yang baik berdiameter 2-3 cm. Potongan batang untuk setek yang baik adala 3-4 ruas mata atau 15-20 cm. Bagian bawah dari batang stek dipotong miring dengan maksud untuk menambah dan memperluas daerah perakaran. Menurut Rukmana (2012), Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Stek batang merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif berasal dari batang untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru dengan cara pemotongan batang dari tanaman induk. Percobaan stek batang ini juga menggunakan ZPT untuk merangsang pertumbuhan akar. Zat PT yang diberikan berupa ZPT Rootone. Rooton-F adalah salah satu jenis zat pengatur tumbuh sintetik golongan auksin, yang secara komersil banyak digunakan untuk membantu perbanyakan tanaman. Suatu potongan daun maupun potongan batang dapat menghasilkan akar adventif bila diberi serbuk auksin. Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang true to name dan true to type. Regenerasi akar dan pucuk dipengaruhi oleh faktor intern yaitu tanaman itu sendiri dan faktor ekstern atau lingkungan. Salah satu faktor intern yang mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk adalah fitohormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh (Ashari, 2007). Keberhasilan menggunakan teknik ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini seperti umur batang yang terlalu tua sehingga menghambat proses pertumbuhan akar maupun tunas kurang maksimal. Faktor lainnya adalah terletak pada tinggi tanaman yang sesuai untuk diperbanyak. Pada percobaan kami, batang yang kam perbanyak terlalu pendek, sehingga ada kemungkinan memperlambat pertumbuhan tanaman singkong itu sendiri. Factor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan teknik ini yaitu kesalahan cara menanam dan perlakuan terhadap tanaman tersebut. Baik itu kesalahan cara memotong batang dan kurangnya perhatian. Pemotongan batang tanaman singkong akan lebih cepat tumbuh apabila bagian bawah pada calon batang yang akan ditanam itu bentuknya miring. Terbukti, tanaman yang ujungnya miring cepat pertumbuhan akar dan tunas – tunasnya.
Tujuan Mahasiswa bisa mengetahui dan memahami cara perbanyakan vegetatif dengan metode stek batang pada tanaman hias
METODE Bahan dan Alat Stek batang beberapa jenis tanaman ( gardenia, puring,murbae, dracena, dan coleus).Media yang digunakan ( tanah : sekam : pukam ) 1:1:1, polybag 15 cm, alat yang digunakan gunting/cutter, bakterisida dan fungisida serta rooton F.
Metode Pelaksanaan Campur media tanam yang akan digunakan sampai merata. Siapkan bahan tanam yang akan di stek. Isi polybag dengan media tanam lalu tanam bahan tanam (beri rooton pada bahan tanam yang berkayu). Siram tanaman dengan air dan tanaman disimpan dan disusun dengan teratur.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 6. Persentase tumbuh stek batang MST Komoditas 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lada perdu
80,30
60,98
45,07
40,53
27,62
18,91
15,91
13,64
13,64
11,36
Gardenia
89,36
72,50
54,71
50,16
43,80
40,70
36,15
26,15
22,29
23,20
Soka
91,86
75,09
66,00
63,58
63,12
56,76
48,80
46,38
46,38
33,49
Bougenville
81,80
61,66
47,11
45,66
31,41
34,51
29,82
24,14
18,71
17,05
100
92,77
80,97
74,64
70,05
68,13
64,53
61,99
59,35
54,81
Dracaena
85,95
63,14
36,36
37,82
27,27
22,73
18,89
15,57
13,95
12,50
Buah naga
100
95,90
91,55
84,19
76,69
74,87
69,89
69,44
66,03
57,94
98,55
83,31
69,13
67,58
60,68
55,38
46,90
43,60
41,91
37,37
Singkong
100
99,43
88,52
93,07
91,93
88,41
85,00
79,77
67,95
63,41
Ubi jalar
97,59
85,64
71,68
76,23
70,55
68,05
64,39
61,16
48,95
44,41
Puring
Lee kwan yew
Grafik 3. Persentase tumbuh stek batang
Chart Title 120 100 80 60 40 20 0
MST
Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan teknik perbanyakan melalui stek batang lunak, stek batang berkayu dan stek pucuk. Pengamatan dilakukan selama 10 minggu setelah perbanyakan (MSP). Hasil pengamatan dari masing-masing disajikan dalam bentuk tabel rata-rata persentase tanaman hidup. Keberhasilan stek batang dapat dilihat dari keadaan tanaman yang tetap tumbuh baik serta tumbuhnya akar pada bagian tanaman yang dipotong atau dilukai. Pada tabel 6 menunjukkan persentase pertumbuhan tanaman cenderung menurun setiap minggunya walaupun di 9 MST terdapat beberapa komoditas meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa adanya data yang bias yang diakibatkan kesalahan dalam perhitungan. Pada 1 MST perhitungan nilai persentase berdasarkan kesegaran daun dan batang. Tanaman dengan persentase pertumbuhan tertinggi yaitu Singkong dengan pertumbuhan maksimal pada 1 MST. Sedangkan tanaman dengan pertumbuhan terendah yaitu lada perdu dengan pertumbuhan terendah pada 10 MST. Faktor dari tanaman yang mempengaruhi keberhasilan stek batang adalah kekerasan batang. Stek batang lunak memiliki tingkat keberhasilan stek yang lebih tinggi daripada stek batang berkayu, terutama pada tanaman ubi jalar karena memiliki persentase hidup yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan akar yang lebih cepat pada tanaman berbatang lunak daripada tanaman berkayu. Faktor lingkungan tumbuh stek yang cocok sangat berpengaruh pada terjadinya regenerasi akar dan pucuk. Salah satu hal yang penting untuk pertumbuhan tanaman yaitu media yang digunakan. Media tanam memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Salah satu syarat media tanam yang baik adalah porositas yaitu kemampuan media dalam menyerap air dan steril. Selain itu, Media harus terbebas dari organisme yang dapat menyebabkan penyakit, seperti bakteri, dan jamur (Harsono, 1992). Pada prinsipnya stek batang bertujuan untuk menumbuhkan akar pada batang yang distek. Menurut Hartmann et al. (1990) proses pembentukan akar setelah pemotongan (stek) adalah sel pada permukaan bekas pemotongan terluka dan sel xylem terbuka, sel yang berada di bagian luar mati, lapisan nekrotik terbentuk dan menutupi luka dengan bahan bergabus (suberin), sedangkan xylem tertutup oleh getah, lapisan ini melindungi permukaan bekas pemotongan dari kekeringan, selsel yang ada dibawah lapisan it uterus membelah dan lapisanparenkim terbentuk, sel-sel tertentu disekitar pembuluh cambium dan floem mulai mendorong pembentukan akar-akar adventif.
KESIMPULAN Stek batang lunak memiliki tingkat keberhasilan stek yang lebih tinggi daripada stek batang berkayu, terutama pada tanaman dracena karena memiliki daya tumbuh yang tinggi, jumlah daun, dan jumlah tunas. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan akar yang lebih cepat pada tanaman berbatang lunak daripada tanaman berkayu.
DAFTAR PUSTAKA Ashari S. 2007. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Harsono S. 1992. Perbanyakan tanaman sirih. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1(1): 22-23 Hartmann H T, Kester D E, Davies F T. 1990. Plant Propagation principles and practices. New Jersey(US): Prentice-Hall Inc. Engle Wood Cliffs. Rukamana, R. 2012. Bugenvil. Cetakan ke 13. Kanisius, Yogyakarta.
STEK DAUN PENDAHULUAN Latar Belakang Perbanyakan tanaman merupakan serangkaian kegiatan yang diperlukan untuk menyediakan materi tanaman baik untuk kegiatan penelitian maupun program penanaman secara luas. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara vegetatif. Dengan penerapan teknik pembiakan vegetatif akan diperoleh bibit yang memiliki struktur genetik yang sama dengan induknya. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada di bagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, dan daun sekaligus. Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan cara mencangkok, setek, rundukan, dan kultur jaringan. Pada percobaan ini dilakukan teknik stek daun terhadap beberapa tanaman hias. Perbanyakan tanaman secara stek daun mempunyai kelebihan yaitu dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak serta kualitasnya sesuai dengan induknya, sifat genetik sama dengan induknya, mampu berproduksi tinggi apabila induknya mempunyai sifat unggul, mempunyai kualitas baik dalam hal rupa seragam, dan pada umur 3 tahun dapat berproduksi. Adapun kelemahan pada sistem perbanyakan stek daun adalah tanaman tidak mempunyai akar tunggang dan pada umur 75 tahun tanaman perlu diremajakan (Budiarto, 2007). Keunggulan lain dari teknik ini adalah menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan pohon induknya. Selain itu, tanaman yang berasal dari perbanyakan secara vegetatif lebih cepat berbunga dan berbuah. Sementara itu, kelemahannya adalah membutuhkan pohon induk dalam jumlah besar sehingga membutuhkan banyak biaya. Kelemahan lain, tidak dapat menghasilkan bibit secara massal jika cara perbayakan yang digunakan cangkokan atau rundukan Untuk dapat meningkatkan keberhasilan dalam memperbanyak tanaman secara vegetatif seperti stek, dikembangkan hormone yang dapat mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Stek batang yang digunakan dapat diberikan hormon tumbuh yang sering digunakan untuk mempercepat pertumbuhan akar baru yaitu auksin yang diberikan dalam bentuk pasta (auksin pasta) maupun dalam bentuk larutan (Rootone F) yang banyak tersedia secara komersial. Auksin memiliki fungsi untuk merangsang pertumbuhan akar pada perbanyakan vegetatif (cangkok dan stek) (Lestari et al., 2014).
Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui cara perbanyakan vegetatif dengan metode stek daun, dan stek buku tunggal pada tanaman hias.
METODE Bahan dan Alat Stek daun beberapa jenis tanaman, yaitu Pepperomia, Lidah Mertua, dan Cocor Bebek. Sedangkan sek buku tunggal pada tanaman ubi jalar. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang (1:1). Selain itu, bahan yang digunakan rooton F, air, dithane dan agrept. Alat yang digunakan 2 wadah mika, 32 polybag, 2 gunting pangkas, 2 karet, 2 ember, dan 2 cangkul.
Metode Pelaksanaan
Stek Daun Menyiapkan media tanam yang lembab pada wadah mika yang telah dilubangi. Media tanam terdiri atas campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Wadah mika diisi dengan 1 media sebanyak bagiannya. Bahan tanam disiapkan untuk stek daun, yaitu daun Pepperomia, 3 Begonia, dan Cocor Bebek. Stek daun ditanam dengan cara meletakkannya di atas permukaan tanah. Setelah semua bahan tanam tersusun, simpan wadah di net house dengan posisi wadah tertutup untuk menjaga kelembaban media. Untuk stek daun dengan bahan tanam Lidah Mertua ditanam pada polybag.
Stek Buku Tunggal Menyiapkan media tanam dengan campuran tanah dan pupuk kandang (1:1). Polybag diisi dengan media tanam yang telah dibuat. Menyiapkan bahan tanam untuk stek buku tunggal, yaitu ubi jalar. Setiap batang dipotong-potong menjadi beberapa bagian, setiap bagian harus mempunyai buku dan daun. Tanamkan potongan-potongan stek buku tunggal pada polybag yang telah disediakan. Beri label pada polybag sebagai penanda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 7. Persentase tumbuh stek daun MST komoditas 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Lidah mertua
92,12
86,44
84,56
76,63
72,82
64,42
30,83
45,77
41,95
43,68
43,68
Cocor bebek
96,92
91,48
82,48
83,46
80,85
74,37
41,75
61,64
60,05
61,64
58,31
Vanili
97,62
91,2
80,13
66,04
63,59
61,21
42,76
44,41
45,03
38,14
36,19
Peperomia 1
88
84
62
63
54,69
51
34
45
44
43
43
Peperomia 2
87
78
68
63
49
44
21
38
36
36
35
Peperomia 3
80
58
56
55
44
44
22
35
35
33
29
Peperomia 4
57
64
50
50
43
41
26
35
28
28
28
Peperomia 5
57,76
52,35
37
36,96
33,11
38,88
15,95
27,73
27,73
27,73
27,73
Begonia
88,93
74,46
72,48
60,58
57,45
54,58
29,76
41,18
39,93
34,98
38,68
Bahan awal perbanyakan yang dapat digunakan untuk stek daun berupa lembaran daun. Bahan awal stek daun tidak akan menjadi bagian dari tanaman baru. Penggunaan bahan yang mengandung kimera peiklinal dihindari agar tanaman-tanaman baru yang dihasilkan bersifat type to type. Akar dan tunas baru pada stek daun berasal dari jaringan meristem primer atau meristem skunder. Masalah pada stek daun umumnya adalah pembentukan tunas-tunas adventif, bukan akar adventif. Pembentukan akar adventif pada daun lebih mudah dibanding pembentukan tunas-tunas adventif. Secara teknis stek daun dilakukan dengan cara memotong daun dengan panjan 7,5-10 cm atau memotong daun beserta petiolnya kemudian ditanam pada media. Berdasarkan data yang diperoleh, persentasi tanaman hidup hasil stek daun menurun setiap minggunya, namun jumlah daun dan tunas meningkat. Hal tersebut dikarenakan kurangnya perawatan bahan stek oleh praktikan. Kondisi lingkungan sedang berlangsung musim hujan, sehingga kelembaban tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi tanaman yang diperbanyak dengan cara stek yaitu, suhu, kondisi media, kelembaban, hama penyakit, umur bahan stek dan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) (Budiman, 2001) Zat pengatur tumbuh Rootone-F termasuk dalam kelompok auksin. Secara teknis Rootone-F aktif mempercepat dan memperbanyak keluarnya akar sehingga penyerapan air dan unsur hara tanaman akan banyak dan dapat mengimbangi penguapan air pada bagian tanaman yang berada di atas tanah dan secara ekonomis penggunaan Rootone-F dapat menghemat tenaga, waktu, dan biaya (Febriana, 2009). Cara pemberian hormon pada stek batang dapat dilakukan dengan cara pemberian dengan perendaman, pencelupan dan tepung. Untuk metode perendaman, konsentrasi zat pengatur tumbuh bervariasi antara 20 ppm sampai 200 ppm tergantung kemampuan jenis tersebut berakar. Dalam mengaplikasikan hormon perlu diperhatikan ketepatan dosis, karena jika dosis terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan keracunan pada seluruh jaringan tanaman.
Untuk dapat meningkatkan keberhasilan dalam memperbanyak tanaman secara vegetatif seperti stek, dikembangkan hormone yang dapat mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Stek batang yang digunakan dapat diberikan hormon tumbuh yang sering digunakan untuk mempercepat pertumbuhan akar baru yaitu auksin yang diberikan dalam bentuk pasta (auksin pasta) maupun dalam bentuk larutan (Rootone F) yang banyak tersedia secara komersial. Auksin memiliki fungsi untuk merangsang pertumbuhan akar pada perbanyakan vegetatif (Lestari et al., 2014).
KESIMPULAN Perbanyakan vegetatif melalui stek daun memiliki permasalahan berupa sulitnya membentuk tunas adventif dibandingkan membentuk akar adventif. Sehingga perlu mendapatkan perlakuan intensif supaya tanaman dapat hidup dengan baik. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek daun sebagai berikut: faktor internal yaitu bahan stek, jenis cabang, umur pohon induk, umur cabang, serta keadaan tunas aktif atau dorman, lalu faktor eksternal, yaitu kelembaban udara, suhu, media tanah, cahaya, cara pembuatan stek, cara penanaman stek, dan penggunaan senyawa pengatur tumbuh
DAFTAR PUSTAKA Budiarto K. 2007. Conventional propagation of several Aglaonema accessions using split single-bud stem cutting. Agrivigor. Budiman. 2001. Budidaya Jeruk. Bina Cipta, Bandung. Febriana S. 2009. Pengaruh konsentrasi ZPT dan panjang stek terhadap pembentukan akar dan tunas pada stek Apokad (Persea americana Mill). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lestari P.W.A., Defiani M.R., dan Astarini I.A.. 2014. Produksi bibit kentang (Solanum tuberosum L.) G1 dari stek batang. Jurnal Simbiosis 2(2):215-225.
PERBANYAKAN DENGAN STRUKTUR KHUSUS PENDAHULUAN Latar Belakang Perbanyakan vegetatif (aseksual) merupakan perbanyakan tanaman yang menghasilkan turunan dengan karakter yang identik seperti induknya. Perbanyakan secara vegetatif dibagi menjadi dua, yaitu vegetatif alami dan vegetatif buatan. Penggunaan biji apomiksis dan organ khusus tanaman seperti PErunner, stolon, umbi dan sebagainya, merupakan perbanyakan vegetatif tanaman secara alami. Percobaan ini menggunakan teknik perbanyakan dengan struktur khusus, Organ vegetatif khusus merupakan modifikasi dari akar atau batang. Organ khusus tersebut untuk beberapa tanaman juga merupakan alat cadangan makanan, misalnya bulb, kormus, dan umbi. Organ khusus dapat juga berfungsi sebagai bahan perluasan tanaman secara vegetatif pada tanaman tertentu, contohnya pada stauberi dengan sulur atau runner. Perbanyakan ini dilakukan dengan membelah atau memotong bagian tertentu dari tubuh induk Perbanyakan tanaman dapat menggunakan organ vegetatif khusus yang dimiliki oleh tanaman. Organ vegetatif khusus tersebut diantaranya berupa umbi, cormus, ubi batang (tuber), ubi akar (tuberosus root) dan akar tinggal (rhizome, runners). Ciri dari tanaman yang memiliki organ khusus adalah dalam siklus hidupnya tanaman tersebut menyimpan cadangan makanannya dalam organ khusus tersebut. Cadangan makanan tersebut merupakan persedian yang akan digunakan untuk pertumbuhan selanjutnya (Ondari et al., 1975). Kegiatan perbanyakan tanaman dengan menggunakan struktur atau organ khusus sering terjadi secara alami di alam. Perbanyakan tanaman dengan struktur khusus dapat juga dilakukan ketika suatu tanaman organ seksualnya tidak berfungsi (pisang), tanaman lebih mudah terbentuk melalui pembiakan vegetatif (nenas menggunakan crown), dan tanaman yang terbentuk dengan organ khusus populasinya lebih seragam (bawang merah menggunakan umbi) (Prahasta, 2009). Tujuan Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui cara perbanyakan vegetatif dengan menggunakan struktur khusus runner atau stolon, corm, bulb, tuber, rhizome, dan anakan.
METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan, yaitu media tanam berupa tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1, fungisida, dan air. Bahan tanaman untuk praktikum organ khusus adalah mahkota nanas, bawang merah, ubi jalar, kucai mini, jahe, kunyit, anakan pisang, serai, dan temulawak. Alat yang digunakan berupa pisau cutter, polybag, koret, dan ember.
Metode Pelaksanaan Persiapan media tanam dengan campuran tanah dan pupuk kandang perbandingan 1:1, kemudian campuran media dimasukkan ke dalam polybagsampai dengan ketinggian ¾ tinggi polybag. Bahan tanaman sebelum ditanam, terebih dahulu dicelupkan ke dalam larutan fungsida agar steril. Masing-masing bahan tanam ditanam dalam tiap polybagdengan ketentuan, yaitu 1) mahkota nanas ditanam menjadi 3 perlakuan (1 mahkota, ½ bagian mahkota, satuan daun dengan bagian batangnya diikutsertakan); 2) bawang merah ditanam umbinya yang merupakan umbi lapis; 3) ubi jalar ditanam dengan memisahkan bagian depan dan belakang umbi akar; 4) tanaman kucai mini ditanam dengan cara pemisahan tunas atau anakannya; 5) jahe, kunyit, dan temulawak ditanam dengan bagian rimpangnya; 6) tanaman pisang menggunakan tunas bonggol atau rhizome; 7) tanaman serai ditanam dengan pemisahan batang tiap tanamannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 8. Persentase hidup tanaman dengan perkembangbiakan struktur khusus MST komoditas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nanas
95,45
95,45
95,45
92
90,9
82,95
80,68
73,86
70,45
Pisang
86,36
77,27
71,81
61,6
39,4
37,13
34,86
28,04
28,04
Talas Belitung
90,9
93,63
93,63
93,6
95,9
93,68
96,68
87,59
87,59
Amarilis
100
97,72
93,18
93,2
84,09
79,54
75
65,9
68,93
97,57
93,94
91,44
85
86,18
81,86
76,59
69,09
68,18
Sereh
100
100
97,72
97,3
94,09
92,54
92,54
88
88
Kucai Mini
100
97,72
97,72
100
97,72
95,45
95,45
88,63
88,63
Lily Paris
100
100
100
100
98,86
100
99,54
94,54
94,54
Jahe
95,45
95,45
93,18
93,2
93,18
90,5
90
83,33
80,85
Kencur
88,63
90,9
88,63
87,1
85,45
79,13
71,59
67,04
63,09
Kunyit
93,18
90,9
87,5
75,5
70,45
63,63
63,63
60,98
55,3
Iles-iles
88,63
77,27
67,04
54,5
43,68
42,16
34,59
31,54
29,9
Bawang Merah
Tabel 9. Jumlah daun tanaman dengan perkembangbiakan struktur khusus MST komoditas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nanas
10
11
11
12
13
14
14
15
17
Pisang
0
0
0
1
0
0
0
0
0
Talas Belitung
1
1
2
2
3
3
3
4
4
Amarilis
2
2
1
2
2
2
2
2
3
Bawang Merah
6
4
5
6
7
12
11
7
6
Sereh
11
10
11
13
14
16
17
18
19
Kucai Mini
26
24
25
26
27
31
31
33
34
Lily Paris
30
25
25
26
29
32
32
34
35
MST komoditas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jahe
3
3
3
4
5
7
7
8
8
Kencur
2
2
1,56
3
3
3
3
3
4
Kunyit
1
1
1
2
2
2
2
2
2
Iles-iles
1
1
0
0
0
0
0
0
0
Tabel 10. Jumlah tunas tanaman dengan perkembangbiakan struktur khusus MST komoditas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nanas
1
1
1
2
1
1
1
1
2
Pisang
1
1
1
1
0
0
0
0
0
Talas Belitung
1
1
2
1
2
2
2
2
2
Amarilis
1
1
1
1
1
2
2
2
2
Bawang Merah
3
3
3
4
5
5
6
4
4
Sereh
2
2
2
2
3
4
4
4
4
Kucai Mini
1
1
2
2
2
3
3
3
4
Lily Paris
3
3
4
4
4
4
4
5
6
Jahe
2
2
2
2
3
4
3
4
4
Kencur
1
1
2
2
2
2
2
2
2
Kunyit
1
1
1
1
2
1
1
1
1
Iles-iles
1
1
1
1
1
1
0
0
0
Berdasarkan data yang diperoleh, perbanyakan tanaman dengan organ khusus mulai tumbuh tunas saat MST pertama. Beberapa jenis tanaman mampu menghasilkan tunas baru setelah tunas pertama sudah cukup tua dan besar. Perlakuan pemotongan bahan tanam jenis rhizom menjadi beberapa bagian seperi pada jahe, kunyit dan iles-iles memberikan hasil yang rendah pada pembentukan tunas baru. Hal ini sesuai dengan Ondari et al. (1975), perbanyakan temulawak dengan menggunakan rimpang induk menghasilkan produksi lebih tinggi yaitu 10,6 t rimpang segar/ha. . Bibit yang berasal dari mahkota buah dapat dipanen setelah 24 bulan, bibit yang berasal dari tunas batang dapat dipanen setelah 18 bulan, dan bibit yang berasal dari tunas akar dapat dipanen setelah berumur 12 bulan (Prahasta 2009). Perbanyakan tanaman pisang, umumnya menggunakan bibit dari hasil pemisahan anakan. Kelemahan bibit dari anakan adalah jumlah bibit yang dihasilkan terbatas. Selain itu hasil pemisahan anakan sangat rentan tertular penyakit (Rugayah et al.. 2012).
Bawang merah biasa ditanam menggunakan umbinya karena pertumbuhan tanaman yang dihasilkan lebih seragam. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi. Lingkungan yang demikian dapat menyebabkan daunnya mudah rusak, sehingga menghambat pertumbuhannya dan dapat menyebabkan umbinya mudah busuk (Samadi dan Cahyono, 2005). Ubi jalar dapat diperbanyak dengan umbi yang merupakan organ khusus modifikasi dari batang. Organ vegetatif ini memiliki mata tunas yang nantinya dapat tumbuh membentuk pucukpucuk tanaman. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman ubi jalar meliputi temperature, kelembaban udara, curah hujan, penyinaran matahari, keadaan tanah dan letak geografi. Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal (Juanda dan Cahyo, 2000).
KESIMPULAN Perbanyakan dengan organ khusus ini digunakan ketika organ generatif tanaman tersebut kurang menguntungkan. Organ khusus pada setiap tanaman berbeda-beda, sehingga cara perbanyakannya pun berbeda untuk setiap tanaman. Biasanya tanaman dengan organ khusus rimpang lebih mudah diperbanyak dan tahan dalam kondisi lembab seperti pada areal pembibitan dibandingkan dengan umbi lapis pada bawang.
DAFTAR PUSTAKA Juanda D. dan Cahyo B. 2000. Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta. Ondari, Abisono dan Sudiarto. 1975.Pengaruh penjemuran serta ukuran bibit terhadap hasil rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Simposium Penelitian Tanaman Obat I, Bogor. Rugayah, Hasporo D., Ulumudin A., dan Motiq F. W. 2012. Kajian teknik perbanyakan vegetatif pisang ambon kuning dengan pembelahan bonggol (corm). J. Agrotropika 17(2):58-65. Prahasta, A. 2009. Agribisnis Nanas. Pustaka Grafika, Bandung. Samadi B. dan Cahyono B. 2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
GRAFTING DAN BUDDING PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam pembiakan atau penggandaan tanaman dapat kita kenal salah satu metodenya yaitu penyambungan. Penyambungan dapat mempunyai arti lain dari pada pembiakan vegetatif lainnya, di karenakan ketika tanaman yang tidak dapat dibiakan secara cangkok, stek, merunduk atau lainnya dapat di lakukan metode penyambungan, karena hanya dengan metode penyambungan inilah tanaman tesebut dapat di biakkan. Penyambungan batang bawah dan batang atas ini biasanya dilakukan antara dua varietas tanaman yang masih dalam spesies yang sama (Rinaldo 2007). Menurut Hartman et al (1997), grafting merupakan suatu seni menyambung dua potong jaringan tanaman yang hidup sedemikian rupa sehingga kedua jaringan tersebut bersatu, tumbuh dan berkembang menjadi tanaman. Sedangkan menurut Wudiyanto (1994) grafting adalah menggabungkan batang atas dan batang bawah dari tanaman yang berbeda sedemikian rupa sehingga, tercapai persenyawaan. Kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman baru. tujuan dari grafting ini adalah membuat bibit tanaman unggul, memperbaiki bagian-bagian pohon yang rusak, dan juga untuk membantu pertumbuhan tanaman. Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan sambungan adalah faktor tanaman sendiri dan faktor luar berupa temperature dan kelembaban selama proses penyambungan (Hartmann and Kester, 1983). Wright (1962) dalam Rinaldo (2007) menyatakan bahwa teknik sambungan juga mempengaruhi berhasil tidaknya sambungan. Dalam hal inipenggunaan pisau sambungan harus setajam mungkin, agar kambium tidak mengalami kerusakan. Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan teknik ini menurut Ashari (1995) adalah sukarnya kulit kayu batang bawah dibuka, terutama pada saat tanaman dalam kondisi pertumbuhan aktif, yakni pada saat berpupus atau daun-daunnya belum menua. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis tanaman. Sebaiknya okulasi dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman. Budding dapat menghasilkan sambungan yang lebih kuat, terutama pada tahun-tahun pertama daripada metode grafting lain karena mata tunas tidak mudah bergeser. Budding juga lebih ekonomis menggunakan bahan perbanyakkan, tiap mata tunas dapat menjadi satu tanaman baru (Hartmann et al,1997). Metode budding yang sering digunakan antara lain okulasi sisip (chip budding), okulasi tempel dan sambung T (T-budding). Pemilihan metode tergantung pada beberapa pertimbangan, yaitu jenis tanaman, kondisi batang atas dan batang bawah, ketersediaan bahan, tujuan propagasi, peralatan serta keahlian pekerja (Ashari, 1995). Dalam melakukan grafting atau budding, perlu diperhatikan polaritas batang atas dan batang bawah. Untuk batang atas bagian dasar entris atau mata tunas harus disambungkan dengan bagian atas batang bawah. Jika posisi ini terbalik, sambungan tidak akan berhasil baik karena fungsi xylem sebagai penghantar hara dari tanah maupun floem sebagai penghantar asimilat dari daun akan terbalik arahnya (Ashari, 1995). Teknik okulasi merupakan teknik penempelan mata tunas dari tanaman batang atas ke batang bawah yang keduanya bersifat unggul. Dalam okulasi batang bawah disebut rootstock dan batang atas disebut entres. Penyambungan antara dua tanaman yang serasi akan menghasilkan tanaman yang kuat dan berumur panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi okulasi adalah fisiologi tanaman, kesehatan batang bawah, kondisi kulit batang bawah, iklim pada saat okulasi berlangsung dan juga faktor teknik seperti keterampilan dan keahlian dalam pelaksaanaan okulasi serta peralatan yang dipergunakan (Ashari, 1995).
Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui teknik grafting (menyambung) dan budding (menempel).
METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan diantaranya batang atas dan batang bawah nangka, batang bawah durian. Alat yang digunakan diantaranya cutter, plastik pengikat, plastik sungkup, ember, tip-x.
Metode Pelaksanaan Grafting Batang atas nangka dipotong membentuk huruf “V” keluar. Batang bawah nangka dipotong membentuk huruf “V” kedalam. Kedua batang disambung, kemudian diikat kencang dengan plastik. Sungkup tanaman untuk menghindari adanya bakteri atau jamur. Beri label pada polybag sebagai penanda. Budding Batang atas durian diambil mata tunasnya. Buat jendela berbentuk huruf “T” pada batang bawah durian. Tempelkan batang atas pada batang bawah, kemudian diikat kencang dengan plastik. Sungkup tanaman untuk menghindari adanya bakteri atau jamur. Beri label pada polybag sebagai penanda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 11. Persentase keberhasilan grafting dan budding Ulangan
Grafting
Budding
Grating + Budding
1
100,00%
0,00%
50,00%
2
80,00%
100,00%
90,00%
3
20,00%
40,00%
30,00%
4
100,00%
80,00%
90,00%
5
100,00%
100,00%
100,00%
6
100,00%
80,00%
90,00%
7
100,00%
60,00%
80,00%
8
100,00%
40,00%
70,00%
9
60,00%
20,00%
40,00%
10
80,00%
60,00%
70,00%
11
40,00%
20,00%
30,00%
12
60,00%
100,00%
80,00%
13
60,00%
100,00%
80,00%
14
80,00%
0,00%
40,00%
15
80,00%
100,00%
90,00%
16
80,00%
80,00%
80,00%
Ulangan
Grafting
Budding
Grating + Budding
17
75,00%
100,00%
87,50%
18
100,00%
40,00%
70,00%
19
100,00%
80,00%
90,00%
20
60,00%
20,00%
40,00%
21
80,00%
60,00%
70,00%
22
40,00%
100,00%
70,00%
Rata-rata
77%
63%
69,89%
Percobaan pembiakan vegetatif ini dilakukan pada pada tanaman Durian melalui grafting. Parameter yang digunakan untuk menentukan persen keberhasilan grafting yaitu jumlah daun dan jumlah tunas. Setelah dilakukan pengamatan diperoleh data seperti terlihat pada Tabel 11. Dari data yang dihasilkan menunjukan tingkat keberhasilan perbanyakan paling tinggi yaitu pada teknik grafting mencapai 77%, sedangkan teknik budding tingkat keberhasilan hanya mencapai 63%. %. Tanaman hasil grafting yang masih hidup atau berhasil dapat dilihat dengan ciri-ciri daun dari scion masih berwarna hijau dan segar, pada bagian batang tidak mengalami perubahan warna menjadi coklat atau hitam. Penggabungan antara batang atas dengan batang bawah dapat terbentuk dengan cara membuat batang atas sedemikian rupa terjadi hubungan pada lapisan kambium antara batang atas dan batang bawah sehingga menghasilkan sel parenkim yang disebut kalus (Hartman et al., 1997),. Sel-sel parenkim dari batang atas dan batang bawah jalin-menjalin akan tetapi masingmasing sel tidak melebur. Kemudian kalus berdiferensiasi membentuk kambium baru yang mengkait dengan kambium asli. Menurut Rifa’i (2003), rata-rata pembentukan kalus tanaman grafting yaitu pada umur 4 minggu setelah melakukan sambungan dan kemudian pada umur 8 minggu setelah melakukan sambungan kalus-kalus tersebut telah berdiferensiasi membentuk kambium baru dan bersatu dengan kambium asli scion dan rootstock, floem dan xylem sekunder muda telah terbentuk sehingga proses fisiologis tanaman dapat berlangsung dengan baik. Menurut Hartmann et al. (1997) dan Acquaah (2004), okulasi bisa dikatakan berhasil setelah batang atas dapat secara aktif tumbuh dan berkembang dengan baik. Kondisi tersebut dimungkinkan ketika terjadi pertukaran nutrisi hara dari batang bawah ke batang atas, dengan senyawa organik hasil fotosintesis dari batang atas ke batang bawah. Proses pertautan sambungan antara batang bawah dengan mata tunas batang atas diawali terbentuknya jaringan kalus di area kambium pada sisi batang yang saling menempel (McMahon et al. 2007). Ketika lapisan kalus tidak terbentuk, permukaan batang yang saling menempel tidak dapat berpadu sehingga mata tunas akan mengering. Pina dan Errea (2005), menyatakan bahwa kegagalan proses penyambungan terlihat berdasarkan tidak terbentuknya kalus di antara permukaan sambungan yang menyebabkan matinya tumbuhan batang atas. Kegagalan okulasi dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian anatomi, kondisi hara lingkungan yang miskin, penyakit tanaman, dan inkompatibilitas batang (Adimihardja 1999). Teknik grafting dan budding ini dapat tidak berhasil akibat beberapa faktor, yaitu adanya in compatibility pada batang bawah dan batang atas. Compatibility yaitu kemampuan dua jenis tanaman yang disambung untuk tumbuh menjadi satu tanaman baru Dimana semakin jauh kekerabatan akan semakin sulit. Menurut Hartmann et al. (1997) kriteria incompatibility yaitu, tingkat keberhasilan sambungan rendah, pada tanaman yang berhasil tumbuh daunnya menguning, rontok dan mati tunas, mati muda pada bibit sambungan, terdapat perbedan pada laju tumbuh pada batang bawah dan batang atas, terjadinya pertumbuhan yang berlebihan baik batang bawah maupun batang atas.
KESIMPULAN Keberhasilan teknik grafting yang lebih tinggi dari teknik budding dikarenakan batang bawah dan batang atas alpukat memiliki compatibility sehingga dapat tebentuk tanaman gabungan yang kokoh. Sedangkan mata tunas durian tidak kompatibel dengan batang bawah durian sehingga banyak mata tunas yang tidak bergabung kemudian mati.
DAFTAR PUSTAKA Ashari S. 1995. Hortikultura aspek budidaya. UI Press, Jakarta. Hartman HT, Kester DE, Davies FT, Geneve RL. 1997. Plant propagation Principle and Practice. Sixth edition. Pentice Hall, Inc. Englewood, New Jersey. Rifa’i F. 2003. Pengaruh Batang Bawah dan Jenis Bibit serta Studi Anatomi Bidang Penyambungan pada Bibit Grafting Duku (Lansium domesticum Corr.). Bogor : Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Rinaldo. 2007. Studi pembiakan vegetatif pada Agathis loranthifolia Salisb. melalui stek pucuk. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
AKLIMATIASASI PENDAHULUAN Latar Belakang
Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet yang ditanam secara in vitro kedalam rumah kaca atau langsung ke lapang. Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi merupakan kegiatan memindahkan tanaman dari lingkungan heterotrof ke lingkungan autotrof, atau lebih sederhananya tanaman kultur yang telah dibiakkan dalam botol kultur dengan nutrisi yang terjamin, diberi perlakuan hormon pertumbuhan serta suhu terjaga, lalu kemudian tanaman tersebut dipindahkan ke media tanah. Perlakuan ini dimaksudkan agar tanaman mampu membuat makanan sendiri tanpa bergantung lagi pada nutrisi dalam media (Rukmana, 1998). Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur terhadap lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan yang sesungguhnya. Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan. Berdasarkan uraian diatas maka perlu adanya pengetahuan tentang bagaimana Memberikan pengalaman tentang tata cara aklimatisasi planlet hasil kultur jaringan, serta Mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam di lapang dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Tahap aklimatisasi penting dilakukan mengingat tujuan melakukan kultur bagian tanaman adalah semata-mata untuk mengembangbiakkan tanaman agar diperoleh anakan baru. Tanaman yang tidak diaklimatisasi nantinya akan mengalami kekurangan nutrisi karena kandungan hara dalam media lama kelamaan akan habis mengingat jumlahnya juga terbatas (Yusnita 2003). Tujuan Tujuan dari praktikum adalah untuk mengetahui teknik dan menngamati keberhasilan proses aklimatisasi pada planlet anggrek Phalaenopsis
METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah planlet anggrek Phalaenopsis sp., media tanam berupa spaghnum moss, agrept (bakterisida), dihane (fungisida). Alat yang digunakan adalah tray cell (20 lubang), pinset, alat tulis untuk pengamatan, dan kamera untuk dokumentasi.
Metode Pelaksanaan Planlet anggrek dikeluarkan dari botol kultur dan dibersihkan dari agar-agar yang menempel di bagian akar tanaman secara perlahan. Setelah planlet bersih, planlet direndam dalam larutan agrept dan dithane selama beberapa saat. Media yang digunakan adalah spaghnum moss yang telah diberi air dan diperas sebelumnya agar lembab. Planlet anggrek kemudian dililitkan bagian akarnya dengan media tanam dan susun pada wadah tanam. Wadah tanam yang digunakan adalah tray cell. Pengamatan dan pemeliharaan dilakukan selama lima minggu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 12. Persentase keberhasilan aklimatisasi MST
Rata-rata
SD
KK
1
25,45455
9,168929
36,02079
2
24,45455
8,273465
33,83201
3
24,09091
8,55742
35,52137
4
23,45455
8,573088
36,55192
5
23,13636
8,86564
38,31907
6
22,95455
8,904131
38,79027
7
22,81818
8,931679
39,14282
Grafik 4. Persentase keberhasilan aklimatisasi
Chart Title 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
Rata-rata
5
SD
6
7
KK
Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan (Torres, 1989).
Hal yang pertama kali dilakukan praktikan adalah mengeluarkan planlet dari botol dengan hati-hati agar tidak putus dan pastikan bibit tersebut telah berakar, dengan pertimbangan bahwa planlet yang dinilai telah memiliki akar yang cukup akan memudahkan dalam proses penyerapan hara dari media tanam. Pada percobaan ini tanaman yang digunakan adalah tanaman anggrek. Pertumbuhan anggrek selain dipengaruhi media tanam juga dipengaruhi oleh keadaan bibit anggrek. Berdasarkan data tersebut juga diperoleh nilai standar deviasi dan koefisien keragaman yang besar, artinya data yang diperoleh sangat bervariasi. Hal ini menunjukkan data yang beragam yang berarti ada kemungkinan terjadi kesalahan data. Hasil menunjukkan adanya penurunan rata-rata persentase hidup hasil aklimatisasi tanman anggrek. Penurunan tersebut diduga akibat perbedaan lingkungan in vitro dan ex vitro. Perbedaan tersebut menyebabkan tanaman tercekam dan mengalami kemuduran aktivitas fisiologisnya. Penurunan tersebut diduga karena adanya perbedaan pH, kelembaban, cahaya, CO2 O2, suhu dan kontaminan (Sinaga, 2001). Perbedaan stabilitas kelembaban dan ketersediaan air dan hara tetap tidak sama jika dibandingkan dengan kondisi stabilitas lingkungan saat berada di botol kultur . Hal ini menyebabkan terjadinya cekaman kekeringan sehingga daun menjadi layu lalu menguning dan akhirnya rontok. KESIMPULAN Keberhasilan aklimatisasi dipengaruhi oleh media dan juga faktor lingkungan. Kondisi planlet yang baik namun lingkungannya kurang baik maka akan mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi karena kondisi planlet sangat rentan terhadap kondisi yang kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA Rukmana R. 1998. Stroberi Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. Sinaga, N. A. K. 2001. Pengaruh sukrosa dan lama simpan gelap terhadap vigor bibit krisan (Chysanthemum sp.).Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Torres, K. C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops.Chapman and Hall. New York. London. Yusnita. 2003. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta.
PEMBUATAN MEDIA DAN SUBKULTUR PENDAHULUAN Latar Belakang Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Sedangkan tahapan-tanhapan dari kultur jaringan itu sendiri dimulai dari pemilihan dan penyiapan tanaman induk sumber eksplan, inisiasi kultur, multifikasi dan perbanyakan propagul, pemanjangan tunas dan pertumbuhan akar dan aklimatisasi. Pada saat tahapan-tahapan tersebut berlangsung terutama pada tahapan multifikasi dan elongasi media untuk eksplan harus diganti, pergantian dari media lama ke media baru disebut dengan subkultur. Subkultur merupakan tahapan dalam metode kultur jaringan yang dilakukan diantara tahapan kultur. Subkultur adalah pemindahan planlet yang masih mudadari medium lama ke medium yang baru dan dilakukan secara aseptik. Umumnyasubkultur yang dilakukan disertai pemisahan, pemotongan, pembelahan, penanaman kembali eksplan yang telah tumbuhsehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Tujuan subkultur ini adalah agar kultur tetap mendapat kanunsur hara dan nutrisi untuk pertumbuhannya (Prameswari et al, 2014). oleh karena itu subkultur yang merupakan pemindahan kultur atau planlet dari media lama ke media baru setelah suatu masa kultur untuk memproleh pertumbuhan baru yang diinginkan hanya dapat dilakukan selama 6 kali saja. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak dikehendakiselama proses kultur in vitro. Penemuan zat pengatur tumbuh (ZPT) dan upaya pengembangan formulasi media sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan teknik kultur jaringan. Terutama dalam hal teknik subkultur. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman dengan menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat yang steril. Inisiasi pembentukan kalus merupakan salah satu langkah penting yang menentukan keberhasilan teknik kultur in vitro (Yusnita, 2003). Tujuan Tujuan dari praktikum adalah untuk melatih mahasiswa agar dapat membuat media kultur jaringan tanaman dengan komposisi media MS melalui teknik yang tepat.
METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu larutan stok media MS0 dan MS ½, karet gelang dan plastik penutup. Komposisi media MS0 terdiri atas larutan stok (hara mikro I 20 ml/L, makro II 10 ml/L, mikro 5 ml/L, vitamin 10 ml/L, Myo 5 ml/L, FeDTA 5 ml/L);. Komposisi media MS ½ terdiri atas larutan stok (hara makro 15 ml/L, mikro 5 ml/L, vitamin 5 ml/L, Myo 5 ml/L, FeDTA 5 ml/L; gula 30 gram, agaragar 8 gram, dan aquades. Alat yang digunakan dalam pembuatan media berupa labu takar, spatula, panci, botol kultur sebanyak 40 botol, kompor gas dan autocalve.
Metode Pelaksanaan Langkah awal pembuatan media baik MS0 maupun MS½ yaitu memipet larutan stok dan memasukkannya ke dalam labu takar. Melarutkan gula dengan menambahkan akuades sebanyak 50 ml dan mencampurkannya dengan larutan stok yang telah dipipet. Menambahkan aquades ke dalam larutan yang telah tercampur hingga mencapai 500 ml lalu aduk dengan spatula. Mengatur pH media sekitar 5,8-6,0 dengan cara menambahkan HCl 1 N atau KOH 1 N. Memasukkan media yang telah siap ke dalam panci dan menambahkan agar-agar sebanyak 4 gram untuk masing-masing jenis media lalu dimasak hingga mendidih. Media yang telah mendidih dimasukan ke dalam 20 botol kultur untuk MS0 dan 20 botol lainnya untuk MS½ dan masing-masing botol sebanyak 25 ml, kemudian botol ditutup dengan plastik dan ikat dengan karet gelang. Botol diberi label kelompok,
tanggal dan nama jenis media. Media disterilkan dengan autoclave selama 20 menit. Media yang telah steril disimpan di ruang kultur pada suhu 20 oC. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 13. Persentase kontaminasi, persentase hidup dan jumlah daun pada percobaan subkultur Pengamatan
Presentase Kontaminasi
Presentase Hidup
Jumlah Daun
Hasil Rata-rata
37,95454545
Stdev
30,33696044
KK
79,92971613
Rata-rata
62,04545455
Stdev
30,33696044
KK
48,89473478
Rata-rata
63,95454545
Stdev
27,18451463
KK
42,50599302
Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Pada dasarnya subkultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan. Kegiatan subkultur dilakukan karena beberapa alasan seperti tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol, tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang, tanaman mulai kekurangan hara, media dalam botol sudah mongering (Deden er al., 2003). Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa banyak eksplan yang mengalami kontaminasi baik tanaman mint, krisan dan celosia dapat dilihat pada tabel 13. Hal ini dikarenakan kondisi saat melakukan subkultur yang kurang aseptik sehingga menimbulkan kontaminasi terhadap eksplan. Nilai koefisien keragaman dan standar deviasi yang kecil menunjukkan bahwa keragaman yang terjadi kecil bahkan tidak terjadi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari organisme kecil yang masuk ke dalam media, alat yang tidak steril dan lingkungan kerja yang kotor (Budiarta dan Atat, 2004). Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan melakukan sterilisasi lingkungan kerja, alat-alat dan media. Mikroorganisme dapat dihambat atau dibunuh secara fisik dan kimia. Secara fisik melalui suhu, tekanan, radiasi dan penyaringan, misalnya sterilisasi, pembakaran atau sanitasi. Secara kimia melalui perubahan komposisi molekul misalnya dengan senyawa-senyawa fenolik, alkohol, klor, iodium dan etilen oksida. Media yang telah terkontaminasi harus segera di pisahkan agar tidak menyebar ke media lainnya.
KESIMPULAN Media kultur jaringan yang dibuat berupa media MS. Dalam pembuatan media diperlukan kehati-hatian karena media rentan terhadap cendawan. Selain itu media untuk melakukan subkultur disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis tanamannya karena media sangat mempengaruhi sub kultur. Penggunaan media tumbuh yang cocok merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakantanaman dengan teknik kultur jaringan melalui teknik subkultur.
DAFTAR PUSTAKA Budiarta dan Atat. 2004. Dasar – Dasar Kultur Jaringan. Cianjur: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Pertanian Deden, Sukmadjaja dan Mariska, Ika. 2003. Perbanyakan Bibit Jati melalui Kultur Jaringan ISBN 979-95627-8-3. Bogor: Balai PenelitianBioteknologi dan %umberdaya Cenetik Pertanian. Prameswari Z. K., Trisnowati S., dan Waluyo S. 2014. Pengaruh Macam Media dan Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Keberhasilan Cangkok Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) pada Musim Penghujan. J. Vegetalika 3 (4) 2014. Yusnita. 2003. Kultur jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta.