LAPORAN PRAKTIKUM COMMUNITY NURSING PROGRAM 4
ANEMIA PADA IBU HAMIL
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Community Nursing Program 4
Disusun oleh :
KELOMPOK TUTOR 13
Fauziah Dian Ayu 220110120024Hardiyanti Rahayu 220110120027Andhika Widya Putri 220110120058Sellyan Septiani B 220110120142 Nurrachma Ariestanti 220110120147Widya Dahlia Juwita 220110120154Wenda Rizky Putri 220110120162Maliha Mufidah 220110120163Rahmi Sri Awalianti 220110120164Nita Prawitasari 220110120165 Citra Dwi Lestari 220110120167Dini Hanifatul M. 220110100170
Fauziah Dian Ayu 220110120024
Hardiyanti Rahayu 220110120027
Andhika Widya Putri 220110120058
Sellyan Septiani B 220110120142
Nurrachma Ariestanti 220110120147
Widya Dahlia Juwita 220110120154
Wenda Rizky Putri 220110120162
Maliha Mufidah 220110120163
Rahmi Sri Awalianti 220110120164
Nita Prawitasari 220110120165
Citra Dwi Lestari 220110120167
Dini Hanifatul M. 220110100170
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan masyarakat menurut Winslow pada tahun 1920 merupakan gabungan ilmu dan seni dalam mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk sanitasi lingkungan, kontrol infeksi menular, pendidikan individu dalam kebersihan pribadi, organisasi medis dan pelayanan keperawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan pencegahan penyakit, dan pengembangan mesin sosial untuk memastikan semua orang memiliki standar hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya (Suyono & Budiman). Upaya kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terdahulu menekankan pada upaya kuratif dan rehabilitatif dengan sumber masalahnya terletak pada kondisi lingkungan dan status gizi yang buruk, serta masih belum optimalmya perilaku masyarakat dalam melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Paradigma tersebut telah diubah dengan adanya Visi dan Misi Departemen Kesehatan yang direfleksikan dalam bentuk motto yang berbunyi "Indonesia Sehat 2010" yang menekankan pentingnya upaya promotif dan preventif selain dari upaya kuratif dan rehabilitatif dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Dengan adanya paradigma baru tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang sehat, mempraktekan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mampu menyediakan dan memanfaatkan (menjangkau) pelayanan kesehatan yang bermutu, dan memiliki derajat kesehatan yang tinggi (Suyono & Budiman).
Wanita merupakan bagian dari masyarakat, dewasa ini kesehatan wanita merupakan masalah penting di masyarakat. Kesehatan wanita juga menjadi salah satu tolak ukur dari kesehatan masyarakat. Kita mengetahui bahwa setiap perempuan memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan selama hidupnya. Pelayanan kesehatan wanita seharusnya dapat membantu seorang wanita di setiap aspek hidupnya, baik perannya sebagai individu, sebagai istri, dan sebagai ibu. Kita pula mengetahui bahwa kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh tubuhnya sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh sosial, budaya, dan kondisi ekonomi selama hidupnya. Walaupun kesehatan pria juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, wanita sebagai suatu kelompok diperlakukan berbeda dibantingkan dengan laki-laki. Terutama di negara berkembang, wanita terkadang memiliki kekuatan yang lebbih lemah dan lebih rendah statusnya di dalam keluarga maupun masyarakat dibandingkan dengan pria. Kesetaraan gender yang selama ini digembar-gemborkan belum dapat terwujud seutuhnya. Ketidaksetaraan ini juga dipengaruhi oleh banyaknya wanita yang menderita kemiskinan, banyaknya wanita yang berpendidikan rendah, banyaknya wanita yang kurang memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan, dan banyaknya wanita yang tidak bisa mengambil keputusan sendiri menyangkut kesehatannya. Gambaran tersebut dapat membantu kita untuk memahami akar permasalahan rendahnya kesehatan pada wanita. Ketika derajat kesehatan wanita ditingkatkan, setiap wanita, keluarga, dan masyarakat akan memperroleh manfaatnya. Wanita yang sehat memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya. Selain itu juga mereka dapat melahirkan anak yang sehat, menjaga kesehatan keluarganya, dan dapat lebih berperan di masyarakat dalam mencetak generasi yang lebih baik (Burns, Lovich, Maxwell, & Shapiro, 2014).
Masalah-masalah kesehatan yang sering dialami wanita, diantaranya adalah masalah kesehatan reproduksi, masalah kesehatan mental/jiwa, dan status nutrisi yang rendah. Masalah kesehatan wanita sangat erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami wanita diantaranya infeksi menular HIV/AIDS, kehamilan yang terlalu sering, dan aborsi. Wanita lebih beresiko terinveksi HIV/AIDS dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena cairan sperma pria masuk ke dalam kelamin perempuan dan kuman yang ada di dalamnya dapat masuk melalui vagina ke dalam aliran darah. Terkadang gejala infeksi tersebut sering tidak ada atau tidak jelas, sehingga wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan. Masalah ini sebenarnya berkaitan dengan kondisi sosial dari wanita. Mereka lemah dalam menentukan kapan melakukan hubungan seks dan tidak bisa menghindari hubungan seks yang tidak aman. Akibatnya, jutaan wanita menderita infeksi menular seksual setiap tahunnya dan lebih dari 17 juta sudah terinfeksi HIV. Tanpa pengobatan, infeksi menular seksual dapat menyebabkan nyeri berat, radang panggul berat, infertilitas (kemandulan), masalah selama kehamilan, penularan HIV dari ibu ke anak, dan resiko terkena kanker leher rahim. Infeksi HIV yang tidak diobati dapat menyebabkan terjadinya AIDS yang mengarah pada kematian. Sedangkan masalah kesehatan mental/jiwa pada wanita sering diaibatkan oleh masalah ekonomi dan kekerasan pada rumah tangga (Burns, Lovich, Maxwell, & Shapiro, 2014).
Status nutrisi yang rendah merupakan masalah utama yang mempengaruhi kesehatan wanita di negara miskin. Di masa anak- anak, anak perempuan mendapatkan asupan makanan lebih sedikit dibandingkan anak laki-laki. Akibatnya, pertumbuhan anak tersebut lebih lambat dan pertumbuhan tulangnya tidak normal (nantinya akan mempersulit saat persalinan). Masalahnya akan bertambah berat saat dia tumbuh dewasa karena bertambahnya kebutuhan akan makanan bergizi akibat peningkatan beban kerja dan dia mulai menstruasi, hamil, dan menyusui. Tanpa asupan makanan yang cukup, mereka dapat memiliki status kesehatan yang rendah meliputi kelelahan, kelemahan, dan anemia. Jika wanita dengan kurang gizi menghadapi kehamilan, mereka dapat memiliki komplikasi serius saat persalinan dan merambat pada permasalahan lainnya, seperti perdarahan banyak, infeksi, ataupun bayi dengan berat badan lahir rendah (Burns, Lovich, Maxwell, & Shapiro, 2014).
Salah satu target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian ibu mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup. Dari semua target MDGs, kinerja penurunan angka kematian ibu secara global masih rendah. Di Indonesia, angka kematian ibu melahirkan (MMR/Maternal Mortality Rate) mencapai angka 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, masih jauh dari target MDGs sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko tinggi pada saat kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian (BAPPENAS, 2010). Salah satu faktor resiko tinggi pada kehamilan adalah anemia pada ibu hamil, WHO mengestimasi sebanyak 41,8% wanita hamil di dunia mengalami anemia defisiensi zat besi (WHO, 2008). Anemia diperkirakan berkontribusi lebih dari 115.000 kematian ibu dan 591.000 kematian perinatal secara global per tahun (WHO, 2008). Sedangkan menurut RISKESDAS 2013 50% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia defisiensi zat besi (Riskesdas, 2013). Oleh sebab itu penanganan terhadap anemia dirasa perlu untuk membantu menurunkan angka kematian ibu dan anak demi tercapainya target Millennium Development Goals (MDGs).
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Anemia pada Ibu Hamil
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodulasi (pengenceran), terutama pada trimester 2 (Tarwoto & Warsidar, 2007).
Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa dan Ibu Hamil Menurut WHO
Jenis Kelamin
Hb Normal
(gr/dl)
Hb Anemia Kurang Dari (gr/dl)
Lahir (aterm)
13.5 – 18.5
13.5
Perempuan dewasa tidak hamil
12.0 – 15.0
12.0
Perempuan dewasa hamil :
Trimester Pertama
(0 – 12 minggu)
Trimester Kedua
(13 – 28 minggu)
Trimester Ketiga
(29 – aterm)
11.0 – 14.0
10.5 – 14.5
11.0 – 14.0
11.0
10.5
11.0
Departemen kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut:
Ringan sekali : Hb 11g/dl-batas normal
Ringan : Hb 8g/dl-<11g/dl
Sedang : Hb 5g/dl-<8g/dl
Berat : < 5g/dl
(Adi, Syam, & Nurrochimawati, 2012)
Etiologi dan Faktor Resiko Anemia pada Ibu Hamil
Etiologi
Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.
Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa tumbuh kembang pada remaja, penyakit kronis, seperti tuberculosis dan infeksi lainnya.
Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan dan melahirkan.
(Proverawati, 2011)
Faktor Resiko
Umur Ibu
Ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5% menderita anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia (Purnadhibrata, 2011).
Paritas
Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia di banding dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
Kurang Energi Kronis (KEK)
Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsums pangan, umur, paritas, dan sebagainya. Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA<23.5 cm. Deteksi KEK denganukuran LILA yang rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia (Purnadhibrata, 2011).
Infeksi dan Penyakit
Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis (hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi cacing tambang, malaria, TBC) .Ibu yang sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular (Proverawati, 2011).
Malabsorpsi
Pola makan yang kurang beragam, seperti menu yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan saja turut menunjang kurangnya asupan zat besi bagi tubu
Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya (Purnadhibrata, 2011).
Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi dimana kurangnya edukasi dari ibu hamil baik melalui pendidikan dan pendidikan kesehatan (Burns, Lovich, Maxwell, & Shapiro, 2014).
Insidensi Anemia pada Ibu Hamil
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 mengestimasi bahwa sebanyak 41,8% wanita hamil di dunia mengalami anemia (WHO, 2008). Anemia diperkirakan berkontribusi lebih dari 115.000 kematian ibu dan 591.000 kematian perinatal secara global per tahun (WHO, 2008). Sedangkan menurut RISKESDAS 2013 50% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia defisiensi zat besi (Riskesdas, 2013)
Klasifikasi Anemia pada Ibu Hamil
Secara umum, anemia pada kehamilan diklasifikasikan menjadi:
Anemia defisiensi besi sebanyak 62,3%
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya adalah pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan.
Anemia megaloblastik sebanyak 29%
Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari.
Anemia hipoplastik dan aplastik
Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.
Anemia hemolitik sebanyak 0,7%
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya.
(Soebroto, 2009)
Tanda dan Gejala Anemia pada Ibu Hamil
Koilorika
Kuku menjadi rapuh dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
Pucat progresif
Permukaan lidah menjadi licin
Peradangan sudut mulut
Nyeri saat menelan
Cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun, konsentrasi hilang, nafas pendek
Denyut jantung cepat
5L (lemah, lesu, letih, lelah, lunglai)
Keluhan mual yang lebih hebat
Tubuh mudah terkena infeksi
(Mahmudah, Cahyati, & Wahyuningsih, 2011)
Pencegahan Anemia Pada Ibu Hamil
Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contohnya sayuran warna hijau, kacang-kacangan, protein hewani, terutama hati.
Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat, mangga, dan lain-lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi
Pemberian suplemen Fe dosis rendah 30 mg pada trimester ketiga sebagai upaya pencegahan anemia pada ibu hamil.
Edukasi Gizi
Edukasi gizi yang diberikan kepada responden dapat meningkatkan pola konsumsi responden untuk zat gizi tertentu, yakni energi, protein, vitamin A, dan vitamin C. Peningkatan asupan ini sejalan dengan menurunnya jumlah responden yang anemia dari 100% menjadi 31,2%. Namun, adanya peningkatan kadar hemoglobin responden tidak semata-mata disebabkan oleh edukasi gizi yang diberikan (Purnadhibrata, 2011).
Komplikasi Anemia pada Ibu Hamil
Komplikasi antenatal
Berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi.
Komplikasi Trimester II dan Trimester III
Anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosisdan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu.
Komplikasi persalinan
Dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif. Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan.
Komplikasi berdasarkan kala persalinan
Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.
Komplikasi nifas
Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae.
Komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus
Komplikasi dapat berupa bayi lahir premature, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, apgar scor rendah, gawat janin.
(Mahmudah, Cahyati, & Wahyuningsih, 2011)
Penatalaksanaan Anemia pada Ibu Hamil
Penggunaan tablet besi
Suplemen zat besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita hamil dan anemia berat misalnya. Manfaat zat besi selama kehamilan bukan untuk meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu, atau untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu. Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200 mg ferro sulfat dan 0,25 mg asam folat. Wanita yang sedang hamil dan menyusui, kebutuhan zat besinya sangat tinggi sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja. Minumlah 1 (satu) tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum 1 (satu) tablet setiap hari selama haid. Untuk ibu hamil, minumlah 1 (satu) tablet tambah darah paling sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan (Hidayah & Anasari, 2012).
Kecukupan Energi Protein
Terpenuhinya konsumsi zat besi belum menjamin pemanfaatannya sesuai fungsinya, karena tidak aka nada artinya sepanjang kecukupan energy dan protein belum terpenuhi. Kekurangan energy dan protein dalam waktu yang relative lama akan berdampak terjadinya kurang energy protein kronis (KEK). KEK berdampak kepada produktivitas kerja akan menurun, kondisi tubuh menjadi lemah dan zat besi tidak dapat diserap sempurna dikarenakan ketersediaan heme dalam protein terbatas.
Perbaikan menu makanan
Penderita anemia ringan sebaliknya tidak menggunakan suplemen zat besi. Lebih cepat bila mengupayakan perbaikan menu makanan. Misalnya dengan konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tahu, oncom, kedelai, kacang hijau, sayuran berwarna hijau, sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam) dan buah-buahan (jeruk, jambu biji dan pisang). Selain itu tambahkan substansi yang memudahkan penyerapan zat besi seperti vitamin C, air jeruk, daging ayam dan ikan. Sebaliknya substansi penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari (Adi, Syam, & Nurrochimawati, 2012).
Transfusi darah
Transfusi darah biasanya dilakukan untuk anemia yang berat.
BAB III
PROGRAM PEMERINTAH
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA