BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Well kick adalah salah satu pengetahuan yang harus diketahui oleh para pekerja dalam operasi pengeboran migas, maupun pengeboran panas bumi untuk mencegah terjadinya semburan liar (blow out). Kick adalah salah satu kondisi dimana fluida formasi telah masuk kedalam lubang sumur pengeboran, yang mana nantinya fluida tersebut akan mendorong isi lubang yang ada didalam lubang tersebut hingga
sumur tersebut harus secepat mungkin ditutup, setelah ditutup lalu lakukan langkah-langkah dalam mematikan sumur tersebut.
1.2 Tujuan Penulisan. Penulisan. Adapun dalam tujuan penulisan kolokium II (Tugas Akhir) ini adalah: 1.
Memberikan gambaran dan penjelasan bahwa pentingnya well control dalam operasi pengeboran, guna mencegah terjadinya well kick dan bahkan blow out.
2.
Memberikan penjelasan pentingnya dasar-dasar mekanisme pencegahan well kick yang meliputi dari karakteristik lumpur
1.4 Metode penulisan Penelitian ini dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan bahan/ data dari berbagai referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, lalu mendiskusikannya dengan Dosen Pembimbing serta mencari informasi dari berbagai sumber yang mempunyai pengetahuan tentang masalah yang berhubungan dengan penelitian tersebut.
1.5 Sistematika penulisan Sebagai gamabaran umum dalam sistematika penulisan Tugas akhir yang terdiri dari berbagai bab dan sub bab di antaranya adalah sebagai berikut:
Bab VI : Pembahasan Pembahasan
Bab VII: Merupakan kesimpulan dari seluruh uraian-uraian bab-babsebelumnya.
BAB II TINJAUAN UMUM LAPANGAN
Dalam Bab II ini, perlu penulis menjelaskan bahwa lapangan “kye” merupakan lapangan yang dimiliki oleh PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang ditenderkan kepada mitra kerja PT. CPI yang dalam hal ini PT. Saripari Pertiwi Abadi. Dengan demikian berikut ini penulis memberikan penjelasan secara umum tentang lapangan “kye” tersebut.
2.1 Sejarah PT. Chevron Pacific Indonesia
PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) adalah salah satu perusahaan minyak
Nederlandsche Pacific Hindia Belanda pada bulan Juni 1930 dengan nama N.V. Nederlandsche Petroleum Maatschappij (NPPM ) untuk melakukan eksplorasi di Papua.
Tahun 1935, NPPM mendapat tawaran daerah seluas 600.000 hektar di Sumatera Bagian Tengah yang belum layak dieksplorasi dan dianggap kurang memberikan harapan. Walaupun bukan daerah yang dikehendaki SOCAL, namun tawaran tersebut diterima juga. Pada tahun 1936, CHEVRON dan TEXACO Inc. mendirikan kelompok perusahaan CALTEX . Pemberian kontrak
Caltex di Propinsi Riau dimulai dengan diterimanya tawaran pemerintah Hindia Belanda tersebut. Setelah eksplorasi Geofisika (Juni 1937), maka dilakukan pengeboran perdana pada area Kubu I (1938 -April 1939), dan memperoleh indikasi gas di Rantaubais.
sumur Wildcat di Indonesia selama Perang Dunia II dengan kedalaman minyak 2623 ft (787,5 m). Setelah
berakhirnya
perang,
kegiatan
Caltex
dilanjutkan
dengan
pengembangan lapangan Minas. Pada tanggal 20 April 1952, Menteri Perekonomian Sumanang, S.H meresmikan selesainya proyek pengembangan lapangan Minas yang ditandai dengan pengapalan pertama Minas Crude dari Perawang menuju Pakning, di Selat Malaka, untuk selanjutnya diekspor ke pasar dunia. Pada tahun 1957, dimulai Proyek Perluasan I meliputi pengembangan lapangan Duri, pembangunan jalan raya dan pemasangan pipa saluran minyak dari Minas melintasi rawa ke Dumai. Proyek ini juga mencakup pembangunan
badan hukum di Indonesia dan berubah nama menjadi PT. Caltex Pacific Indonesia. Dengan pemilikan saham masing-masing 50% SOCAL dan TEXACO. Pada tahun 1970, dimulai Proyek Perluasan II, yaitu pengembangan lapangan Bangko dan Kotabatak. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 44 tahun 1960, wilayah NPPM yang disebut Rokan I Block dan Rokan II Block (seluas 9.030 km2), dikembalikan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Kegiatan NPPM kemudian dilanjutkan oleh PT Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) yang didirikan pada bulan Februari 1963, dan disahkan pada 5 Agustus 1963 dan diumumkan pada tanggal 23 Agustus 1963. Pada bulan september 1963, diadakanlah “Perjanjian Karya” yang ditanda tangani antar perusahaan negara dan perusahaan asing yang termasuk di
operasi. Rasio pembagian untuk kontrak bagi hasil yang disepakati sampai dengan saat ini adalah sebesar sebesa r 88% untuk Pertamina dan 12 % untuk PT. CPI Akhirnya, berkisar pertengahan tahun 2005 dan setelah melewati masa yang cukup lama dengan tingkat produksi yang cukup tinggi, perusahaan ini kemudian berubah menjadi PT. Chevron Pasific Indonesia hingga saat ini.
2.2 Wilayah Kerja
Daerah kerja PT CPI yang pertama, seluas hampir 10.000 km2 dikenal dengan nama Kanggaroo Block terletak di Kabupaten Bengkalis. Selain mengerjakan daerahnya sendiri CPI juga bertindak sebagai operator bagi Calasiatic/Chevron dan Topco/Texaco (C&T ), ), perusahaan-perusahaan yang
Setelah dilakukan pengembalian beberapa bagian daerah kerja secara bertahap, sekarang Coastal Plain Pekanbaru Plain Pekanbaru tinggal 9.996 km2. BA BAN NDA ACEH ACEH
SIAK BLOCK 2 4,571 Km
ROKAN BLOCK 2 7,914 Km
MEDAN
C&T PS CPP BLOCK 9,996 Km2
SIBOLGA BLOCK 9,821 Km2
C&T PS MFK BLOCK 3,000 Km2
PEKANBARU
Relinquished
NIAS BLOCK 2 9,834 Km
PADANG JAMBI
Relinquished
PALEMBANG
N
300 KMS
BENGKULU
BAND BANDAR AR LAMP LAMPUN UNG
2 - Tahun 1991, KPS Nias Blok seluas 16.116 km .
Perpanjangan Kontrak Karya ke dalam bentuk KPS untuk Siak Blok seluas 8.314 km2 berlaku 20 tahun sejak 28 Nopember 1993. 2.3 Visi, Misi Dan Nilai-nilai
Pada bulan Januari 1992, diadakan sarasehan dengan melibatkan semua jajaran manajemen PT CPI yang bertujuan mematangkan visi, misi, dan nilai-nilai yang dirumuskan secara tegas dan tertulis. Visi perusahaan yang dirumuskan PT Caltex Pacific Indonesia adalah “Diakui sebagai sebuah perusahaan kelas dunia yang bertekad untuk mencapai tingkat yang sempurna ”. Untuk dapat diakui
sebagai perusahaan kelas dunia, PT CPI melaksanakan apa yang disebut Continous Quality Improvement (perbaikan kualitas yang berkesinambungan).
6. Menjadikan peningkatan mutu yang berkesinambungan sebagai falsafah hidup.
2.4 Struktur Organisasi Perusahaan P erusahaan
PT. Chevron Pacific Indonesia merupakan suatu perusahaan swasta asing yang merupakan Contractor Productin Sharing (KPS) Pertamina. Sejak tanggal 11 Maret 1995 PT CPI memberlakukan struktur organisasi baru yakni dari bentuk departemen menjadi Strategic Bussiness Unit (SBU) , sehingga dalam perusahaan seakan-akan ada perusahaan-perusahaan kecil. Dalam unit ini setiap anggota diarahkan pada kerjasama tim sebagai suatu kelompok kerja. Dengan demikian, dalam setiap unit terdapat sumberdaya yang cukup untuk
hidup berbisnis. Konsep dasar proses ini adalah secara aktif mendorong semua pegawai untuk menyumbangkan saran dan tenaga untuk memperbaiki proses dan
prosedur,
meningkatkan
mutu
barang
dan
jasa
hingga
akhirnya
meningkatkan cara berbisnis PT CPI. Organisasi PT CPI sebelum SBU adalah bersifat fungsional, dimana perusahaan membentuk beberapa departemen dengan fungsi yang berbeda dan kesemuanya terpisah satu sama yang lain. Ini menghasilkan suatu keahlian teknis yang tinggi namun proses kerja menjadi panjang dan rumit serta kerjasama tim antar departemen menjadi lemah. Pengorganisasian SBU menggabungkan proses pengembangan dan pengelolaan ladang minyak menjadi satu unit, sedangkan organisasi pendukung
-
SBU Rumbai (Rumbai SBU -yang -yang mengelola ladang bagian Selatan), dengan wilayah operasi meliputi area Petapahan, Zamrud, Libo dan Pedada.
-
SBU Eksplorasi dan Pendukung Teknologi (Exploration and Technical Support SBU ) merupakan SBU pendukung yang bertanggung jawab terhadap
ekplorasi di bagian tengah dan lepas pantai barat Sumatera, operasi pengeboran, kontrak-kontrak jasa berskala besar, pengembangan teknologi. -
SBU Pendukung Operasi (Support Operation SBU ) bertanggung jawab atas transportasi dan pengisian minyak, pembangkit tenaga listrik, operasi perbaikan, dan jasa-jasa transportasi angkutan darat dan laut.
-
SBU Urusan Urusan Umum Umum (bertanggung jawab atas pengadaan barang seperti perijinan bea dan cukai, pergudangan, pengadaan barang-barang umum,
Quality Improvement (CQI ) yang dicanangkan di Bandung pada tahun 1992,
dimana setelah pelaksanaan CQI sampai dengan akhir 1993 dirasakan bahwa struktur fungsional CPI yang ada kurang sesuai dengan sasaran yang akan dicapai dalam hal proses perbaikan mutu. Dalam suatu Quality Control (Gugus Kendali Mutu) kerjasama yang baik secara tim merupakan proses yang baik dalam meningkatkan efisiensi. Selain itu PT CPI sudah melakukan “Business Process Review ” yang diharapkan memberikan jalan keluar atau breakthrough
terobosan dan improvements dalam jangka panjang. Maka untuk itu SBU merupakan bentuk yang cocok. Faktor lainnya adalah telah dilaksanakannya SBU di dua perusahaan induk PT CPI, Chevron dan Texaco , dimana di perusahaan tersebut
daerah sepanjang aliran Sungai Rokan. Berdasarkan penyelidikan geologik pada tahun 1936 dan 1937, semakin diyakini bahwa cadangan minyak yang potensial terdapat di wilayah yang lebih ke Selatan. Sehingga, atas permintaan Caltex, daerah kerjanya diubah sehingga berbentuk seperti sekarang, yaitu bentuk seekor kangguru menghadap ke barat. Pekerjaan eksplorasi yang pertama mencakup penelitian geologik beserta pengeboran sumur, dan penelitian seismik. Penelitian seismik yang dilakukan tahun 1937-1941 dengan cara pengeboran pada lokasi-lokasi yang terpencarpencar dengan kedalaman seluruhnya 26.208 feet (7.862,4 meter). Pada tahun 1938, dimulai pengeboran eksplorasi di Kubu, namun tidak terdapat indikasi adanya minyak. Tahun 1938 -1944, sembilan sumur eksplorasi
mengurangi secara drastis hambatan yang dihadapi dalam penyediaan suplai angkutan tenaga kerja untuk penelitian geofisik. Sumur-sumur eksplorasi yang dibor sejak tahun 1968 menghasilkan banyak temuan baru. Sampai tahun 1990, pengeboran eksplorsi telah menghasilkan 119 temuan (minyak atau gas). Temuan utama yang terjadi sejak tahun 1989 adalah Lapangan Rintis dan Jingga di daerah KPS Mountain Front- Kuantan yang menjadi daerah-daerah produksi baru sekaligus
meningkatkan
kegiatan eksplorasi di daerah sekitarnya. Hingga kini, PT CPI telah memiliki lebih dari 70.000 km2 data seismik, 56.000 km2 diantaranya dari Daerah Riau Daratan.
2.5.2 Produksi
lebih dari tujuh miliar barrel, berasal dari 3.237 sumur yang tersebar di 96 lapangan. Program penyuntikan air (Water Flooding ) di Lapangan Minas dimulai tahun 1970. Air yang tersedot waktu pemompaan minyak disuntikan kembali kedalam tanah sebanyak tiga juta barrel sehari. Proyek injeksi air lainnya dilaksanakan di Lapangan Kotabatak sejak tahun 1974 dengan penyuntikan ratarata 32.000 barrel sehari. Sementara itu terus dikembangkan pula metode peningkatan perolehan minyak yang dikenal sebagai Enchanced Oil Recovery (EOR ) untuk menambah cadangan minyak serta memperbaiki faktor perolehan, selain juga untuk menahan merosotnya laju produksi lapangan-lapangan yang menua.
DURI
HISTORY STEAM INJECTION PROJECT Gambar 2.2 : Ladang minyak Duri dan tahun proyek injeksi uap
Tabel 2.1 Luas lokasi steam flood
Area 01
1140 Ha Area 07
1940 Ha
Area 02
253 Ha Area 08
1278 Ha
Area 03
1469 Ha Area 09
1703 Ha
Area 04
1231 Ha Area 10
1650 Ha
Area 05
1350 Ha Area 11
2026 Ha
Area 06
1687 Ha Area 12
20072 Ha
Saluran Microwave UHF yang menghubungkan ke empat Distrik, serta suatu sistem telepon dan komunikasi radio HF/VHF/UHF untuk seluruh kegiatan lapangan. Pemanfaatan empat saluran Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa untuk hubungan dengan kantor di Jakarta. Layanan teleks dan elektronik mail antara Dumai-Rumbai-Jakarta dengan kedua perusahaan pemegang saham dan perusahaan-perusahaan afiliasi di seluruh dunia melalui Satelit Palapa dan Intelsat.
Pada akhir tahun 1968, PT CPI memasang unit pengolah data elektronik yang pertama, berupa komputer IBM 360 Model 30 dengan core capacity 64 Kbytes, untuk memenuhi tuntutan tersedianya sarana informasi yang akurat dan cepat, serta adanya sistem pengendalian yang efektif dalam segala segi.
pemasangan dan pengujian peralatan operasi baru dan menentukan kelayakan dari peralatan tersebut. MSS berada dibawah Support Operation Division SBU berfungsi sebagai penunjang kegiatan operasional SBU-SBU seperti Duri, Minas, Bekasap dan Rumbai. MSS dikepalai oleh seorang manager yang menkoordinasikan 6 team manager diantaranya adalah North Maintenance Support , berfungsi sebagai
penunjang perawatan peralatan pada daerah operasional PT. CPI bagian utara yaitu
Duri District .
General
Fabrication
merupakan
bagian
dari North
Maintenance Support . Sebelum sistem SBU, General Fabrication dikenal dengan machine dan welding shop yang dikepalai oleh seorang senior supervisor . General Fabrication dipimpin oleh seorang team leader . Team leader ini
MSS merupakan divisi yang sangat penting perannya dalam operasi produksi di PT. Chevron Pacific Indonesia. Seluruh perbaikan dan perawatan fasilitas penunjang produksi dilakukan di MSS baik berupa main facilities maupun support facilities. MSS ini dikepalai oleh seorang manajer yang membawahi empat team manager yang diantarnya yaitu :
Team manager Automotive & Construction Equipment
Team manager Sub-Surface Equipment
Team manager Production Equipment & Facilitiy
Team manager Business Support
Selain membawahi empat bidang team manager , MSS inipun terdiri dari tiga bidang koordinator yaitu :
berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dengan cara menekan biaya-biaya serendahrendahnya dengan melakukan:
Pengembangan tim yang memiliki kinerja yang tinggi dengan merangsang karyawan untuk lebih Produktif dan Inovatif.
Mengoptimalkan fasilitas yang dimiliki dan jasa yang dihasilkan. Selain itu harapan yang diharapkan dari dari pemakai jasa MSS adalah : a. Terpenuhinya ketersediaan unit berdasarkan jumlah yang diinginkan. b. Tercapai unit dengan kualitas kualitas yang tinggi dan siap pakai setelah reparasi dalam kondisi ulang. c. Meningkatkan efisiensi efisiensi dan efektifitas anggaran dana. d. Menyediakan dukungan teknis dengan mengadakan analisis kegagalan
k. Menyediakan dukungan teknis dengan mengadakan analisis kegagalan secara aktif dan membantu dalam mengatasi permasalahan yang dialami konsumen. l. Lebih fleksibel dalam penyediaan jasa. m. Menyediakan laporan aktivitas yang cepat, akuarat, lengkap, dan tepat waktu. n. Lebih proaktif, efektif dan cepat tanggap dalam berkomunikasi dan keterlibatan dalam tim antardepartemen. o. Dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi.
2.8 Facility Operation dan Maintenance Team
bagian Mechanical, electrical dan instrument, Administration
Support dan
Operation Engineering Supprort (OES). Operation Engineering Supprort dibagi lagi menjadi bagian OES dan G&D yang bertugas memeberikan support kepada G&D dalam menangani masalah steam station, OES dan T&S memeberikan supprort kepada kepad a T&S, OES production dan OES Support System, yang masing-masing group dipimpin oleh seorang lead engineer.
BAB III
3.1
Tekanan Tekanan adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap benda
permungkaan bumi yang merupakan besarnya gaya yang berkerja dalam setiap satuan luas, secara epiris dapat ditulis dengan: P=
F
(3.1)
A
Dimana : P = Tekanan, psi F = Gataya yang berkerja pada daerah luas, N
3.1.1 Tekanan Normal Tekanan normal adalah besar tekanan yang diberikan oleh cairan yang berisikan ronga-ronga formasi secara hidrostatik, untuk untuk kedalaman normal sama dengan tekanan cairan yang ada didalam formasi hingga kepermungkaan.
3.1.2
Tekanan Abnormal Tekanan abnormal adalah dimana tekanan formasi yang besar pada
gradient tekanan ini disebabkan oleh kompeksi batuan yang berada diatasnya, hingga sedemikian rupa sehingga air yang keluar dari lempeng tidak langsung keluar menghilang akan tetapi tetap berada pada batuan semula. Sumber penyebab ini bias dilihat dari proses geologi karena adanya uot
Karena cairan berada didalam maka akan menuju kedaerah yang poros dan permeable, sedangkan cairan diatas tidak disrtai dengan dengan mengalirnya
cairan
tersebut,
maka
cairan
tersebut
menerima
tekanan
overburden sehingga cairan tersebut terkompeksi, oleh karena itulah cairan tersebut menyimpan energi yang sangat tinggi. Dan penyeblainya mungkin diakibatkan oleh patahan yang terangkat hingga kepermungkaan pada gambar 3.2 dan 3.3 dimana iya mempunyai kedalaman yang sama D1, akibat terjadinya patahan terangkat samapai kedalam D2 .
3.1.3 Tekanan Subnormal Tekanan subnormal adalah tekanan dibawah dari tekanan normal, dimana iya mempunyai tekanan dibawah tekanan 0,433 psi, dimana
disebut
dengan formasi yang lemah. Keadaan ini sangatlah sulit daam melakukan melakukan pengeboran. Akan tetapi bias diatasi dengan campuan penyumbat (loss circulation material) atau cemen (cemen plug).
3.1.4 Tekanan Rekah Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik maksimum yang dapat ditahan tahan tampa menyebabkan terjadinya pecah-pecah, besarnya tekanan dipengaruhi oleh tekanan overburden dengan kondisi dari kekuatan batuan,
Dimana P =
berat initial batua + berat cairan
(3.3)
Luas
Gradien tekanan overburdent menyatakan overburden dalam setiap satuan kedalaman luas Gob =
Pob D
Dimana : Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft Pob = Tekanan Overburdent, psi
(3.4)
3.2.1 Fungsi lumpur pemboran
Mengangkat cutting dari dasar lubang kepermungkaan
Menahan dinding lubang agar jangan runtuh
Melumasi dan mendinginkan bit
Mengontrol tekanan formasi
Menahan cutting dan material pemberat selama sirkulasi berhenti agar jangan runtuh
Sebagai media dari informasi
Sebagai tenaga penggerak
Sebagai media informasi logging
Gambar 3.4 Pengangkatan cutting dari dasar lubang kepermungkaan
pelumas, sehingga putran dari rangkaian pemboran akan berjalan lebih baik.
2.2.1.2 Mengontrol tekanan formasi Formasi yang ditembus mempunyai tekanan, adakalanya tekanan formasi tinggi,dan adakalanya tekanan formasi rendah, dan sedang. Bila tekanan formasi tinggi lumpur harus dapat melawan tekanan tersebut, sehingga lumpur dapat menahan aliran fluida formasi, kalau tidak maka akan terjadinya blow out. Sebaliknya apabila tekanan formasi rendah maka lumpur harus dikurangi pula agar formasi tidak pecah. Tekanan lumpur menahan formasi dapat dilihat pada gamabar
anulus menuju permungkaan juga akan berhenti. Disaat ini, lumpur harus juga dapat menahan cutting tersebut, agar jangan runtuh atau turun kedasar lubang, sebab jika turun, maka akan menjepit rangkaian pemboran. Gamabar 2.6 dimana lumpur dalam keadaan suspensi didalam lumpur diwaktu tidak adanya sirkulasi .
Gambar 3.7 Lumpur sebagai media inforasi
3.2.1.7
Sebagai tenaga penggerak Dimana disaat melakukan pemboran berarah, digunakan suatu
minyak. Karena minyak tidak dapat menghantar listrik. Gambar 3.8 menunjukan lumpur sebagai media logging listrik
Gambar 3.8 Lumpur sebagai media informasi logging
2.2.2 Komponen lumpur pemboran
fres water mud , dan bahan dasar air asin disebut dengan salt water mud . Sedangkan fase cair yang berupa bahan dasar minyak disebut dengan oil base mud dimana kadar air tidak boleh besar dari 5%. Apa bila lebih dari itu maka sifat lumpur tidak stabil. Oleh karena itu lumpu yang mengunakan oil base mud maka digunakan tangki lumpu yang tertutup, agar jika hujan ataupun embun dimalam hari tidak mempengaruhi kestabilan dari sifat lumpur. Oil base mud digunakan apabila water base mud tidak sanggup lagi menghadapi problem yang ada. Sebagai contoh pada saat menghadapi formasi yang sangat sensitive terhadap air misalnya formasi shale, formasi shale runtuh terus setelah dirawat oleh zat-zat kimia, maka lumpur diganti dengan oil base mud, karena minyak tidak bias dihisap oeh shale. Lumpur oil base mud sangat
dalam
kehidupan
sehari-hari
sebagai
reaktif
solid
adalah
susu,
susu
biladicampur dengan air maka akan berbentuk koloid. Didalam lumpur yang bertindak dalam reactive kolid adalah bentonite yang bercampur dengan air yang nantinya akan berbentuk koloid. Bila bahan dasarnya air laut maka reactive solid iyalah attapulgite, dan attapulgite dapat bereaksi dengan air asin maupun air tawar.
2.2.1.1.1 Inert solid Inert solid merupakan padatan yang tidak dapat bereaksi dengan zat cair lumpur bor. Didalam kehidupan sehari-hari bila pasir diaduk dengan air kemudian didiamkan lalu dilihat beberapa menit, maka setelah kita liat beberapa
3.2.3 Sifat-sifat lumpur bor Sifat lumpur bor diatur sedemikian rupa sehingga dia tidak menimbulkan problem padasaat pengeboran berlangsung. Apabila terjadi perubahan dalam sifat lumpur maka dilakukan perbaikan-perbaikan seseramungkin.
Sifat–sifat lumpur bor terdiri dari:
Berat jenis
Viscositas
Gelstrength
Yeild point
Filtration loss
Berat jenis lumpur sangat berpengaruh dalam mengontrol formasi, sebab dengan memakai berat jenis lumpur maka berat jenis lumpur akan naik pula. Hal ini dilakukan dengan formasi yang tinggi. Seperi contohnya barite digunakan untuk menaikan berat jenis lumpurpemboran. Selain barite digunakan juga seperti: o
Galena
o
Ilminite
o
Ottawa sand
Umumnya berat jenis lumpur dinyataka dalam specific grafiti (SG). Specific grafiti juga dinyatakan dalam persamaan berikut:
SG
=
BJm
(3.6)
Ph
=
0,052 ×
×
D
(2.7)
Dimana: Ph = Tekanan hidrostatik, hidrostatik , psi γ
= Densitas lumpu bor, ppg
D = Kedalaman, ft
Dalam merencanakan lumpur bor diperkirakan terlebih dahulu tekanan formasi yang akan ditembus, tekanan formasi dinyatakan sebagai berikut: Pf
=
GF × D
Dimana: Pf = Tekanan formasi, psi Gf = Gradien tekanan formasi, psi/ft
(2.8)
maka pengangkatan kating lebih baik. Kalau lumpur kurang kental maka pengangkatan cutting kurang sempurna, dan nantinya cutting akan tertinggal dibawah lubang, dan dapat menyebabkan terjepitnya rangkaian pemboran, dan bila mana lumpur pemboran tidak kental maka akan bertambah problem dalam pemboran dimana pasir sukar untu dilepaskan sehingga pasir ikut bersirkulasi kedalam lubang bor. Hal ini menyebabkan berat jenis lumpur mudah naik, maka tekanan akan naik, bila tekanan dari lumpur melebihi tekanan rekah formasi maka akan berakibatkan formasi akan pecah, seingga terjadi kehilangan lumpur atau loss sirkulasi.
2.2.1.3 Gelstrength. Gelstrength .
penggantian bit dan lumpur mempuyai gelstrength yang tinggi, sehingga tekanan pada saat memulai sirkulasi pasti tekanan formasi akan besar.
3.2.3.4 Yield point adalah Yield point adalah bagian reaktansi untuk mengalir oleh gaya tarikmenarik antar partike yang didispersi dalam fase fluida. gaya tersebut disebabkan oleh muatan pada permungkaan partikel yang didispensi dalam fase fluida. Yield point dan gel strength keduanya merupakan gaya tarik-menarik dalam sistem lumpur. Bedanya gel strength adalah ukuran gaya tarik menarik dalam keadaan statik, sedangkan yield poin dalam dinamik. Yield point perlu diketahui karena berpengaruh pada kehilangan tekanan pada saat sirkulasi.
bor). Interaksi fluida dari mineral, formasi akan dapat menyebabkan terjadinya pengembangan clay.
Filtrasi dinamik Filtrasi yang terjadi pada waktu sirkulasi lumpur dan rotasi drill string. Terjadinya filtrasi dinamik tergantung pada jenis lumpur yang digunakan, baik dari segi tekanan, viscositas, temperatur, serta kecepatan sirkulasi lumpur
Lumpur bor yang memberikan tekanan filtrasi loss yang besar, maka akan membentuk mud cake yang lebih tebal dari dinding formasi, kejadian ini akan menimbulkan tidak baik bagi lubang bor, seperti penurunan permebilitas dan kesalahan dalam evaluasi logging. Sifat lumpur bor yang diinggini adalah
pH
kondisi
<7
Asam
>7
basa
=7
netral
Jadi lumpur yang digunakan dalam suasana basa. Tapi kalau lumpur bor terlalu asam maka:
Maka lumpur yang keluar dalam lubang sumur akan halus atau hancur. Sehingga tidak dapat di tentukan apakah batuan yang ditembus
oleh
mata
bor.
Dengan
kata
lain
sulit
untuk
2.3 Sebab-sebab terjadinya well kick Seperti telah disebutkan terlebih dahulu sebelumnya bahwa well kick adalah peristiwa masuknya fluida formsi kedalam sumur pemboran yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik yang lebih kecil dari tekanan formasi, hal ni disebabkan:
Drilling Break
Berat jens lumpur tidak memadai
Kurangnya tinggi lumpur.
Kehilangan sirkulasi.
Kandungan gas dalam lumpur.
Swab effect.
3.3.2 Berat jenis lumpur tidak memadai Dari besarnya tekanan hidrostatik yang diberikan lumpur kepada formasi lebih kecil dari tekanan formasi itu sendiri, sehingga sudah tentu ciaran akan mendesak lumpur yang berada dalam lubang pemboran tersbut, dan sumur akan mengalami kick.
3.3.3 Kurangnya tinggi lumpur ditangki lumpur Berkurangnya tinggi lumpur di dalam sumur, akibat keluarnya sebagian volume dalam pipa bor ketika penggantian bit, sehingga memperkecil tekanan hidrostatik yang diberikan lumpur keformasi, maka cairan lumpur dalam formasi akan didesak oleh cairan formasi yang ada didalam sumur tersebut .
Gambar 3.8 A Saat bit akan menembus formasi yang berongga
3.3.5 Kandungan gas dalam lumpur Dalam formasi gas, mengandung gas didalam pori-pori batuanya. Disaat formasi gas ditembus, ruang yang sudah ditembus semula merupakan batuan dan gas. Gas ada yang lepas bersamaan dengan cuttings, dan didalam cutting masih terdapat. Gas yang ada di dalam cuttings kalau masih berada disumur, berarti belum keluar dari cutting, karena tekanan hidrostatik didalam sumur masih besar. Disaat cutting masih meninggalkan dasar lubang bor menuju kepermungkaan, tekanan hidrostatik lumpur akan bekurang, sehingga gas mulai keluar dari cutting dan gas tersebut akan menyatu dengan gas yang lepas, dan cepat sekali menurunkan berat jenis lumpur di dalam lubang bor. Kondisi sumur disaat bit menembus formasi gas dapat dilihat pada gambar 2.9 dan 2.10
Gambar 3.10. Kondisi bit saat menembus formasi yang mengandung gas
Bila bit sudah menembus formasi gas, maka berat jenis lumpur akan berkurang, dan bila berat lumpur yang kurang tadi didak tambah berat jenisnya maka akan timbul yang nama kick dan bahkan akan terjadi (blow out). hal ini
Dengan masuknya fluida formasi kedalam lubangbor, maka tekanan hidrostatis dari lumpur itu akan menurun. Apabila peristiwa ini dibiarkan larut terus-menerus, volume fluida formasi akan membesar dan penurunan tekanan hidrostatis akan membesar pula. Akibatnya terjadilah kick. Dimana dapat dilihat pada gambir 3.11
Gambar 3.11
Tinggi slug (ft) =
Banyak nya Slug bbls Kapasitas dari batang bor bbl/ft
(3.9)
Perlu diinggat bahkan di perhatikan sekali bahwa penyebab terbesar dalam timbulnya kick pada saat melakukan pemboran minyak dan gas bumi disebabkan adalah swab effect.
BAB IV PENCEGAHAN WELL KICK DENGAN MENGUNAKAN METODE DRILLER
Metode ini disebut juga dengan metode “dua kali sirkulasi” Karena mempunyai dua kali sirkulasi, sirkulasi pertama dengan mengunakan lumpur semula yang bertujuan untu mengeluarkan influx (fluida formasi) yang telah memasuki lubang bor. Dan lumpur kedu mengunakan lumpur pemberat. Metode ini sangat baik apabila barite tidak banyak/tidak cukup tersedia di area pengeboran. Sambil menunggu barite, influx (fluida formasi) yang berada di lubang pemboran dapat dikeluarkan. Selain itu dengan dikeluarkannya influx
4. Harga slow pamp rate (kill rate speed), tekanan casing harus dijaga konstan. Karena penurunan didasar lubang, dan akan menyebabkan penurunan didasar lubang, dan akan menyebabkan influx bertambah. (Scondary Kick). Bila terjadi kenaikan dicasing langkah yang harus dilakukan adalah dengan jalan membuka choke, dan turunkan tekanan casing sampai keharaga semula. Namun bila terjadi penurunan, langkah yang harus dilakukan tutup choke, dan naik kan tekanan casing sampai kembai keharga semula. Lihat gambar 4.1
Gambar 4.2 Diamana penurunan tekanan pada drillpipe kembali pada harga semula
Kalau kenaikan choke, tekanan yang langsung berubah adalah tekanan casing. Tekanan drillpipe akan berubah setelah beberapa detik berikutnya secara otomatis sebesar perubahan tekanan casing yang
→
Tunggu sebentar, dan nanti tekanan drillpipe akan turun pada tekanan semula.
Sebaliknya pun begitu, apabila terjadi penurunan tekanan casing 100 psi, maka langkah yang dilakukan adalah →
Tutup choke,
→
Naikan tekanan casing 100 psi,
Tunggu tunggu sebentar, dan tekanan drillpipe akan naik pada tekanan semula.
6. Original mud akan mendorong influx kepermungkaan, maka akan terjadi
kenaikan tekanan casing, maka dari itu agar tidak terjadi pecah formasi
7. Tekanan casing mencapai maksimum di saat puncak influx tiba di permungkaan. gambaran puncak influx tiba dipermungkaan dapat dilihat pada gambar 4.4
Gambar 4.4 Puncak influx tiba di permungkaan
Disaat stroke pemompaan yang terbaca pada sroke counter menunjukan harga total sroke, diharapkan original mud sudah sampai dipermungkaan dan influx sudah sudah keluar semuanya. Setelah influx sudah keluar semuanya tekanan casing akan sama dengan tekanan drillpipe. Hal ini di karenakan berat lumpur udah sama dengan berat jenis di dalam annulus. annulus. Lihat gambar 4.6
4.2
Sirkulasi kedua menggunakan lumpur untuk mematikan kick (kill mud). tujuan nya
adalah dengan mengantikan original mud dengan kill mud agar original mud benar-benar kembali keperngkaan. Yang bertujuan agar influx yang mungkin tersisa didalam lubang pemboran benar-benar terangkat. Langkah-langkah sirkulasi kedua adalah sebagai berikut : 1. Jalankan pompa, dan buat kill rate speed, pertahankan tekanan casing. Kembalikan angka sroke counter ke angka nol. 2. Pertahankan tekanan casing selama kill mud berjalan kepermungkaan
sampai kill mud sampai di bit. Lihat gamabar 4.7
Gambar 4.8 Kill mud saapai menuju bit
3. Saat kill mud keluar dari bit dan mengisi annulus dijaga konstan.
Sedangkan tekanan casing mulai turun, karena lumpur dengan berat jenis yang yang lebih besar besar mulai memasuki memasuki annulus. annulus. Lihat gambar 4.9
5. Bila tekanan casing sudah sama dengan tekanan drillpipe, berarti kick sudah mati. Maka tutup choke dan matikan pompa. Lihat gambar 4.10
Dimana 4.10 kick sudah mati
BAB V PERHITUNGAN DALAM MENGENDALIKAN WELL KICK
Metoda ini biasanya disebut dengan metoda dua kali sirkulasi lumpur. Sirkulasi pertama bertujuan untuk mengeluarkan fluida kick yang ada di dalam lubang. Sirkulasi ini menggunakan lumpur lama atau original mud weight (OMW). Sedangkan sirkulasi kedua bertujuan untuk memasukkan lumpur berat (kill mud weight, KMW) kedalam lubang untuk mengimbangi tekanan formasi yang menimbulkan kick sekaligus mematikannya. Selama sirkulasi pertama dilakukan, tekanan di drillpipe dijaga constant sebesar ICP. Sedangkan tekanan di kepala casing akan naik sampai suatu
Apabila Cp dan Dp sama sama nol, berarti kick sudah tidak sisa-sisa kick yang tadinya berada disumur tidak ada lagi, boleh dilanjutkan pengeboran kembali
5.1 Data yang dibutuhkan Ada pun data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan mematikan kick dengan mengunakan Metode Driller adalah Driller adalah sebagai berikut :
Data Awal senelum terjadinya kick.
Data Recod setelah terjadinya kick.
5.1Data awal sebelum terjadinya kick 5.1.1 Original Mud Weight (OMW)
5.1.14 Survace Test Pressure Yield Yield (Burst) 5.1.15 Casing Internal Yield (burst) 5.1.16 BOP Stack Rating
5.1.1 Original Mud Weight (OMW) Original Mud Weight (OMW) adalah berat jenis lumpur yang dipakai sebelum terjadi well kick
5.1.2
Kill Rate Pressure (KRP) Kill rate pressure adalah pressure loss pada system sirkulasi saan lumpur
dipompakan dengan slow pump rate. Secara umum, harga KRP dihitung dengan melakukan percobaan setiap
5.1.4 Pomp# 2 Dengan mengunakan lumpur original mud ataupun kill mud, pompa#2 berpunsi sebagai cadangan , jika satu waktu terjadinya kerusakan pada pompa#1 maka dapat digunakan pompa#2
5.1.5 Pomp Output # 1 Pump output adalah volume lumpur yang dipompakan per stroke untuk menentukan jumlah stroke dari permukaan sampai ke bit dan kembali kepermukaan.
5.1.6 Pomp Output # 2 (PO)
5.1.9 True Vertical Depth (TVD) True Vertical Depth adalah kedalaman dari tegak lurus formasi yang ditembus
5.1.10 Measure Depth (MD) Kedalaman formasi yang ditembus hingga kepermungkaan
5.1.11 Casing Shoe TVD Letak dari sepatu casing dari tiap-tiap kedalaman Sebenarnya.
5.1.13 Leack of Test Pressure (Lod MW)
5.1.16 BOP Stack Rating Karakteristik dari BOP yang digunakan, dengan berdasarkan dari dari kedalaman yang mempengaruhi besarnya tekanan formasi yang dapat ditahan oleh Peralatan semburan liar (BOP).
5.2 Data yang didapat pada saat terjadinya kick 5.2.1 Shut in Drill Pipe Pressure (SIDP) 5.2.2 Shut in Casing Pressure (SICP) 5.2.3 Pit Volume Increase (Pit Gain)
5.2.2 Shut in Casing Pressure (SIDP) Shut in casing pressure (SICP) adalah tekanan di kepala casing saat sumur ditutup. Data ini diperlukan untuk : -
Pengontrolan tekanan disaat mematikan kick
-
Menentukan berat jenis fluida kick
5.2.3 Pit Volume Increase (Pit Gain) Pertamabahan volume yang terdapat di tanggki lumpur
5.3 Hasil Calculasi dalam mengendalikan kick
Ph = 0,052 x KMW x TVD
(5.1)
Dimana : Ph
= Tekanan hidrostatik lumpur, psi
KMW = Berat jenis lumpur untuk mematikan kick, ppg TVD
= True Vertical Depth, D
5.3.2 Initial Circulating Pressure (ICP) Tekanan awal untuk mensirkulasikan kill mud yang bertujuan Untuk menghitung besarnya ICP dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
ICP = SIDP = KRP
(5.2)
Dimana : FCP
: Final Circulating Pressure
KMW : Kill Mud Weight OMW :Original Mud Meight
Dalam mematikan kick, tekanan awal sirkulasi lumpur berat adalah sebesar ICP. Sedangkan tekanan sirkulasi saat lumpur berat mencapai bit adalah sebesar FCP. Tekanan FCP ini harus dipertahankan (constant) mulai lumpur berat keluar dari bit sampai lumpur berat kembali mencapai permukaan. Untuk mempertahankan tekanan tersebut adalah dengan mengatur choke di permukaan agar tekanan dalam lubang tetap constant.
5.3.4 Surface to Bit Stroke (SBT) Surface to Bit Stroke (SBS) adalah jumlah stroke pemompaan yang diperlukan oleh lumpur berat mulai dari permukaan sampai ke bit. SBS dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : SBS =
VolDP + VolDC POP
Dimana : SBS
: Surface to Bit Stroke
VolDP : Volume Drillpipe VolDC : Volume Vol ume Drillcollar Drill collar POP
: Pump Out Put
(5.3)
5.3.6 Total Stroke Circulating (TSC) Dimana total dari lumpur yang disirkulasikan dalam mematikan sumur yang mengalami kick.
Data lapangan pada sumur KYE 01 Original Mud waight (OMW)
: 9 ppg.
Kill Rate Pressure (KRP)
: 150 psi.
Pomp # 1
: 60 spm.
Pomp # 2
:
Pomp Output 1 (PO)
: 0,06189 bbl/stroke.
Pompa Output 2 (PO)
:
Anulus Capacity (AnC)
: 0,0591 bbl/ft.
-
-
Tentukan: Tentukan : o
Kill Mud Waight (KMW).
o
Initial Casing Pressure (ICP).
o
Final Casing Pressure (FCP).
o
Surface To Bit Stroke (STBS).
o
Bit To Surface Sroke (BTSS).
o
Total Sroke Circulation.
Penyelesaian Kill Mud Waight (KMW)
= SIDP ÷ TVD ÷ 0,052 + OMW = 150 psi÷ 800 ft ÷ 0,052 + 9 ppg
= 792,4 srk . Bit To Surface Stroke (BTSS) = AnC x ( MD ) + PO = 0,0591 bbl/ft x 800 ft ÷ 0,06189 bbl/strk = 763,94 strk
Total Stroke Circuation
= STBS + BTSS = 792,4 strk + 763,94 stroke = 1556,3 strk.
Data lapangan pada sumur KYE 02 Original Mud waight (OMW)
: 9 ppg.
Surface Test Pressure (Surface TP) TP) : 100 psi Casing Internal Yield (Burst)
: 150 psi.
BOP Stack Rating
: 3000 psi.
Shut in Drill Pipe Pressure(SIDP)
: 100 psi.
Shut in Casing Pressure (SICP)
: 150 psi
Pit Volume Increase (Pit Gain)
: 5 bbl.
Tentukan: Tentukan : o
Kill Mud Waight (KMW).
o
Initial Casing Pressure (ICP).
o
Final Casing Pressure (FCP).
o
Surface To Bit Stroke (STBS).
Final Circulating Pressure (FCP) = KRP x KMW ÷ OMW = 150 psi x 11,47 ppg ÷ 9 ppg = 191.,2 psi
Surface To Bit Stroke (STBS)
= DPC x ( MD ) ÷ PO = 0,0413 bbl/ft x 700 ft ÷ 0,04189 bbl/strk = 690,1 srk
Bit To Surface Stroke (BTSS) = AnC x ( MD ) + PO = 0,0391 bbl/ft x 700 ft ÷ 0,06189 bbl/strk = 442,24 strk
BAB VI PEMBAHASAN
Adapun dalam bab pembahasan ini, penulis menganalisa tentang pencegahan dari well kick dengan mengunakan metode driller. Dimana fluida formasi telah masuk kedalam lubang bor, apabila tidak ditanggulagi dengan sesegera mungkin, maka akan terjadi semburan yang hebat yaitu biasanya disebut dengan istilah dalam pengeboran migas adalah blow out (semburan liar) yang mana apabila telah terjadi blow out sulit untuk ditanggulangi lagi, maka akan berdamapak buruk, baik itu pada lingkungan setempat, perusahaan dan Negara, seperti biaya yang tinggi, korban manusia, kerusakan lingkungan, serta
lama yang bertujuan untuk mengeluarkan influx (fluida formasi), yang telah masuk kedalam lubang bor. Dan sirkulasi ke dua dengan memakai lumpur pemberat yang telah dikalkulasikan seberapa banyak dibutuhkan kill mud (lumpur pemberat) selama proses sirkulasi pertama sesuai dengan kebutuhan dalam mematikan sumur. Metode ini sangat baik digunakan jika barit (lumpur pemberat) tidak cukup banyak tersedia di area pemboran, pemboran, sambil menunggu barite, influx (fluida formasi) yang telah berada didalam lubang bor bisa dikeluarkan. Selain itu, dengan dikeluarkannya influx berarti telah mengurangi kemungkinan terjadinya peningkatan yang tinggi pada tekanan pipa selubung akibat dari migrasi influx kepermungkaan secara tidak tercontrol. Sebelum terjadinya influx (fluida formasi), sumur sudah diantisipasi agar fluida
Perbaiki sifat-sifat lumpur, terutama dengan menurunkan atau mengurangi tebal nya mud cake.
Usahakan mencabut rangkaian pemboran dengan system kering, dibuat beberapa takaran dari lumpur lebih berat dari lumpur yang dibagian luar dari pipe bor (annuls). yang bertujuan agar terjadi perbedaan tekanan dibawah bit, yang mana tinggi lumpur akan turun, sewaktu pencabutan tidak ada lagi lumpur yang tertumpah di meja putar. Bagian lumpur yang dibuat lebih berat disebut dengan “slug”. Tinggi Slug dalam dapat di tentukan dengan persamaan dibawah. Banyaknya Slug bbls . Tinggi slug (ft) =
(6.1) Kapasitas dari dari batang bor bbl/ft.
Vm
= Volume Lumpur
Gm
= Berat Lumpur.
Berat jenis lumpur sangat besar pengaruhnya dalam mengontrol formasi. Sebab dengan menaikan berat jenis lumpur bor maka tekanan lumpur akan naik pula. Hal ini dilakukan dengan formasi yang tinggi. Seperti contohnya, barite diperlukan untuk menaikan berat jenis lumpur pemboran. Selain barite digunakan juga seperti seperti :
Galena.
Ilmenite.
Ottawa sand.
Dalam pembutan berat jenis lumpur selalu harus dibuat berat jenis lumpur memberikan tekanan hidrostatik lumpur yang lebih besar dari tekanan formasi yang akan ditembus, supaya terhindar dari timbulnya kick, hubungan berat jenis dengan tekanan hidrostatik adalah: Ph = 0,052
×
γ
×
D
(6.4)
Dimana: Ph
= Tekanan hidrostatik, psi
γ
= Densitas lumpur bor, ppg.
D
= Kedalaman lubang bor, ft.
Dalam merencanakan lumpur bor diperkirakan terlebih dahulu tekanan
Dengan menjaga tekanan saat sedang melakukan sirkulasi original mud dan kill mud dengan mengunakan metode driller (metode driller (metode juru bor).
6.1.1 Sirkulasi pertama. Sirkulasi pertama mengunakan lumpur lama (original mud), yang bertujuan untuk mengeluarkan influx dari dalam lubang bor, dengan jalan: 1. Lakukan line up, jalankan pompa lumpur dan pompa original mud 2. Catat tekanan casing mula-mula. 3. Kecepatan pemompaan dinaikan secara bertahap, sampai mencapai slow pump rate atau kill rete speed. 4. Harga Slow pump rate (kill rate speed), tekanan casing harus dijaga
Gambar 6.1 Kondisi lumpur mulai keluar dari annulus. (1)
5. Setelah sroke pemompaaan mencapai kill rate speed, speed, Sroke counter dikembalikan keangka nol, dan perhatian ditunjukan kepada Drillpipe
Kalau kenaikan choke, tekanan yang langsung berubah adalah tekanan casing. Tekanan drillpipe akan berubah setelah beberapa detik berikutnya secara otomatis sebesar perubahan tekanan casing yang berubah. Reaksi yang terbaca pada tekanan drillpipe butuh waktu, dimana perubahan tekanan casing akan berjalan kedasar lubang dahulu, baru naik kepermungkaan sampai drillpipe. Hal ini mengingat hubungan antara bagian dalam rangkaian pemboran dengan annulus adalah seperti hubungan pipa U. Bila menutup choke dimana mata kita hanya memperhatikan drillpipe, maka tekanan casing akan mengalami kenaikan yang besar. Hal ini akan memecahkan formasi.
6. Original mud akan mendorong influx kepermungkaan, maka akan terjadi kenaikan tekanan casing, maka dari itu agar tidak terjadi pecah formasi tekanan casing harus slalu dijaga konstan. Dimana gambaran original mud mendorong influx kepermungkaan, dapat dilihat pada gambar 6.3
Bila influx sudah keluar kepermugkaan, tekanan casing mulai menurun dapat dilihat pada gamabar 6.5
Gambar 6.5 Tekanan casing mulai menurun disaat iflux mulai keluar. (1)
Disaat
stroke
pemompaan
yang
terbaca
pada
sroke
counter
Gambar 6.6 Menunjukan influx sudah keluar ke permungkaan. (1)
Kalau tekanan casing belum sama dengan tekanan drillpipe berarti influx belum keluar semuanya dari dalam lubang.
mungkin tersisa di sumur pemboran benar-benar terangkat
kepermungkaan,
untuk mencegah terjadinya scendari kick.
6.2.1 Langkah-langkah dalam melakukan sirkulasi kedua adalah : 1. Jalankan pompa, dan buat kill rate speed, pertahankan tekanan casing.Kembalikan casing.Kembali kan angka sroke counter ke angka angka nol. 2. Pertahankan tekanan casing selama kill mud berjalan kepermungkaan
sampai kill mud sampai di bit. Lihat gamabar 6.7
Gambar 6.8 Kill mud sampai menuju bit.
(1)
3. Saat kill mud keluar dari bit dan mengisi anulus, drill pipe presure dijaga konstan. Sedangkan tekanan casing mulai turun, karena lumpur dengan berat jenis yang yang lebih besar besar mulai memasuki annulus. Lihat gambar 6.9
(1)
Gambar 6.10 Dimana kick sudah mati.
Apabila Cp dan Dp sama sama nol berarti kick sudah tidak dan adalagi sisa-sisa kick, dan boleh dilanjutkan pengeboran kembali.
BAB VII KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan dan Saran 1. Metode Driller ini disebut juga dengan “metode dua dua kali sirkulasi”, karena mempunyai cara dua kali sirkulasi. Sirkulasi yang pertama dengan mengunakan lumpur semula yang bertujuan untuk mengeluarkan influx (fluida formasi) yang telah masuk kedalam llubang bor. Dan lumpur yang ke dua dengan memakai lumpur pemberat. Yang bertujuan agar sisa-sisa influx yang nungkin tersisa di dalam sumur akan benar-benar terangkat ke permungkaan.
7.2 Saran 1. Penggunaan lumpur baru yang diperoleh dari perhitungan sebagai lumpur pemberat sebaiknya memperhitungkan gradient rekah formasi untuk mencegah terjadinya underground blowout . 2. faktor utama terbentuknya fluida formasi adalah pada para perkerja pengeboran, karena pada saat proses cabut rangkaian pemboran terlalu cepat yang menyebabkan terjadinya gaya isap terhadap fluida formasi tersebut (swab effek).
DAFTAR PUSTAKA
1. Badu, Kaswir. 2007. , Well Control Pusat Pendidikan dan Latihan Minyak dan Gas Bumi. Cepu. 2. Pusdiklat Migas 2008. Training Manual well control , control , (Pusat Pendidikan dan Latihan Minyak dan Gas Bumi. Cepu.) 3. Paryadi. 2005. Lumpur Pemboran, Pusat Pendidikan dan Latihan Minyak dan Gas Bumi. Cepu. 4. Rudi rubiandini, perencanaan pemboran jurusan teknik perminyakan ITB. 5. Treining Basic Well Control PT. Caltex Pacific Indonesia Duri. Indonesia Duri.