JAMINAN MUTU PEMERIKSAAN MIKOLOGI
Disusun oleh : Fawwaz Farozki Noviantoro Hawariyyin Ayudia Chaerani Siti Fadlillah
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANTEN 2018
Daftar Isi
Daftar Isi .......................................................................................................................................... i Latar Belakang ............................................................................................................................ 1 1)
Laboratorium Mikrobiologi Klinik ................................................. ................................. 2
2)
Kesehatan Keselamatan Kerja ................................................ .......................................... 4
3)
Personalia .................................................... ......................................................................................................... ..................................................................... ................ 4
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi Klinik .................................................. ....... 4 1. Fase Pra-Analitik ...................................................... .......................................................................................................... ........................................................... ....... 4 2. Fase Intra-Analitik (Analitik) ............................................................................................ 14 3. Fase Pasca-Analitik ........................................................................................................... 22 Daftar Pustaka ................................................... ...................................................... ............................................................................ ...................... 23
i
Latar Belakang
Mikrobiologi Klinik merupakan suatu spesialisasi profesi kedokteran yang terutama berperan dalam bidang pengendalian infeksi. Kerjasama yang erat antara Spesialis Mikrobiologi Klinik (SpMK) dengan klinisi/spesialisasi lain sangat menentukan keberhasilan dalam menangani masalah kesehatan. Salah satu faktor terpenting keberhasilan profesi Mikrobiologi Klinik adalah pemeriksaan laboratorium yang reliable (akurat, cepat, dan bermanfaat). Untuk itu laboratorium Mikrobiologi Klinik harus memenuhi kemampuan tertentu agar dapat memberikan hasil yang “reliable” tersebut. Sebagai salah satu upaya menyamakan kemampuan dan mutu pelayannya, diperlukan adanya suatu kesepakatan (konsensus di antara para SpMK tentang kemampuan minimum yang harus dipenuhi oleh sebuah laboratorium mikrobiologi klinik agar dapat memenuhi tuntutan pengguna jasanya). Diharapkan dapat dicapai suatu konsensus tentang prosedur umum pemeriksaan laboratorium mikrobiologi klinik, khususnya isolasi, identifikasi jamur. Konsensus ini akan mendasari kesetaraan mutu pelayanan laboratorium mikrobiologi klinik (LMK) di seluruh Indonesia. Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) adalah laboratorium yang mengkhususkan diri untuk secara profesional melaksanakan pemeriksaan mikrobiologik terhadap spesimen klinik dan spesimen lain yang berkaitan dengan pengendalian infeksi dan memberikan ekspertis dalam bidang Mikrobiologi Klinik.
1
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suatu laboratorium : 1)
Laboratorium Mikrobiologi Klinik
Gambar 1 Denah Laboratorium Mikrobiologi Klinik
No 1 Meja pasien
No 2-16 area alat dan tempat pemeriksaan spesimen
No 17 bak pembuangan
No 18 tempat tidur pasien/area pengambilan spesimen khusus
No 19 area penyimpanan status
No 20-22 area pemeriksaan sampel khusus
Luas ruangan sebaiknya sekurang-kurangnya 5m x 6m.
Laboratorium mikologi menggunakan standar Biosafety Level 2 atau BSL-2, yaitu laboratorium untuk menguji dengan agen penyakit cukup potensial membahayakan petugas laboratorium dan lingkungannya. Sebagai contoh Blastomyces dermatitidis, Coccidiodides
2
neofarmans,
Epidermaphyton
sp.,
Histoplasma
capsulatum,
Microsporum
sp.,
Paracoccidiodides brasiliensi,s Mrichophyton sp., Sporothrix schenckii, dan Nocardia sp. BSL-2 mencakup pemeriksaan dengan agen yang terkait dengan penyakit manusia, dengan kata lain, organisme pathogen atau infeksi yang menimbulkan bahaya sedang. Seperti yang diketahui, pemeriksaan di laboratorium mikologi memiliki resiko dimana petugas laboratorium dapat terpapar atau terinfeksi oleh fungi pathogen yang diperiksa. Oleh karena itu, dengan potensi yang sedang untuk menyebabkan penyakit kepada petugas laboratorium maka laboratorium mikologi menggunakan standar Biosafety Level 2 (BS L-2). Persyaratan rancang bangun BSL-2 harus memiliki : a. pintu dapat menutup sendiri; b. bak cuci tangan stainless steel; c. rak pakaianpelindung; d. ruang kerja mudah dibersihkan; e. ruang kerdap air dan anti slip; f. perabotan yang kokoh; g. jendela dilengkapi dengan saringan serangga dan debu; h. dilengkapi biological safety cabinet/BSC; i. harus cukup penerangan/cahaya dalam laboratorium; j. lokasi laboratorium harus terpisah dari tempat/rumah penduduk; k. sistem pengawasan ventilasi dimana aliran udara hanya masuk ke dalam laboratorium tanpa ada sirkulasi udara untuk keluar dari laboratorium; l. dilengkapi alat pelindung mata dan obat cuci mata untuk petugas; m. membatasi lalu lintas orang dan alat ketika person el dan alat laboratorium sedang bekerja; n. dilengkapi pakaian pelindung untuk pekerja pada waktu bekerja; o. dilengkapi tanda biohazard p. menggunakan cat khusus q. langit-langit tidak boleh ada sudut r. cahaya matahari tidak boleh masuk s. tidak boleh ada ventilasi (menggunakan exhaust) t. ada log penggunaan (reagen, alat-alat)
3
u. kalibrasi alat
2)
Kesehatan Keselamatan Kerja
Laboratorium harus merupakan tempat yang aman bagi para pekerjanya tidak terkecuali untuk laboratorium medik. Aman terhadap setiap kemungkinan kecelakaan fatal maupun sakit atau gangguan kesehatan. Hanya dalam laboratorium yang aman, bebas dari rasa khawatir akan kecelkaan, keracunan dan paparan mikroorganisme, seseorang dapat bekerja dengan aman, produktif, dan efisien. Keadaan aman dalam Laboratorium, dapat diciptakan apabila ada kemauan dari setiap pekerja atau kelompok pekerja untuk menjaga dan melindungi diri. Diperlukan kesadaran bahwa kecelakaan dapat berakibat pada dirinya sendiri maupun orang lain serta lingkungannya. Ini adalah tanggung jawab moral dalam keselamatan kerja, yang memegang peranan penting dalam pencegahan kecelakaan. Selain itu, disiplin setiap individu terhadap peraturan juga memberikan andil besar dalam keselamatan kerja. Kedua faktor penting tersebut bergantung pada faktor manusianya, yang ternyata merupakan sumber terbesar kecelakaan didalam laboratorium.
3)
Personalia
Organisasi laboratorium adalah susunan personalia yang mengelola lab tersebut. Organisasi tersebut ditanggung jawabi oleh kepala laboratorium. Para asisten juga harus bertanggung jawab dibawah kepala laboratorium. Personalia harus sudah lulus tes profisiensi test dan harus bersertifikat kompetensi.
Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi Klinik
1. Fase Pra-Analitik
Fase pra-analitik merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari pemeriksaan mikrobiologi secara utuh. Pada fase ini komunikasi yang baik antara klinisi dan ahli mikrobiologi amat penting. Sarana komunikasi anatara klinisi dan ahli mikrobiologi klinik dimulai dengan lembaran permintaan pemeriksaan mikrobiologi. Pada lembaran permintaan itu
4
klinisi diharapkan menuliskan informasi yang tercetak dalam formulir dan ditulis dengan huruf cetak yang jelas. A.
Isi Lembaran Permintaan
Lembaran Permintaan Pemeriksaan LMK diharapkan sekurang-kurangnya berisi 1)
Data lengkap pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, bangsal perawatan)
2)
Data dokter yang mengirim (nama dokter, alamat, nomor telepon yang mudah dihubungi)
3)
Jenis spesimen: asal/sumber bahan pemeriksaan, prosedur pengambilan khusus, tanggal dan jam pengambilan
4)
Diagnosis klinis dan riwayat pasien yang relevan
5)
Jenis pemeriksaan yang dikehendaki
6)
Data lain yang relevan misalnya pasca-operasi, imunode fisiensi, alergi antibiotika
7)
Antibiotika yang telah diberikan (jenis, dosis, cara pemberian, kapan dan lama pemberian)
B.
Pencantuman Label Spesimen
1) Label dan tinta harus terbuat dari bahan yang tidak mudah larut dalam air 2) Label harus melekat erat pada wadah/kontainer 3) Bila perlu, dicantumkan catatan tambahan : cito/rutin/elektif atau berisi patogen berbahaya 4) Ketika menerima spesimen: 5) Harus dicocokan dengan lembaran permintaan 6) Perhatikan kelayakan bahan pemeriksaan
C.
Pedoman Cara Pengambilan Spesimen, Transportasi Sesuai dengan Spesimen dan
Penyimpanan
a.
Pengambilan spesimen 1. Spesimen harus berasal dari daerah infeksi yang benar dan menghindari adanya kontaminasi dari daerah sekitarnya 2. Waktu pengumpulan spesimen harus tepat
5
3. Jumlah yang diambil harus memadai agar dapat diperoleh pertumbuhan yang maksimal 4. Menggunakan alat pengambilan sampel, kontainer, media kultur/transport yang sesuai 5. Sebaiknya melakukan kultur sebelum pemberian antibiotik 6. Dilabel dengan benar b.
Transport 1. Kondisi sampel dipertahankan seperti awal 2. Wadah yang akan dikirim harus sesuai ( tidak terlalu besar) 3. Apabila spesimen labil terhadap panas makan menggnakan dry ice atau ice pack 4. Menggunakan media transport tidak perlu memakai dry ice 5. Menggunakan wadah selain dari gelas (kaca)
c.
Persiapan sampel 1. Darah dan Sumsum Tulang Darah dari pasien septisemik dapat mengandung jamur patogen maupun oportunis. Kultur darah dapat digunakan untuk menentukan keberadaan infeksi jamur dalam darah. Sistem kultur yang telah tersedia untuk pemeriksaan sel-sel ragi diantaranya adalah BACTEC (Becton Dickinson, Spark, Md), BacT/ALERT (bioMérieux, Durham, NC) dan ESP (Trek Diagnostics, Westlake, Ohio). Sistem sentrifugasi lisis juga dapat digunakan terutama pada daerah yang sering ditemukan adanya jamur dimorfik dalam darah. Sentrifugasi dilakukan untuk melisis eritrosit dan leukosit sehingga jamur akan keluar dari sel. Sedimen yang dihasilkan selanjutnya ditanam pada media yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 21 hari. Sampel sumsum tulang ditambahkan heparin dan langsung ditanam pada media pertumbuhan.
2. Cairan Serebrospinal/Cerebrospinal Fluid (CSF) Preparasi sampel CSF dilakukan dengan penyaringan menggunakan membran filter ukuran 0,45 µm. Membran filter selanjutnya diletakkan di atas media pertumbuhan dan diinkubasi. Setiap hari membran filter harus dipindahkan pada area 6
media yang berbeda, dan diamati ada/tidaknya pertumbuhan jamur. Jika terdapat kurang dari 1 mL sampel, dapat dilakukan sentrifugasi. Satu tetes konsentrat diperiksa dengan tinta India, dan sisanya diinokulasi pada media. Penggunaan antimikroba pada media pertumbuhan tidak diperlukan karena sampel CSF umumnya steril. 3. Saluran Pernafasan Infeksi jamur merupakan salah satu penyebab infeksi terbanyak pada saluran pernapasan. Sekresi saluran berupa sputum, sputum diinduksi, bronchial washing, bronchoalveolar lavage dan aspirat trakea merupakan jenis-jenis sampel yang diperiksa dari saluran pernapasan. Sputum harus didapatkan dengan batuk dalam pada pagi hari, jika tidak berhasil dapat dilakukan dengan menggunakan nebulizer untuk mendapatkan sputum diinduksi. Spesimen yang terlalu kental dihomogenisasi dengan menambahkan bahan bersifat mukolitik yaitu crystalline N-acetyl-L-cystine. Sampel yang homogen dapat langsung diperiksa langsung di bawah mikroskop dan diinokulasi pada media (0,5 mL).Spesimen yang berasal dari saluran pernapasan mengandung berbagai jenis mikroorganisme, sehingga untuk menumbuhkan jamur patogen ditambahkan antibakteri untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Kombinasi agar non-selektif seperti agar SABHI (agar penghambat jamur) dan agar BHI (brain-heart infusion) dengan kloramfenikol dan sikloheksimid merupakan media yang juga dapat digunakan untuk kultur jamur dari spesimen saluran p ernapasan.
4. Urin Sampel urin harus segera diperiksa setelah pengambilan sampel. Sampel urin yang telah lebih dari 24 jam tidak dapat digunakan untuk bahan kultur. Pemeriksaan langsung dapat dilakukan untuk menemukan sel ragi maupun hifa. Preparasi untuk kultur dilakukan dengan teknik sentrifugasi, sedimen dikultur pada agar SABHI dan agar BHI dengan kloramfenikol dan sikloheksimid untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
5. Luka dan Jaringan 7
Cairan pada luka dapat diperiksa untuk menemukan granula, jika tidak terdapat granula sampel dapat langsung ditanam pada permukaan agar. Jaringan yang akan diperiksa terlebih dahulu diproses dengan Stomacher (Tekmar, Cincinnati, Ohio) yang berfungsi mengeluarkan sitoplasma sel-sel pada jaringan dalam media cair. Suspensi media cair selanjutnya dijadikan bahan pemeriksaan. Sebanyak 0,1 mL suspense dapat dikultur pada permukaan media dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 21 hari.
d.
Persiapan Media 1. Sabaroud Dextrose Agar (SDA) Kegunaan
:
Untuk budidaya jamur nonpatogenik dan patogenik khusunya dermatofita Pembuatan
:
Menimbang berat media dengan timbangan analitik, untuk 1 liter air digunakan 65 gram media SDA
Media dimasukan pada labu erlenmeyer dan tambah air 1 liter
Dipanaskan diatas kompor listrik
Dan ditutup dengan kapas sumbat dan melapisi dengan alumunium foil Mensterilkan media dengan autoklaf tekanan 1 atn suhu 121 C selama 15-20 menit
Memanaskan kembali lalu tuangkan pada cawan petri
2. Brain Heart Infussion Agar (BHI) Kegunaan
:
Khusus untuk isolasi jamur Histoplasma capsulatum Pembuatan
:
Larutkan 37 gram media dalam 1 liter air
Panaskan dan aduk sampai larut
Autroclave tekanan 121 C selama 15-20 menit 8
Memanaskan kembali lalu tuangkan pada cawan petri
3. Potato Dextrosa Agar (PDA) Kegunaan
:
Untuk meningkatkan produksi pigmen dan spora dari berbagai jamur Pembuatan
:
Mengupas kentang, memotong-motong seukuran dadu dan mencucinya
Menimbang sebnayak 200 gram, dextrosa 10 gram, agar 15 gram, dan aquadest 1 liter
Masuklan dalam erlenmeyer dan didihkan pada penangas
Setelah mendidih, mengangkat larutan dan menyaring, esktrak dengan kertas saring dan corong lalu masukan pada erlenmeyer
Dan ditutup dengan kapas sumbat dan melapisi dengan alumunium foil
Mensterilkan media dengan autoklaf tekanan 1 atn suhu 121 C selama 15-20 menit
Memanaskan kembali lalu tuangkan pada cawan petri
4. Bird Seed Agar Kegunaan
:
Media padat yang digunakan untuk isolasi dan diferesnsial cryptococcus neoformans Pembuatan
:
Campurkan biji Grinded Guizotia abyssinica dengan 1000 ml air suling
Rebus selama 30 menit, melewati kertas saring dan sesuaikan volume hingga 1000 ml
Tambahkan sisa bahan untuk filtrat dan larutkan.
Autoklaf pada 110°C selama 15-20 menit
Dinginkan hingga 48° C dan tambahkan 0,5 ml Penicillin G dan 0,5 ml Gentamisin ke setiap 500 ml Agar Benih Burung
Campurkan dengan lembut dan tuangkan ke dalam cawan petri.
9
5. Bromocresol purple milk solids agar Kegunaan
:
Utnuk isolasi spesies Trichophyton Pembuatan
:
Campurkan Air suling 1000 mL, Susu bubuk skim (Brand Carnation) 80 g, Bromcresol (atau bromocresol) ungu (larutan 1,6% dalam alkohol) 2 mL
Larutkan dalam 2 liter dan autoclave 121C selama 10 menit
Campurkan Glukosa 40 g, air suling sebanyak 200 mL
Larutkan dan autoclave di 121C selama 10 menit
Campurkan Bacto agar (BD 214010) 30 g, Air suling 800 mL
Rendam selama 15 menit dalam labu 3 liter; autoclave di 121C selama 10 menit.
Campurankan campuran A dan B ke bagian campuran C. Sesuaikan pH akhir menjadi 6,6. Secara aseptik membuang lereng (7 mL menjadi beberapa botol).
6. Creatinine dextrose bromothymol blue thymine (CDBT) media Kegunaan
:
Untuk diferensiasi C. neoformans var. neoformans dan C. neoformans var. grubii Pembuatan
:
Larutkan bahan solusi A dalam gelas kecil dan sesuaikan pH hingga 5,6 Kreatinin 1 g, Dekstrosa 0,5 g, KH2PO4 1 g, MgSO4.7H2O 0,5 g, Timin 0,1 g, Air suling 980 mL dan simpan dalam kulkas
Larutkan bahan solusi B Bromothymol Blue 0,4 g di dalam NaOH 0,01 N 64 ml
Tambahkan ke air 63 ml
Untuk menyiapkan media (1 liter untuk piring):
Solusi A 980 mL Larutan B 20 mL
Bacto agar (BD 214010) 20 g
Autoklaf ke 121 C selama 15 menit, dinginkan hingga 48 C dan buang sebagai
pelat.
7. Canavanine glucose bromothymol blue (CGB) media 10
Kegunaan
:
Untuk diferensiasi C. neoformans dan C. gattii (Kwon-Chung et al. 1982). Pembuatan
:
Solusi A : Glycine Univar 10 g, KH2PO4 1 g, MgSO4 1 g, Tiamin HCl 1 mg, L-canavanine sulfat 30 mg, Air suling 100 mL
Larutkan bahan dalam gelas kecil dan sesuaikan pH hingga 5,6
Filter sterilkan larutan menggunakan filter 0,22 μm.
Simpan dalam kulkas.
Solusi B (Aqueous Bromothymol Blue) : Bromothymol Biru 0,4 g, 0,01 N NaOH 64 mL, Air suling 36 mL
Larutkan Bromothymol Blue di dalam NaOH
Tambahkan ke air.
Untuk menyiapkan medium (1 liter untuk piring)
Air suling 880 mL, Larutan B 20 mL, Bacto agar (BD 214010) 20 g
Autoklaf ke 121C selama 15 menit, dinginkan hingga 48C.
Untuk piring tambahkan 100 mL larutan yang difilter A dan campurkan.
8. Cornmeal agar Kegunaan
:
Untuk produksi chlamydospore oleh Candida albicans dan untuk pemeliharaan kultur stok jamur. Pembuatan
:
Sebanyak 12,5 g bubuk CMA dan 3,8 g agar ditambahi akuades hingga volume mencapai 1.000 ml
Campuran tersebut kemudian dipanaskan hingga mendidih dan larut sempurna
Medium dimasukkan ke sejumlah tabung reaksi masing-masing sebanyak 3 ml
Medium kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 121° C dan tekanan 2 atm selama 15 menit.
9. Malt extract agar Kegunaan
: 11
Untuk pengamatan fenotifik Pembuatan
:
Sebanyak 20 g agar dan 50 g malt extract dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahi akuades hingga 1.000 ml
Larutan dipanaskan dengan penangas air hingga mendidih dan semua bahan larut sempurna. Medium disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 115° C dan tekanan 2 atm selama 15 menit.
Medium yang sudah disterilkan ditambahi dengan antibiotik tetrasiklin pada saat suhu medium ± 45°C kemudian dituang ke cawan Petri masing-masing sebanyak 15--20 ml.
10.Cornmeal glucose sucrose agar Kegunaan
:
Untuk merangsang sporulasi di beberapa zygomycetes, terutama Saksenaea dan Apophysomyces. Pembuatan
:
Campurkan bahan : Agar-Agar jagung (BD) 17 g, Dextrose (Glukosa) 2 g, Sukrosa 3 g, Ekstrak ragi (Difco) 1 g, Air suling 1000 ml ke dalam 100 ml H2O, rebus air yang tersisa
Tambahkan air mendidih ke dalam campuran dan didihkan.
Dispense for slopes
Autoklaf selama 10 menit pada 121C, angkat dan miringkan.
11.Modified dixons agar Kegunaan
:
Untuk isolasi dan penanaman utama Malassezia furfur. Pembuatan
:
Rendam bahan-bahan Ekstrak Malt (Oxoid L39) 9 g, Bacto Tryptone 1,5 g, Ox-bile Desiccated (Oxoid L50) 5 g, Tween 40 2,5 ml, Asam oleat 0,5 g, Gliserol 0,5 mL, Bacto agar (BD) 3 g, Air suling 250 mL selama 15 menit dalam air
Didihkan air yang tersisa, tambahkan ke bahan lainnya. Didihkan sekali lagi 12
Dispense for slopes
Autoklaf pada 121 C selama 10 menit dan kemudian miringkan.
12.Czapek Dox agar Kegunaan
:
Untuk isolasi utama dermatofit, terutama Trichophyton spp. Media sporulasi ini sangat berguna untuk meningkatkan perkembangan struktur mikroskopis yang relevan yang dihasilkan oleh berbagai dermatofit Pembuatan
:
Menimbang bahan 45,4 g kemudian direbus dengan air 1000 ml setelah itu
diaduk sampai larut dan mendidih
Saring dengan kertas saring agar terbebas dari kotoran
Kemudian autoklaf lalu masukan pada erlenmeyertutup dengan kapas dan tutup dengan kertas alumunium
13. 1% Peptone Agar Kegunaan
: Untuk budidaya dan diferensiasi jamur
Pembuatan
:
Rendam agar dan pepton dalam jumlah sedikit air
Rebus air yang tersisa, tambahkan ini ke bahan perendaman dan didihkan lagi.
Dispense for slopes.
Autoklaf selama 10 menit pada 121C, kemudian miring pada rak.
14. Sabouraud's Dextrose Agar (SDA) + Cyclohheximide (0,05%) Kegunaan
: Untuk isolasi utama dan budidaya dermatofita
Pembuatan
:
Rendam semua bahan, kecuali Gentamisin, dalam 100 mL air.
Rebus air yang tersisa, tambahkan ke bahan perendaman, dan biarkan mendidih agar larut, aduk dengan baik untuk mencegah dari hangus. 13
Tambahkan Gentamicin. Campur dengan baik.
Dispense for slope jika diperlukan.
Autoclave di 121C selama 10 menit. Hapus dan miringkan, atau tuangkan piring sesuai kebutuhan.
15. Sabouraud's Dextrose Agar (SDA) 5% NaCl Kegunaan
:
Untuk budidaya dan diferensiasi dermatofit terutama T. rubrum dari T. Mentagrophytes Pembuatan :
Rendam bahan di sekitar 100 ml air.
Membawa sisa air hingga mendidih, tambahkan ke bahan perendaman.
Dispense for slopes.
Autoklaf di 121C selama 10 menit, lalu miringkan rak.
2. Fase Intra-Analitik (Analitik)
Fase intra-analitik diawali dengan memutuskan penerimaan atau penolakan sampel, pengambilan, pengolahan, pemeriksaan sampel, kultur (biakan). A. Pengambilan Sampel
1. Kuku o
Disiapkan pisau scalpel dan gunting kuku steril.
o
Dibersihkan kuku dengan kapas beralkohol, dibiarkan kering.
o
Sementara kuku mengering, disiapkan media yang digunakan.
o
Ditulis no.lab., nama pasien, dan tanggal pengambilan sampel.
o
Digunakan cawan petri steril untuk menampung potongan dan kerokan kuku.
o
Dipotong kuku dengan gunting kuku. Diusahakan potongan kuku agak besar, untuk direndam dalam KOH Parker Blue 20%.
o
Sisa potongan kuku dikerok dengan pisau scalpel untuk ditanam dalam yang sudah disiapkan.
2. Kulit o
Disiapkan pisau scalpel steril. 14
media
o
Dibersihkan kulit yang akan dikerok dengan kapas beralkohol, dibiarkan mengering.
o
Sementara kulit mengering, disiapkan media yang akan digunakan.
o
Ditulis no.lab., nama pasien, dan tanggal pengambilan sampel.
o
Dikerok bagian kulit yang terinfeksi.
o
Kerokan yang sudah terkumpul sebagian ditabur (ditanam) dalam media yang sudah disiapkan, sebagian dibuat preparat KOH.
3. Rambut o
Cara pengambilan sampel dari kepala sama dengan pengambilan sampel dari kulit. Hanya ditambah dengan akar rambut, karena biasanya terdapat spora pada akar rambut (endotriks ataupun eksotriks).
B. Pengolahan Sampel
Dalam Pengolahan sampel pasien, hanya sampel kuku yang harus diolah. Cara pengolahan : a. Sampel kuku dikerik. b. Sampel kuku yang agak besar direndam dalam larutan KOH Parker Blue 20% (2-3 tetes) dan disimpan selama 1 malam dalam suhu/temperatur ruangan.
C. Pemeriksaan Sampel
1. Kuku Disiapkan object glass, diberi nomor lab. dipinggirnya. Diambil 1-2 Ose sampel kuku yang telah direndam dalam KOH Parker Blue
20% dan oleskan di atas object glass. Diusahakan agar mendapatkan kuku yang berbentuk seperti bubur. Ditutup dengan cover glass. Ditekan sedikit agar didapat preparat yang cukup
tipis. Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa okuler 10x dan lensa
objektif 10x atau dengan lensa objektif 40x. 15
2. Kulit Disiapkan object glass, diberi nomor lab. dipinggirnya. Kerokan kulit dikumpulkan dibagian tengah object glass. Diteteskan 1 tetes larutan KOH Parker Blue 20% dipinggirnya. Dengan menggunakan cover glass, dicampurkan kerokan kulit dengan larutan
tadi dengan ditutup dengan cover glass tadi. Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa okuler 10x dan lensa
objektif 10x atau dengan lensa objektif 40x. 3. Rambut Disiapkan object glass, diberi nomor lab. dipinggirnya. Rambut dan kerokan kulit kepala dikumpulkan dibagian tengah object glass. Diteteskan 1 tetes larutan KOH Parker Blue 20% dipinggirnya. Dengan menggunakan cover glass, dicampurkan rambut dan kerokan kulit dengan
larutan tadi dengan ditutup dengan cover glass tadi. Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa okuler 10x dan lensa
objektif 10x atau dengan lensa objektif 40x.
K ultur 1.
Kuku Sampel kuku yang telah dikerik masing-masing dimasukkan kedalam plate SBRC
Agar dan Dermatophyte Test Medium (DTM). Dibungkus plate yang telah berisi isolat dari sampel kuku dengan menggunakan
kertas Non Woven Blue. Disimpan pada suhu / temperatur ruangan (25 - 30oC) selama 1 bulan. Diamati
perkembangan tiap 1 minggu. 2. Kulit Sampel kerokan kulit masing-masing dimasukkan kedalam plate SBRC Agar dan
Dermatophyte Test Medium (DTM). Dibungkus plate yang telah berisi isolat dari sampel kuku dengan menggunakan
kertas Non Woven Blue.
16
Disimpan pada suhu / temperatur ruangan (25 - 30oC) selama 1 bulan. Diamati
perkembangan tiap 1 minggu. 3. Rambut Sampel rambut dan kerokan kulit kepala masing-masing dimasukkan kedalam
plate SBRC Minyak Agar dan Dermatophyte Test Medium (DTM). Dibungkus plate yang telah berisi isolat dari sampel kuku dengan menggunakan
kertas Non Woven Blue. Disimpan pada suhu/temperatur ruangan (25-30oC) selama 1 bulan. Diamati
perkembangan tiap 1 minggu.
Subkultur
1. Disiapkan media SBRD Agar / Rice Medium (jamur tertentu), diberi no. Lab dan tanggal. 2. Pada safety cabinet, diambil sedikit koloni tersangka dan tanam pada media SBRD Agar / Rice Medium yang tadi sudah disiapkan. 3. Diinkubasi pada suhu 35-37°C
Slide Culture
Kegunaan : Untuk melihat morfologi mikroskopis fungi yang terdiri dari bentuk hifa, spongarium, konidia dll. Prosedur : 1.
Disiapkan cawan petri steril, batang Z/N, object glass dan cover glass bersih dan steril, 1x1 cm media SBRD Agar, dan koloni jamur golongan Moulds.
2.
Disimpan batang Z/N kedalam cawan petri, ditaruh object glass diatasnya.
3.
Ditaruh media SBRD Agar ukuran 1x1 cm diatas object glass tersebut.
4.
Dengan jarum tusuk, diambil sedikit jamur (diambil sampai ke akarnya), lalu oles rata dipinggir-pinggir media SBRD Agar tadi.
5.
Media yang sudah diolesi tadi ditutup dengan cover glass.
6.
Diberi air atau aquadest steril didasar cawan tersebut agar tidak kering saat diinkubasi. 17
7.
Disimpan di suhu ruangan selama 2-3 hari.
8.
Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa okuler 10x dan lensa objektif 10x atau dengan lensa objektif 40x.
Hair Perforation Test
Kegunaan : untuk membantu membedakan antara jamur golongan dermatofita, seperti Trichophyton mentagrophytes dan spesies lainnya. Prosedur : Dilakukan dengan menempatkan organisme ke dalam cawan petri berisi air, ekstrak ragi, dan rambut. Laboratorium mikologi Mayo Clinic telah mengidentifikasi lima dermatofita umum; Microsporum gypseum, Microsporum canis, Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Trichophyton tonsurans.
Tap Water Agar
Kegunaan : Untuk membantu membedakan antara jamur golongan dermatofita, seperti Trichophyton mentagrophytes dan spesies lainnya. Prosedur : Tes ini dilakukan dengan menempatkan organisme ke dalam cawan petri berisi air, ekstrak ragi, dan rambut.
Rice Grain Slopes
Kegunaan : Untuk pencacahan, budidaya dan pengamatan sporulasi beberapa jamur. Prosedur : Campurkan 20 gram dalam 1000 ml air suling. Panaskan hingga mendidih untuk melarutkan media sepenuhnya. Sterilkan dengan autoklaf dengan suhu 121 oC selama 15 menit. Tempatkan sesuai yang diinginkan.
18
D. Teknik Pewarnaan dan Pemeriksaan Mikroskopis 1. KOH with calcofluor putih
Kegunaan : mengikat dinding sel karbohidrat kompleks dan menyebabkan jamur berwarna biru putih terang, sel manusia tidak memperlihatkan fluoresensi. Prosedur : Spesimen ditempatkan di atas objek glass dalam tetesan 10-20% KOH, denga atau tanpa calcofluor white, yang merupakan pewarna dinding sel fungi nonspesifik yang dilihat dengan mikroskop fluoresen. Spesimen ditutup dengan deck glass segera diperiksa dan diulangi lagi setelah 20 menit.
2. KOH with chlorazol hitam
Kegunaan : Preparat yang tidak dilakukan pengecatan dapat juga diberi pengecatan dengan Chlorazol Black E, untuk pembuatan preparat permanen. Prosedur : 1. Spesimen dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% selama 24 jam atau dipanaskan hingga jernih 2. cuci dengan akuades, lalu dimasukkan ke dalam larutan ethanol 70 % selama 24 jam 3. Masukkan ke dalam larutan 1 % Chlorazol black yang dilarutkan dalam ethanol 70 selama 10 - 20 menit. 4. Dehidrasi melalui alkohol (ethanol) 85%, 95 % dan alkohol absolut. 5. Dijernihkan dengan xylol dan creosot 6. Spesimen ditaruh di atas gelas benda dan diberi canada balsem. Lalu, tutup dengan gelas penutup dan diberi etiket.
3. Tinta India
Kegunaan : Digunakan pada sediaan basah untuk sedimen CSS memperjelas kapsul cryptococcus neofarmans 19
4. Lactophenol Cotton Blue (LCB)
Kegunaan : Untuk mewarnai kapang dan hasilnya warna biru Prosedur :
Larutan cotton blue pada distilled water, biarkan semalam untuk memisahkan pewarna yang tak larut
Tambahkan phenol crystal ke lactic acid dalam beaker glass . aduk dengan megnetic stirrer sampai larut
Tambahkan glycerol
Saring larutan dan distilled water dan tambahkan pada larutan kedua (phenol lactic acid dan glycerol) aduk, dan simpan pada suhu ruang.
5. Pemeriksaan langsung
Kegunaan : Untuk melihat apakah adanya infeksi jamur perlu dibuat preparat langsung dari kulit, kuku dan rambut. Prosedur : 1. Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi yang sebelumnya sudah dibersihkan alkohol 70% 2. Dikerok dengan skalpel dan ditampung dalam lempeng steril 3. Sediaan ditetesi larutan KOH yang diberi tinta p arker biru hitam 4. Dipanaskan di api kecil jangan sampai menguap dan tutup 5. Amati pada mikroskop 6. Teknik Cellotape Flag
Kegunaan
:
untuk pemasangan cepat jamur bersporasi karena membuat lebih banyak struktur reproduksi utuh Prosedur
:
Menggunakan selotape lebar 2cm dan tongkat aplikator kayu (stik oranye) membuat bendera selotape kecil (2x2 cm). 20
Dengan menggunakan teknik steril, tekan dengan lembut sisi lengket bendera ke
permukaan budaya. Hapus dan gunakan setetes alkohol 95% ke bendera, ini bertindak sebagai agen
pembasahan dan juga melarutkan perekat lem yang menahan bendera ke tongkat aplikator. Tempatkan bendera ke setetes kecil kapas biru Lactophenol pada slide kaca
bersih, lepaskan tongkat aplikator dan buang, tambahkan setetes noda, tutup dengan penutup kaca, tekan dengan lembut dan bersihkan noda berlebih.
E. Uji Sensitivitas Antifungi
Tujuan
: untuk uji kepepkaan antimikroba adalah untuk memberikan data in vitro mengenai ketepatan dan kemampuan natimikroba sehingga mendapat jaminan pengobatan optimal.
Metode
: difusi disk
Bahan
: - Jamur Candida albicans - Media Saboroud Dextrose Broth - Fluconazole - Nistatin
Cara Kerja
:
1. Sampel uji fluconazole dan istatin dibuat sebanyak 6 variasi konsentrasi 2. Dibuatb dengan konsentrasi 2048 mikrogram/ml lalu diencerkan sebanyak 2 kalinya sampai memperoleh 6 variasi 3. Sampel uji nistatin dengan cara pengenceran sampel candistin 100 kali, kemudia dari sampel tsb dibuat larutan stok konsentrasi 600mikrogram/ml sebanyak 6 v ariasi Analisisi data : dengan secara deskriptif mengkategorikan nilai rata-rata diameter zona hambat sampel uji. F. Kriteria Penolakan o
Label yang tidak sesuai atau tanpa label
o
Waktu pengambilan dan penerimaan di laboratorium melebihi ketentuan
o
Tempat penampungan yang tidak sesuai atau tidak steril
o
Kontaminasi benda asing yang jelas 21
G. Identifikasi
a. Ciri makroskopik yang terlihat pada biakan, seperti koloni, permukaan, pigmen dan buih. b. Ciri mikroskopik dengan melihat dibawah mikroskop cahaya sediaan yang telah di cat dengan LPCB untuk melihat spora, hifa dan bentuknya. H. Interpretasi Hasil
a.
Pembacaan karakteristik jamur dengan memperhatikan beberapa ciri khas dari
gambaran makroskopis dan mikroskopis, sebagai berikut : 1) Makroskopis : permukaan, koloni, pigmen, buih. 2) Mikroskopis : spora, hifa, dan bentuknya. b. Pembacaan hasil uji kepekaan jamur Pembacaan hasil diukur dengan melihat kekeruhan yang dibandingkan dengan kontrol positif untuk melihat kadar hambat minimal
3. Fase Pasca-Analitik
Fase ini terutama terdiri dari pelaporan individual dan epidemilogi. Sangat disarankan laporan disampaikan dalam bentuk tercetak agar mudah terbaca dan menghindari kesalahan baca, dengan mencantumkan nama ahli mikrobiologi, alamat dan nomor telepon yang mudah dihubungi. Sedapat mungkin nama mikroba ditulis hingga spesiesnya.
22
Daftar Pustaka
Nugoroho, Waskito. 2011. Identifikasi jamur dan pola kepekaan pada pasien infeksi saluran kemih di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta : Yogyakarta https;//mycology.adelaide.edu.au/laboratory/cdbt/ Jawetz, Melnick dan Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta : EGC Gandasoebrata, r. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat www.himedialabs.com
23