KEGAGALAN KONSTRUKSI “JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA”
LATAR BELAKANG Jembatan Kutai Kartanegara merupakan prasarana transportasi yang vital yang menghubungkan Kabupaten Kutai Kartanegara dengan wilayah-wilayah lain di seberangnya, terutama Kota Samarinda.
LATAR BELAKANG Jembatan Kutai Kartanegara adalah salah satu jembatan yang dirancang dengan menggunakan cable-suspension sebagai konstruksi utamanya yang berfungsi sebagai penahan sekaligus penyalur tegangan-tegangan yang terjadi yang diakibat beban-beban statis ataupun juga beban-beban dinamis. Dimana dalam perhitungan konstruksi jembatan biasanya diistilahkan dengan Beban Mati (Dead Load) dan Beban Hidup (Live Load). Runtuhnya jembatan tersebut pada akhir 2011 memberikan dampak secara luas terhadap mobilitas masyarakat di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal ini menimbulkan kecurigaan apakah pihak perencana telah melakukan perencanaan dengan baik atau belum melakukan perencanaan dengan baik.
DESKRIPSI JEMBATAN Jembatan Kutai Kartanegara, Kaltim mulai dibangun pada Tahun 1995 dan diresmikan pada Tahun 2001. Kontraktor Pelaksana : PT Hutama Karya Konsultan Perencana : PT Perencana Djaja Konsultan Pengawas : PT PCI Consultant. Biaya konstruksi : 120 M Pendanaan berasal dari : • APBD Kabupaten, APBD Propinsi. • APBN SPL OECF, APBN 1999/2000, Bantuan kabel dan rangka baja. • DAK Pemeliharaan : 2005, 2008, 2011 • Pelaksana Pemeliharaan 2011 : PT Bukaka
DATA TEKNIS JEMBATAN Tipe Jembatan Panjang total Jembatan Main span Side span Approach span Navigation clearance Tinggi portal pylon Lebar jalur lalu lintas Lebar trotoar Lebar total jembatan Vehicle clearance
: Gantung (Suspension Bridge) : 710 m : 270 m : 100 m : 120 m : 15 m : 53 m :7m :1m :9m :5m
DATA TEKNIS JEMBATAN 1. STRUKTUR BAWAH : • Jenis fondasi : Tiang pancang baja diameter 600 mm dan 1000 mm. • Pilecap dan kolom portal beton dengan mutu beton K-225.
2. STRUKTUR ATAS : • Rangka baja : Truss type 45 A Bukaka setara dengan rangka baja Austria. • Length of truss : 470 m • Jumlah strands kabel utama : 2 x 19 strands. • Number of clamps and hanger : 2 x 44 bh. • Kabel utama dan kabel penggantung vertikal (hanger) produksi luar negeri yang dipesan dari Kanada dan Austria. • Alat sambung kabel penggantung ke kabel utama (unit sadle and clamps) produksi dalam negeri. • Lantai jembatan komposit baja beton dengan span deck. • Portal Pylon terdiri dari Portal Beton (tinggi 15 m) pada bagian bawah dan Portal Baja (tinggi 38 m) pada bagian atas yang dihubungkan dengan baseplate dan angkur.
KRONOLOGIS KEJADIAN Jembatan Kutai Kartanegara yang roboh pada 26 November 2011 waktu setempat mengakibatkan 24 orang meninggal dunia. Saat kejadian, sebenarnya jembatan yang baru dibangun sekitar 11 tahun lalu ini sedang dalam perbaikan. Berdasarkan laporan Tim Investigasi dari LPPM UGM, berikut informasi awal saat kejadian: 1) Terdapat aktivitas persiapan perbaikan (Rehabilitasi Jembatan) satu sisi badan jembatan yang dilakukan oleh 6 orang pekerja dari PT. Bukaka. 2) Kegiatan dilaksanakan tanpa melakukan penutupan lalu-lintas kendaraan di jembatan. 3) Informasi dari Pemda Kabupaten Kutai Kartanegara, ada berita acara akan dilakukan penutupan jembatan selama 21 hari kegiatan pemeliharaan. 4) Kegiatan Penutupan Jembatan belum dilaksanakan karena masih dinyatakan sebagai Tahap Persiapan. 5) Item pokok kegiatan perbaikan adalah pengecekan, penggantian dan pengencangan baut yang kendor. 6) Diindikasikan pada saat terjadi pengencangan baut jembatan, dan beban lalu-lintas kendaraan tetap bekerja, tiba-tiba alat sambung kabel penggantung di bentang tengah lepas dari kabel utamanya. 7) Seluruh alat sambung kabel penggantung vertikal (sadel dan klem) di bentang tengah jebol dan jembatan runtuh, selama kurang lebih 30 detik. 8) Data korban dilaporkan 4 orang meninggal, dan kurang lebih 40 orang hilang.
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 1) Kabel penggantung utama kondisinya masih utuh
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 2) Blok ujung dan angkur strands kabel utama di dekat abutment tidak jebol.
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 3) Dua buah portal pylon baja (arah Samarinda dan Tenggarong) masih berdiri walaupun baseplate pada kaki portal baja ada yang sudah sudah tergeser atau terangkat sebagian dari kolom pedestalnya.
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 4) Kolom beton pedestal di bawah kaki portal pylon rata-rata masih utuh hanya ada sedikit bagian yang mengalami spalling selimut beton pada bagian baseplate yang terangkat. 5) Fondasi tiang pancang baja dan pilecap-nya masih kelihatan kokoh berdiri menyangga kaki kolom portal pylon beton.
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 6) Seluruh konstruksi rangka (truss) jembatan jatuh beserta kabel penggantung vertikalnya (hanger).
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 7) Hampir semua alat sambung kabel penggantung vertikal ke kabel utama (unit sadle and clamps) rusak dan terlepas dari kabel utamanya dan hanya ada satu yang tersisa yaitu yang terletak dekat portal pylon arah ke Samarinda dengan kondisi kabel vertikal (hanger) masih tergantung pada kabel utama tetapi klem ujung bawahnya sudah terlepas.
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 8) Tidak dijumpai kabel penggantung vertikal (hanger) yang putus di bagian kabelnya tetapi hampir semua alat sambung kabel penggantung vertikal ke kabel utama (unit sadel dan klem) rusak atau patah dan puing-puingnya banyak dijumpai di lapangan.
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 9) Portal baja pylon arah ke Samarinda, salah satu kakinya terangkat sekitar 5 cm pada sisi luar baseplat.
KONDISI JEMBATAN SETELAH RUNTUH 10) Kondisi kaki pylon portal baja arah Tenggarong bergeser sekitar 50 sampai 60 cm dari kedudukannya.
HIPOTESIS KEGAGALAN Berdasarkan kondisi-kondisi yang disebutkan sebelumnya, menunjukkan bahwa Pada saat konstruksi alat sambung kabel penggantung vertikal ke kabel utama (unit sadel dan klem) patah pada bagian baut klemnya, maka akan terjadi redistribusi beban yang lebih besar yang disertai impact pada kabel vertikal di sebelahnya yang mengakibatkan konstruksi alat sambung kabel penggantung di sebelanya ikut patah karena kekuatannya terlampaui. Apabila bahan alat sambung kabel penggantung tersebut telah mengalami degradasi kekuatan akibat kelelahan (fatigue) pada bagian yang mengalami konsentrasi tegangan akibat geser, maka peristiwa ini menimbulkan efek secara beruntun sampai seluruh truss jembatan dan kabel penggantungnya terlepas dari kabel utamanya. Kegagalan geser pada baut klem alat sambung ini bersifat getas (brittle) sehingga terjadinya secara tibatiba tanpa ditandai gejala adanya deformasi (lendutan) yang besar Pada struktur. Adanya satu kabel vertical yang masih tersisa beserta Konstruksi alat sambungnya yang terletak dekat portal pylon Diduga Pada saat truss jembatan jatuh dan menghantam Balok Diafragma Portal beton, posisi Truss miring ke arah sisi depannya sehingga klem kabel vertical bagian bawah yang lepas.
HIPOTESIS KEGAGALAN Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sebagian besar lokasi titik lemah terjadinya patah geser pada alat sambung kabel penggantung vertikal ke kabel utama (unit klem dan sadel) adalah pada bagian baut klemnya seperti gambar berikut,
KONSEKUENSI KEGAGALAN Runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara (JKK) pada tanggal 26 November 2011 silam mengundang keprihatinan. Selain merenggut korban jiwa dan mengakibatkan kerugian materi, peristiwa tersebut juga menimbulkan perubahan pola mobilitas orang dan barang terkait dengan berbagai kegiatan sosial ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara dan sekitarnya. Dampak tersebut diperkirakan berlangsung dalam beberapa tahun ke depan, sampai berdirinya kembali jembatan baru yang menggantikan yang runtuh tersebut.
KONSEKUENSI KEGAGALAN 1. BIDANG PENDIDIKAN Setelah jembatan runtuh, siswa-siswi warga Tenggarong Seberang (dan kecamatan-kecamatan di sekitarnya) yang bersekolah di Tenggarong, serta guru dan tenaga kependidikan yang bekerja di Tenggarong harus menggunakan ferry dan ketinting. Pada pagi hari hingga siang atau sore pada jam pulang sekolah ferry dan ketinting dari Tenggarong Seberang ke Tenggarong dan sebaliknya dipenuhi oleh murid sekolah, guru dan tenaga kependidikan. Sejumlah warga yang ditanya tentang masalah yang dihadapi akibat gangguan mobilitas dalam kegiatan pendidikan, memberikan jawaban yang bervariasi. Diantaranya mengaku biaya yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi, ada yang menyatakan waktu tempuh lebih lama, kualitas layanan menurun, dan sebagainya. Tetapi ada juga yang menyatakan tidak mengalami kendala yang berarti.
KONSEKUENSI KEGAGALAN Dari uraian sebelumnya terlihat dampak dari perubahan mobilitas dalam kegiatan pendidikan tersebut cukup luas secara geografis. Sebab masyarakat yang merasakan dampaknya bukan hanya bertempat tinggal dalam radius dekat, melainkan juga yang bertempat tinggal jauh dari Jembatan. Akan tetapi masyarakat masih bisa menerima atau mentoleransi gangguan yang mereka alami. Dengan demikian dampak yang ditimbulkan dapat dikatakan dalam intensitas atau tingkat yang rendah. Bahkan belum diketahui adanya siswa yang putus sekolah akibat runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara tersebut.
KONSEKUENSI KEGAGALAN 2. LAYANAN KESEHATAN JKK (Jembatan Kutai Kartanegara) sebelum runtuh dimanfaatkan masyarakat untuk mengakses berbagai macam layanan kesehatan. Rumah Sakit Umum (RSU) di tingkat kabupaten, yaitu AM Parikesit terletak di Kota Tenggarong. RSU ini memiliki peralatan kedokteran, dokter umum dan spesialis, serta tenaga medis yang cukup memadai. Sehingga warga Tenggarong Seberang yang bertempat tinggal tak jauh dari Sungai Mahakam lebih memilih RSU AM Parikesit untuk memperoleh layanan kesehatan. Ibu-ibu warga Tenggarong Seberang yang akan melahirkan biasanya juga menggunakan mobil ambulans melewati JKK. Sekarang setelah jembatan runtuh, mobil ambulans harus diseberangkan dengan ferry, dan sudah tentu waktu tempuh perjalanannya menjadi lebih panjang Dilihat dari mobilitas terhadap akses kesehatan masyarakat Tenggarong Seberang mengaku terganggu akibat runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara karena mereka biasa mengakses layanan kesehatan di Tenggarong. Selebihnya masih bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Polindes atau Rumah Sakit di Samarinda. Di sisi Tenggarong, justru tidak terganggu.
KONSEKUENSI KEGAGALAN Kendala yang dihadapi untuk mendapatkan fasilitas kesehatan adalah waktu tempuh menjadi lebih lama, biaya yang dikeluarkan lebih besar untuk transportasi, tidak tahu dan mengeluhkan kualitas layanan menjadi menurun. Berdasarkan uraian di atas, perubahan mobilitas di bidang layanan kesehatan akibat runtuhnya JKK tidak berdampak terlalu luas secara geografis. Sebab masyarakat yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap fasilitas kesehatan hanya mereka yang bertempat tinggal di Tenggarong Seberang. Itupun hanya warga yang tinggal di tepian Sungai Mahakam. Warga yang tempat tinggalnya dalam radius yang semakin jauh dari tepi Mahakam lebih banyak mengakses layanan kesehatan ke Samarinda. Meskipun berdasarkan cakupan geografis dampaknya tidak terlalu luas, namun dari sisi urgensi hal tersebut tidak bisa dianggap ringan. Layanan kesehatan mencakup kecepatan dan ketepatan penanganan karena menyangkut keselamatan jiwa seseorang. Dengan demikian dampak pada layanan kesehatan akibat runtuhnya JKK dapat dikategorikan dalam intensitas atau tingkat sedang.
KONSEKUENSI KEGAGALAN 3. KEGIATAN PERDAGANGAN JKK memiliki peran yang amat penting dalam kegiatan perdagangan, terutama sebagai sarana menyalurkan berbagai macam komoditas dari Tenggarong ke Tenggarong Seberang (dan kecamatan-kecamatan di sekitarnya). Kebutuhan berbagai jenis kebutuhan hidup sehari-hari banyak yang dipasok dari agen-agen yang berdomisili di Tenggarong dan disalurkan ke Tenggarong Seberang (dan kecamatan-kecamatan sekitarnya) melalui JKK. Setelah jembatan tersebut runtuh, kini disalurkan melalui ferry atau ketinting. Biaya transportasi kemudian meningkat dan selisih biaya tersebut dibebankan kepada konsumen. Oleh karena itu, harga sejumlah barang di Tenggarong Seberang terjadi kenaikan setelah jembatan tersebut runtuh. Sebelum JKK runtuh, di wilayah Tenggarong Seberang terutama dalam radius yang dekat dari jembatan, banyak kendaraan dan orang berlalu-lalang. Namun sejak JKK runtuh, jalur tersebut berubah sepi yang mengakibatkan jumlah pembeli menurun sangat drastis. Bahkan Sebagian besar pelaku usaha kecil di jalur tersebut seperti warung makan, penjual buah-buahan, dll memutuskan untuk menutup warungnya dengan alasan selain sepinya pembeli juga kesulitan belanja bahan sayur-mayur karena harus menyeberang sungai ke Tenggarong.
KONSEKUENSI KEGAGALAN Berdasarkan uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa cakupan dampak yang ditimbulkan oleh perubahan mobilitas terhadap kegiatan perdagangan atau perekonomian secara geografis hanya signifikan di wilayah Tenggarong Seberang. Terutama wilayah yang berada di sekitar tapak JKK atau tidak jauh dari tepi Sungai Mahakam. Meskipun hanya menyangkut sedikit pelaku usaha, namun dikhawatirkan dapat menimbulkan efek berantai berupa bertambahnya angka kemiskinan dan pengangguran akibat kehilangan mata pencaharian. Sehingga intensitas dampak yang ditimbulkan dapat dikategorikan dalam tingkat tinggi.
KESIMPULAN Berdasarkan apa yang dipersentasekan, dapat disimpulkan bahwa runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara disebabkan oleh kegagalan konstruksi pada alat sambung kabel penggantung vertikal (unit klem dan sadel). Akan tetapi hal ini perlu diteliti dan dikaji lebih lanjut lagi dan harus dibuktikan secara laboratorium yang disertai analisis yang akurat. Namun ada beberapa beberapa kemungkinan yang menyebabkan kegagalan konstruksi tersebut antara lain : 1) Kurang baiknya perawatan jembatan yang menyebabkan konstruksi alat penggantung kabel vertikal tidak berfungsi dengan baik dan tidak terdeteksi kemungkinan adanya kerusakan dini. 2) Kelelahan (fatigue) pada bahan konstruksi alat penggantung kabel vertikal akibat kesalahan design dalam pemilihan bahan atau sering terjadi kelebihan beban rencana (over load) yang mempercepat proses terjadinya degradasi kekuatan. 3) Kualitas bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan standar perencanaan yang ditetapkan. 4) Kesalahan prosedur dalam pelaksanaan perawatan konstruksi atau kesalahan dalam menyusun standar operasional dan perawatan konstruksi yang direncanakan. 5) Kemungkinan terjadinya penyimpangan kaidah teknik sipil dalam perencanaan karena seharusnya konstruksi alat penyambung (unit sadel dan klem) harus lebih kuat dari kabel penggantung (hanger) yang disambungkan pada kabel utama. 6) Kesalahan design dalam menentukan jenis bahan/material untuk alat penyambung kabel penggantung vertikal (clamps and sadle) yang dibuat dari bahan besi tuang/cor (Cast Iron) atau kesalahan dalam menentukan jenis atau kapasitas kekuatan alat tersebut.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH