BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Zat Warna Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Pada tabel 1. dapat dilihat beberapa nama gugus kromofor dan memberi daya ikat terhadap serat yang diwarnainya. d iwarnainya. Gugus auksokrom terdiri dari dua golongan, go longan, yaitu: -
-
-
Golongan kation : NH ; NHR; j NR seperti NR CI. 2
-
2
-
-
2
-
-
Golongan anion : S0 H; OH; COOH seperti 0; S0 ; dan lain-lain 3
3
Tabel 1. Nama dan Struktur Kimia Kromofor Nama Gugus
Nitroso Nitro
Struktur Kimia
NO atau (-N-OH) NO2 atau (N2-OOH)
Grup Azo
-N N-
Grup Etilen
-C C-
Grup Karbonil
-C O-
Grup Karbon ± Nitrogen
-C=NH ; CH=N-
Grup Karbon Sulfur
-C=S ; -C-S-S-C-
2.2 Syarat-syarat Zat Warna Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna suatu objek atau suatu kain. Saat ini terdapat banyak sekali senyawa organik berwarna, naman hanya beberapa saja yang sesuai untuk zat warna. Suatu senyawa
organik dapat dikatakan sebagai zat warna jika memenuhi beberapa persyaratan, yakni: 1. Tidak luntur. Zat warna yang baik mempunyai sifat tahan lama, oleh karena itu zat warna tersebut harus terikat kuat pada kain. Setiap jenis kain mempunyai tingkat kesulitan tertentu dalam proses pewarnaan. Bahan yang paling mudah diwarnai adalah sutera, karena mengandung banyak gugus polar yang berantaraksi dengan zat warna (Fessenden, 1982). 2. Mengandung gugus kromofor Gugus kromofor adalah gugus yang dapat menimbulkan warna, seperti nito dan nitroso. Selain itu zat tersebut mengandung gugus yang mempunyai afinitas terhadap serat tekstil seperti amino dan hdoksil. Cat-cat tembok walaupun berwarna namun tidak digolongkan sebagai zat warna karena tidak mempunyai afinitas untuk berikatan dengan serat kain (Mustafa, 2003).
2.2
Macam-macam zat warna 2.2.1
Zat warna langsung Zat warna langsung adalah zat warna yang diaplikasikan langsung pada kain dari suatu larutan (air) panas. Jika tekstil yang akan diwarnai mempunyai gugus polar dalam serat poleptida, maka dengan memasukan zat warna baik yang mengandung amino dengan gugus asam kuat akan menyebabkan warna tidak luntur. Kuning Martius adalah zat warna langsung yang lazim digunakan (Fessenden, 1982).
OH NO 2
O NO2
NH2
+
SERAT
N3H NO2
2.2.2
NO2
Zat warna tong Zat warna tong
adalah suatu zat warna yang diaplikasikan
pada tekstil (dalam suatu tong) dalam bentuk telarut kemudian dibiarkan bereaksi menjadi suatu bentuk tak larut. Zat warna Ind igo adalah contoh zat warna tong. Zat warna ini lazim digunakan di Negara Eropa barat (Fessenden, 1982). O
H N
H N
2
OH
indoksil
2.2.3
O
H N
O
cis indigo
H N
N H O
trans indigo
Zat warna mordan Zat warna mordan adalah zat warna yang di buat tak lar ut pada suatu tekstil dengan mengkomplekskan dengan suatu ion logam yang disebut mordan. Mula-mula tekstil tersebut dioleha dengan suatu logam garam (seperti Al, Cu, Co atau Cr ) k emudian diolah dengan suatu bentuk tak lar ut dari zat warna tersebut. Reaksi pengkompleksan tersebut men jadikan zat warna per manen. Salah satu contoh zat warna mordan tertua adalah alizarin yang membentuk warna berlainan tergantung ion logam yang digunakan (Fessenden, 1982).
sera
O
t
O Al
O
O OH
O
Se pit alizar in ± aluminium 2.2.4
Zat war na azo Zat war na
zo mer upak an k elas zat war na ter besar dan
a
ter penting. Dalam p ewar naan azo, mula-mula tek stil dibasahi d engan se
nuawa
omatik yang terak tifk an ter hada p
ar
ubstitusi
l k tr ofilik,
s
e e
k emudian diolah dengan suatu garam diazonium untuk membentuk zat war na (Fessenden, 1982).
2.3
Klasifik asi Zat War na Zat war na da pat digolongk an menur ut sumber diper olehnya yaitu zat war na
l m dan zat war na
a a
s
intetik. Van Cr of t menggolongk an zat war na ber dasar ka n
pemak aiannya, misalnya zat war na yang langsung da pat mewar nai
t dise butnya
sera
bagai zat war na substantif dan zat war na yang memer luk an zat-zat pembantu
se
upaya da pat mewar nai
s
t dise but zat
sera
k tif. K emudian Henneck membagi zat
rea
war na menjadi dua bagian menur ut war na yang ditimbulk annya, yakni zat war na monogenetik a pa bila member ik an hanya
tu war na dan zat war na poligenatik
sa
pa bila da pat member ik an be bera pa war na. Penggolongan zat war na yang le bih
a
umum dik enal adalah ber dasar ka n konstitusi
(str uk tur molekul) dan ber dasar ka n
aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain. Penggolongan zat warna menurut "Colours Index" volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan TriAril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil, Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain (Heaton, 1994). Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat terbatas. Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan lain-lain. Dari uraian di alas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi. Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat. Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi. Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik.
2.4 Zat Warna Reaktif Dalam daftar "Color Index" golongan zat warna yang terbesar jumlahnya adalah zat warna azo, dan dari zat warna yang berkromofor azo ini yang paling banyak adalah zat warna reaktif zat warna reaktif ini banyak digunakan dalam proses pencelupan bahan tekstil. Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan lat wama terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu. Disamping terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur. Selulosa mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya mampu mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif. Tetapi kecepatan reaktif alkohol primer jauh lebih tinggi daripada alkohol sekunder. Mekanisme reaksi pada umumnya dapat digambarkan sebagai penyerapan unsur positif pada zat warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi. Agar dapat bereaksi zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa dan menetralkan asam-asam hasil reaksi(Manurung, 2004).
2.6.
Xanthylium Salah satu golongan pewarna alam yang banyak dijumpai dalam
tumbuhan adalah antosianin. Antosianin merupakan pigment poli