Usulan Usulan Teknis
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan merupakan bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia di Kalimantan dengan Negara Malaysia. Kawasan perbatasan negara merupakan salah satu kawasan strategis nasional yang wilayah penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara serta pertahanan dan keamanan negara. Untuk itu penting disusun rencana tata ruang kawasan perbatasan negara yang berperan sebagai alat operasionalisasi RTRWN dan sebagai alat koordinasi pelaksanaan pembangunan di kawasan perbatasan negara. Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan telah selesai disusun Peraturan Presidennya. Berdasarkan Perpres No. 31 Tahun 2015, yang dimaksud cakupan kawasan perbatasan negara di Kalimantan meliputi kawasan yang berada di darat. Kawasan perbatasan darat di Kalimantan meliputi kawasan yang beada di kecamatan pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Negara Indonesia dengan Negara Malaysia. Salah satu wilayah administratif yang berbatasan langsung, yaitu Kecamatan Sei Manggaris, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Terkait kebijakan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi Kawasan Perbatasan Negara yang mandiri salah satunya dilakukan melalui pengembangan ekonomi Kawasan Perbatasan Negara yang dilakukan secara sinergis dengan kawasan pengembangan ekonomi dalam sistem klaster. Kecamatan Sei Manggaris sebagai pusat kegiatan utama dalam peningkatan pelayanan pertahanan dan keamanan negara serta pendorong pengembangan kawasan perbatasan negara perlu disusun rencana rincinya. Penyusunan RDTR di Sei Manggaris dilakukan dengan mempertimbangkan fungsi PKSN Sei Manggaris sebagaimana tercantum dalam Perpres No. 31 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan. 1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1.Maksud Maksud dari kegiatan ini adalah untuk menyempurnakan menyempurnak an konsep RDTR dan terlaksanakannya pembahasan materi/substansi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait di kawasan perbataasan negara di Sei Manggaris. 1.2.2. Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah terwujudnya percepatan pelaksanaan pembangunan dalam rangka pengembangan wilayah di kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris. 1.3. Sasaran Tersusunnya konsep RDTR di kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris yang telah disempurnakan dan telah dilakukannnya pembahasan materi/substansi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam rangka mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan di wilayah perbatasan negara.
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
1
Usulan Usulan Teknis
1.4. Manfaat Manfaat dari kegiatan ini adalah antara lain : a. Menyiapkan dokumen RDTR yang telah dibahas materi/substansinya oleh Kementerian/Lembaga di Pusat, Pemerintah Daerah, serta masyarakat/swasta yang terkait untuk kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris; dan b. Membentuk pemahaman dan konsensus bersama antar seluruh pemangku kepentingan terkait guna dalam rangka mendukung percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya di kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris. 1.5.
Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan penyempurnaan RDTR kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris mencakup kegiatan sebagai: 1) Tahapan persiapan meliputi: a. Kajian KAK, pengembangan metodologi, penyusunan rencana kerja rinci; b. Penelaahan kembali terhadap dokumen rencara tata ruang (RDTR) yang pernah ada/telah disusun sebelumnya; c. Penetapan delinesi kawasan yang akan direncanakan RDTR-nya; RDTR-nya; d. Melakukan pengumpulan data primer dan sekunder; e. Melakukan konfirmasi dan koordinasi ke wilayah perencanaan dengan membawa desain survey dalam rangka pemutakhiran data dan informasi (penguatan isu strategis dan permasalahan wilayah perencanaan), melakukan pemahaman kondisi lapangan dan diskusi dengan para pemangku kepentingan. 2) Tahap Analisis dan kajian penyempurnaan RDTR kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris. 3) Melakukan pembahasan dalam rangka penyempurnaan RDTR kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris yang meliputi: a. Pembahasan intern Pembahasan sebanyak 12 (dua belas) kali dengan peserta sebanyak 20 (dua puluh) orang serta 1 (satu) orang moderator dan 2 (dua) narasumber; b. Konsinyasi Konsinyasi di Jakarta sebanyak sebanyak 2 (dua) kali masing-masing masing-masing selama 2 (dua) (dua) kali paket meeting fullboard dengan peserta sebanyak 20 (dua puluh) orang serta 1 (satu) orang moderator dan 2 (dua) narasumber; c. Konsinyasi Konsinyasi di Bandung Bandung sebanyak sebanyak 1 (satu) kali dengan paket paket meeting meeting fullboard dengan peserta sebanyak 20 (dua puluh) orang serta 1 (satu) orang moderator dan 2 (dua) narasumber; d. Melakukan survey geodetic selama selama 7 (tujuh) (t ujuh) hari; e. Koordinasi dan Konsultasi Publik dengan pemerintah daerah sebanyak 2 (dua) kali dengan peserta sebanyak 20 (dua puluh) orang di awal pelaksanaan kegiatan dan di akhir pelaksanaan kegiatan dengan dipandu oleh 1 (satu) orang moderator dan mengundang 2 (dua) narasumber; dan f. Melakukan koordinasi peta dengan dengan Badan Informasi Geospasial sebanyak 6 (enam) kali. 4) Finalisasi penyempurnaan RDTR kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris Manggaris yang meliputi menyusun dan membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan yang diwujudkan dalam laporan pendahuluan, laporan bulanan, dan laporan akhir.
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
2
Usulan Teknis
1.6. Lingkup Wilayah Kajian Pekerjaan dilaksanakan di Jakarta dan dilengkapi dengan pembahasan di daerah yang akan dilaksanakan di Kecamatan Sei Manggaris, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur. 1.7. Hasil yang Diharapkan Hasil akhir dari kegiatan ini adalah konsep RDTR Kawasan Perbatasan Negara di Sei Manggaris dan pembahasan substansi dengan stakeholder terkait. 1.8. Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Perpres No.3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan, Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Perpres No. 31 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan, Permen PU No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. 1.9. Sumber Pendanaan Kegiatan ini dibiayai dari sumber pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tata Ruang Tahun Anggaran 2018 dengan alokasi dana sebesar Rp. 859.340.000 (delapan ratus lima puluh sembilan juta tiga ratus empat puluh ribu r upiah) termasuk PPN.
1.10. Nama dan Organisasi Pejabat Komitmen Nama Pejabat Pembuat Komitme : Sri Nurnaeni, ST, M.Eng Satuan Kerja : Subdirektorat Pedoman Perencanaan Tata Ruang Direktorat Perencanaan Tata Ruang 1.11. Studi-Studi Terdahulu Studi terdahulu tentang RDTR kawasan perbatasan negara di Sei Manggaris tahun 2016 dapat dimanfaatkan sebagai bahan awal penyusunan kegiatan Penyempurnaan RDTR Kawasan Perbatasan Negara di Sei Manggaris. 1.12. Peralatan, Material, Personil dan Fasilitas dari Pejabat Komitmen Pejabat Pembuat Komitmen akan memberikan material, personil, dan fasilitas sesuai dengan biaya yang telah dianggarkan dalam satuan biaya kegiatan ini. 1.13. Jangka Waktu Penyelesaian Kegiatan Jangka waktu pelaksanaan kegiatan ini adalah 10 (sepuluh) bulan kalender .
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
3
Usulan Teknis
BAB II TANGGAPAN TERHADAP KAK
2.1. Tanggapan Umum Pemahaman secara umum terhadap kerangka acuan kerja (KAK) yang berisi latar belakang, maksud, tujuan, sasaran, manfaat, produk yang dihasilkan, ruang lingkup, metodologi, jadwal pelaksanaan, asisten ahli dan pelaporan yang harus dilakukan oleh asisten ahli muda pemetaan/GIS pada dasarnya sudah cukup lengkap dan jelas. Di dalamnya sudah dituliskan detail – detail yang harus dilaksanakan oleh asisten ahli muda pemetaan/GIS agar dapat menjadi petunjuk dalam pelaksanaan Penyempurnaan RDTR Kawasan Perbatasan Negara Di Sei Manggaris . Dengan menelaah isi dari KAK, terlihat bahwa terdapat banyak permasalahan terkait pengelolaan ruang udara nasional yang kurang komprehensif. Maka dari itu dalam pengkajian ruang udara akan dikaji seluruh aspek yang terkait dalam penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional sehingga sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam KAK akan dikaji seoptimal mungkin. Sebelumnya, dalam kegiatan ini akan ditentukan terlebih dahulu konsep Finalisasi Penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional. Kegiatan ini melibatkan pihak yang kompeten dalam Kegiatan penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional. 2.2. Tanggapan Khusus 2.2.1. Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan Kegiatan Penyempurnaan RDTR Kawasan Perbatasan Negara Di Sei Manggaris ini dilakukan dalam waktu 10 (sepuluh) bulan kalender, sedangkan untuk pelibatan asisten ahli perencanaan wilayah sebanyak 7 (tujuh) bulan kalender sejak diterimanya SPMK. 2.2.2. Tanggapan terhadap Tujuan Pekerjaan Tujuan pekerjaan yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja sudah cukup jelas dan dapat dimengerti sehingga kami dapat memahami maksudnya dengan baik. 2.2.3. Tanggapan terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan Di dalam Kerangka Acuan telah dikemukakan tentang ruang lingkup pekerjaan yang perlu dilakukan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut secara rinci dan jelas. Dari segi dimensi waktu pekerjaan kegiatan Penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional tahun 2017 ini menyebutkan untuk rencana jangka waktu 10 (sepuluh) bulan 2.2.4. Tanggapan terhadap Produk/Keluaran yang Diharapkan Kerangka Acuan telah menyesuaikan jenis-jenis keluaran dan pelaporan yang diharapkan dalam kegiatan Penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional yang telah disusun sesuai perkembangan kebijakan dan tuntunan pengguna sehinga dapat berfungsi sebagai acuan Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
4
Usulan Teknis
Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pemanfaatan ruang udara. 2.2.5. Tanggapan terhadap Kebutuhan Asisten Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Berdasarkan KAK, pemberi tugas telah menyebutkan kualifikasi asisten ahli perencanaan wilayah dan kota, khususnya dengan menyebutkan pengalaman minimal yang harus dimiliki oleh masing-masing asisten ahli sehingga diharapkan dapat memberikan hasil maksimal pada pembahasan setiap raperpres yang difasilitasi kegiatan ini. 2.2.6. Tanggapan terhadap Personil/Fasilitasi Pendukung dari PPK Personil Fasilitas Pendukung dari PPK yang dialokasikan sudah memenuhi kebutuhan dan diharapkan dapat mendukung kegiatan pemberi kerja dan diperlukan fasilitas pendukung yang memadai guna menunjang kegiatan Penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
5
Usulan Teknis
BAB III APRESIASI DAN INOVASI
3.1. Dasar Hukum RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional Berikut merupakan dasar hukum tentang Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional: a. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang c. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 3.2. Identifikasi Masalah terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional Berikut merupakan permasalahan terkait pengelolaan ruang udara yang ada di Indonesia: a. pelanggaran batas kedaulatan ruang udara Indonesia yang dilakukan oleh negara-negara asing; b. konflik pengelolaan udara untuk kepentingan dan keselamatan penerbangan, khususnya yang berada di atas wilayah perbatasan antar Negara (Indonesia dengan Malaysia, Singapura, Brunei); c. masalah FIR(Flight Information Region); d. pengendalian kegiatan di ruang udara di atas wilayah konflik; e. pembagian kewenangan pengelolaan ruang udara antara Pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terkait pelaksanaan otonomi daerah; f. batasan pengaturan ruang udara nasional baik secara vertikal maupun horizontal; g. pemanfaatan ruang udara untuk kepentingan internasional (misal ALKI), h. masalah pencemaran udara dan kabut asap yang bersifat lintas sektoral dan lintas daerah, bahkan lintas negara; i. belum terintegrasinya sistem informasi di ruang udara; j. pemanfaatan dan kepemilikan ruang udara untuk bangunan –bangunan pencakar langit dan menara pengaturan tentang sumber energi angin; k. pengaturan pengelolaan ruang udara untuk kepentingan Ilmu pengetahuan dan teknologi; l. pengaturan olah raga dan wisata dirgantara; m. pemanfaatan dan kepemilikan ruang udara nasional sebagai media transportasi; dan 3.3. Tujuan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional Tujuan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional adalah sebagai berikut: a. Mengkaji perubahan peraturan perundang-undangan, kebijakan-kebijakan nasional (sektoral) yang memberikan dampak terhadap pengelolaan ruang udara nasional sebagai masukan awal dalam penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional.
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
6
Usulan Teknis
b.
c. d.
e. f.
Meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan ruang udara beserta sumber daya alam yang dikandungnya secara optimal, dan perlu dikelola secara harmonis, efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Mewujudkan keamanan dan keselamatan dalam penggunaan dan pemanfaatan yang selaras, serasi seimbang dengan ruang daratan dan perairan. Mewujudkan keamanan dan keselamatan dalam penggunaan dan pemanfaatan ruang udara dan sumberdaya yang terkandung serta penanggulangan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahtaraan dan pertahanan keamanan negara. Mewujudkan kepastian hukum ruang udara sebagai satu kesatuan ruang wilayah kedaulatan negara
3.4. Batasan Ruang Udara Nasional Menurut para ahli, keberadaan ruang udara dan angkasa diketahui berdasarkan kandungan dan ketinggian masing-masing ruang. Hal itu diperjelas lagi dengan adanya kemajuan teknologi penerbangan yang membedakan antara pesawat udara dan pesawat ruang angkasa. Kedua hal tersebutlah yang membedakan dalam pengaturannya serta pengelolaannya. Dari hal tersebut para ahli penerbangan dan hukum pun sepakat untuk menetapkan bahwa kedua hal tersebut masuk dalam dua rezim hukum yang berbeda. Ruang udara merupakan suatu ruang yang banyak berhubungan langsung dengan manusia yang berada di bawahnya. Interaksi tersebut terlihat dari banyaknya kegiatan manusia yang melibatkan ruang udara, antara lain: bangunan-bangunan tinggi, penempatan tiangtiang pemancar dan radar, penggunaan ruang untuk penerbangan, dll. Dari kegiatankegiatan tersebut di atas, hampir seluruh masyarakat internasional menyetujui bahwa ruang udara harus masuk atau tunduk kedalam kedaulatan suatu negara sedangkan ruang angkasa tidak. Ditinjau dari batasan ditemukan bahwa ruang udara adalah ruang di bumi yang berisikan gas-gas udara yang dibutuhkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya. Ruang angkasa adalah ruang kosong/hampa udara (aero pause) dan berisikan langit. Dari kedua batasan tersebut, dapat diketahui bahwa untuk menentukan batas ruang udara dan ruang angkasa dipergunakan teori kriteria ilmiah lapisan eksosfir dengan jarak 500 kilometer dari permukaan bumi. Batas tersebut menjadi penting karena adanya tuntutan negara-negara katulistiwa di Bogota pada tahun 1976 untuk mendapatkan hak terlebih dahulu dalam menempatkan satelitnya secara bebas pada orbit geo stationer. Dengan adanya hal-hal tersebut hukum dan teknologi harus dikembangkan bersamasama bahkan sebaiknya hukum atau peraturan harus dapat membayangkan perkembangan teknologi di masa yang akan datang. Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan bahwa wilayah negara adalah tempat tinggal, tempat hidup dan sumber kehidupan warga negara yang meliputi daratan, lautan dan ruang udara, dimana suatu negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah negaranya. Namun hal utama yang harus diketahui oleh setiap negara adalah batas yang pasti antara suatu negara dengan negara lain yang dapat dikelola secara efektif oleh negara yang bersangkutan. Hampir dapat dipastikan bahwa hingga saat ini masih Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
7
Usulan Teknis
belum ada suatu negara pun yang mampun mengelola ruang angkasa, hingga akhirnya ditetapkan bahwa tidak ada suatu negara pun dapat mengklaim ruang angkasa masuk dalam wilayah kedaulatan negaranya. Hal ini ditegaskan di dalam Space Treaty 1967. Hukum ruang udara dan hukum ruang angkasa baru dianggap penting oleh masyarakat internasional dan juga Indonesia setelah adanya perang antara Perancis dan Prusia pada tahun yang menggunakan balon-balon udara untuk melumpuhkan lawan dan penemuan pesawat ruang angkasa yang dapat menghantarkan manusia pertama kali ke bulan. Kejadian tersebut memicu negara-negara untuk menetapkan batas kedaulatan suatu negara di wilayah ruang udaranya. Hal ini sekaligus mematahkan adagium romawi tentang kedaulatan negara: “ cujus est colum eust ad coelum”, yang menyatakan bahwa kedaulatan negara sampai pada ketinggian tidak terbatas. Masalah hukum ruang udara pertama kali ditetapkan dalam bentuk Konvensi Paris 1919 yang kemudian diperkuat lagi dengan Konvensi Chicago 1944. Kedua konvensi ini telah menetapkannya dalam Pasal 11 bahwa suatu negara memiliki kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udaranya. Arti dari memiliki yuridiksi penuh dan eksklusif tersebut juga adalah di dalam ruang udara nasional suatu negara tidak berlaku hak lintas damai bagi pesawat-pesawat asing. Seluruh kegiatan di dalam ruang udara nasional harus seizin negara kolong. Berdasarkan hal tersebut diketahui beberapa ahli hukum udara memberi batasan sebagai berikut: a.
Diederiks-Verschoor: Hukum Udara merupakan hukum dan peraturan untuk mengatur penggunaan ruang udara yang bermanfaat bagi penerbangan, kepentingan umum dan bangsabangsa di dunia; b. Nicholas dr B. Katzenbach: Hukum Udara internasional adalah sekumpulan peraturan yang disusun tidak hanya oleh satu negara, tetapi bersumberkan kepada perjanjian antara dua negara atau lebih. Hukum udara internasional adalah hasil dari perkembangan baru di bidang hukum yang berlaku dan diterapkan kepada problema-problema di bidang keruangudaraan dan penerbangan, sehingga menjadi hukum baru di bidang ini; c. M. Lemoine: Hukum Udara merupakan cabang ilmu hukum yang menentukan dan mempelajari hukum dan peraturan hukum tentang lalu lintas udara dan penggunaan pesawat udara dan juga hubungan-hubungan yang terjadi dari adanya kegiatan tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Udara adalah hukum dan/atau peraturan yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan seluruh ruang udara nasional tidak tak terbatas bagi penerbangan saja, namun juga yang bermanfaat untuk seluruh kepentingan umum dan bangsa-bangsa di dunia. Inti dari
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
8
Usulan Teknis
Hukum Udara juga adalah suatu aturan yang membatasi kegiatan-kegiatan yang berada di ruang udara nasional suatu negara, karena terkait dengan keamanan dan pertahanan suatu negara. Hukum Angkasa merupakan hukum yang relatif baru dibandingkan dengan peraturanperaturan internasional lainnya. Hukum Angkasa baru dimulai pada tahun 1960-an. Pembentukan Hukum Angkasa dipicu oleh adanya kegiatan Uni Sovyet yang meluncurkan Sputnik Pertama pada tahun 1957. Kemudian masyarakat internasional mulai menyusun rumusan peraturan tentang kegiatan-kegiatan di ruang angkasa. Pembentukan Hukum Angkasa terpicu dari adanya perkembangan teknologi penerbangan pada waktu itu. Setelah beberapa resolusi berhasil ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), negara-negara sepakat untuk mengkodifikasi hukum di ruang angkasa yang ditetapkan dalam bentuk perjanjian ruang angkasa (Outer Space Tr eaty 1967). Secara aturan Hukum Angkasa berbeda dengan Hukum Udara. Prinsip-prinsip yang berlaku di ruang angkasa termuat dalam Space Treaty 1967 yang menyatakan bahwa: “Non appropriation principle” dan “freedom explotation principle Dalam hal ini di ruang angkasa tidak ada kedaulatan suatu negara mana pun diperkenankan. Negara-negara bersepakat bahwa penggunaan ruang angkasa hanya untuk tujuan damai dan sebagai warisan umat manusia saja. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa Hukum Angkasa adalah seluruh peraturan dan norma yang memiliki prinsip bebas untuk pemanfaatan dan kegiatan eksplorasi di ruang angkasa dengan tujuan damai. Sama seperti Hhukum Udara, sangat sulit untuk menentukan kapan Hukum Angkasa diterapkan, karena hal ini kembali kepada permasalahan penentuan batas ketinggian antara ruang udara dan ruang angkasa. Untuk menjawab hal tersebut para ahli pun memberikan beberapa teori untuk menentukannya, antara lain: 1. Garis berdasarkan Konsepsi “ Atmosfir”. Atmosfir adalah lapisan udara di atas permukaan bumi yang berisi gas terdiri dari elemen-elemen seperti N2, O2, CO2, H2, dll, dan mempunyai tekanan dan kepadatan tertentu. Tekanan ini pada permukaan laut sama dengan tekanan dari sutau kolom Hg atau air raksa setinggi 86 cm pada suatu luas sebesar 1 atmosfir. Makin tinggi tekanan ini makin berkurang, akan tetapi baru pada ketinggian tertentu praktis menjadi 0. Dapat disimpulkan bahwa teori berdasarkan konsepsi atmosfir ini tidak mungkin nyata karena hingga ketinggian 500 km dalam setiap lapisan udara masih terdapat unsur-unsur atmosfir. Berdasarkan teori pembagian atmosfir kedalam 4 lapisan, yaitu: “Troposphere”, “Stratosphere”, “Mesosphere”, “Ionosphere”. Ruang Udara hanya meliputi stratosfir karena pesawat udara tidak bisa terbang melebihi lapisan stratosfir. 2. Berdasarkan teori “perigee” (titik terendah) dari orbit satelit. Suatu variasi dari teori ini adalah bahwa yang ditetapkan sebagai garis batas adalah titik terendah dari satelit pada tanggal di tanda tanganinya “space treaty” yaitu pada tanggal 27 Januari 1967. Garis demikian juga kurang pasti karena didasarkan pada kenyataan bahwa kalau atmosfir terlalu padat, satelit tidak dapat tetap dalam orbitnya dan kepadatan atmosfir berbeda-beda diberbagai tempat. Teori ini kebalikan dari teori “ICAO” yang mulai dari bawah, dengan titik nol Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
9
Usulan Teknis
3.
4.
5.
6.
dari pesawat udara, sedangkan teori “satelit” dimulai dari atas. Kombinasi teori -teori ini akan menyebabkan adanya suatu bagian ruang udara/angkasa yang tidak termasuk kedua jenis pesawat tersebut. Garis berdasarkan titik dimana sudah tidak ada gaya tarik bumi. Gaya tarik bumi makin lama makin kecil, sampai pada suatu ketinggian tertentu mencapai nilai yang praktis nol, meskipun tidak hilang sama sekali, karena sebagaimana kita tahu, bahwa bulan tetap pada orbitnya karena ada gaya tarik bumi. Benda yang dilepaskan pada ketinggian ini tidak akan jatuh ke bumi akan tetapi akan melayang di angkasa. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa demi keamanan suatu negara, ruang di bawah garis ini masih bisa digunakan untuk melakukan pemboman atas wilayah negara lain. Garis ditentukan oleh kemampuan negara dibawahnya untuk secara efektif melaksanakan kekuasaannya. Teori ini juga disebut teori “kekuatan” karena mendasarkan batas antara ruang udara dan ruang angkasa pada kemampuan suatu negara untuk mempertahankan kekuasaannya di ruang udara dan ruang angkasa. Tapi ini akan berakibat bahwa batas kedaulatan untuk tiap negara akan berbeda-beda. Dengan demikian, bukanlah suatu situasi yang ideal. Teori ini mengingatkan kita pada pendapat Bijnkershoek bahwa laut teritorial adalah sejauh kemungkinan penguasaan. Kriterium ini menjadi dasar ketentuan sejauh jarak tembak meriam pantai, yaitu sejauh 3 mil atau kurang lebih 5,5 kilometer. Teori “Zone” yang membagi ruang udara menjadi ruang yang tunduk pada kedaulatan suatu negara, berdasarkan kemampuan terbang suatu pesawat udara biasa atau dengan suatu cara pembatasan lainnya, suatu daerah lintas (a “contiguous zone”) yang dapat dilalui dengan bebas oleh semua penerbangan non militer dan diatas kedua zone ini suatu ruang yang bebas. Teori Zone membagi ruang diatas permukaan bumi menjadi tiga zone yaitu suatu zona dimana negara berdaulat dan batas ketinggiannya ditentukan oleh ketinggian maksimum yang dapat dicapai oleh suatu pesawat udara biasa atau dengan suatu cara lain, diatasnya terdapat zone bebas lintas bagi pesawat udara non-militer, dan setelah itu zone bebas sama sekali. Dengan kemajuan teknologi maka yang sulit adalah terdapat jenis-jenis pesawat udara yang bermesin roket dan dapat terbang sampai suatu ketinggian yang tidak dapat dicapai oleh pesawat udara bermesin piston atau bermesin jet, seperti misalnya pesawat Bell X-15 dan ada pesawat angkasa yang dapat mendarat seperti pesawat udara biasa, misalnya pesawat Space Shuttle Columbia. Garis batas ditentukan oleh suatu kombinasi diantara cara-cara yang disebutkan di atas. Dari delapan teori yang dikemukakan tujuh didasarkan pada kodrat alamiah semesta alam kita, sedangkan satu teori adalah teori “kekuatan” Kelompok pertama bertitik tolak dari pengertian atmosfir, gaya angkat dari reaksi udara, gaya sentrifugal, titik terendah dari orbit satelit (yang ditentukan oleh gayagaya alamiah) dan gaya tarik bumi, yang kesemuanya memang merupakan faktorfaktor yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dengan demikian, maka masalah yang pokok adalah menentukan suatu garis batas yang tegas antara Ruang Udara dan Ruang Angkasa, yang adil bagi setiap negara, tidak mengabaikan kodrat dan sifat alam, tanpa mempergunakan teori “efektifitas penguasaan” yang pada hakekatnya merupakan teori kekuatan, dan mungkin hanya dapat dimanfaatkan oleh beberapa
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
10
Usulan Teknis
negara saja dan tidak sesuai dengan prinsip bahwa setiap negara mempunyai hakhak yang sama di ruang angkasa. Dengan ditetapkannya Outer Space Treaty 1967, tercipta juga beberapa perjanjian internasional yang mengatur hal-hal berikut: a. Deklarasi Bogota Tahun 1944 tentang Penerbangan Internasional; b. Space Treaty 1967; c. Rescue Agreement 1968; d. Convention on International Liability Caused By Space Objects 1972; e. Registration Convention 1975; dan f. Moon Agreement 1979. Akhirnya oleh para ahli, Hukum Angkasa disimpulkan sebagai suatu kumpulan peraturan yang mengatur hak dan kewajiban antar negara yang melakukan kegiatan eksplorasi di ruang angkasa. Pendapat para ahli tersebut antara lain menyatakan: a. P. Zukhov: “Space law may be defined as a sum total of rules or international law governing relations between states and international organizations in connection with t heir space activities and establishing a regime of international law for outer space and other celestial bodies”. b. M. Lachs: “Space law is the law meant to regulate relations between states to determine their right and duties resulting from all activities directed towards outer space and within it. And to do so in the interest of mankind as a whole, to offer protection to lifem terrestrial and non terrestrial, wherever it may exist”. c. John C. Cooper: “Aerospace Law is the body of legal principles and rules from time to time effective, which govern and regulate: (i) Aerospace: Its relationship to land and water arean on the surface of the earth, the extent and characters of the right of individuals and states to use and control such space, or parts thereof or celestial bodies there in, for flights or other purpose; (ii) Flight: Instrumentalities with which the flight is effected, including their nationality, ownership, use or control; (iii) The relationship of every kind affecting or between individuals, communities or states arising from the existence or facilities used in connection therewith or to make flight effective.” Prinsip-prinsip dalam Hukum Angkasa ketika melakukan eksplorasi di ruang angkasa adalah untuk tujuan dan keuntungan seluruh umat manusia: a. Principles of freedom of exploration and use; Prinsip kebebasan untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan menggunakan ruang angkasa oleh seluruh negara. b. Principles of non-appropriation; Prinsip yang menyatakan bahwa ruang angkasa tidak dapat dimiliki oleh negara manapun. c. Principles of applicability of international law ; Prinsip penerapan hukum internasional. Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
11
Usulan Teknis
d. Restriction on military activities; Pelarangan untuk melakukan kegiatan militer dan menggunakan alat-alat penghancur massal di ruang angkasa. e. Responsibility and liability ; Tanggung jawab dan kewajiban terhadap setiap negara yang harus mengawasi seluruh pengoperasian peralatan ruang angkasa dan para pekerjanya yang di ruang angkasa. Negara-negara yang melakukan eksplorasi di ruang angkasa harus bertanggungjawab atas kerusakan yang ditimbulkan oleh peralatan ruang angkasa dan harus menghindari terjadinya kontaminasi di ruang angkasa. f. Common interest and common heritage principles; Prinsip kepentingan bersama dan warisan umat manusia dimana seluruh obyek yang ada di ruang angkasa harus dipergunakan untuk kepentingan seluruh umat manusia dan untuk tujuan damai. g. International cooperation. Kerjasama internasional atau antar negara dimana seluruh kegiatan di ruang angkasa baik yang dilakukan oleh negara, badan hukum maupun tidak harus diketahui dan mendapat otorisasi oleh beberapa negara yang terkait langsung. 3.5. Lingkup Pengaturan Pengelolaan Ruang Udara Pengelolaan Ruang Udara Nasional adalah upaya penyelenggaraan secara terpadu, sistematis dan terstruktur dalam perencanaan, pemanfaatan, pengendalian ruang udara nasional, serta sumber daya ruang udara didalamnya sebagai bagian dari penataan ruang wilayah nasional. Upaya perencanaan untuk menyusun dan menetapkan rencana pemanfaatan ruang udara untuk berbagai kegiatan di ruang udara besrta sumberdaya alam di dalamnya termasuk upaya pembinaan. Pengawasan dan pembiayaanya Upaya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia dan organisasinya dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan yang ada di dalamnya. Kegiatan pemanfaatan ruang berdasarkan fungsi ruang udara beserta sumberdaya amasyarakat dalam memanfaatkan ruang udara dan sumberdaya alam lam di dalamnya dengan mempertimbangkan tatanan ruang udara yang telah ada dan terbentuk secara alami. termasuk upaya pembinaan. Pengawasan dan pembiayaanya. Upaya pengawasan pemanfaatan ruang dilakuakan pemerintah dan peran serta masyarakat melalui perizinan, pelaporan dan penyidikan. Upaya
pengendalian
agar
pemanfaatan ruang udara dapat diwujudkan sesuai
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
12
Usulan Teknis
dengan peraturan perundang-undangan termasuk upaya pembinaan, Pengawasan dan pembiayaanya.upaya mengalokasikan anggaran yang berasal dari APBN, APBD, dan/atau pihak ke tiga untuk digunakan dalam penyelenggaraan pengelolaan ruang udara. Gambar 3.1 Lingkup Pengaturan Pengelolaan Ruang Udara Nasional 3.6. Pembagian Kewenangan Pemerintah Pemanfaatan Ruang Udara 3.6.1. Kewenangan Pemerintah Pusat Maksud dan tujuan pembuatan peraturan perundangan mengenai pengelolaan ruang udara nasional adalah selain memberikan ketentuan hukumnya juga memberikan hak, kewenangan dan kewajiban para pemangku kepentingan. Dalam hal ini diperankan oleh Pemerintah pusat dan daerah serta bagianbagian yang terkait langsung dengan seluruh kegiatan Pengelolaan ruang udara nasional. Pengaturan yang dimaksud adalah pengaturan mengenai pemberian sanksi administrasi dan pidana terhadap para pelaku pelanggaran terhadap peraturan perundangan mengenai Pengelolaan ruang udara nasional. (lihat gambar)
Gambar 3.2 Wewenang Pemerintah Nasional
dalam Pengelolaan Ruang Udara
3.6.2. Kewenangan Pemerintah Daerah Memberikan kewenangan dan proporsi lebih besar kepada daerah agar manfaat itu di antaranya meningkatnya kesejahteraan rakyat yang memanfaatkan ruang udara secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Pengendalian dan pemanfaatannya juga diserahkan kepada daerah agar mampu meningkatkan kesejahteraan masing-masing," Untuk masalah izin, pelaksanaan UU tersebut, pusat juga membutuhkan dukungan dan kesiapan daerah. a. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Pengaturan (wewenang membuat aturan, merumuskan NSPK) Pengurusan (wewenang pemberian pelayanan secara operasional)
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
13
Usulan Teknis
Pembinaan (wewenang upaya pemberdayaan ) Pengawasan (wewenang melakukan tindakan penegakan aturan) Ruang lingkup pengaturan Perencanaan Pemanfaatan Pengembangan Pengendalian Pembinaan
b.
Gambar 3.3 Wewenang Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Ruang Udara Nasional 3.7. Kepentingan Sektor dalam Pemanfaatan Ruang Udara Kegiatan yang dilakukan di ruang udara meliputi : pertahanan dan keamanan TNI, lingkungan hidup, IPTEK, LAPAN, pemetaan, olah raga udara, telekomunikasi, pemotretan dan perfilman, pariwisata, radio, penerbangan, energi, bangunan gedung tinggi,perubahan cuaca. Dimana pada umumnya semua kegiatan tersebut telah diatur secara sektoral. 3.7.1. Kepentingan Institusi TNI terhadap Ruang Udara Dengan telah dicabutnya Undang Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Republik Indonesia diganti dengan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia wewenang dan tanggung jawab pertahanan udara sebagai wilayah kedaulatan telah dinyatakan dengan tegas. Oleh sebab itu dalam RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional diatur bahwa wewenang dan tanggung jawab mempertahankan wilayah kedaulatan negara di ruang udara nasional samapai ketinggian 110 (seratus sepuluh) km Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
14
Usulan Teknis
GSO dari permukaan laut adalah TNI AU. Wewenang dan tanggung jawab itu adalah pengendalian kegiatan dan atau usaha diruang udara pada saat negara tidak damai dan ruang udara diatas wilayah atau daerah konflik. Wewenang dan tanggung jawab tersebut atas dasar persetujuan Presiden. 3.7.2. Kepentingan Institusi Polri terhadap Ruang Udara Sebagaimana ruang laut dan darat yang merupakan kawasan yang perlu dijaga keamanannya dan merupakan bagian dari tugas institusi Polri, maka ruang udarapun harus dijaga keamananya oleh Polri, yang mencakup tugastugas di bidang: a Intelijen, yaitu berbagai hal yang terkait tentang kegiatan jaringan spionase maupun kejahatan tersembunyi yang berhubungan langsung dengan pemanfaatan ruang udara. b Lalu-lintas, yaitu pengamanan dan pengaturan lalu-litas di ruang udara. Dalam hal ini Polri menunjang institusi lain, yaitu Perhubungan Udara. c Sabhara, yaitu fungsi penanggulangan berbagai gangguan keamanan yang terkait dengan ruang udara. d Kriminal, yaitu kegiatan penanggulangan yang terkait dengan pengelolaan ruang udara seperti kemungkinan terjadinya pembajakan pesawat udara, perselisihan yang terkait dengan pemanfaatan ruang udara dan sebagainya. e Bimbingan masyarakat , tugas pengamanan ruang udara merupakan suatu hal yang belum sepenuhnya difahami masyarakat termasuk dikalangan para pemimpin masyarakat dan para pengusaha. Jadi dalam hal ini bidang yang menangani Bimas perlu menambahkan secara lebih terperinci mengenai pengamanan ruang udara berikut sanksi-sanksi atas pelanggarannya. f Objek vital, merupakan suatu hal yang perlu dijaga keamanannya oleh Polisi yang dalam kaitannya dengan pengelolan ruang udara Polri harus menjaga keamanan baik SDM maupun aspek lainnya, seperti bangunan maupun peralatan berikut beberapa objek vital yang perlu dijaga oleh Polri seperti: bangunan navigasi udara, alat radar, pesawat udara dan sebagainya. g kepolisian air dan/atau kepolisian udara, polisi udara juga diperlukan seperti halnya polisi darat dan laut. Meskipun sampai saat ini di organisasi Polri yang ada baru direktorat kepolisian darat dan laut maka kedepan perlu dikembangkan Kepolisian Udara, meskipun saat ini fungsi pengamanan masih dilaksanakan oleh AURI. Pengamanan kawasan perbatasan Polri bekerjasama dengan TNI sesuai dengan Tupoksi masing-masing. Khusus untuk pengamanan kawasan udara perlu adanya benang merah yang menghubungkan dengan Tupoksi Polri, dalam hal ini yang perlu dirumuskan dalam aspek legal (UU, PP, Permen, dsb). PLBN (Pos Lintas Batas Negara) terdiri dari PLBN Laut, PLBN Darat, dan PLBN Udara. Khusus dalam konteks pengelolaan perbatasan melalui koordinasi dengan BNPP, dibatasi hanya mencakup PLBN Laut (PLBN-L) dan PLBN Darat (PLBN-D). Istilah lain yang sempat memasyarakat adalah: PLB (Pos Lintas Batas), yang bersifat tradisional dan Pos Pemeriksaan Lintas Batas Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
15
Usulan Teknis
(PPLB) yang bersifat internasional atau dari status keimigrasian yang internasional ini dikenal sebagai tempat Pemeriksaan Imigrasi) dan yang tradisional disebut dengan Pos Lintas Batas. (S.Sumarsono, Keamanan Dalam Manajemen Tasbara, BNPP, 2012). Mengingat semakin berkembangnya pemanfaatan ruang udara karena perkembangan teknologi maupun karena meningkatnya kesadaran aakan potensi ruang udara sebagai sumberdaya, maka diperlukan “Pos Lintas Batas Negara yang khusus untuk Udara” yang dilengkapi dengan teknologi yang memadai dibawah pengendalian Polri. 3.7.3. Kepentingan Lingkungan Hidup terhadap Ruang Udara Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk memberikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Lingkungan hidup dalam pengertian ekosistem tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara (nasional) maupun wilayah administratif dan daerah Provinsi, Kabupaten maupun Kota yang bersifat otonomi. Dalam penataan ruang daerah secara otonomi tetap tidak boleh mengabaikan adanya prinsipprinsip tersebut karena mengikat secara undang-undang. Manusia dan lingkungan pada hakekatnya adalah satu bangunan yang seharusnya saling menguatkan karena manusia amat bergantung pada lingkungan sedang lingkungan juga bergantung pada aktivitas manusia. Namun dilihat dari sisi manusia maka lingkungan adalah sesuatu yang pasif, sedang manusialah yang aktif, sehingga kualitas lingkungan amat bergantung pada kualitas manusia. Lingkungan hidup dalam hal ini udara sebagai sumber daya alam yang terdapat di udara dan bagian dari komponen lingkungan hidup, jika pemanfaatan tidak terkendali akan menimbulkan berbagai masalah dikemudian hari. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan pemanfaatan sumber daya alam di udara sangat diperlukan dalam rangka mempertahankan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejalan dengan itu dalam pengelolaan ruang udara nasional (perencanaan, pemanfaatan, pengembangan, pengendalian, dan pembinaan), harus memperhatikan ruang udara sebagai bagian dari komponen lingkungan. Artinya dalam pengelolaan ruang udara harus memperhatikan aturan di bidang lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah dapat memanfaatkan ruang udara nasional untuk membuat hujan buatan untuk kebutuhan penyediaan air bagi pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan air minum. Agar kegiatan tersebut tidak mengganggu kegiatan lain serta resiko yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut terhadap lingkungan dan
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
16
Usulan Teknis
makhluk hidup, maka harus mendapat izin dari Pemerintah dalam arti Instansi yang berwenang. Memperhatikan jenis kegiatan dan atau usaha yang dilakukan di ruang udara sebagaimana dimaksud di atas, maka diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu kegiatan dan atau usaha bersifat permanen dan non-permanen. Pengertian kegiatan permanen adalah kegiatan pemanfaatan ruang udara beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya dengan pola pemanfaatan ruang udara yang tetap, tidak berubah dan atau tidak berpindah tempat selama kegiatan tersebut berlangsung. Sedangkan pengertian kegiatan non-permanen adalah kegiatan pemanfaatan ruang udara beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya dengan pola pemanfaatan ruang udara yang tidak tetap, bisa berubah dan atau berpindah tempat selama kegiatan tersebut berlangsung. Pengendalian pemanfaatan fungsi ruang udara dalam rangka mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan lingkungan ruang udara yang diakibatkan bencana alam atau kegiatan yang dilakukan di udara atau akibat kegiatan yang dilakukan di daratan atau perairan. Upaya yang dilakukan dalam pengendalian adalah mengutamakan pencegahan dengan cara menetapkan persyaratan minimal bagi setiap kegiatan yang memanfaatkan fungsi ruang udara. Sedangkan upaya lain dalam rangka penanggulangan dan pemulihan dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu fisik dan non-fisik. Pendekatan fisik pengembalian fungsi sumber daya yang rusak, sedangkan pendekatan nonfisik adalah kebijakan baik bersifat umum maupun teknis. Pencemaran udara didefinisikan sebagai campuran dari satu atau lebih bahan pencemaran baik berupa padat, cair atau gas yang masuk ke udara baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia, yang dalam jumlah dan waktu tertentu dapat mengganggu peruntukkannya. Dengan demikian, pencemaran udara karena terdapat sesuatu yang sifatnya membahayakan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya yang diakibatkan oleh kegiatan atau tingkah laku manusia sebagai implikasi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau akibat alamiah. Pencemaran udara berdasarkan asal atau sumbernya, dibedakan atas dua kelompok, yaitu pencemaran udara primer dan sekunder. Pencemaran udara primer di udara bentuknya tidak berubah seperti saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil suatu proses tertentu. Pada umumnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti industri (cerobong asap industri), proses peleburan/pemurnian logam, dan aktivitas transportasi. Dari aktivitas tersebut, kegiatan transportasi yang memberikan andil besar (60%) dari pencemaran udara total. Pemanasan global telah menjadi isu internasional, isu tersebut timbul akibat meningkatnya pemanasan global yang berdampak besar terhadap lingkungan termasuk udara. Dampak tersebut dapat berupa perubahan iklim atmosfer bumi dan naiknya permukaan air laut. Diperkirakan akan terjadi peningkatan curah hujan pada suatu daerah dan di sisi lain terjadi daerah yang sangat kekurangan curah hujan. Hal tersebut akan mengancam aktivitas manusia yang bergerak di bidang pertanian. Frekuensi dan intensitas badai topan akan Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
17
Usulan Teknis
meningkat. Naiknya permukaan air laut akan mengakibatkan tenggelamnya daerah dataran rendah, meningkatnya erosi pantai, menambah permasalahan intrusi air laut. Berhubungan dengan efek rumah kaca yang terjadi akibat radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan melalui dinding kaca dipantulkan kembali oleh benda-benda yang berada di dalam ruangan sebagai gelombang radiasi panas berupa sinar infra merah. Oleh sebab itu, udara di dalam rumah kaca meningkatkan suhunya, dan panas yang dihasilkan di dalam rumah kaca tersebut dan tidak bercampur dengan udara di luar ruangan. Efek rumah kaca dapat juga dialami dalam mobil yang diparkir di tempat yang panas pada siang hari dengan jendela tertutup. Di lapisan atmosfer terdapat ozon yang melindungi kehidupan di muka bumi dari sinar ultraviolet bergelombang pendek dan berenergi tinggi. Sejak tahun 1985, dijumpai adanya penurunan konsentrasi ozon yang sangat drastis pada lapisan atmosfir di atas benua Antartika, yang kemudian dikenal dengan lubang ozon. Penurunan konsentrasi ozon juga terjadi pada lapisan atmosfir di daerah lain, tetapi tidak sedrastis di Antartika. Lubang ozon dikhawatirkan dapat meningkatkan jumlah penyakit kanker kulit dan penyakit mata katarak, menurunnya daya imunitas tubuh manusia serta menurunkan produksi pertanian dan perikanan. Penyebab utama lubang ozon adalah sekelompok zat kimia yang disebut dengan klorofluorokarbon (CFC) sebagai zat buatan manusia yang digunakan untuk gas pendorong, alat pendingin (AC), kulkas, dan juga digunakan dalam industri plastik, karet busa, dan sebagainya. Karena lubang ozon membahayakan kehidupan manusia di muka bumi, maka dengan kesepakatan internasional melalui Protokol Montreal disepakati untuk mengurangi produksi dan penggunaan CFC. Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar terutama bahan bakar fosil, mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat yang dapat menyebabkan kerusakan dan kematian organisme hidup. Kerusakan akan lebih parah dengan terbentuknya ozon yang beracun dari polutan NO2 menjadi reaksi fotokimia. Asam dan ozon juga berdampak negatif terhadap kesehatan. Derajat keasaman (pH) diketahui bahwa hujan yang normal dalam arti tidak tercemar, mempunyai pH 5,6 sehingga agak bersifat asam, karena terlarutnya asam karbonat (H2CO2) yang terbentuk dari gas CO2 di dalam air hujan. Asam karbonat tersebut bersifat asam lemah sehingga tidak merendahkan pH air hujan. Sementara air hujan yang terkontaminasi oleh asam kuat, pH air hujan turun di bawah 5,6 hujan tersebut disebut dengan hujan asam. Dari uraian di atas, kerusakan fungsi ruang udara termasuk sumber dayanya baik yang disebabkan oleh aktivitas di daratan dan di perairan maupun di udara, yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap aktivitas di ruang udara maupun terhadap manusia. Oleh sebab itu, upaya pengendalian terhadap aktivitas baik yang dilakukan di daratan dan perairan maupun ruang udara. Meskipun masalah pencemaran udara telah diatur dengan UU No. 23 Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
18
Usulan Teknis
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, namun dalam undangundang tersebut lebih pada pengendalian perusakan yang disebabkan oleh aktivitas dari daratan dan perairan. Sementara dampak dari aktivitas yang dilakukan di ruang udara tidak secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut. Penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan fungsi ruang udara, sesungguhnya dapat ditempuh melalui 3 (tiga) pendekatan, masing-masing pendekatan tindakannya berbeda-beda. Pertama, pendekatan teknologi yang lebih ditujukan kepada sumber perusakan, seperti yang diakibatkan oleh kegiatan yang dilakukan baik di daratan atau di perairan maupun di ruang udara. Kedua, pendekatan planologis yang ditujukan pada penataan lingkungan fisik agar secara timbal balik dapat dihindarkan akibat-akibat yang dapat merugikan atau yang diperkirakan menimbulkan perusakan, antara lain dengan cara melakukan penataan pemanfaatan fungsi ruang udara dalam zona-zona tertentu. Ketiga, pendekatan administratif yang mengikat semua pihak mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Instrumen yang dapat dijadikan pedoman dalam pengendalian dan pengawasan perusakan fungsi ruang udara adalah: pertama, menentukan nilai ambang batas (NAB). Nilai Ambang, diartikan sebagai batas aman. Kedua, dengan cara Penetapan Kadar Tertinggi Diperkenankan (KTD). Meskipun maknanya kedua instrumen tersebut sama, tetapi penerapannya berbeda, NAB digunakan di ruang udara bebas, sedangkan KTD digunakan di ruang udara tertentu, seperti ruang udara terbatas, terlarang, dan sebagainya. Nilai Ambang Batas (NAB) adalah kadar tertinggi suatu zat dimana kondisi ruang udara dalam suatu kawasan tertentu masih dianggap belum menimbulkan gangguan baik terhadap fungsi ruang udara maupun terhadap manusia dan aktivitas lain di ruang udara. Dalam NAB terdapat beberapa indikator, parameter, dan variabel sebagai tolok ukur. Indikator dimaksudkan agar secara dini dapat diketahui bahwa kualitas udara sudah dicemari oleh suatu benda/zat tertentu. Penentuan NAB pada suatu Negara berbeda-beda, disebabkan berbagai pertimbangan dan kepentingan yang mendasarinya. Aspek yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan NAB adalah (1) aspek proteksi bagi kesehatan; (2) aspek proteksi bagi kepentingan ekonomi; (3) aspek kemampuan teknologi dan hubungannya dengan monitoring masalah perusakan; (4) aspek proteksi lingkungan, yang lebih dihubungkan dengan prospek perlindungan sumber daya hayati dan sebagainya. Satuan NAB dinyatakan dalam ppm (part per million) atau bds (bagian dalam sejuta). 3.7.4. Kepentingan IPTEK terhadap Ruang Udara Secara umum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan Dan Penerapan IPTEK. Undang-undang ini mengatur kegiatan dan/atau usaha penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK. Namun secara eksplisit kegiatan dan/atau usaha yang dilaksanakan di ruang udara belum diatur secara rinci. Dalam rangka keamanan dan keselamatan umum, perlu adanya pengendalian kegiatan
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
19
Usulan Teknis
tersebut melalui kegiatannya.
pendekatan
penetapan
kawasan
ruang
udara
untuk
3.7.5. Kepentingan Lapan terhadap Ruang Udara Pengelolaan ruang udara nasional diperlukan karena kompleksitasnya masalah yang dihadapi dan kegiatan di ruang udara bersifat khusus, yang dilaksanakan oleh berbagai Instansi Pemerintah dan Non Pemerintah. Pentingnya koordinasi dalam pengelolaan ruang udara nasional, dapat menghasilkan komitmen dari setiap Instansi yang terkait dengan menempatkan setiap Instansi dan atau individu serta menjadi jembatan penghubung antara satu institusi dengan institusi lainnya dalam pengelolaan ruang udara nasional. Sebagaimana diuraikan di atas, koordinasi dalam pengelolaan ruang udara nasional dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan ruang udara nasional secara efektif dan efisien, dapat mencegah konflik, tumpang tindih, ketidakserasian, sehingga sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dengan koordinasi dapat mensinergikan kebijakan dalam usaha mencapai maksud, tujuan, dan sasaran pengelolaan ruang udara nasionai. Dari uraian di atas, bahwa koordinasi melalui DEPANRI (Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional Republik Indonesia) dapat mencapai konvergensi melalui: (1) peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya di ruang udara, untuk menghindari terjadikan pemborosan; (2) mengurangi terjadinya konflik; (3) menjamin kesatuan tindakan (sinergi) kebijakan sehingga dapat saling membantu satu sama lainnya; (4) memantapkan kaitan (linkages) yang efektif di antara instansi terkait, sehingga dapat saling membantu satu sama lainnya; (5) menghindari tumpang tindih baik dalam fungsi maupun dalam pelaksanaan kegiatan. Sejalan dengan itu, keanggotaan DEPANRl saat ini perlu ditingkatkan sesuai kebutuhan dan tuntutan dari pengelolaan ruang udara nasional. Keanggotaannya tidak hanya dari Institusi Pemerintah, akan tetapi juga termasuk badan usaha dan perguruan tinggi. Pengertian koordinasi sebagaimana dikemukakan oleh LAPAN, bahwa koordinasi dalam pemerintahan merupakan upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan, dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama. Mekanisme koordinasi dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) cara, yaitu: (1)
Koordinasi hirarkis (vertikal) dan fungsional. Koordinasi hirarkis dilakukan oieh seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi pemerintah terhadap pejabat atau instansi bawahannya, sedangkan koordinasi fungsional dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
20
Usulan Teknis
(2)
instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsionalisasi. Koordinasi fungsional dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yaitu: horizontal, diagonal, dan teritorial. Koordinasi fungsional horizontal dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu unit/instansi terhadap pejabat atau unit/instansi lain yang setingkat. Koordinasi fungsional diagonal dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau intansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi bukan bawahannya. Koordinasi fungsional teritorial dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang berada dalam suatu wilayah (teritorial) tertentu dimana semua urusan yang ada dalam wilayah (teriorial) tersebut menjadi wewenang atau tanggungjawabnya selaku penguasa atau penanggung jawab tunggal.
3.7.6. Kepentingan Pemetaan terhadap Ruang Udara Pemetaan melalui yang perekamannya tanpa pesawat udara, survei udara, penginderaan jarak jauh, balon udara semua itu belum ada pengaturannya. Pengaturan diperlukan guna adanya kejelasan mengenai pendanaan, persyaratan, yang dilakukan, pemetaan, kepemilikan, serta pengaturan data dan informasi yang dihasilkan, serta lembaga yang berwewenang dan bertanggungjawab melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan. 3.7.7. Kepentingan Olah Raga terhadap Ruang Udara Kegiatan olahraga yang dilakukan di ruang udara antara lain meliputi: layang gantung, pesawat bermotor, terjun payung, terbang layang, aeromodelling, laying-layang, dan lain sebagainya belum diatur. Peraturan perundangan tentang hal tersebut diperlukan dalam rangka pendanaan, persyaratan, menjaga keamanan dan keselamatan umum serta penerbangan dan pertahanan Negara. 3.7.8. Kepentingan Telekomunikasi terhadap Ruang Udara Secara umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi mengatur kegiatan dan/atau usaha telekomunikasi nasional. Wewenang dan Tanggung Jawab Pembinaan dan Pengawasan dulu dilakukan oleh Departemen Penerangan yang saat ini dilakukan oleh kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun secara operasional dilaksanakan oleh badan usaha milik Negara (BUMN), yaitu PT. Telkom (Persero), PT. Indosat (Persero) dan sebagainya yang berada dibawah pengawasan Kementerian BUMN. Dengan berkembangnya IPTEK di bidang Telekomunikasi yang sedemikian pesat , maka pemanfaatan sumberdaya alam ruang udara sebagai media komunikasi dan frekuensi perlu diperhatikan keseimbangan kepentingannya bagi kesejahteraan dan dengan pertahanan dan keamanan negara. Hal itu mengingat bahwa ruang udara nasional sangat potensial bagi kepentingan telekomunikasi dan frekuensi dengan cara menempatkan satelit-satelit baik di GSO dan Low Earth orbit yang berada di ruang angkasa, di ruang udara dan Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
21
Usulan Teknis
di ruang di bawah ketinggian 110 km. Hal-hal tersebut belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tersebut. Secara umum pengendalian pemanfaatan ruang udara untuk kegiatan dan/atau usaha telekomunikasi dalam undang-undang tersebut belum diatur termasuk pengelolaan dan batasan ketinggian jaringannya. Oleh sebab itu dalam rangka keamanan dan keselamatan umum perlu ditetapkan kawasan ruang udara terbatas, terlarang, dan berbahaya untuk kegiatan dan/atau usaha telekomunikasi dan frekuensi nasional. 3.7.9. Kepentingan Pemotretan & Perfilman terhadap Ruang Udara Kegiatan pembuatan film hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Perfilman Aspek yang harus ada: a. Setiap pembuatan film Indonesia didaftarkan kepada Menteri untuk memenuhi aspek aspek teknis pengambilan gambar yang tidak mengganggu aspek pertahanan dan keamanan nasional. b. Dalam pembuatan film teknologi alat perekam atau alat yang dimanfaatkan dalam kegiatan pengambilan gambar harus diatur tingkat ketinggiannya. c. Pembuatan film, iklan dan lain-lain harus diatur mengenai ketinggian lokasi pengambilan gambar. d. Dalam pembuatan film, Perusahaan Pembuatan Film harus berpedoman pada kode etik produksi film Indonesia, kode etik masing-masing organisasi profesi, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di Indonesia. e. Dalam pembuatan film, Perusahaan Pembuatan Film wajib menggunakan secara maksimal kemampuan nasional yang telah tersedia di dalam negeri. (Kemampuan nasional yang telah tersedia adalah sumber daya, baik manusia, potensi, maupun fasilitas jasa teknik film yang memenuhi standar yang berlaku). 3.7.10. Kepentingan Wisata terhadap Ruang Udara Sektor pariwisata adalah satu dari sekian banyak bidang yang terdampak atas tragedi jatuhnya pesawat, sebab transportasi udara memegang peran yang sangat vital dalam hal memobilisasi wisatawan. Hasil kajian UNWTO dan International Civil Aviation Organization (ICAO) menyebutkan bahwa 51 persen wisatawan internasional bepergian keberbagai tujuan wisata menggunakan moda transportasi udara. Oleh karena itu, data dan fakta tersebut dapat dijadikan parameter betapa vitalnya peran dari kebijakan transportasi udara terhadap pertumbuhan pariwisata di Indonesia. Penggunaan pesawat udara oleh para wisatawan internasional yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat lagi mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau. Untuk meningkatkan kebijakan transportasi udara yang berorientasi pariwisata, para pemangku kepentingan di bidang kepariwisataan perlu berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan lembaga-lembaga pemerintah terkait lainnya.
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
22
Usulan Teknis
3.7.11. Kepentingan Radio / Televisi terhadap Ruang Udara Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran secara umum mengatur tentang hak dan kewajiban penyiaran, jenis penyiaran, lembaga penyiaran, dan sebagainya. Kegiatan dan/atau usaha penyiaran merupakan kegiatan dan/atau usaha yang memanfaatkan sumberdaya ruang udara yang memberikan informasi yang diperlukan pemerintah dan masyarakat. Dengan perkembangan teknologi informasi yang tidak mengenal batas, sejumlah jasa penyiaran khususnya elektronika berkembang sangat pesat saat ini. Guna mewujudkan keamanan dan keselamatan umum, serta pertahanan dan keamanan negara, penyiaran tersebut perlu dikendalikan melalui pendekatan kawasan ruang udara terbatas dan terlarang. Pengendalian kegiatan di kawasan ruang udara tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan fisik yaitu teknologi yang secara teknis diatur oleh instansi-instansi yang terkait. 3.7.12. Kepentingan Penerbangan terhadap Ruang Udara Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan secara umum telah mengatur kegiatan dan/atau usaha transportasi udara. Wewenang dan tanggungjawab pembinaan dan pengawasan berada di Kementerian Perhubungan. Undang-undang tentang penerbangan menyatakan secara tegas bahwa ruang udara merupakan wilayah kedaulatan secara penuh dan eksklusif, namun batas ketinggiannya yang tidak dinyatakan secara tegas. Dengan adanya pengaturan tersebut berarti penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi di ruang udara nasional menjadi tanggungjawab Indonesia. 3.7.13. Kepentingan Energi Listrik terhadap Ruang Udara Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Kelistrikan secara umum mengatur tentang kegiatan dan usaha kelistrikan yang memanfaatkan sumber daya alam ruang udara melalui jaringan transmisi tegangan tinggi, sumber daya angin dan energi surya. Pembinaan dan pengawasan kegiatan dan/atau usaha tersebut dilakukan oleh Kementerian ESDM. Secara operasional dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara Yaitu PT. PLN yang berada dibawah pembinaan dan pengawasan Kementerian BUMN. Dalam undang-undang tersebut pengendalian pemanfaatan ruang udara untuk kegiatan dan/atau usaha kelistrikan belum diatur termasuk pengelolaan dan batasan ketinggian jaringan transmisi tegangan tinggi dan pemanfaatan energi yang bersumber dari tenaga angin dan surya untuk listrik berdasarkan klasifikasi/zonasi kawasan ruang udara. Oleh karena itu untuk berbagai kegiatan dan/atau usaha tersebut perlu ditetapkan kawasan ruang udara terbatas, terlarang dan berbahaya. 3.7.14. Kepentingan Bangunan Gedung terhadap Ruang Udara Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung tidak diatur secara tegas mengenai batas ketinggian maksimal bangunan gedung baik di ruang udara bebas maupun di sekitar kawasan udara terlarang serta kawasan terbatas dan berbahaya. Penetapan batas ketinggian maksimal Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
23
Usulan Teknis
dalam pemanfaatan ruang udara secara vertikal sangat diperlukan dalam rangka keamanan, keselamatan umum dan penerbangan udara nasional maupun internasional. Aturan mengenai batas ketinggian suatu bangunan sangat diperlukan saat ini, mengingat kegiatan masyarakat yang telah berkembang pesat, terutama yang terkait dengan transportasi. Praktiknya, banyak bangunan yang membangun jembatan-jembatan penghubung di ruang udara untuk efisiensi hubungan antar gedung dan/atau membangun tempat-tempat perhentian untuk kereta, bisa ataupun transportasi lainnya. Hal-hal tersebut belum diatur.
BAB IV METODOLOGI
4.1. Pendekatan Pekerjaan kegiatan penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional adalah upaya untuk mempercepat penyusunan substansi terkait pengelolaan ruang udara di Indonesia yang belum diatur oleh undang-undang lainnya dan memerlukan intervensi regulasi dalam bentuk pengaturan berupa undang-undang. Apabila RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional telah final, diharapkan menjadi acuan bagi sektor, Pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan terkait. Untuk itu, perlu dilakukan pembahasan-pembahasan yang lebih intensif dengan pihak yang berkepentingan dalam penyepakatan substansinya sekaligus untuk mengklarifikasi muatan draft RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara dengan pihak yang berkepentingan. 4.2. Metodologi Metodologi pelaksanaan kegiatan penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional meliputi: a. Melakukan persiapan yang terdiri dari identifikasi kebutuhan data dan informasi serta kajian pustaka dan perundang-undangan terkait pengelolaan ruang udara. b. Melakukan analisis dan kajian penyempurnaan muatan penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional. c. Melakukan pembahasan draft penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional baik di pemerintah pusat meupun pemerintah daerah. d. Melakukan diskusi di Pusat dan daerah terkait sekaligus untuk memantapkan konsep penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional. e. Melakukan finalisasi terhadap draft penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional hingga siap untuk dilakukan proses legalisasi. f. Melaksanakan kegiatan dengan koordinasi dan melibatkan Kementerian/Lembaga terkait
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
24
Usulan Teknis
BAB VI RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN
5.1. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Tahap pelaksanaan kegiatan akan dilakukan sesuai dengan lingkup pekerjaan, yang dijabarkan sebagai berikut: 5.1.1. Tahapan Persiapan Tahap ini meliputi kegiatan Pembentukan tim, kajian KAK, pengembangan/penyempurnaan metodologi, penyusunan rencana kerja rinci dilaksanakan pada bulan ke 1 pelaksanaan penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional. 5.1.2. Tahap Analisis dan Kajian Penyempurnaan Muatan Pada tahap ini dikaji analisis dan kajian penyempurnaan draft penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional dengan melakukan pemutakhiran literatur serta hasil FGD dan kesepakatan yang telah dilakukan, dilaksanakan pada bulan kedua dan bulan ketiga pelaksanaan kegiatan penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional . 5.1.3.Diskusi Diskusi dengan pihak terkai penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional, dilaksanakan pada bulan ke 1 sampai dengan bulan ke 10 pelaksanaan penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional . 5.1.4.Finalisasi Finalisasi draft RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional dilaksanakan pada bulan ke 8 5.1.5. Tahap Pelaporan Tahap pelaporan draft penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional terdiri dari laporan pendahuluan dilaksanakan pada bulan ke 1, laporan akhir (finalisasi konsep RUU) dilaksanakan pada bulan ke 8. Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
25
Usulan Teknis
Untuk lebih jelasnya mengenai jadwal pelaksanaan pekerjaan Finalisasi Penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional yang telah diuraikan, dapat dilihat pada Tabel VI.1 dibawah ini Tabel VI.1 Tahapan Kegiataan Waktu Pelaksanaan (bulan) No. Tahapan Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 1. Tahap persiapan 2. 3. 4.
9
10
Identifikasi & kajian naska akademik Penyusunan DIM dan konse RUU Melakukan pembahasan-pembahasan guna penyempurnaan konsep RUU a. Pembahasan awal b. Temu Pakar c. Konsinyasi d. Pembahasan konsep RUU e. Pembahasan daerah
5.
Finalisasi konsep RUU
5.1.6. Kebutuhan Asisten Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Kebutuhan Asisten Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota dalam Penyusunan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional menyangkut hubungan antara pemberi tugas dengan pelaksana kerja. Untuk memudahkan dan memelihara efisiensi kerja, perlu disusun suatu organisasi pelaksanaan pekerjaan agar dapat berjalan lancar sesuai dengan maksud, tujuan dan sasaran serta jadwal yang telah ditetapkan. Pada dasarnya dalam penyusunan organisasi pelaksanaan pekerjaan tersebut menyangkut hubungan kerja antara pemberi tugas dan penerima/pelaksana pekerjaan. 1) Staf Ahli dan Deskripsi Tugas Kegiatan Finalisasi Pedoman Perpetaan RDTR dilaksanakan secara swakelola yang akan dibantu oleh tenaga individual kontrak yang terdiri dari Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota dan Asisten Ahli Perencanaan dan Wilayah dan Kota yaitu: a) Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota : I Nyoman Teguh Prasidha ST, MT b) Asisten Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota : Moh Nur Abdulkarim Amrullah ST
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
26
Usulan Teknis
Penyempurnaan RDTR Kasawan Perbatasan Negara Di Sei Manggarisl
27