SENI DAN DUNIA MANUSIA ‘Art sings and shouts from the axis of truth to wake us up to who we are and where we are going’ (Alex Grey) Membicarakan ‘seni’ sebagai sesuatu yang penting atau pokok selalu terasa berlebihan. Karena umumnya seni itu cumanlah sebuah pelengkap dalam kehidupan. Begitulah konon seni hanyalah urusan keindahan, kesenangan atau sekadar soal kemasan. Dan jika didalami lagi, ia hanya dianggap sekedar keterampilan tambahan atau point plus buat seseorang. Bahkan untuk orang-orang yang berkecimpung didunia persenian juga mengatakan bawasanya mendukung suatu seni saja menjadi suatu yang penting itu tidak berguna untuk kehidupan jaman sekarang karena dalam kehidupan kita sekarang, seni itu tidak lebih dari sebuah kemasan atau strategi buat meraih berbagai keuntungan. ampai bentuk seni yang paling penting pun yang kini disebut disebut dengan ‘eni Kontemporer’ Kontemporer’ atau seni yang terpengaruh terpengaruh dampak modernisasi modernisasi itu benarbenar benar susah dibedakan mana karya yang benar-benar seni mana yang hanya sekedar perilaku gila atau semau-maunya hanya sekedar mencari perhatian secara kekanak-kanakan.Memang benar seni itu cuman ada pada adikarya-adikary adikarya-adikaryaa !aman dulu yang ‘klasik’,’adil ‘klasik’,’adiluhung,’ uhung,’moder’, moder’, yang bercerita tentang rasa keindahan dan halus. elebihnya itu sampah. ‘Sesungguhnya itu tidak ada yang namanya ‘seni’ dalam artian umum, yang ada hanya para seniman’ - ". #. $ombrich. %ang %ang berarti betapa sulit merumuskan secara tepat apa sesungguhnya mahluk yang bernama ‘seni’ itu, karena setiap seniman mempunyai rumusan seni yang berbeda dan baru. emua cerita di atas merupakan sebuah kesan sindiran yang kadang nai& ataupun terlampau sinis. Kesan macam itu tak sepenuhnya benar. Dilihat darii sisi tertentu, itu seringkali menunjukkan kedangkalan pemahaman, kesempitan wawasan ataupun kebingungan. 'ntuk memahami posisi seni dalam peradaban manusia, kita perlu menggali bagaimana manusia memaknai kehidupan, pengalaman dan dunianya.
Makna dan Pengalaman Real Manusia Manusia memaknai memaknai pengalamannya pengalamannya melalui banyak cara( lewat sains, &ilsa&at, &ilsa&at, seni dan agama. %ang merupaka &okus utama disini adalah ‘pengalaman ’ itu. eni mempunyai cara yang unik
untuk mena&sirkan suatu pengalaman. Berkat &enomenologi husserlian yang dikembangkan oleh "dmund #usserl dan $.).*. #egel kini kita menyadari bahwa kenyataan pertama dan paling dasar kehidupan adalah ‘ Kehidupan yang dialami, dirasakan, dan diimjinasikan pada tingkat pra-reflektif dan pra-teoretis’ . #usserl menyebut dunia primer itu sebagai Lebenswelt atau l!e" w#rld$
dunia yang dialami, dunia hidup berama konkret sebelum dire&leksi, dunia yang
berbentuk tidak jelas+amor&, dan sangat kompleks. ni dunia yang mengatasi subjek-objek dimana manusia sebagai subjek dan kehidupan sebagai objeknya. Dunia dan kehidupan adalah latar dari dasar pemikiran kita. Kesatuan asai itu mucul dalam ‘perasaan’, ‘imajinasi’ dan ‘perilaku’. Kita menyadari diri kita hanya lewat interaksi dengan dunia sekeliling itu, dan sebaliknya, dunia sekeliling kita pahami berdasarkan pen galaman kedirian kita. entang air yang mempunyai makna yang sangatlah kompleks dalam kehidupan. Ketika kita berpuasa, air kita anggap sebagai minuman yang langsung merasuki seluru tubuh dan menyegarkan dan membuat kita terlahir kembali. aat berwudhu air merupakan suatu yang suci yang membawa kita lebih dekat kepada sang pecipta. edangkan pada air kecil atau meludah, kita menyadari bahwa air merupakan suatu objek yang berada di dalam tubuh kita sendirinya. tulah &enomena ‘air’ yang sesungguhnya, yang mucul dalam pengalam konkret di medan Lebenswelt . /rtinya, ‘apa’ itu air dalam kenyataan sangatlah pelik, tebal, dan kompleks. 0ada suatu titik, baik sains, agama maupun moralitas sebenarnya mereduksi atau menyderhanakan pengalam real dari medan Lebenswelt itu. Dan peran seni sangatlah penting karena seni bisa melukiskan kerumitan makna dari ‘air’ tersebut. Karena melalui lukisan dengan reka itranya! melalui puisi dengan pengolahan katanya, melalui musi dengan rajutan nada, dinamika dan iramanya! melalui tarian dengan olah ipta geraknya! melalui no"el, teater dan film dengan konstruksi dramatiknya# eni menampilkan yang tadinya. eni menampilkan yang tadinya tersembunyi, mengartikulasikan yang tak terartikulasikan. tu sebabnya &ilsu& #eidegger menyebut seni pada dasarnya p#ess +yunani yang berarti menampilkan, membuat tampak dan berwujud. Dalam arti itu, setiap seni itu ‘puitik’. Kekuatan seni adalah melukiskan kedalaman pengalaman yang sebenarnya tak tampak dan tak terlukiskan, memprkatakan dan tak terlukiskan, memperkatakan hal yang tak terrumuskan, membunyikan hal yang tak tersuarakan, ataupun menarikan itu pengalam bating yak terungkapkan# esungguhnya seni bukan hanya tentang persoalan %kenda&an' &isik seperti yang biasanya dikira orang, melainkan %kebenaran' . %ang sering terabaikan adalah bahawa seni terutama berkaitan dengan %penptaan' , p#en, dan
akar kata ‘"stetika’ adalah astenast&a , yang artinya adalah %preseps' Maka seni terutama adalah soal %Menptakan persep bar*' , persepsi tentang kebenaran yang lebih dalam dari realitas yang kita hadapi sehari-hari. ‘$he essene of art% is the setting-itself-into-work of truth’ . Kata #eidegger. 0ada hakikatnya seni adalah tamplan kebenaran seara bere!ek +menyentuh. Disini ‘kebenaran’ bukalanlah kebenar ilmiah, bukan kebenaran religius, bukan pula kebenaran moral, melainkan %+ebenaran Eksstensal' (t&e tr*t& #! beng) Kebenaran kenyataan hidup yang kita alami seperti adanya, kenyataan yang hamper tak pernah bersi&at hitam putih, kenyatan yang pelik dan tumpang-tindih, Dengan kata lain ‘kebenaran1 yang diungkapkan dunia seni adalah juga aneka sisi lain dari realitas. ‘Kebenaran’ 2ersi &ilsu& #eidegger dan diolah oleh $adamer, 3icoeur dasarnya adalah keyakinan bahwa realitas itu pada intinya mster*s dan k#mpleks 3ealitas ini adalah k&a,ana& kem*ngknan nyaris tanpa batas. eni mempunyai
banyak &ungsi dan salah satu yang terpenting adalah &ungsi %dsl#s-e' yang berarti( ia memungkinkan tersngkapnya (dsl#s*re) aneka lapisan, kompleksitas dan misteri realitas bagi kesadaran kita. *ungsi berikutnya adalah &ungsi %&erald' ( seni merintis, mengantisipasi, dan membimbing kita kearah kemungkinan-kemungkinan baru untuk memahami dan menghayati realitas. Dalam ranah pengalaman, ‘kebenaran’ realitas-sebagai kenyataan dan kemungkinan memang seringkali serumit, se-absurd sekaligus se-memesona dan se-tak terduga itu. ‘benar’ dalam arti( ‘kenyataan memang begitu’ atau ‘seseuatu memang mungkin dilihat sebagai begitu’1 kebenaran sebagai &akta nyata ataupun sebagai ‘kemungkinan’ tersembunyi yang lantas kita sadari. 4adi, bukan perihal tentang kebenaran sebagai ideal seharusnya ataupun kebenaran normati& melainkan dalam konteks ini yang dimaksud dengan ‘kebenaran’ juga tdak berkat dengan s#al benar"sala& #rret"n#rret$ tr*e"!alse$ atau baik buruk +moral, melainkan
soal( dangkal atau mendalam, bermakna atau tidak bermakna, memb*at kta mel&at leb& .a*& ata* tdak
0embicaran di atas adalah pembicaraan tentang seni pada tingkat !l#s#!s$ semacam re!leks tngkat"d*a yang lebih mendalam, leb& %generk' dan leb& %abstrak' daripada
re&leksi-emipiris. Dalam re&leksi &ilso&olis melihat seni dalam kerangka leb& menyel*r*& dan leb& .a*&$ yaitu( pada tngkat terdalamnya seni itu apa, dalam kerangka peradaban manusia
secara keseluruhan +bukan hanya dalam ‘dunia seni1 atau 1medan sosial seni’ yang spesi&ik. )acana di dunia akademis seni sendiri umumnya berada pada tingkat-pertama, pada le-el
emprs /tekns , yakni ihwal bagaimana dinamika perubahan dan perunbuhan di tiap cabang
seni yang spesi&ik. /pa itu seni tari, seni rupa, seni musik dsb. 0engertiannya bisa berubah-ubah dan sangat spesi&ik bersama dengan perubahan konsep dan praktik teknis-konkret dari para seniman dan medan-sosial seninya.
Sen$ Sans$ dan 0ekn#l#g lmu empiris atau sains memang merupakan salah satu upaya untuk memakanai pengalaman pengalaman juga. api ia memaknai dengan mereduksi, menciutkan, menyederhanakan atau menyngkatkanya ke dalam kepentingan pragmatis alias kepentingan untuk menggunakan dan
meman&aatkannya. /da banyak perbedaan yang signi&ikan antara cara pandang sains, teknologi dan seni. 0ada sains dan teknologi secara har&iahnya menggunakan cara pandang yang menantang$ mengrenkeng$ membeda&"mengekspl#tas kata #eidegger sedangkan seni
mempunyai pandangan tersendiri yaitu dengan tidak mengeksploitasi dan memanipulasinya, melainkan membantu menampilkan keindahan yang sejujurnya atau hakiki t&e splend#r kata #eidegger. 4ika sains menyingkat realitas, seni justru menyngkap kekayaan realitas. ains atau iptek cenderung melihat realitas dari sisi pola-pola abstrak yang berlaku umum sedangkan seni melihatnya sangat lai, eni ter&okus terhadap hal yang k#nkret"k#nkret dan *nk Bagi seni yang penting bukan konsep manusia abstrak dan umum. eni selalu hendak bicara tentang hidup manusia yang nyata, yang kompleks, rumit, tak terduga, dan lebih pelik daripada yang diperkatakan secara abstrak oleh sains. ains ibarat gambar kerangka anatomi di ruang-ruang kelas dan tidak mempentikan itu kerangka. eni adalah lukisan berbagai manusia yang berwajah unik, cantik atau buruk, berdaging, gemuk atau kerempeng, ompong atau bergigi indah, dst. ains menggunakan logika nalar yang disistematisasikan oleh /ristoteles 5677-an tahun lalu ke dalam aneka bentuk silgisme. eni menggunakan logika yang berbeda dengan sains melainkan %l#gka perasaan' . %aitu logika yang bermain dengan e&ek asosiasi bentuk, dan meta&ora tentang
esensi sesuatu. ains dan teknologi cenderung menganggap realitas sebagai objek, sesuatu yang ‘mati’. eni agak sebaliknya, segala hal dilihat sebagai benda %&d*p' . ains memang bermaksud hendak ‘menjelaskan’ realitas, sementara seni lebih bermaksud untuk %mel*kskan' -nya atau menyentuhkannya pada sensibilitas batin kita yang paling dalam, ains berkomunikasi pada nalar, seni berdialog pada perasaan dan imajinasi, dan dengan cara itu menimbulkan perenungan.
eni, sains dan teknologi mempunyai kesamaan yang dimana sains juga memiliki unsur perasaan, imajinasi dan kreati2itas dan dalam sains pun ada unsur perasaan dan imajinasi yang ikut bekerja, meski seringkali tidak disadari. Michael 0olanyi adalah orang yang menyadarkan kita bahwa dalam kegiatan ilmiah pun selalu ada unsur perasaan, gairah dan hasrat yang demikian menentukan. Dalam kegiatan ilmiah, unsur perasaan itu berperan selekt! ( perasaanlah yang
memberi isyarat apakah suatu penilitian itu berharga atau tidak, &eanata*rst
+penelitian yang mencari penemuan baru membutuhkan keberanian untuk menciptakan modelmodel ataupun metaphor baru yang barangkali tak la!im, pers*as-e +yang dimana setiap temuan baru perlu dikomunikasikan, dibela dan diperjuangkan agar dapat diterima dan diakui oleh komunitas ilmuwan. ecara umum, sebuah pembaharuan konsep, teorema ataupun aksioma, seringkali baru bisa diterima karena ketepatan meta&ora yang digunakan, elegansa penalaran, serta korelasi imajinati&-rasawi dari model yang digunakan. Dan semua itu adalah soal seni +empati, ketepatan perasaan dan kreati2itas imajinasi, seni menyiasati medan dan kenyataan, seni merumuskan dan melukiskan hal yang awalnya tak terumuskan dan tak terbayangkan. Di awal millennium ketiga banyak ideologi-ideologi besar hancur, dasar-dasar meta&isik-transendental kehilangan kepercayaan, kerangka-kerangka makna tradisional tak lagi bergigi, sedangkan kanon-kanon kebenaran pun tak lagi pasti, maka ilmu yang dahulu disebut ‘#umaniora’ atau ilmu yang membuat manusia lebih manusiawi adalah ilmu yang berperan memegang semua kendali. tu membuat paradigm estetik menjadi penting, namun dalam arti %Aest&ets #! Exstene' . %aitu proses penciptaan diri dan kehidupan sebagai karya seni
pribadi1 proses mengelola perasaan, imajinasi dan hasrat untuk mengartikan menyebutkan pengalaman dan merumuskan pemikiran personal1 proses menjajaki secara kritis dan imajinati& berbagai kemungkinan menjelaskan dan memberi makna kenyataan. 0ada rangka itu, bahkan ilmu-ilmu pasti dan ilmu tehnik pun kerap diajarkan sebagai ‘seni’ yaitu sebagai permanan ma.nat!"kreat! dalam menjajaki bermacam kemungkinan untuk memahami dan merekayasa
kenyataan1 bukan proses penjajalan ‘hukum alam’ dengan segala pretense keniscayannya yang pasti dan abadi.
Sen$ Agama dan 1lsa!at eni adalah Komunikasi pengalaman ruh, yaitu ketika ruh dalam diri kita bertemu dengan ruh alam semesta &anima mundi' kemudian terpesona dan terpengaruh ke dalam dimensi yang lebih jauh dan dalam. Ketika panca indera kita peka terhadap pesona kuat yang ada dalam
alam semesta seperti kokokan ayam di shubuh hari, tumbukan suara padi dan interaksi lain dari alam yang tak terelakkan. 0ada saat itu juga rupanya batin yang terdalam menikmati dan berkomunikasi dengan batin alam semesta, keharuan, kebahagian dan bentuk emosi lainnya itu lah yang di rasakan setiap manusia pada porsi yang berbeda, seniman sendiri merasakan hal yang sama dengan porsi yang lebih dan peresapan yang sungguh amat dalam, merka pun mampu menjabarkannya kedalam bentuk yang sangat mengena. Begitu juga seni yang akhirnya ialah bentuk dari komunikasi antara satu batin manusia terhadap batin manusia yang lain, kemudian seni selalu berkaitan dengan hal yang ‘religius’ atau ‘mistis’ 5 hal tersebut adalah statement yang telat di buktikan oleh karya uhan, Dewa, dsb, dalam mengatur takdir di dunia. 8alu pengalaman dalam drama kehidupan kita sehari-haripun juga merupakan akar dari seni, tak heran jika seorang &ilsu& 4ohn Dewey menyebut karya-karya seni besar sebagai ‘0aradigma 0engalaman’ /kar pengalaman estetik adalah pengalaman dramatik keseharian. 0engalaman kehidupanlah yang memancing kepekaan dari panca indera kita untuk merasakan seni dalam berbagai kejadian, bukan hanya merasakan kejadian biasa namun bisa membayangkanya pada pemikiran-pemikiran yang imajinati& dan cerdas, itulah mengapa seni terkait pada agama dan &ilsa&at. majinasi merupakan sebuah alat bagi manusia untuk mengubah realitas, membuka semua akses yang membelenggu dan mengembangkan berbagai hal yang terlintas dalam setiap pemikiran. Kemudian majinasi merupakan akar dari agama, sains dan &ilsa&at bagi keyakinan kaum romantic berabad-abad lamanya, itu juga adalah keyakinan bagi para &ilsu& di Dunia. 8alu pada kerangka ini mereka yakin bahwa senimanlah yang mampu membangkitkan sensibilitas resepti& dan mengelolanya menjadi imajinasi kreati&, dan mempunyai akses yang sebenar benernya dalam kehidupan. )illiam blake-pelukis dan penyair abad ke-9: percaya bahwa imajinasi membawa umat manusia kedalam keselamatan sejati, bukan hanya menciptakan seni namun dapat menciptakan mitologi dan dasar lahirnya agama. Kemudian Berkeley pernah menyebut bahwa ‘kenyataan adalah apa yang kita serap’, helly juga berkata, ‘kenyataan adalah apa yang kita imajinasikan’. Bahkan jiwa manusia hidupkan oleh imajinasi, sementara akal hanya bagian dari tubuh yaitu otak, Ima.nas adala& kek*atan kreat! akal karena imajinasi lebih tinggi dari akal. Dalam arti luas &ilsa&at adalah bagian dari seni, seni dalam memainkan imajinasi yang konseptual yaitu yang tak bisa di jabarkan dalam sains atau hal yang terukur. Maka tak heran jika
ada banyak sekali orang &ilsu& yang menjelaskan sesuatu dengan cara yang berbeda, &ilsa&at pada akhirnya merupakan semacam permanan , bila seni sendiri merupakan permainan imajinasi &ilsa&at pada pemikiran. ;amun dalam arti sempit &ilsa&at berbeda dengan sains dan seni, &ilsa&at hanya memikirkan persoalan yang mendasar dan besar yang tak bisa di jabarkan oleh sains. leh sebab itu seni dan &ilsa&at mempunyai hubungan yang sangat erat, dan hingga dalam sejarah peradaban Barat, de &acto di tentukan oleh interaksi ketat antara seni dan &ilsa&at, hingga akhirnya membuat krisis di dunia seni Barat.
Pelembagaan %sen' dalam d*na 2arat dan Masala&nya ejak 5677-an tahun yang lalu dunia barat sudah terjamah akan ‘seni’ dan ‘estetika’, namun anggapan tentang %sen m*rn' yang berawal dari isitilah
artes liberales
di kalangan
kaum umanisti dan menjadi mapan di !aman pencerahan abad ke-9? lewat istilah Les Arts,
Beaux
seni yang indah +
karya /le@ander Baumgarten menghadirkan istilah ‘estetika’ pada !aman yang sama, dia mengatakan bahwa ‘estetika’ merupakan ‘ilmu tentang pengetahuan indrawi’ +aesthetia est sientia ognitionis sensiti"ae. Maksud dari pengetahuan indrawi adalah sebagai pengetahuan sebelum diolah oleh penalaran logis. ;amun estetika ia gunakan untuk menunjukkan medan persepsi keindahan melalui indra, terutama seni. tu sebabnya saat mmanuel Kant menggali lebih lanjut gagasan Baumargarten, ia awalnya mengaggap ‘estetika’ sebagai medan penilaian subjekti& dan urusan selera saja yang membuat ia ber&ikir bahwa estetika cenderung mengarah ke dunia seni seperti medan wacana yang membicarakan fine arts itu. 0ermasalahan muncul pada relati2itas dunia barat yang memang cenderung memburu pemahaman-pemahaman 2erbal-konseptual yang jelas tentang apa itu ‘seni’ tetapi menimbulkan beberapa kubu-kubu yang sangat tertarik terhadap ‘seni’ sampai kubu yang mengkerdilkan ‘seni’. ejak Kant, pengalaman estetik sebagai persepsi atas karya seni dipahami sebagai
perseps k#ntemplat! yang tanpa pamrih, yang menangkap objekAalam tanpa tujuan lain selain
sebagai objek itu sendiri1 semacam pengalaman ketersergapan oleh keindahan yang ditimbulkan oleh objekAkarya seni ataupun alam. Karenanya orang-orang yang menciptakan karya seni yang orisinil dianggap %gen*s' . Dan seni yang serius itu adalah ‘fine arts’ , yang berarti kegiatan imajinasi kreati& yang berdasarkan bahan alamiah, menciptakan suatu karya yang meleb& alam t* sendr.
etelah itu banyak gagasan-gagasan yang muncul dari banyak &ilsa&at yang ikut menciptakan tentang ‘ fine arts’ yang dimana seni sebagai ruhani yang luhur dan tersendiri terpisah dari kegiatan-kegiatan banal sehari-hari emua antusiasme dan intensitas penilitian itu, paradigma seni macam itu akhirnya mesti menghadapi krisis kewibawaan juga, dari dalam maupun dari luar.
Pergeseran Paradgmatk stilah ‘Berakhirnya seni’ yang dikatakan oleh #egel di abad ke-9: ternyata bergema kembali sampai penghujung abad ke-57, melalui para tokoh seperti /dorno, Danto, Burgin, Kosuth, dan *oster, dalam kontes yang baru. ntensitas re&lekti&-kontemplati& fine arts terus menerus berupaya melepaskan diri dari keterbatasan material dan keterikatannya pada medan bentuk dalam rangkah merogoh dimensi-dimensi batin paling tersembunyi. tu semua membuat kontradiksi atas apakah seni ituC. ejak itu dunia seni berubah, a-ant"gardsme keluar dari kerangkeng-kerangkeng kategorialnya sendiri. M#daltas seni rupa juga terus berganti. 1#k*s nilainya juga berubah dari soal keindahan, ke soal teknis, lantas menjadi perkara makna, berubah lagi ke e&ek sensasi dan akhirnya kini ke proses-proses signi&ikansi bersama antara seniman, karya dan apresiatornya. L#k*s kiprah seni rupa pun bergeser dan 3b.ek garapannya pun berubah.
emua pergeseran itu membuktikan bahwa fine arts semakin memudar yang akhirnya sangat diwarnai kecenderungan %pembatasan dr' . /liran demi aliran muncul dan ‘dibatalkan’ oleh aliran berikutnya. Kecenderungan kritis didalam dunia seni itu diperparah pula oleh dinamika sosial budaya di luarnya, yang akhirnya pun menggugat konsep eksklusi2itas ‘&ine arts’ ala aufklarung modern barat itu. 0andangan pencerahan Barat bahwa karya seni mesti diukur dari krtera !#rmal"nya , bahwa bobot sebuah ‘adikarya’ tergantung pada kandungan k#nsept*al"ras#nalnya , atau bahwa sebuah adikarya haruslah mengatasi keterbatasan konteks lokal yang melahirkannya
misalnya, tidak selalu sesuai dengan berbagai pandangan tentang ‘seni’ pada budaya lain. 4ika dalam estetika barat seni tak mesti berkaitan dengan etika, dalam tradisi kon&usian mengembankan etika. Dalam tradisi
Sen yang M*ltk*lt*r dan Se&ar"&ar Dari berbagai perkembangan kritis internal dunia seni Barat menyimpulkan sesungguhnya pengalaman yang biasa disebut ‘estetik’ +pencerapan lewat kepekaan indrawi itu sangatlah luas. 'mumnya gejala yang disebut ‘seni’ awalnya menyatu dengan praktk keagamaan . ejarah seni di barat juga tak bisa dilepaskan dari keterlibatan para artisan yang bekerja melayani keb*t*&an"keb*t*&an prakts . Dalam banyak kebudayaan, membangun dan menghias rumah
bisa bermakna &ilso&is, tak ubahnya seperti yang biasa digolongkan sebagai ‘fine arts’ di dunia modern barat. ‘eni’ dan ‘estetika’ merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan keagamaan , kekryaan , etka, dan berbagai akti2itas sehari-hari kehidupan masyarakat.
Kecendrungan perubahan paradigmatik di atas sebagiannya juga dipicu oleh pemikiran para &ilsu& abad ke-57 di dunia Barat sendiri. Bagi 4ohn Dewey seni berakar pada pengalaman-pengalaman yang intens dan koheren layaknya pengalaman tentang makan yang mengesankan, misalnya. #eidegger melihat seni sebagai siasat untuk memantapkan dan mengubah persepsi sehari-hari. $adamer melihat karya seni dalam kerangka %permanan' . eni adalah pengalaman keterleburan intens antara subjek dengan dunia diluarnya, dan pengalaman semacam itu sebenarnya terjadi dalam hidup seharihari. #anya saja dalam penikmatan karya seni, pengalaman itu menemukan intensitas keterleburan yang padat. eni yang biasa disebut ‘seni murni’ adalah wilayah estetika 4t&e p#et5 , yakni( bermacam kegiatan olah bentuk dalam rangka menangkap dan mempertajam e&ek
dari aliran denyut realitas prosaic sehari-hari yang bergerak hendak menangkap dan membekukan aneka peristiwa yang senantiasa berlari. $he prosai adalah bermacam %presentas' realitas, the poeti adalah aneka upaya %re"presentas' realitas.
Rep#ss Sen dalam +#nteks Gl#bal +nk dalam
0erubahan paradigmatik dalam fine arts di dunia barat, Maupun menguatnya ke sadarran ihwal keterkaitan seni dengan pluaralitas kultur dan kehidupan sehari-hari memang akhrinya melahirkan ketidaktentuan. /lhasil kini seni bentknya pl*ral$praktknya pragmat$ dan medan seninya m*lt*lt*ral . ejak dahulu dalam perspekti& global umum sebenarnya apa yang disebut ‘seni’ dan ‘bukan seni’ sudah selalu relati2e dan terkait erat pada konstruksi budaya setempat. Batasan-batasan kategorial tentangnya bukanlah sebuah keniscayaan umum yang tak terganggu gugat, sebuah keris, wayang atau gamelan, bagi masyarakat jawa adalah ‘seni tinggi’, berbobot &ilsa&ati dan merupakan produk kerja kontemplasi. eperti halnya konsep tentang apa yang dianggap ‘seni tinggi’ dan nyaris taka da ukuran untuk menilai bobotnya secara uni2ersal dan seragam. fine art ataupun tidak, pada karya-karya seni yang diciptakan dengan intensi re&lekti&kontemplati&, tuntutan pena&siran dan apresiasinya tetaplah pada karya-karya yang diciptakan dengan intensi lainnya. Kiranya perbedaan tetaplah sesuatu yang alamiah dan merupakan sebuah kewajaran. /da banyak jenis karya seni, dan semua boleh saja disebut sebagai ‘seni’, tapi itu persis berarti bahwa ada pula karya-karya seni yang memang re&lekti& dan menuntut apresiasi tersendiri. Kini di era yang biasa disebut dengan istilah ‘post-modern’ yang kontro2ersial itu, seni seperti melepaskadi dari dunia intelektualistik-elitisnya yang sulit dimengerti, dan tak lagi peduli dengan ambisi ala jenius untuk melahurkan karya-karya orisinil, adihlulung atau abadi. uasana ini menghasilkan dua kecenderungan. 0ertama, para seniman asyik bermain-main saja dengan karya-karya adihulun masa lalu melalui gaya par#d$ elektk$r#n ataupun apr#pras Kedua, mereka meleburkan seni kemali ke habitatnya semula( +e&d*pan se&ar"&ar Dalam arti luas ‘seni’ menunjuk pada berbagai upaya untuk membangun lagi peluang peluang yang tersedia, untuk mengubah kualitas kehidpan menjadi lebih pantas dengan aspirasi tertinggi dan terdalam batin manusia# Dan dalam arti sempit ‘seni’ merupakan pola-pola kreati"itas,dalam rangka mempertajam efeknya bagi sensibilitas dan sensasi, demi menggedor kesadaran reflektif dan rasawi#
+arakter Sen M*rn eni murni adalah k#m*nkas Komunikasi antarmanusia melalui penafsiran atas sebuah karya# Bahasa yang digunakkanya adalah Bahasa imaji, imaji rupa, kata, gerak, dst yang diolah menjadi sebuah simbol-simbol yang bermakna.
8ogika dalam berkomunikasi pun bekerja secara berbeda dengan cenderung di dominasi ‘logika-rasa’ imajinati& yang sangat mengandalkan imajinasi dan hati. *okus utama karya seni bukanlah pola-pola atau hukm umum seperti sains, melainkan sisi unik dari kenyataan atau kemungkinan-kemungkinan yang tersembunyi yg berada pada sebuah realitas. Melalui particular dan unik itu realitas setiap kali dideskripsikan kebali, segala pola dan hokum uni2ersal dipahami secara baru lagi. )alaupun sebuah realitas sama saja, eni mempunyai sudut pandang tersendiri untuk memahami kompleksitas dan kedalamannya. tu yang menyebabkan seni merupaka kognisi yang selalu memikirkan ulang hakikat kognisi itu terus-menerus, upaya pemahaman yang senantiasa mengkaji ulang apa artinya memahami. Dari sini ini seni tiada lain adalah beramamupaya untuk merekaya kognitis, ogniti"e engineering’# Dalam rangka merumuskan yang tak terumuskan dan memproduksi sebuah e&ek, eni mengotak-atik dane mengelolah banyak bentuk akan tetapi seni kerap mengolah bentuk dengan mengganggu, memanipulasi, atau melebih-lebihkan bentuk itu hanya untuk menjadi bentuk bermakna, menjadi sgn!ant !#rm +
#eidegger, yaitu( tersingkapnya aspek-aspek baru dalam kenyataan. Seni adalah proses dan hasil ‘permainan’ tingkat tinggi#
Maan!aat Sen M*rn eni dapat berman&aat banyak untuk kehidupan kita contohnya dengan medan perasaan kita, dengan kemampuannya membagi serta menularkan pengalaman dan perasaan, seni dapat mengampl!kaska kepakaan empatik dan menuburkan belarasa +compassion. eni membantu
mengampli&ikasi lebih eksplisit aneka Fualia, mempersiakan keragaman emosi dan kualitas
rasawi dibalik aneka perbedaan manusia, benda-benda dan peristwa. eni juga dapat membawa kita pada perasaan-perasaan yang sublim dan pelik, Karena karya seni yang bermutu biasanya berhasil membuat kita tidak sadar akan itu. Dengan semua itu pula solidaritas atau belarasa antarmanusia dipupuk dan disuburkan. eni tak hanya sekedar keindahan melainkan kebenaran, kebenaran realitas kehidupan ruh atau hati manusia, maka dari itu seni dapat menyingkapkan aneka lapisan kehidupan yang pelik( lapisan &isik,emosi hingga lapisan batin terdalam dan terumit. eni dapat melukiskan itu semua secara menyentuh dan menggetarkan. eni murni adalah wahana utama pendidikan hati, strategi untuk memperdalam pengalaman, arena kerumitan dan kedalaman ruhnya sendiri#