UNIVERSITAS ESA UNGGUL
LAPORAN RESIDENSI
UNIT KERJA CASEMIX
SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
OLEH :
Dianna.V.A.Saroinsong
NIM 20160309037
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA, 2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU RI No.44 Tahun 2009).Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Di Indonesia, rumah sakit merupakan pusat rujukan pelayanan kesehatan untuk puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap yang bersifat spesialistik.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan. Dari uraian diatas, sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus, Praktek dokter, Praktek Dokter Gigi, Praktek Dokter Spesialis, Praktek dokter Gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, nstalasi Farmasi Rumah sakit, Pedagang Besar Farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, sedangkan sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Siloam Hospital Lippo Village, dipilih sebagai tempat residensi, dikarenakan :
Siloam Hospital Lippo Village merupakan head office dari semua rumah sakit siloam yang telah tersebar se nusantara Indonesia.
Siloam Hospital Lippo Village adalah rumah sakit pertmama di Indonesia yang lulus terakreditasi Internasional JCI ( Joint Commision International ) sebanyak tiga kali berturut-turut.
Siloam Hospital Lippo Village juga rumah sakit yang telah terakreditasi KARS dari kementerian Kesehatan Indonesia.
Seperti isi dari Misi Siloam Hospital Lippo Village yaitu The Trusted destination of Choice for Holistic Worl Class Healthcare, Health education and Research.
Rumah sakit berdiri sejak 1996, dan terbilang muda (21 thn) namun Siloam Hospital Lippo Village dapat membuktikan perkembangan yang luar biasa pesat di industri perumahsakitan, memiliki pemeriksaan penunjang yang berteknologi terbaru, memberikan metode terapi yang maju serta penelitian yang berkelanjutan
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat merupakan hak asasi manusia dan diakui olehsegenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itutercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dankesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan,pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan social yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut ataukeadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di
luar kekuasaannya.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila kelima juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini jugatermaktub dalam UUD 1945 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UUNo 23 Tahun 1992 yang kemudian diganti dengan UU 36 Tahun 2009tentang Kesehatan. Dalam UU No 36 Tahun 2009 ditegaskan bahwa setiaporang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumberdaya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yangaman, bermutu dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyaikewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas,pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatanmasyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatanperorangan.
Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah denganmenyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek(Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerimapensiun, veteran dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidakmampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah(Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masihterfragmentasi dan terbagi-bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayananmenjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-UndangNo 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU No 40 tahun2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruhpenduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatuBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Menurut Shihab (2012), jaminan sosial merupakan satu bentuk
sistem perlindungan sosial. Dalam pelaksanaannya, jaminan sosial tidak hanya memiliki batasan bidang yang dijamin, tetapi juga memiliki program,jenis, metode, pembiayaan, jangka waktu, kepesertaan yang berbeda-bedasehingga membutuhkan keterpaduan.
Undang-Undang No 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJSKesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan KesehatanNasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yangimplementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden,antara lain: Peraturan Pemerintah No 101 Tahun 2012 tentang PenerimaBantuan Iuran (PBI), Peraturan Presiden No 111 Tahun 2013 tentangJaminan Kesehatan, dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan KesehatanNasional).
Mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatanmemberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasikesehatan. Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan suatu regulasiberupa Peraturan Menteri, yang akan menjadi payung hukum untukmengatur antara lain pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tingkatpertama dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. PeraturanMenteri juga akan mengatur jenis dan plafon harga alat bantu kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk Peserta JaminanKesehatan Nasional.
Tarif Indonesian – Case Based Groups yang selanjutnya disebuttarif INA CBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatankepada fasilitas kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yangdidasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit. Di dalam PMK No69 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan dikatakan bahwa carapembayarannya sendiri yaitu BPJS Kesehatan akan membayar kepadaFasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk FasilitasKesehatan rujukan tingkat lanjutan BPJS Kesehatan membayar dengansistem paket INA CBG's.
Pelayanan kesehatan saat ini menghadapi banyak tantangan.Tantangan tersebut termasuk peningkatan usia harapan hidup, kebutuhanpemeliharaan sumber daya kesehatan, peningkatan ilmu pengetahuan danteknologi (IPTEK) kedokteran dan pelayanan kesehatan yang diiringi olehminat konsumen dalam mengakses informasi melalui internet. Menghadapisemua tantangan ini, organisasi pelayanan kesehatan harus mampumengoperasikan sistem pelayanannya secara efektif dan efisien denganmemanfaatkan data medis dan ilmu pengetahuan yang mutahir, dalamupaya menghadirkan produk pelayanan yang memenuhi standard kualitasdan kebutuhan konsumen. Untuk menjawab kebutuhan ini, diperlukan
keseragaman perbendaharaan istilah yang akan digunakan dalam pengembangan sistem informasi di fasilitas pelayanan, agar keluaransistem dapat dimanfaatkan secara bersama di tingkat nasional, regionalataupun internasional (Hatta, 2008).
Salah satu upaya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah membuat perubahan dalam pelayananpasien dengan model pelayanan yang cepat, instan, tepat dan terjangkauuntuk semua kalangan dari menengah keatas hingga menegah kebawah.
Berdasarkan Surat Edaran dari Kementrian Kesehatan RINomor:IR.03.01/I/570710,mulai tanggal 30 September 2010 grouper INA
DRGs dilakukan perubahan mekanisme pengendalian biaya yang dikenal
dengan nama INA CBGs. INA CBGs merupakan sistem Case-mix yang di
implementasikan di Indonesia saat ini.
Pada Buletin BUK edisi Mei 2013 dijelaskan bahwa sistem CasemixINA CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang digunakan danberisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis. CaseBase Groups (CBG's) yaitu cara pembayaran pelayanan kesehatan yangberhubungan dengan mutu pemerataan dan jangkuan dalam pelayanankesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasiskasus campuran merupakan salah satu cara meningkatkan standarpelayanan kesehatan Rumah Sakit.
Sistem pengolahan data tersebut sudah terkomputerisasi secara mudah dapat dijalankan dan efisien. Dengan demikian, efektivitas pelayanan kesehatan dapat terkontrol dan dievaluasi karena sistem yangada sudah memiliki standar dalam hal penggunaan berbagai sumber, melalui wawancara dengan kepala instalasi rekam diketahui bahwa Rumah Sakit Siloam Karawaci merupakan salah satu yang telahmenerapkan sistem Case-mixIndonesianCase Base Groups (INA CBGs).Program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS sudah serentak
diselenggarakan di seluruh layanan kesehatan di Indonesia pada 1 Januari
2014 yang lalu. BPJS Kesehatan memiliki kaitan yang sangat erat dengan
INA CBGs yaitu cara pembayarannya. Ketepatan kode yang diberikan akan
sangat mempengaruhi tarif yang akan diterima Rumah Sakit sebagai ganti
dari biaya pelayanan yang telah diberikan kepada pasien selama menerima
fasilitas pelayanan kesehatan. Ruang lingkup pelayanan BPJS kesehatan
di Rumah Sakit Siloam Karawaci adalah Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL),
Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), Pelayanan persalinan, Pelayanan
Gawat Darurat, Pelayanan Obat, Pelayanan Alat Kesehatan, Alat kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan dan indikasi medis, PelayananRujukan Parsial, Pelayanan Ambulans, dan pelayanan kesehatan yangtidak dijamin. Pada Rumah Sakit ini terdapat satu orang petugaspengodeanyang melakukan pengodean pada pasien rawat jalan, rawatdarurat, dan rawat inap. Dengan adanya sistem Case-mixdan program JKNyang diselenggarakan oleh BPJS kegiatan petugas pengodean di Rumah Sakit Siloam Karawaci tidak hanya melakukan pengodean diagnosis dantindakan, namun ada beberapa tugas tambahan yang belum masuk didalam job description petugas pengodean. Selain itu, petugas pengodeanjuga memiliki wewenang dan beberapa kesulitan yang dihadapi dalammenghadapi program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS. Kesulitanyang dihadapi antara lain terkait standar prosedur operasional (SPO),
sumber daya manusia (SDM), penulisan diagnosis dan tindakan, serta program BPJS yang masih baru. SPO pengodean dan tindakan masih digabungkan dengan SPO di bagian olah data, sertaSPO tentang petugaspengodean INA CBGs juga belum ada. Petugas pengodean masih adayang belum menguasai tugasnya, sering mengalami perbedaan dalammenentukan kode penyakit, dan tidak meratanya kesempatan pelatihan.Dokter menulis diagnosis dan tindakan tidak lengkap, dokter tidak mengisiresume, dan tulisan dokter tidak bisa terbaca. Sosialisasi terkait programJKN masih kurang, pemahaman dan regulasi masih belum mendukung,dan ketidaktahuan petugas pengkodean dalam beberapa hal.
1.2. Tujuan Residensi
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk dapat memahami proses pelayanan secara operasional di Unit Hemodialisa Siloam Hospital Lippo Village secara langsung melalui observasi (pengamatan), wawancara terbatas dan penelaahan dokumen di rumah sakit tempat residensi yang dilakukan dengan pendekatan sistem, dan dapat membantu memberikan masukan dalam rangka memberikan solusi atas permasalahan yang ditemukan pada saat residensi
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Memahami proses pengelolaan Unit Hemodialisa sebagai satu kesatuan unit pelayanan kesehatan secara menyeluruh
2. Memahami alur pelayanan OPD dan IPD
3. Mengidentifikasi unsur-unsur atau faktor apa saja yang mempengaruhi tidak optimalnya fungsi atau pelayanan Unit Hemodialisa
4. Dapat memberikan masukan kepada pihak Unit Hemodialisa rumah sakit berupa evaluasi, saran dan usulan yang sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.
Manfaat Residensi
1.3.1. Bagi Mahasiswa
1. Mendapat pengalaman nyata dan terpapar dengan pelaksanaan majajemen baik di Unit Hemodialisa maupun di tingkat Rumah Sakit.
2. Mendapat pengalaman mengenai psakienerapan teori yang didapat selama perkuliahan di rumah sakit.
3. Mampu mengidentifikasi masalah-masalah manajemen secara lebih komprehensif, berdasarkan kajian dengan metoda yang telah dipelajari,sekaligus mempunyai kesempatan ikut serta dalam proses pemecahan masalah manajemen rumah sakit.
4. Mempunyai kesempatan menggali isu-isu yang dapat dijadikan topic penulisan tesis.
5. Merupakan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan pribadi sebagai calon manager yang handal
1.3.2. Bagi Pihak Rumah Sakit Residensi
1. Dapat memanfaatkan tenaga terdidik untuk kepentingan manajemen rumah sakit
2. Mempunyai kesempatan untuk merekrut tenaga manajerial yang memadai
3. mempunyai sumber informasi tentang pendidikan di MARS UEU, sehingga terbuka untuk melakukan kerjasama lebih lanjut dalam bidang manajerial maupun teknis perumahsakitan.
1.3.3. Bagi Program MARS UEU
1. Dapat mengetahui kekurangan dalam pemberian materi kuliah dan pembekalan kepada mahasiswa, sehingga mempunyai informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. mempunyai data dan informasi yang lengkap tentang rumah sakit, yang dapat dijadikan data base MARS UEU.
3. Terbinanya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan bagi program maupun rumah sakit
4. mempunyai bahan dan kasus yang dapat diberikan kepada angkatan berikutnya sebagai studi kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem casemix merupakan suatu sistem pengelompokan beberapa diagnosis penyakit yang mempunyai gejala/ciri yang sama serta pemakaian sumber daya (biaya perawatan) yang sama dan prosedur/tindakan pelayanan di suatu rumah sakit kedalam grup-grup.Sistem pembayaran pelayanan kesehatan diberikan secara paket, dimana pembayaran/biaya telah ditentukan sebelum
pelayanan diberikan. Sistem ini dikaitkan dengan pembiayaan dengan tujuan meningkatkan mutu dan efektifitas pelayanan.Casemix merupakan penggabungan dari komponen costing, coding, clinical pathway dan teknologi informasi.
Case Base Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah sakit. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan untuk suatu kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama.
Sistem Casemix INA CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relative homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien2 dengan karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah rumah sakit diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama.
INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INADRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Sistem yang dijalankan dalam INACBG menggunakan sistem casemix dari UNU-IIGH (The United Nations University- International Institute for Global Health). Dalam pembayaran menggunakan CBG's,baik Rumah Sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkanrincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosiskeluar pasien dan kode DRG. Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebuttelah disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintahsebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan jenis diagnosismaupun kasus penyakitnya.
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan kebijakan program Casemix INA CBGs secara umum adalah secara Medis dan Ekonomi. Dari segi medis, para klinisi dapat mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh pasien. Secara ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) jadi lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung dengan cermat dan teliti dalam penganggaranya. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012), manfaat kebijakan program Casemix INA CBGs adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Bagi Pasien
a. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan
b. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan.
c. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.
d. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien
2. Manfaat Bagi Rumah Sakit
a. Rumah sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya.
b. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan rumah sakit.
c. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor QA (quality assessment) dengan cara yang lebih objektif
d. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat.
e. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing klinisi.
f. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran.
g. Mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical Pathway.
3. Manfaat Bagi Penyandang Dana Pemerintah (Provider)
a. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan.
b. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau.
c. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider/Pemerintah.
d. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.
Pengkodean dalam Case-Mix (ICD-10 dan ICD-9 CM)
Pengelompokkan penyakit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengelompokkan dari data morbiditas yang ditetapkan sesuai dengan kriteria (WHO, 1994). Salah satu pedoman klasifikasi penyakit yang berlaku di dunia adalah ICD-10 sedangkan ICD-9 CM merupakan buku yang digunakan untuk mengkode tindakan.
Fungsi ICD-10 menurut Kasim (2008), penerapan pengkodean ICD digunakan untuk:
Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana pelayanan kesehatan.
Masukan/ input bagi sistem pelaporan diagnosis medis.
Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan.
Bahan dasar dalam pengelompokkan CBG's (case based groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.
Pelaporan Nasional dan Internasional morbiditas dan mortalitas.
Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis.
Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman.
Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan
Dalam Casemix INA-CBG's kode CBG's dibagi dalam 4-sub groups (Kemenkes RI, 2010). Sub - groups ke 1 menunjukan CMG's (Case Main Group's) yang ditandai dengan huruf alpabhetik (A-Z), dalam hal ini huruf "E" menjadi sub groups pertama sebagai CMG's (Case Main Group's) dari Endocrine System, Nutrition & Metabolism Groups dan diagnosis diabetes mellitus termasuk di dalamnya, sedangkan huruf "E" mengacu pada chapter dalam ICD-10, angka pertama dalam kode ICD-10 , yaitu E10. Sub groupske 2 menunjukan tipe kasus, yang ditandai dengan angka (1-9), angka "4" dalam tipe kasus disini adalah tipe "rawat Inap bukan prosedur". Sub - groups ke 3 menunjukan spesifikasi CBG's yang ditandai dengan angka (1-32), dalam hasil penelitian ini, diagnosis diabetes mellitus ditandai dengan angka 10 untuk spesifikasi CBG's nya. Sub - groupske 4 menunjukan severity level yang ditandai dengan angka romawi (I-III).
Severity Level menunjukkan tingkat keparahan penyakit pasien. Deskripsi dari E-4-10-I,II dan III berturut-turut adalah diabetes mellitus ringan, diabetes mellitus sedang dan diabetes mellitus berat. Terjadinya severity level dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya diagnosis sekunder maupun tindakan/prosedur dan juga umur pasien. Severity level juga berpengaruh terhadap besarnya tarif yang diterima oleh rumah sakit. Severity Level sebagai sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi menjadi :
"0" Untuk Rawat jalan
"I - Ringan" untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi maupun komorbiditi)
"II - Sedang" Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan mild komplikasi dan komorbiditi)
"III - Berat" Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major komplikasi dan komorbiditi)
Mekanisme Pembayaran Berdasarkan Case-Mix CBG's
Biaya layanan kesehatan jika ditinjau dari sudut pandang pasien sebagai pembeli layanan kesehatan, biaya mencakup besaran nilai rupiah yang dibutuhkan sebagai nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan rumah sakit, baik yang dibayar oleh pasien langsung (out of pocket), penjamin (insurance), maupun subsidi. Jika terminologi ini ditinjau dari sudut pandang rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan, maka biaya kesehatan yang dimaksud di sini tidak lain adalah tarif (charge) yang dikenakan rumah sakit atas layanan kesehatan yang diberikannya (Heru, 2007).
Beberapa peneliti telah menggunakan nilai billing (tarif) sebagai pengukuran biaya layanan kesehatan. Permasalahan yang terjadi, seringkali billing (tarif) berbeda dengan biaya aktual yang dikeluarkan rumah sakit sebagai pembeli sumber daya. Selisih beda tersebut disebut margin. Pada dasarnya elemen yang terkandung dalam tarif adalah biaya (sudut pandang rumah sakit sebagai pembeli sumber daya) dan margin. Nilai margin dapat bernilai positif, yaitu tarif lebih besar atau seringkali disebut gain, namun dapat pula bernilai negatif, yaitu tarif lebih kecil dari biaya yang disebut loss (Heru, 2007).
Manajemen rumah sakit diharapkan telah mempertimbangkan besar biaya yang dikeluarkan rumah sakit dalam menyusun tarif, sehingga besaran tarif yang dihasilkan cukup representative untuk menggambarkan besarnya nilai ganti ekonomis yang diinginkan rumah sakit. Pasien, asuransi, dan Pemerintah sebagai pembeli atau penyedia dana layanan kesehatan berkepentingan untuk mendapatkan kepastian atas nilai ganti ekonomis yang harus mereka keluarkan atas layanan kesehatan yang telah diberikan rumah sakit (Heru, 2007).
Besaran nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan tersebut oleh manajemen rumah sakit telah direpresentasikan dalam nilai tarif layanan kesehatan. Jika dilihat dari sudut pandang pembeli atau penyedia dana layanan kesehatan, mekanisme transfer atas nilai ganti ekonomis antara pembeli layanan kesehatan kepada penyedia layanan kesehatan seringkali disebut sistem pembayaran layanan kesehatan. Secara umum sistem pembayaran layanan kesehatan dapat digolongkan menjadi dua yaitu sistem pembayaran prospektif dan sistem pembayaran retrospektif (Heru, 2007).
Penyesuaian case mix yang terstandar dan digunakan oleh seluruh RS di Indonesia
Pengawasan kualitas pelayanan Provider
Mengatasi biaya pelayanan kesehatan yang makin meningkat Updating Price Mengatasi kekurangan dan distribusi Tenaga Kesehatan. Berjalannya sistem rujukan berjenjang agar Severity level penyakit sesuai dengan kompetensi RS
Tantangan
Negosiasi pola CBG's dengan Asosiasi Faskes:
Menganalisa kecukupan pembiayaan RS
Tercapainya pembiayaan yang efektif
Pemanfaatan Tarif bagi RS
pembiayaan terpenuhi pengembangan RS dan kesejahteraan karyawan (pembagian Jasa pada tenaga kesehatan)
Jaminan/Asuransi kesehatan : efisiensi biaya dengan mutu pelayanan yang baik sustainabilitas program Jamkes
Harapan pada Profesi
Dukungan profesi untuk secara konsisten menerapkan pelayanan yang efisien, efektif dan berkualitas melalui penerapan kaidah-kaidah evidence based
Partisipasi aktif profesi dalam menyusun standarisasi pelayanan
Kesediaan untuk meningkatkan kompetensi
Kesiapan untuk mengisi kebutuhan Profesi di seluruh wilayah.
Tahap Implementasi dan pengembangan INA CBGs
Implementasi sistem INA CBG dimulai pada Oktober 2010 yang dimulai dengan menggunakan UNU Grouper. Setelah itu pada tahun 2011 mulailah disusun tarif INA CBG yang akan digunakan, dimana launching tarifnya sendiri dilaksanakan pada awal Januari 2013. Selama kurun waktu 2013 selalu dilakukan update tarif INACBGs dan persiapan JKN sampai pada awal Januari 2014 barulah implementasi INA CBG dalam program JKN diberlakukan.
Penyusunan tarif dalam sistem INA CBGs dilakukan oleh National Casemix Center (NCC) yang berada di bawah Kementerian Kesehatan dan dibantu olehkonsultan dari United Nations University (UNU) Malaysia.
National Casemix Center (NCC) akan terus mengevaluasi tarif INA CBG, terutama dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014. Tarif yang berlaku merupakan tarif baru yang dimulai pada tanggal 01 Januari 2013 yaitu tarif pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas III rumah sakit yang berlaku untuk rumah sakit umum dan rumah sakit khusus milik Pemerintah dan Swasta yang bekerjasama dengan program Jamkesmas. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes Nomor
440 Tahun 2012.
Bahwa berdasarkan indeks harga konsumen yang dikeluarkan dari BPS, ada penetapan regionalisasi tarif. Untuk RS Umum dan Khusus kelas A, B Pendidikan, B Non-Pendidikan, C dan D dijabarkan pada empat regional, yaitu regional I daerah Jawa dan Bali, regional II daerah Sumatera, regional III untuk daerah Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dan regional IV daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Dengan pertimbangan tertentu, setiap wilayah dapat menambahkan sesuai dengan kemampuan wilayahnya.
Tarif yang akan diberlakukan saat JKN sudah diprogramkan sejak dua tahun yang lalu dan bulan Juli 2013 harus sudah diproduksi tarif baru untuk tahun 2014. Perubahan tarif untuk JKN dilakukan mengingat ada konsekuensi biaya dari aktivitas yang dilakukan. Jadi harus sudah disiapkan tarif untuk JKN, salah satunya tujuh kelompok khusus dengan pembayaran terpisah. Kemudian tahun 2014 akan ada perubahan tarif baru yang akan dibuat oleh NCC dan ditetapkan oleh Kemenkes. Perubahan juga menyangkut pada data costing, jika yang sebelumnya data costing berasal dari 100 rumah sakit. Kemudian untuk persiapan JKN 2014, data costing rumah sakit Pemerintah dan Swasta diperluas menjadi 161 rumah sakit dari berbagai kelas dan wilayah. Dengan perbaikan ini, diharapkan tarif INA CBG akan lebih baik dari sisi metodologi maupun data yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Pembayaran INA CBGs
Dalam penguunaan sistem pembayaran INA CBGs terdapat kelebihan dan
kekurangan dalam penerapannya. Kelebihan dari penggunaan sistem pembayaran
INA CBGs antara lain:
Bagi provider
Pembayaran lebih adil sesuai dengan kompleksitas pelayanan
Proses klaim lebih cepat
Bagi pasien
Kualitas pelayanan cukup baik
Dapat memilih provider dengan pelayanan terbaik
Bagi pembayar
Terdapat pembagian risiko keuangan dengan provider
Biaya administrasi lebih rendah
Mendorong peningkatan sistem informasi
Sedangkan kekurangan dari penggunaan sistem pembayaran INA CBGs antara lain:
Provider
Kurang kualitas koding akan menyebabkan kurangnya besaran penggantian yang seharusnya dibayar
Pasien
Pengurangan kuantitas pelayanan
Referral out
Pembayaran
Memerlukan pemahaman implementasi konsep prospektif
Diperlukan monitoring pasca klaim
BAB III
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT DAN IDENTIFIKASI MASALAH DI UNIT CASEMIX SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
Profil Rumah Sakit
3.1.1.LOGO RUMAH SAKIT
3.1.2MAKNA LOGO SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
"Siloam Hospital Melayani dengan Kasih Kristus"
3.1.3VISI SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
International
Quality
Scale
Reach Godly Compassion
3.1.4 MISI SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
The Trusted destination of choice for holistic world class healthcare, health education and research( Pilihan terpercaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bertaraf International, pendidikan kesehatan dan penelitian )
3.1.5 NILAI / VALUE SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
Love
Caring
Integrity
Honesty
Empathy
Compassion
Profesionalism
3.1.6 KEBIJAKAN MUTU SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
We CARE about Quality, because We CARE about You
C : Customer Oriented Service
( Pelayanan Yang berpusat Pada Pelanggan )
A : Aim for Continuous Improvement
( Peningkatan Kualitas yang Berkesinambungan )
R : Responsive and Competence Staff
( Staf yang Cepat, Tanggap, dan Cakap )
E : Effective and Cost Contained Care
( Pembiayaan yang Efektif dan Hemat )
3.1.7 Latar Belakang Siloam Hospital Lippo Village
Berdiri 30 November 1996 dengan namaSiloam Gleneagles dengan pendanaan Penanaman Modal Asing dari Parque Grup dan PT. Lippo Grup. Siloam Gleneagles Hospital di Indonesia ada 2 (dua), terletak di Jakarta Barat dan Banten, namun memiliki manajemen yang berbeda.
Pada tahun 2006, Siloam Grup memutuskan untuk putus kerjasama dengan Parque Grup dan membuat brand rumah sakit terbaru dibawah PT. Lippo Karawaci Tbk Dan pada tahun 2007 Siloam Hospital melakukan penilaian JCI pertama dan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Pada tahun 2010, Siloam Hospitals membangun rumah sakit pendidikan dengan berkolaborasi dengan Fakultas Kedokteran dan School of Nursing (SoN) Universitas Pelita Harapan (UPH), dan Mochtar Riady Institute of Nanotechnology (MRIN)[1]. Mulai tahun 2011 Siloam Hospitals menjadi anak perusahaan dari PT. Siloam Tbk dan menjadi jaringan Rumah sakit dengan membangun enam rumah sakit dan mengakuisisi lima rumah sakit.
Saat ini Rumah Sakit Siloam telah memiliki beberapa rumah sakit, klinik spesialis, dan pusat pengobatan kanker. Melalui PT Siloam International Hospitals telah tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 12 September2013. Untuk meningkatkan layanan bertaraf Internasional, rumah sakit ini menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang mendapat akreditasi international dari lembaga akreditasi Joint Commission International Accreditation (akreditasi telah dilakukan pada tahun 2007, 2010 ,2013 dan 2016).Siloam Hospital adalah Rumah sakit Tipe B (+ Pendidikan) dengan Luas bangunan 40.968 m2
Terbagi menjadi 2 bangunan yaitu gedung A dan gedung B, yang mana gedung A terdapat 11 lantai dengan 274 tempat tidur dan untuk melayani pasien private. Dan gedung B untuk melayani pasien JKN dengan memiliki 6 lantai dengan 300 tempat tidur
Siloam International Hospitals Tbk (Siloam Hospitals) (SILO) didirikan tanggal 03 Agustus 1996 dengan nama PT Sentralindo Wirasta dan memulai kegiatan komersial pada tahun 2010 setelah restrukturisasi unit-unit rumah sakit dari Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Kantor pusat Siloam Hospitals beralamat di Gedung Fakultas Kedokteran UPH Lt.32. Jl. Boulevard Jend.Sudirman No.15, Tangerang 15810, Banten – Indonesia. Telp: (62-21) 2566-8000 (Hunting), Fax: (62-21) 546-0075.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Siloam International Hospitals Tbk, yaitu PT Megapratama Karya Persada (induk usaha) (51,53%) dan Prime Health Company Limited (15,00%). Adapun induk terakhir Siloam Hospitals adalah Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan SILO adalah dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat, termasuk mendirikan dan mengelola rumah sakit, poliklinik, sarana dan pra sarana penunjang kesehatan, menyelenggarakan pelayanan dan penyelenggaraan kesehatan serta menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Kegiatan utama SILO (2015) adalah bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat dengan mendirikan dan mengelola rumah sakit yang telah memiliki kapasitas 4.800 tempat tidur dengan 1.700 dokter spesialis dan 2.100 dokter serta 8.200 perawat, rekanan teknisi kesehatan, dan staf pendukung.
Berawal dengan kapasitas 54 tempat tidur sejak diresmikan tahun 1996, kini Rumah sakit Siloam Lippo Village memiliki 274 tempat tidur yang memberikan terapi yang terdepan serta penelitian yang berkelanjutan. Saat ini Siloam Hospital Lippo Village memiliki 274 tempat tidur untuk rawat inapnya, yang tersebar di nursery, NICU,ICU,ICCU,HCU, Stroke Unit dan 10 ruang rawat inap (Siloam, Samaria, Gennesaret,Galilea, Betsaidha, Decapolis, Zerepath, Capernaum, Jericho, Carmel). Adapun tempat tidur masing-masing ruangan terbagi menjadi
Siloam : 12 bed ( 8 SVIP, 2 JS, 1 Siloam suite, 1 PS )
Samaria : 16 bed ( 16 VIP )
Gennesaret : 28 bed ( 24 Utama, 4 VIP )
Galilea : 36 bed (10 Kls 1, 20 Kls 2, 6 Kls 3 )
Bethsaida : 42 bed ( 4 Kls 1, 26 Kls 2, 12 Kls 3 )
Decapolis : 30 bed ( 6 Kls Utama, 4 Kls 1, 8 Kls 2, 12 Kls 3 )
Zerepath : 24 bed ( 8 Kls Utama, 6 Kls 2, 6 Kls 3, 3 VIP )
Capernaum : 18 bed ( 6 Kls Utama, 6 Kls 2, 4 Kls 3, 2 VIP )
Jericho : 14 bed ( 14 bed )
Carmel : 16 bed ( 16 VIP )
Stroke Unit : 4 bed
High Care : 6 bed
ICU : 12 bed
ICCU : 6 bed
NICU : 4 bed
Nursery : 6 bed
Dari data diatas menggambarkan bahwa di Siloam Hospital Lippo Village terdapat 44 tempat tidur Kelas 1 Utama, 18 tempat tidur Kelas 1, 66 Kelas tempat tidur kelas 2, 40 tempat tidur kelas 3, 56 Tempat tidur VIP, 8 tempat tidur SVIP, 2 tempat tidur Junior Suite, 1 tempat tidur Siloam Suite, 1 tempat tidur Presiden Suite.
Fasilitas –fasilitas yang dimiliki oleh Siloam Hospital Lippo Village adalah :
IGD 24 jam
Siloam Hospital Lippo Village memiliki para Spesialisasi di bidang Neuroscience, Orthopedi, Cardiology, Mata, THT, Internist, Paru, Gastrohepatologi, Obstetri & Gyanecology, Anak, dan selain itu juga terdapat Acupuncture, Anaesthesiology, Andrology, Cardiothoracic Surgery, Clinical Nutrition, dentistry, Dermatology, Geriatric Medicine, Haematology Oncology, Immunologi & Allergy, Occupational Medicine, Pain Medicine, Pathology, Plastic & Reconstruction Surgery, Psychiatry, Psikology, Radiology, Rehabilitation Medicine, Sport Medicine, Surgical Oncology, Rheumatology, Gastro Paediatrics
Siloam Hospital Lippo Village memiliki pusat Diagnostic seperti ABP
(Ambulatory Blood Pressure), Ambulatory Electrocardiogram (holter Monitoring), Echocardiography, Electrocardiogram (ECG), Electroencephalogram (EEG).
Siloam Hospital Lippo Village memiliki pelayanan radiologi servis seperti 3T MRI, Cath lab, CT scan, Digital X-ray, Teleradiologi, Mammography, Ultrasound scan, Fluoroscopic Examination, Bone Mineral Densitometry, Gamma Knife
Siloam Hospital Lippo Village memiliki layanan laboratorium yaitu : Bank Darah, Klinik Hispatologi, Klinik Mikrobiologi, Klinik Patologi
Fasilitas Rawat Inap memiliki 274 tempat tidur yang terdiri dari 12 tempat tidur untuk ICU, 6 tempat tidur ICCU, 4 tempat tidur VK, 18 tempat tidur maternity, 6 tempat tidur nursery, 4 tempat tidur NICU, 10 tempat tidur one day care, 5 kamar operasi, 4 tempat tidur one day care chemotherapy, 10 tempat tidur hemodialisa.
Profil Unit Casemix
3.2.1. Permasalahan
Pelayanan BPJS Kesehatan pada Siloam Hospital Lippo Village gedung A hanya melayani layanan rawat inap khusus kelas 1 dan pasien up grade ke kelas VIP,VVIP. Pelayanan untuk rawat jalan dikonsentarisikan di Siloam Hospital Lippo karawaci gedung B yang dikhususkan melayani semua pasien dengan jaminan Kesehatan Nasional maupun Daerah. Pada gedung B sebagai pusat layanan Jaminan Kesehatan Nasional, maka prosedur di Gedung A mengikuti proses layanan Jaminan Kesehatan Nasional di gedung B, baik dari registrasi pasien, penyaringan pasien sampai pasien tersebut dinyatakan dirawat.
Permasalahan yang terjadi pada saat penyaringan pasien dapat terjadi antrian pasien yang cukup panjang baik untuk rawat inap khususnya pada kasus-kasus tindakan operatif. Dengan kebijakan Gedung A dapat melayani pasien BPJS Kesehatan dengan status kelas 1 maupun up grade VIP maka kemampuan daya tampung rawat inap sekitar 15 – 30 pasien, namun rata-rata 18 tempat tidur dari total 274 tempat tidur. Dan dipantau oleh 1 orang PIC itu dokter
3.2.2 Alur Proses Kegiatan
Registrasi Gedung Mendaftarkan pasien dan penyaringan pasienBPasien masuk rawat inap
Registrasi Gedung
Mendaftarkan pasien dan penyaringan pasien
B
Registrasi gedung B
Hospital CoordinatorMengatur ruangan dan mengatur antrian tindakan operatif perawatan yadibutuhkan
Hospital Coordinator
Mengatur ruangan dan mengatur antrian tindakan operatif perawatan yadibutuhkan
PICPemantauan cost effectiveness
PIC
Pemantauan cost effectiveness
Pasien Pulang Rawat Inap
Pasien pulang
Pasien pulang
Berkas dikumpul di Business Officer
Berkas dikumpul di Business Officer
Medical RecordDilakukan Peng-kodingan awal
Medical Record
Dilakukan Peng-kodingan awal
Kembali ke PICDilakukan verifikasi internal (diagnose, sumber rumah sakit)
Kembali ke PIC
Dilakukan verifikasi internal (diagnose, sumber rumah sakit)
Medical Record Melakukan revisi setelah verifikasi internal, melakukan input data excel
Medical Record
Melakukan revisi setelah verifikasi internal, melakukan input data excel
FinanceMelakukan penagihan
Finance
Melakukan penagihan
STRUKTUR ORGANISASI SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
Dyalisis & Chemotheraphy RMOSpecialistDepart Head EmergencyDepart Head Nutrisi & DietDepart Head Medical RecordDepart Head Rehab MedikDepart Head Kmr OperasiDepart Head RadiologyOfficerDepart Head MCUOfficerDepart Head LaboratDivisi Head Of Nursing Development & Clinical OperationsDivisi Head Of AncillaryClinical & Medical ServicesDepart Head Rwt JalanDepart Head FarmacyDepart. Quality & RiskKomite PPIKomite PK RSKomite Keselamatan Pasien RSKesehatan & Keselamatan KerjaKomite Farmako & TerapiDepart Head of Talent ManagementDepart Head of FMS & Gen AffairDivisi Head of Accounting, Finance & ICTDivisi Head of Business DevelopmentKomite Etik RSKomite MedikKomite KeperawatanDepart Head of PurchasingDepart Head of ICTDepart Head of Accounting& FinanceDepart Head of Customer RelationDepart Head of Marketing& CommDepart Head InpatientDepart Head Nursing DevelopmentDewan Pengawas RSVice Chief Executive OfficerChief Executive OfficerBoard of Director
Dyalisis & Chemotheraphy
RMO
Specialist
Depart Head Emergency
Depart Head Nutrisi & Diet
Depart Head Medical Record
Depart Head Rehab Medik
Depart Head Kmr Operasi
Depart Head Radiology
Officer
Depart Head MCU
Officer
Depart Head Laborat
Divisi Head Of Nursing Development & Clinical Operations
Divisi Head Of Ancillary
Clinical & Medical Services
Depart Head Rwt Jalan
Depart Head Farmacy
Depart. Quality & Risk
Komite PPI
Komite PK RS
Komite Keselamatan Pasien RS
Kesehatan & Keselamatan Kerja
Komite Farmako & Terapi
Depart Head of Talent Management
Depart Head of FMS & Gen Affair
Divisi Head of Accounting, Finance & ICT
Divisi Head of Business Development
Komite Etik RS
Komite Medik
Komite Keperawatan
Depart Head of Purchasing
Depart Head of ICT
Depart Head of Accounting& Finance
Depart Head of Customer Relation
Depart Head of Marketing& Comm
Depart Head Inpatient
Depart Head Nursing Development
Dewan Pengawas RS
Vice Chief Executive Officer
Chief Executive Officer
Board of Director
STRUKTUR ORGANISASI CASEMIX
Hospital Directordr
Hospital Director
dr
Direktur Medis
Direktur Medis
Case Manager BPJS
Case Manager BPJS
Tabel 5 Skema Fraud Penyelenggaraan Casemix Siloam Hospitl LV
Transaksi
Akun-Akun Yang Terlibat
Skema Fraud
Perencanaan Pelayanan surgery
Admission
Proses antrian surgery lama
Harga Tidak masuk dalam coding
Perencanaan Klaim panjang
Medical record
Verifikasi berulang kali
BAB IV
ANALISIS MASALAH DAN RENCANA PENYEMPURNAAN
UNIT CASEMIX
IV.1 Penentuan Prioritas Masalah Dengan Criteria Matrix Technique
Dari hasil survei yang dilakukan pada bulan Februari 2018 di Unit CASEMIX Siloam Hospital lippo Villag pee rlu dianalisis dan ditentukan prioritas masalah dengan metode Criteria Matrix Tehnique berdasarkan prevalency, severity, rate of increase, tehnical feasibility danresourches availability, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.1. Penentuan prioritas masalah Pelayanan Hemodialisa Siloam Hospital Lippo Village
No
Masalah
I
T
R
Total (IxTxR)
Prioritas
P
Sv
R
1
Sistem antrian surgery panjang
4
4
4
3
2
384
I
2
Proses klaim yang panjang
4
4
2
3
2
284
II
3
Hanya menerima pelayanan kelas 1 dan upgrade
4
3
3
3
2
216
III
4
DPJP yang belum paham layanan JKN
3
3
2
3
2
108
V
5
Belum ada tim casemix
4
4
2
2
3
192
IV
Dari tabel 4.1 dapat ditentukan prioritas masalah utama Tim casemix adalah Point Proses antrian yang panjang, karena akan bergabung dengan gedung B untuk proses pengantriannya ( point sebesar 384 )
Dimana JKN mengalami perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No 5 tahun 2018 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan kesehatan nasional
Berdasarkan Surat Edaran dari Kementrian Kesehatan RI Nomor: IR.03.01/I/570710, mulai tanggal 30 September 2010 grouper INA DRGs dilakukan perubahan mekanisme pengendalian biaya yang dikenal dengan nama INA CBGs. INA CBGs merupakan sistem Case-mix yang di implementasikan di Indonesia saat ini.
IV.2 Analisis Prioritas Masalah dengan Fishbone
Diagram fishbone atau Cause-and-Effect Diagram adalah salah satu langkah identifikasi sebab potemsial dari satu prioritas masalah yang dilakukan secara brainstroming dari berbagai aspek yang mencakup Man, Money, Material, Method, Machine, dan Environment. Analisis Fishbonemasalah tim Casemix di SHLV adalah sebagai berikut:
MachineTidak adaMoneyTidak ada insentif jasa medic bagi tim casemixManBelum terbentuk tim khusus casemix di gedung APrioritas Masalah:Proses Antrian surgery yang panjang
Machine
Tidak ada
Money
Tidak ada insentif jasa medic bagi tim casemix
Man
Belum terbentuk tim khusus casemix di gedung A
Prioritas Masalah:
Proses Antrian surgery yang panjang
MaterialRuang khusus casemix tidak adaMethodAlur panjangEnvironmentRS tipe B sekitaran SHLV sedikit
Material
Ruang khusus casemix tidak ada
Method
Alur panjang
Environment
RS tipe B sekitaran SHLV sedikit
Gambar. 4.1
Diagram Fishbone Prioritas Masalah Tim Casemix SHLV
IV.3 Analisis Pemecahan Masalah dengan Siklus PDSA
Dalam upaya pemecahan masalah digunakan metode siklus deming atau sering disebut siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action). Saat ini, siklus PDCA telah dimodifikasi menjadi PDSA (Plan, Do, Study, Action). Siklus tersebut merupakan empat langkah interaktif dalam pengendalian kualitas.
Plan
Membentuk tim casemix
Menyiapkan ruangan khusus casemix
Memperbaiki SPO
Do
Membuat uraian tugas khusus tim casemix
Membuat usulan dan koordinasi dengan dewan direksi mengenai kesediaan ruangan tim casemix
Memperbaiki SPO proses klaim
Study
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja tim casemix
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kecepatan menaikkan klaim
Action
Melakukan koordinasi berkala dengan KaDiv Medis
Melakukan follow up keputusan dan kebijakan direktur yang berkaitan dengan pelayanan JKN dengan sistem cost effectiveness
Membuat laporan monitoring dan evaluasi layanan JKN dan laporan keuangan pembayaran BPJS Kesehatan
IV.4 Prioritas Pemecahan Masalah
Dari masalah yang ada, setelah diprioritaskan maka langkah berikut adalah menentukan dan memprioritaskan alternatif pemecahan masalah.Penentuan prioritas pemecahan masalahdilakukan dengan cara skoring dengan metode Reinke. Metode ini menggunakan nilai skor 1-5 dengan empat kriteria yaitu :
besarnya masalah ( Magnitude/M)
kegawatan masalah ( Importancy /I)
sensitifitas pemecahan masalah (Vurnerability/V)
biaya (Cost/C).
Tabel 4.2 Prioritas Pemecahan Masalah
Alternatif Pemecahan Masalah
Efektivitas
Efisiensi
C
Nilai
(MxVxI)/C
M
V
I
Proses klaim yang panjang
4
3
4
2
24
Sistem antrian surgery panjang
4
4
5
4
18
BAB V
PENUTUP
V. 1 KESIMPULAN
Dari hasil pelaksanaan residensi di Unit Kerja Casemix Siloam Hospital Tangerang, secara holistic pelayanan berjalan cukup baik. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk perbaikan layanan kedepan baik dari sisi layanan maupun infrastruktur.
Untuk sisi layanan perlunya dipertimbangan untuk dapat melayani seluruh pelayanan jaminan kesehatan, baik layanan yang masuk dalam perhitungan Inacbg maupun yang tidak karena sifat layanan BPJS Kesehatan adalah Gotong royong, namun perlunya juga diperhatikan unit cost dari layanan terutama pelayanan medis surgery yang mengutamakan mutu dan keselamatan pasien, namun juga bagaimana mengaturnya sebagai rumah sakit swasta.
Untuk organisasi perlunya pembenahan dalam tim casemix karena dapat mempengaruhi budaya kerja dan sistem kerja, dimana pada saat ini bagian coder masih dibawah Unit medical record dan layanan administrasi masih dibawah departemen lain, sedangkan casemix adalah suatu sistem pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinisyang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama
V. 2 Saran
Setelah melakukan Residensi di Siloam Hospital Lippo Village, saran yang dapat penulis berikan, Antara lain:
V. 2.1 Bagi Rumah Sakit
1. Evaluasi Terhadap Reaksi
Dalam reaksi khususnya reaksi terhadap adanya ketidakpuasan pelanggan pada layanan yang tidak pasti terhadap waktu penjadwalan operasi
2. Evaluasi Terhadap Pembelajaran
Membuat standar pelayanan operasional terhadap layanan medis khususnya surgery yang berbasis kombinasi gruping terhadap angka InaCbg, sehingga waktu penjadwalan kasus surgery tidak terlampau lama
3. Evaluasi Terhadap Perilaku
Membuat perencanaan dan usulan kepada manajemen RS mengenai kesempatan melanjutkan pendidikan formal bagi tenaga Case manager dan terus melakukan sosialisasi tentang kebijakan BPJS Kesehatan serta Cara Kerja berdasarkan perhitungan Coding InaCbg
Dari hasil wawancara dan observasi , pekerjaan case manager BPJS cukup meminta perhatian khusus dan harus saling berkoordinasi dengan seluruh unit kerja lainnya di Siloam Hospital Lippo Village
4. Evaluasi Terhadap Hasil
Bagi permasalahan lain yang belum saya nilai sebagai prioritas masalah pada pembahasan kali ini, diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk analisa dan pemecahan masalah bagi aktivitas residensi/magang selanjutnya, sehingga masukan yang didapat untuk peningkatan pelayanan khususnya Unit Casemix di RS. Siloam lebih komprehensif.
V.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
1. Evaluasi Terhadap Reaksi
Melalui laporan kegiatan residensi ini diharapkan pihak institusi pendidikan dapat mengetahui kekurangan dalam pemberian materi kuliah dan pembekalan kepada mahasiswa, sehingga mempunyai informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pada materi perkuliahan tentang pelayanan Unit Asuransi .
2. Evaluasi Terhadap Pembelajaran
Selain itu diharapkan pihak Institusi juga mempunyai data dan informasi yang lengkap tentang Rumah Sakit, yang dapat dijadikan data base khususnya pada program studi Manajemen Administrasi Rumah Sakit Universitas Esa Unggul.
3. Evaluasi Terhadap Perilaku
Dengan telah terlaksananya kegiatan residensi ini diharapkan juga dapat terbina hubungan kerja sama yang saling menguntungkan bagi pihak Institusi Pendidikan dan Rumah Sakit tempat Residensi berlansung dan berlanjut untuk periode selanjutnya.
4. Evaluasi Terhadap Hasil
Selanjutnya melalui laporan kegiatan residensi ini dapat memberikan masukan berupa bahan dan kasus kepada mahasiswa Magister Administrasi Rumah Sakit Esa Unggul angkatan berikutnya sebagai studi kasus.
V.2.3 Bagi Pasien/masyarakat
1. Evaluasi Terhadap Reaksi
Dengan beberapa masukan dan saran yang kami berikan kepada pihak Rumah Sakit diharapkan pelayanan yang diberikan kepada pasien maupun pegawai dapat meningkat kualitas pelayanannya sehingga kepuasan pelanggan pengguna BPJS Kesehatan meningkat.
2. Evaluasi Terhadap Pembelajaran
Pembelajaran yang diperoleh dari evaluasi terhadap alur proses penyelenggaraan BPJS Kesehatan diperlukan sosialisasi dan pelatihan secara kontinyu dan berkesinambungan. Perlu terbentuknya organisasi tersendiri, ruangan tersendiri untuk casemix di gedung A
3. Evaluasi Terhadap Perilaku
Dapat dipertimbangkan penambahan tenaga medical record, perawat , sehingga diharapkan juga response time di pelayanan meningkat dan memenuhi Standar Pelayanan Minimal(SPM) serta kemudahan dalam hal pengcodingan, pelaporan.
4. Evaluasi Terhadap Hasil
Evaluasi terhadap banyaknya pasien surgery mendapatkan jadwal waktu operasi yang dapat disesuaikan dengan permintaan rawat inap dari DPJP, yang berhubungan dengan angka Inacbg yang dapat membuat rumah sakit juga mendapatkan revenue yang positif
KEPUSTAKAAN
DAFTAR PUSTAKA
Undang - Undang RI No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Undang – Undang No 24 Tahun 2011 tentang Jaminan Kesehatan Nasional
PerMenkes RI no 27 Tentang Petunjuk Teknis System Indonesian Case Base Groups (INA – CBGS )