BAB I LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS Nama
: M. Amal Riyadi
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir
: 10/9/1997
Umur
: 16 tahun
MRS
: 20/11/2013
Ruangan
: Lontara 2 Atas Belakang Kamar 9 Bed 5
Rekam Medis
: 633061
Jaminan
: Jamkesmas
Dirujuk dari RS Maros
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama Benjolan di depan telinga kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit Dialami sejak ± 9 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Benjolan membesar perlahan-lahan hingga sebesar telur ayam. Saat ini, OS tidak mengeluh nyeri pada benjolan, baik saat ditekan ataupun makan atau minum. Demam (-), gangguan pendengaran (-), gangguan pengecapan (-), nafsu makan menurun (-), penurunan berat badan drastis dalam 6 bulan terakhir (-), batuk (-), sesak (-), nyeri kepala (-), nyeri tulang (-), benjolan di tempat lain (-), mimisan (-), ingus bercampur darah (-), gangguan penglihatan (-). BAB: Biasa, warna kuning pekat. BAK: lancar, kuning
Riwayat etiologi Mengisap rokok/cerutu (-) Minum alkohol (-)
1
Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya -
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada.
-
Tidak pernah operasi.
-
Tidak pernah terkena radiasi di kepala dan leher.
-
Tidak pernah kemoterapi.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis Sakit sedang/gizi baik/composmentis Status Vitalis Tekanan Darah: 100/60mmHg Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 18 x/menit
Suhu
: 36, 4oC
Status Penampilan Karnofski 90% Kepala Konjungtiva
: anemis (-)
Sklera
: ikterus (-)
Bibir
: tidak ada sianosis
Gusi
: perdarahan (-)
Mata
: pupil bulat, isokor, θ2,5mm/2,5mm, RCL +/+, RCTL +/+
Hidung
: darah (-)
Leher Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran DVS
: R-2 cmH20
Deviasi trakea
: tidak ada, tidak ada nyeri tekan.
Paru Inspeksi
: simetris kiri dan kanan
Palpasi
: nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi
: sonor kiri = kanan
2
Auskultasi
: Bunyi pernapasan vesikuler R=L Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi
: batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: S1/S2 reguler,murmur (-)
Status Lokalis -
Regio parotid Inspeksi
: tampak benjolan sebesar telur ayam di depan telinga kanan, warna kulit sama dengan sekitar, soliter, ulkus (-)
Palpasi
: teraba massa tumor berukuran 3 x 4 x 2 cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata, nyeri tekan (-), kesan mobile, pulsasi (-)
Auskultasi : bruit (-), thrill (-)
-
Intraoral: Inspeksi
-
: pendesakan tonsil/uvula (-)
Pemeriksaan N. VII Dalam batas normal
D. RESUME Seorang laki-laki, 16 tahun, dirujuk dari RS Maros dengan keluhan utama benjolan di depan telinga kanan yang dialami sejak ± 9 bulan sebelum masuk Rumah
3
Sakit. Benjolan membesar perlahan-lahan hingga sebesar telur ayam. Saat ini, OS tidak mengeluh nyeri pada benjolan, baik saat ditekan ataupun makan atau minum. Demam (-), gangguan pendengaran (-), gangguan pengecapan (-), nafsu makan menurun (-), penurunan berat badan drastis dalam 6 bulan terakhir (-), batuk (-), sesak (-), nyeri kepala (-), nyeri tulang (-), benjolan di tempat lain (-), mimisan (-), ingus bercampur darah (-), gangguan penglihatan (-). BAB: Biasa, warna kuning pekat. BAK: lancar, kuning. Riw. merokok (-), riw. minum alkohol (-), riw. penyakit yang sama sebelumnya tidak ada, tidak pernah terkena radiasi di kepala dan leher, dan tidak pernah kemoterapi. Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi baik, dan compos mentis. Status penampilan karnofksy 90%. Status vitalis dalam batas normal. Status lokalis regio parotid yaitu tampak benjolan berukuran 3 x 4 x 2 cm di depan telinga kanan, konsistensi padat kenyal, warna kulit sama dengan sekitar, soliter, ulkus (-), permukaan rata nyeri tekan (-), kesan mobile, pulsasi (-), bruit (-), thrill (-). Pada pemeriksaan intraoral tidak tampak pendesakan tonsil/uvula. Pemeriksaan N. VII dalam batas normal. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
E. DIAGNOSIS KERJA Tumor parotis dextra T2N0M0
F. DIAGNOSIS BANDING -
Hemangioma
-
Limfoma
-
Karsinoma Nasofaring
G. RENCANA PEMERIKSAAN Darah rutin Foto thorax PA Biopsy eksisi
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I.
ANATOMI Regio pada Kepala Untuk melancarkan komunikasi sehubungan dengan lokasi struktur, luka, atau kelainan patologis menjadi regio-regio (Gambar 1). Regio auricular termasuk telinga luar. Nama regio bagian neurocranium dari kepala yang berhubungan dengan tulang di bawahnya: regio frontal, parietal, occipital, temporal, dan mastoid. Bagian viscerocranium termasuk regio facial, yang terbagi menjadi lima regio yang bilateral dan tiga regio median yang berhubungan dengan struktur superfisial (regio oral, dan regio buccal), hingga formasi jaringan lunak yang lebih dalam (regio parotid), dan yang regio yang sesuai dengan tulangnya (regio orbita, infraorbital, nasal, zygomatic, dan mental).1
Gambar 1. Regio pada kepala1
5
Gambar 2. Regio parotid potongan superfisial2
Glandula Parotis Glandula parotis merupakan kelenjar saliva mayor terbesar dengan berat ratarata 15-30 gr.3 Glandula ini dibungkus oleh suatu capsula, disebut parotid sheath, yang merupakan lanjutan dari fascia colli.1 Setiap glandula parotis dibagi berdasarkan nervus facialis menjadi lobus superfisial dan lobus profunda. Lobus superfisial, terletak di permukaan lateral dari masseter. Lobus profunda berada medial dari nervus fasialis dan terletak di antara prosessus mastoideus dari os temporal dan ramus mandibula. Kebanyakan neoplasma jinak ditemukan dalam lobus superfisial dan bisa diangkat melalui superfisial parotidktomi. Tumor pada lobus profunda glandula parotis bisa tumbuh dan berkembang serta meluas ke lateral, memindahkan lobus superfisial tanpa hubungan langsung.3 Duktus parotikus yang juga dikenal dengan duktus Stensen, mensekresikan saliva serosa menuju vestibula cavum oral. Dari batas anterior glandula, duktus parotikus berjalan ke ventral dan berada di sebelah superficial dari m.masseter, dan ketika tiba pada tepi anterior otot tersebut akan membelok dan menembusi m.buccinator. Saluran ini masuk ke dalam vestibulum oris dan bermuara setinggi gigi molar 2 atas.3
6
Trunkus nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoid, di antara kartilago meatus akustikus eksternal dan venter posterior otot digastrikus, fasies profunda arteri aurikularis posterior, 1 cm posterior prosessus mastoideus, melintasi bagian superfisial radiks prosessus stiloideus, dari bagian posterior kelenjar parotis memasuki kelenjar parotis. Di dalam parenkim kelenjar tersebut nervus fasialis bercabang dua menjadi trunkus temporofasialis dan trunkus servikofasialis; trunkus temporofasialis lebih besar, berjalan ke superior; trunkus servikofasialis lebih halus, berjalan kurang lebih sejajar margo posterior ramus asenden os mandibular, di posterior vena fasialis posterior berjalan ke inferior. Dari dua trunkus tersebut timbul lima percabangan, yaitu cabang temporal, cabang zigomatik, cabang bukal, cabang mandibular marginal, dan cabang servikal.4
II.
PEMERIKSAAN GLANDULA SALIVA Gejala yang menunjukkan kelainan glandula saliva jumlahnya terbatas dan secara umum tidak spesifik. Pasien biasanya mengeluh bengkak, nyeri, xerostomia, rasa kotor, dan kadang-kadang sialorrheaa, atau air liur yang berlebihan. Meskipun telah banyak teknologi modern yang bisa mengidentifikasi kelainan glandula saliva, anamnesis yang mendetail dan pemeriksaan fisis yang mendalam tetap memainkan peran penting dalam menegakkan diagnosis dan penangan awal bisa segera dilakukan.3
Anamnesis Profil medis pasien bisa memberikan petunjuk yang menolong terhadap kondisi glandula saliva saat ini. Disfungsi dari glandula ini sering kali berhubungan dengan penyakit sistemik tertentu seperti diabetes mellitus, arteriosklerosis, ketidak seimbangan hormone, dan kelainan neurologis. Usia dan jenis kelamin juga memainkan peran penting, untuk beberapa penyakit sering kali berhubungan dengan usia atau jenis kelamin. Kelainan autoimun seperti Sjogren syndrome sering pada wanita menopause, sedangkan mumps, pembengkakan parotis karena infeksi paramyxoviral, biasanya muncul pada anak usia 4-10 tahun.
7
Riwayat obat-obatan juga harus ditanyakan. Xerostomia sering kali berhubungan dengan penggunaan diuretik dan antihipertensi lainnya.
Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi saliva5 Riwayat diet juga demikian. Pasien dengan bulimia atau anorexia atau sedang menjalani kemoterapi merupakan resiko terjadinya parotitis. Pembengkakan dan nyeri selama makan yang diikuti dengan berkurangnya gejala setelah makan bisa mengindikasi stenosis parsial duktus.
Tabel 2. Istilah untuk kelainan sekresi saliva5
8
Pemeriksaan Fisis Inspeksi awal diakukan pada regio kepala dan leher, intra oral dan ekstra oral. Selama inspeksi ektra oral, pasien harus berdiri sejauh 3-4 kaki dari pemeriksa. Pemeriksa harus melihat kesimetrisan, warna, kemungkinan adanya pulsasi, dan discharge sinus dari kedua sisi kakan pasien. Glandula parotis yang normal tidak bisa terlihat. Pembesaran glandula saliva mayor dan minor, sering kali parotis atau submandibula, bisa muncul di satu atau kedua sisi. Parotitis muncul dengan pembengkakan pre auricular, namun bisa tidak terlihat jika letaknya didalam atau di parenkim glandula. Pembengkakan submandibula muncul di bagian media dan inferior dari angulus mandibula. Pembengkakan glandula saliva secara umum bisa dibedakan dengan kelenjar limfa yang soliter, besar, dan kenyal, tetapi kedua tipe tersebut sering kali membingungkan. Defisit neurologis harus diperiksa. Paralisis nervus fasialis sebagai contoh, menandakan neoplasma ganas parotis, meskipun bisa muncul pada neoplasma jinak walaupun jarang.3,5 Inspeksi intra oral juga dilakukan dengan memeriksa orifisium duktus (Wharton dan Stensen ducts), adakah kemerahan atau pembengkakan aliran saliva, spontan atau sebagai respon terhadap massase glandula, merupakan parameter penting untuk membedakan adanya obstruksi, inflamasi, atau normal (saliva jernih, atau tidak ada, flocculent, purulen, berdarah). Regio parafaringeal atau tonsil bisa menonjol karena pembengkakan glandula parotis lobus profunda.3,5
Gambar. Tumor pada glandula parotis lobus profunda5
9
Glandula parotis yang normal hampir tidak teraba. Glandula submandibula, glandula sublingual yang membengkak dan duktus ekskretori bisa dipalpasi secara bimanual, dan menentukan ukuran, konsistensi, kontur permukaan, nyeri tekan, mobilitas terhadap kulit dan jaringan dasarnya. Normalnya, glandula sublingual tidak bisa dipalpasi.5
Gambar. Teknik palpasi bimanual glandula submandibula5
Tabel. Klasifikasi TNM tumor glandula saliva mayor
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti darah, urin, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi.
10
Pemeriksaan Radiologi a. USG: USG bisa membedakan parenkim glandula yang normal, inflamasi (dengan atau tanpa liqufaksi), tumor, kelenjar limfe, dan duktus yang berdilatasi karena obstruksi kalkulus. Secara umum, USG adalah pemeriksaan radiologi pertama yang dianjurkan dan bisa dikombinasikan dengan fine-needle aspiration biopsy (FNA-B). Namun modalitas ini terbatas oleh refleksi tulang sehingga tidak bisa mengevauasi struktur yang lebih dalam, seperti ekstensi glandula parotis ke parafaringeal. USG merupakan pemeriksaan non invasif, tidak nyeri, dan dapat diulangi. b. Foto polos: foto polos dasar cavum oral, glandula submandibula, dan glandula parotis jarang dilakukan karena struktur superimpose. Foto polos mandibula Ap/Eisler dikerjakan bila tumor melekat tulang. Foto thorax untuk mencari metastasis jauh. c. Sialografi: pemeriksaan radiologi dengan kontras pada duktus ekskretori setelah kateterisasi memberikan gambaran yang mendetail sistem duktus glandula parotis dan glandula submandibula. Saat ini sialografi jarang dilakukan, karena komplikasinya (infeksi, pembentukan abses, ekstravasasi) dan tersedianya USG, sialoendoskopi, dan MRI. Indikasi sialografi termasuk untuk mendeteksi batu kecil di duktus ekskretori, anomali duktus ekskretori, sialadenosis, inflamasi kronik atau kista parotis/submandibula. Sialografi kontraindikasi jika ada tanda inflamasi akut. d. CT dan MRI: sebagian besar lesi glandula saliva yang tidak bisa didiagnosis berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan USG harus diperiksa dengan CT dan MRI. CT scan lebih unggul dari MRI untuk mengevaluasi struktur tulang, sedangkan MRI lebih membantu untuk membedakan kondisi inflamasi dan neoplasma glandula saliva. Indikasi dilakukannya CT scan yaitu pada pasien dengan pembesaran glandula parotis yang difus, ekstensi tumor melewati lobus superifisial, kelemahan nervus fasialis, trismus, atau tumor parotis lobus profunda yang sulit dievaluasi secara klinis. Jika massa parotis kesan terfiksir dengan struktur dalam, lebih tepat untuk diperiksa dengan CT untuk mengevaluasi ekstensi. Indikasi dilakukannya MRI yaitu pada pasien dengan facial nerve palsy.
11
Pemeriksaan bisa dilakukan kedua-duanya. Kedua pencitraan ini membantu dan akurat untuk membedakan tumor parotis lobus profunda dari massa parafaringeal. Pencitraan ini juga membantu mengevaluasi suspek massa kelenjar limfa. CT scan/MRI dilakukan pada tumor dengan mobilitas terbatas, untuk mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional. CT scan perlu dibuat pada tumor parotis lobus profunda untuk mengetahui perluasan ke orofaring. e. Sialoendoskopi: duktus ekskretori mayor (duktus Stensen dan Wharton) bisa diperiksa dengan special endoskopi, yang dilakukan di bawah anestesi lokal setelah dilatasi pupil.
Pemeriksaan Patologi a. FNA (Fine needle aspiration) - Belum merupakan pemeriksaan baku - Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni pemeriksaan kelenjar air liur. b. Biopsi insisional - Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperable. c. Biopsy eksisional - Pada tumor parotis yang operable dilakukan parotidektomi superfisial - Pada tumor submandibula yang operable dilaukan eksisi submandibula - Pada tumor sublingual dan kelenjar air liur minor yang operable dilakukan eksisi luas (minimal 1 cm dari batas tumor) d. Pemeriksaan potong beku Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsy eksisional e. Pemeriksaan specimen operasi
III.
DIAGNOSIS Penyakit pada glandula saliva sering kali bermanifestasi pembengkakan unilateral atau bilateral. Pembengkakan ini memunculkan berbagai diagnosis banding sehingga riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, pemeriksaan radiologi, dan biopsy memainkan peran penting.
12
Tumor yang tumbuh di bagian dalam kelenjar parotis, karena lokasinya tidak mudah diketahui; terlepas dari sifatnya ganas atau jinak umumnya mobilitas terbatas. Ada kalanya tumor berekspansi ke faring, sehingga tonsil dan palatum mole menorok ke dalam, rongga faring menyempit. Tumor ganas kelenjar parotis relative jarang ditemukan, tidak sedikit gejala klinis menyerupai tumor jinak, tapi terdapat adhesi dan fiksasi bervariasi. Pertumbuhan tumor ganas umumnya relative cepat, bila mengenai nervus fasialis maka timbul facial nerve palsy. Daerah itu dapat nyeri menetap, bila mengenai otot kunyah/mastikasi maka membuka mulut terganggu. Sebagian pasien menderita pembesaran kelenjar limfe regional karena metastasis. Walaupun tumor metastasis kelenjar parotis jarang ditemukan, tapi bila terdapat tumor di regio parotis, harus dipikirkan kemungkinan tumor metastasis. Paling sering metastasis dari karsinoma skuamosa dan melanoma maligna. Pembengkakan pada satu atau lebih glandula saliva bisa karena obstruksi duktus,
inflamasi,
atau
neoplasma.
Pemeriksaan
laboratorium
membantu
membedakan sebuah inflamasi dan tumor. Peningkatan WBC, LED, atau CRP menunjukkan inflamasi. Tumor glandula saliva secara umum menunjukkan hasil yang normal pada darah rutin. Pada kasus tertentu, tumor yang mengobstruksi bisa menyebabkan statis saliva sehingga infeksi. Secara umum, pemeriksaan USG merupakan prosedur diagnostic pertama setelah pemeriksaan fisis. USG bisa menunjukkan perubahan pada sistem duktus dan ciri-ciri pembengkakan secara akurat, membedakan kista dan lesi solid. Informasi ini bisa mengarahkan ke pemeriksaan lanjutan lain yang dibutuhkan.
13
Gambar. Diagnosis banding pembengkakan akut dan kronik Diagnosis pasti pembengkakan glandula saliva ditegakkan pada saat operasi. Tumor bermanifestasi klinis sebagai lesi yang tidak nyeri, pembengkakan unilateral dengan nodul yang terpalpasi. Penting untuk menilai adanya tanda yang membedakan tumor jinak dan ganas. Tanda tumor jinak: - Tumbuh lambat (bulan ke tahun) - Tidak nyeri, nodul keras atau lunak kesan mobile - Tidak ada tanda infiltrasi tumor ke jaringan sekitar - Tidak ada gejala tambahan Tanda tumor ganas: - Tumbuh cepat (minggu ke bulan) - Nyeri, nodul kesan terfiksir - Ada tanad infiltrasi tumor ke otot, kulit, atau saraf (facial nerve palsy) - Pembesaran kelenjar limfe Facial nerve palsy berhubungan dengan tumor parotis yang hampir selalu tumor ganas. Lokasi tumor glandula saliva membantu diagnosis banding tumor. 80% tumor glandula saliva terkena pada glandula parotis, sekitar 10% pada glandula submandibula, dan 10% sisanya pada glandula saliva lainnya. Pembengkakan glandula parotis yang terlokalisasi seringkali menandakan sebuah tumor. Hanya 20% dari tumor parotis merupakan tumor ganas, dibandingkan dengan glandula saliva lain yang hampir setengahnya.
14
Gambar. Alur pemeriksaan penyakit glandula saliva.
IV.
PROSEDUR TERAPI Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur adalah pembedahan. Radioterapi sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada karsinoma kelenjar air liur yang inoperable. Kemoterapi hanya diberikan sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan. Terapi utama (pembedahan) pada tumor parotis: a. Parotidektomi superfisial, dilakukan pada: tumor jinak parotis lobus superfisial. b. Parotidektomi total, dilakukan pada: - Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan N.VII - Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus c. Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada: tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau N.VII d. Diseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: ada metastase kelenjar getah bening leher yang masih operable. Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur dengan kriteria: a.
High grade malignancy
b.
Masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
15
c.
Tumor menempel pada syaraf (N. fasialis, N. lingualis, N. hipoglosus, N. asesorius)
d.
Setiap T3, T4
e.
Karsinoma residif
f.
Karsinoma parotis lobus profundus
16
BAB III PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang laki-laki, 16 tahun, dirujuk dari RS Maros dengan keluhan utama benjolan di depan telinga kanan yang dialami sejak ± 9 bulan yang lalu. Benjolan membesar perlahan-lahan hingga sebesar telur ayam. Saat ini, OS tidak mengeluh nyeri pada benjolan, baik saat ditekan ataupun makan atau minum. Demam (-), gangguan pendengaran (-), gangguan pengecapan (-), nafsu makan menurun (-), penurunan berat badan drastis dalam 6 bulan terakhir (-), batuk (-), sesak (-), nyeri kepala (-), nyeri tulang (), benjolan di tempat lain (-), mimisan (-), ingus bercampur darah (-), gangguan penglihatan (-). BAB: Biasa, warna kuning pekat. BAK: lancar, kuning. Riw. merokok (-), riw. minum alkohol (-), riw. penyakit yang sama sebelumnya tidak ada, tidak pernah terkena radiasi di kepala dan leher, dan tidak pernah kemoterapi. Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi baik, dan compos mentis. Status penampilan karnofksy 90%. Status vitalis dalam batas normal. Status lokalis regio parotid yaitu tampak benjolan berukuran 3 x 4 x 2 cm di depan telinga kanan, konsistensi padat kenyal, warna kulit sama dengan sekitar, soliter, , ulkus (-), permukaan rata, nyeri tekan (-), kesan mobile, pulsasi (-), bruit (-), thrill (-). Pada pemeriksaan intraoral, tidak tampak pendesakan tonsil/uvula. Pemeriksaan N. VII dalam batas normal. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening. Berdasarkan anatomi, benjolan tersebut berada pada regio parotis. Massa pada regio parotis didiagnosis sebagai tumor parotis sampai dibuktikan sebagai diagnosis lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Orvidas et al, massa parotis pada anak usia > 10 tahun sebagian besar merupakan lesi jinak, kemudian lesi infeksi/inflamasi, dan yang paling sedikit yaitu lesi ganas. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah dilakukan, tidak ditemukan tanda-tanda peradangan seperti demam atau riwayat demam, kemerahan pada parotis, atau nyeri tekan. Sehingga kami menyingkirkan kemungkinan pembesaran parotis akibat infeksi/inflamasi. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, ditemukan benjolan yang tumbuh lambat (±9 bulan), tidak nyeri, lunak, kesan mobile, tidak ada tanda infiltrasi ke jaringan sekitar seperti facial nerve palsy, dan tidak ada gejala atau tanda metastasis sehingga kami
17
menyingkirkan kemungkinan pembesaran parotis akibat lesi ganas dan lebih memilih lesi jinak. Jadi, diagnosa kerja pada pasien ini yaitu tumor parotis dextra T2N0M0. Pasien ini kami diagnosis banding dengan hemangioma, karsinoma nasofaring, dan limfoma. Hemangioma sering kali muncul pada anak-anak dengan pembengkakan di regio pre auricular. Limfoma juga muncul sebagai massa parotis.
18
DAFTAR PUSTAKA 1. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5th ed. United States: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 957. 2. Agur AM, Dalley AF. Grant’s Atlas of Anatomy. 12th ed.United States: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. p. 665. 3. Holsinger FC, Bui DT, Anatomy, Function, and Evaluation of the Salivary Glands, in: Myers EN, Ferris RL, editors. Salivary Gand Disorders. United States: Springer; 2007. p. 2-. 4. Angui Y, Tumor Kelenjar Liur, in: Desen W, editor. Buku Ajar Onkologi Klinis. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. p.3045. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhino-laryngology A Step-by-Step Learning Guide. 2nd ed. New York: Thieme; 2006. p. 132. 6. PERABOI. Persatuan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. 2010.
19