BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral. Sementara di Indonesia sendiri, belum ada data mengenai tumor medula spinalis.1,2 Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di bagian tubuh lainnya. Tumor medula spinalis juga dibagi berdasarkan lokasinya menjadi
tumor
ekstradural,
intradural
ekstramedular.1,3
1
intramedular,
dan
intradural
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis merupakan tumor yang jarang terjadi dan memiliki onset dan perjalanan penyakit yang perlahan.4 B. Anatomi Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya terletak dalam kanalis vertebralis. Medula spinalis dikelilingi oleh strukturstruktur yang secara berurutan dari luar ke dalam terdiri atas:5 1. Dinding kanalis vertebralis yang terdiri atas tulang vertebrae dan ligamen. 2. Lapisan jaringan lemak ekstradural yang mengandung anyaman pembuluh darah vena 3. Meninges, yang terdiri atas: a. duramater (pachymeninx) b. arachnoid (leptomeninx) yang menempel secara langsung pada duramater, sehingga di antara kedua lapisan ini dalam keadaan normal tidak dijumpai suatu ruangan. c. ruangan subarachnoid yang di dalamnya terdapat cairan serebrospnal (CSF) d. piamater, yang menempel langsung pada bagian luar medula spinalis.
2
Gambar 2.1 Segmen-segmen medula spinalis Pada tubuh orang dewasa panjang medula spinalis adalah sekitar 43 cm. Pada masa tiga bulan perkembangan intrauterin, panjang medula spinalis sama dengan panjang korpus vertebrae. Pada masa perkembangan berikutnya, kecepatan pertumbuhan korpus vertebrae melebihi kecepatan pertumbuhan medula spinalis. Akibatnya pada masa dewasa, ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kranial korpus vertebrae lumbal II atau intervertebral disk I/II. Perbedaan panjang medula spinalis dan korpus vertebrae ini mengakibatkan terbentuknya konus medularis (bagian paling kaudal dari medula spinalis yang berbentuk kerucut dan terutama terdiri atas segmen-segmen sakral medula spinalis) dan cauda equina (kumpulan radiks nervus lumbalis bagian kaudal dan 3
radiks nervus sakralis yang mengapung dalam CSF). Kearah kaudal, ruangan subarachnoid berakhir setinggi segmen sakral II atau III korpus vertebrae. Dengan demikian, di antara korpus vertebrae lumbal II sampai korpus vertebrae sakral III tidak lagi terdapat medula spinalis, melainkan hanya terdapat cauda equina yang terapung-apung di dalam CSF. Hal ini memungkinkan tindakan punksi lumbal di daerah intervertebral disk III/IV atau IV/V tanpa mencederai medula spinalis.5 Seperti halnya korpus vertebrae, medula spinalis juga terbagi ke dalam beberapa segmen, yaitu: cervikal (C1-C8), segmen torakal (T1-T12), segmen lumbal (L1-L5), segmen sakral (S1-S5) dan 1 segmen koksigeal yang vestigial. Serabut saraf yang kembali ke medula spinalis diberi nama sesuai lokasi masuk/keluarnya
dari
kanalis
vertebralis
pada
korpus
vertebrae
yang
bersangkutan. Saraf dari C1-C7 berjalan di sebelah atas korpus vertebrae yang bersangkutan, sedangkan dari saraf C8 ke bawah berjalan di sebelah bawah korpus vertebrae yang bersangkutan.5 Diameter bilateral medula spinalis selalu lebih panjang dibandingkan diameter ventrodorsal. Hal ini terutama terdapat pada segmen medula spinalis yang melayani ekstremitas atas dan bawah. Pelebaran ke arah bilateral ini disebut intumesens, yang terdapat pada segmen C4-T1 (intumesens cervikalis) dan segmen L2-S3 (intumesens lumbosakral). Pada permukaan medula spinalis dapat dijumpai fisura mediana ventalis, dan empat buah sulkus, yaitu sulkus medianus dorsalis,
sulkus
dorsolateralis,
sulkus
ventrolateralis.5
4
intermediodorsalis
dan
sulkus
Pada penampang transversal medula spinalis, dapat dijumpai bagian sentral yang berwarna lebih gelap (abu-abu) yang dikenal dengan gray matter. Gray matter adalah suatu area yang berbentuk seperti kupu-kupu atau huruf H. Area ini mengandung badan sel neuron beserta percabangan dendritnya. Di area ini terdapat banyak serat-serat saraf yang tidak berselubung myelin serta banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Hal inilah yang mengakibatkan area ini berwarna lebih gelap.5 Di bagian perifer medula spinalis, tampak suatu area yang mengelilingi grey matter yang tampak lebih cerah dan dikenal dengan white matter. White matter terdiri atas serat-serat saraf yang berselubung myelin dan berjalan dengan arah longitudinal.5
C. Epidemiologi Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.1 Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia
5
anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.6 Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.4,5 Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.4,5
6
Tumor didaerah ekstradural pada umumnya terdiri dari tumor primer dan metastasis. Pada tumor medula spinalis ektradural, yang lebih banyak ditemukan adalah tumor metastasis dibanding tumor primer dengan rasio kurang lebih 3-4:1.1
D. Klasifikasi Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.1 Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Gambar 2.2 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intraduralekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural
Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya Ekstra dural
Intradural ekstramedular
Intradural intramedular
Chondroblastoma
Ependymoma, tipe myxopapillary
Astrocytoma
Chondroma
Epidermoid
Ependymoma
Hemangioma
Lipoma
Ganglioglioma
Lipoma
Meningioma
Hemangioblastoma
Lymphoma
Neurofibroma
Hemangioma
Meningioma
Paraganglioma
Lipoma
Metastasis
Schwanoma
Medulloblastoma
Neuroblastoma
Neuroblastoma
Neurofibroma
Neurofibroma
Osteoblastoma
Oligodendroglioma
Osteochondroma
Teratoma
Osteosarcoma Sarcoma Vertebral hemangioma
E. Etiologi dan Patogenesis Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh selsel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.7
8
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.6
F. Manifestasi Klinis Gejala nyeri merupakan keluhan terbanyak yang membawa pasien berobat ke dokter (65-80%). Gangguan nyeri yang timbul merupakan stimulasi disfungsi dari radiks ventral ataupun radiks dorsalis medulla spinalis. Nyeri yang terjadi dapat bersifat radikular atau funikular. Nyeri radikular mempunyai karakteristik bersifat tajam, menyengat, dapat dilokalisasi dan diperberat pada keadaan yang menyebabkan “stretching”, sedang nyeri funikular bersifat difus, tidak dapat dilokalisasi dengan tepat, dan sering disertai rasa panas serta diperberat oleh gerakan dari spinal. Pada kasus tumor intradural ekstra medular nyeri radikular sering merupakan keluhan utama dan sering ada selama beberapa bulan atau tahun sampai diagnosis ditegakkan. Pada kasus tumor intramedular sangat jarang ditemukan nyeri radikular, biasanya nyeri bersifat funikular.1,8 Neoplasma yang terdapat pada medula spinalis khususnya segmen servikal atas seringkali pada awalnya menunjukkan gejala nyeri di leher, regio oksipital,
9
dan bahu. Servikal pertama tidak memiliki distribusi dermatom sensorik, tetapi servikal kedua menginervasi bagian posterior dari kulit kepala, menjelaskan pola nyeri radikuler pada lokasi ini. Jika tumor mengenai level servikal 3-4, nyeri radikuler dapat diproyeksikan ke leher atau puncak bahu. Nyeri umumnya diprovokasi oleh gerakan leher, sehingga terdapat keterbatasan pada gerakan spontan menoleh atau menunduk.1,8 Gangguan motorik merupakan gejala kedua yang sering muncul setelah nyeri, Hal tersebut diduga karena traktus pyramidal lebih sensitif terhadap penekanan dibandingkan jalur sensorik. Untuk membedakan tumor intramedular dan ekstramedular dengan gejala motorik sangatlah sulit karena kedua jenis tumor ini kelemahan yang timbul keduanya bersifat progresif. Pada tumor intramedular biasanya kelemahan menyebar dari proximal kearah distal. Keluhan yang umumnya muncul adalah terdapatnya kelemahan pada anggota gerak ipsilateral. Kelemahan ini dapat berlanjut ke sisi kontralateral anggota gerak bawah dan kemudian ke kontra lateral anggota gerak atas. Keluhan pada sensorik umumnya diawali di ekstremitas atas sama dengan keluhan motorik dengan distribusi dan jenis yang bervariasi.1,8 Gejala sensorik yang timbul umumnya adalah adanya rasa baal dan kesemutan. Parestesi muncul pada 10% kasus epidural tumor, tumor selubung saraf dan tumor intramedular sedang pada meningioma didapatkan dengan frekuensi 23-37%9. Pada tumor intramedular biasanya ditemui gangguan sensorik (hipestesi) yang bersifat descending dan bersifat segmental sedang pada tumor ekstramedular bersifat ascending, hal ini berhubungan dengan letak dari tumor.1,8
10
Pada tumor medulla spinalis, gangguan otonom pada tumor intramedular maupun pada tumor ekstramedular merupakan gejala terakhir yang timbul setelah gangguan sensorik dan motorik kecuali bila tumor terdapat pada konus medularis atau cauda equina. Tumor pada cervical, torakal, dan lumbal bagian atas menimbulkan gejala dari disfungsi sfingter yaitu peningkatan frekuensi dan urgensi dari miksi.1,8
G. Diagnosis Diagnosis tumor medula spinalis diambil berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis serta penunjang. Tumor ekstradural mempunyai perjalanan klinis berupa fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali disertai Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi yang berlangsung cepat. Pada pemeriksaan radiogram tulang belakang, sebagian besar penderita tumor akan memperlihatkan gejala osteoporosis atau kerusakan nyata pada pedikulus dan korpus vertebra. Myelogram dapat memastikan letak tumor.1,2 Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah kompresi serabut saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula di punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi. Defisit sensorik berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen medulla spinalis.1,2,3
11
Pada tomor ekstramedular, kadar proteid CSS hampir selalu meningkat. Radiografi spinal dapat memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikulus yang berdekatan. Seperti pada tumor ekstradural, myelogram, CT scan, dan MRI sangat penting untuk menentukan letak yang tepat.2,3 Pada tumor intramedular, kerusakan serabut-serabut yang menyilang pada substansia grisea mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas senssi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Radiogram akan memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan erosi pedikulus. Pada myelogram, CT scan, dan MRI, tampak pembesaran medulla spinalis.2,3 Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini :3 a. Laboratorium Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan (sitologi), protein dan glukosa. Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa dan sitologi yang normal didapatkan pada tumor-tumor medula spinalis, walaupun apabila telah menyebar ke selaput otak, kadar glukosa didapatkan rendah dan sitologi yang menunjukkan malignansi. b.
Foto Polos Vertebrae Foto
polos
seluruh
tulang
belakang
67-85%
abnormal.
Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung
12
hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara. c. CT-scan CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor. d. MRI Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-scan. H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular
adalah
dengan
pembedahan.
Tujuannya
adalah
untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intraduralekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologist dan tidak secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post operasi.9 Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :9
13
Pembedahan Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post operasi, dapat mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma dan 100% pada hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan penatalaksanaan terpilih untuk tumor ekstramedular. Pembedahan, dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya, aman dan merupakan pilihan yang efektif. Terapi radiasi Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit yang dilakukan pada daerah yang terkena. Kemoterapi Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya mempunyai sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat meningkatkan fungsi neurologis untuk sementara tetapi pengobatan ini tidak dilakukan untuk jangka waktu yang lama. Walaupun steroid dapat menurunkan edema vasogenik, obat-obatan ini tidak dapat menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut. Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyababkan ulkus gaster, hiperglikemia dan penekanan system imun dengan resiko cushing symdrome dikemudian hari. Regimen kemoterapi hanya meunjukkan angka keberhasilan yang kecil pada terapi tumor medulla spinalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sawar darah otak yang membatasi masuknya agen kemotaksis pada CSS.
14
I.
Prognosis Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).1,9
15
BAB 3 KESIMPULAN
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical pertama hingga sacral. Berdasarkan hubungannya dengan selaput menings spinal, tumor medula spinalis diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya, tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta tumor yang tumbuh pada ruang subarachnoid (ekstramedular). Gambaran klinik pada tumor medulla spinalis sangat ditentukan oleh lokasi serta posisi pertumbuhan tumor dalam kanalis spinalis. Cairan spinal, Computed Tomographic (CT) myelography, dan MRI spinalis merupakan tes yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan lesi pada medula spinalis.. Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular
adalah
dengan
pembedahan.
Tujuannya
adalah
untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi eurologis secara maksimal.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara 3. Huff,
J.S.
2010.
Spinal
Cord
Neoplasma.
[serial
online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [15 Juli 2012]. 4. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. Medan: Universitas Sumatera Utara 5. Nogradi A. 2000. Anatomy and physiology of the spinal cord. [serial online]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19831838 [14 Juli 2012] 6. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of
Intradural
Intramedullary
Neoplasms.
[serial
online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [1 April 2011]. 7. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online]. http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainands pinaltumors.htm. [1 April 2011]. 8. Byrne TN, Waxman SG. Spinal Cord Compression. Diagnosis and Principles of Management. Philadelphia, Davis Company; 1990:49-50, 184-187 9. Muir C. Management of spinal tumors. FALL 2011; 6(2): 25-29
17