Case Report Session
TUMOR MEDULA SPINALIS (METASTASE)
Oleh :
Latifah 0810313252
Pembimbing :
Prof.dr. H. Basjiruddin Ahmad,Sp.S (K) Dr. Yuliarni Syafrita,Sp.S (K)
Bagian Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013 1
TINJAUAN PUSTAKA ` 1. PENDAHULUAN
Metastase ke medulla spinalis sering terjadi pada pasien yang menderita kanker. Tulang belakang merupakan tempat metastasis tersering ketiga setelah paru dan hepar. Rata-rata 60-70 % pasien dengan kaneker sistemik akan mendapat mendapat metastasis ke medulla spinalis dan diduga hanya 10% yang menunjukkan gejala. Lebih kurang 94-98 % penderita memperlihatkan gejala adanya keteribatan epidural dan atau tulang belakang. Ekstramedular intradular dan intramedular merupakan sumber kanker sistemik yang jarang terjadi, diperkirakan 5-6 % dan 0,5-1 % dari metastasis ke medulla spinalis. Insiden sel kanker yang menyerang leptomeningea adalah 8-13 %. Dari hasil otopsi kasusnya diperkirakan sebanyak 25 %. 2. PATOFISIOLOGI
Penyebaran tumor primer melalui aliran darah arteri. Teori yang berkembang adalah penyebaran melalui Pleksus Batson yaitu valsava manuver. Invasi secara langsung melalui foramen intervertebral juga dapat terjadi. Di samping pengaruh adanya massa, massa di epidural dapat menyebabkan distorsi tulang belakang yang berakibat demielinasi dan destruksi aksonal. Kelainan pembuluh darah seperti bendungan vena dan udem vasogenik pada tulang belakang bisa menyebabkan infark dan perdarahan. Sekitar 70 % lesi yang bersifat simptomatik dapat ditemukan pada regio torak, sebagian besar pada T4-T7. Sisanya, 20 % ditemukan pada regio servikal.
2
Metastase intramural dan intramedular tidak sesering metastase di corpus vertebra dan ruang epidural. Sumber utama dari metastasis antara lain: 1. Paru-paru
31 %
2. Payudara
24 %
3. Saluran pencernaan
9%
4. Prostat
8%
5. Lifoma
6%
6. Melanoma
4%
7. Tidak diketahui
2%
8. Ginjal
1%
9. Dan lain-lain termasuk myeloma 13 %
3. FREKUENSI
Di Amerika Serikat , medulla spinalis merupakan tempat tersering metastasis. Sekitar 30-70 % pasien yang diketahui menderita tumor, pada otopsi ditemukan metastase ke medulla spinalis. Metastase ke medulla spinalis lebih sering pada pria daripada wanita, lebih sering pada usia 40-65 tahun. 4. MORTALITAS DAN MORBIDITAS
Angka rata-rata ketahanan hidup pasien dengan metastasis ke medulla spinalis adalah 10 bulan. Gejala yang ditimbulkan oleh metastasis ini harus diperhatikan seperti pasien dengan paralisis dan atau gangguan BAB dan BAK.
3
Juga harus diperhatikan kualitas hidup dan dukungan dari keluarga. Kompresi tulang belakang merupakan fase preterminal dengan angka ketahanan hidup ratarata 3 bulan.
5. GEJALA KLINIS
90 % dari pasien menunjukkan gejala nyeri tulang, nyeri pungung dan diikuti oleh nyeri radiks. Sekitar 50 % mengalami disfungsi sensorik dan motorik, dan lebih dari 50 % mengalami disfungsi BAB dan BAK. Sekitar 5-10 % pasien kanker yang memiliki gejala utama berupa kompresi tulang belakang, dan sekitar 50 % tidak terdiagnosis, 15 % menderita paraplegik. Nyeri tulang pada malam hari merupakan gejala yang tidak menyenangkan. 6. PEMERIKSAAN TAMBAHAN 1. Prosedur diagnostik dalam mengevaluasi metastasis ke medulla spinalis
•
Rontgen foto polos, CT- scan seluruh tulang punggung harus dilakukan, dilanjutkan dengan MRI dengan atau tanpa kontras. Pada pasien dengan gejala yang progresif, rontgen dada, pemeriksaan fisik telah dapat menjamin.
•
Rontgen foto polos menunjukkan erosi pedikel atau korpus vertebral
•
CT scan berguna dalam menunjukkan integritas columna vertebral.Ct scan juga dapat memperlihatkan jaringan lunak dan limfonodus paraspinal
•
Myelografi emergensi untuk situasi dimana MRI tidak tersedia, myelografi menunjukkan contoh LCS
4
•
MRI merupakan modalitas pilihan. Pemakaian dengan zat kontras dapat membantu dalam membedakan antara metastasis dengan degenerasi sumsum tulang.
2. Bone scanning
•
Bone scan positif pada 60 % pasien namun tidak spesifik
•
Lesi yang aktif menunjukkan uptake Technetium-99M yang meningkat
7. KOMPLIKASI
Metastasis dapat juga muncul ke struktur yang ada di sekitar medulla spinalis. Metastasis ke neuraksis sangat jarang ditemukan dibandingkan dengan parenkim otak dan kolumna vertebre. Selaput meningen dan saraf kranial juga sering dikenai. Penyebaran ke hipofisis pernah dilaporkan, namun hanya sekitar 0,5 %. Kanker paru-paru, kanker payudara dan limfoma non hodgkin dapat bermetastasis ke pleksus brakialis. Meningitis karsinomatous ditemukan 8 % pada otopsi pasien dengan karsinoma. Kanker yang sering menyebabkan meningitis karsinomatous antara lain: payudara, paru-paru, saluran pencernaan, melanoma, limfoma non Hodgkin dan leukemia. 8. PROGNOSIS
Hasil akhir dari metastasis ke tulang belakang dan struktur yang berhubungan adalah buruk. Tujuan utama dari terapi pada penyakit ini adalah mempertahankan
kemandirian
pasien
kenyamanan.
5
dan
mengoptimalisasikan
tingkat
9. PENATALAKSANAAN A. Terapi medis Tidak ada terapi yang terbukti dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien dengan metastasis ke medulla spinalis. Tujuan dari terapi adalah untuk kontrol nyeri dan pemeliharaan fungsi. 1. Terapi nyeri
Steroid dan anti inflamasi non steroid (NSAID), sering digunakan untuk terapi nyeri tulang. Pemakaian ortotik spinal dan fisioterapi berguna dalam terapi adjuvant. Terapi steroid awal yang digunakan adalah deksametason dosis tinggi. Biasanya digunakan 4-10 mg tiap 6 jam. Sekitar 64 % pasien dilaporkan terjadi pengurangan nyeri antara 24-48 jam setelah terapi dengan steroid dan 57 % mengalami peningkatan fungsi motorik. Pada beberapa pasien pemakaian steroid harus tetap dilakukan sampai radioterapi selesai.
2. Terapi nyeri neuropati Fakta terbaru menunjukkan bahwa obat anti epilepsi efektif dalam mengatasi nyeri neuropati. Gaba pentin sering digunakan untuk mengobati nyeri neuropati. Obat lain yang dapat digunakan antara lain: lamotrigine, carbamazepine, levetiraetam, tiagabine dan topiramate serta anti depresan trisiklik. Preparat topical seperti lidokain temple kurang efektif dibandingkan obat di atas. Analgesic opioid sangat berguna. Neurosurgical seperti rizotomi diindikasikan untuk pasien dengan nyeri sakral yang hebat dan gangguan BAB dan BAK.
6
Radioterapi juga efektif untuk mengatasi nyeri. 3. Hiperkalsemi sering ditemukan pada pasien dengan metastasis litik. Pada pasien dengan dengan hiperkalsemi biasanya muncul dengan poliuri dan gagal ginjal. Terapi awal yang harus dilakukan adalah rehidrasi dan pemakaian steroid. B. Terapi bedah 1. Radioterapi lebih efektif dalam mengontrol nyeri dibandingkan dengan pembedahan. Regimen yang umum dipakai adalah 30 grey dalam 10 fraksi. 2. Pendekatan bedah
a.
Spondektomi radikal dan rekonstruksi
b. Laminektomi
c.
Transpendicular approach
d. Posterior approach e.
Kosto transversectomi dan lateral extra cavitary approach
f.
Minimally invasive endoscopic prosedur
g. Kyvhoplasty
7
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien perempuan berumur 51 tahun masuk bangsal Neurologi RSUP DR M Djamil Padang pada tanggal 7 Februari 2013 dengan : ANAMNESIS Keluhan Utama :
Lemah kedua tungkai sejak 2 minggu sebelum masuk RS Riwayat Penyakit Sekarang :
Lemah kedua tungkai sejak 2 minggu sebelum masuk RS. Kelemahan berangsur-angsur dirasakan, mula-mula kelemahan dirasakan pada kedua tungkai disertai rasa baal sejak 1 bulan yang lalu tetapi pasien
8
masih dapat berjalan,makin lama kelemahan bertambah berat tetapi pasien masih bisa berjalan berpegangan pada dinding ,dan sejak 2 minggu yang lalu kelemahan bertambah berat sehingga pasien tidak bisa berjalan lagi. Pasien berobat ke RSUD Payakumbuh, dirawat 1 minggu kemudian dirujuk ke RSUP dr M Djamil Padang.
Rasa makin berkurang sejak 2 minggu yang lalu dari ulu hati ke bawah
Pasien tidak dapat menahan BAK sejak 2 minggu yang lalu. Keringat dirasakan berkurang dari ulu hati ke bawah
Riwayat sakit kepala hebat tidak ada
Demam tidak ada
Riwayat mendapat penyinaran tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
Pasien operasi pegangkatan payudara kiri tahun 2007, dikatakan ganas oleh dokter, dianjurkan kemoterapi tetapi pasien menolak.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan : •
Pasien seorang ibu rumah tangga
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis :
Keadaan umum
: sedang
9
Kesadaran
: komposmentis kooperatif
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80 x / menit
Nafas
: 22x/menit
Suhu
: 36,8oC
Status Internus :
KGB
:
Leher, aksila dan inguinal tidak membesar
Leher
:
JVP 5-2 CmH20
Thorak
:
Paru
: Inspeksi
: simetris kiri dan kanan
Palpasi
: fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi
: sonor
Auskultasi : vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
Jantung
: Inspeksi
: iktus tidak terlihat
Palpasi
: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising (-) Abdomen :
Inspeksi
: Tidak tampak membuncit
Palpasi
: Hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal Corpus Vertebrae : Inspeksi
: Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-)
10
Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5 2. Tanda rangsangan meningeal : - Kaku kuduk (-) - Brudzinsky I (-) - Brudzinsky II (-) - Kernig (-) 3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial : - muntah proyektil (-) - sakit kepala progresif (-) 4. Nn Kranialis : -NI
:
penciuman baik
- N II
:
reflek cahaya +/+
- N III, IV, VI
:
pupil bulat, diameter 3 mm, gerakan bola mata bebas ke segala arah
-NV
:
bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke kanan
- N VII
:
bisa menutup mata, mengangkat alis : simetris
- N VIII
:
fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada
- N IX, X
:
arcus faring simetris, uvula di tengah, refleks muntah (+), perasaan 1/3 lidah baik
5.
- N XI
:
bisa mengangkat bahu dan bisa melihat kiri dan kanan
- N XII
:
lidah tidak ada deviasi
Motorik : 5 5 5 5 5 5 0 00 0 00
11
Tonus : hipertonus Trofi : eutrofi Tungkai kanan dan kiri : Laseque (-), Cross Laseque (-), Naffziger (-), Patrick (-), Kontra Patrick (-) 6.
Sensorik - Eksteroseptif : rasa raba, tekan dan nyeri berkurang setinggi Th VI ke bawah - Proprioseptif : rasa getar dan posisi sendi baik
7. Fungsi otonom : BAK dengan kateter dan BAB (-),Sekresi keringat berkurang setinggi Th VI ke bawah 8.
Reflek fisiologis : Reflek biceps ++/++, Reflek triceps ++/++, Reflek KPR +++/+++,Reflek APR +++/+++
9.
Reflek patologis : Reflek Hoffman Trommer -/-, Reflek Babinsky Group +/+
Laboratorium
Hb
: 10,2 gr%
Leukosit
: 14400/mm 3
Trombosit
: 569.000/mm 3
Ht
: 33%
Na
: 144 mg/dl
K
: 4,4 mg/dl
Cl
: 110 mg/dl
Diagnosis Kerja :
12
Diagnosis Klinis
: Paraplegi inferior tipe UMN
Diagnosis Topik
: Medula spinalis kolumna vertebralis thorakal VI
Diagnosis Etiologi
: Suspek SOL medula spinalis (metastasis)
Diagnosis Sekunder
: (-)
Rencana Pemeriksaan Tambahan :
Darah rutin
Kimia klinik
Elektrolit
Rontgen foto vertebrae torakal sentral Th V,VI,VII
Terapi :
Umum : Bed rest MB 1900 kkal Urine Kateter Khusus : Dexametasone keur IV Ranitidin 2 x 50 mg IV Kaltrofen 2 x 100 mg
Follow-up tanggal 8 Februari 2013
13
S/
lemah kedua tungkai Rasa baal kedua tungkai (+) BAB (-)
O/
KU
: sedang
Kesadaran
: composmentis cooperatif
Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi
: 86x/menit
Nafas
: 22x/menit
Suhu
: 36,8o C
TRM (-) ↑TIK (-) Nn. Kranialis : dalam batas normal 55
55
5 11
5 11
1
1
Motorik:
Sensorik: eksteroseptif dan proprioseptif berkurang setinggi Th VI Otonom: BAB (-) BAK dengan kateter Sekresi keringat berkurang setinggi Th VI ke bawah A/ paraparese inferior tipe UMN T/ Bed rest MB 1900 kkal Dexametasone keur IV Ranitidin 2 x 50 mg IV Kaltrofen 2 x 100 mg Dulkolax 1x1 po
14
Follow-up tanggal 9 Februari 2013
S/
lemah kedua tungkai Rasa baal kedua tungkai (+) BAB (-)
O/
KU
: sedang
Kesadaran
: composmentis cooperatif
Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi
: 88x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 36,5o C
TRM (-) ↑TIK (-) Nn. Kranialis : dalam batas normal Motorik: 555 111
555 111
Sensorik: eksteroseptif dan proprioseptif berkurang setinggi Th VI Otonom: BAB (-) BAK dengan kateter Sekresi keringat berkurang setinggi Th VI ke bawah A/ paraparese inferior tipe UMN T/ Bed rest MB 1900 kkal Dexametasone keur IV Ranitidin 2 x 50 mg IV Kaltrofen 2 x 100 mg 15
Dulkolax 1x1 po Follow-up tanggal 10 Februari 2013
S/
lemah kedua tungkai Rasa baal kedua tungkai (+) BAB (-)
O/
KU
: sedang
Kesadaran
: composmentis cooperatif
Tekanan darah: 130/80 mmHg Nadi
: 84x/menit
Nafas
: 21x/menit
Suhu
: 36,6o C
TRM (-) ↑TIK (-) Nn. Kranialis : dalam batas normal Motorik: 555 222
555 111
Sensorik: eksteroseptif dan proprioseptif berkurang setinggi Th IV Otonom: BAB (+) BAK dengan kateter Sekresi keringat berkurang setinggi Th IV A/ paraparese inferior tipe UMN T/ Bed rest MB 1900 kkal Dexametasone keur IV Ranitidin 2 x 50 mg IV Kaltrofen 2 x 100 mg
16
DISKUSI Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien perempuan berumur 51 tahun. Pasien masuk ke bangsal neuro RSUP. DR. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinis paraplegi inferior tipe UMN. Diagnosis ini ditegakkan dari anamnesa yaitu adanya kelumpuhan kedua tungkai, dari pemeriksaan fisik ditemukan motorik tungkai kiri dan kanan bernilai 0, hipertonus dan eutrofi, reflex fisiologis meningkat, reflex patologis positif. Diagnosis topik Medula spinalis kolumna vertebralis thorakal VI. Diagnosis ini ditegakkan dari sekresi keringat dan 17
eksteroseptif berkurang setinggi Th VI ke bawah. Diagnosis etiologi diduga adalah SOL pada Medulla Spinalis akibat metastasis. Diagnosis ini ditegakkan dari anamnesis pada riwayat penyakit dahulu pasien pernah operasi tumor payudara yang dikatakan ganas oleh dokter, Pada pasien ini dianjurkan dilakukan pemeriksaan Rontgen Vertebrae uuntuk memastikan adanya tanda metastasis ke Vertebrae. Untuk memastikan metastasis ke medulla spinalis sebaiknya dilakukan pemeriksaan MRI. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah deksametason keur, ranitidin 2 x 50 mg, kaltrofen 2x100 mg, dulcolax 1x1 tab.
18