BAB I PENDAHULUAN
Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar atau rektum relatif umum. Pada kenyataannya, kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dri kanker kanker intern internal al di Amerik Amerikaa serika serikat. t. Ini adalah adalah penyaki penyakitt budaya budaya barat. barat. Diperk Diperkira irakan kan bahwa bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal di diagnosis di negara ini setiap tahunnya. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Tumor usus halus jarang terjadi,sebaliknya tumor usus besar atau rectum relative umum. Di Amerika Serikat menempati urutan kedua untuk kanker organ visceral dan 20% dari kematian karena penyakit kanker adalah akibat kanker kolorektal. kolorektal. Karsinoma Karsinoma kolorektal sering dijumpai dijumpai pada dekade 6 dan 7, merupakan penyakit yang banyak menyebabkan kematian. Kejadian karsinoma kolorektal pada usia muda tidak banyak dijumpai. Dari Dari peneli penelitia tian n yang dilakuk dilakukan an olh Harij Harijono ono Achmad Achmad di RSSA RSSA Malang Malang,, didapa didapatka tkan n bahwa kasus karsinoma kolorektal di Indonesia sebanyak 97 penderita selama 5 tahun,terdiri dari penderita di bawah 30 tahun sebanyak 14 penderita (14,26%). Menuru Menurutt Petrek Petrek,, lokasi lokasi keganas keganasan an kolore kolorekta ktall terban terbanyak yak pada pada rektum rektum (22%), (22%), rekto rekto sigmoid (8%), sigmoid (20%), kolon desenden (12%), flexura lienalis (8%), kolon tranversum (6%),flexura hepatika (4%), kolon asenden (6%), cecum (12%),appendix (2%). Karsinoma kolorektal banyak terdapat di Eropa Barat,.Amerika Utara. Di Asia, banyak terdapat di Jepang, diduga karena perbedaan pola hidup dan makanan. Beberapa faktor antara lain lingkungan, lingkungan, genetik genetik dan immunologi immunologi merupakan faktor predisposi predisposisi si tumbuhnya kanker kolon, di samping bahan karsinogen, bakteri dan virus. Gejala klinik karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker cecum dan kolon asenden biasanya tidak memberikan gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto sigmoid dapat menyumbat lumen atau berdarah. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Dua jenis tumor yang paling sering ditemukan pada colorectal adalah adenoma atau adenom adenomato atous us polip polip dan adenoca adenocarci rcinoma noma.. Carcin Carcinoma oma colore colorecta ctall merupa merupakan kan kegana keganasan san yang yang paling sering pada traktus gastrointestinal.
Insi Inside dens nsii carc carcin inom omaa colo colore rect ctal al di Indo Indone nesi siaa cukup cukup tingg tinggi, i, demi demiki kian an juga juga angk angkaa kematiannya. Di Indonesia, insidensi pada wanita seban ding dengan pria. Sekitar 75% ditemukan d itemukan di rectos rectosigm igmoid oid.. Di Negara Negara barat, barat, perband perbanding ingan an inside insidensi nsi laki-l laki-laki aki:: peremp perempuan uan adalah adalah 3:1, 3:1, kurang dari 50% ditemukan ditemukan di rektosigmo rektosigmoid. id. Penyakit ini berhubungan berhubungan dengan usia dan terjadi terjadi lebih sering pada usia diatas 50 tahun. Deteksi dini dengan penanganan medical dan operatif yang terus berkembang dapat menurunkan mortalitas carcinoma colorectal. Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal. Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah serat.
A. PERU PERUMUS MUSAN AN MASA MASALA LAH H
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada yaitu : 1. Baga Bagaim imana ana pena penata tala laks ksan anaan aan pasien pasien anak anak dan dewasa dewasa denga dengan n tumo tumorr colo colon n di RSUD RSUD Margono Soekarjo periode 1 Januari 2008 – 31 Agustus 2011?
B. TUJU TUJUAN AN PENE PENELI LITI TIAN AN
1. Dapat Dapat menge mengetah tahui ui penya penyakit kit tumor tumor colon colon 2. Dapat Dapat mengetah mengetahui ui karekter karekterist istik ik pasien pasien dengan dengan tumor colon colon pada pada anak dan dewasa dewasa di RSUD Margono Soekarjo periode 1 Januari 2008 – 31 Agustus 2011
Insi Inside dens nsii carc carcin inom omaa colo colore rect ctal al di Indo Indone nesi siaa cukup cukup tingg tinggi, i, demi demiki kian an juga juga angk angkaa kematiannya. Di Indonesia, insidensi pada wanita seban ding dengan pria. Sekitar 75% ditemukan d itemukan di rectos rectosigm igmoid oid.. Di Negara Negara barat, barat, perband perbanding ingan an inside insidensi nsi laki-l laki-laki aki:: peremp perempuan uan adalah adalah 3:1, 3:1, kurang dari 50% ditemukan ditemukan di rektosigmo rektosigmoid. id. Penyakit ini berhubungan berhubungan dengan usia dan terjadi terjadi lebih sering pada usia diatas 50 tahun. Deteksi dini dengan penanganan medical dan operatif yang terus berkembang dapat menurunkan mortalitas carcinoma colorectal. Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal. Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah serat.
A. PERU PERUMUS MUSAN AN MASA MASALA LAH H
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada yaitu : 1. Baga Bagaim imana ana pena penata tala laks ksan anaan aan pasien pasien anak anak dan dewasa dewasa denga dengan n tumo tumorr colo colon n di RSUD RSUD Margono Soekarjo periode 1 Januari 2008 – 31 Agustus 2011?
B. TUJU TUJUAN AN PENE PENELI LITI TIAN AN
1. Dapat Dapat menge mengetah tahui ui penya penyakit kit tumor tumor colon colon 2. Dapat Dapat mengetah mengetahui ui karekter karekterist istik ik pasien pasien dengan dengan tumor colon colon pada pada anak dan dewasa dewasa di RSUD Margono Soekarjo periode 1 Januari 2008 – 31 Agustus 2011
3. Dapat Dapat menget mengetahu ahuii pena penata tala laks ksana anaan an tumo tumorr colo colon n pada pada anak anak dan dan dewa dewasa sa di RSUD RSUD Margono Soekarjo periode 1 Januari 2008 – 31 Agustus 2011
C. MANFA MANFAAT AT PENE PENELI LITI TIAN AN
Manfaat dari penelitian adalah 1. Memperoleh Memperoleh pengalama pengalaman n belajar belajar dan pengetahua pengetahuan n dalam melakuk melakukan an penelitian. penelitian. 2. Mengaplikasi Mengaplikasikan kan ilmu ilmu yang yang telah telah dipelaja dipelajari ri selama selama ini. 3. Meng Menget etah ahui ui pena penata tala laks ksan anaa aan n pasi pasien en tumo tumorr colo colon n anak anak dan dewa dewasa sa yang yang dila dilaku kukan kan di Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode 1 Januari 2008 – 31 Agustus 2011.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Kanker colon merupakan penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS 1998). Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah.Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker Colon. B. Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal (Whang et al., 2005) Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches. (Whang et al., 2005)
Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus (Sumber : Simatupang, 2010) Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus (Eroschenko, 2003).
Gambar 2.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia (Sumber: Simatupang, 2010) Suplai Vaskuler
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta. (Price, 2003). Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior (Price, 1994) (Whang et al., 2005).
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1. Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah, melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior (Snell, 2004). Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003). Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price, 2003). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut -
serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 2004). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan. (Price, 2003).
C. FISIOLOGI KOLON
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.6
1. Motilitas usus besar Otot usus besar tidaklah aktif untuk waktu yang lama, kontraksinya lambat dan singkat. Pergerakan yang paling sering tampak pada kontraksi haustra yang dengan lambat melakukan kontraksi secara individual selama 30 menit melalui otot polos pada masing-masing haustra. Pada haustra yang terisi makanan, distensinya menstimulasi otot untuk berkontraksi yang mendorong isi luminal untuk menuju ke bagian haustra berikutnya. Pergerakan ini menggabung residu dan membantu dalam peresapan air.
Pergerakan otot adalah panjang dan lambat namun kuat dalam kontraksi dimana melalui areal yang panjang dari kolon tiga hingga empat kali setiap hari dan mendorong isinya ke rektum. Biasanya ini terjadi pada saat makan atau sesudah makan, mengindikasikan adanya makanan pada perut dan menimbulkan refleks gastrokolik pada kolon. Serat maupun bahan lainnya pada diet memperkuat kontraksi kolon dan melembekkan feses serta membantu kolon seperti pelumas mobil. Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus, serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses tiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di dalamnya diserap di usus, sedangkan nitrogen bersama gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas dalam usus mencapai 500 ml sehari (De Jong, 2005). 2. Perjalanan Makanan dalam Saluran Cerna Setelah makan dikunyah dan ditelan, makanan tersebut berjalan dari esofagus hingga ke lambung. Di lambung, makanan dipecah menjadi bagian yang lebih sederhana lagi menurut masing-masing unsur kimianya dan dialirkan ke usus kecil,
atau sering disebut “small bowel“. Kata “kecil“ memberi arti diameter dari usus tersebut, dimana lebih sempit dari usus besar. Sebenarnya usus kecil merupakan bagian yang paling panjang dari segmen saluran pencernaan dengan ukuran lebih kurang 20 kaki. Usus kecil ini memecahkan makanan yang dialirkan dari lambung dan menyerap sari-sari makanan yang penting bagi tubuh. Pada bagian kanan bawah abdomen terdapat persambungan menuju usus besar (atau yang lazimnya disebut “large bowel“atau kolon), suatu organ silindris muskular dengan panjang 5 kaki. Kolon bagian yang pertama dan terutama dari usus besar, secara terus-menerus meresap air dan mineral nutrisi dari bahan-bahan makanan dan menjadi tempat penampungan sementara dari sisa-sisa makanan yang akan dikeluarkan dari tubuh. Bahan makanan sisa ini setelah diproses menjadi feses dan menuju rektum, yang merupakan bagian terakhir seukuran 6 inci dari usus besar. Dari tempat tersebut feses keluar dari tubuh melewati anus. 3. Flora Bakteri Walaupun sebagian bakteri yang masuk ke usus besar dari usus kecil mati oleh lisosim, defensins, HCl dan enzim protein lainnya, namun beberapa diantaranya masih dapat hidup dan berkembang biak. Kelompok bakteri ini masuk ke usus besar dan membentuk flora bakteri dan berkoloni di kolon dan memfermentasikan karbohidrat sisa, melepaskan asam dan gas (termasuk dimetil sulfida, N2,H2,CH4, CO2) Beberapa gas ini (dimetil sulfida) sangat bau. Lebih kurang 500 cc gas (flatus) dihasilkan setiap hari dan dapat semakin banyak apabila banyak karbohidrat dimakan. Flora ini juga mensintesa vitamin B kompleks dan vitamin K yang berguna untuk membentuk protein pembekuan darah. 4. Proses pencernaan yang terjadi pada Usus Besar Kecuali sejumlah kecil residu yang diambil oleh bakteri, tidak ada pencernaan lain di usus besar. Walaupun usus besar menghasilkan vitamin oleh flora bakteri serta mengambil elektrolit dan air, namun absorpsi bukan fungsi utama dari organ ini melainkan membentuk propulsi dan mendorong feses keluar dari tubuh. Usus besar sangat penting untuk kenyamanan hidup kita, namun tidaklah fatal bila kolon dibuang misalkan oleh karena karsinoma kolon. Terminal ileum dapat
disambung dengan dinding abdominal yang disebut ileostomi dan residu makanan langsung menunju kantong yang ditempatkan pada dinding abdominal. 5. Defekasi Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan kedalamnya oleh dorongan otot kolon, hal ini melebarkan dinding rektum dengan menginisiasi refleks defekasi. Pada batang otak terdapat pusat defekasi di mana dengan dimediasi oleh refleks parasimpatis menimbulkan kontraksi dinding kolon sigmoid, rektum dan relaksasi anal spingter. Feses didorong ke saluran anal, signalnya disampaikan ke otak dimana timbul pengiriman sinyal “disadari” ke otot spingter anal untuk membuka atau menutup saat feses keluar. Bila defekasi terlambat maka refleks ini berhenti beberapa saat dan mulai kembali sehingga menimbulkan dorongan defekasi yang lama-kelamaan tidak dapat dihindari lagi (Guyton, 2005).
D.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Banyak faktor dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker rektal, diantaranya adalah : •
Diet tinggi lemak, rendah serat
•
Usia lebih dari 50 tahun
•
Riwayat pribadi mengidap adenoma atau adenokarsinoma kolorektal mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
•
Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
•
Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome, pada semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektal
•
Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-Jeghers syndrome, dan Muir syndrome.
•
•
Terjadi pada 50 % pasien Kanker kolorektal Herediter nonpolyposis Inflammatory bowel disease
•
Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun)
•
Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.
E. PATOFISIOLOGI
Hampir semua tumor ganas usus besar merupakan adenocarcinoma. Selebihnya ialah karsinoma planoselular (squamous carcinoma) tumor ini hanya terbatas pada daerah anus dan merupakan penonjolan yang berbentuk seperti kembang kol serta dapar bertukak. Tumbuhnya invasi secara lokal, tetapi dapat mengadakan penyebarab getah bening inguinal. Histologik dapat dibentuk carcinoma planoselular dengan bertandukan atau tanpa pertandukkan. Melanocarsinoma juga terbatas pada anus. Dapat berasal dari nevus, tetapi jarang ditemukan. Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polyp adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan oragan-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih
normal (Way, 1994). Sel-sel kaner dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan. Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut. Karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala (Way, 1994). Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe dan perluasan, dan komplikasi. Perdarahan sering sebagai manifestasi yang membawa klien datang berobat. Gejala awal yang lain sering terjadi perubahan kebiasaan buang air besar, diarrhea atau konstipasi. Karekteristik lanjut adalah nyeri, anorexia, dan kehilangan berat badan. Mungkin dapat teraba massa di abdomen
atau rektum. Biasanya klien tampak anemis akibat dari
perdarahan. Ada beberapa perbedaan antara frekuensi dan sifat pertumbuhan tumor ganas antara colon kiri ( descendens) dan colon kanan (ascendens): -
Tumor ganas lebih banyak ditemukan pada kolon kiri (kira-kira 2/3), di bagian kiri ini paling banyak pada rektum, lalu sigmoid, lalu kolon descendens dan bagian kiri kolon transversum.
-
Tumor ganas di sebelah kiri tumbuhnya infiltrat/invasif ke dalam dinding usus di antara lapisan-lapisannya melingkari seluruh circumferentia, hingga menimbulkan penyempitan (stenosis) dengan gejala-gejala obstruksi
-
Tumor ganas di sebelah kanan ( kira-kira 1/3) pada caecum 10%, tumbuhnya bertonjol-tonjol seperti kembang kol ke dalam rongga usus, tetapi jarang menyebabkan penyumbatan.
-
Pada kedua jenis ini sering ditemukan tukak, terutama pada tingkat lanjut.
Secara makroskopik terdapat empat tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu : 1. Tipe Polipoid atau Vegetatif Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan terutama di sekum dan kolon ascenden. Tipe ini merupakan pertumbuhan yang berasal dari papiloma simpel atau adenoma. 2. Tipe Skirous (Scirrhous)
Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum. Disini terjadi reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk membentuk napkin ring. 3. Tipe Ulseratif Terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna. 4. Tipe Nodular Adalah suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen, dengan permukaan yang nodular. Biasanya tak bertangkai dan meluas kedinding kolon. Sering juga terjadi ulserasi, dengan dasar ulkus yang nekrotik tepi yang menaik, mengalami indurasi dan nodular. Didaerah sekum, bentuk tumor ini mungkin tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh menjadi fungifoid atau ensefaloid. Permukaan ulkus akan mengeluarkan pus dan darah. Tanda – tanda ganas adalah : -
Bertumpuknya sel sel selaput lendir hingga berlapis lapis dan menunjukan variasi besar kecil, bentuk dan kedudukan yang tidak teratur lagi serta kehilangan kapasitas untuk membentuk lendir (mucin). Bentuk ini juga tidak teratur dan hipercromatik
-
Terbentuknya susunan kelenjar yang abnormal atau atipik
-
Invasi kelompok – kelompok sel tumor ke jaringan sekitar atau kedalam poros jaringan ikat
-
Mitosis banyak Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran histologik
dibagi menurut klasifikasi dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.
Table 1. TNM/Modified Dukes Classification System* TNM Stage
Modified Dukes Stage
Description
T1 N0 M0
A
Limited to submucosa
T2 N0 M0
B1
Limited to muscularis propria
T3 N0 M0
B2
Transmural extension
T2 N1 M0
C1
T2, enlarged mesenteric nodes
T3 N1 M0
C2
T3, enlarged mesenteric nodes
T4
C2
Invasion of adjacent organs
Any T M1
D
Distant metastases
Stage
Description
T1
Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall
T2
Thickened colonic wall >6 mm; no periodic extension
T3a
Thickened colonic wall plus invasion of adjacent muscle or organs
T3b
Thickened colonic wall plus invasion of pelvic side wall or abdominal wall
T4
Distant metastases, usually liver, lung, or adrenal glands
Tabel 3. Letak Keganasan Kolorektal Letak Sekum dan kolon ascenden
Persentase 10
Kolon transversum termasuk fleksura hepar dan lien
10
Kolon descendens Rektosigmoid
5 75
Tabel . Klasifikasi Karsinoma Kolon dan Rektum (Dukes) Dukes A B C C1
Dalamnya infiltrasi Terbatas di mukosa usus Menembus muskularis mukosa Metastasis kelenjar limfe Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer
Prognosis hidup setelah 5 tahun 97 % 80 % 65 %
C2 D
Dalam kelenjar limfe jauh Metastasis jauh
35 % <5%
Prognosis kanker kolon tergantung pada stadium penyakit saat terdeteksi dan penanganannya. sebanyak 75 % klien kanker kolorektal mampu bertahan hidup selama 5 tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih rendah pada usia dewasa tua (Hazzard et al., 1994). Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal : (1) obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi; (2) perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi dari rongga peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organ-organ yang berdekatan. Jenis Histologik Karsinoma Kolorektal Dan Lokasi Adenokarsinoma: •
Adenokarsinoma musinosum : jika komponen musinosum > 50 %
•
Signet ring cell carcinoma : merupakan varian dari adenokarsinoma musinosum, bila ditemukan musin intrasitoplasmik > 50 %
•
Karsinoma adenoskuamosa : mengandung komponen karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma baik terpisah atau bercampur.
•
Karsinoma meduler : Sel tumor tersusun berupa lembaran, inti vesikuler, anak inti nyata, sitoplasma eosinofilik dan ditemukan banyak infiltrasi limfosit di sekitar tumor.
•
Karsinoma
tidak berdifferensiasi:
mengandung
sedikit
komponen
sel
yang
berdefferensiasi epithelial. Carcinoid:
Tumor neuroendokrin berdifferensiasi baik Lokasi kanker: Dua pertiga dari kanker kolorektal muncul pada kolon kiri dan sepertiga muncul pada kolon kanan. Sebagian besar terdapat di rektum (51,6%), diikuti oleh kolon sigmoid (18,8%), kolon descendens (8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascendens (7,8%), dan multifokal (0,28%).6
F. GAMBARAN KLINIS
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan dan symptomatic anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi. Gejala Subakut
Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Ketika seorang wanita post menopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus dilakukan. Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian bawah biasanya berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda setelah buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat menjadi tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan
orang dewasa yang mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi, kolonoskopi dan double kontras barium enema harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker kolon. Gejala akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar. Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kiri sering bersifat skirotik, sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi,
terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi. Gejala dan tanda dini karsinoma kolon rektal tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat penyebaran. Karsinoma kolon dan rektum menyebabkan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah dan lendir. Tenesmi merupakan gejala yang sering didapat pada karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami demikian juga nyeri di daerah pangggul berupa tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus terasa lega di perut. Gambaran klinik tumor sekum dan kolon ascenden tidak khas. Dispepsi, kelemahan umum, penurunan berat badan dan anemia merupakan gejala umum, karena itu sering penderita dalam keadaan menyedihkan. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus sedangkan dari kolon kanan dari epigastrium. Tabel 5. Gambaran Klinik Karsinoma Kolorektal Lanjut Aspek Klinis Nyeri Defekasi Obstruksi Darah pada feses Feses Dispepsi Keadaan Umum Anemia
Kolon Kiri Kolitis Karena penyusupan Diare/diare berkala
Kolon kanan Obstruksi Karena obstruksi Konstipasi progresif
Rektum Proktitis Tenesma Tenesmi terus
Jarang Okul
Hampir selalu Okul atau
menerus Tidak jarang Makroskopik
Normal (atau diare) Sering Hampir selalu Hampir selalu
makroskopik Normal Jarang Lambat Lambat
Perubahan bentuk Jarang Lambat Lambat
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih serta hati dan paru untuk metastasis Pemeriksaan
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukan keadaan sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada masa di bagian lain kolon. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain ialah foto dada dan foto kolon (barium enema). Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat adanya tidaknya metastasis kanker ke paru, juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan. Barium enema sebaiknya menggunakan kontras ganda, dan usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila di temukan kelainan. Pada foto kolon dengan barium dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu srtiktura. Deteksi Dini
Deteksi dini berupa skrining untuk mengetahui kanker kolorektal sebelum timbul gejala dapat membantu dokter menemukan polyp dan kanker pada stadium dini. Bila polyp ditemukan dan segera diangkat, maka akan dapat mencegah terjadinya kanker kolorektal. Begitu juga pengobatan pada kanker kolorektal akan lebih efektif bila dilakukan pada stadium dini. Untuk menemukan polyp atau kanker kolorektal dianjurkan melakukan deteksi dini atau skrining pada orang diatas usia 50 tahun, atau dibawah usia 50 tahun namun memiliki faktor resiko yang tinggi untuk terkena kanker kolorektal seperti yang sudah disebutkan diatas. Tes skrining yang diperlukan adalah
1. Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan
pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini. 2. Fecal Occult Blood Test ( FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah tes untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja. 3. Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong. Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan adanya polyp, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya. 4. Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat d iteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope. 5. Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar rontgen (sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto. Seluruh lapisan dinding dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan.
Gambar 5: Foto barium enema 6. Imaging Tehnik •
CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien.19 Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.
•
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.19
•
EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk digital rektal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk melihat adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi pembedahan dan menentukan pasien yang telah
mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi dari kelenjar limfa perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS.4,5,7 H. STADIUM 8
Stadium histopatologik a) Dukes’ Classification of Colorectal Cancer Henry Dukes’ tahun 1932 Stadium A : tumor terbatas pada lapisan mukosa Stadium B1 : tumor invasi sampai lapisan muskularis propria Stadium B2 : tumor invasi menembus lapisan muskularis propria Stadium C1 : Tumor B1 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening Stadium C2 : Tumor B2 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening Stadium D : Metastase jauh Pembagian stadium sistem Dukes sudah mulai ditinggalkan, WHO meganjurkan untuk menggunakan klasifikasi TNM.
Gambar 6 :Stadium karsinoma kolorektal b) Sistem TNM (The American College of Surgeons’ Commission on Cancer) The American College of Surgeons’ Commission on Cancer Keterangan : definisi TNM Tumor Primer (T) Tis : Karsinoma In situ : intra epitel atau invasi dari lamina p ropia (intra mucosal) T1 : Tumor yang menyerang sub mukosa T2 : Tumor yang menyerang lapisan otot
T3 : Tumor yang menyerang mulai lapisan otot sampai sub serosa atau sampai sekitar kolon non peritoneum T4 :Tumor secara langsung menyerang organ-organ lain/jaringan-jaringan lain dan perforasi sampai peritoneum visceral Regional Limfonodi (N) N0 : Tidak ada metastasi kelenjar limfonodi regional N1 : Metastasi 1-3 kelenjar limfonodi regional N2 : Metastasi 4 atau lebih kelenjar limfonodi regional Metastasis Jauh (M) M0 : Tidak ada metastasi jauh M1 : Metastasi jauh
Stadium 0
: T is N0 M0
Stadium 1A
: T1 N0 M0
Stadium 1 B
: T2 N0 M0
Stadium II A
: T3 N0 M0
Stadium II B
: T4 N0 M0
Stadium III A
: Semua T N1 M0
Stadium III B
: Semua T N2 M0
Stadium IV
: Semua T Semua N M1
Derajat keganasan Pembagian derajat keganasan tumor berdasarkan kriteria yang dianjurkan WHO: Grade 1 ;Tumor berdifferensiasi baik, mengandung struktur glandular > 95 % Grade II :Tumor berdifferensiasi sedang mengandung komponen glandular 50-95% Grade III:Tumor berdifferensiasi buruk, mengandung komponen glandular 5-50%. Adenokarsinoma musinosum dan Signet ring cell carcinoma termasuk dalam grade III. Grade 1V:Tumor tidak berdifferensiasi , kandungan komponen glandular < 5 %, Adenokarsinoma medular termasuk dalam grade IV. I. .DIAGNOSIS BANDING
Beberapa kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan karsinoma kolorektal adalah ulkus peptik, neoplasma lambung, kolesistitis, abses hepar, abses appendiks, massa periappendikuler, amuboma, divertikulitis, kolitis ulserosa, dan polip rektum.4,5
J. PENATALAKSANAAN
(a) Terapi bedah
8,9
Pada karsinoma rektum, teknik pembedahan yang dipilih tergantung dari letaknya, khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter eksterna dan interna akan dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis. Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh. Pada tumor sekum atau kolon asendens dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum kemudian anastomosis ujung ke ujung, sedangkan tumor kolon desendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini, isi anus turut dikeluarkan. Tumor yang teraba pada colok dubur umumnya dianggap terlalu rendah untuk dilakukan preservasi sfingter anus. Hanya pada tumor dini eksisi lokal dengan mempertahankan
anus dapat dipertanggungjawabkan. Pada pembedahan
abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan retroperineal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen. Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.Terapi bedah berdasarkan stagenya, dapat disimpulkan sebagai berikut : Stage 0 : a. Eksisi lokal atau polypectomy simple dengan pembersihan hingga ke garis tepi. b. Reseksi lokal pada lesi yang luas yang tidak dapat dilakukan dengan eksisi lokal.
Stage I : Pembedahan dengan reseksi luas serta anastomosis Stage II : 1. Pembedahan reseksi luas serta anastomosis 2. Pembedahan lanjutan. Stage III : Pembedahan reseksi luas serta anastomosis, terutama pada pasien yang bukan kandidat dari clinical trials, post operasi kemoterapi dengan fluouracil (5-FU)/leucovorin selama 6 bulan. Stage IV : 1. Bedah reseksi/anastomosis atau pembuatan jalan pintas pada obstruksi atau perdarahan pada lesi primer pada kasus tertentu. 2. Bedah reseksi pada metastase yang masih terisolasi (hati, paru, ovarium) 3. Kemoterapi 4. Evaluasi obat baru pada pemeriksaan klinik dan terapi biologi 5.Terapi radiasi pada tumor primer dengan perdarahan ringan, obstruksi atau nyeri. Terapi radiasi ringan dapat juga ditujukan pada metastase lainnya dengan indikasi yang sama.
(b) Radioterapi
9
Definisi Adalah pelayanan radioterapi untuk karsinoma kolorektal menggunakan radiasi pengion (Co.60), dan merupakan terapi komplemen untuk kasus-kasus yang masih pada tingkat operable, dan merupakan pilihan utama untuk kasus-kasus inoperable sebagai terapi paliatif untuk menjaga kualitas hidup pasien. Tujuan •
Sebagai terapi komplemen terhadap modalitas terapi bedah pada kasus stadium dini
•
Paliatif untuk kasus stadium lanjut
Indikasi •
Karsinoma kolorektal stadium dini pasca bedah
•
Karsinoma kolorektal stadium lanjut (inoperable)
Kontraindikasi •
Keadaan pasien buruk
(c) Kemoterapi 9,10 Obat kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU + levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara kombinasi dari obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan peningkatan survival ketika diberikan post operatif kepada pasien tanpa penyakit penyerta. Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%, menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%. K. PROGNOSIS
Prognosis dari karsinoma kolorektal tergantung dari stadium saat diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan. Berikut merupakan pembagian prognosis dari karsinoma kolorektal berdasarkan klasifikasi dari Duke’s :10 Klasifikasi Duke’s tingkat invasi keterlibatan limfonodi p rognosis •
Duke’s A Terbatas pada mukosa Tidak ada Angka harapan hidup 5 tahun >90%
•
Duke’s B1 Sampai stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 70-85%
•
Duke’s B2 Menembus stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 55-65%
•
Duke’s C1 Sampai stratum muscularis propia Terdapat invasi pada limfonodi terdekat Angka harapan hidup 5 tahun 45-55%
•
Duke’s C2 Menembus stratum muscularis propia Terdapat invasi pada limfonodi jauh Angka harapan hidup 5 tahun 20-30%
•
Duke’s D Metastase jauh Tidak dapat dipakai Angka harapan hidup 5 tahun <1%>
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental atau penelitian deskriptif . B. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan September - October 2011 di bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto. C. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian adalah semua pasien dengan diagnosa Tumor colon yang dirawat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Agustus 2011. Sampel yang diambil berdasarkan total sampel minimal yaitu 20% dari total populasi sehingga didapatkan jumlah sampel minimal sebesar 55 sampel dari jumlah total populasi sebanyak 274. Kriteria Inklusi
1. Pasien dengan diagnosa Tumor colon yang dirawat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Agustus 2011. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan diagnosis kerja suspek Tumor colon
D. Teknik Sampling
Sampel yang diambil menggunakan Simple Random Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama kepada populasi untuk dijadikan sampel. Tehnik ini bisa digunakan dalam penelitian ini karena populasinya tidak memiliki strata dan relatif homogen. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil data sekunder dari bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto yang dilakukan secara acak dari daftar pasien Tumor colon pertahunnya. E. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah Cross Sectional (potong lintang). Dalam penelitian Cross Sectional, peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu dimana tiap subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Studi Cross Sectional ini untuk mencari distribusi frekuensi umur, jenis kelamin, dan penatalaksanaan pasien dengan Tumor colon yang dirawat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Agustus 2011. F. Protokol Penelitian
1.
Pra penelitian Mengajukan surat permohonan ijin untuk melakukan penelitian kepada Kepala Rekam Medis RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2.
Saat penelitian Mengambil data sekunder dari rekam medis pasien dengan diagnosis Tumor colon