Aerodinamika Pembakaran Dibuat guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Teknologi Pembakaran dengan dosen Ibu Francisca Gayuh Utami ST., MT
Oleh: MUHAMMAD OKKY ARDIANSYAH ARDIANSYAH A (115060200111047) UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN 2013
Aerodinamika Pembakaran 1.1
Pendahuluan Pada proses pembakaran , baik itu proses pembakaran yang menggunakan jenis bahan
bakar padat, cair, ataupun gas selalu menghasilkan nyala api. Hampir semua proses pembakaran secara alami seperti kebakaran maupun pembakaran yang direkayasa di industri, transportasi, dan sebagainya adalah merupakan proses aerodinamika pembakaran karena menyangkut gerakan massa atau aliran gas yang berperan dalam proses tersebut. Pada
aerodinamika pembakaran, proses pembakaran akan ditinjau dari aspek aliran gerakan api, kestabilan nyala, dan transport fenomena yang terjadi dalam proses pembakaran.
2.1
Pembakaran Secara umum, pembakaran dapat didefinisikan sebagai proses atau reaksi oksidasi yang
sangat cepat antara bahan bakar (fuel) dengan oksidator dengan menimbulkan panas atau nyala dan panas. Bahan bakar (fuel) merupakan segala substansi yang melepaskan panas ketika dioksidasi dan secara umum mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S). Sementara oksidator adalah segala substansi yang mengandung oksigen (misalnya udara) yang akan bereaksi dengan bahan bakar (fuel). Proses pembakaran akan terjadi jika unsur-unsur bahan bakar teroksidasi. Proses ini akan menghasilkan panas sehingga akan disebut sebagai proses oksidasi eksotermis. Jika oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran diperoleh dari udara, di mana udara terdiri dari 21% oksigen dan 78% nitrogen, maka reaksi stoikiometrik pembakaran hidrokarbon murni CmHn dapat ditulis dengan persamaan:
Pembakaran juga merupakan gaya pendorong dari gerakan fluida akibat gaya apung yang
ditimbulkan oleh perbedaan massa jenis gas yang sangat tinggi antara gas pembakaran dan udara di sekitar. Dalam teknik pembakaran terdapat ketegori pembakaran difusi dan premix.
2.1.1 Pembakaran Premix Pembakaran secara premix adalah pembakaran dimana bahan bakar (fuel) bercampur secara sempurna di dalam burner sebelum dialirkan ke mulut burner dan mulai dibakar (pengapian). Pengapian diperlukan untuk memberikan sejumlah energi dalam bentuk yang sesuai, sehingga dapat menilai suatu proses pembakaran. Selanjutnya akan terjadi penjalaran (propagation) ke campuran, sebagai suatu nyala.
Nyala premix ( Premixed flame) dibagi lagi menjadi 2 yaitu nyala api premix laminar (laminar premixed flame) dan nyala api turbulent (turbulent premixed flame)
2.1.1.1
Nyala Api Premix Laminar ( Laminar Premixed Flame)
Nyala api premiks laminer merupakan jenis api premiks yang paling sederhana. Reaksi pembakaran yang dimulai dengan adanya panas lokal pada kondisi lingkungan dalam suatu campuran yang cukup antara udara dan bahan bakar awalnya akan merambat sebagai api laminer. Reaksi kimia berlangsung pada zona yang relatif tipis dan api bergerak pada kecepatan yang rendah. Untuk campuran hidrokarbon yang stoikiometris dengan udara kondisi standar, tebal api kira-kira 1 mm dan bergerak dengan kecepatan sekitar 0,5 m/dt. Penurunan tekanan pada api sangat kecil atau sekitar 1 Pa dan temperatur sangat tinggi sekitar 2200-2600 K. Pada zona reaksi terbentuk radikal-radikal bebas pada temperatur yang tinggi (dalam api) dan akan berdifusi ke arah bahan bakar. Radikal-radikal tersebut akan menhasilkan produk pembakaran melalui suatu reaksi kimia. Panas api berlangsung dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang rendah pada zona reaksi akan memperatahankan kelangsungan proses pembakaran (mempertahankan nyala api). Burner Bunsen seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 dibawah ini memberikan ilustrasi nyala api premiks laminer yang stationer, yang mengeluarkan aliran reaktan dari suatu tabung pada kondisi laminer. Bahan bakar masuk bercampur dengan udara dalam burner kemudian dibakar
dan keluar dari burner menghasilkan nyala api berbentuk kerucut (cone). Gambar 2.1b menunjukkan garis aliran relatif terhadap daerah api dan gambar 2.1c menunjukkan kondisi isotermis dan garis aliran (streamline) pada suatu slot burner. Temperatur nyala api premiks tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan temperatur nyala adiabatis karena adanya kerugian panas akibat radiasi. Untuk gambar 2.1b kecepatan penyalaan dapat diukur dengan hubungan :
Vflame = Vtube.sin Kerucut api bukan berupa garis lurus, tetapi agak melengkung dan membentuk kurva karena adanya perpindahan panas pada tube, yang berfungsi untuk menstabilkan api. Hal ini terjadi juga karena kecepatan aliran tidak uniform yang diakibatkan oleh adanya pengaruh lapisan batas (boundary layers). Untuk kecepatan penyalaan (burning velocity) api laminer pada proses pembakaran premiks, kecepatan penyalaan didefinisikan sebagai kecepatan api yang relatif terhadap reaktan yang belum terbakar. Kecepatan penyalaan laminer tergantung pada jenis bahan bakar, AFR, temperatur dan tekanan awal reaktan.
Gambar 2.1 Nyala api Bunsen (a) Skema burner, (b) Diagram aliran, (c) Garis aliran dan temperatur pada slot burner
Gambar 2.2 : profil nyala api laminar
a. zona pre-heat Dimana temperature gas yang tidak terbakar meningkat sampai suatu nilai yang berubah-ubah, dan sedikit panas yang dilepaskan. b. Zona reaksi Daerah dimana pembakaran berlangsung dan sebagaian besar energy kimia dilepaskan. c. Zona post-flame Daerah dengan temperature yang tinggi dan pengkombinasian ulang menuju keseimbanagan setempat.
Gambar 2.3 : contoh nyala api premix laminar
2.1.1.2
Nyala Api Premix Turbulent (Turbulent Premixed Flame)
Nyala Api Premix Turbulent (Turbulent Premixed Flame) adalah api premixed yang menunjukkan beberapa fenomena yang tidak ada di aliran turbulen lainnya. Api premixed jenis ini cenderung tidak stabil arah alirannya. Nyala api turbulen terjadi pada aplikasi lapangan dan mempunyai phenomena spektrum yang besar yang juga tergantung pada besarnya temperatur dan tekanan, dan perbandingan antara bahan bakar dan udara.
Gambar 2.4 : contoh nyala api premix turbulent
2.1.2 Pembakaran Difusi Pada pembakaran difusi bahan bakar dan oksidan (udara) pada awalnya terpisah. Pembakaran akan berlangsung pada daerah dimana bahan bakar dan udara kemudian bercampur. Aliran bahan bakar yang keluar dari ujung nosel akan bercampur dengan udara secara difusi. Jika diberi pengapian campuran ini akan terbakar bila kosentrasi bahan bakar dan udara terdapat dalan jangkauan batas nyalanya. Pemunculan dari nyala akan bergantung pada sifat dari bahan bakar dan kecepatan pancaran bahan bakar terhadap udara disekitarnya. Laju pencampuran bahan bakar dengan udara lebih rendah dari laju reaksi kimia. Nyala difusi pada suatu pembakaran cenderung mengalami pergerakan nyala lebih lama dan menghasilkan asap lebih banyak asap daripada nyala premix. Nyala difusi dapat berupa nyala laminar dan turbulent.
2.1.1.1 Nyala Api Difusi Laminar Bentuk dari nyala difusi dapat dibedakan menjadi dua bentuk nyala berdasarkan perbandingan diameter nosel pembawa udara. Jika diameter nosel pembawa udara relatif besar, sehingga dapat memberikan udara yang cukup untuk pembakaran yang sempurna, maka akan terbentuk overventilated flame yakni batas nyala akan konvergen terhadap sumbu dari nosel. Sebaliknya
jika diameter nosel pembawa udara terlalu kecil, sehingga tidak dapat mensuplai udara yang cukup untuk pembakaran yang sempurna, maka akan terbentuk underventilated flame permukaan nyala akan membesar dan menyentuh permukaan dalam permukaan nyala akan membesar dan menyentuh permukaan dalam nosel pembawa udara. Bentuk overventilated flame dan underventilated flame
Gambar 2.5 : (a) overventilated flame (b) underventilated flame
2.1.1.1 Nyala Api Difusi Turbulen Jika laju pancaran bahan bakar pada nyala laminar dipercepat, maka mulai muncul aliran turbulen. Munculnya turbulen pada ujung nyala ( flame tip) akan menyebabkan tinggi nyala berkurang dengan meningkatnya laju aliran dan mencapai nilai konstan pada nyala yang turbulen sepenuhnya. Bentuk transisi dari laminar menjadi turbulen terjadi pada saat bilangan Reynolds aliran (Re) lebih dari 4000. Hubungan antara tinggi momentum nyala nosel sebagai fungsi kecepatan nosel ditunjukkan sebagai perubahan nyala turbulen. Bentuk nyala turbulen dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 dibawah ini
Gambar 2.6 : Nyala turbulen
Turbulensi pada gas yang tidak terbakar akan meningkatkan laju penjalaran nyala pada campuran bahan bakar-udara. Mekanisme turbulensi akan meningkatkan efisiensi proses perpindahan (kalor dan senyawa reaksi) sebagai hasil dari pencampuran pada permukaan nyala ( flame front ). Dengan demikian kecepatan pembakaran pada campuran turublen tinggi.
3.1
Pembakaran Jelaga Reaksi pembakaran ini merupakan dasar penggunaan hidrokarbon sebagai penghasil
kalor (gas alam dan minyak pemanas) dan tenaga (bensin), jika oksigen tidak mencukupi untuk berlangsungnya reaksi yang sempurna, maka pembakaran tidak sempurna terjadi. Dalam hal ini, karbon pada hidrokarbon teroksidasi hanya sampai pada tingkat karbon monoksida atau bahkan hanya sampai karbon saja. Contohnya adalah seperti di bawah ini 2CH4 + 3O2 → 2CO + 4H2O CH4 + O2 → C + 2H2O Hasil pembakaran tidak sempurna ini ialah karbon monoksida (CO) dan jelaga.
Gambar 2.7 : Jelaga