MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK BAGI WAJIB PAJAK MELALUI PENGETAHUAN DASAR TENTANG PERPAJAKAN DEMI KESEJAHTERAAN BERSAMA
A. PENGERTIAN PAJAK
Ada bermacam – bermacam – macam macam definisi tentang pajak. Definisi yang dikemukakan dikemukakan oleh Prof. Dr. PJA Adriani banyak dikutip oleh pakar perpajakan di Indonesia seperti R. Santoso Brotodihardjo, S.H. dan Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan unda ng – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum ”. Definisi pajak di atas mengandung arti “iuran”. Beberapa definisi lain menyebutkan kata kat a “bantuan” (definisi perancis oleh Leroy Beaulieu, 1906). Kalimat “dapat dipaksakan” terdapat pada semua definisi. Kalimat ini mengandung arti bahwa utang pajak tidak dibayar, ia dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan misalnya dengan surat paksa, sita, dan penyanderaan. Agar penggunaan istilah paksaan dapat dihindarkan, Dr. Soeparman Soemahamidjaja menggunakan kalimat “iuran wajib” untuk mendefinisikan pajak. Dengan kata wajib unsur kesadaran masyarakat ikut diperhatikan. Sementara itu definisi – definisi diatas juga merujuk pada kalimat
“tidak adanya jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat dinikmati (ditujukan) dari pembayaran pajak tersebut. Prestasi dari negara seperti keamanan serta sarana dan prasarana umum dapat dinikmati baik oleh
pembayar
pajak
maupun
bukan
pembayar
pajak.
Soemahamidjaja menunjuk pengeluaran – pengeluaran
Dr.
Soeparman
pemerintah
untuk
keamanan, kesejahteraan, pembangunan dan lain – lain tersebut sebagai kontaprestasi yang diberikan pemerintah sebagai akibat pajak yang diterima dari masyarakat. Pernyataan bahwa pajak yang diterima Kas Negara hanya digunakan untuk pengeluaran umum, dewasa ini nampaknya kurang tepat. Kelebihan jumlah yang diterima dari jumlah yang dibayarkan untuk pengeluaran umum, yang disebut tabungan masyarakat, dapat digunakan untuk pembangunan proyek – proyek pembangunan. Definisi diatas juga mengandung arti bahwa pajak hanya dipandang dari fungsi budgeter nya nya saja, yaitu sebagai sumber keuangan negara, pemerintah
1 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
berupaya memasukkan uang sebanyak – banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjulan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak bumi dan Bangunan (PBB), dan lain – lain. Sebetulnya disamping fungsi budgetair, pajak masih mempunyai fungsi lain, yaitu fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan – tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Disini biasanya disebut sebagai fungsi regularend.
Definisi yang diambil dalam reformasi perpajakan Indonesia tahun 1984 sangat menekankan pada unsur “ kewajiban masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. pembangunan. Unsur kekuasaan pemerintah
untuk menarik pajak dihindarkan. Pajak diartikan sebagai “ Perwujudan atas kewajiban kenegaraan dan partisipasi anggota masyarakat dalam memenuhi keperluan pembiayaan negara dan pembangunan nasional guna tercapainya keadilan sosial dan kemakmuran yang merata baik material maupun
spiritual ”. Dalam pengertian tersebut tidak seperti halnya definisi terdahulu, tujuan penarikan pajak juga disebutkan, yaitu tercapainya keadilan sosial dan kemakmuran yang merata baik material maupun spiritual. Ini berarti fungsi mengatur dari pajak telah tercakup didalamnya. Pajak berbeda dengan retribusi dan sumbangan. Dalam retribusi, hubungan antara pembayaran dengan prestasi kembali bersifat langsung. Retribusi memang dimaksudkan untuk memperoleh prestasi yang bersangkutan. Sifat paksaan yang terkandung dalam retribusi hanya mencakup pihak yang mengharapkan prestasi tadi. Kepada mereka yang tidak memperoleh prestasi, tidak dapat dipungut retribusi. Contoh dari retribusi adalah retribusi parkir. Sumbangan hampir menyerupai retribusi, dalam arti hubungan antara pembayaran dan prestasi bersifat lebih langsung. Perbedaan dengan retribusi adalah bahwa prestasinya tidak dapat diidentifikasikan kepada orang – orang tertentu. Dalam hal sumbangan, prestasi dinikmati oleh segolongan orang. Sumbangan dapat dipaksakan seperti halnya pajak, disertai hukum. Contoh sumbangan adalah SWP3D untuk kendaraan
2 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
bermotor. Sumbangan ini dimaksudkan untuk pemeliharaan jalan, jadi dikenakan kepada mereka yang memiliki kendaraan bermotor, oleh karena golongan orang inilah yang banyak menikmati fasilitas jalan tertentu. Tapi, jalan juga digunakan oleh mereka yang tidak mempunyai mempunyai kendaraan bermotor. Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain: 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang . Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan " pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. "
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. 3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan. perundag-undangan. 5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif)
B. TEORI PENGENAAN PAJAK
Mengapa dikenakan pajak ? Bagaimana pajak itu dibebankan oleh negara kepada rakyatnya ? Dua pertanyaan ini mendasari munculnya teori – teori tentang pajak. Beberapa dari teori tersebut dibahas dibawah ini. Teori Bakti. Teori ini hanya mengatakan bahwa pajak merupakan hak dari
negara. Orang – orang tidak dapat berdiri sendiri – sendiri. Mereka harus membentuk persekutuan ( organisasi ) yang kemudian menjelma menjadi negara.
3 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
Sebagai persekutuan ia mempunyai hak terhadap warganya. Salah satunya adalah hak memungut pajak. Dilain pihak, pajak merupakan tanda bakti warga kepda negara. Dasar hukum dari pajak menurut teori ini adalah hubungan rakyat kepada negara. Persekutuan individu – individu yang menjelma negara merupakan kehendak dari yang bersangkutan. Dalam persekutuan tersebut ada aturan mengenai hak dan kewajiba masing – masing pihak. Salah satu hak dari negara adalah memungut pajak. Hal ini tentu erat hubungannya dengan kewajiban yang harus dipenuhi negara. Sebab untuk memenuhi kewajiban kenegaraan yang diambil dari rakyat berupa pajak. Teori Asuransi. Menurutteori ini, pajak disamakan dengan asuransi.
Dalam bidang asuransi, apabila seseorang ingin memperoleh perlindungan dari risiko kerugian yang mungkin timbul, maka ia dapat pergi ke perusahaan asuransi, kemudian mengasuransikan risko kerugian tersebut. Untuk itu ia harus membayar premi. Pajak, dalam teori ini, disamakan dengan premi asuransi yang harus dibayar oleh rakyat untuk memperoleh perlindungan dari negara. Teori ini agak lemah oleh karena dalam hal pajak, perlindungan terhadap kerugian yang diderita rakyat tidak bersifat langsung. Disamping itu, dalam hal timbul kerugian, tidak ada pergantian dari negara. Teori Kepentingan. Teori ini mengatakan bahwa pajak dipungut atas dasar
besarnya kepentingan rakyat dalam memperoleh jasa – jasa yang diberikan pemerintah. Teori ini juga mengandung kelemahan, oleh karena itu sangat menyimpang dari segi keadilan. Orang miskin mempunyai kepentingan lebih besar terhadap negara, misalnya dalam hal perlindungan dan pelayanan masyarakat. Tetapi, kemampuan mereka untuk membayar pajak tenu lebih rendah. Jadi, kalau pembayaran pajak didasarkan atas kepentingan, maka unsur keadilan akan terabaikan. Disamping itu, ukuran untuk kepentingan susah dirumuskan, sehingga susah pula dalam perhitungan pembebanan pajaknya. Teori Gaya Pikul. Hampir sama dengan teori kepentingan, teori ini
mendasarkan pemungutan pajak pada jasa – jasa ini harus dipikul oleh warga negara yang menikmatinya. Pajak aalah pembebanan biaya – biaya tersebut. Namun teori ini mengemukan bahwa pembebanan pajak sesuai dengan keadilan, haruslah mempertimbangkan gaya pikul seseorang. Untuk mengukur gaya pikul
4 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
dapat digunakan kriteria, selain besarnya penghasilan juga kekayaan dan pengeluaran negara. Teori Gaya Beli. Dalam teori ini dikemukakan bahwa pajak dipungut atas
dasar kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Menurut teori ini, pajak pada hakikatnya adalah memungut gaya beli dari masyarakat masyarakat untuk kemudian disalurkan di salurkan kembali kedalam masyarakat. Tujuannya adalah mengatur kehidupan masyarakat dan membawanya kearah tertentu. Teori ini merupakan dasar bagi keadilan dalam pemungutan pajak.
C. JENIS PAJAK
Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya. 1) Menurut Golongan, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu : a. Pajak Langsung; pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan / dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak – pihak – pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. b. Pajak Tidak Langsung; pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi apabila terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam harga jual barang / jasa). Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya. perpajakannya. Ketiga unsur tersebut terdiri atas :
5 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
Penanggung jawab pajak, adalah orang yang secara formal yuridis
diharuskan melunasi pajak.
Penanggung pajak, adalah orang yang dalam faktanya memikul
terlebih dahulu beban pajaknya.
Pemikul pajak, adalah orang yang menurut undang – undang harus
dibebani pajak. Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang maka pajaknya disebut Pajak Langsung, sedangkan jika keiga unsur tersebut terpisah atau terdapat pada lebih dari satu orang maka pajaknya disebut Pajak Tidak Langsung. 2) Menurut Sifat, Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Pajak Subjektif; pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan
pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjektifnya. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat subjek pajak ( Wajib Pajak ) orang pribadi. Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memerhatikan kepada pribadi wajib pajak(status perkawinan, banyakny banyaknyaa anak, tanggungan lainnya). Keadaan pribadi wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak. b. Pajak Objektif; pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, atua peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 3) Menurut Lembaga Pemungut, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Pajak Negara (Pajak Pusat); pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh : PPh, PPN, PPnBM, PBB, serta Bea perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB). b. Pajak Daerah; Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah
tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingakt II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah d aerah masing – masing – masing. masing.
6 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
D. ASAS – ASAS PERPAJAKAN
Dalam pemungutan pajak dikenal apa yang disebut dengan “ empat maxim”(four maxims). Empat maxim sebetulnya merupakan ajaran yang termuat dalam buku Adam Smith: “ An inquiry into the nature and causes of the wealth of nation”s. Keempat maxim tadi adalah (1) keadilan ( equity); (2) kepastian (certainaty) ; (3) ketepatan ( conveniency) ; dan (4) efisiensi (efficiency). Asas keadilan menyatakan bahwa pajak harus dibebankan kepada masing – masing
subyek pajak sesuai dengan kemampuannya. Negara tidak boleh mengadakan diskriminasi terhadap sesama wajib dan objek pajak. Di samping itu, pajak – pajak – pajak pajak yang dibayar haruslah sudah pasti, terutama mengenai subjek, objek, besar, serta waktunya. Kepastian mencegah sikap – sikap kompromistis dan keaburan. Pemungutan pajak harus dilakukan pada saat ynag tepat, terutama bagi pembayaran. Asas efisiensi mengatakan bahwa pemungutan pajak harus dilakukan seefisien mungkin. Artinya, jangan sampai biaya untuk menungut pajak terlampau besar dibandingkan dengan pajak yang diterima oleh Kas Negara. Dalam buku – buku tentang hukum pajak, terdapat empat asas yang harus dipenuhi dalam setiap pemungutan pajak. Keempat asas yaitu (a) asas hukum, (b) asas yuridis, (c) asas ekonomi, (d) asas finansial. Asas hukum dalam pemungutan pajak mengacu pada keadilan. Seperti telah diuraikan sebelumnya, asas keadilan ini juga dicakup dalam salah satu maxim dari Adam smith. Asas yuridis menghendaki adanya jaminan hukum yang tegas baik untuk negara maupun warganya. Penjabaran dari asas ini adalah bahwa setiap pemungutan pajak harus didasarkan atas undang – undang. Asas ekonomi berkaitan dengan fungsi mengatur dalam perpajakan. Dalam kaitan ini pemungutan pajak harus mendorong pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, pemungutan pajak juga harus mendorong tercapainya kesejahteraan rakyat dan tidak merugikan kepentingan umum. Asas ini mengacu pada kepentingan ekonomi secara keseluruhan serta kepentingan umum. Asas finansial dalam pemungutan pajak berkaitan dengan fungsi budgeter dari pajak
tersebut. Dalam kaitan ini, perhitungan biaya dibandingkan dengan manfaat pemungutan pajak perlu diperhatikan. Asas finansial ini dapat dikatakan hampir sama dengan asas ketepatan dan efisiensi pada maxim dari Adam Smith.
7 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
E. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yaitu : 1) Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajaka. Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan). 2) Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang – undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang – undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk :
menghitung sendiri pajak yang terutang;
memperhitungkan memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan
mempertanggungjawabkan mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri ( Peranan dominan ada pada wajib pajak ). 3) With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang – undangan – undangan perpajakan yang sedang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang – undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk
8 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
memotong dan memungut pajak, menyetor dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.
F. PERHITUNGAN PAJAK
Dasar pengenaan pajak dapat berbeda, tergantung pada jenis wajib pajak dan klasifikasinya. Wajib pajak dapat dibedakan menjadi Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi. Perbedaan dasar pengenaan pajak antara kedua Subjek Pajak tersebut adalah jenis pengurangan pajak yang diperkenankan. diperkenankan. Disamping itu, untuk tujuan perhitungan pajak, Wajib Pajak juga dapat dibedakan menjadi mereka yang menyelenggarakan pembukuan dan yang hanya mengadakan pencatatan. Dasar pengenaan pajak bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP), sedangkan Wajib Pajak yang hanya mengadakan pencatatan
dasar
pengenaan
pajaknya
adalah
penghasilan
neto,
dengan
menggunakan menggunakan norma perhitungan. Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau presentase tertentu. Jenis tarif pajak dibedakan menjadi tarif tetap, tarif proporsional (sebanding), tarif progresif (meningkat), dan tarif degresif (menurun). 1) Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif yang berupa jumlah atau angka yang tetap, berapapun besarnya dasar pengenaan pajak. Contoh : No
Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak
1.
Rp 1.000.000
Rp 6.000
2.
Rp 2.000.000
Rp 6.000
3.
Rp 5.750.000
Rp 6.000
4.
Rp 50.000.000
Rp 6.000
Di Indonesia, tarif tetap diterapkan pada bea materai. Pembayaran dengan menggunakan cek atau bilyet giro untuk berapa pun jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp 6.000. Bea materai juga dikenakan atas dokumen – dokumen – dokumen atau surat perjanjian tertentu yang ditetapkan dalam pereturan tentang Bea Materai.
9 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
2) Tarif Proporsional ( sebanding )
Tarif Proporsional adalah tarif berupa prosentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar pengenaan pajak maka semakin besar pula jumlah pajka yang terutang dengan kenaikan secara proporsional satau sebanding. Contoh : No
Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak
Utang pajak
1.
Rp
1.000
10 %
Rp
100
2.
Rp
20.000
10 %
Rp
2.000
3.
Rp
500.000
10 %
Rp
50.000
4.
Rp 90.000.000
10 %
Rp 9.000.000
Di Indonesia Tarif Proporsional diterapka pada PPN ( tarif 10% ), PPh Pasal 26 (tarif 20% ), PPh Pasal 23 ( tarif 15% dan 2% untuk jasa lain ), PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT (tarf Pasal 17 ayat (1)b atau 28% ); dan lain – lain – lain. lain. 3) Tarif Progresif ( meningkat )
Tarif Progresif adalah tarif berupa prosentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Tarif Progresif – Proporsional; tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, kenaikan persentase tersebut adalah tetap. Contoh : No
1. 2. 3.
Dasar Pengenaan Pajak
Sampai dengan Rp 10.000.000 Diatas Rp 10.000.000 s/d Rp 25.000.000 Diatas Rp 25.000.000
Tarif
Kenaikan %
Pajak
Tarif
15 %
_
25 %
10 %
35 %
10 %
Tarif Progresif – proporsional pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung PPh. tarif ini diberlakukan sejak tahun 1984 sampai dengan tahun 1994 dan diatur dalam Pasal 17 UU No.7 Tahun 1983.
10 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
b. Tarif Progesif – Progesif – Progresif; tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut juga semakin meningkat. Contoh : No
1. 2. 3.
Dasar Pengenaan Pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000 Diatas Rp 25.000.000 s/d Rp 50.000.000 Diatas Rp 50.000.000
Tarif
Kenaikan %
Pajak
Tarif
10 %
_
15 %
5%
30 %
15 %
Tarif progresif – progresif pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung Pajak Penghasilan. Tarif ini berlaku sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 dan di atur dalam Pasal 17 UU No. 10 Tahun 1994. Mulai tahun 2001 jenis tarif ini masih diberlakukan sampai dengan akhir tahun 2008 tetapi hanya untuk Wajib Pajak badan dan bentuk usaha tetap, dengan perubahan pada dasar pengenaan pajak sebagai berikut : No
1. 2. 3.
Dasar Pengenaan Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 Diatas Rp 100.000.000
Tarif
Kenaikan %
Pajak
Tarif
10 %
_
15 %
5%
30 %
15 %
c. Tarif Progresif – Progresif – Degresif; tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut semakin menurun. Contoh : Tarif
Kenaikan %
Pajak
Tarif
Rp 50.000.000
10 %
_
2.
Rp 100.000.000
15 %
5%
3.
Rp 200.000.000
18 %
3%
No
Dasar Pengenaan Pajak
1.
11 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH
d. Tarif Degresif ( Menurun ); tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pengenaan pajak. Contoh : No
Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak
1.
Rp 50.000.000
30 %
2.
Rp 100.000.000
20 %
3.
Rp 200.000.000
10 %
Ketika kita membayar listrik, air, telpon maupun jalan tol, kita dapat menikmati – instansi penyedia jasa tersebut. Ini secara langsung fasilitas yang diterima oleh instansi – instansi berbeda ketika kita membayar pajak. Seolah-olah kita membayar tanpa menikmati fasilitas apapun dari yang sudah kita bayarkan. Oleh karena itu membayar pajak disebut sebagai kontra prestasi tidak langsung. l angsung. Sudah sering kali kita dengar maupun kita baca bahwa uang yang dibayar melalui pajak digunakan untuk membangun sekolah, jalan, rumah sakit, keamanan negara dan fasilitas-fasilitas umum lainnya dan juga ju ga digunakan untuk memberikan gaji kepada kepada pegawai negeri sipil dan ABRI. Semua fasilitas umum dan fasilitas sosial tersebut dibayar melalui pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak (rakyat). Namun, itu semua tidak bisa dinikmati secara utuh oleh masyarakat karena fasilitas – fasilitas umum yang disediakan oleh negara sangat jauh dari kenyamanan. Juga layanan masyarakat oleh pemerintah sangat buruk kualitasnya. Disinilah beratnya tugas Ditjen Pajak untuk meyakinkan masyarakat tentang pentingnya membayar pajak karena berhubungan dengan fasilitas umum yang diberikan oleh instansi di luar Ditjen Pajak. Coba kita bayangkan keluarga sebagai lingkup individu yang paling kecil yang tinggal di komplek perumahan real estate. Setiap keluarga diwajibkan untuk membayar iuran sampah, iuran kebersihan, iuran keamanan dan lain-lain. Dengan senang hati individu tersebut akan membayar iuran-iuran tersebut karena semua yang ia bayarkan terlihat jelas manfaatnya dan apabila terjadi kesalahan dia dapat mengadu secara langsung kepada pengelola real estate. Walaupun pajak adalah kontra prestasi secara tidak langsung, namun apabila hasil yang diperoleh oleh rakyat berupa fasilitas umum dapat dinikmati dengan baik, tentunya akan meningkatkan kesadaran untuk membayar pajak.
12 ARTIKEL PERPAJAKAN PERPAJAKAN / AKUNTANSI AKUNTANSI 2011 | SITI NUR NUR FA’IZAH