BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manajemen
perawatan
luka
diperlukan
untuk
meningkatkan
penyembuhan, mencegah kerusakan kulit lebih lanjut, mengurangi resiko infeksi, dan meningkatkan kenyamanan pasien. Berbagai jenis luka yang dikaitkan dengan tahap penyembuhan luka memerlukan manajemen prrawatan luka yang tepat. Pada perkembangannya, hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik untuk perawatan luka dari pada lingkungan yang kering (Gayatri, 1999). Menurut Codex Standard for Honey Honey (1981), madu merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari nektar bunga yang sedang meka. Madu juga dapat diperoleh dari sekresi bagian tanaman selain bunga yang diisap oleh serangga, dikumpulkan oleh lebah, diubah dan dicampur dengan zat-zat tertentu dari tubuh lebah sendiri, disimpan dan dibiarkan dalam sisiran madu hingga matang. Pengobatan dengan madu telah dikenal orang Mesir sejak 2600 Sebelum Masehi. Madu digunakan sebagai obat antiseptik untuk mengobati luka oleh bangsa Yunani, Romawi, Assyria, dan Cina kuno. Bangsa Jerman pun memakainya ketika Perang Dunia Dunia II (Sarwono, 2001).
Penggunaan madu sebagai obat luka infeksi telah dilakukan semenjak 2000 tahun lamanya sebelum ditemukannya bakteri sebagai penyebab infeksi (Gunther, 1959). Penelitian tentang pemanfaatan produk lebah madu dimulai sejak tahun 1922 oleh Prof. R. Chauvin dari Universitas Sorbone, Perancis (Apiari Pramuka, 2003 dalam Peri, 2004). Penelitian-penelitian selanjutnya mengenai manfaat madu banyak dilakukan dan berhasil menguraikan berbagai manfaat madu, salah satunya di bidang kesehatan. Madu telah dilaporkan mempunyai efek inhibitor sekitar 60 spesies bakteri meliputi bakteri aerob dan anaerob, gram positif dan gram negatif (Molan, 1992). Penelitian keperawatan bertujuan mengembangkan dasar pengetahuan ilmiah untuk praktik keperawatan yang efektif dan efesien. Penelitian keperawatan juga bertujuan melahirkan temuan-temuan yang akan menjadi dasar
tindakan-tindakan
keperawatan
yang
efektif
dan
positif
bagi
penyembuhan pasien. Oleh karena itu kelompok tertarik untuk membahas trend dan issue tentang pengunaan madu dalam perawatan luka.
1.2 TUJUAN
1.2.1
TUJUAN UMUM
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui tentang trend issue penggunaan madu dalam perawatan luka.
1.2.2
TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat : a. Mengetahui tentang konsep dasar madu dalam perawatan luka b. Mengetahui tentang kandungan dalam madu c. Mengetahui tentang jenis-jenis madu d. Mengetahui tentang manfaat madu e. Mengetahui mekanisme klinis madu f. Mengetahui tentang keuntungan madu g. Mengetahui tentang kerugian madu h. Mengetahui tentang peran perawat dalam melakukan perawatan luka dengan madu i.
Menerapkan trend issue perawatan luka dengan madu dalam kehidupan sehari – sehari – hari. hari.
BAB II TUNJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Madu merupakan cairan alami yang memiliki rasa manis yang dihasilkan lebah madu dari sari bunga tanaman atau dari bagian lain dari tanaman atau ekskresi serangga (Badan Standarisasi Nasional, 2000). Madu lebih manis dari gula meja dan memiliki ciri-ciri kimia yang menarik untuk pemanggangan. Madu memiliki rasa yang berbeda yang membuat orang lebih menyukainya daripada gula dan pemanis lainnya. Madu adalah cairan yang menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis, dihasilkan oleh lebah dan serangga lainnya dari nektar bunga. Jika tawon madu sudah berada dalam sarang, nektar dikeluarkan dari kantung madu yang terdapat pada abdomen. Nektar dikunyah dan dikerjakan bersama tawon lain hingga nektar menjadi halus dan ditempatkan pada sel dan jika sel sudah penuh akan ditutup dan terjadi fermentasi (Wikipedia. org).
2.2 KANDUNGAN MADU
Madu memiliki komponen kimia yang memiliki efek koligemik yaitu asetilkolin.
Asetilkolin
berfungsi
melancarkan
peredaran
darah
dan
mengurangi tekanan darah. Gula yang terdapat dalam madu akan terserap langsung oleh darah sehingga menghasilkan energi secara cepat bila dibandingkan dengan gula biasa. Kandungan gula yang tinggi ini misalnya fruktosa 41,0%, glukosa 35%, sukrosa 1,9%. Madu juga mengandung komponen lain seperti tepung sari dan berbagai enzim pencernaan, mengandung berbagai vitamin seperti vitamin A, B1, B2, mineral seperti kalsium, natrium, kalium, magnesium, besi, juga garam iodine bahkan radium. Selain itu madu juga mengandung antibiotik dan berbagai asam organik seperti asam malat, tartarat, sitrat, laktat, dan oksalat.
2.3 JENIS-JENIS MADU
Kualitas madu umumnya ditentukan dari asal bunga seperti Mix flower ( aneka bunga hutan ), Madu Bunga Klengkeng, Madu Bunga Kopi , Madu Bunga Rambutan dan Madu Bunga Kapuk. Berdasarkan informasi penelitian madu yang termanis berasal dari nektar bunga Rambutan ( Nephelium lappaceum).
2.4 MANFAAT MADU
a. Kandungan asam folat madu sangat baik dikonsumsi ibu hamil. Asam folat merupakan nutrien penting bagi pertumbuhan janin. Kekurangan asam folat pada masa awal kehamilan dapat menyebabkan bayi yang lahir beresiko besar mengalami cacat bawaan pembuluh syaraf. Madu yang mengandung asam folat dapat menurunkan resiko kanker rahim dan penyakit jantung, penting dalam metabolisme lemak, metabolisme kolesterol, dan sistem kekebalan tubuh. b. Madu untuk bayi yang telah mendapat makanan tambahan selain ASI Madu yang diberikan kepada bayi yang telah mendapat makanan tambahan selain ASI, dapat memacu pertumbuhan sel darah merah dan otaknya. Madu juga baik bagi pertumbuhan gigi bayi karena madu mengandung antibiotika yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. c. Kandungan mineral dalam madu Kandungan mineral pada madu bermanfaat untuk menjaga kesehatan gigi yaitu sebagai anti bakteri yang ada di mulut, menjaga kekuatan enamel dan dentin. Kandungan zat besi dalam madu erat hubungannya dengan pewarnaan darah ( Hemoglobin). d. Madu sebagai obat penyakit hati (lever) dan hepatitis. Glukosa yang terkandung di dalam madu menghasilkan hidrat arang putih dalam hati manusia yang membantu kerja hati sebagai
penyaring dan pelawan racun, bakteri dalam, serta menjaga daya tahan tubuh dari infeksi. e. Madu asli proses penyembuhan berbagai penyakit dan gangguan kesehatan Madu asli tenyata bermanfaat dalam proses penyembuahn penyakit dan gangguan kesehatan, seperti: tekanan darah tinggi, lemah jantung, anemia, infeksi, gangguan saluran kemih, sembelit, sistem pencernaan, maag, masalah saluran pernafasan termasuk batuk kronis, mengeluarkan reak pada perokok, gangguan sistem saraf pusat termasuk sulit tidur, gangguan pikiran, sakit kepala, kejang-kejang dan masalah kesehatan kulit. f. Meningkatkan
pertumbuhan
bakteri
yang
menguntungkan
serta
menghambat bakteri yang merugikan.
Madu membantu meningkatkan pertumbuhan bakteri Bifido yang merupakan bakteri yang sangat penting untuk menjaga kesehatan pencernaan.
Madu menghambat bakteri yang merugikan seperti Helicobacter pylori yang dapat menyebabkan tukak pada lambung.
g. Memperbaiki dan melindungi sistem pencernaan.
Madu efektif dalam mengatasi diare dengan cara membantu penyerapan elektrolit dan air, serta dapat menghambat kerja bakteri E.coli yang menyebabkan diare.
Madu memperlancar buang air besar sehingga dapat mengatasi konstipasi/sembelit.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa madu membantu mengatasi tukak (luka) pada lambung serta membantu melindungi lambung dari risiko terjadinya iritasi yang disebabkan karena mengkonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan tertentu.
h. Membantu penyerapan kalsium Kandungan asam glukonat dalam madu dapat meningkatkan penyerapan kalsium. i.
Madu sebagai sumber energi yang baik Madu terdiri dari fruktosa dan glukosa yang mudah diubah menjadi energi oleh tubuh.
j.
Madu untuk penderita diabetes Madu dapat digunakan sebagai pengganti gula dan aman untuk penderita diabetes.
k. Mempercepat penyembuhan luka.
Madu memiliki sifat higroskopis yang tinggi (mudah menyerap air). Ketika dioleskan pada luka yang terbuka, madu menarik kandungan air dari luka tersebut, membuat luka cepat kering sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka.
Madu juga mengurangi pembengkakan pada luka sehingga luka dapat sembuh lebih cepat.
Sifat antimikroba dari madu dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur penyebab infeksi pada luka.
l.
Madu dan kandungan zat laktobasilin Madu memiliki kandungan laktobasilin yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker dan tumor. Kandungan asam amino bebas dalam madu juga membantu penyembuhan penyakit dan sebagai bahan pembentukan neurotransmitter atau senyawa yang berperan dalam mengoptimalkan fungsi otak .
m. Vitamin yamg terkandung dalam madu
Vitamin B2 (Riboflavin) B2 (Riboflavin) berfungsi membantu pertumbuhan dan reproduksi. Kekurangan riboflavin mengakibatkan bibir pecah-pecah, iritasi pada lidah, mata terasa gatal, dan seringkali terjadi katarak.
B5 (asam pantotenat) B5 (Pantotenat) berperan dalam produksi hormon adrenalin dan pembentukan sel-sel darah merah.
B6 (Piridoksin) B6 (Piridoksin) berperan penting sebagai benteng pertahanan keseimbangan hormon dan mengatur fungsi kekebalan.
Vitamin A Vitamin A berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta mempertahankan kesehatan tubuh. Vitamin A juga berkaitan
dengan hormon adrenalin dan hormon steroid serta mengatur bekerjanya sel-sel saraf
Vitamin C Vitamin
C
berguna
sebagai
suplemen
yang
berguna
bagi
penyembuhan luka, antioksidan serta kekebalan.
Vitamin K
Betakaroten
n. Manfaat lain Madu juga bermanfaat sebagai obat penurun panas, mengurangi rasa mual, gangguan pencernaan, mencegah radang usus besar, sariawan, gatal-gatal, gigitan serangga, untuk mata bintiten dan untuk menjaga kesehatan mata.
2.5 MEKANISME KLINIS MADU
A. Madu sebagai Antimikrobial Madu dikenal memiliki efek antibakteri spektrum luas serta antifungal. Adapun yang menjadikan alasan mengapa madu memiliki efek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Efek osmotik madu
Konsentrasi gula yang tinggi menarik air keluar dari organisme sehingga membuat organisme ini dehidrasi dan menyebabkan sel mati. Potensi antibakterial pada madu, pertama kali ditemukan tahun 1892 oleh Van Ketel. Potensi antibakterial ini sering diasumsikan berkaitan erat dengan efek osmotik dari kandungan gula yang tinggi pada madu. Madu sebagaimana sirup gula yang terlarut mempunyai osmolaritas yang cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi jika digunakan sebagai lapisan kontak pada luka. Pengenceran oleh eksudat luka mengurangi osmolaritasnya pada tingkat yang dapat menghentikan kontrol infeksi. Walaupun demikian, luka yang terinfeksi dengan Staphilococcus aureus, secara cepat dibuat steril oleh madu. Madu mempunyai aktivitas antibakterial tingkat medium untuk mencegah pertumbuhan Staphilococcus aureus jika diencerkan 7-14 kali dari titik dimana osmolaritasnya tidak mampu menjadi inhibitor lagi (Cooper, 1999). Fakta bahwa efek antibakterial madu meningkat jika diencerkan telah terobservasi dengan jelas dan dilaporkan pada tahun 1919. Penjelasan dari hal ini berasal dari penemuan bahwa madu mengandung enzim yang mampu memproduksi hydrogen peroksida
ketika diencerkan (White, 1963). Agen ini pada awalnya lebih dikenal sebagai “inhibine” untuk mengidentifikasinya sebagai peroksida hydrogen. Hal yang penting dari aktivitas antibakteri madu adalah ketika efek terapeutik madu ini dibandingkandengan gula. Dalam studi eksperimen yang dilakukan pada luka bakar yang diciptakan pada kulit babi, ada lebih sedikit koloni bakteri yang terlihat pada luka yang diberi madu jika dibandingkan dengan luka yang diberi gula, lebih sedikit pustula mikro pada neoepidermis, dan lebih sedikit bakteri yang terlihat dalam eschar pada luka yang diobati dengan madu. Sebuah laporan kasus klinik juga melaporkan adanya luka tekan dalam yang berespon terhadap bermacam-macam pengobatan, termasuk pembalutan dengan gula, tetapi dapat sembuh total dalam waktu 6 minggu ketika dibalut dengan madu (Hutt on, 1966). Madu juga menyediakan glukosa untuk leukosit yang esensial dalam
respiratori
pembakaran
yang
menghasilkan
hydrogen
peroksida sebagaimana senyawa ini adalah komponen dominan untuk aktivitas antibakteri pada makrofag. Selanjutnya pembakaran respiratori ini menyediakan substrat untuk glikolisis yang merupakan mekanisme utama dalam produksi energi dalam makrofag, dan hal ini memungkinkan energi untuk difungsikan bagi pemulihan sel yang rusak.
Area yang mempunyai suplai oksigen yang baik juga menyebabkan produksi eksudat yang rendah.
2. Keasaman madu
Madu bersifat sangat asam dan memiliki Ph antara 3 dan 4 yang dapat disamakan dengan keasaman jus jeruk atau sekaleng koka kola. Bakteri akan terbunuh dalam lingkungan asam seperti ini. Namun, jika madu diencerkan (misalnya pada saat pengeluaran cairan tubuh dari luka), keasaman madu menjadi berkurang, menyebabkan bakteri dapat berkembang kembali.
3. Aksi dari hydrogen peroksida
Senyawa hydrogen peroksida yang terkandung dalam madu ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Walaupun hidrogen peroksida terdapat pada madu, tetapi senyawa ini hanya teraktivasi ketika madu diencerkan (Bunting, 2001). Hidrogen peroksida terkenal sebagai agen antimikroba. Senyawa ini pertama kali dikenalkan sebagai antibakteri dan properti pembersih dalam praktek klinik namun pada akhirnya senyawa ini tidak digunakan sebagaimana dikenalkan karena menyebabkan inflamasi dan merusak jaringan.
Walaupun demikian, konsentrasi hyrogen peroksida yang dihasilkan madu ketika teraktivasi saat pengenceran hanya sekitar 1 mmol/L atau sekitar 100 kali lebih kecil daripada larutan 3% yang biasa dapat digunakan sebagai antiseptik. Efek membahayakan dari hydrogen peroksida jauh berkurang karena madu mengisolasi dan membuat besi bebas menjadi inaktif dan mengkatalis formasi radikal bebas oksigen yang dihasilkan oleh hydrogen peroksida. Komponen antioksidan ini juga membantu membersihkan radikal bebas oksigen. Studi pada model binatang mendemonstrasikan bahwa madu mengurangi
peradangan
(dilihat
dari
sisi
histologi),
jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang bervariasi dengan luka bakar dalam, superficial dan juga pada luka dalam. Walaupun kadar hidrogen peroksida pada madu sangat kecil, kadar ini masih efektif sebagai agen antimikroba. Studi dengan Escherichia coli yang dipaparkan secara konstan dengan hydrogen peroksida menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri
menjadi
terhambat oleh hydrogen peroksida 0,02-0,05 mmol/L. Konsentrasi ini tidak berbahaya bagi sel fibroblast pada kulit manusia.
4.
Aksi dari Phytochemical
Phytochemical (senyawa kimia tumbuhan) dikenal sebagai faktor antibakterial non peroksida. Senyawa ini secara alami terdapat pada nektar bunga yang dikumpulkan oleh lebah madu. Sebagai contohnya pada madu yang didapat dari bunga pohon manuka New Zealand lebih berpotensi dalam membunuh bakteri. Karena molekul dari senyawa ini belum teridentifikasi secara pasti maka sifat madu ini dinamakan faktor manuka yang unik.
5.
Madu menciptakan lingkungan penyembuhan yang lembab
Hal ini memungkinkan sel tumbuh kembali yang ditandai dengan permukaan luka yang memerah. Kondisi ini dapat mencegah deformitas pada kulit. Jika terbentuk lapisan luar luka yang kering, sel kulit hanya dapat tumbuh pada luka yang lebih dalam dari daerah yang lembab saja.
6. Madu menyebabkan lapisan luar luka yang kering (keropeng)
Sel-sel mati terlepas dari permukaan luka, menciptakan sebuah lingkungan luka yang sehat dimana terjadi pertumbuhan jaringan kembali.
7. Madu
menstimulasi
pertumbuhan
jaringan
dalam
proses
penyembuhan luka
Madu memicu pembentukan kapiler darah yang baru dan pertumbuhan fibroblast yang menggantikan jaringan penyambung pada lapisan kulit yang lebih dalam serta menstimulasi produksi serat kolagen yang memberikan kekuatan pada perbaikan jaringan. Madu juga memicu pertumbuhan sel epitel yang membentuk kulit baru menutupi seluruh luka yang sembuh. Madu jug mencegah pembentukan keropeng dan jaringan parut (keloid), sehingga menghilangkan kebutuhan untuk cangkok kulit walaupun pada luka yang sangat lebar.
8. Madu mencegah timbulnya bau yang biasanya ditemukan pada luka yang parah dan ulcer pada kulit
Madu mencegah timbulnya bau dengan membersihkan infeksi luka dengan lebih cepat dengan menyediakan lingkungan gula untuk bakteri yang ada. Pada kondisi lingkungan seperti ini akan terbentuk asam laktat walaupun bau juga merupakan hasil dari degradasi protein.
9. Madu dengan cepat dapat membersihkan infeksi dari luka
Kemampuan madu ini sangat efektif bahkan untuk strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Madu tidak seperti antiseptik atau antibiotik, madu tidak menyebabkan kerusakan
pada proses
penyembuhan luka melalui efek samping.
2.6 KEUNTUNGAN MADU
Secara umum madu memiliki keuntungan sebagai berikut: a. Sangat baik dikosumsi oleh ibu hamil b. Dapat memacu pertumbuhan sel darah merah ke otak pada bayi yang sudah mengkonsumsi makanan selain ASI c. Meningkatkan pertumbuhan bakteri baik dan menghambat pertumbuhan bakteri jahat d. Melindungi sistem pencernaan e. Bisa dikonsumsi oleh penderita diabetes f.
Dapat menyembuhkan luka
2.7 KERUGIAN MADU
Madu tidak selalu sehat. Hal ini dikarenakan madu dikumpulkan dari bunga-bunga di alam bebas sehingga ada saat-saat tertentu dan tempat ketika madu yang dihasilkan adalah bisa bersifat racun.
Grayanotoxin rhododendron dan Azalea memiliki nektar yang beracun untuk manusia. Di beberapa wilayah di dunia sarang dikosongkan segera setelah musim berbunga dan dibersihkan dari residu apapun untuk mencegah keracunan. Chris Wagner dari Dallas Children's Medical Center, menceritakan pengalamannya merawat pasien yang mengalami keracunan madu murni. Alergi ini merupakan alergi terburuk yang berpotensi muncul dan memiliki gejala meliputi sesak napas, tekanan darah rendah, pusing, pingsan hingga gagal jantung. Chris juga mengatakan bahwa seseorang tidak dapat mengendalikan berapa banyak tepung sari dalam madu murni yang dimakan sehingga dapat terjadi suatu keracunan ataupun reaksi alergi. Madu (dan juga pemanis lainnya) juga berpotensi sangat berbahaya bagi bayi. Hal ini dikarenakan, ketika dicampur dengan cairan asam pencernaan non bayi itu menciptakan media yang ideal bagi Botulinum spora untuk tumbuh dan menghasilkan toksin. Spora Botulinum adalah beberapa bakteri yang bertahan hidup dalam madu, tetapi juga banyak hadir di lingkungan. Sementara ini spora tidak berbahaya bagi orang dewasa tetapi pada bayi karena keasaman perut pada pencernaan sistem bayi belum cukup berkembang untuk menghancurkan mereka. Untuk alasan ini, disarankan bahwa madu baik, maupun pemanis lainnya, harus diberikan kepada anak-anak di bawah usia 18 bulan.
2.8 PROSEDUR PEMAKAIAN MADU UNTUK MERAWAT LUKA
Banyak penjelasan bahwa madu mempunyai aksi pembersih dan debridemen pada luka namun prosedur yang paling banyak dianjurkan dalam laporan yang ada adalah dengan membersihkan luka terlebih dahulu. Beberapa laporan lain melaporkan bahwa abses yang ada dibuka dan pus dikeluarkan, jaringan nekrotik diambil, sebelum membalut luka dengan madu (Farouk dkk, 1998). Beberapa penelitian lain menggunakan prosedur pembersihan luka dahulu yaitu disikat menggunakan sikat gigi yang lembut diikuti dengan hydrogen peroksida, garam pembersih, betadin atau garam pembersih lain, larutan dakin atau hydrogen peroksida encer pada luka dan menggunakan alkohol untuk kulit di luar luka. Luka juga dapat dibersihkan dengan eusol atau aqueous 1 % chlorhexidin. Laporan lain menganjurkan membersihkan luka terlebih dahulu sebelum dibalut dengan madu tetapi tidak memberikan spesifikasi larutan yang harus dipakai. Salah satu laporan membersihkan luka dengan kabut tipis. Sebagian besar laporan menyederhanakan pembersihan luka dengan normal salin sebelum membalutnya dengan madu dan ketika pergantian balutan (Dumronglert, 1983). Pada beberapa laporan, madu dioleskan menyeluruh pada luka lalu ditutup dengan balutan kering. Kebanyakan ditutup dengan balutan yang agak berkabut. Jumlah madu yang dipakai bervariasi, dari yang berupa gosokan
tipis (tetapi hasilnya buruk), menggunakan lapisan madu yang tebal (tetapi butuh dilakukan tiga sampai empat kali setiap hari). Laporan yang lain hanya menggunakan madu sebagai lapisan luar dari luka atau hanya dioleskan tanpa balutan (Farouk, 1988). Berikut ini adalah pertimbangan untuk penggunaan klinik madu: a. Jumlah madu yang diperlukan untuk luka tergantung pada jumlah cairan eksudat dari luka yang akan mengencerkan madu. Infeksi yang lebih dalam membutuhkan madu yang lebih banyak pula agar tercapai efek antibakteri madu yang efektif, yaitu madu dapat berdifusi lebih dalam ke jaringan luka. Untuk standar umum, 20 ml madu (25-30 gr) sebaiknya digunakan pada balutan seluas 10 cm 2. (Anonim
2006.
http://apitherapy.blogspot.com/2006/12/uk-nursing-
magazine-outlines-evidence.html). b. Frekuensi
pergantian
balutan
tergantung
seberapa
cepat
madu
terencerkan oleh cairan eksudat. Balutan biasanya diganti satu kali setiap hari, tetapi jika luka mengeluarkan eksudat sangat banyak maka perlu penggantian balutan tiga kali sehari. (Anonim.
2006
http://apitherapy.blogspot.com/2006/12/uk-nursing-
magazine-outlines-evidence.html).
Jika tidak ada eksudat, balutan pelu diganti dua kali setiap minggu untuk mempertahankan reservoir komponen antibakteri agar berdifusi ke jaringan luka (Ngan, 2008). c. Madu bersifat cairan licin dan lembek yang dapat menyulitkan penggunaanya. Hal ini dapat diatasi dengan melumurkan madu pada sebuah bahan kontak luka yang bersifat absorben (penyerap) seperti tissue cutton. Jika dioleskan langsung pada luka, madu cenderung mengalir keluar dari luka sebelum balutan kedua ditempelkan untuk mempertahankan madu agar tetap di tempat. (Anonim.
2006.
http://apitherapy.blogspot.com/2006/12/uk-nursing-
magazine-outlines-evidence.html). d. Madu tidak akan cepat meresap ke dalam balutan absorben. Penyerapan dapat difasilitasi oleh penghangatan madu oleh suhu tubuh dan/atau penambahan satu bagian air ke dalam 20 bagian madu untuk membuat madu lebih cair (Ngan, 2008). e. Pada beberapa situasi pada lepuhan, madu dapat ditempelkan pada luka dengan menggunakan balutan film adhesif. Madu dapat digunakan untuk mengobati luka berongga, walaupun pendekatan cara ini tidak sesuai untuk luka eksudat yang parah (Ngan, 2008). f. Untuk luka eksudat moderat sampai berat, balutan sekunder (lapisan kedua) diperlukan untuk menampung rembesan madu dari balutan primer
yang telah diencerkan oleh eksudat. Balutan penahan seperti film poliuretan merupakan balutan yang terbaik untuk digunakan sebagai balutan sekunder absorben yang cenderung menarik cairan menjauh dari permukaan luka (Ngan, 2008). g. Balutan dengan daya adhesif rendah membantu mencegah balutan madu menempel pada luka jika kasus penempelan ini merupakan sebuah masalah. Balutan ini ditempatkan antara luka dan balutan madu, tetapi hal ini harus memungkinkan komponen antibakteri madu berdifusi secara bebas kedalam area luka (Ngan, 2008). h. Balutan alginate yang digunakan bersama dengan madu merupakan alternatif yang baik untuk balutan selulosa/cutton karena alginate akan menjadikan madu mengandung soft gel (Ngan, 2008). i.
Beberapa lekukan atau rongga pada area luka harus dipenuhi dengan madu dengan menggunakan balutan yang dicampur madu. Hal ini digunakan untuk memastikan komponen antibakteri madu berdifusi ke dalam jaringan luka (Ngan, 2008).
j.
Madu secara aman dapat dimasukkan ke dalam rongga luka.
k. Madu bersifat larut dalam air dan mudah untuk dibilas keluar, jika ada residu madu yang tertinggal sifatnya adalah bio-degradable (madu yang terserap dalam prosesnya tidak mengandung benda-benda asing bagi tubuh). Untuk luka sinus dengan bagian yang sedikit terbuka, cara yang efektif
untuk
menerapkan
penggunaan
madu
adalah
dengan
menggunakan kateter pada sebuah syringe yang diisi madu (Ngan, 2008).
l.
Infeksi dapat terjadi dalam jaringan di bawah area luka, maka dari itu balutan madu harus diperlebar di sekitar luka (Ngan, 2008).
2.9 PERAN PERAWAT
A. Perawat sebagai peneliti
Perawat dapat meneliti kandungan yang terdapat dalam madu. Selain itu juga, perawat meneliti reaksi dan efek samping madu jika digunakan sebagai obat berbagai macam penyakit. Perawat juga melaksanakan monitoring terhadap perubahan yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok & masyarakat yang menyangkut reaksi, efek samping dan sejauh mana penggunaan madu di masyarakat melalui kunjungan rumah, pertemuan, observasi & pengumpulan data.
B. Perawat sebagai pendidik
Perawat memberikan health education (HE) yang berdasarkan dengan semua tahap kesehatan & tingkat pencegahan. Selain itu perawat harus mampu mengajarkan tindakan pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit dan menyusun program HE, memberikan informasi yang tepat mengenai pemanfaatan madu. Sebagai pendidik, perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya madu sebagai alternatif pengobatan yang bisa didapatkan
di masyarakat, mengingat madu memiliki manfaat yang dapat berguna di bidang kesehatan misalnya dalam penyembuhan sariawan. Dengan adanya pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat, masyarakat dapat mengetahui penyakit apa saja yang dapat diobati dengan madu sehingga memandirikan masyarakat dalam menangani masalah kesehatan.
C. Perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan
Perawat sudah memiliki pengetahuan tentang kandungan madu, reaksi dan efek samping madu. Oleh karena itu, perawat dapat mengaplikasikannya dalam merawat pasien di rumah sakit maupun home care. Perawat juga memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok / masyarakat berupa asuhan keperawatan yang komprehensif meliputi pemberian asuhan pencegahan pada tingkat 1, 2 maupun yang 3 baik direct/indirect .
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa jurnal yang berkaitan dengan trend dan issue perawatan luka menggunakan madu. Jurnal-jurnal ini akan dianalisis menggunakan analisis PICOT untuk melihat efektifitas/evidence base dari perawatan luka menggunakan madu.
3.1 IDENTIFIKASI PICO
a.
P ( Population )
: Pasien dengan luka yang memerlukan perawatan
b. I (Intervention)
: Perawatan luka mengunakan madu
c.
: Perawatan luka mengunakan normal salin-povidone
C (Comparison )
iodine d. O( Outcame )
: Efektifitas penyembuhan luka
3.2 PERTANYAAN KLINIS KOMPONEN PICO
“Bagaimana
efektifitas
penyembuhan
luka
mengunakan
madu
dibandingkan dengan perawatan luka menggunakan normal salin-povidone iodine?”
3.3 ANALISIS EVIDENCE
LEVEL OF NO
PENULIS
JUDUL
TUJUAN
METODE
HASIL
KESIMPULAN
KESENJANGAN
Uji
Tidak disimpulkan
EVIDENCE
1.
Renny
Wulan
Perbedaan
Proses
Apriliyasari,
Penyembuhan
Muhammad
Luka
Endro
Menggunakan
Penelitian bertujuan untuk
Rancangan
mengetahui penelitian yang
dengan perbedaan
1.
Hasil
penelitian
kelompok
yang
1.
hipotesis
didapatkan t hitung pada
luka gel
jenis
digunakan
diberikan NaCl 0,9%
sebesar 7,000 > t
apa,
penyembuhan luka
adalah post test
pada perawatan luka
tabel (1,699). Dengan
memiliki
NaCl 0,9 % dan
menggunakan NaCl
with control
yang
demikian
yang baik untuk
Gel
0,9 % dan gel madu group
Madu
Pasien
pada
Post pada
pasien
post
primer,
yang mengalami
perbedaan perawatan
penyembuhan
luka
Rawat Inap Bedah
rawat inap bedah di
sebanyak
di
Rumah Sakit Islam
(80,0%)
0,9%
Luka
perawatan
Islam Sunan Kudus
Sunan Kudus
24
sekunder,
menggunakan
penyembuhan
madu
(20,0%)
luka,
sedangkan
NaCl bahwa gel madu dengan
menggunakan
6
efek
dengan pada hasil terlihat
yang mengalami
sebanyak
madu
disimpulkan terdapat penyembuhan
operasi
Sakit
ruang
Luka
Operasi di Ruang
Rumah
di
proses
Level 3
di
luka gel Ruang
Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Islam
efektif pada luka sekunder.
Luka
tersier,
tidak ditemukan responden yang mengalami penyembuhan. 2.
Hasil
penelitian
kelompok diberikan
yang gel
madu
pada perawatan luka :
Luka
primer,
yang mengalami penyembuhan luka
primer
sebanyak
18
(60,0%)
Luka
sekunder,
yang mengalami penyembuhan sebanyak
12
(40,0%)
Luka
tersier,
tidak ditemukan
Sunan Kudus.
responden yang mengalami penyembuhan. 2.
Zulfa,
Elly
Perbandingan
Penelitian
Nurachmah,
Penyembuhan
bertujuan
eksperimen,
menunjukkan
Dewi Gayatri
Luka
mengidentifikasi
non-equivalent
ada
Menggunakan
perbedaan
control
bermakna pada rerata
madu
Balutan Madu Atau
keefektifan
dengan pre dan
skor
dengan luka terbuka.
Terbuka
Balutan
ini
Kuasi
Level 3
1.
group
Normal penyembuhan luka post-test.
Salin-Povidone
Hasil
proses
menggunakan
penelitian tidak
perbedaan
perkembangan
Hasil
penelitian
ini 1.
Tidak
merekomendasikan
menjelaskan
penggunaan
balutan
dosis
pasien
yang
untuk
madu
digunakan
penyembuhan
pada
balutan
luka antara sebelum
untuk menutup
Iodine Pada Pasien balutan madu dan
dan sesudah intervensi
luka
Trauma
perawatan luka dengan
Yang balutan
normal
2.
Tidak
Dirawat Di Salah
salin-povidone
madu (P = 0.076) dan
menjelaskan
Satu
iodine pada pasien
dengan normal salin-
perubahan-
trauma dengan luka
povidone iodine (P =
perubahan
terbuka
0,057).
yang
RS
Bukittinggi
Di
yang
dirawat di salah satu RS di Bukittinggi
2.
Rerata
skor
secara
luka
pada
perkembangan penyembuhan terbuka intervensi berbeda
terjadi
mikroskopis
setelah
luka
setelah
tidak
menggunakan
secara
balutan madu
signifikan (P = 0,797) antara
kelompok
intervensi
Tidak dijelaskan
dengan
madu jenis apa
madu
dengan
yang
kelompok
kontrol.
digunakan
Namun, skor proses luka
3.
3.
penurunan
untuk
perkembangan
membasahi
penyembuhan pada
balutan
balutan 4.
Tidak
madu (11,52%) lebih
menjelaskan
besar
efektifitas
6,67%
dibandingkan balutan
frekuensi
normal salin-povidone
penggantian
iodine (4,85%).
balutan
Perawatan dengan membuat tidak tidak perlengketan
membuka
luka
madu
yang
responden
merasa
perdarahan
luka
nyeri, terjadi serta saat balutan
pada terbuka
menggunakan balutan madu
ketika
dibersihkan,
sedangkan
dengan
normal
salin-
povidone
iodine,
responden merasakan sebaliknya. 3.
Dina Dewi SLI,
Pengaruh Frekuensi
Penelitian bertujuan
Jenis penelitian
Sanarto,
Perawatan Luka
untuk
adalah
Barotut Taqiyah
Bakar Derajat II
1.
Mengetahui
Dengan Madu
Level 2
1.
Hasil analisis statistik
Perawatan
menunjukkan rata-rata
derajat
experiment
penyembuhan
menggunakan madu yang
dosis
madu
pengaruh
dengan
pada
dilakukan 2-3
nektar
flora
Nectar Flora
frekuensi
menggunakan
(kontrol) sebesar 14,5
kali per hari paling efektif
yang
Terhadap Lama
perawatan luka
desain pre-test
hari,
dalam
Penyembuhan
bakar derajat II post-test control
adalah
Luka
dengan
kelompok
true
madu group
nectar
flora
terhadap
lama
design
kelompok
kelompok 13,5 3
1
2
II
bakar 1. dengan
mempercepat
4 adalah 10,5 hari, dan
perawatan
derajat II dibandingkan
sekali dan 1 kali sehari.
efektif
untuk
hari, penyembuhan luka bakar adalah
Tidak menjelaskan
luka
11,75 hari, kelompok perawatan luka 2 hari
penyembuhan
bakar
derajat II 2.
Tidak
kelompok 5 adalah 10
menjelaskan
hari.
perubahan-
Uji one way anova
perubahan
frekuensi mana
menunjukkan terdapat
yang
yang sebaiknya
perbedaan
secara
diterapkan
signifikan pada rata-
luka 2.
luka
luka
Mengetahui
2.
yang
terjadi
mikroskopis
untuk
rata
lama
pada
perawatan luka
penyembuhan
luka
perawatan
bakar derajat II
antar
menggunakan
dengan
madu.
(6,992)
kelompok F
luka
hitung
>
F
menggunakan
tabel
madu
(3,06) dan p < α 0,05. 3.
yang
nektar
flora;
Uji BNT menunjukkan
3.
Tidak
pada kelompok 2 tidak
dijelaskan
berbeda nyata dengan
madu jenis apa
kelompok
yang
kontrol.
Sedangkan kecepatan
digunakan
penyembuhan
untuk
pada
luka
kelompok
kelompok
4,
kelompok
5
3,
perawatan
dan tidak
berbeda
nyata.
Namun
perbedaan
luka; 4.
Tidak menjelaskan efektifitas
antara kelompok
4
frekuensi
dan
5
perawatan
kelompok
menunjukkan
angka
pada
luka
signifikan yang paling
bakar
derajat
besar
II
dengan
(p
=
0,634),
sehingga dengan kata
madu
nektar
lain
flora
dengan
pengaruh
pada
perlakuan kelompok 4
melihat faktor-
mendekati
pengaruh
faktor
pada
perlakuan
yang
kelompok 5.
lain
berpengaruh dalam penyembuhan luka
3.4 RANGKUMAN
a. Berdasarkan hasil penelitian (Renny,dkk, 2013), terdapat perbedaan perawatan luka menggunakan NaCl 0,9% dengan perawatan luka menggunakan gel madu. Perawatan gel madu memiliki keunggulan dalam hal penyembuhan luka sekunder. b. Berdasarkan hasil penelitian (Elly,dkk, 2012), terdapat perbedaan perawatan luka menggunakan madu dengan povidione iodine. Hal ini dibuktikan dengan: perawatan luka dengan menggunakan madu membuat pasien tidak merasa nyeri, tidak terjadi perlengketan serta tidak terjadi perdarahan saat membuka balutan ketika dibersihkan. c. Berdasarkan hasil penelitian (Dina,dkk, 2012), perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu yang dilakukan 2-3 kali per hari paling efektif dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II dibandingkan perawatan luka 2 hari sekali dan 1 kali sehari.
3.5 REKOMENDASI
Berdasarkan Evidence Base Practice di atas, perawatan luka mengunakan madu dapat dipertimbangkan untuk dijadikan standar prosedur perawatan luka.
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Madu adalah cairan yang menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis, dihasilkan oleh lebah dan serangga lainnya dari nektar bunga. Jika Tawon madu sudah berada dalam sarang, nektar dikeluarkan dari kantung madu yang terdapat pada abdomen dan dikunyah secara bersama tawon lain. Jika nektar sudah halus ditempatkan pada sel hingga penuh. Setelah itu akan ditutup dan terjadi fermentasi (Wikipedia. org). Madu memiliki komponen kimia yang memiliki efek koligemik yaitu asetilkolin. Asetilkolin berfungsi untuk melancarkan peredaran darah dan mengurangi tekanan darah. Selain itu madu juga mengandung berbagai vitamin seperti vitamin A, B1, B2, mineral seperti kalsium, natrium, kalium, magnesium, besi, juga garam iodine bahkan radium. Madu juga mengandung antibiotik dan berbagai asam organik seperti asam malat, tartarat, sitrat, laklat, dan oksalat. Berdasarkan hasil penelitian yang di kalukan oleh Renny, ddk ( 2013) dan Elly, dkk (2012) menunjukan terdapat perbedaan perawatan luka dengan menggunakan NaCl 0,9% dengan perawatan luka menggunakan gel madu . Perawatan luka dengan madu efektif pada luka sekunder dan membuat
responden tidak merasa nyeri, tidak terjadi perlengketan serta tidak terjadi perdarahan saat membuka balutan ketika dibersihkan, sedangkan dengan normal salin-povidone iodine , responden merasakan se baliknya. Hasil penelitian (Dina,dkk, 2012), juga menyatakan bahwa perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu yang dilakukan 2-3 kali per hari paling efektif dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II dibandingkan perawatan luka 2 hari sekali dan 1 kali sehari.
4.2 SARAN
Perawat dapat mengaplikasikan pengunaan gel madu dalam merawat luka terbuka dan luka sekunder pada pasien di rumah sakit maupun home care. Perawat juga memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok / masyarakat berupa asuhan keperawatan yang komprehensif. Perawat juga perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang keefektifan pengunaan madu dalam perawatan luka jenis lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2006). Honey Dressings in Wound Care. (http://apitherapy.blogspot.com/2006/12/uk-nursing-magazine-outlinesevidence.html, diakses 14 Januari 2014) Dewi, D, Sanarto, dan Taqiyah, B. (2012). pengaruh Frekuensi Perawatan Luka Bakar Derajat II Dengan Madu Nectar Flora Terhadap Lama Penyembuhan Luka. Jurnal Keperawatan Molan, P. (1992). Honey As A Dressing For Wounds, Burns And Ulcers. Abrief Review Of Clinical Report And Experimental Studies. UOW-Honey Research Unit (Online) (http://www.honey.bio.waikato.ac.nz/index, diakses 14 Januari 2014) Apriliyasari, R. W dan Endro, M. (2013). Perbedaan Proses Penyembuhan Luka dengan Menggunakan NaCl 0,9 % dan Gel Madu pada Pasien Post Operasi di Ruang Rawat Inap Bedah di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Jurnal Keperawatan(Online)(http://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.ph p/cendekia_utama/article/view/11. Diakses pada 14 Januari 2014) Zulfa, Nurachmah, E., dan Gayatri, D. (2012). Perbandingan Penyembuhan Luka Terbuka Menggunakan Balutan Madu Atau Balutan Normal Salin-Povidone Iodine. Jurnal Keperawatan http://nersindonesiaberkarya.com/2010/03/penggunaan-madu-sebagai alternatif.html. Diakses pada 14 Januari 2014. http://perawathati.blogspot.com/2012/04/penggunaan-madu-sebagai-perawatanluka.html. Diakses pada 14 Januari 2014 Wikipedia. (2013). Diakses pada 14 Januari 2014