PERENCANAAN PERPAJAKAN TAX TREATY INDONESIA-PHILIPINA INDONESIA-PHILIPINA & INDONESIA-MALA INDONESIA-MALAYSIA YSIA
Ernatalia Sari
125020300111001 1250203001 11001
Kelas CC
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya 2014
TAX TREATY A. Pengertian
Tax treaty adalah kontrak yang mengikat suatu Negara dengan Negara lain dalam hal perlakuan pajaknya. Di dalam tax treaty selalu terdapat pasal-pasal dan ayat-ayat yang berkaitan dengan aspek transaksi pihak tertentu. Tax treaty dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu : cakupan tax treaty, bagian yang mengatur minimalisasi pengenaan pajak berganda, bagian bagia n tentang pencegahan penghindaran p enghindaran pajak dan bagian b agian yang mencakup hal-hal lainnya.
B. Tax Treaty Model OECD dan UN model
Setiap tax treaty memiliki prinsip dasar yang hampir sama, sebagian berasal dari konvensi internasional dimana setiap Negara menyusun tax treaty nya masing-masing berdasarkan model perjanjian yang diakui oleh internasional. Di dunia ini ada dua model tax treaty yang dijadikan acuan dalam menyusun treaty yaitu model OECD dan UN model. Dimana model OECD adalah model yang dikembangkan oleh Organization of Economic Cooperation and Development dimana model
ini dikembangkan oleh Negara-negara Eropa Barat dan prinsip yang digunakan adalah azaz pengenaan pajak domisili. Sedangkan model UN adalah model yang dikembangkan oleh PBB untuk memperjuangkan kepentingan Negara-negara berkembang, sehingga prinsip yang dipakai adalah prinsip sumber penghasilan.
C. Tax Treaty Indonesia
TAX TREATY A. Pengertian
Tax treaty adalah kontrak yang mengikat suatu Negara dengan Negara lain dalam hal perlakuan pajaknya. Di dalam tax treaty selalu terdapat pasal-pasal dan ayat-ayat yang berkaitan dengan aspek transaksi pihak tertentu. Tax treaty dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu : cakupan tax treaty, bagian yang mengatur minimalisasi pengenaan pajak berganda, bagian bagia n tentang pencegahan penghindaran p enghindaran pajak dan bagian b agian yang mencakup hal-hal lainnya.
B. Tax Treaty Model OECD dan UN model
Setiap tax treaty memiliki prinsip dasar yang hampir sama, sebagian berasal dari konvensi internasional dimana setiap Negara menyusun tax treaty nya masing-masing berdasarkan model perjanjian yang diakui oleh internasional. Di dunia ini ada dua model tax treaty yang dijadikan acuan dalam menyusun treaty yaitu model OECD dan UN model. Dimana model OECD adalah model yang dikembangkan oleh Organization of Economic Cooperation and Development dimana model
ini dikembangkan oleh Negara-negara Eropa Barat dan prinsip yang digunakan adalah azaz pengenaan pajak domisili. Sedangkan model UN adalah model yang dikembangkan oleh PBB untuk memperjuangkan kepentingan Negara-negara berkembang, sehingga prinsip yang dipakai adalah prinsip sumber penghasilan.
C. Tax Treaty Indonesia
Model tax treaty yang dipakai oleh Indonesia adalah campuran dari model OECD dan UN yaitu disebut dengan P3B. P3B adalah singkatan dari Penghindaran Pengenaan Pajak Berganda. P3B Indonesia ini diatur dan disepakati secara sendiri-sendiri dengan tiap-tiap Negara sehingga ketentuan pasal maupun ayat bagi setiap Negara berbeda. Berikut ini akan disajikan ketentuan P3B Negara Indonesia dengan dua Negara di Asia yakni Philipina dan Malaysia
ANALISIS TAX TREATY REPUBLIK INDONESIA DENGAN REPUBLIK PHILIPINA
Tax
Treaty antara
Republik
Indonesia
dan
Republik
Philipina
ditandatangani pada tanggal 18 Juni 1981. Tax Treaty ini mulai berlaku sejak 1 Januari 1983. Berikut adalah analisis per pasal dari Tax Treaty tersebut. (Pasal 1) A. Subjek Tax Treaty (Pasal
Subjek dari Tax Treaty ini baik menurut Model OECD maupun Model UN adalah sama yakni penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan. Mengenai pajak apa saja yang tercakup dalam Tax Treaty ini diatur dalam . Pajak yang tercakup antara lain: Pasal Pasal 2
Di Indonesia: Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan, dan Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty, yang kemudian disebut Pajak Indonesia.
Di Philipina: Income Tax (Pajak Penghasilan), yang kemudian disebut Pajak Philipina. (Pasal 2 pada OECD Model maupun UN Model sama.)
Apabila kita ingin lebih memahami peraturan dalam perjanjian tax treaty ini kita bisa melihat pasal 3 . Dalam pasal 3 kita dapat mengetahui definisi dari istilah-istilah yang tercantum dalam keseluruhan tax treaty ini. Pada pasal 3 OECD Model maupun UN Model mirip, hanya saja urutannya yang berbeda dan ada lebih banyak definisi istilah pada OECD Model, yaitu definisi “ enterprise” dan “bussiness”.
B. STATUS DOMISILI PAJAK
mengatur mengenai status domisili fiskal atau penentuan Subjek Pasal 4 Pajak Dalam Negeri. Menurut Pasal 4 Tax Treaty ini, ada 3 dasar penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri. Dan satu ketentuan tambahan, jika 3 dasar penentuan tersebut tidak bisa dilaksanakan. Dasar penentuan status yang dimaksud antara lain: 1. Berdasarkan undang-undang kedua negara. 2. Bila tidak dapat ditentukan menurut undang-undang, maka status seseorang akan ditentukan berdasarkan tempat di mana pusat kepentingan pokoknya (centre of vital interest ) berada, 3. Bila tidak dapat ditentukan juga maka statusnya akan ditentukan menurut kebiasaannya berdiam. 4. Apabila status seseorang tidak dapat ditentukan juga dengan ketiga
cara di atas, maka status orang tersebut akan ditentukan melalui mutual agreement yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang
(competent authority) dari kedua belah pihak.
C. BUT (Bentuk Usaha Tetap)
Mengenai bentuk usaha tetap diatur pada pasal 5 . Batas waktu proyek konstruksi dan pemberian jasa yang akan dianggap sebagai BUT, yaitu lebih dari 6 bulan menurut model UN (pasal 5 ayat 2i dan 5 ayat 2m) dan lebih dari 3 bulan menurut model OECD (Pasal 5 ayat 2j).
Pada Tax Treaty ini pengertian BUT diperluas dengan memasukkan
tempat-tempat eksplorasi sumber daya alam, tempat-tempat yang digunakan untuk melakukan penjualan, dan suatu gudang yang disediakan untuk fasilitas penyimpanan barang bagi orang/badan lain sebagai pengertian BUT (Pasal 5 ayat 2h, 5 ayat 2k, dan 5 ayat 2l). Adapun dalam pasal ini juga disebutkan yang tidak termasuk sebagai BUT adalah sebagai berikut: a) penggunaan
fasilitas-fasilitas
semata-mata
dengan
maksud
untuk
menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan; b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan; c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan kepunyaan perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain; d) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk melakukan pengumpulan keterangan bagi keperluan perusahaan; e) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat persiapan atau penunjang bagi keperluan perusahaan; f) pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata untuk setiap kegiatan-kegiatan gabungan dari yang disebut dalam sub-ayat (a) sampai (e) asal saja hasil keseluruhan kegiatan ditempat usaha tertentu itu bersifat persiapan atau penunjang Pada Tax Treaty ini juga terdapat penjelasan mengenai kegiatan asuransi yang termasuk dalam pengertian BUT.
D. PAJAK PENGHASILAN DALAM TAX TREATY
Penghasilan Dari Harta Tak Bergerak (pasal 6)
Dalam pasal 6 mengatur mengenai pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu Negara yang berasal dari harta tak gerak (termasuk pendapatan yang berasal dari pertanian dan kehutanan) yang terletak di Negara lain,akan dikenakan pajak di negara lain itu. Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap pendapatan yang diterima dari penggunaan secara langsung, penyewaan atau penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.
Penghasilan dari Laba Usaha (pasal 7)
Laba usaha yang dapat dikenakan pajak di negara lainnya, yaitu: 1. penjualan-penjualan yang dilakukan di negara lainnya itu dari
barang-barang atau barang dagangan yang sama atau jenisnya serupa seperti yang dijual melalui BUT; atau 2. kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di negara lainnya
itu yang sama atau jenisnya serupa seperti yang dilakukan melalui BUT. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan BUT itu, termasuk biaya eksekutif dan administrasi, baik yang dikeluarkan di negara pendirian BUT ataupun di tempat lain, boleh dikurangkan. Namun, ada beberapa biaya yang tidak boleh dikurangkan, yaitu pengeluaran yang dilakukan oleh BUT kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain dari perusahaan tersebut dalam bentuk royalti, komisi, atau bunga atas pinjaman, kecuali untuk institusi bank.
Yang berasal dari Perkapalan dan pengangkutan udara (pasal 8)
Pasal 8 mengatur mengenai penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan perkapalan dan penerbangan udara. Pasal 8 Tax Treaty ini lebih condong ke UN Model Alternatif B karena terdapat ketentuan yang mengatur bahwa penghasilan dari satu negara yang diperoleh oleh perusahaan negara yang lain melalui kegiatan perkapalan dan penerbangan udara dalam lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak oleh negara
pertama dengan tarif yang disepakati. Tarif yang disepakati oleh Republik Indonesia dan Republik Philipina adalah tidak lebih dari 1,5% atau tarif Philipina yang paling rendah yang dapat dikenakan atas laba yang sejenis, yang diperoleh menurut keadaan-keadaan yang sama oleh penduduk Negara ketiga. Tarif ini berlaku juga terhadap laba yang diperoleh dari pengikutsertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha kerja sama, atau suatu keagenan usaha internasional.
Penghasilan dari hubungan istimewa (pasal 9)
Suatu perusahaan dianggap memiliki hubungan apabila 1. suatu perusahaan dari suatu Negara, baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negara lainnya; atau 2. orang-orang/badan-badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pimpinan, pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negara lainnya. Jika suatu perusahaan memperoleh laba, tetapi karena ada syaratsyarat yang menyangkut hubungan dagang atau keuangannya dibuat atau diterapkan oleh kedua perusahaan yang saling berhubungan tersebut dan berbeda dari yang dibuat antara perusahaan-perusahaan lainnya yang bebas, laba tersebut tidak diperoleh oleh perusahaan pertama, maka laba tersebut dapat ditambahkan ke dalam laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.
Penghasilan atas dividen (pasal 10)
Berdasarkan Tax Treaty ini, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan di suatu negara kepada penduduk di negara lain dapat dikenakan pajak oleh negara lain tersebut. Namun, dividen tersebut juga dapat dikenakan pajak oleh negara pertama dengan tarif: a. 15% dari jumlah bruto dividen apabila orang yang menikmati itu adalah suatu perusahaan dengan kepemilikan langsung minimal 25% modal perusahaan yang membayar dividen b. 20% dari jumlah dividen dalam hal lain.
Penghasilan bunga (pasal 11)
Pasal 11 mengatur mengenai pemajakan atas bunga. Bunga yang dibayarkan oleh penduduk suatu negara kepada penduduk negara lainnya dapat dikenakan pajak di negara pertama maupun di negara lainnya tersebut. Untuk kasus pertama (bunga dikenakan pajak di negara pertama), besarnya tarif pajak atas bunga yang disepakati oleh Republik Indonesia dan Republik Philipina adalah tidak melebihi 15% dari jumlah bruto pembayaran bunga. Ketentuan ini sesuai dengan UN Model di mana besarnya tarif pajak atas bunga tidak ditentukan terlebih dahulu (seperti pada OECD Model yang menentukan tarif pajak atas bunga maksimal 10%), melainkan dinegosiasikan antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Meskipun demikian, terdapat beberapa ketentuan tambahan pada Tax Treaty ini yang tidak terdapat baik pada OECD Model maupun UN Model.
Pertama, bunga yang dari suatu negara dan dibayarkan kepada penduduk negara lainnya, hanya akan dikenakan pajak di negara lainnya itu, jika bunga yang dibayarkan itu berkenaan dengan: 1. obligasi, surat hutang atau kewajiban lainnya yang sejenis dari Pemerintah Negara itu termasuk Pemerintah Daerah/Lokal; atau 2. pinjaman yang dibuat, dijamin atau diasuransikan, atau piutang yang diberikan, dijamin atau diasuransikan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia atau Central Bank of the Philippines ), atau setiap bank pinjaman lainnya yang ditentukan dan dimufakati melalui surat menyurat antara pejabat yang berwenang dari kedua negara. Kedua, besarnya tarif pajak atas bunga adalah tidak melebihi 10% untuk bunga yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di suatu Negara kepada penduduk Negara lainnya berkenaan dengan obligasi umum, surat hutang, atau kewajiban lainnya yang sejenis. Ketiga, pejabat yang berwenang (competent authority) dari kedua negara dengan kesepakatan bersama (mutual agreement ) akan menyelesaikan cara penerapan pembatasan-pembatasan seperti yang telah diatur dalam ayatayat sebelumnya.
Penghasilan atas royalty (Pasal 12)
Pasal 12 mengatur mengenai pemajakan atas royalti. Pasal ini lebih condong ke UN Model, meskipun ada bagian dari UN Model yang dihilangkan (Pasal 12 ayat 5 UN Model). Royalti yang dibayarkan oleh penduduk suatu negara kepada penduduk negara lainnya dapat dikenakan pajak di negara pertama maupun di negara lainnya tersebut. Untuk kasus pertama (bunga dikenakan pajak di negara pertama), besarnya tarif pajak atas bunga yang disepakati oleh Republik Indonesia dan Republik Philipina adalah: 1. Di Indonesia: 15% dari jumlah bruto royalti. 2.
di Philipina: a. 15% dari jumlah bruto royalti, jika royalti itu dibayarkan oleh suatu perusahaan yang terdaftar pada Badan Penanaman Modal Philipina (Philippine Board of Investments) dan ikut serta dalam
kegiatan
sektor-sektor
usaha
seperti
yang
telah
ditentukan oleh Badan tersebut; b. dalam hal-hal lainnya, 25 % dari jumlah bruto royalty. Guna menyelesaikan cara penerapan pembatasan-pembatasan seperti yang telah diatur dalam ayat-ayat sebelumnya, pejabat yang berwenang (competent authority) dari kedua belah pihak (Indonesia dan Philipina) akan mengadakan mutual agreement .
Keuntungan Dari Pemindahan Harta (pasal 13)
Pasal 13 mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan dari keuntungan pengalihan harta. Ketentuan pada Tax Treaty ini mengatur bahwa keuntungan yang diterima oleh penduduk suatu negara dari pengalihan harta tak bergerak yang terletak di negara lain dapat dikenakan pajak di negara lain itu, termasuk harta yang dimiliki oleh BUT dan saham-saham perusahaan. Sedangkan keuntungan yang diterima oleh perusahaan dari suatu negara dari pengalihan kapal-kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional atau barang bergerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal-kapal dan pesawat udara itu hanya
akan dikenakan pajak di negara tempat manajemen efektif perusahaan tersebut berada. Keuntungan pengalihan harta selain yang telah disebutkan di atas akan dikenakan pajak di negara tempat orang/badan tersebut. Ketentuan pada Pasal 13 Tax Treaty ini lebih condong ke UN Model karena keuntungan pengalihan saham-saham perusahaan ini dapat dikenakan pajak di negara tempat perusahaan tersebut berada tanpa harus memperhitungkan besarnya persentas kepemilikan. Pada UN Model, besarnya persentase kepemilikan ini agar dapat dikenakan pajak di negara tempat perusahaan tersebut berada dinegosiasikan oleh kedua belah pihak (dalam kasus Indonesia dan Philipina ini disepakati besarnya persentase kepemilikan adalah lebih dari 0%), sedangkan pada OECD Model negara tersebut baru dapat mengenakan pajak apabila besarnya persentase kepemilikan melebihi 50%.
Penghasilan dari pekerjaan bebas (Pasal 14)
Pasal 14 mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan dari orang yang melakukan pekerjaan bebas. Penghasilan yang diterima oleh seorang penduduk suatu negara sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas akan dikenakan pajak di negara itu. Namun, penghasilan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya apabila: 1.
orang tersebut mempunyai tempat tertentu yang secara teratur tersedia baginya untuk melakukan pekerjaan di negara lain itu, tetapi hanya sebesar penghasilan yang berasal dari tempat tertentu itu; atau
2.
orang tersebut tinggal di negara itu dalam jangka waktu 90 hari atau lebih dalam suatu tahun kalender.
Ketentuan ini lebih condong ke UN Model, meskipun tidak sama persis. Pada UN Model, jangka waktu agar penghasilan seseorang dapat dikenakan pajak di negara lain adalah 183 hari atau lebih dalam 12 bulan.
Penghasilan dari pekerjaan tidak bebas (pasal 15)
Pasal 15 mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan dari orang yang melakukan pekerjaan tidak bebas. Ketentuan Pasal 15 pada OECD Model
dan UN Model sama. Penghasilan dari penduduk suatu yang melakukan pekerjaan tidak bebas hanya akan dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika pekerjaan itu dilakukan di negara lain, penghasilan yang diperolehnya dari negara lain tersebut dapat dikenakan pajak di negara lain itu. Meskipun demikian, penghasilan yang diperoleh penduduk suatu negara sehubungan dengan pekerjaannya di negara lain hanya akan dikenakan pajak di negara pertama apabila: 1. orang tersebut berada di negara lain itu dalam jangka waktu tidak lebih dari 183 hari dalam tahun kalender yang bersangkutan, dan 2. penghasilan tersebut dibayar oleh atau atas nama pemberi kerja yang bukan merupakan penduduk negara lain itu, dan 3. penghasilan tersebut tidak menjadi beban suatu BUT atau tempat tertentu yang dimiliki oleh pemberi kerja di negara lain itu. Penghasilan yang diterima seseorang sehubungan dengan pekerjaan sebagai awak kapal atau pesawat udara yang dioperasikan dalam lalu lintas internasional oleh perusahaan di suatu negara, akan dikenakan pajak di negara itu.
Penghasilan para direktur (Pasal 16)
Pasal 16 mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan yang diterima direktur. Penghasilan yang diterima oleh penduduk suatu negara yang menjadi anggota dewan direksi pada suatu perusahaan di negara lain, dapat dikenakan pajak di negara lain. Untuk remunerasi yang diterima penduduk suatu negara dari perusahaan di negara lain sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari yang bersifat ketatalaksanaan atau teknis, dapat dikenakan pajak di negara lain itu sesuai dengan ketentuanketentuan Pasal 15. Pasal 16 ini lebih condong kepada UN Model karena pada Tax Treaty ini terdapat ketentuan yang mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh Top-Level Managerial Officials.
Para Seniman dan Olahragawan (pasal 17)
Pasal 17 ini mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh artis dan atlet. Penghasilan yang diterima artis dan atlet dari suatu negara atas kegiatan personal mereka di negara lain, dapat dikenakan pajak di negara lain tersebut. Namun, jika penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh artis atau atlet jatuhnya bukan kepada mereka sendiri tetapi kepada pihak lain, maka penghasilan itu dapat dikenakan pajak di negara di mana mereka melakukan kegiatankegiatan. Pasal 17 pada OECD Model dan UN Model sama, oleh karena itu Pasal 17 pada Tax Treaty ini mirip dengan kedua model di atas. Namun, pada Tax Treaty ini terdapat ketentuan tambahan, yaitu bahwa ketentuan ayat 1 dan
ayat 2 pasal ini tidak berlaku terhadap penghasilan yang diterima oleh artis dan atlet dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di suatu negara, yang berhubungan dengan program khusus pertukaran kebudayaan yang telah disepakati kedua negara atau yang sepenuhnya dibiayai oleh dana-dana pemerintah dari negara lainnya, termasuk dana Pemerintah Daerah/Lokal atau badan-badannya. Ketentuan-ketentuan di atas juga tidak berlaku terhadap penghasilan yang diterima dari kegiatan-kegiatan pertukaran kebudayaan tersebut di atas oleh organisasi yang tidak mencari keuntungan, asalkan penghasilan itu tidak untuk dibayarkan atau tidak untuk keuntungan para pemilik, anggota, atau pemegang saham, dan organisasi tersebut telah disahkan sebagai memenuhi syarat ketentuan ini oleh pejabat yang berwenang di negara lain itu.
Pensiunan dan Tunjangan Hari Tua (pasal 18)
Pasal 18 mengatur mengenai pemajakan atas pensiun dan tunjangan hati tua. Pensiun dan pembayaran sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk suatu negara akibat dari hubungan kerja masa lalu, hanya akan dikenakan pajak di negara itu. Pasal 18 pada Tax Treaty ini sesuai dengan UN Model Alternatif A karena terdapat ketentuan yang mengatur mengenai pensiun jaminan sosial yang dibayarkan oleh suatu badan
jaminan sosial dari suatu negara. Pensiun jaminan sosial itu hanya akan dikenakan pajak di negara itu.
Gaji Jabatan dalam Pemerintah (pasal 19)
Pasal 19 mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan pegawai pemerintah (pegawai negeri). Ketentuan Pasal 19 pada OECD Model dan UN Model sama. Pasal 19 pada Tax Treaty ini mirip dengan OECD Model dan UN Model dengan sedikit perubahan kata-kata. Penghasilan selain pensiun dari pegawai pemerintah suatu negara yang bekerja di negara lain hanya akan dikenakan pajak di negara pertama. Akan tetapi, penghasilan tersebut hanya akan dikenakan pajak di negara lainnya jika orang tersebut merupakan warganegara dari negara lain itu atau tidak merupakan penduduk
negara
lain
itu
karena
semata-mata
bermaksud
untuk
memberikan jasa-jasa. Pensiun dari pegawai pemerintah suatu negara yang bekerja di negara lain yang dibayarkan oleh atau dari dana-dana yang diadakan oleh suatu negara atau Pemerintah Daerah/Lokal kepada seseorang sehubungan dengan jasa jasa yang diberikan kepada negara atau Pemerintah daerah/Lokal itu hanya akan dikenakan pajak di negara pertama. Pensiun hanya akan dikenakan pajak di negara lainnya jika orang tersebut merupakan penduduk dan warganegara dari negara lain tersebut.
Gaji atas guru dan Peneliti (pasal 20)
Pasal 20 mengatur mengenai pemajakan atas penghasilan dari profesor (guru besar) dan guru. Ketentuan Pasal 20 ini tidak terdapat baik pada OECD Model maupun UN Model. Penghasilan yang diterima oleh profesor dan guru yang merupakan penduduk suatu negara yang melakukan kunjungan ke negara lain dengan maksud melakukan kegiatan mengajar atau melaksanakan studi lanjutan atau penelitian di suatu universitas, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan lainnya
dalam jangka waktu tidak melebihi 2 tahun, hanya akan dikenakan pajak di negara pertama. Penghasilan ini termasuk pengiriman pengiriman uang dari negara manapun yang memungkinkan guru besar atau guru tersebut melaksanakan maksud di atas.
Penghasilan pelajar dan peserta latihan (pasal 21)
Pasal 21 mengatur mengenai pemajakan atas pelajar dan peserta latihan. Ketentuan Pasal 21 ini sesuai dengan OECD Model dan UN Model (OECD Model dan UN Model sama) dengan beberapa ketentuan tambahan. Penghasilan dari pelajar dari suatu negara yang belajar di perguruan tinggi negara lain untuk jangka waktu tidak melebihi 5 tahun sejak tanggal kedatangannya, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di negara lain itu, dengan syarat: 1. penghasilan tersebut merupakan pengiriman uang dari luar negeri guna keperluan hidup atau pendidikannya 2. setiap penghasilan yang tidak melebihi US$1,800 dalam satu tahun kalender karena pemberian jasa-jasa perorangan yang dilakukan di Negara lain itu sebagai tambahan dana baginya untuk keperluan hidup dan pendidikan tersebut. Untuk penghasilan dari peserta latihan dari suatu negara yang semata-mata sebagai peserta latihan dengan maksud untuk memperoleh pengalaman di bidang teknik, keahlian, atau usaha di negara lain untuk jangka waktu tidak melebihi 2 tahun sejak tanggal kedatangannya, akan dibebaskan dari pajak, dengan syarat: 1. penghasilan tersebut merupakan pengiriman uang dari luar negeri guna keperluan hidup atau latihannya 2. setiap penghasilan yang tidak melebihi US$3,600 dalam satu tahun kalender karena pemberian jasa yang mempunyai kaitan dengan latihannya atau sebagai tambahan dana baginya. Sedangkan untuk penghasilan dari penduduk dari suatu negara yang semata-mata untuk tujuan melakukan studi, riset, atau latihan sebagai penerima bantuan, tunjangan, atau sumbangan dari suatu organisasi
keilmuan, pendidikan, agama, atau sosial atau berdasarkan program bantuan teknik antara kedua negara, di negara lain untuk jangka waktu tidak melebihi 2 tahun sejak tanggal kedatangannya, akan dibebaskan dari pajak, dengan syarat: 1. penghasilan tersebut merupakan jumlah bantuan, tunjangan, atau sumbangan itu 2. penghasilan tersebut merupakan pengiriman uang dari luar negeri guna keperluan hidup pendidikan atau latihan 3. setiap penghasilan karena pemberian jasa-jasa perorangan yang dilakukan di negara lain itu, asalkan pemberian jasa-jasa tersebut mempunyai kaitan dengan studi, riset, latihannya atau sebagai tambahan dana baginya. Penentuan batas waktu untuk pelajar, peserta latihan, dan periset/penerima bantuan dapat ditinjau kembali melalui kesepakatan antara pejabat yang berwenang di kedua negara.
Penghasilan Yang Tidak Diatur Secara Tegas (pasal 22)
Pasal 22 mengenai pemajakan atas penghasilan lain-lain. Penghasilan lainlain adalah penghasilan yang tidak disebut secara tegas dalam Tax Treaty ini. Ketentuan pada OECD Model maupun pada UN Model untuk pemajakan atas penghasilan lain-lain ini sebenarnya sama, yaitu hanya akan dikenakan pajak di negara domisili. Tax Treaty ini juga mengadopsi ketentuan tersebut, tetapi dengan sedikit tambahan bahwa jika penghasilan lain-lain penduduk dari suatu negara diterima dari sumber-sumber yang berada di negara lain, maka penghasilan tersebut juga dapat dikenakan pajak di negara lain itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan negara tersebut. E. PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Pasal 23 mengatur mengenai penghindaran pajak berganda. Baik pada
OECD Model maupun pada UN Model, terdapat 2 cara untuk menghindari pajak berganda, yaitu exemption method dan credit method . Tax Treaty ini
menggunakan credit method , meskipun kata-kata yang digunakan pada Tax Treaty ini tidak sama persis dengan kata-kata pada OECD Model dan UN Model. Jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar penduduk suatu negara di negara lain akan diperkenankan untuk diperhitungkan terhadap pajak yang terutang oleh penduduk di negara pertama tersebut. Pasal 24 mengatur mengenai non diskriminasi. Ketentuan pada OECD
Model dan UN Model adalah sama. Pasal 24 pada Tax Treaty ini mengadopsi ketentuan pada OECD Model dan UN Model dengan sedikit perubahan. Pertama, tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan ( stateless persons). Kedua, terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa tidak ada yang terkandung dalam pasal ini akan diartikan dengan maksud mencegah salah satu Negara untuk membatasi kepada warga negaranya menikmati fasilitas pajak dan fasilitas khusus lainnya yang diberikan dalam rangka program pembangunan ekonomi. Ketiga, pengertian pajak pada pasal ini hanyalah pajak-pajak yang diatur pada Tax Treaty ini. Pasal 25 mengatur mengenai prosedur kesepakatan bersama (mutual
agreement ). Ketentuan Pasal 25 ini lebih condong kepada UN Model karena tidak
terdapat ketentuan yang menyatakan jika pejabat yang berwenang tidak mampu mencapai kesepakatan dalam penyelesaian suatu kasus, orang yang mengajukan kasus tersebut dapat mengajukan kasus tersebut ke arbitrase. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara UN Model dan Tax Treaty ini. Pertama, kasus harus diajukan kepada pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 2 tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang menimbulkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan tax Treaty ini. Pada UN Model, tidak ada ketentuan yang mengatur batas waktu ini. Kedua, terdapat ketentuan mengenai daluwarsa utang pajak akibat permasalahan/kasus yang menyebabkan perlu diadakan kesepakatan bersama (mutual agreement ). Daluwarsa utang pajak itu sesuai dengan undang-undang masing-masing negara, tetapi tidak boleh lebih dari 5 tahun sejak akhir masa pajak di mana penghasilan yang bersangkutan diterima/diperoleh. Pada UN Model, tidak ada ketentuan yang mengatur batas waktu ini.
Ketiga, ketentuan pada Pasal 25 ayat 4 UN Model tidak digunakan pada Tax Treaty ini. Pasal 26 mengatur mengenai pertukaran informasi. Ketentuan pada Tax
Treaty ini lebih condong kepada UN Model karena tidak terdapat kewajiban suatu
negara untuk memberikan atau membantu mencari informasi kepada negara lain, meskipun negara tersebut tidak memerlukan informasi tersebut untuk tujuan perpajakannya. Selain itu, tidak terdapat ketentuan yang membuat suatu negara tidak dapat menolak untuk memberikan informasi karena informasi tersebut tersimpan di bank atau lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi, terdapat ketentuan tambahan pada Tax Treaty ini, yaitu pertukaran informasi dapat dilakukan secara rutin ataupun karena permintaan yang berkenaan dengan masalah-masalah khusus. Untuk pertukaran informasi rutin, pejabat berwenang dari kedua negara dapat membuat persetujuan daftar informasi yang akan diberikan secara rutin. Pasal 27 mengatur mengenai bantuan penagihan. Ketentuan ini hanya ada
pada OECD Model dan tidak ada pada UN Model. Tax Treaty ini mengadopsi ketentuan pada OECD Model, tetapi tidak semuanya. Tax Treaty ini hanya mengadopsi ketentuan pada Pasal 27 ayat 8a OECD Model, yang artinya kira-kira bahwa pasal ini sama sekali tidak akan ditafsirkan sebagai meletakkan kewajiban kepada suatu negara untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan undang-undang atau praktek administrasi dari salah satu negara berkenaan dengan penagihan pajak-pajaknya sendiri. F. PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK PEJABAT DIPLOMATIK Pasal 28 mengatur mengenai perlakuan perpajakan kepada pejabat
diplomatik dan konsulat. Tidak ada ketentuan pada persetujuan ini yang akan mempengaruhi hak-hak khusus di bidang fiskal dari para pejabat diplomatik dan konsulat berdasarkan peraturan umum dari hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dari perjanjian-perjanjian khusus. Ketentuan ini sama dengan OECD Model maupun UN Model.
G. PERATURAN LAIN TERKAIT TAX TREATY Pasal 29 mengatur mengenai peraturan lain-lain. Ketentuan ini tidak
terdapat baik pada OECD Model maupun UN Model. Isi Pasal 29 Tax Treaty ini kira-kira sebagai berikut: 1. Ketentuan-ketentuan Tax Treaty ini tidak akan ditafsirkan sebagai membatasi setiap cara pengecualian, pembebasan, pengurangan, kredit pajak, atau kelonggaran lainnya yang ada sekarang maupun masa mendatang yang diberikan: a. oleh undang-undang dari salah satu Negara dalam penentuan pajak yang dikenakan oleh Negara itu; atau b. oleh setiap aturan khusus lainya mengenai perpajakan sehubungan dengan kerjasama ekonomi atau tehnik antara kedua Negara. 2. Tidak ada satu ketentuan pun dalam hal Tax Treaty ini akan ditafsirkan untuk mencegah Philipina mengenakan pajak terhadap warganegaranya yang sedang bertempat tinggal di Indonesia, menurut perundang-undangan nasionalnya. Namun demikian pajak yang dibayar karenanya tidak akan diperhitungkan. 3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua negara dapat langsung berhubungan satu sama lain, dengan tujuan untuk dapat menerapkan Tax Treaty ini. H. SAAT BERLAKU DAN BERAKHIRNYA TAX TREATY Pasal 30 mengatur mengenai saat berlakunya Tax Treaty ini. Ketentuan ini
sama baik pada OECD Model maupun UN Model. Pasal 30 Tax Treaty ini mirip dengan kedua model tersebut di atas. Peratifikasian dan pertukaran instrumen ratifikasi Tax Treaty ini dilakukan di Jakarta. Tax Treaty ini akan sah berlaku setelah habisnya waktu 30 hari sejak tanggal pertukaran instrumen ratifikasi dan ketentuan-ketentuan Tax Treaty ini akan mengikat kedua negara: a. dalam hal pajak-pajak dipungut pada sumbernya, atas jumlah yang dibayarkan kepada bukan penduduk pada atau setelah 1 Januari tahun kalender berikutnya setelah dilakukan pertukaran instrumen ratifikasi; dan
b. dalam hal pajak-pajak lainnya, untuk tahun-tahun pengenaan pajak mulai pada atau setelah 1 Januari tahun kalender berikutnya setelah dilakukan pertukaran instrumen ratifikasi. Pasal 31 mengatur mengenai saat berakhirnya Tax Treaty ini. Ketentuan
ini sama baik pada OECD Model maupun UN Model. Pasal 31 Tax Treaty ini mirip dengan kedua model tersebut di atas. Tax Treaty ini akan tetap berlaku sampai dinyatakan berakhir oleh suatu negara. Tax Treaty ini baru dapat diakhiri setelah tahun ke-5 sejak Tax Treaty ini berlaku. Salah satu negara menyampaikan pemberitahuan mengenai pengakhiran Tax Treaty ini kepada negara lainnya pada atau sebelum 30 Juni setiap tahun kalender setelah tahun ke-5 sejak Tax Treaty ini berlaku. Jika hal ini telah dilakukan, maka Tax Treaty ini akan tidak berlaku lagi: a. dalam hal pajak-pajak dipungut pada sumbernya, atas jumlah yang dibayarkan kepada bukan penduduk pada atau setelah 1 Januari tahun kalender berikutnya setelah pemberitahuan disampaikan; dan b. dalam hal pajak-pajak lainnya, untuk tahun-tahun pengenaan pajak mulai pada
atau
setelah
1
Januari
tahun
kalender
berikutnya
setelah
pemberitahuan disampaikan.
ANALISIS TAX TREATY REPUBLIK INDONESIA DENGAN MALAYSIA
Tax Treaty antara Republik Indonesia dan Malaysia ditandatangani pada
tanggal 18 Juni 1981. Tax Treaty ini mulai berlaku sejak 1 Januari 1983. Berikut adalah analisis per pasal dari Tax Treaty tersebut. A. Subjek Tax Treaty (Pasal 1)
yang merupakan subjek tax treaty ini adalah penduduk salah satu atau kedua negara yang terikat persetujuan. Indonesia tidak menggunakan perjanjian tetapi menggunakan persetujuan, kata persetujuan lebih mengikat dan dilandasi
oleh kesepakatan kedua belah pihak yang adil dan tidak memberatkan kedua belah pihak. Mengenai pajak masing-masing negara yang terkait dengan tax treaty ini mencakup: o
Indonesia
: 1) Pajak Penghasilan
o
Malaysia
: 1) Pajak penghasilan dan excess profit tax 2) The supplementari income tax, that is, development tax 3) Pajak penghasilan minyak
Persetujuan ini berlaku pula bagi setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sejenis yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang sekarang berlaku. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan memberitahukan satu sama lain setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan pajak masing-masing. (pasal 2) Sama seperti sebelumnya mengenai penjelasan istilah yang ada dalam tax treaty ini ada dalam pasal 3. Tidak ada perbedaan dalam penjelasan tentang definisi tentang person, company, perusahaan, lalu lintas internasional, pejabat, dan istilah tentang warga negara. Untuk persetujuan Indonesia dan Malaysia pada ayat ( 1 ) dijelaskan lebih lanjut tentang pengertian: a. istilah "Malaysia" berarti Federasi Malaysia dan termasuk di dalamnya daerah perairan Malaysia yang sesuai dengan hukum internasional, yang saat ini sudah atau disusun berdasarkan Undang-Undang Malaysia mengenai landas kontinen sebagai wilayah dimana di dalamnya berlaku hukum Malaysia sehubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, apakah terdapat di dasar laut, tanah dibawahnya dan perairan sekitarnya, dapat diolah. b. istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangannya dan bagian-bagian dari landas kontinen dan lautan sekitarnya yang berbatasan, dimana Republik Indonesia mempunyai kedaulatan, hak-hak kedaulatan dan hak-hak lainnya sesuai dengan hukum internasional.
c. istilah suatu "Negara pihak pada Persetujuan" dan "Negara pihak pada Persetujuan lainnya" berarti Indonesia atau Malaysia sesuai dengan hubungan kalimatnya. d. istilah "pajak" berarti pajak Indonesia atau pajak Malaysia sesuai dengan hubungan kalimatnya. Pada persetujuan Indonesia – Malaysia menambahkan istilah “perusahaan” yang melakukan kegiatan dalam berbagai usaha dan istilah “usaha” yang termasuk
jasa – jasa professional dan kegiatan lainnya dari suatu pekerjaan bebas.
B. STATUS DOMISILI PAJAK
menjelaskan domisili pajak. Dalam tax treaty ini penghasilan Pasal 4 dikenakan berdasarkan asas domisili, untuk menghindari pajak berganda maka negara sumber memotong pajak dan diperhitungkan kembali penghasilan dan pajak yang dibayar di negara domisili. Dan juga mengatur apabila ada kependudukan ganda di kedua negara ditentukan melalui: a. Hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat di negara mana b. Kebiasaan penduduk itu berdiam c. Persetujuan bersama. Perbedaan tax treaty Indonesia – Malaysia adalah tidak ada ayat yang menjelaskan tentang warga negara yaitu “ jika ia mempunyai tempat yang biasa
ditinggali di kedua negara atau sama sekali tidak mempunyai di kedua negara, ia akan dianggap sebagai penduduk negara dimana ia menjadi warga negara”
C. BUT (Bentuk Usaha Tetap)
Dalam tax treaty ini menambahkan bentuk BUT termasuk gudang atau gerai penjualan dan sebuah pertanian atau perkebunan, serta suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau tempat penambangan sumber alam lainnya termasuk kayu atau hasil hutan lainnya. Untuk bangunan dan kontruksi atau proyek instalasi dan aktiviyas berlanjut dianggap BUT apabila melebihi 6 bulan sama seperti UN Model. Pengecualian BUT Indonesia juga menambah pengurusan suatu tempat dari suatu usaha semata – mata dengan maksud tujuan iklan dan penyedia informasi. Dalam
persetujuan ini juga tidak mengatur tentang perusahaan asuransi yang melakukan usaha di negara lain. Semuanya tercantum dalam pasal 5. D. PAJAK PENGHASILAN DALAM TAX TREATY
Penghasilan Dari Harta Tak Bergerak (pasal 6)
Penghasilan dari harta tak gerak pada umumnya dikenakan di negara harta itu berada, termasuk penggunaan secara langsung misal disewakan, atau pelaksanaa jasa profesi, atau hak – hak yang diberikan atas penggunaan harta tersebut. Di negara Indonesia, untuk pengenaan pajak dari harta tak bergerak berupa tanah dan bangunan dikenakan pajak 5% dari nilai tertinggi antara Nilai Jual Objek Pajak disbanding harga jual sedangkan untuk harta lainnya bila dijual, maka akan dikenakan pajak di PPh badannya atau di BUTnya.
Penghasilan dari Laba Usaha (pasal 7)
Laba perusahaan akan dikenakan pajak di negara domisili, kecuali untuk BUT pengenaan pajaknya dikenakan di negara lain. Yang dikenakan pajak hanya atas labanya saja yang diperoleh dari negara sumber penghasilan. Biaya BUT dapat dibebankan sebagai biaya terkait dengan kegiatan usaha BUT yang diterapkan dalam pasal 6 UU PPh Indonesia dan dikoreksi fiscal sesuai dengan pasal 9 UU PPh Indonesia. Negara Indonesia tidak menggunakan rumus atas suatu pembagian suatu laba BUT, namun menggunakan perbandingan omzet untuk menentukan biaya yang wajar.
Yang berasal dari Perkapalan dan pengangkutan udara (pasal 8)
Laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara dimana tempat manajemen yang efektif dari perusahaan berada (asas sumber), tetapi pajak yang dikenakan tersebut akan dikurangi dengan 50%. Juga mengatur bahwa laba yang berasal dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional, hanya akan dikenakan pajak di negara pihak pada persetujuan dimana perusahaan yang mengoperasikan pesawat tersebut berkedudukan.
Penghasilan dari hubungan istimewa (pasal 9)
Apabila terdapat hubungan istimewa antara induk di negara domisili dan anak perusahaan di negara sumber, atau sebaliknya maka negara yang merasa dirugikan atas transaksi yang tidak wajar dapat melakukan penghitungan kembali jumlah penghasilan atau beban wajar sesuai dengan apabila perusahaan unduk atau anak tersebut melakukan transaksi dengan perusahaan yang tidak terikat hubungan istimewa. Adanya transfer pricing menyebabkan pengelakan pajak.
Penghasilan atas dividen (pasal 10)
Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut ( asas sumber ). Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di Indonesia kepada penduduk Malaysia akan dikenakan pajak di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Indonesia yang berlaku tetapi bila penerima adalah pemilik dari dividen tersebut maka pengenaan pajaknya tidak akan melebihi dari 15% dari jumlah bruto dividen. Dividen
yang
dibayarkan
oleh
suatu
perusahaan
yang
berkedudukan di Malaysia kepada penduduk Indonesia yang merupakan pemilik yang sebenarnya atas dividen tersebut, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Malaysia dimana pengenaan pajak atas dividen tersebut telah termasuk dalam pengenaan penghasilan dari perusahaan.
Penghasilan bunga (pasal 11)
Istilah "bunga" berarti penghasilan dari semua jenis tagihan atau piutang, baik yang dijamin dengan hipotik ataupun tidak, dan baik yang berhak maupun tidak atas bagian laba debitur dan pada khususnya penghasilan dari surat-surat berharga pemerintah dan penghasilan dari obligasi atau surat-surat hutang. Bunga yang dibayarkan dari salah satu negara ke negara lainnya dalam persetujuan ini dapat dikenakan di negara lainnya ( asas domisili ),
namun demikian, bunga itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak dimana bunga itu berasal (asas sumber) dan sesuai dengan perundangundangan Negara tersebut akan tetapi apabila penerima bunga adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 15% dari jumlah kotor bunga. Bunga yang menjadi hak penduduk Indonesia akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Malaysia jika pinjaman atau utang-utang lainnya yang menyebabkan timbulnya pembayaran bunga tersebut, merupakan pinjaman yang disetujui sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dari peraturan Pajak Penghasilan Malaysia Tahun 1967. Ketiga, pejabat yang berwenang (competent authority) dari kedua negara
dengan
kesepakatan
bersama
(mutual
agreement )
akan
menyelesaikan cara penerapan pembatasan-pembatasan seperti yang telah diatur dalam ayat-ayat sebelumnya.
Penghasilan atas royalty
Istilah "royalti" ini berarti pembayaran dalam bentuk apapun yang diterima sebagai balas jasa karena : a. penggunaan atau hak untuk menggunakan, suatu paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus, atau cara pengolahan yang dirahasiakan, atau hak cipta pekerjaan ilmu pengetahuan atau penggunaan atau hak untuk menggunakan perlengkapan industri, rniagaan atau ilmu pengetahuan, atau keterangan menyangkut pengalaman di bidang industri, perniagaan dan ilmu pengetahuan. b. penggunaan
atau
hak
untuk
menggunakan,
film-film
sinematografi atau pita-pita yang digunakan untuk siaran radio atau televisi, atau hak cipta kesusasteraan atau karya seni. Royalty yang diperoleh dari salah satu negara persetujuan ini oleh penduduk negara lainnya dapat dikenakan pajak di negara lain. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan (asas sumber) dimana royalti itu berasal.
Keuntungan Dari Pemindahan Harta (pasal 13)
Menggunakan asas sumber karena dikenakan pajak di tempat dimana negara harta tersebut terletak. Penduduk asing yang menjalankan usaha berupa BUT dapat menghitung laba rugi penjualan aktiva tersebut dengan menggabungkannya
kedalam
laba
usaha
BUT.
Namun
demikian
keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan dalam jalur lalu lintas internasional atau dari harta gerak yang berkenaan dengan pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara tersebut, hanya akan dikenakan pajak di negara perusahaan tersebut berdomisili ( asas domisili ) Demikian juga keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan saham perusahaan, yang kekayaannya terutama terdiri dari barang tak gerak yang terletak di Negara pada pihak Persetujuan, akan dikenakan di negara itu dan keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan hak atas persekutuan atau perusahaan perserikatan, yang kekayaannya terutama terdiri harta tak gerak yang terletak di Negara pihak pada Persetujuan, akan dikenakan pajak di negara itu ( kedua – duanya asas sumber )
Penghasilan dari pekerjaan bebas (Pasal 14)
Pekerjaan Bebas ( Mengikuti diantaranya pasal 15, 16, 17, 18, 19, dan 20) Untuk orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari jasa profesi seperti: dokter, arsitek, pengacara, akuntan dll apabila ia memperoleh hasil dari negara sumber, maka dikenakan pajak hanya dari negara domisili kecuali jika : a. Penerima balas jasa berada di Negara itu dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun takwim yang bersangkutan b. Balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama majikan yang bukan merupakan penduduk Negara lain tersebut
c. Balas jasa itu tidak akan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh majikan itu di Negara lain tersebut.
Penghasilan para direktur (Pasal 15)
Penghasilan para Direktur dan pembayaran-pembayaran serupa yang diperoleh
penduduk
negara
lain
dalam
persetujuan
ini
dalam
kedudukannya sebagai anggota Dewan Direksi dari perusahaan yang berkedudukan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dapat dikenakan pajak di Negara tempat perusahaan tersebut berada (asas sumber).
Para Seniman dan Olahragawan (pasal 16)
Penghasilan yang diperoleh penduduk dari negara pihak pada persetujuan ini sebagai seniman, seperti artis teater, film, radio atau televisi, atau pemain musik, atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadi mereka, dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dimana kegiatan tersebut dilakukan ( asas sumber ).
Pensiunan dan Tunjangan Hari Tua (pasal 17)
Istilah "tunjangan hari tua" berarti suatu jumlah tertentu yang dibayarkan secara berkala dalam waktu tertentu selama hidup atau selama suatu masa atau jangka waktu tertentu berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran sebagai penggantian balas jasa yang memadai dan penuh dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang. Setiap pensiun atau balas jasa lainnya yang sejenis atau tunjangan hari tua yang dibayarkan pada penduduk Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa pada masa yang lampau dapat dikenakan pajak di negara penduduk tersebut berdomisili ( asas domisili )
Gaji Jabatan dalam Pemerintah (pasal 18)
Untuk PNS atau pegawai pemerintah terdapat aturan sebagai berikut:
a.
Jika gajinya dibayar oleh pemerintah negara dimana dia bekerja, maka pemajakannya tetap di negara yang membayarkan.
b.
Jika gajinya berasal dari perusahaan milik negara, maka berlaku seperti ketentuan pasal 14 tentang pegawai bebas dan juga pasal 15 tentang jabatan direktur.
c.
Jika penduduk asing bekerja di kedutaan Indonesia di luar negeri, maka pemajakannya tetap di negara dimana kedutaan tersebut berada.
d.
Untuk pensiunan akan dikenakan pajak dimana ia berstatus menjadi PNS atau pegawai pemerintah.
Pelajar dan Peserta Latihan (pasal 19)
Seseorang yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan segera sebelum mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan tinggal untuk sementara di Negara lain sematamata : a. sebagai seorang pelajar pada sebuah universitas yang diakui, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan lain yang diakui di Negara lain tersebut b. sebagai seorang pengusaha atau teknisi yang magang c. seorang penerima bantuan, tunjangan atau penghargaan untuk maksud belajar, riset atau latihan dari Pemerintah dari salah satu Negara atau dari organisasi ilmiah, pendidikan, keagamaan atau sosial atau dalam rangka program bantuan teknik yang diadakan oleh Pemerintah dari salah satu Negara. Akan dibebaskan dari pajak di Negara lain atas : a. seluruh pembayaran dari luar negeri untuk keperluan biaya hidupnya, pendidikan, belajar, riset atau latihan b. seluruh hibah, tunjangan atau penghargaan c. setiap pembayaran yang tidak melebihi 2.200 Dollar Amerika per tahun dalam hubungan dengan jasa yang diberikan di Negara lain,
asalkan jasa tersebut dilakukan sehubungan dengan kegiatan belajarnya, riset atau latihan atau perlu untuk membiayai hidupnya
Gaji atas guru dan Peneliti (pasal 20)
Dibebaskan dari pengenaan pajak atas semua pembayaran yang diterima dari kegiatan mengajar dan penelitian apabila seseorang dari negara lain di persetujuan ini sesaat sebelum mengunjungi negara dimana terdapat universitas, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan sejenis yang mengundang orang tersebut , dengan masa tidak lebih dari 2 tahun semata-mata dengan maksud untuk mengajar dan melakukan penelitian atau keduanya pada lembaga pendidikan tersebut,. Tidak berlaku untuk penghasilan dari kegiatan penelitian jika penelitian tersebut untuk kepentingan seseorang atau orang-orang tertentu.
Penghasilan Yang Tidak Diatur Secara Tegas (pasal 21)
Untuk penghasian lainnya yang tidak diatur dalam pasal – pasal terdahulu hanya dikenakan pajak pada negara domisili, kecuali jika penghasilan tersebut berasal dari sumber – sumber di negara memperoleh penghasilan tersebut maka negara tersebut boleh mengenakan pajak atas penghasilan tersebut.
E. PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
Mengenai penghindaran pajak berganda untuk negara Indonesia dengan Malaysia diatur dalam pasal 22: a. Untuk penduduk Malaysia terhadap jumlah pajak yang dibayar menurut perundang – undangan pajak Indonesia atas penghasilan di Indonesia dapat dikreditkan terhadap pajak Malaysia ( namun pengurangan tersebut tidak boleh melebihi bagian dari pajak Malaysia yang dihitung sebelum pengurangan sesuai dengan jenis penghasilan yang bersangkutan ).
b. Demikian juga untuk penduduk Indonesia pajak yang dibayar di negara lain diluar Indonesia, pajak yang dibayar berdasarkan perundang-undangan Malaysia oleh penduduk Indonesia atas pendapatan yang diterima dari Malaysia akan diperhitungkan terhadap pajak yang dibayar di Indonesia atas pendapatan itu. Bagaimanapun pajak yang diperhitungkan itu tidak akan melebihi jumlah pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum pengurangan tersebut diberikan. c. Royalti yang diterima oleh penduduk Indonesia dari penyewaan film, yang dikenakan bea berdasarkan undang-undang bea persewaan bioskop film Malaysia, maka bea tersebut dianggap sebagai pajak Malaysia. Pada pasal 23 dijelaskan tentang tidak adanya pembeda atau diskriminasi. Kedudukan tax treaty adalah menjamin adanya kesamaan hak dan kewajiban kedua warga negara yang terlibat dalam persetujuan, negara yang mengadakan persetujuan tidak boleh membedakan atau memberatkan pajak bagi penduduk yang bukan warga negaranya. Bahkan tanpa ada persetujuan pun, negara domisili tidak boleh melakukan pemajakan yang lebih memberatkan kepada penduduk asing lainnya. Pasal 24 mengenai Tata Cara Persetujuan Bersama. Persetujuan
bersama harus diatur dalam sebuah tata cara agar tidak terjadi hal – hal yang memberatkan atau membedakan perlakuan perpajakan terhadap warga negara lainnya, bilamana terjadi hal – hal yang tidak sesuai atau melanggar ketentuan persetujuan ini, maka; a. Masalah ini harus diajukan dalam waktu 3 tahun sejak pemberitahuan
pertama
dari tindakan
yang mengakibatkan
pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan persetujuan ini. b. Pejabat yang berwenang akan berusaha, apabila keberatan yang diajukan itu beralasan dan apabila ia tidak dapat menemukan suatu penyelesaian yang tepat, untuk menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan bersama dengan Negara pihak pada Persetujuan
lainnya, dengan maksud untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini c. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk menyelesaikan setiap masalah atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini melalui suatu persetujuan bersama. Mereka dapat juga berkonsultasi satu sama lain untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal-hal yang tidak diatur dalam Persetujuan ini. d. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai suatu persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat terdahulu. Pasal 25 tentang Pertukaran Informasi. Salah satu tujuan
persetujuan ini adalah memberikan informasi atau pertukaran informasi guna mencegah terjadinya pengelakan atau penyelundupan pajak. Informasi yang bersifat rahasia hanya boleh diungkapkan kepada orang – orang atau pejabat yang berkaitan dengan penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan tuntutan atau penentuan banding sehubungan dengan pajak – pajak yang dicakup dalam persetujuan ini. Pertukaran Informasi tidak mewajibkan pihak pada persetujuan untuk mengungkapkan
rahasia
di
bidang
perdagangan,
usaha,
industry,
perniagaan atau keahlian yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan umum.
F.
PERLAKUAN
PAJAK
PEJABAT
DIPLOMATIK
DAN
KONSULAT
Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang perpajakan dari para pejabat diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dalam hukum internasional ketentuan-
ketentuan
dalam
tercantum dalam pasal 26.
suatu
persetujuan
ataupun berdasarkan khusus.
Semuanya