Tugas Praktek Pekerja Sosial komunitas
"Model Intervensi Komunitas Pengusaha Batik Di Kabupaten Pekalongan"
( Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata kuliah Praktek Pekerja Sosial komunitas)
Dosen pengampu:
Akhmad Munif Mubarok S.sos., M.Si
Oleh : Reyhatul Jannah A.R
150910301004
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Konsep Intervensi
Pengertian Intervensi
Intervensi Sosial dapat diartikan sebagai cara atau strategi memberikan bantuan kepada masyarkat, individu, kelompok, komunitas. Intervensi sosial merupakan metode yang digunakan dalam praktik dilapangan pada bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial adalah dua bidang yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang melalui upaya perubahan terencana terhadap individu, kelompok, maupun komunitas. Ikatan perubahan terencana agar upaya bantuan diberikan dapat dievaluasi dan diukur keberhasilannya, intervensi sosial dapat pula diartikan sebagai suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok sasaran perubahan dalam hal ini adalah individu, keluarga, dan kelompok.
Intervensi Pekerjaan Sosial adalah aktivitas profesional Pekerjaan Sosial yang dikenakan/ditujukan kepada orang, baik secara individu, kelompok, maupun masyarakat, baik yang bersifat residual ataupun institusional, baik langsung maupun tidak langsung, baik preventif, kuratif-rehabilitatif, developmental-edukatif, maupun preventif, yang dilandasi oleh seperangkat ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dan kode etik profesi.
Menurut Black's Law Dictionary, intervensi merupakan ikut campur tangannya suatu negara dalam urusan negara lain dengan memanfaatkan kekuatan ataupun ancaman yang dimilikinya. Sehingga jika dijelaskan pengertian intervensi adalah sebuah perbuatan atau tindakan campur tangan yang dilakukan oleh suatu lembaga ( badan ) terhadap sebuah permasalahan yang terjadi antara dua pihak atau beberapa pihak sekaligus, dimana tindakan yang dilakukan tersebut akan merugikan salah satu pihak yang sedang bermasalah (bertikai)
Tujuan dan Fungsi Intervensi
Tujuan utama dari intervensi sosial adalah memperbaiki fungsi sosialorang (individu, kelompok, masyarakat) yang merupakan sasaran perubahan.Ketika fungsi sosial seseorang berfungsi dengan baik, diasumsikan bahwa kondisisejahtera akan semakin mudah dicapai. Kondisi sejahtera dapat terwujudmanakala jarak antara harapan dan kenyataan tidak terlalu lebar. Melaluiintervensi sosial, hambatan-hambatan sosial yang dihadapi kelompok sasaranperubahan akan diatasi. Dengan kata lain, intervensi sosial berupaya memperkeciljarak antara harapan lingkungan dengan kondisi riil klien.
Fungsi dilakukannya intervensi dalam pekerjaan sosial, diantaranya adalahmencari penyelesaian dari kelayan masalah secara langsung yang tentunya denganmetode-metode pekerjaan sosial, menghubungkan kelayan dengan sistem sumber,membantu kelayan menghadapi masalahanya, menggali potensi dari dalam dirikelayan sehingga bisa membantunya untuk menyelesaikan masalahnya.
Intervensi Sosial Komunitas
Pengertian Komunitas Secara umum komunitas dapat diartikan sebagai kumpulan individu (bisa juga dalam bentuk kelompok) yang masih memiliki tingkat kepedulian dan interaksi antar anggota masyarakat yang menempati suatu wilayah yang relatif kecil (lokalitas) dengan batas-batas yang jelas. (Nasdian, 2014) Sedangkan menurut Kenny (2007) pengertian komunitas dapat dipahami secara deskriptif dan normatif. Secara deskriptif pengertian komunitas merujuk kepada sekelompok orang yang di dalamnya terdiri dari individu-individu yang memiliki perasaan sebagai bagian dari jaringan komunitas tersebut, dilandasi dengan ikatan solidaritas, kepercayaan dan keamaan bersama. Secara normatif, komunitas dapat menunjukkan adanya kepentingan untuk berbagi dan bekerja sama di dalam segala aspek kehidupan manusia. Peran normatif ini berlangsung secara terus menerus karena pada ruang ini tatanan normatif dalam komunitas dapat berkembang menjadi sebuah ideologi bersama. Ideologi bersama dalam komunitas dapat digunakan untuk menyamarkan adanya konflik kepentingan. Dalam kaitannya dengan luas lingkup intervensi komunitas, Mayo merujuk kepada Gulbenkian Report 1969 (dalam Adi, 2013) melihat setidaknya komunitas mempunyai tiga tingkatan yang berbeda dimana sebuah intervensi komunitas dapat dilakukan, yaitu:
grassroot ataupun neighbourhoodwork (pelaku perubahan melakukan itervensi terhadap kelompok masyarakat yang berada di daerah tersebut, misalnya di dalam suatu Kelurahan ataupun Rukun Tetangga)
local agency dan inter-agency work (pelaku perubahan melakukan intervensi terhadap organisasi paying di tingkat local, provinsi ataupun di tingkat yang lebih luas, bersama jajaran pemerintahan yang terkait serta organisasi non pemerintahan yang berminat terhadap hal tersebut)
regional dan national community planning work (misalnya pelaku perubahan melakukan intervensi pada isu yang terkait dengan pembangunan ekonomi, ataupun isu mengenai perencanaan lingkungan yang mempunyai cakupan lebih luas dari bahasan di tingkat lokal)
Model intervensi adalah suatu model analisis data dengan jangka waktuyang pada awalnya banyak digunakan untuk mengekplorasi dampak dari kejadian– kejadian eksternal yang di luar dugaan terhadap variabel yang menjadi obyekpengamatan, sehingga pada hal ini model intervensi berada pada level komunitas.Model intervensi komunitas memainkan peran penting dalampembangunan sosial di Indonesia, dalam pemberdayaan terhadap suatu kelompokmasyarakat atau komunitas tertentu. Berikut merupakan beberapa contoh modelpendekatan dalam intervensi komunitas:
Menurut Rothman dan Tropman mengemukakan 3 model intervensi dalampengorganisasian masyarakat , yaitu:
Model A : Pengembangan Masyarakat Lokal (Community Action)
Pengembangan pada hal ini lebih bertujuan pada proses. Dimana suatu komunitas di kembangkan kemampuan/kapasitasnya sehingga komunitas tersebut mampu berupaya dalam memecahkan masalah warga komunitas secara kooperatif (bekerja sama) berdasarkan kemampuannya menolong diri sendiri. Komunitas lokal seringkali menjadi suatu komunitas minoritas dimana tertutupi oleh masyarakat luas sehingga menyebabkan suatu kesenjangan. Kesenjangan tersebut dapat terjadi pada relasi antar pribadi dan keterampilan dalam memecahkan masalah. Sehingga dapat menimbulkan anomie, keterasingan dan terkadang menimbulkan kelainan jiwa antara warga komunitas. Selain itu, komunitas juga seringkali dipandang sebagai ikatan tradisional dipimpin oleh kelompok kecil pemimpin-pemimpin konvensional, terdiri dari populasi yang buta huruf dan mempunyai kesenjangan dalam keterampilan memecahkan masalah. Dalam pengembangan komunitas lokal, adanya upaya dalam mengembangkan keterlibatan warga komunitas dalam menentukan kebutuhan yang dirasakan dan memecahkan masalah mereka. Taktik dalam pengembangan masyarakat lebih menekankan pada pencapaian konsensus. Biasanya dilakukan melalui komunikasi dan proses diskusi yang melibatkan berbagai macam individu dan kelompok. Dalam hal ini ditekankan pentingnya teknik-teknik deliberatif (menimbang atau konsultasi) dan kooperatif (kerja sama) pada penerapan pengembangan komunitas lokal karena teknik-teknik tersebut membedakan peranannya dengan peranan seorang aktivis (yang lebih berpotensi pada aksi sosial), dimana mereka lebih menekankan pada pendekatan konflik. Peranan yang dilakukan oleh CW (Community Work) lebih banyak merujuk sebagai enabler, yaitu seorang CW yang membantu warga komunitas agar dapat mengetahui apa saja kebutuhan warga komunitas; mengidentifikasikan masalah mereka; dan mengembangkan kapasitas komunitas agar dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Media perubahannya adalah melalui penciptaan atau kreasi kelompok-kelompok kecil yang berorientasi pada tugas. Hal ini tentunya membutuhkan kemampuan untuk membimbing kelompok-kelompok tesebut ke arah penemuan dan pemecahan masalah secara kolaboratif. Struktur kekuasaan sudah tercakup didalam konsep mengenai komunitas itu sendiri. Setiap segmen komunitas dianggap sebagai bagian dari sistem klien. Selain itu, anggota-anggota dari struktur kekuasaan ditempatkan pada posisi sebagai kolaborator dari ventura (usaha) yang bersifat umum. Dalam pengembangan komunitas lokal, total komunitas biasanya didasarkan pada kesatuan geografis seperti daerah pantai, dusun, kampung atau desa. Kepentingan kelompok dalam komunitas bersifat umum atau mendasar. Oleh karena itu diperlukan permufakatan yang responsif terhadap pengaruh dari pemikiran yang rasional, komunikasi, dan niat baik bersama. Pengembangan komunitas mempunyai asumsi bahwa warga komunitas akan mampu menangani masalah yang mereka hadapi melalui upaya berkelompok. Dalam hal ini, tentu dibutuhkan kejujuran dalam berkomunikasi dan memberikan umpan balik. Klien dipandang sebagai warga yang sederajat yang memiliki kekuatan-kekuatan yang perlu diperhatikan , belum semua kekuatan yang ada pada di diri klien dapat dikembangkan dengan baik. Community Work di sini berusaha mengembangkan apa yang belum dikembangkan secara optimal tersebut dengan memfokuskan pada kemampuan klien. Dari pandangan ini terlihat bahwa setiap warga komunitas adalah sumber daya yang berharga. Peran klien dalam pengembangan komunitas lokal dipandang sebagai partisipan aktif dalam proses interaksi satu dengan yang lainnya, juga dengan community work nya. Penekanan utama diberikan pada kelompok dalam komunitas, di mana warga komunitas bersama berusaha belajar dan mengembangkan diri.
Model B : Kebijakan Sosial/Perencanaan Sosial (Planning)
Perencanaan sosial, kategori tujuannya lebih ditekankan pada taskgoal (tujuan yang berorientasi pada penyelesaian tugas). Pengorganisasian perencanaan sosial biasanya berhubungan dengan masalah-masalah sosial yang konkrit dan nama-nama bagian (departemen) yang juga mencirikan hal ini. Seorang perencana sosial cenderung melihat komunitas sebagaisejumlah kondisi masalah sosial yang inti, atau masalah inti yang bersifatkhusus dengan minat dan kepentingan tertentu. Strategi dasar dari pola initergambar dalam ungkapan "marilah kita kumpulkan fakta dan lakukanlangkah-langkah logis berikutnya". Dengan kata lain, seorang perencanabiasanya berusaha untuk mengumpulkan fakta-fakta mengenai masalahyang dihadapi sebelum warga komunitas memilih tindakan yang rasionaldan tepat dilakukan. Perencanaan dalam pengumpulan dan analisis faktabisa saja menggunakan tenaga di luar komunitas tersebut, begitupuladalam upaya mengembangkan program dan kegiatan yang dilakukan.Meskipun demikian, mereka tetap mendasari tugasnya berdasarkan faktadari warga komunitas tersebut. Sehingga pemufakatan ataupun konflikdapat ditolerir dalam pendekatan ini, selama tidak menghalangi prosespencapaian tujuan. Dalam perencanaan sosial klien lebih dilihat sebagaikonsumen dari suatu pelayanan dan mereka akan menerima sertamemanfaatkan program dan pelayanan sebagai hasil dari prosesperencanaan. Meskipun demikian, klien memainkan peranan sebagaipenerima pelayanan. Klien aktif mengkonsumsi pelayanan-pelayanan yangdiberikan, tetapi bukan dalam proses menentukan tujuan dan kebijakan.Fungsi pembuatan kebijakan dijalankan oleh si perencana setelahmelakukan konsesus dengan elit.
Model C : Aksi Sosial (Social Action)
Pendekatan aksi sosial mengarah pada task goal dan process goal.Beberapa organisasi aksi sosial memberi penekanan pada upayaterbentuknya peraturan yang baru atau mengubah praktek-praktek tertentu.Biasanya tujuan ini mengakibatkan adanya modifikasi kebijakanorganisasi-organisasi formal. Seorang praktisi aksi sosial mempunyai caraberpikir yang berbeda. Mereka lebih melihat komunitas sebagai hirarki danprivilage dan kekuasaan, Target dari para praktisi aksi sosial adalah wargakomunitas yang mendapat tekanan, diabaikan, tidak mendapat keadilan,dieksploitasi oleh pihak tertentu, dan sebagainya. Strategi perubahandari pola aksi sosial terlihat dari ungkapan "Mari kita mengorganisir diriagar dapat melawan para penekan kita". Ungkapan tersebut merupakankristalisasi isu-isu yang dihadapi warga komunitas, yang kemudianmembuat warga komunitas menegenali "musuhnya" dan mengorganisirdiri dan membentuk aksi massa untuk ganti memberikan tekanan terhadapkelompok sasaran warga komunitas. Para praktisi aksi sosial lebihmenekankan pada taktik konflik sesuai dengan peran mereka sebagaiactivist/ developer, dengan cara melakukan konfrontasi dan aksi-aksilangsung. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan untuk memobilisir massasebanyak mungkin untuk melaksanakan demonstrasi bahkan kalau perludengan melakukan pemboikotan.Taktik dan teknik yang sangat berperan dalam perencanaan sosialadalah teknik pengumpulan data dan ketrampilan untuk menganalisis.Taktik konsensus maupun konflik mungkin saja diterapkan, tetapi semuaitu tergantung dengan hasil analisis perencana tersebut terhadap situasiyang ada. Peran yang biasa digunakan oleh perencana sosial adalahperanan sebagai expert (pakar). Peran ini lebih menekankan padapenemuan fakta, implementasi program, dan relasi dengan berbagaimacam birokrasi, serta tenaga profesional dari berbagai disiplin. Peran sebagai pakar setidak-tidaknya terdiri dari bebrapa komponen, yaitu:
diagnosis komunitas;
ketrampilan melakukan penelitian;
Informasi mengenai komunitas yang lain;
saran terhadap metode dan prosedur organisasi;
informasi teknis; dan
kemampuam mengevaluasi. Media perubahannya adalah menipulasi organisasi (termasuk di dalamnya adalah relasi antar organisasi) seperti juga dengan pengumpulan dan analisis data.
Pada perencanaan sosial, struktur kekuasaan biasanya munculsebagai sponsor atau "boss" (employer) dari praktisi (perencana). Olehkarena itu, sangatlah sulit bagi seorang untuk membedakan antara paraperencana dengan organisasi yang mempekerjakannya. Para perencanabiasanya merupakan tenaga profesional yang terlatih dengan baik. Dalammemberikan pelayanan, ia membutuhkan dukungan perangkat keras danperangkat lunak, serta bantuan dana dan fasilitas. Biasanya seorangperencana hanya bisa mendapat dukungan itu dari orang yang memilikikekuasaan. Oleh karena itu dalam perencanaan perlu dilakukan konsensusdengan kelompok elit, sebagai pembuat kebijakan dalamsuatu perencanaanorganisasi. Konsensus ini biasanya baru dapat tercapai bila ada dukungandata yang faktual karena perencana sangat mementingkan data yangfaktual.
Klien dari perencana sosial bisa merupakan kesatuan geografis,tetapi dapat pula merupakan kesatuan fungsionalnya, misalnya kelompokpenyandang cacat, kelompok profesi, kelompok pecinta buku, dankelompok-kelompok lainnya. Pada perencana sosial tidak ada asumsi yangpermasif mengenai tingkat konflik kepentingan. Pendekatan yang merekalakukan lebih bersifat pragmatis, dan berorientasi untuk menanganimasalah tertentu, sehingga aktor kurang memainkan peranan di sini. Padapola aksi sosial, peran yang dilakukan oleh CW lebih mengarah pada peransebagai advokat dan aktivis. Media perubahannya adalah denganmenciptakan pengorganisasian dan pergerakan massa untukmempengaruhi proses politis. Oleh karena itu, pengorganisasian massapada aksi sosial menjadi isu yang penting.Struktur kekuasaan oleh para praktisi aksi sosial dianggap sebagaitarget eksternal dari suatu tindakan, sehingga dapat dikatakan bahwastruktur kekuasaan berada di luar sistem klien. Struktur kekuasaanseringkali dianggap sebagai kekuatan antitesis yang akan menekan klien.Klien dari praktisi aksi sosial biasanya merupakan bagian dari wargakomunitas yang membutuhkan bantuan. Mereka dapat dikatakan sebagaikelompok yang membutuhkan pelayanan tetapi tidak terjangkau olehpelayanan tersebut; ataupun ditolak untuk mendapatkan pelayanantersebut. Dalam pola aksi sosial, para praktisi lebih melihatkelompok – kelompok tersebut sebagai "teman-teman partisan"dibandingkan sekelompok klien.Pada pola aksi sosial ada asumsi bahwa kepentingan dari masing – masing bagian dalam warga komunitas sanagt bervariasi dan sulit diambilkata mufakat. Seringkali cara-cara koersif harus dilaksanakan sepertimelakukan pemboikotan, perundang-undangan, dan sebagainya sebelumpenyesuaian dapat terjadi. Mereka yang mempunyai kekuasaan danprivilage dari/ terhadap kelompok-kelompok yang kurang diuntungkantersebut seringkali tidak mau melepaskan keuntungan yang mereka dapat.Dorongan-dorongan dari kepentingan pribadilah yang menyebabkanmereka merasa bodoh kalau mereka melepaskan apa yang sudah merekamiliki. Dalam pola ini, klien atau warga komunitas lebih dilihat sebagai"korban" dari suatu sistem.Dalam pola aksi sosial, klien biasanya merupakan "bawahan"bersama dengan praktisi aksi sosial, dan mereka berusaha "mendobrak"sistem yang ada. Praktisi di sini juga memainkan peranan sebagai"bawahan" dan "pelayan" warga komunitas, bersama dengan "teman-teman praktisan" mereka menjadi kelompok penekan yang mencobamemberikan tekanan terhadap kelompok elit. Disamping ketiga polapengorganisasian warga komunitas di atas, dalam pengembanganmasyarakat, terdapat pula pola pengorganisasian yang lain, yang diadopsidari disiplin pemasaran, yaitu Pendekatan Pemasaran Sosial. Pendekatanini memfokuskan pada upaya memasarkan suatu produk sosial kepadakelompok sasarannya.
Peran Pekerja Sosial dalam Intervensi Sosial
Spergel (1975: 315-319), Zastrow (2010: 70-72) dan adi (2013) melihatbahwa banyak peran dapat dijalankan oleh community worker ketika melakukanintervensi komunitas. Meskipun demikian secara konvensional, sekurang-kurangnya ada tujuh peran yang sering kali diadopsi dan dikembangkan olehcomunity worker, yaitu sebagai:
Pemercepat perubahan (Enabler)
Sebagai enabler sebagai comunity worker membantu masyarakat agardapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan masalahmereka, da mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menanganimasaalah yang mereka hadapi secra efisien dan lebih efektif. Peran sebagaienabler ini adalah peran klsik dari seorang comunity worker.Ada empat fungsi utama yang dilakukan community worker sebagaipemeercepat terjadinya perubahan yaitu:
Membantu masyarakat menyadari dan melihat kondisi merka
Membangkitkan dan mengembangkan organisasi dalam masyarakat
Mengembangkan relasi interpresonal yang baik, dan
Memfasulitasi perencanaan yang efektif
Perantara (Broker)
Peranan seseorang broker (perantara) dalam intervensi komunitas terkaiterat dengan upaya menghubungkan individu ataupun kelompok dalammasyarakat (community services). Tetapi tidak tahu dimana danbagaimana mendapatkan bantuan tersebut, dengan lembaga yangmenyediakan layanan masyarakat. Peran sebagai perantara, yangmerupakan peran mediasi dalam konteks pengembangan masyarakat jugadiikuti denan perlunya melibatkan klien dalam kegiatan penghubungan ini.
Pendidik (Educator)
Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, community worker diharpkanmempunyai kemampuan menyampaikan informasi dengan baik dan jelas,serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi sasaran perubahan.Di samping itu, ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup memadaimengenai topik yang akan dibicarakan. Dalam kaitan dengan hal ini,seorang community worker tidak jarang harus menghubungi rekan dariprofesi lain yang menguasai materi tersebut.
4. Tenaga Ahli (Expert)
Dalam kaitan dengan peranan sebagai tenaga ahli (expert), communityworker diharapkan untuk dapat memberikan masukan, saran, dandukungan informasi dalam berbagai area. Misalkan saja seseorang tenagaahli diharpkan dengan dapat memberikan usulan mengenai bagaimanastruktur organisasi yang bisa dikembangkan dalam suatu organisasi nirlabayang mengani masalah lingkungan, kelompok-kelompok mana saja yangharus terwakili, atau memberikan masukan mengenai isu apa yang pantasdikembangkan dalam suatu komunitas (termasuk organisasi).
5. Perencana sosial (Social Planner)
Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosialyang terdapat dalam komunitas; menganalisisnya; dan menyajikanalternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut.Setelah itu perencana sosial mengembangkan program, mencoba mencarialternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus dalamkelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun kepentingan.Menurut Zastrow, peran expert dan social planner saling tumpang tindih,dimana seorang expert lebih memfokuskan pada pemformulasian usulandan saran (advice) yang terkait dengan isu dan permasalahan yang ada.Sedangkan perencanaan sosial lebih memfokuskan pada tugas-tugas yangterkait dengan pengembangan dan pelaksanaan program.
6. Advokat (Advocate)
Peran sebagai advokat dalam community work dicangkok dari profesihukum. Peran advokat pada satu sisi berpijak pada tradisi pembaharuansosial, dan pada sisi lainnya berpijak pada tradisi pelayanan sosial. Peranini merupakan peran aktif dan terarah (directive), dimana communityworker menjalankan fungsi advokasi atau pembelaan yang mewakilikelompok masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan ataupun layanan,tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan ataupun layanantersebut tidak mememdulikan (bersifat negatif ataupun menolak tuntutanwarga). Dalam menjalankan fungsi advokasi, seseorang community workertidak jarang harus melakukan persuasi terhadap kelompok profesionalataupun kelompok elit tertentu, agar dapat mencapai tujuan yangdiharapkan (dalam kaitan dengan upaya mengembangkan suatukomunitas).
7. Aktivis (Activist)
Sebagai aktivis seseorang community worker mencoba melakukanperubahan institusional yang lebih mendasar dan sering kali tujuannyaadalah pengalihan sumber daya ataupun kekuasaan (power) padakelompok yang kurang mendapatkan keuntungan (disadvantaged group).Seorang acrivist biasanya memperhatikan isu-isu tertentu, sepertiketidaksesuaian dengan hukum yang berlaku (injustice), kesenjangan(inequity) dan perampasan hak.Sesorang aktivis biasanya mencoba menstimulasi kelompok-kelompokyang kurang diuntungkan tersebut (disadvantaged group) untukmengorganisasikan diri dan melakukan tindakan melawan strukturkekuasaan yang ada (yang menjadi penekan mereka). Taktik yang biasamereka lakukan adalah melalui konflik, konfrontasi (misalnya melaluidemonstrasi) dan negosiasi.
Tahapan intervensi
Tahap persiapan
Persiapan lokasi
Dimana dalam persiapan lokasi pekerja sosial akan menguji kelayakan terhadap daerah yang menjadi sasaran, seperti :
Profil komunitas :
Pekalongan telah lama dikenal sebgai kota batik, batik sendiri selain sebagai salah satu mata pencaharian pokok warga Pekalongan juga termasuk singkatan dari Bersih, Aman, Tertib, Indah dan Komunikatif. Batik pun telah mendarah daging bagi warganya, mereka menggunakan batik dalam kehidupan sehar-hari. Jantung kehidupan kota Pekalongan adalah Batik. Industri Batik menggerakkan lebih dari 1000 keluarga untuk bertahan hidup. Industri ini sendiri semacam turun temurun. Jadi jika satu keluarga sudah menjalankan usaha batik maka keturunan lainya pun akan bergerak dalam bidang ini. Sementara orang-orang yang tidak bergerak dalam industri batik dapat membuka usaha lainnya seperti usaha kain, benang, jin, industry rumah tangga dan lain sebagainya. Pengusaha batik yang ada dipekalongan bukan hanya pengusaha batik jadi atau yang biasanya dijual ditoko – toko namun pengusaha batik yang berada di derah kabupaten pekalongan adalah pengusaha batik setengah jadi seperti yang ada di Desa Pekuncen Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan.
Pengusaha kain batik di Desa Pekuncen ini kebanyakan adalah usaha turun temurun yang sudah dilakukan keluarga, kondisi kesejahteraan pengusaha kain batik yang mengikuti komunitas yang ada pada desa pekuncen dikatakan sejahtera dan maju karena para pengusaha sudah memilki karyawan yang membantunya dalam memproduksi. Menurut pengakuan salah satu anggota komunitas dalam melakukan pekerjaannya para pengusaha akan mengambil kain batik yang akan dicetak kepada agen kain dan akan dicap sesuai motif yang diminta lalu dijual kembali para pengepul biasanya para pengusaha kain batik ini dapat menyelesaikan omset ± 240 kodi setiap bulannya yang perkodinya dihargai sesuai ukuran misalnya ukuran 1,85 meter dihargai Rp 13.000/potong kain dengan harga kain itu pengusaha batik dapat membayar upah para karyawannya dengan upah 50 – 70 rb perhari dengan jam kerja mulai pukul 07.00 – 14.00 WIB dengan jumlah karyawan 10 orang. Cara pembatikan sendiri tidak selamanya menggunakan batik cap melainkan sesuai permintaan pasar, jika pasar sedang menginginkan batik tulis para pengrajin atau pengusaha kain batik akan membatik dengan tulis namun pada saat ini batik yang sedang diminta adalah batik cap.
Dalam komunitas pengusaha batik ini setiap bulan selalu rutin melakukan pertemuan untuk membahas masalah – masalah yang dihadapi, salah satu masalah yang terus dihadapi para pengusaha batik ini adalah masalah pembuangan limbah batik selain pembahasan masalah komunitas ini juga sering mengadakan kegiatan bagi – bagi THR yang di adakan setiap tahun yang dibagikan untuk anggotanya.
Tahap persiapan petugas
Pada tahapan ini adalah dimana tahapan prasyarat untuk membantu menyukseskan suatu program. Penyiapan ini petugas diperlukan dalam menyamakan persepsi antar anggota tim dalam sebagai pelaku perubahan.
Tahap Assessment
Proses assessment yang dilakukan disini adalah dengan mengidentifikasi masalah ataupun kebutuhan yang di ekspresikan dan juga sumber daya atau potensi yang dimiliki oleh komunitas tersebut, seperti komunitas ini :
Permasalahan / Potensi Komunitas
Permasalahan dalam komunitas ini adalah permasalahan yang tak kunjug selesai yaitu masalah pembuangan limbah pewarna batik limbah cair yang berasal dariproses pewarnaan ini, selain kandungan zat warnanya tinggi, limbah batik dan tekstil juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut atau sukar diuraikan, pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri batik dapat berupa logam berat, padatan tersuspensi, atau zat organic. Setelah proses pewarnaan selesai, akan dihasilkan limbah cair yang berwarna keruh dan pekat, apabila limbah batik ini dialirkan langsung ke lingkungan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, maka akan menurunkan kualitas lingkungan dan merusak kehidupan yang ada di lingkungan tersebut. Masalah ini selalu mendapat protes dari para warga sekitar jika limbah tersebut sudah masuk ke lingkungan warga, menurut pengakuan salah satu anggota sekitar 1 tahun yang lalu ada bantuan pemerintah berupa pembuatan saluran aliran limbah, penampungan limbah/ kolam pembuangan dan firtelisasi aliran limbah sehingga tidak ada pencemaran, namun program tersebut tidak berjalan lama dan saat ini pun bantuan pemerintah tersebut tidak berfungsi dan tidak ada penanganan kelanjutan. Meskipun permasalahan limbah tidak pernah selesai secara permanen, para pengusaha dapat menyelesaikan masalahnya secara bersama – sama dengan bermusyawarah sehingga dapat menemukan solusinya. Selain itu permasalahan muncul juga karena kurangnya perhatian pemerintah dalam memperhatikan para pengusaha kain batik ini karena perhatian pemerintah hanya berpusat pada kota yang memang menjadi sentral penjualan batik.
Komunitas pengusaha batik ini adalah para pengusaha yang menjalankan pencetakan kain putih yang menjadi salah satu bahan pembuatan batik lalu hasil pencetakan / pembantikan ini dijual kembali kepada para pengepul. Menurut dari hasil intervensi ini penulis menemukan potensi yang dapat menunjang desa wiradesa ini yaitu dengan cara membuka wisata edukasi bagi wisatawan, yang dimaksud wisata edukasi adalah wisata yang memperkenalkan cara – cara membantik dan juga proses pewarnaan sehingga siap menjadi kain batik yang dapat di proses. Sehingga dengan adanya wisata edukasi ini dapat menunjang lingkungan sekitar pembuatan batik sehingga lebih maju lagi dan juga dapat , selain itu potensi yang terdapat di komunitas ini seperti program pemerintah yang mengadakan event pesta batik, namun konsepnya berbeda dalam komunitas ini diadakannya suatu event atau festival pembuatan batik yang dapat dihadiri oleh semua kalangan ini juga menunjang atau mengembangkan cara pembuatan batik ke tingkat nasional bahkan internasional.
Tahap Perencanaan program
Pada tahapan ini pelaku perubahan secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Sebenarnya dalam masalah ini salah satu anggota komunitas menjelaskan bahwa yang dibutuhkan dan sering dibahas dalam komunitasnya adalah bagaimana cara mengolah limbah pebrik tersebut diselesaikan dengan cara yang aman sehingga tidak mengganggu masyarakat sekitar. Seperti dengan adanya mesin unit pengolahan limbah dan membutuhkan bantuan seperti tenaga – tenaga ahli lingkungan. Maka dari itu peksos disini akan menjadi fasilitator dan juga penghubung bagi komunitas dan para tenaga ahli yang ada.
Tahap pemformalisasian rencana aksi
Pada tahap ini peksos akan membantu merumuskan dan memprogramkan dan kegiatan apa yang akan dilakukan, dalam merumuskan masalah dan dengan adanya tahapan sebelumnya maka pekerja sosial dan juga masyarakat akan menjalin kerjasama dengan tenaga ahli yang mendukung perubahan atau pemecahan masalah yang ada , yaitu dengan bekerjasama dengan badan ligkungan hidup kabupaten pekalongan yang akan menyarankan penggunaan mesin unit pengolahan limbah dan penaman tanaman yang dapat menyerap racun limbah pabrik di lokasi tersebut. Sebelum dengan adanya penggunaan mesin peksos dengan tenaga ahli yang lain akan meninjau atau studi lokasi untuk mengukur tempat yang akan di gunakan sebagai lokasi mesin tersebut dengancara kesempakatan bersama dengan para masyarakat sekitar atau stakeholder yang ada dalam mengukur dan meninjau lokasi tersebut.
Tahap pelaksanaan
strategi dasar yang digunakan untuk menangani masalah pengolahan limbah batik ini ialah melalui partisipasi masyarakat yang menjadi stakeholder tersebut dimulai dari tahapan awal, sosialisasi hingga pelaksanaan kegiatan bimbingan di komunitas sasaran. Namun partisipasi masyarakat lokal menurut praktisi tidak begitu kental dalam tindakan karena praktisi akan menggunakan peran tenaga ahli lingkungan dan ahli tehnik lingkungan untuk mengembangkan teknis program pengolahan limbah yang menggunakan mesin Unit Pengolahan Limbah ( UPL ) serta penanaman tanaman yang dapat menyerap unsur logam. Selain itu praktisi ( Pekerja Sosial ) bersama dengan Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Pekalongan akan terlibat dalam tahap awal kegiatan, misalnya pada kontak awal melalui pemetaan wilayah dan survey lokasi yang tepat untuk pengelohan limbah batik menggunakan mesin Unit Pengelolaan Limbah ( UPL ) ini bisa mengolah 400 meter kubik limbah. Yang mana dengan mesin tersebut bisa mengurangi pencemaran limbah batik dilingkungan pembuangan dan sekitarnya.Langkah lain adalahmelakukan remediasi atau membersihkan racun di tanah atau air yang tercemar limbah melalui mikroorganisme maupun lewat tanaman yang bisa menyerap unsur logam seperti rami dan nilam, sehingga akhirnya dipihlah tempat yang tepat untuk tempat pembuangan akhir limbah batik tersebut. Pengumpulan dan penganlisisan data menggunakan tenaga dari luar komunitas semacam ini mencerminkan praktek dalam perencanaan sosial.
Tahap Evaluasi Program
Dalam evaluasi ini sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan. Proses ini melibatkan warga karena dengan keterlibatan warga pada tahp ini untuk melakukan pengawasan secara internal sehingga perencanaan atau implementasi dari program yang sedang dilakukan dapat dimanfaatkan oleh komunitas dan warga secara maksimal. Maka dari itu jika program dapat berjalan dengan lancar dan komunitas serta warga sekitar dapat merasakan manfaat yang ada maka program yang sudah dilaksanakan dikatakan berhasil sehingga pekerja sosial serta tenaga ahli yang lain dapat melepas komunitas tersebut secara mandiri untuk merawat dan menjaga implementasi atau perewujudan program ( mesin – mesin) dan juga tanaman – tanaman tersebut.
G. Tahap Terminasi
Pada tahap ini, merupakan tahap dimana sudah selesainya hubungan secara formal dengan komunitas sasaran, Sehingga pada tahapan ini komunitas sudah dikatakan mandiri.
Kesimpulan
Dalam poin kesimpulan ini penulis akan menjelaskan permasalahan dari komunitas tersebut yaitu model intervensi komunitas menurut Rothman diatas menunjukan bahwa strategi dasar yang digunakan untuk menangani masalah pengolahan limbah batik ini ialah melalui partisipasi masyarakat yang menjadi stakeholder tersebut dimulai dari tahapan awal, sosialisasi hingga pelaksanaan kegiatan bimbingan di komunitas sasaran. Namun partisipasi masyarakat lokal menurut praktisi tidak begitu kental dalam tindakan karena praktisi akan menggunakan peran tenaga ahli lingkungan dan ahli tehnik lingkungan untuk mengembangkan teknis program pengolahan limbah yang menggunakan mesin Unit Pengolahan Limbah ( UPL ) serta penanaman tanaman yang dapat menyerap unsur logam. Selain itu praktisi ( Pekerja Sosial ) bersama dengan Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Pekalongan akan terlibat dalam tahap awal kegiatan, misalnya pada kontak awal melalui pemetaan wilayah dan survey lokasi yang tepat untuk pengelohan limbah batik menggunakan mesin Unit Pengelolaan Limbah ( UPL ) ini bisa mengolah 400 meter kubik limbah. Yang mana dengan mesin tersebut bisa mengurangi pencemaran limbah batik dilingkungan pembuangan dan sekitarnya.Langkah lain adalahmelakukan remediasi atau membersihkan racun di tanah atau air yang tercemar limbah melalui mikroorganisme maupun lewat tanaman yang bisa menyerap unsur logam seperti rami dan nilam, sehingga akhirnya dipihlah tempat yang tepat untuk tempat pembuangan akhir limbah batik tersebut. Pengumpulan dan penganlisisan data menggunakan tenaga dari luar komunitas semacam ini mencerminkan praktek dalam perencanaan sosial.
Selain itu, karakteristik taktik dan teknik perubahan yang digunakan untuk mewujudkan pengolahan limbah pewarna batik ini melalui program pengadaan mesin UPL ini ialah membentuk konsensus atau kesepakatan bersama serta komunikasi antar kelompok kepentingan di masyarakat yang terlibat dalam implementasi program. Misalnya musyawarah dan kesepakatan penentuan lokasi di sekitar lingkungan warga untuk lokasi pengolahan dan pembuangan akhir limbah pewarna batik.
Dari sisi peran praktisi yang sudah dijelaskan menonjolkan peran yang dominan dari para pelaku perubahan yaitu sebagai expert ( Pakar ) yang ditekankan penemuan analisis ini melalui cara pemetaan sosial, implementasi program dan abagimana relasi dengan berbagai macam biroraksi khususnya didalam pemecahan masalah pengolahan dan pembuangan akhir limbah pewarna tekstil batik di desa Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Relasi dengan birokrasi di daerah yakni antara komunitas pengusaha batik dengan Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Pekalongan dapat dilihat dalam kacamata peran antar lembaga dalam tahap implementasi kegiatan pengolahan dan pembuangan akhir limbah pewarna tekstil batik di komunitas pengusaha batik.
Sedangkan dari sisi batasan definisi dan konsepsi mengenai penerima manfaat layanan (beneficiaries) dilihat berdasarkan kepada kesatuan fungsionalnya (kelompok tertentu), dengan melibatkan struktur-struktur kekuasaan dari kesatuan geografisnya, yaitu warga yang sudah tidak khawatir lagi akan pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah tekstil. Batasan definisi penerima layanan yaitu komunitas batik untuk pengolahan limbah pewarna tekstilnya yang menerima pemanfaatan program yang notabene di desa Wiradesa ini adalah dominan pengusaha batik yang selau berkeluh kesah jika ada msalah warga yang maraha kibat limbah batik.
Selain itu diketahui pula bahwa faktor yang mendorong beneficiaries tertarik untuk melakukan kegiatan tersebut untuk menjalin hubungan yang baik antar warga sekitar sehingga tidak ada lagi konflik akibat limbah. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa penerima manfaat merupakan konsumen dari suatu layanan (services) dimana mereka akan memanfaatkan program dan layanan yang telah direncanakan. Secara ringkas uraian mengenai model intevensi komunitas yang digunakan dalam program pengolahan limbah dan pembuangan akhir limbah pewarna teksti batik di desa Wiradesa Kabupaten pekalongan ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Model Intervensi Komunitas dalam Implementasi Program Layanan pengelolahan dan pembauangan akhir limbah pewarna tekstil pabrik batik di desa Wiradesa kabupaten Pekalongan.
No
Variabel Intervensi Komunitas
Model A
Model B
Model C
1
Kategori tujuan tindakan terhadap masyarakat
2
Asumsi mengenai struktur komunitas dan kondisi permasalahannya
3
Strategi dasar melakukan perubahan
4
Karakteristik taktik dan teknik perubahan
5
Peran praktisi yang menonjol
6
Media perubahan
7
Orientasi terhadap struktur kekuasaan
8
Batasan definisi penerima layanan
( beneficiaries )
9
Konsepsi mengenai penerima layanan ( beneficiaries )
10
Konsepsi mengenai peran penerima layanan ( beneficiaries )
Rekomendasi
Rekomandasi dari hasil intervensi dan analisis yang sudah dijelaskan bahwa dalam melakukan atau mendirikan suatu pabrik memang seharusnya diimbangi dengan pengetahuan yang lain, seperti dalam komunitas ini komunitas ini seharusnya bisa lebih mengetahui akibat – akibat adanya limbah pabrik yang mereka jalankan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan juga keterampilan lain seperti halnya dalam halpemanfaatan lain. Batik adalah sebuah warisan budaya, batik sendiri sudah dikenal di seluruh dunia namun di kotanya sendiri yaitu pekalongan masih kurang adanya wisata edukasi tentang masalah perbatikan, sehingga menurut penulis wisata edukasi yang berada di kota batik sendiri perlu diadakan dan dampak dari adanya wisata ini juga dapat menguntungkan bagi warga sekitar dalam mencari penghasilan tambahan.
Daftar Pustaka
Buku;
Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Kesejahteraan Sosial (pekerjaan sosial, pembangunan sosial, dan kajian pembangunan). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Intervensi Komunitas & Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers
Huda, Miftachul. 2009. Pekerjaan Sosial & Kesejahteraan Sosial Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Website :
http://justinlase.blogspot.co.id/2013/01/intervensi-dalam-pekerjaan-sosial.html
http://wawachayoo.blogspot.co.id/2012/07/pengertian-fungsi-dan-peran-pekerja.html
http://citraanestasha-049.blogspot.co.id/2014/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html