PENGARUH INFORMASI MERGER DAN AKUISISI TERHADAP HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM PADA PERUSAHAAN PUBLIK YANG TERDAFTAR DI BEJ
Nama NIM Dosen Kelas
: Laras Dwialvirina : 0814290013 :Ade Terminanto : Senin,19.30 – 22.00
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA YAI
Latarbelakang Masalah
Informasi yang tersedia di pasar modal memiliki peranan yang penting untuk mempengaruhi segala macam bentuk transaksi perdagangan di pasar modal tersebut. Hal ini disebabkan karena para pelaku di pasar modal akan melakukan analisis lebih lanjut terhadap setiap pengumuman atau informasi yang masuk ke bursa efek tersebut. Informasi atau pengumuman-pengumuman yang diterbitkan oleh emiten akan mempengaruhi para (calon) investor dalam mengambil keputusan untuk memilih portofolio investasi yang efisien. Menurut Jogiyanto (2000:351), para pelaku pasar modal akan mengevaluasi setiap pengumuman yang diterbitkan oleh emiten, sehingga hal tersebut akan menyebabkan beberapa perubahan pada transaksi perdagangan saham, misalnya adanya perubahan pada volume perdagangan saham, perubahan pada harga saham, bid/ask spread, proporsi kepemilikan, dan lain-lain. Hal ini mengindikasikan bahwa pengumuman yang masuk ke pasar memiliki kandungan informasi, sehingga direaksi oleh para pelaku di pasar modal. Suatu pengumuman memiliki kandungan informasi jika pada saat transaksi perdagangan terjadi, terdapat perubahan terutama perubahan harga saham. Tujuan mengadakan investasi adalah untuk memperoleh penghasilan atau kembalian atas investasi. Penghasilan atau kembalian atas investasi tersebut dapat berupa penerimaan kas dan atau kenaikan nilai investasi. Penerimaan kas untuk saham yaitu dalam bentuk deviden kas, sedangkan kenaikan nilai investasi tercermin dalam kenaikan harga saham, yaitu semakin tinggi harga saham berarti semakin meningkat nilai kekayaan pemegang saham. Selain itu, kenaikan nilai investasi juga dapat dilihat dari peningkatan volume perdagangan saham. Pada dasarnya setiap perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sehingga pengembangan usaha merupakan rencana jangka panjang perusahaan. Pengembangan perusahaan dapat dilakukan dengan cara perluasan usaha (business expansion) yang disebut juga sebagai perluasan secara internal, ataupun perluasan usaha secara eksternal berupa penggabungan usaha (business combination). Dalam Accounting Principles Board (APB) Opinion No. 16 disebutkan bahwa pengembangan usaha terjadi jika satu badan usaha dengan satu atau lebih badan usaha yang lain melakukan usaha secara bersama-sama dalam satu kesatuan akuntansi. Dalam akuntansi dikenal tiga macam bentuk penggabungan usaha, yaitu konsolidasi, merger, dan akuisisi. Strategi merger dan akuisisi merupakan salah satu
alternatif untuk perluasan usaha tersebut. Dengan penggabungan dua perusahaan atau lebih, maka akan menjadi lebih mungkin untuk saling menunjang kegiatan usaha. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh akan lebih besar dibandingkan jika mereka melakukan usaha sendiri-sendiri. Ronnie H. Rusli (1992:30) mengemukakan lima macam alasan suatu perusahaan melakukan merger dan akuisisi, yaitu: 1. Keinginan untuk mengurangi kompetisi antar perusahaan atau ingin memonopoli salah satu bidang usaha. 2. Untuk memanfaatkan kekuatan pasar yang belum sepenuhnya terbentuk. 3. Untuk mencapai skala ekonomi tertentu sehingga dapat menjadi lowest cost producer. 4. Untuk memperoleh sumber bahan baku yang murah (dari hulu ke hilir). 5. Untuk mendapatkan akses pasar atau dana yang relatif murah karena kapasitas utang yang semakin besar serta kemampuan, baik dalam hal teknologi maupun manajerial. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan akuisisi biasanya adalah pada kinerja perusahaan dan penampilan finansial perusahaan yang praktis membesar dan meningkat, serta kondisi dan posisi keuangan yang mengalami perubahan. Hal ini tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan. Informasi akuntansi yang berbeda akan menghasilkan posisi keuangan yang berbeda dalam pelaporan keuangannya karena perbedaan dalam perlakuan akuntansinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat reaksi pasar, berupa perubahan harga saham dan volume perdagangan saham terhadap terjadinya perisitiwa merger dan akuisisi pada perusahaan publik. Apabila peristiwa merger dan akuisisi bersifat informatif, maka akan mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Hal ini akan menimbulkan suatu reaksi pasar berupa peningkatan atau penurunan harga saham maupun volume perdagangan saham yang terjadi di sekitar tanggal pengumuman merger dan akuisisi tersebut. Gelombang merger dan akusisi pada awalnya bermunculan di Amerika pada sekitar tahun 1897-1904. Namun untuk kasus di Indonesia, gelombang merger dan akuisisi baru mulai sekitar tahun 1970-an. Merger dan akuisisi di Indonesia didominasi oleh perusahaan pengakuisisi yang telah go public dengan perusahaan target yang belum go public. Di Indonesia, perusahaan yang melakukan akuisisi lebihbanyak dibandingkan dengan perusahaan yang melakukan merger. Frekuensi pelaksanaan merger dan
akuisisi yang dilakukan perusahaan pengakuisisi di Indonesia tergolong cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan adanya fenomena perusahaan yang sama melakukan merger dan akuisisi lebih dari sekali dalam setahun. Menurut Michael A. Hitt (2002:1), pada tahun 1998 ada banyak merger dan akuisisi kategori besar yang membuat merger dan akuisisi pada tahun-tahun sebelumnya tampak kecil. Merger terbesar yang diumumkan pada tahun 1998 adalah penggabungan antara Citicorp dengan Traveller’s Group yang nilainya diperkirakan mencapai 77 milyar Dolar Amerika Serikat dan akuisisi Exxon atas Mobile dengan perkiraan nilai tansaksi sebesar 79 milyar Dolar Amerika Serikat. Merger pada era 1990-an sebagian besar adalah akibat dari keinginan mencapai penghematan skala dan cakupan (economies of scale and scope) dan kekuatan pasar untuk meningkatkan daya saing di pasar global. Selain itu, perusahaan-perusahaan pada beberapa industri berusaha mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan saat perubahan-perubahan yang besar akan terjadi di bidang industri, yang sebagian besar merupakan akibat dari perkembangan teknologi (misalnya dalam industri telekomunikasi). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2004:22.1) menyebutkan bahwa penggabungan usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan hukum, perpajakan, atau alasan lainnya. Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau pembelian aktiva neto suatu perusahaan. Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan penerbitan saham atau dengan penyerahan kas, aktiva setara kas, atau aktiva lainnya. Transaksi dapat terjadi antar pemegang saham perusahaan yang bergabung atau antara suatu perusahaan dengan pemegang saham perusahaan lain. Penggabungan usaha dapat berupa pembentukan suatu badan usaha baru (new enterprise) untuk mengendalikan perusahaan yang bergabung, pengalihan aktiva neto dari satu atau lebih badan usaha yang bergabung kepada badan usaha lain atau pembubaran satu atau lebih badan usaha yang bergabung. Alasan utama perusahaan di Indonesia melakukan merger dan akuisisi pada dasarnya adalah untuk penghematan pajak. Pasar bereaksi positif terhadap pengumuman merger dan akuisisi yang bagi perusahaan target memiliki kandungan informasi sebagai berita baik (goodnews). Dengan kata lain bahwa terdapat tambahan kemakmuran secara kumulatif yang terjadi selama periode sebelum pengumuman merger dan akuisisi maupun setelah tanggal pengumuman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
aktivitas merger dan akuisisi di Bursa Efek Jakarta (BEJ) memberikan tambahan kemakmuran bagi pemegang saham perusahaan target. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudarsanam, Holl, dan Salami (1996) dalam Abdul Moin (2003:303) bahwa Cumulative Average Abnormal Return (CAAR) yang diperoleh perusahaan target signifikan pada saat 20 hari sebelum pengumuman dan setelah pengumuman merger dan akuisisi, serta penelitian yang dilakukan oleh Huang dan Walkling (1987) yang menunjukkan bahwa CAAR mulai signifikan 20 hari sebelum sampai 50 hari setelah pengumuman. CAAR yang mengalami kenaikan di seputar pengumuman merger dan akuisisi mengindikasikan bahwa pelaku pasar modal memprediksi terjadinya sinergi dari aktivitas merger dan akuisisi, sehingga diharapkan kinerja perusahaan target menjadi lebih baik di masa yang akan datang setelah dijadikannya target merger oleh perusahaan lain. Menurut Greg Ip (1999) dalam Michael A. Hitt (2002:4), kinerja saham berbagai perusahaan di bursa efek sangat buruk setelah suatu merger besar. Sebanyak 30 transaksi terbesar selama lima tahun terakhir rata-rata memiliki indeks saham Standard and Poor 500 di bawah kinerja. Namun demikian kecenderungan ini tidaklah sesederhana seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka tersebut. Hal ini mencakup beberapa keberhasilan spektakuler dan beberapa kegagalan spektakuler dalam merger dan akuisisi. Setelah mengkaji suatu riset akademik, seorang pengamat menyimpulkan bahwa rekaman strategi-strategi portofolio mengecewakan, dan bahwa merger dan akuisisi secara umum mengurangi nilai kepemilikan saham. Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 1999 oleh salah satu akuntan publik yang telah memiliki reputasi internasional menyingkap bahwa 83% akuisisi yang dianalisis tidak menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham. Selain itu, firma konsultan tersebut juga menemukan bahwa lebih dari separuh merger-merger korporat sebenarnya mengurangi keuntungan pemegang saham (Abdul Moin, 2003:263). Penolakan (resistensi) terhadap merger muncul dalam berbagai bentuk dan tingkat intensitas. Semua penolakan tidak menguntungkan bagi pengakuisisi potensial, tetapi ada beberapa taktik yang lebih merusak daripada taktik lain. Selain itu berbagai bentuk penolakan memiliki efek yang berbeda terhadap perusahaan sasaran dan para pemegang sahamnya. Penolakan penyebab lelang memiliki tujuan akhir untuk mencapai harga jual yang lebih tinggi. Pada umumnya penolakan ini dilakukan demi kepentingan para pemegang saham perusahaan sasaran. Penolakan pengurang persaingan sering
dikaitkan dengan pemertahanan manajemen, yang ditandai dengan adanya para manajer yang tidak kompeten yang ingin menghalangi upaya akuisisi karena takut kehilangan pekerjaan atau ingin mempertahankan gaji mereka yang tinggi meskipun sebenarnya mereka tidak cakap. Pengaruh merger dan akuisisi terhadap manajemen pengakuisisi dan manajemen target berbeda. Manajemen perusahaan pengakuisisi memiliki peluang dan tantangan yang lebih besar sekaligus harapan untuk mendapatkan pengakuan, kompensasi yang lebih tinggi, dan prestis setelah merger. Akuisisi adalah cara untuk tumbuh yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan pilihanpilihan lain. Dari perspektif manajer puncak, akuisisi menggiurkan dan sering menguntungkan secara finansial. Namun demikian, dilihat dari banyak segi, akuisisi mudah mengalami kegagalan, dan beberapa bahkan membawa akibat yang sangat buruk. Dari hasil penelitian tentang akuisisi yang sangat berhasil dan sangat tidak berhasil, utang menjadi satu-satunya faktor penting bagi kedua kelompok. Sebanyak 83% dari akuisisi yang berhasil memiliki tingkat utang yang rendah atau sedang, sedangkan 92% akuisisi yang tidak berhasil memiliki utang yang besar atau luar biasa. Untuk keperluan analisis, dalam penelitian ini peristiwa yang diteliti untuk event study adalah terjadinya peristiwa akuntansi untuk merger dan akuisisi dengan tujuan agar dapat ditentukan saat yang tepat, yaitu tanggal kepastian peristiwa merger dan akuisisi yang akan dilakukan, mengingat bahwa merger dan akuisisi yang dilakukan oleh suatu perusahaan biasanya dapat diketahui sebelumnya oleh publik, sehingga sulit ditentukan kapan pertama kali peristiwa merger dan akuisisi itu diketahui publik. Oleh karena itu, selanjutnya dapat dibentuk window yang bersih untuk event study tersebut tanpa gangguan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi analisis.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji reaksi pasar dalam bentuk aktivitas perdagangan saham dari peristiwa merger dan akuisisi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Reaksi pasar yang diteliti adalah harga saham perusahaan publik yang melakukan merger dan akuisisi yang terdaftar dan diperdagangkan di BEJ. Dari uraian tersebut, penulis menetapkan pokok masalah dalam penelitian ini, yaitu: Apakah pasar bereaksi terhadap keputusan merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan publik?
Penelitian ini merupakan event study yang hanya mengamati pengaruh suatu peristiwa
pada periode tertentu. Untuk itu, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi harga saham dan volume perdagangan saham seperti tingkat bunga, peraturan pemerintah, serta pengaruh makro lainnya tidak diamati. Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap harga saham dan volume perdagangan saham perusahaan publik yang terdaftar di BEJ dalam kurun waktu tahun 2000-2003.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perbedaan harga saham antara periode sebelum dan sesudah tanggal peristiwa merger dan akuisisi. 2. Untuk mengetahui perbedaan volume perdagangan saham antara periode sebelum dan sesudah tanggal peristiwa merger dan akuisisi.
Manfaat penelitian ini yaitu: 1. Bagi peneliti, dapat memberikan gambaran mengenai penerapan teori dalam ilmu pasar modal, yaitu berupa reaksi pasar untuk merger dan akuisisi terhadap perubahan harga saham dan volume perdagangan saham. 2. Bagi pelaku pasar modal, seperti bursa efek, investor, pialang, underwriter, dan emiten, diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk bahan pertimbangan dalam melakukan investasi dan membuat kebijakan. 3. Bagi pembaca atau peneliti lain, dapat memberikan kontribusi terhadap akademis, dosen, dan mahasiswa yang diharapkan menambah wawasan sebagai referensi dalam penelitian-penelitian yang sejenis.
Dari perspektif perusahaan, pasar keuangan memungkinkan perusahaan untuk memperoleh dana pada saat membutuhkan maupun untuk menginvestasikan kelebihan dana. Dalam ekonomi global, perkembangan pasar keuangan suatu negara tidak terlepas dari perkembangan pasar keuangan negara lain. Dengan demikian persoalan yang muncul juga menjadi semakin kompleks. Pasar keuangan dapat dikategorikan dalam dua jenis berdasarkan jatuh tempo aset keuangan yang diperjualbelikan, yaitu pasar uang atau money market dan pasar modal atau yang disebut dengan capital market. Pasar modal merupakan salah satu wahana yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi dana, baik dari dalam atau luar negeri. Kehadiran pasar modal
memperbanyak pilihan sumber dana (khususnya dana jangka panjang) bagi perusahaan. Sementara itu, bagi para investor, pasar modal merupakan wahana yang dapat dimanfaatkan untuk menginvestasikan dananya (dalam aset finansial). Kehadiran pasar modal akan menambah pilihan investasi, sehingga kesempatan untyuk mengoptimalkan fungsi utilitas masing-masing investor menjadi semakin besar.
Pengertian Pasar Modal Pengertian klasik pasar modal adalah suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga seperti saham, obligasi, dan sekuritas efek. Sebagai salah satu pelaku ekonomi, maka aspek memperoleh keuntungan yang optimal adalah tujuan yang menjiwai pasar modal sebagai lembaga jual-beli efek (Agus Sartono, 1996:27). Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar (Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1548/KMK/90, tentang Peraturan Pasar Modal). Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek (Sunariyah, 2003:4). Menurut Undang-undang RI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Secara formal, pasar modal menurut Suad Husnan (2001:3) adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, dalam bentuk utang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Pasar modal merupakan alternatif menggali pembiayaan pembangunan modal yang dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Menurut Sri Handaru Yuliati (1996:3), berdasarkan beberapa pengertian pasar modal, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pasar modal dapat berupa pasar dalam artian abstrak atau dalam artian konkret (sesungguhnya). Dalam artian abstrak, perdagangan surat berharga tidak harus terjadi pada suatu tempat tertentu. Sedangkan pasar modal dalam bentuk konkret ialah bursa
efek atau yang lebih dikenal dengan istilah stock exchange. 2. Komoditas yang diperdagangkan di pasar modal adalah surat berharga (aktiva finansial) jangka panjang. 3. Surat berharga (sekuritas) yang diperjualbelikan di pasar modal adalah surat berharga yang diterbitkan oleh suatu badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT), baik yang dimiliki oleh swasta maupun pemerintah. 4. Bursa efek merupakan bentuk konkret dari pasar modal. Bursa efek merupakan pasar yang sangat terorganisasi (a highly-organized market). Disebut demikian karena terdapat serangkaian peraturan yang mengikat pihak-pihak yang terkait di dalamnya.
Alasan Dibentuknya Pasar Modal Pasar modal dijumpai di banyak negara. Hal ini disebabkan karena pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan. Dalam melaksanakan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender (pihak yang mempunyai kelebihan dana) ke borrower (pihak yang memerlukan dana). Fungsi keuangan pasar modal dilakukan dengan menyediakan dana yang diperlukan para borrower tanpa keterlibatan lender secara langsung dalam kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk investasi tersebut. Beberapa daya tarik pasar modal menurut Suad Husnan (2001:4) antara lain adalah: 1. Pasar modal diharapkan bisa menjadi alternatif penghimpunan dana selain sistem perbankan. Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan sekuritas yang berupa surat tanda utang (obligasi) maupun surat tanda kepemilikan (saham). Dengan menjual saham kepada publik, perusahaan bisa menghindarkan diri dari kondisi debt to equity ratio yang terlalu tinggi sehingga justru membuat cost of capital on the firm tidak lagi minimal. 2. Pasar modal memungkinkan para investor mempunyai berbagai alternatif pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi resiko mereka. Seandainya tidak ada pasar modal, maka para lender mungkin hanya bisa menginvestasikan dana mereka dalam sistem perbankan (selain alternatif investasi pada real assets). Dengan adanya pasar modal, para investor dapat melakukan diversifikasi investasi, membentuk portofolio (gabungan dari berbagai investasi) sesuai dengan risiko yang siap mereka tanggung dan tingkat keuntungan yang mereka harapkan. Disamping itu, investasi pada sekuritas mempunyai daya tarik lain, yaitu pada likuiditasnya. Dengan demikian pasar modal memungkinkan terjadinya alokasi dana yang yang efisien. Hanya kesempatan-
kesempatan investasi yang menjanjikan keuntungan yang tertinggi (sesuai dengan risikonya) yang mungkin memperoleh dana dari para lender.
Peranan Pasar Modal Pasar modal mempunyai peran penting dalam kegiatan ekonomi secara makro. Pasar modal dapat berperan sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal. Perusahaan yang memerlukan dana memandang pasar modal sebagai suatu alat untuk memperoleh dana yang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan modal yang diproleh dari sektor perbankan. Modal yang diperoleh dari pasar modal selain mudah cara memperolehnya, biaya untuk memperoleh model tersebut juga relatif lebih murah. Sementara itu, peranan pasar modal pada suatu negara adalah sebagai berikut (Sunariyah, 2003:7): 1. Sebagai fasilitas dalam melakukan interaksi antara pembeli dan penjual untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan. 2. Pasar modal memberikan kesempatan kepada investor untuk memperoleh hasil (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut akan mendorong perusahaan (emiten) untuk memenuhi keinginan para investor. Pasar modal menciptakan peluang bagi perusahaan untuk memuaskan keinginan para pemegang saham melalui kebijakan deviden dan stabilitas harga sekuritas yang relatif normal. 3. Pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya. Dengan beroperasinya pasar modal, para investor dapat melikuidasi surat berharga yang dimilikinya tersebut setiap saat. 4. Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian. Masyarakat umum mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan alternatif cara penggunaan uang mereka. 5. Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga. Bagi para investor, keputusan investasi harus didasarkan pada tersedianya informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Pasar modal dapat menyediakan kebutuhan terhadap informasi bagi para investor secara lengkap, yang apabila hal tersebut dicari sendiri maka akan memerlukan biaya yang sangat mahal.
Manfaat Pasar Modal Terdapat banyak manfaat yang akan diperoleh atas keberadaan pasar modal oleh
emiten, investor, lembaga penunjang, dan pemerintah. Manfaat-manfaat pasar modal antara lain adalah (Agus Sartono, 1996:43): 1. Manfaat bagi emiten Dalam kondisi dimana debt to equity ratio perusahaan lebih tinggi, maka akan sulit menarik pinjaman baru dari bank. Oleh karena itu, pasar modal menjadi alternatif lain. Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu: a. Jumlah dana yang dapat dihimpun berjumlah besar dan dapat sekaligus diterima oleh emiten pada saat pasar perdana. b. Tidak ada covenant sehingga manajemen dapat bebas (mempunyai keleluasaan) dalam mengelola dana yang diperoleh perusahaan. c. Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan dan ketergantungan terhadap bank kecil. Selain itu, jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas. d. Cost flow hasil penjualan saham biasanya akan lebih besar dari harga nominal perusahaan. Emisi saham sangat cocok untuk membiayai perusahaan yang beresiko tinggi. e. Tidak ada beban finansial yang tetap dan profesionalisme manajemen meningkat 2. Bagi investor Pasar modal yang telah berkembang baik merupakan sarana investasi lain yang dapat dimanfaatkan oleh investor. Bagi investor, investasi melalui pasar modal dapat dilakukan dengan cara membeli instrumen pasar modal seperti saham, obligasi, ataupun sekuritas kredit Investasi di pasar modal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan investasi pada sektor perbankan. Melalui pasar modal, investor dapat memilih berbagai jenis efek yang diinginkan. Adapun manfaat pasar modal bagi para investor adalah: a. Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut akan tercermin pada meningkatnya harga saham yang menjadi capital gain. b. Sebagai pemegang saham, investor memperoleh deviden, sedangkan sebagai pemegang obligasi, investor memperoleh tetap setiap tahun. c. Bagi pemegang saham mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), serta hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) bagi pemegang obligasi. d. Dapat dengan mudah mengganti instrumen investasi, misalnya dari saham A ke saham B, sehingga dapat mengurangi risiko dan meningkatkan keuntungan.
e. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen untuk memperkecil risiko secara keseluruhan dan memaksimalkan keuntungan. 3. Bagi lembaga penunjang Berkembangnya pasar modal juga akan mendorong perkembangan lembaga penunjang menjadi lebih profesional dalam memberikan pelayanan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Keberhasilan pasar modal tidak terlepas dari peranan lembaga penunjang.
Bagi pemerintah Perkembangan pasar modal merupakan alternatif lain sebagai sumber pembiayaan pembangunan selain sektor perbankan dan tabungan pemerintah. Pembangunan yang semakin pesat memerlukan dana yang semakin besar pula. Untuk itu perlu dimanfaatkan potensi dana masyarakat. Adapun manfaat yang langsung dirasakan oleh pemerintah adalah: a. Sebagai sumber pembiayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga tidak lagi tergantung pada subsidi dari pemerintah. b. Manajemen badan usaha menjadi lebih baik, karena mereka dituntut untuk lebih profesional c. Meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, penghematan devisa bagi pembiayaan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja.
E. Pasar Modal di Indonesia Bursa efek (pasar modal) yang terbesar di Indonesia adalah Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang juga dikenal dengan nama Jakarta Stock Exchange (JSX). Sekuritas yang diperdagangkan di BEJ adalah saham preferen (prefered stock), saham biasa (common stock), hak (rights), dan obligasi konvertibel (convertible bonds). Sampai saat ini, saham biasa mendominasi volume transaksi di BEJ. Bursa efek terbesar setelah BEJ adalah Bursa Efek Surabaya (BES) atau Surabaya Stock Exchange (SSX). Sekuritas yang terdaftar di BEJ juga diperdagangkan di BES (Jogiyanto, 2000:37). Upaya mengembangkan pasar modal terus dilakukan melalui paket deregulasi yang dikeluarkan tahun 1986 sampai dengan tahun 1988. Berbagai kegiatan ke arah perkembangan pasar modal seperti promosi, seminar, dan pendekatan door to door telah dilakukan. Pada periode 1984-1988 tidak ada satupun perusahaan yang go public, namun pada
tahun 1989 pasar modal Indonesia benar-benar booming. Selama tahun ini terdapat 37 perusahaan go publik dan sahamnya tercatat (listed) di BEJ. Antara tahun 1988 dan awal tahun 1990 perdagangan saham berlangsung marak, harga-harga saham diserahkan kepada mekanisme pasar. Pada saat itu terjadi fenomena yang disebut dengan bull market, yaitu iklim perdagangan surat berharga dimana harga-harga cenderung bergerak naik dan trannsaksi berlangsung semarak. Gerakan harga bagaikan gerakan tanduk banteng (bull) ketika sedang berlaga. Karena peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas normal, maka BEJ memutuskan untuk mengotomisasi kegiatan transaksi di bursa. Jika sebelumnya di lantai bursa terlihat dua deret antrian (satu deret untuk antrian beli dan yang lainnya untuk antrian jual) yang cukup panjang untuk masing-masing sekuritas, dan demua kegiatan transaksi dicatat di papan tulis, maka setelah otomatisasi, yang terlihat saat ini di lantai bursa adalah jaringan komputer-komputer yang digunakan oleh broker (pialang). Sistem otomatisasi yang diterapkan di BEJ tersebut diberi nama Jakarta Automated Trading System (JATS) dan mulai dioperasikan pada tanggal 22 Mei 1995. Dengan adanya JATS, maka memungkinkan para pialang dan investor di manapun berada untuk memonitor aktivitas perdagangan secara langsung dan bereaksi secara cepat atas order yang masuk. Dengan JATS, lantai bursa di BEJ beroperasi dengan papan elektronik yang memberikan informasi terakhir mengenai harga saham, volume perdagangan saham, dan informasi mengenai nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selain itu, para pengusaha dan investor dapat memonitor informasi tersebut secara langsung di kantor masing-masing melalui sistem penyebaran informasi yang dipancarkan oleh perusahaan-perusahaan pelayanan informasi.
1. Lembaga-lembaga yang Terlibat di Pasar Modal Indonesia. Sebagai suatu bisnis yang berdampak sosial sangat luas, pasar modal melibatkan banyak orang dan banyak lembaga. Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pasar modal Indonesia sesuai dengan SK Menteri Keuangan RI No. 1548/KMK.013/1990 tentang Pasar Modal yaitu (Sunariyah, 2003:28): a. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Bapepam adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas untuk: 1) Mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga saham (efek) dapat ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar, dan efisien serta melindungi
kepentingan investor dan masyarakat umum. 2) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lenbaga-lembaga dan profesiprofesi penunjang yang terkait dalam pasar modal. 3) Memberi pendapat kepada menteri keuangan mengenai pasar modal beserta kebijakan operasionalnya. b. Pelaksana bursa Bursa efek menurut Kepres No. 53 adalah suatu tempat pertemuan (termasuk sistem elektronik tanpa tempat pertemuan) yang diorganisir dan digunakan untuk menyelenggarakan pertemuan penawaran jual-beli atau perdagangan efek. Saat ini Indonesia memiliki tiga tempat bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan Bursa Paralel di Jakarta. c. Perusahaan yang go public (emiten) Perusahaan yang go public (emiten) adalah pihak yang melakukan emisi atau yang telah melakukan emisi efek (penawaran umum surat berharga). Pihak tersebut membutuhkan dana guna membelanjai operasi maupun rencana investasinya. d. Perusahaan efek Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh ijin usaha untuk beberapa kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan manajer investasi atau penasehat investasi. e. Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpangan dan Penyelesaian Untuk membantu segala proses administrasi serta penyimpanan efek dalam perdagangan efek, maka dibentuk dua lembaga pasar modal. Kedua lembaga ini bersifat Self Regulatory Organizations (SRO), yang berarti mengatur diri sendiri. Kedua lembaga tersebut yaitu: 1) Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) Lembaga ini berfungsi untuk melakukan kliring dan penjaminan efek dari transaksi yang terjadi. Bursa Efek Indonesia membentuk lembaga kliring dan penjaminan degan nama PT Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). 2) Lembaga Penyimpangan dan Penyelesaian (LPP) Lembaga ini berfungsi untuk mempermudah penyelesaian pemindahbukuan serta proses penyimpangan efek. LPP yang sudah ada saat ini adalah PT Kustodian Efek Indonesia (KDEI). f. Reksa dana (investment fund) Menurut Undang-undang RI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, reksa dana
adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Jadi, perusahaan reksa dana adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi kembali (reinvestment) atau perdagangan efek. g. Lembaga penunjang pasar modal Lembaga penunjang pasar modal adalah tempat penitipan harta, biro administrasi efek, wali amanat (trust agent), atau penanggung (guarantor) yang menyediakan jasanya dalam kegiatan yang berkaitan dengan transaksi yang terjadi di pasar modal. h. Profesi penunjang pasar modal Profesi penunjang pasar modal terdiri dari: 1) Akuntan Akuntan adalah pihak yang memiliki keahlian dalam bidang akuntansi dan pemeriksaan (auditing). Fungsi akuntan adalah memberi pendapat atas kewajaran laporan keuangan emiten atau calon emiten. 2) Notaris Notaris adalah pejabat yang berwenang membuat akta otentik. Peran notaris adalah membuat dokumen perjanjian, penyusunan anggaran dasar dan perubahannya, perubahan modal, dan lain-lain. 3) Penilai (appraisal) Penilai adalah pihak yang menerbitkan dan menandatangani laporan penilaian, yaitu pendapat atas aktiva yang disusun berdasarkan pemeriksaan. 4) Konsultan hukum Konsultan hukum adalah ahli hukum yang memberikan dan menandatangani pendapat hukum mengenai emisi atau emiten. Fungsi utama konsultan hukum adalah melindungi investor atau calon investor dari segi hukum. Tugas konsultan hukum di antaranya adalah meneliti akta, ijin usaha, dan lain-lain.
2. Instrumen Pasar Modal di Indonesia. Pengertian efek menurut Kepres 53/1990 adalah setiap surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, setiap right, warrant, opsi atau setiap derivatif dari efek, atau instrumen yang ditetapkan sebagai efek (Sunariyah, 2003:30). a. Saham Saham adalah penyertaan modal dalam pemilikan suatu Perseroan Terbatas (PT) atau emiten. Pemilik saham merupakan pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Ada
dua jenis saham, yaitu saham atas nama dan saham atas tunjuk. Saham yang diperdagangkan di Indonesia saat ini adalah saham atas nama, yaitu saham yang nama pemiliknya tertera di atas saham tersebut. b. Obligasi Obligasi adalah surat pengakuan utang atas pinjaman yang diterima oleh perusahaan penerbit obligasi dari masyarakat. Jangka waktu obligasi telah ditetapkan dan disertai dengan pemberian imbalan bunga yang jumlah dan saat pembayarannya juga telah ditetapkan dalam perjanjian. c. Derivatif dari efek Bentuk derivatif dari efek antara lain yaitu: 1) Right atau klaim Right adalah bukti hak memesan saham terlebih dahulu yang melekat pada saham, yang memungkinkan para pemegang saham untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan sebelum saham-saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain. 2) Waran Menurut peraturan Bapepam, waran adalah efek yang diterbitkan suatu perusahaan, yang memberi hak kepada pemegang saham untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga tertentu untuk enam bulan atau lebih. 3) Obligasi konvertibel Obligasi konvertibel yaitu obligasi yang setelah jangka waktu tertentu dan selama masa tertentu, dengan perbandingan dan atau harga tertentu, dapat ditukarkan menjadi saham dari perusahaan emiten. 4) Saham deviden Keuntungan perusahaan dapat dibagi dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk saham deviden. Alasan pembagian saham deviden adalah karena perusahaan ingin menahan laba milik para pemegang saham yang bersangkutan di dalam perusahaan tersebut untuk digunakan sebagai modal kerja. 5) Saham bonus Perusahaan menerbitkan saham bonus yang dibagikan kepada pemegang saham lama. Pembagian saham bonus dilakukan untuk memperkecil harga saham yang bersangkutan, dengan maksud agar pasar lebih luas dan terjangkau bagi lebih banyak investor, serta dengan harga yang relatif murah. 6) Sertifikat ADR/CDR
American Depository Receipts (ADR) atau Continental Depository Receipts (CDR) adalah suatu resi (tanda terima) yang memberikan bukti bahwa saham perusahaan asing disimpan sebagai titipan atau berada di bawah penguasaan suatu bank, yang dipergunakan untuk memmpermudah transaksi dan mempercepat pengalihan penerima manfaat dari suatu efek asing di Amerika. 7) Sertifikat reksa dana Sertifikat reksa dana adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa investor menitipkan uang kepada manajer investasi sebagai pengelola dana tersebut untuk diinvestasikan baik di pasar modal maupun di pasar uang.
3. Alasan Perusahaan Untuk Go Public. Go public adalah peristiwa penawaran saham yang dilakukan oleh perusahaan (emiten) kepada masyarakat umum (investor) untuk pertama kalinya. Sehingga dapat dapat disimpulkan bahwa yang ditawarkan dalam proses go public adalah saham (Sunariyah, 2003:20). Di negara-negara maju, salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan adalah apabila saham perusahaan tersebut tercatat dan diperdagangkan di pasar modal. Beberapa alasan perusahaan ingin go public dan menjual sahamnya kepada masyarakat antara lain adalah (Sunariyah, 2003:21): a. Meningkatkan modal dasar perusahaan. b. Memungkinkan pendiri untuk diversifikasi usaha. c. Mempermudah usaha pembelian perusahaan lain (ekspansi). d. Untuk mengetahui nilai perusahaan.
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Harga saham selalu mengalami perubahan setiap harinya. Bahkan tiap detikpun harga saham dapat berubah. Oleh karena itu, investor harus mampu memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhi harga saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal dari internal maupun eksternal. Adapun faktor internalnya antara lain adalah: 1. Laba perusahaan 2. Pertumbuhan aktiva tahunan 3. Likuiditas 4. Nilai kekayaan total 5. Penjualan
Sementara itu, faktor eksternalnya adalah: 1. Kebijakan pemerintah dan dampaknya 2. Pergerakan suku bunga 3. Fluktuasi nilai tukar mata uang 4. Rumor dan sentimen pasar G. Penggabungan Usaha (Business Combination) Pengembangan usaha sebagai upaya untuk memajukan usaha perusahaan merupakan tindakan untuk mempertahankan kelangsungan kinerja dan operasionalisasi perusahaan. Salah satu upaya ke arah pengembangan usaha adalah dengan melakukan aliansi usaha. Saat ini aliansi usaha sedang menjadi tren di kalangan pengusaha. Berbagai bentuk aliansi seperti merger, konsolidasi, dan akuisisi menjadi pilihan yang strategis untuk memperkuat kinerja perusahaan dan memperbesar margin strategis untuk memperkuat kinerja perusahaan dan memperbesar margin keuntungan. Dengan aliansi strategis, perusahaan bisa memperoleh kesempatan baru untuk lebih maju atau menghilangkan beberapa hambatan yang selama ini mengganggu karena pada hakekatnya aliansi strategis merupakan politik bisnis yang memberikan peluang kepada perusahaan untuk membagi risiko dan kemampuan dengan partner aliansinya, sehingga dapat meminimumkan biaya, waktu dan sumber daya dalam hal pengembangan atau memperkenalkan produk dan teknologi baru ke pasar. Pengembangan usaha yang bersifat eksternal dilakukan dengan melibatkan unit-unit yang berada di luar organisasi perusahaan seperti pesaing, langganan, rekanan bsinis, perusahaan sejenis maupun perusahaan yang tidak mempunyai hubungan operasional. Setiap pemilik perusahaan pasti menghendaki adanya suatu perkembangan dalam perusahaan yang telah didirikannya. Agar tingkat perkembangan perusahaan tersebut dapat sesuai dengan yang diharapkan, maka diperlukan adanya suatu perencanaan yang matang. Penggabungan usaha dalam bentuk merger dan akuisisi merupakan salah satu perencanaan yang dipilih. 1. Pengertian Penggabungan Usaha. Konsep akuntansi dari penggabungan usaha direfleksikan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 22 tentang Akuntansi Penggabungan Usaha, yang berlaku efektif sejak 1 Januari 1995. Pada paragraf 08 disebutkan bahwa Penggabungan Usaha (Businesss Combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain (IAI, 2004:22.2).
Sementara itu, APB Opinion No. 16 paragraf 01 menyatakan bahwa suatu penggabungan usaha terjadi jika perusahaan satu dan yang lain atau lebih bergabung, atau bisnis yang terpisah dioperasikan bersama-sama menjadi satu entitas pertanggungjawaban. Menurut IAI, pada dasarnya dalam semua penggabungan usaha, salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh kendali atas perusahaan lain. Pengendalian (control) diasumsikan diperoleh apabila salah satu perusahaan yang bergabung memmperoleh lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain, kecuali apabila dapat dibuktikan sebaliknya bahwa tidak terdapat pengendalian walaupun pemilikan lebih dari 50% (2004:22.4). Lebih lanjut, IAI menegaskan kemungkinan pengakuisisi mungkin tetap dapat diidentifikasikan meskipun salah satu dari perusahaan yang bergabung tidak memiliki lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain, yaitu apabila salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh: a. Kekuasaan (power) lebih dari 50% hak suara atas perusahaan yang lain tersebut berdasarkan perjanjian dengan investor lain. b. Kekuasan (power) untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan lain tersebut berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian. c. Kekuasan untuk mengangkat dan memberhentikan sebagian besar anggota pengurus perusahaan yang lain tersebut. d. Kekuasaan untuk mendapatkan hak suara mayoritas dalam rapat direksi perusahaan yang lain tersebut. Usaha-usaha yang sebelumnya terpisah bersama-sama membentuk satu entitas ketika sumber daya dan operasinya berada di bawah pengendalian kelompok manajemen tunggal. Floyd A. Beams (1998:4) menegaskan bahwa pengendalian terhadap suatu entitas usaha terbentuk dalam penggabungan usaha dengan cara: a. Satu entitas atau lebih perusahaan menjadi perusahaan anak. b. Satu perusahaan mentransfer aktiva bersihnya kepada perusahaan lain. c. Setiap perusahaan mentransfer aktiva bersihnya kepada perusahaan yang baru dibentuk. Menurut Suparwoto (1995:5), secara teoritis terdapat tiga tipe penggabungan badan usaha berdasarkan lini usahanya atau hubungan antara perusahaan-perusahaan yang bergabung, yaitu: a. Penggabungan badan usaha vertikal, yaitu penggabungan usaha perusahaanperusahaan yang mempunyai kegiatan usaha berbeda, tetapi masih berhubungan
sebagai rekanan bisnis atau langganan. b. Penggabungan badan usaha horizontal, yaitu di mana perusahaan-perusahaan yang melakukan penggabungan usaha tersebut beroperasi pada bidang usaha yang sama (menghasilkan barang atau jasa yang bersifat subsitusi). c. Penggabungan badan usaha konglomerat.Penggabungan badan usaha ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penggabungan usaha vertikal-horizontal secara bersama-sama, dan penggabungan badan usaha yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang tidak mempunyai hubungan usaha. 2. Bentuk Penggabungan Usaha. Warren J. Keegen (1998) dalam Gunawan Widjaja (2002:41) menyatakan bahwa pengembangan usaha secara internasional dapat dilakukan dengan sekurangnya lima macam cara, yaitu: a. Dengan cara ekspor. b. Melalui pemberian lisensi. c. Dalam bentuk franchising (waralaba). d. Pembentukan perusahaan patungan (joint ventures). e. Total ownership atau kepemilikan menyeluruh, yang dapat dilakukan melalui direct ownership (kepemilikan langsung) ataupun melalui merger dan akuisisi. Dalam konsepsi awal, merger dan akuisisi merupakan suatu bentuk pengembangan usaha yang relatif dapat dilakukan secara lebih cepat jika dibandingkan dengan cara pengembangan usaha konservatif lainnya yang cenderung lebih banyak memakan waktu dan biaya. Melalui merger, seorang pengusaha dapat dengan cepat dan mudah menguasai suatu kegiatan bidang usaha tanpa harus bersusah-payah merintis usaha dari awal dengan menanggung risiko kegagalan usaha (Gunawan Widjaja, 2002:41). Merger dan akuisisi telah menjadi topik populer dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada awalnya perbincangan ini terbatas pada kalangan/komunitas pelaku bisnis, namun sekarang masyarakat umum mulai familiar dengan dua terminologi ini.Di Indonesia misalnya, kita menyaksikan berbagai peristiwa merger dan akuisisi seperti merger Bank Mandiri, merger Bank Permata, akuisisi Indofood atas Bogasari, dan akuisisi Kalbe Farma atas Dankos Lab. (Abdul Moin, 2003:2).
a. Merger Merger adalah penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan lain. Merger merupakan penggabungan usaha pada suatu nama perusahaan di mana salah satu perusahaan harus berbentuk PT. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan
kehilangan atau berhenti beroperasi dengan hasilnya adalah sebuah entitas yang lebih besar. Keuntungan utama melakukan merger adalah sederhana dan tidak semahal bentuk lain pengambilalihan perusahaan. Hal ini disebabkan karena masing-masing perusahaan yang melakukan merger telah mengkompromikannya dan setuju untuk mengkombinasikan operasi perusahaan, sehingga tidak ada keharusan untuk mengganti kepemilikan aset. Kerugian melakukan merger adalah keharusan untuk mendapatkan persetujuan para pemegang saham, karena untuk mendapatkan persetujuan tersebut dapat memakan waktu yang lama. Menurut Abdul Moin (2003:5), merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas menyebut merger sebagai penggabungan, akuisisi sebagai pengambilalihan, dan konsolidasi sebagai peleburan (Abdul Moin, 2003:5). Definisi merger menurut peraturan pemerintah tersebut adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada, dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Brian Coyle (2000) dalam Gunawan Widjaja (2002) menyatakan bahwa pada prinsipnya merger dan akuisisi tidak jauh berbeda. Keduanya terjadi pada saat dua atau lebih pelaku usaha bergabung secara operasional, baik untuk keseluruhan maupun sebagian usaha mereka. Perbedaan yang pokok terletak pada tiga hal utama, yaitu: 1) Ukuran relatif dari masing-masing perusahaan yang melakukan merger atau akuisisi. 2) Kepemilikan dari usaha yang digabungkan tersebut 3) Kontrol manajemen dari usaha yang digabungkan tersebut. Menurut Coyle, merger dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Dalam pengertian yang luas, merger juga menunjuk pada setiap bentuk pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya pada saat kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan. Pengertian yang lebih sempit merujuk pada dua perusahaan dengan ekuitas yang hampir sama menggabungkan sumber-sumber daya yang ada pada kedua perusahaan menjadi satu bentuk usaha. Pemegang saham atau pemilik dari kedua perusahaan sebelum merger menjadi pemilik dari saham perusahaan hasil merger, dan top manajemen dari kedua perusahaan tetap menduduki posisi senior dalam perusahaan setelah merger (Gunawan Widjaja, 2002:45).
Selanjutnya, Coyle menjelaskan bahwa suatu penggabungan usaha disebut merger jika: 1) Tidak ada salah satu perusahaan yang bergabung dapat disebut sebagai perusahaan pengambil alih atau perusahaan yang diambil alih. 2) Kedua perusahaan berpartisipasi dalam membentuk struktur manajemen perusahaan hasil penggabungan tersebut. 3) Kedua perusahaan yang bergabung pada umumnya memiliki ukuran yanghampir sama, yang artinya tidak ada dominasi aset antara satu perusahaan atas perusahaan yang lain. 4) Hampir semua atau sebagian besar melibatkan “share swap”, di mana tidak terjadi pembayaran tunai, melainkan yang terjadi adalah penerbitan saham baru yang ditukar dengan kepemilikan saham dalam perusahaan yang lain. Merger adalah salah satu bentuk absorbsi (penyerapan) oleh satu perusahaan terhadap perusahaan lain. Jika dua perusahaan, A dan B, melakukan merger, maka hanya akan ada satu perusahaan saja, yaitu A atau B. Pada sebagian besar kasus merger, perusahaan yang memiliki ukuran lebih besar yang dipertahankan hidup dan tetap mempertahankan nama dan status hukumnya, sedangkan perusahaan yang ukurannya lebih kecil (perusahaan yang dimerger) akan menghentikan aktivitasnya atau dibubarkan sebagai badan hukum. Pihak yang masih hidup atau yang menerima merger dinamakan surviving firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm). Sementara itu, perusahaan yang berhenti dan bubar setelah terjadinya merger dinamakan merged firm. Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran (size) yang semakin besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merged firm dialihkan ke surviving firm. Perusahaan yang dimerger akan menanggalkan status hukumnya sebagai entitas yang terpisah, dan setelah merger statusnya berubah menjadi bagian (unit bisnis) di bawah surviving firm. Dengan demikian ia tidak lagi bisa bertindak hukum atas namanya sendiri (Abdul Moin, 2003:6).
b. Akuisisi Akuisisi adalah suatu pengambilalihan kepemilikan dan kontrol manajemen oleh satu perusahaan terhadap perusahaan yang lain. Menurut Coyle, kontrol adalah kata kunci yang membedakan merger dan akuisisi (Gunawan Widjaja, 2002:45). Akuisisi dalam terminologi bisnis diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa ini baik perusahaan pengambil alih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai
badan hukum yang terpisah (Abdul Moin, 2003:8). Sementara itu, Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan bahwa akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Sedangkan perspektif akuntansi mengenai akuisisi dalam PSAK No. 22 paragraf 08 menjelaskan bahwa akuisisi (acquisition) adalah suatu bentuk penggabungan usaha di mana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree), degan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham (IAI, 2004:22.3). Suatu penggabungan usaha antara dua perusahaan disebut sebagai akuisisi jika salah satu perusahaan mengambil alih dari perusahaan lain dalam hal (Gunawan Widjaja, 2002:46: 1) Kepentingannya dalam bentuk kepemilikan saham perusahaan yang diambil alih. 2) Kegiatan usaha dan harta kekayaannya. Akuisisi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Akuisisi saham, yang merupakan pengambilalihan atau pembelian saham suatu perusahaan dengan menggunakan kas, saham, atau sekuritas lainnya. Prosesnya dimulai dengan penawaran oleh perusahaan yang membeli kepada perusahaan yang dibeli. 2) Akuisisi aset, yang merupakan pengambilalihan aset perusahaan dengan membekukan sebagian besar aset perusahaan yang diakuisisi. Perusahaan yang dibeli secara hukum tetap berdiri, kecuali apabila pemegang sahamnya menutup perusahaan tersebut. Pada akuisisi aset diperlukan suara para pemegang saham, tetapi tidak memerlukan suara mayoritas dibandingkan dengan akuisisi saham. Akuisisi merupakan bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi (acquirer) sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih (acquiree) tersebut. Pihak pengakuisisi pada umumnya memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan pihak yang diakuisisi. Pengendalian yang dimaksud adalah kekuatan berupa kekuasaan untuk: 1) Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan. 2) Mengangkat dan memberhentikan manajemen. 3) Mendapatkan hak suara mayoritas dalam rapat direksi.
Dengan adanya pengendalian, maka pengakuisisi akan mendapatkan manfaat dari perusahaan yang diakuisisi. Akuisisi berbeda dengan merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara independen, tetapi telah terjadi pengalihan pengendalian oleh pihak manajemen. Beralihnya kendali berarti pengakuisisi memiliki mayoritas saham-saham berhak suara (voting stock) yang biasanya ditunjukkan atas kepemilikan lebih dari 50% saham berhak suara tersebut. Pengakuisisi mungkin dapat dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas walaupun saham yang dimiliki kurang dari jumlah tersebut jika anggaran dasar perusahaan yang diakuisisi menyebutkan hal yang demikian. Jika anggaran dasar menyebutkan lain, bisa juga pemilik lebih dari 51% tidak atau belum dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan perusahaan anak (yang diakuisisi), dan selanjutnya keduanya memiliki hubungan afiliasi.
Terlihat bahwa tujuan perusahaan publik di Indonesia melakukan merger dan akuisisi lebih kepada upaya mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan (going concern) atau motivasi untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman kebangkrutan. Hal ini tercermin dari sebagian besar perusahaan target yang diakuisisi oleh para emiten yang menjadi objek penelitian merupakan anak perusahaan atau perusahaan yang memiliki hubungan khusus. Hal ini mencerminkan motivasi kegiatan M&A yang berupa pemenuhan jumlah asset, mengurangi pajak, maupun deregulasi.
DAFTAR PUSTAKA elibrary.mb.ipb.ac.id www.pdf-finder.com