Misalnya rusaknya berbagai fasilitas umum, serta banyak orang yang kehilangan rumah, keluarga, dan sanak saudara. Pada umumnya sangat sulit untuk meramalkan tentang terjadinya perubahan yang tidak dikehendaki ini.
BAB 14 – Modernisasi
A. Pengertian dan Syarat-Syarat Modernisasi Secara garis besar, modern mencakup pengertian sebagai berikut: 1. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata. 2. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. Syarat-syarat modernisasi menurut Soerjono Soekanto (1982): 1. Cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking) yang melembaga dalam kelas penguasa maupun masyarakat. 2. Sistem administrasi negara yang baik, benar benar mewujudkan pelaksanaan birokrasi yang tertib dan teratur. 3. Terdapatnya sistem pengumpulan data yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu yang dijalankan dengan baik dan teratur. Dengan adanya hal tersebut, modernisasi dalam hal ini berpikir modern seperti meninggalkan tradisi penyerahan diri terhadap nasib ke pola pola yang didasarkan atas data data yang akurat yang bersumber dari penelitian yang akurat dan ilmiah. 4. Penciptaan iklim yang sesuai atau favorable dengan kehendak masyarakat terhadap modernisasi terutama dengan jalan media komunikasi massa seperti media massa, pers. 5. Tingkat organisasi yang tinggi. Semakin kompleks suatu organisasi, akan membutuhkan anggota anggota yang lebih maju juga. Anggota anggota yang memiliki dedikasi dan kedisiplinan diri yang tinggi. Dengan alasan tersebut, masyarakat modern merupakan cara untuk mencapai anggota anggota yang berdedikasi tinggi dan disiplin tinggi. 6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (social planning). Hal ini sangat dibutuhkan agar terjadinya tepat sasaran dan hasil yang diinginkan sesuai. B. Perbedaan dan Persamaan Modernisasi, Westernisasi dan Sekularisasi 1. Definisi Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan kearah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan kata lain modernisasi adalah suatu proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
12
Westernisasi adalah suatu proses peniruan oleh suatu masyarakat atau negara tentang kebudayaan dari negara-negara barat yang dianggap lebih baik daripada kebudayaan negara sendiri. Sekularisasi adalah suatu proses pembedaan antara nilai-nilai keagamaan dengan nilai-nilai kepentingan duniawi. Jadi, sekuler itu semacam ideologi yang menganggap bahwa hidup ini adalah semata- mata untuk kepentingan duniawi. 2. Persamaan
Modernisasi, westernisasi kepentingan soal duniawi.
dan
sekularisasi
sama-sama
mempunyai
Sama-sama memiliki unsur-unsur dari dunia Barat. Sama-sama merupakan hasil perbandingan dari berbagai aspek kehidupan manusia yang dirasionalkan. Sama-sama merupakan suatu proses perubahan dari suatu yang dianggap kurang menjadi sesuatu yang dianggap lebih bagi penganutnya.
3. Perbedaan
Modernisasi a. Modernisasi mutlak ada dan diperlukan oleh setiap negara. b. Proses perkembangannya bersifat lebih umum. c. Tidak mengesampingkan nilai-nilai keagamaan. Westernisasi a. Mutlak pembaratan. b. Munculnya westernisasi karena perkembangan masyarakat modern itu terjadi di dalam kebudayaan barat yang disajikan dalam bentuk barat. Sedangkan bentuk barat itu sering kali dipandang sebagai satu-satunya kemungkinan yang ada. c. Tidak mempersoalkan atau tidak mempertentangkan kebudayaan barat dengan kebudayaan negara sendiri. Sekularisasi a. Berorientasi semata-mata kepada kepentingan duniawi. b. Tidak terikat pada nilai-nilai keagamaan.
13
Elite dan Masyarakat
T. B . B ottomore Bab 2 - Dari Kelas yang Berkuasa hingga Elite Penguasa
Teori elit yang dikemukan oleh Pareto maupun Mosca pada dasar formulasi konsep teori politik sebagai antitesa atau kritik terhadap teori Marx. Konsep masyarakat komunismenya (melalui analisa mendalam terhadap historisitas manusia atau kritik atas sistem kapitalisme) bagaimanapun juga merupakan kajian ilmu yang komprehensif dan sangat berpengaruh. Bottomore memformulasikan inti dari pemikiran Marx sebagai berikut: 1. Antagonism kelas yang inherent dalam sejarah umat manusia yakni kelas yang berkuasa dengan yang dikuasai 2. Kelas berkuasa identik dengan penguasaan terhadap sarana-saran produksi ekonomi 3. Kontinuitis konflik antar kelas antagonistic dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan produksi 4. System kapitalisme secara jelas memamaparkan dikotomi kelas tersebut akibat polarisasi kelas tanpa muatan nilai-nilai tradisional seperti ikatan keluarga, dsb. 5. Perjuangan kelas pada masyarakat kelas kapitalis (sebagai sistem yang paling maju dalam perspekti materialism historis) akan bermuara pada kemenangan kelas pekerja dan pada akhirnya diikuti masyarakat tanpa kelas. Kritik terhadap pemikiran Marx oleh penentangnya termasuk Pareto ataupun Mosca menurut Bottomore berkutat pada deterministik ekonomi dalam menentukan sejarah. Sejarah merupakan kompleksitas yang memungkinkan berbagai faktor sebagai basis geraknya atau perubahan. Merujuk pada pemikiran Mosca dan Pareto, menurut Bottomore secara tidak beralasan memperluas cakupan teori Marx. Marx tidak menyatakan bahwa semua perubahan sosial dan cultural dapat diterangkan oleh faktor-faktor ekonomi. Disamping itu suatu kritik yang lebih merusak terhadap teori Marx, dengan arah yang sama adalah kritik yang menimbulkan keraguan pada penafsiran ekonomi terhadap asal-usul kapitalisme modern. Nilai konsep Marx pada kelas yang berkuasa bergantung pada teori sosial umumnya. Konsolidasi kelas yang memerintah memerlukan pemusatan berbagai tipe kekuatan ekonomi, politik dan militer, dan bahwa pada kenyatakaan, kebanyakan masyarakat pembentukan kelas ini telah dimulai dengan diperolehnya kekuatan ekonomi. Kesesuaian pemikiran Marx terkait dengan kemunculan kelas borjuasi yang sangat fital pada ranah masyarakat modern dalam perspektif ekonomi, kemunculan kelas ini disertai pula kepemilikan posisi lain terkait dengan kekuasaan dan prestise seperti politik, militer dan pendidikan. Kebaradaran atau munculnya kekuasaan kelas borjuis memungkin tatanan masyarakat lebih terbuka dan member peluang bagi mereka dalam memperoleh akses pada setiap aspek sosial (pendidikan, hak politik dan sebagainya) sehingga dengan kata lain konstruksi ideologi juga memungkinkan eksistensi dari kelas bor juis ini “Masyarakat kapitalis adalah lebih terbuka dan mobil dari pada masyrakat feudal dan khususnya dalam ideologis, dengan berkembangnya pekerja-pekerja intelektual sekuler, doktrin-doktrin yang berlawanan mungkin muncul. 14
Kelas borjuis menurut Bottomore memiliki kohesifitas yang rapuh dibandingkan kelas aristokrasi (kebangsawaan feudal), disamping itu pula tingkat korelasi antara domain politik dengan ekonomi pada masyarakat kapitalis semakin kompleks dibandingkan dengan sistem feudal yang begitu tegas. Dalam pandangan Mosca pergeseran elit harus dijelaskan dengan “kekuatan-kekuatan sosial”, sehingga gagasan ini mengarah pada pemikirannya Marx. Namun tidak demikian dengan pemikiran C. Wright Mills, dalam karyanya yang berjudul the power of elit, dia menekan konsepsi mengenai elit penguasa dibandingkan dengan kelas yang berkuasa yang dianggapnya terlalu membingungkan dan cenderung deterministic ekonomi. Terkait dengan sifat kohesi Mills menekankan bahwa alih-alih bersifat sangat berkuasa, elit dianggap begitu bercerai berai sehingga kekurangan koherensi sebagai suatu kekuatan historis. Namun pemikiran mills tersebut memiliki kekurangan yang sangat fatal seperti misalnya dalam upaya merumuskan rlasi kohesifitas dari ketiga kekuatan tersebut yang diyakini pada dasara dari suatu kelas yang sama (homogenitas asal dari elit-elit). Terkait dengan konsep elit dan kelas tersebut, pentingnya kajian mengenai kelas dan elit yang saling terkait, asumsi ideal dia bahwa tersebut dia menekankan bahwa kelas yang berkuasa yang memiliki instrument utama dalam produksi ekonomi cenderung memiliki kohesivitas yang tingga karena diakibatkan oleh kepenting yang sama, dan konflik yang sama dengan kelas lainnya. Dengan demikian kelas ini memungkinkan penguasaan sarana politik dalam upaya mempertahankan kekayaaan dan statutusnya. Ada posisi potensial anatara kepemilikan kekayaan dan sumber daya produktif oleh segilintir kelas atas kepemilikan kekuatan politik, lewat perwakilan oleh massa penduduk. Dengan demikian elit penguasa sebagai instrument dalam upaya memperluas kekuasaan kelas ini sehingga apa yang dikatakan oleh Strachey bahwa kapitalisme memiliki kecenderungan hakiki pada ketidaksetaraan yang ekstrem dan berkembang terus atau apa yang tanpaknya telah berlangsung dinegara-negara demokratis hingga sekarang bukanya pengurangan kekuasaan kelas atas melainkan lebih merupakan turunnya radikalisme kelaspekerja. Disamping itu pula terkait dengan relasi kelas yang berkuasa dengan kelas yang dikuasai, terdapat lapisan diluar konsep kelasnya Marx seperti intelektual dan birokrat dikatakan memiliki dan menggunakan kekuasaan yang tertinggi. Sistem politik negara-negara komunis tampak mendekati tipe murni dari “elit penguasa”, yakni suatu kelompok yang, setelah memperoleh kekuasaan dengan dukungan atau persetujuan kelas-kelas tertentu dalam masyarakat, mempertahankan kekuasaannya terutama dengan keunggulan sebagai sutu minritas atau mayoritas. Dengan demikian, pertentangan antara konsep-konsep “kelas yang berkuasa” dan “elit politik” ini menunjukan bahwa sementara pada satu tingkatan keduanya mungkin berlawanan total, sebagai unsur-unsur dalam teori-teori bercakupan luas yang dengan cara-cara berbeda menafsirkan kehidupan politik. Pada tingkatan lain keduanya bisa dilihat sebgai konsepkonsep yang saling melengkapi yang merujuk pada tipe-tipe sistem politik yang berbeda atau pada aspek-aspek yang berbeda dari sistem politik yang sama.
15