KONSEP PERENCANAAN JEMBATAN KONSTRUKSI JEMBATAN 2
Disusun Oleh : 1. Ferry Hidayat
(4112010002)
2. Fitri Eka Pratiwi
(4112010012)
3. Ichsan Gaffar Faisal (4112010017)
PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2015
BAB I PENDAHULUAN
I.1 PENGERTIAN JEMBATAN Jembatan adalah bagian dari jalan yang merupakan bangunan layanan lalu lintas (untuk melewatkan lalu lintas), dan keberadaannya sangat diperlukan untuk menghubungkan ruas jalan yang terputus oleh suatu rintangan seperti sungai, lembah, gorong-gorong, saluransaluran (air, pipa, kabel, dll.), jalan atau lalu lintas lainnya. Adapun fungsinya adalah sama dengan jalan yang melintasinya yakni merupakan prasarana penghubung atau meneruskan pergerakan lalu lintas barang dan jasa, secara langsung dan ekonomis sehingga akan menambah nilai efisiensi produksi barang dan jasa tersebut, di samping itu jalan dan jembatan mempunyai arti yang cukup penting dalam pertahanan dan keamanan untuk menjaga teritorial wilayah negara dan juga kesatuan bangsa serta keadilan sosial. Bangunan jalan dan jembatan (sebagai bangunan untuk layanan lalulintas ) sangat vital keberadaannya karena keberadaannya sangat dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat, baik kelas bawah hingga atas, yang berekonomi lemah hingga konglomerat. Jembatan sebagai salah satu prasarana penting untuk melewatkan kendaraan lalu lintas, memiliki peran yang sangat penting untuk melanjutkan program pembangunan ekonomi Indonesia dan menyebarkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Namum demikian dalam pelayanannya kadang-kandang terganggu karena umur pelayanannya dan tidak sesuai dengan yang direncanakan. Umur pelayanan yang berkurang tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor : 1) Desain
jembatan
yang
dibangun
tahun 80-an
tidak
dapat mengakomodasi
perkembangan beban lalu lintas untuk tahun 2000-an sampai sekarang. 2) Kondisi pelaksanaan pekerjaan yang jauh dari spesifikasi yang disyaratkan karena lemahnya pengawasan dan atau kondisi lapangan yang tidak memungkinkan. 3) Adanya kelebihan beban yang terjadi akibat model-model kendaraan berat baru dengan konfigurasi sumbu dan bak pengangkut barang yang melebihi standar pembebanan jembatan yang ada atau tidak sesuai tekanan gandar kendaraan antara muatan (yang melebihi) dengan standar perhitungan yang telah ditentukan karena lemahnya pengawasan lalulintas angkutan dari pihak terkait.
II.2 KLASIFIKASI JEMBATAN A. Menurut Keberadaannya jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Jembatan
Tetap
:
yakni
jembatan
permanen
yang keberadaannya
dapat
dimanfaatkan terus (sesuai umur perencanaan) atau tidak terikat waktu dan jembatan ini dapat berupa : a) Jembatan kayu b) Jembatan baja c) Jembatan beton bertulang batok T. d) Jembatan prategang e) Jembatan pelat beton f) Jembatan composite g) Jembatan bata 2. Jembatan Gerak : yakni jembatan yang dapat digerakkan biasanya karena adanya lalu lintas lain yang melintasi jembatan tersebut dan jembatan ini (umumnya dari Baja, dan Komposite karena sifat dan karakteristiknya, mudah didalam operasionalnya) jembatan ini dibagi menurut cara kerjanya sebagai berikut : a) Jembatan yang dapat berputar di atas poros mendatar seperti : ∗
Jembatan Angkat
∗
Jembatan Baskul
∗
Jembatan Lipat Stross
b) Jembatan yang dapat berputar di atas poros mendatar dan yang dapat berpindah sejajar mendatar. c) Jembatan yang dapat berputar di atas poros tegak atau jembatan putar. d) Jembatan yang dapat bergeser ke arah tegak lurus atau mendatar seperti: ∗
Jembatan Angkat
∗
Jembatan Beroda
∗
Jembatan Goyah
B. Menurut Fungsinya jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Jembatan jalan raya 2) Jembatan jalan rel 3) Jembatan untuk talang air / waduk 4) Jembatan untuk penyeberangan pipa-pipa (air, minyak, gas, dll.) C. Menurut Materialnya ( Material yang dipakai ) dapat diklasifikasikan sebagai berikut
: 1) Jembatan Bambu 2) Jembatan Kayu 3) Jembatan Beton Bertulang (Konvensional maupun Prategang) 4) Jembatan Baja (Gelagar maupun Rangka) 5) Jembatan Komposite 6) Jembatan Pasangan Batu Kali / Bata. D. Menurut Bentuk Struktur Atas yang digunakan jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Jembatan Balok / Gelagar 2) Jembatan Pelat 3) Jembatan Pelengkung / Busur 4) Jembatan Rangka 5) Jembatan Gantung 6) Jembatan Cable Stayed E. Menurut Daktilitasnya jembatan dapat diklasifikasikan menurut perilaku seismik daktilitasnya (tidak termasuk pangkal jembatan) dapat dibagi menjadi 4 (empat) jenis yaitu : 1) 2) 3) 4)
Jembatan Jenis A : yaitu jembatan dengan daktilitas penuh dan monolit. Jembatan Jenis B : yaitu jembatan dengan daktilitas penuh dan terpisah. Jembatan Jenis C : yaitu jembatan yang tidak daktail Jembatan Jenis selain A, B, C, yaitu jembatan yang tidak menghasilkan mekanisme plastis yang pasti, dan akan memerlukan analisis dinamik oleh ahli teknis khusus,
misalnya : a) Jembatan dengan jenis struktural khusus (kabel, lengkung, dll.) b) Jembatan dengan geometri khusus ( L > 200 M, lengkung horizontal, dll. ) c) Jembatan pada lokasi rumit d) Jembatan yang sangat penting (ekonomis, konstruksi mahal, dll.) F. Menurut Lantai Kendaraan yang ada jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Jembatan lantai atas 2) Jembatan lantai bawah 3) Jembatan lantai ganda
4) Jembatan lantai tengah 5) Jembatan laying G. Menurut Lama waktu digunakan jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Jembatan sementara / darurat : Jembatan yang penggunaannya hanya bersifat sementara yakni menunggu hingga selesainya pekerjaan pembangunan jembatan permanen diresmikan /digunakan. Jembatan darurat ini dapat berupa: a) Jembatan Kayu b) Jembatan Balley Acrow Transpanel (Australia) 2) Jembatan semi permanen : Jembatan sementara yang dapat ditingkatkan menjadi jembatan permanen, misalnya dengan cara mengganti lantai jembatan dengan bahan / material yang lebih baik (kuat) dan awet, sehingga kapasitas serta umur jembatan menjadi bertambah baik, misalnya jembatan semi permanen Australia, dll. 3) Jembatan permanen : jembatan yang penggunaannya bersifat permanen serta mempunyai umur rencana, misalnya : a) Jembatan Baja : Tipe Australia, Belanda, Austria, Callender Hamilton, dll. b) Jembatan Beton Bertulang : Konvensional,
Prategang,
Pelat Beton, dll.
c) Jembatan Komposite II.3 STRUKTUR JEMBATAN Struktur jembatan adalah kesatuan di antara elemen-elemen konstruksi yang dirancang dari bahan-bahan konstruksi yang bertujuan serta mempunyai fungsi menerima beban-beban diatasnya baik berupa beban primer, sekunder, khusus dll., dan diteruskan / dilimpahkan hingga ke tanah dasar. Secara umum konstruksi jembatan dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu : A. Struktur Atas B. Struktur Bawah C. Jalan Pendekat D. Bangunan Pengaman A. STRUKTUR ATAS Struktur Atas jembatan adalah bagian dari elemen-elemen konstruksi yang dirancang untuk memindahkan beban-beban yang diterima oleh lantai jembatan hingga ke perletakan, sedangkan lantai jembatan adalah bagian jembatan yang langsung menerima beban lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki. Jenis bangunan atas jembatan pada umumnya ditentukan berdasarkan:
a) Bentang yang sesuai dengan perlintasan jalan, sungai atau keadaan lokasi jembatan. b) Panjang bentang optimum untuk menekan biaya konstruksi total. c) Pertimbangan yang terkait pada pelaksanaan bangunan-bangunan bawah dan pemasangan bangunan atas untuk mencapai nilai yang ekonomis. d) Pertimbangan segi pandang estetika. Struktur atas terdiri atas : 1) Gelagar-gelagar induk 2) Struktur tumpuan atau perletakan 3) Struktur lantai jembatan / kendaraan 4) Pertambatan arah melintang dan memanjang B. STRUKTUR BAWAH Struktur Bawah sebuah jembatan adalah bagian dari elemen-elemen struktur yang dirancang untuk menerima beban konstruksi diatasnya dan dilimpahkan langsung (berdiri langsung) pada tanah dasar atau bagian- bagian konstruksi jembatan yang menyangga jenis-jenis yang sama dan memberikan jenis reaksi yang sama pula. Struktur bawah terdiri atas : 1) Pondasi Yaitu bagian-bagian dari sebuah jembatan yang meneruskan beban- beban langsung ke tanah dasar / lapisan tanah keras. 2) Bangunan bawah (pangkul jembatan / abutmen, pilar) Yaitu bagian-bagian dari sebuah jembatan yang memindahkan beban- beban dari perletakan ke pondasi dan biasanya juga difungsikan sebagai bangunan penahan tanah. Analisa struktur bawah ini harus dipertimbangkan mampu menahan semua gayagaya yang bekerja, begitu pula tinjauan terhadap stabilitas sehingga aman terhadap penggulingan dan penggeseran dengan angka keamanan yang cukup serta daya dukung tanahnya masih dalam batas yang diijinkan. Pemilihan jenis pondasi pada struktur jembatan, umumnya tergantung letak kedalaman lapisan tanah keras sebagai dasar perkiraan sebagai berikut : a) Pondasi langsung digunakan bila kedalaman tanah keras < 5 m b) Pondasi sumuran digunakan bila kedalaman tanah keras antara 5 – 12 m
c) Pondasi tiang digunakan bila kedalaman tanah keras > 12 m
C. JALAN PENDEKAT (OPRIT) Yaitu jalan yang menghubungkan antara ruas jalan dengan struktur jembatan, atau jalan yang akan masuk ke jembatan. D. BANGUNAN PENGAMAN Yaitu bangunan yang diperlukan untuk mengamankan jembatan terhadap lalu lintas darat, lalu lintas air, penggerusan, dll.
BAB II PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN II.1 PENDAHULUAN Maksud perencanaan antara lain adalah untuk menentukan fungsi struktur secara tepat, effisien, dan bentuk yang sesuai dengan lingkungan atau mempunyai nilai estetika atau bentuk sesuai keinginan pemilik proyek. Pada tahap perencanaan seringkali terdapat perbedaan akibat persepsi pandang yang tidak sama namun apabila kita mampu menjelaskan dan mencari relevansi antara parameter-parameter yang berbeda terebut serta membatasi permasalahan agar mendapatkan efisiensi kemudian menyusun integritas batasan yang sesuai, maka akan segera mendapatkan titik temu. II.2 PRAPERENCANAAN Setelah dilakukan studi kelayakan tahap berikutnya adalah praperencanaan, ini dimaksud agar didapatkan hasil yang maksimal, adapun proses praperencanaan hingga menjadi perencanaan akhir yaitu :
A. Data pendahuluan ( Prelimanary Data ) Disampping sebagai pelengkap pada pengumpulan akhir data ( Final Data ), data pendahuluan diperlukan pula untuk mengestimasi perencanaan ( design ) dan cost. Pada umumnya data pendahuluan ini terdiri dari data – data terdahulu dan data – data visual, meliputi : 1) Kondisi Banjir 2) Gejala erosi dan perpindahan aliran sungai 3) Saran relokasi jembatan 4) Kondisi Trafik 5) Kemampuan pengadaan material 6) Kemampuan teknis dan pelaksanaan
7) Kondisi jembatan yang ada 8) Seketsa penampang kali ( sungai) atau jembatan 9) Data – data teknis lainnya yang perlu B. perencanaan Pendahuluan ( Prelimanary design ) Bila data pendahuluan sudah terkumpul, maka dapat dilakukan pembahasan perencanaan ( design Inxestigation ) pembahasan berupa ketentuan – ketentuan secara pendekatan terhadap : 1) Lokasi Jembatan 2) Statiska konstruksi dan dimensi pendahuluan 3) Material yang digunakan 4) Lokasi bangunan bawah 5) Macam dan bentuk pondasi 6) Taksiran biaya C. Data Akhir ( Final Data ) Data akhir diperlukan untuk melengkapi perencanaan menjadi akhir perencanaan untuk pelaksanaan dan akhir, dasar penyeledikan yang diambil, diperoleh dari perencanaan pendahuluan misalnya pada perencanaan pendahuluan direncanakan sistem pondasi penyelidikan tanah ( soil Investigation ) dilakukan pada temoat pondasi tersebut. Pada umumnya data akhir terdiri dari hal – hal sebagai berikut 1) Pengukuran topografi : situasi, penampang, garis ketinggian dan lain – lain. 2) Penyelidikan geoteknik : sondir dan lain – lain 3) Penyelidikan air : Hidrolika, hidrologis dan lain – lain 4) Penyelidikan batuan : penentuan daerah stabil penentuan arah retak dari batuan dan lain – lain 5) Foto udara : hanya diperlukan umumnya lokasi proyek cukup besar. D. Perencanaan Akhir ( Final Design ) Perencanaan akhir dihasilkan dari perencanaan pendahuliuan dan data akhir, serta mencakup seluruh bagian perencanaan sampai kepada detail –detailnya Bagian – bagian utama yang harus dicakup yaitu pada : 1. Bangunan Atas 2. Landasan 3. Bangunan Bawah
4. Pondasi 5. Bangunan Pengaman 6. Jalan Penghubung / Oprit
II.3 TAHAPAN PERENCANAAN Sebelum tahapan pelaksanaan konstruksi, seorang perencana harus mempunyai datadata baik data Primer maupun Sekunder yang berkaitan dengan pembangunan jembatan semakin komplit data yang dimiliki maka akan semakin mudah dan baik hasil rancangannya.
II.4 SURVEI DATA Data adalah unsure yang sangat penting dalam sebuah desain, maka keputusan dalam pengambilan dan pengumpulan data merupakan hal yang harus diperhatikan dan memerlukan kejelian dan ketelitian agar mendapatkan data yang akurat. Di dalam kegiatan awal ini banyak yang harus dipersiapkan diantaranya : A. Penyusunan Rencana Kerja Penyusunan rencana kerja ini dibuat untuk memberikan input sebelum dibuat final design atau tahap pekerjaan perencanaan teknis, untuk memberikan input yang akurat maka perlu disusun lebih rinci (rencana kerja terinci) yaitu meliputi tiga kegiatan utama : 1) Kegiatan Lapangan Kegiatan ini sangat penting mengingat ketergantungan yang sangat tinggi antara pekerjaan lapangan dan kemajuan pekerjaan konstruksi maupun perancangan, pekerjaan lapangan seringkali mengandung resiko tinggi yang kadang-kadang sulit diperkirakan sebelumnya, karena data yang tidak akurat akan menghasilkan perancangan tidak sempurna dan mengakibatkan kefatalan pada pekerjaan konstruksi atau sesudahnya. Adapun kegiatan ini dimulai dari surevi lapangan, tujuannya adalah meninjau ke lokasi / lapangan di mana jembatan
akan
dibangun
atau
ditingkatkan
guna
mendapatkan
dan
mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam proses perencanaan teknis jembatan secara lengkap. Hal-hal pokok yang harus dilakukan dalam pelaksanaan survei ini adalah : a) Pemilihan Lokasi Yaitu menetapkan lokasi di mana jembatan baru akan dibangun dengan pertimbangan-pertimbangan
ekonomi
sosial,
estetika
yang mencakup
aligement jalan, kecepatan rencana dan konstruksinya sehingga lokasi jembatan baru sedapat mungkin terletak pada lokasi ideal. Jika diadakan relokasi harus ditinjau masalah-masalah yang berkaitan dengan pembebasan tanah, keadaan lingkungan dan apakah ada timbunan atau galian dari kondisi tanah dasar yang ada serta masalah-masalah lainnya. b) Menentukan Bentang, Lebar dan Tipe Jembatan Yaitu menetapkan panjang bentang, lebar, kelas dan tipe jembatan baru dengan memperhatikan stabilitas tebing, frofil sungai, arah aliran, sifat-sifat
sungai, bahan-bahan bawaan sungai, scouring vertikal dan horizontal, kepadatan dan pembebanan lalu lintas. Untuk perencanaan oprit jembatan yang terletak pada daerah rawa- rawa, di atas tanah lembek dan kompresibel akan menimbulkan persoalan stabilitas dan penurunan, maka diantaranya dapat disarankan penambahan panjang bentang jembatan, perbaikan tanah atau kemungkinan lain. c) Survey Hidrolika dan Hidrologi Melakukan pemeriksaan data-data mengenai morfologi sungai yang telah ada dengan kondisi lapangan pada saat ini. Mengumpulkan data-data yang dapat digunakan langsung untuk perencanaan dan mencatat keadaan yang dapat mempengaruhi rencana letak pondasi. Memperkirakan kondisi hidrologi dan hidrolika serta sifat- sifat morfologi sungai. Perlu diketahui juga data-data banjir termasuk diantaranya waktu-waktu banjir atau perkiraan periode banjir yang di dapat dari data curah hujan yang ada guna pembuatan schedule pekerjaan konstruksi. Untuk menentukan ketinggian air pada waktu banjir dapat diketahui dari data-data dinas pekerjaan umum atau dinas yang terkait setempat. d) Penyelidikan Tanah Dalam menentukan jenis konstruksi bangunan bawah diperlukan pula suatu penyelidikan tanah
pada
lokasi jembatan yang direncanakan
untuk mendapatkan suatu perkiraan yang sebaik – baiknya , dalam menentukan lokasi dan type pondasi yang akan digunakan atau untuk mengetahui kondisi pondasi jembatan lama (jika berupa peningkatan / perbaikan jembatan) dalam menentukan nilai keyakannya. Didalam penyelidikan tanah ada dua kegiatan yang harus dilakukan yaitu penyelidikan lapangan ( field ) dan labolatorium ( labolatorium mekanika tanah ) agar diperoleh data-data tanah yang valid, untuk mendapatkan perencanaan (design ) pondasi yang sesuai (kuat) dan baik. Banyak kejadian menunjukan runtuhnya / rusaknya struktur jembatan disebabkan oleh faktor pondasi jembatan ( seperti : penurunan baik bersamaan atau tidak, guling, ambrol pada daerah abutment, terjadi
pergeseran dll. yang kesemuanya itu menyebabkan rusaknya struktur atas atau lapisan perkerasan jalan), oleh karena penyelidikan tanah adalah sangat penting untuk merencanakan suatu pondasi yang kuat dan ekonomis. Hasil penyelidikan tanah dinyatakan kurang baik (meragukan untuk langsung dapat dibangun) apabila misalnya : ada gejala patahan daerah yang bergerak retakan – retakan pada batuan dan lain-lain, maka perlu suatu penyelidikan batuan pada lokasi setempat. Hasil–hasil penyelidikan yang penting (sangat diperlukan) diantaranya sebagai berikut ; Sifat-sifat tanah pada kedalaman tertentu. Kedalaman, tebal komposisi dari setiap lapisan tanah tertentu. Lokasi muka air tanah. Kedalaman, komposisi tanah keras (rock ) Sifat teknik dari tanah dan rock yang menentukan perencanaan(desain) pondasi. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam pengambilan contoh tanah ( soil exploration ) Boring dengan alat bor angger dan lain-lain. Sondir Cara geophysic, cara ini mahal, namun mempunyai ketelitian yang tinggi sehingga hanya digunakan untuk suatu luas pekerjaan yang besar dan diperlukan penyelesaian cepat. e) Data Jembatan Lama Jika yang akan direncanakan peningkatan atau penggantian jembatan, maka data dan kondisi jembatan lama perlu dicatat dalam form pemeriksaan detil jembatan guna menetapkan urutan prioritas penggantian jembatan, dan jika jembatan tersebut akan diganti, harus diperkirakan kekuatan jembatan lama yang mungkin akan dipergunakan sebagai jembatan darurat bila diperlukan. Kondisi jembatan dan sifat sungai dipergunakan sebagai acuan dalam memberikan saran-saran terhadap jembatan lama (dibongkar/ difungsikan/
dibiarkan) bila jembatan baru sudah selesai dibangun. f) Material Untuk merencanakan anggaran biayanya, data harga-harga material setempat perlu dipertimbangkan untuk menghindari biaya tinggi, maka diperlukan adanya data/tempat pengambilan material (quarry) yang mempunyai nilai ekonomis dan sesuai persyaratan konstruksi. Dalam ditentukan/dicarikan
lokasi
hal
ini
perlu
pengambilan material dengan perkiraan
mutu/kwalitasnya yang sedapat mungkin sesuai
dengan
kwalitas
yang
disyaratkan. Biasanya peta quarry dapat diperoleh di DPUD setempat. g) Tenaga Kerja Untuk mendapatkan hasil pelaksanaan konstruksi yang baik dan ekonomis diperlukan adanya data-data tentang tenaga kerja, baik tenaga kasar maupun profesional yang
berpengalaman dalam
perencanaan
teknis
jembatan maupun pelaksanaan pekerjaan konstruksi. h) Topografi Di dalam perencanaan struktur jembatan sangat diperlukan foto-foto mengenai keadaan jembatan lama, sungai, lokasi jembatan baru secara lengkap sehingga foto tersebut dapat dipergunakan pula sebagai data dalam perencanaan jembatan selanjutnya. Adapun titik-titik yang perlu diketahui / di foto : Dari hulu ke arah hilir Dari hilir ke arah hulu Dari jalan masuk ke arah jalan keluar (rencana lokasi kepala jembatan). Dari jalan keluar ke arah jalan masuk (rencana lokasi kepala jembatan). Foto perspektif rencana lokasi jembatan Foto-foto
lain
yang
memerlukan
perhatian
khusus
dalam
perencanaan Pada foto-foto tersebut perlu dicantumkan tanda-tanda antara lain : arah aliran sungai, rencana as jembatan, rencana lokasi kepala jembatan dan lainlain.
2) Perencanaan Pendahuluan Dari data – data lapangan disusunlah suatu rencana awal / pendahuluan dengan mempertimbangkan atau pendekatan pendekatan dari data – data yang didapat B. Metodologi Dan Pengamatan Data Untuk merencakan konstruksi suatu jembatan sebaiknya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Survey data untuk perencanaan jembatan yang meliputi : 1) Pemilihan lokasi jembatan. Lokasi jembatan
biasanya
dipengaruhi
oleh
pertimbangan–
pertimbangan :
Teknik ( aliran sungai, keadaan tanah )
Ekonomi ( Biaya yang tersedia )
Sosial ( Biaya kebutuhan lalu lintas )
Estetika ( tidak mengganggu aliran sungai )
Dan lain – lain
2) Alinyemen Jembatan : Alinyemen jembatan tergantung kepada sudut yang dibuat oleh jembatan dengan sumbu sungai yang dibedakan 2 type alinyemen yaitu : Alinyemen tegak : jembatan terhadap sumbu sungai Alinyemen miring : jembatan membuat sudut (θ) tertentu sumbu sungai sejauh mungkin diusahakan untuk menempatkan jembatan pada posisi menurut alinyemen tengah. Tetapi kadang- kadang terpaksa tetap memakai posisi miring. 3) Data – data perencanaan Jembatan ∗
Data Umum Nama sungai, jalan dan lokasi kemungkinan letak jembatan Titik tri agulasi terletak dan elevasinya Volume dan sifat lalu lintas pada saat ini pada jalan yang akan dibangun jembatan.
∗
Data Geologi Keadaan tanah dan jembatan untuk menentukan type pondasinya. Letak kwalitas guarry terdekat untuk bahan beton, batu bata dan lain – lain. Penyelidikan batuan perlu diadakan, jika pemeriksaan tanah memberikan hasil yang meragukan misalnya : adanya gejala patahan, daerah bergerak,
retak – retak batuan dan lain – lain. ∗
Data Sungai Elevasi banjir tertinggi, banjir biasa, muka air terendah untuk mengetahui clearance jembatan dari tinggi air rencana Lokasi, bentuk kemiringan dan keadaan tanah intensitas dan frekuensi hujan dari catchment area dan lain-lain. Persyaratan lalu lintas sungai (ada/tidak ada )
∗
Data – data lainya : Jalan untuk transport bahan bangunan antara lain, semen. Besi, kayu dan lain-lain. Tersedianya pekerja/buruh bersifat beserta fasilitas kehidupannya. Lokasi termasuk daerah gempa atau tidak Ada atau tidaknya persediaan tenaga listrik. Jembatan lain yang didekat lokasi sebagai bahan pertimbangan Kemampuan propinsi setempat untuk membangun jembatan.
4) Penyelidikan lapisan tanah dibawah permukaan ( Sub base ) ۞ Suatu penyelidikan tanah pada lokasi jembatan yang direncanakan adalah sangat penting untuk mendapatkan suatu perkiraan yang sebaik – baiknya , bagi lokasi dan type pondasi jembatan. ۞ Diperlukan suatu penyelidikan lapangan ( field ) dan labolatorium ( labolatorium mekanika tanah ) untuk mendapatkan data-data tanah yang diperlukan bagi perencanaan (design ) pondasi. ۞ Banyak kejadian menunjukan runtuhnya suatu pondasi jembatan tersebut oleh karena penyelidikan tanah adalah sangat penting untuk merencanakan suatu pondasi yang kuat dan ekonomis. Apabila hasil penyelidikan tanah meragukan misalnya : ada gejala patahan daerah yang bergerak retakan – retakan pada batuan dan lain-lain, maka perlu suatu penyelidikan batuan pada lokasi setempat. ∗
Hasil – hasil penyelidikan yang penting diantaranya sebagai berikut
a. Sifat-sifat tanah kedalam tertentu. b. Kedalaman, tebal komposisi dari setiap lapisan tanah tertentu.
c. Lokasi muka air tanah. d. Kedalam, komposisi tanah keras (rock ) e. Sifat teknik dari tanah dan rock yang menentukan perencanaan(desain) pondasi. ∗
Beberapa cara yang dapat digunakan dalam pengambilan contoh tanah (soil exploration)
a. Boring dengan alat bor angger dan lain-lain. b. Sondir c. Cara geophysic, cara ini mahal, teliti dan hanya digunakan untuk suatu luas pekerjaan yang besar dan diperlukan penyelesaian cepat. B. Analisa Hidrologi Untuk Jembatan a) Penentuan Debit Banjir Untuk menentukan debit banjir maximum pada sungai dimana suatu jembatan akan dibangun dapat dihitung dengan metode – metode sebagai berikut :
Analisa empiris : persamaan umum Debit Banjir Q = C.Aⁿ
Dimana Q = Debit maximum banjir ( M³ / detik ) A = Catchment area ( Km² ) C = Kostanta yang bergantung keadaan lokasi catchment area. ⁿ = Kostanata
Metode Rasional : Rumus : Q = λ . Io . A
Dimana : Q = Debit Banjir Maximum ( M³ / detik ) A = Catchment Area ( Km² ) Io = Intensitas Hujan terbesar ( mm / Jam ) λ = Fungsi yang
karakteristik catchment yang memberikan run-off puncak.
Metode Luas dan Kecepatan Rumus : Q=A.V
Dimana : Q = Debit banjir ( M³ / detik )
A = Luas penampang Basah ( m² ) V = Kecepatan aliran ( M / detik )
Menghitung Debit Rencana Debit
rencana
ini
tergantung
pada
perencanaan
dalam
hal
ini
dipergunakan masa banjir ramalan ( debit ramalan ) yang terjadi sekali dalam interval waktu tertentu. Untuk ini perlu suatu analisa data yang teliti. Debit rencana untuk jembatan diperhitungkan terhadap periode ulang (TR) = 50 Tahun. Untuk mencari debit rencana dengan periode ulang tertentu. Bisa menggunakan data-data debit sungai aatau dapat pula data-data curah hujan. Analisa ini disebut analisa frekwensi. a1dan a2 = Kostanta b) Kedalaman Pengerusan Kedalaman pengerusan ditentukan dengan rumus rejim lacey sebagai berikut
Dimana : d
= kedalaman pengerusan normal dibawah MBT ( Muka air Banjir Tertinggi ) untuk kondisi rejim pada alur stabil (m)
Q =
Debit rencana ( M³ / detik )
F =
Faktor lempung dari lacy yang
a) Lebar Alur Lebar alur adalah lebar dasar saluran suatu sungai dengan tebing yang teratur atau suatu saluran buatan untuk irigasi atau lalu lintas pelayaran. Pada sungai dengan tebing tidak teratur lebar alur dapat ditentukan dengan Rumus Lacy sebagai berikut : L = C √Q Dimana :
L = Lebar Alur ( M ) Q=
Debit maximum rencana
C = kostanta, biasanya diambil sebesar 4,8
b) Bentang Ekonomis Penurunan rumus untuk menentukan
bentang
yang
ekonomis
didasarkan atas beberapa anggapan sebagai berikut :
Panjang pembentang dianggap sama
Biaya bangunan atas berubah-ubah menurut kwadrat panjang bentang
Biaya lantai jembatan bervariasi sesuai dengan bentangnya. Biaya pilar (pier) + pondasi konstant Biaya total jembatan = biaya bangunan atas + biaya kedua abutment + biaya approachecs + biaya ( n – 1 ) pilar Dinyatakan dalam rumus yang sederhana sebagai berikut : T = n ( a1 . b² + a2 b ) + 2 A1 +2 . A2 + ( n – 1 ) P Dimana : ( a1 . b² + a2 b ) = biaya satu bentang bangunan atas mewakili keadaan tanah dasar= 1,76 √M M = diameter rata-rata partikel material dasar c) Kedalaman Pondasi Dalamnya pondasi jembatan ditetapkan dengan mempertimbangkan daya dukung tanah yang aman dengan akibat dari pengausan (Scuring) Semua kasus yang meragukan mengenai daya dukung tanah pondasi, harus dipastikan dengan suatu percobaan pembebanan yang sebenarnya dilapangan. Dalamnya pondasi
minimum,
dapat diperkenankan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : P- sin Q ² h =
W1 + sin Q
Dimana : H = Dalamnya Pondasi ( M ) P = Daya dukung tanah ( bearing capasity ) ( Kg/M² ) W = Spesific weight of earth ( Kg/M³ ) Q = sudut geser dalam dari tanah ( Ange of internal friction of soil ) c) Ruang bebas Jembatan Ruang bebas jembatan adalah lebar dan tinggi jembatan yang dapat dilalui oleh lalu lintas. dalam peraturan bina marga lebar minimum yang disyaratkan, hanya ada persyaratan mengenai tinggi minimum jembatan yaitu 4,50 M. Untuk
ruang bebas lainnya yang tidak tercantum, harus disesuaikan dengan syarat bebas untuk jalan raya yang bersangkutan.
BAB III DASAR-DASAR PEMBEBANAN JEMBATAN 3.1.
Pendahuluan Perhitungan pembebanan jembatan direncanakan dengan menggunakan aturan yang terdapat pada Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan 1992 (BMS/Bridge Manajemen System). Pedoman pembebanan untuk perencanaan jembatan jalan raya merupakan dasar dalam menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pedoman ini dimaksudkan untuk mencapai perencanaan ekonomis sesuai kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga proses perencanaan menjadi efektif. Beban-beban yang bekerja pada jembatan berdasarkan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (BMS/Bridge Management System), meliputi : Beban tetap, beban hidup, aksi lingkungan dan aksi lain-lainya.
3.2.
Beban Tetap Adalah berat dari masing-masing bagian struktural dan elemen-elemennonstruktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang tidak dipisahkan dan tidak boleh menjadi bagian-bagian pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Beban tetap terdiri dari: berat sendiri struktur, beban mati tambahan, pengaruh susut dan rangkak, pengaruh prategang (jika memakai prestress), tekanan tanah, pengaruh tetap dan pelaksnaan.
3.2.1. Berat Sendiri Beban mati merupakan berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. 3.2.2. Beban Mati Tambahan Adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin umurnya berubah selama umur jembatan. 3.2.3. Pengaruh Penyusutan dan Rangkak Pengaruh ini harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan-jembatan beton. Apabila penyusutan dan rangkak bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka
harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer dari beton prategang). 3.2.4. Pengaruh Prategang (Jika Memakai Prestress) Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan dalam kombinasinya dengan beban lain. 3.2.5. Tekanan Tanah Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan dapat menahan tekanan tanah sesuai dengan rumus-rumus yang ada. 3.2.6. Pengaruh Tetap Pelaksanaan Pengaruh tetap pelaksanaan disebabkan oleh metoda dan urut-urutan pelaksanaan jembatan, biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya seperti prapenegangan dan berat sendiri, dan dalam hal ini pengaruh tetap harus dikombinasikan dengan aksiaksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai. 3.3.
Beban Lalu Lintas Beban lalu lintas adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak, dan pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Beban hidup pada jembatan ditinjau dalam dua macam, yaitu beban “T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.
3.3.1. Beban Lajur “D” Beban terbagi rata = UDL/Uniformly Distribute Load mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut: q = 8,0 kPa ........................................ untuk L ≤ 30 m q = 8,0 . (0,5+ 15 / L ) kPa ………….untuk L > 30 m dimana : L
= panjang (meter), ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan
kPa
= kilo paskal per jalur
Panjang yang dibebani L adalah panjang total UDL yang bekerja pada jembatan. UDL mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Beban garis = KEL / Knife Edge Load dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus dari arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.
Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan adalah sebagai berikut: •
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,50 meter, beban “D” sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh lebar jembatan.
•
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar 5,50 meter, beban “D” sepebuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 meter sedang lebar selebihnya dibebani hanya separuh beban “D” (50%).
3.3.2. Beban Truk “T” Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat pada gambar. Berat masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut diubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
3.3.3. Pembebanan Lalu Lintas Yang Dikurangi Dalam keadaan khusus dengan persetujuan instansi yang berwenang, pembebanan “D” setelah dikurangi 70 % bisa digunakan. Faktor pengurangan 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk “T”. 3.3.4. Faktor Beban Dinamis Faktor Beban Dinamis (DLA/Dinamic Load Allowance) merupakan interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya DLA tergantung pada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan (biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat) dan frekuensi dari getaran lentur jembatan.
3.3.5. Gaya Rem Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada lantai kendaraan. Untuk hubungan besarnya gaya rem dan bentang jembatan bisa dilihat pada Gambar
3.3.6. Gaya Sentrifugal Untuk jembatan yang mempunyai lengkung horizontal harus diperhitungkan adanya gaya sentrifugal akibat pengaruh pembebanan lalu lintas seluruh bagian bangunan. 3.3.7. Pejalan Kaki Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyebrangan yang langsung memikul pejalan kaki untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani.
3.4.
Aksi Lingkungan Aksi lingkungan adalah beban-beban akibat pengaruh temperatur,angina ,banjir ,gempa , dan penyebab-penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan dalam tata cara ini didasarkan pada analisa statistic dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan memperbesar pengaruh setempat.
3.4.1. Penurunan Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah.
3.4.2. Beban angin Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angina tergantung kecepatan angin rencana sebagai berikut : TEW = 0,0006 CW (Vw)2 Ab .. kN Dimana : Vw = kecepatan angin rata-rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau CW = koefesien seret Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2). Angin harus dianggap secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus: TEW = 0,0012 CW (Vw)2 ....... kN Dimana : CW = 1,2
3.4.3. Pengaruh Gempa Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate. V = Wt. C. I. K. Z Dimana : V
= Gaya akibat pengaruh gempa
Wt
= berat total jembatan yang dipengaruhi oleh percepatan gempa
C
= koefisien geser dasar gempa, ditentukan berdasarkan gambar
3.5.
T
= waktu getar struktur (detik)
g
= percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
K
= kekakuan pilar jembatan, untuk 1 pilar K = 3 EI / L3
E
= modulus elastistas pilar
I
= tinggi abutment (meter)
Z
= faktor wilayah gempa
Aksi – Aksi Lainnya
3.5.1. Gesekan Pada Perletakan Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan beban tetap dan harga rata-rata dari koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila menggunakan perletakan elastomer). 3.5.2. Pengaruh Getaran •
Umum Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat diatas jembatan dan akibat pejalan kaki merupakan keadaan batas daya layan apabila tingkat getaran menimbulKan bahaya dan ketidaknyamanan.
•
Jembatan Satu lajur lalu lintas rencana dengan pembebanan “beban lajur D“, dengan faktor beban 1,0 harus ditempatkan sepanjang bentang agar diperoleh lendutan statis maksimum pada trotoar. Walaupun diijinkan terjadi lendutan statis yang relatif
besar akibat beban hidup, perencanaan harus menjamin bahwa syarat-syarat untuk kelelahan bahan dipenuhi. 3.6.
Kombinasi Beban
3.6.1. Umum Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor beban yang memadai. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Di sini keadaan paling berbahaya harus diambil. 3.6.2. Pengaruh Umur Rencana Faktor beban untuk keadaan batas ultimate didasarkan kepada umur rencana jembatan 50 tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana berbeda, faktor beban ultimate harus diubah dengan menggunakan faktor pengali. 3.6.3. Kombinasi untuk Aksi Tetap Seluruh aksi tetap untuk jembatan tertentu diharapkan bekerja bersama-sama. Akan tetapi apabila aksi tetap bekerja mengurangi pengaruh total, kombinasi beban harus diperhitungkan dengan memperhitungkan adanya pemindahan aksi tersebut, apabila pemindahan tersebut bisa diterima. 3.6.4. Perubahan Aksi Tetap terhadap Waktu Beberapa aksi tetap seperti beban mati tambahan, penyusutan dan rangkak, pengaruh tegangan, dan pengaruh penurunan bisa berubah perlahan-lahan berdasarkan pada waktu. 3.6.5. Kombinasi pada Keadaan Batas Daya Layan Terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dan satu aksi transient. Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transient bisa terjadi secara bersamaan. 3.6.6. Kombinasi Pada Keadaan Batas Ultimate Terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dan satu aksi transient. Pada keadaan batas ultimate, tidak diadakan aksi transient lain untuk kombinasi dengan aksi gempa. Hanya satu aksi pada tingkat daya layan yang dimasukkan pada kombinasi pembebanan.
Keterangan : x
= untuk kombinasi tertentu adalah memasukkan faktor daya layan dan beban ultimate secara penuh
o
= memasukkan harga yang sudah diturunkan.
BAB IV ACUAN DASAR PERENCANAAN 4.1.
Pendahuluan Di dalam perencanaan struktur bangunan jembatan, terdapat tiga metode perencanaan yang berkembang secara bertahap di dalam sejarahnya (Bowles, 1979), yaitu : Perencanaan Tegangan Kerja / Allowable Stress Design (ASD) Perencanaan Faktor Daya Tahan dan Beban (LRFD) Perencanaan Plastis Metode-metode perencanaan tersebut terus berkembang dan kini metode-metode tersebut menjadi banyak acuan dalam pendesainan jembatan di berbagai negara termasuk di Indonesia.
4.2.
Allowable Stress Design ( ASD ) Di dalam metode ini, elemen struktur pada bangunan (pelat/balok/kolom/pondasi) harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tegangan yang timbul akibat beban kerja/layan tidak melampaui tegangan ijin yang telah ditetapkan.
σmaks ≤ σijin (Persamaan 1) Tegangan
ijin
ini
ditentukan
oleh
peraturan
bangunan
atau
spesifikasi
(seperti American Institute of Steel Construction (AISC) Spesification 1978) untuk mendapatkan faktor keamanan terhadap tercapainya tegangan batas, seperti tegangan leleh minimum atau tegangan tekuk (buckling). Tegangan yang dihitung akibat beban kerja/layan harus berada dalam batas elastis, yaitu tegangan sebanding dengan regangan. Pada kondisi beban kerja, tegangan yang terjadi dihitung dengan menganggap struktur bersifat elastis, dengan memenuhi syarat keamanan (kekuatan yang memadai) untuk struktur. Pada dasarnya, tegangan ijin pada baja sesuai kualitasnya yang diberikan dalam spesifikasi AISC ditentukan berdasarkan kekuatan yang bisa dicapai bila struktur dibebani lebih dari semestinya (faktor beban tambahan jagaan). Bila penampang bersifat daktail dan tekuk (buckling) tidak terjadi, regangan yang lebih besar daripada regangan saat leleh dapat diterima oleh penampang tersebut. Pada metode tegangan kerja (ASD) ini, tegangan ijin disesuaikan ke atas bila kekuatan plastis merupakan keadaan batas yang sesungguhnya. Jika keadaan batas yang sesungguhnya adalah ketidak-stabilan tekuk (buckling) atau kelakuan lain yang mencegah pencapaian regangan leleh awal, maka tegangan ijin harus diturunkan.
Syarat-syarat daya layan lainnya seperti lendutan biasanya diperiksa pada kondisi beban kerja. 4.3.
Perencanaan Plastis Perencanaan plastis adalah kasus khusus perencanaan keadaan batas yang tercantum pada bagian 2 dari spesifikasi AISC. Kelakuan inelastis (tak elastis) yang daktail bisa meningkatkan beban yang mampu dipikul bila dibanding dengan beban yang bisa ditahan jika struktur tetap berada dalam keadaan elastis. Batas atas dari kekuatan momen yang disebut kekuatan plastis diperoleh saat seluruh tinggi penampang meleleh. Di sini, keadaan batas untuk kekuatan harus berupa pencapaian kekuatan plastis, dan keadaan batas berdasarkan ketidak-stabilan tekuk (buckling), kelelahan (fatigue), atau patah getas (brittle fracture) dikesampingkan. Pada perencanaan plastis, sifat daktail pada baja dimanfaatkan dalam perencanaan struktur statis tak tentu, seperti balok menerus dan portal kaku. Pencapaian kekuatan plastis di satu lokasi pada struktur statis tak tentu bukan berarti tercapainya kekuatan maksimum untuk struktur. Setelah salah satu lokasi mencapai kekuatan plastis, beban tambahan dipikul dengan proporsi yang berlainan di setiap bagian struktur hingga lokasi kekuatan plastis kedua tercapai. Pada saat struktur tidak mempunyai kemampuan lebih lanjut untuk memikul beban tambahan, struktur dikatakan telah mencapai “mekanisme keruntuhan”. Setelah syarat kekuatan dipenuhi dengan perencanaan plastis, syarat daya layan seperti lendutan pada kondisi beban kerja harus diperiksa.
4.4.
Load Resistance Factor Design (LRFD) Pendekatan umum berdasarkan faktor daya tahan dan beban, atau disebut dengan Load Resistance Design Factor (LRFD) ini adalah hasil penelitian dari Advisory Task Force yang dipimpin oleh T. V. Galambos. Pada metode ini diperhitungkan mengenai kekuatan nominal Mn penampang struktur yang dikalikan oleh faktor pengurangan kapasitas (under-capacity) ϕ, yaitu bilangan yang lebih kecil dar 1,0 untuk memperhitungkan ketidak-pastian dalam besarnya daya tahan (resistance uncertainties). Selain itu diperhitungkan juga faktor gaya dalam ultimit Mu dengan kelebihan beban (overload) γ (bilangan yang lebih besar dari 1,0)
untuk menghitung ketidak-pastian dalam analisa struktur dalam menahan beban mati (dead load), beban hidup (live load), angin (wind), dan gempa (earthquake). Mu ≤ Ø Mn (Persamaan 2) Struktur dan batang struktural harus selalu direncanakan memikul beban yag lebih besar daripada yang diperkirakan dalam pemakaian normal. Kapasitas cadangan ini disediakan terutama untuk memperhitungkan kemungkinan beban yang berlebihan. Selain itu, kapasitas cadangan juga ditujukan untuk memperhitungkan kemungkinan pengurangan kekuatan penampang struktur. Penyimpangan pada dimensi penampang walaupun masih dalam batas toleransi bisa mengurangi kekuatan. Terkadang penampang baja mempunyai kekuatan leleh sedikit di bawah harga minimum yang ditetapkan, sehingga juga mengurangi kekuatan. Kelebihan beban dapat diakibatkan oleh perubahan pemakaian dari yang direncanakan untuk struktur, penaksiran pengaruh beban yang terlalu rendah dengan pnyederhanaan perhitungan yang berlebihan, dan variasi dalam prosedur pemasangan. Biasanya perubahan pemakaian yang drastis tidak ditinjau secara eksplisit atau tidak dicakup oleh faktor keamanan, namun prosedur pemasangan yang diketahui menimbulkan kondisi tegangan tertentu harus diperhitungkan secara eksplisit.
BAB V PROSES PERENCANAAN JEMBATAN 5.1.
Pendahuluan Maksud perencanaan antara lain untuk menentukan fungsi struktur secara tepat, dan bentuk yang sesuai, efisien serta mempunyai fungsi estetika.
5.2.
Tahapan Perencanaan Dalam perencanaan jembatan dimunginkan adanya perbedaan antara ahli satu dengan yang lainnya, tergantung latara belakang kemampuan dan pengalamannya. Akan tetapi perbedaan tersebut harus tidak boleh menyebabkan gagalnya proses perencanaan. Sebelum sampai tahap pelaksanaan konstruksi, paling tidak seorang ahli atau perancang telah mempunyai data baik sekunder maupun primer yang berkaitan dengan pembangunan jembatan. Data tersebut merupakan bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita mengambil suatu keputusan akhir. berikut ini ditunjukan tentang suatu proses tahapan perencanaan yang paling tidak perlu dilaksanakan. Data yang diperlukan dapat berupa : 1. Lokasi : a. Topografi b. Lingkungan : Kota dan luar kota c. Tanah dasar 2. Keperluan : melintas sungai,melintas jalan lain 3. Bahan Struktur : a. Karakteristik b. Ketersediaanya 4. Peraturan
5.3.
Pemilihan Lokasi Jembatan Penentuan lokasi dan layout jembatan tergantung pada kondisi lalulintas. Secara umum, suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalulintas dengan baik, kecuali bila terdapat kondisi-kondisi khusus. Prinsip dasar dalam pembangunan jembatan adalah ”jembatan untuk jalan raya, tetapi bukan jalan raya untuk jembatan”(Troitsky, 1994). Oleh karenanya kondisi lalulintas yang berbeda-beda dapat mempengaruhi lokasi jembatan pula. Panjang- pendeknya bentang jembatan akan disesuaikan dengan lokasi jalan setempat. Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari beberapa alternatif bentang pada beberapa lokasi yang telah diusulkan. Beberapa pertimbangan
terhadap lokasi sangat didasarkan pada kebutuhan. Dalam penentuan lokasi akan dijumpai suatu permasalahan apakah akan dibangun di daerah perkotaan ataukah pinggiran kota bahkan di pedesaan. Perencanaan dan perancangan jembatan di daerah perkotaan terkadang tidak diperhatikan 5.4.
Aspek Lalu Lintas Persyaratan transportasi meliputi kelancaran arus lalulintas kendaraan dan pejalan kaki (pedestrians) yang melintasi jembatan tersebut. Perencanaan yang kurang tepat terhadap kapasitas lalulintas perlu dihindarkan, karena akan sangat mempengaruhi lebar jembatan. Untuk itu sangatlah penting diperoleh hasil yang optimum dalam perencanaan lebar optimumnya agar didapatkan tingkat pelayanan lalulintas yang maksimum. Mengingat jembatan akan melayani arus lalulintas dari segala arah, maka muncul kompleksitas terhadap existing dan rencana, volume lalulintas, oleh karenanya sangat diperlukan ketepatan dalam penentuan tipe jembatan yang akan digunakan. Selain daripada itu, pendekatan ekonomi selayaknya juga sebagai bahan pertimbangan biaya jembatan perlu dibuat seminimum mungkin. Berdasarkan beberapa kasus biaya investasi jembatan didaerah perkotaan adalah sangat tinggi. Dalam hal ini akan sangat terkait dengan kesesuaian lokasi yang akan direncanakan.
5.5.
Aspek Teknis Persiapan teknis yang perlu dipertimbangkan antara lain : 1. Penentuan geometri struktur, alinemen horizontal dan vertical, sesuai dengan lingkungan sekitarnya, Pemilihan system utama jembatan dan posisi dek. 2. Penentuan panjang bentang optimum sesuai dengan syarat hidraulika, arsitektural, dan biaya konstruksi, 3. Pemilihan elemen – elemen utama struktur atas dan struktur bawah, terutama tipe pilar dan abutment, 4. Pendetailan struktur atas seperti: sandaran, parapet, penerangan, dan tipe perkerasan, 5. Pemilihan bahan yang paling tepat untuk struktur jembatan berdasarkan pertimbangan struktural dan estetika.
5.6.
Aspek Estetika Dewasa ini jembatan modern di daerah perkotaan didesain tidak hanya didasarkan pada struktural dan pemenuhan tansportasi saja, tetapi juga untuk ekonomi dan artistik. Aspek estetika jembatan di perkotaan merupakan faktor yang penting pula
dipertimbangkan dalam perencanaan. Kesesuaian estetika dan arsitektural akan memberikan nilai lebih kepada jembatan yang dibangun ditengah- tengah kota. Pada bnyak kota- kota besar di dunia terdapat jembatan yang mempunyai nilai estetika yang maha tinggi disamping kekuatan strukturnya. 5.7.
Layout Jembatan Setelah lokasi jembatan ditentukan, variabel berikutnya yang penting pula sebagai pertimbangan adalah layout jembatan terhadap topografi setempat. Pada awal perkembangan sistem jalan raya, standar jalan raya lebih rendah dari jembatan. Biaya investasi jembatan merupakan proporsi terbesar dari total biaya jalan raya. Sebagai kosekuensinya, struktur tersebut hampir selalu dibangun pada tempat yang ideal untuk memungkinkan bentang jembatan sangat pendek, fondasi dapat dibuat sehematnya, dan melintasi sungai dengan layout berbentuk square layout. Dalam proses perncanaan terdapat dua sudut pandang yang berbeda antara seorang ahli jalan dengan ahli jembatan (Troitsky, 1994). Berikut ini diberikan beberapa ilustrasi, beberapa perbedaan kepentingan antara seorang ahli jalan dan jembatan. 1. Pandangan Ahli Jembatan. Perlintasan yang tegak lurus sungai, jurang atau jalan rel lebih sering terpilih, daripada perlintasan yang membentuk alinemen yang miring. Penentuan ini didasarkan pada aspek teknis dan ekonomi. Waddel (1916) menyatakan bahwa struktur yang dibuat pada alinemen yang miring adalah abominasi dalam lingkup rekayasa jembatan. 2. Struktur jembatan sederhana. Merupakan suatu kenyataan untuk struktur jembatan yang relatif sederhana sering diabaikan terhadap alinemen jalan. Para ahli jalan raya sering menempatkan alinemen jalan sedemikian sehingga struktur jembatan merupakan bagian penuh dari alinemen jalan tersebut. Sehingga apabila melalui sungai seringkali kurang memperhatika layout secara cermat. 3. Layout jembatan bentang panjang. Sebagai suatu struktur bertambahnya tingkat kegunaan jalan dan panjang bentang merupakan hal yang cukup penting untuk menentukan layout. Pada kasus seperti ini, dalam menentukan bagaimana layout jembatan yang sesuai perlu diselaraskan oleh kedua ahli tersebut guna menekan biaya konstruksi. Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah sudut yang dibentuk terhadap bidang alinemen.
BAB VI ANALISA DESAIN JEMBATAN 6.1.
Pendahuluan Apabila data-data perencanaan telah lengkap dan memenuhi persyaratan dan juga telah dilakukan pradesain seperti yang telah disinggung di bab sebelumnya, barulah dilakukan analisa struktur terhadap beban-beban yang membebani jembatan tersebut. Tentunya beban-beban tersebut telah dihitung dan dikombinasikan sesuai acuan yang telah dujabarkan pada bab 3. Acuan jembatan tersebut telah memenuhi persyaratan adalah dengan mengacu kepada metode analisa struktur yang telah dijabarkan pada bab 4, yaitu LRFD, ASD, dan metode plastis. Untuk pembahasan pada bab ini, kami akan membahas analisa desain jembatan berdasarkan metode LRFD dan ASD
6.2.
Allowable Stress Desain Tegangan ijin ini ditentukan
oleh
peraturan
bangunan
atau
spesifikasi
(seperti American Institute of Steel Construction (AISC) Spesification 1978) untuk mendapatkan faktor keamanan terhadap tercapainya tegangan batas. Tegangan yang dihitung akibat beban kerja/layan harus berada dalam batas elastis (sesuai bahannya) yaitu tegangan sebanding dengan regangan.
σmaks ≤ σijin (Persamaan 1) Dimana tegangan maksimum adalah tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban yang bekerja pada jembatan, sedangkan tegangan ijin adalah tegangan batas atau tegangan nominal jembatan tersebut. Suatu struktur jembatan dianggap kuat dengan metode ini apabila tegangan maksimum jembatan kurang dari samadengan tegangan ijin. 6.3.
Load Resistance Factor Desain Pada metode ini diperhitungkan mengenai kekuatan nominal Mn penampang struktur yang
dikalikan
oleh
faktor
pengurangan
kapasitas
(under-capacity) ϕ
dan
diperhitungkan juga faktor gaya dalam ultimit Mu dengan kelebihan beban (overload) γ (bilangan yang lebih besar dari 1,0) untuk menghitung ketidak-pastian dalam analisa struktur dalam menahan beban. Struktur dan batang struktural harus selalu direncanakan memikul beban yag lebih besar daripada yang diperkirakan dalam pemakaian
normal.
Kapasitas
cadangan
ini
disediakan
terutama
untuk
memperhitungkan kemungkinan beban yang berlebihan. Apabila analisa desain menggunakan metode ini, struktur jembatan dianggap memenuhi syarat apabila :
•
•
•
Mu ≤ Ø Mn , yang artinya momen yang diakibatkan kombinasi pembebanan harus kurang sama dengan momen nominal struktur yang kekuatanya telah direduksi oleh faktor reduksi Pu ≤ Ø Pn , yang artinya gaya aksial yang diakibatkan kombinasi pembebanan harus kurang sama dengan gaya aksial nominal struktur yang kekuatanya telah direduksi oleh faktor reduksi Vu ≤ Ø Vn , yang artinya gaya geser yang diakibatkan kombinasi pembebanan harus kurang sama dengan gaya geser nominal struktur yang kekuatanya telah direduksi oleh faktor reduksi
BAB VII PERAWATAN JEMBATAN 3.1
Umum
Semua bangunan sipil (gedung, jembatan, bangunan air, air port) dirancang untuk sesuai dengan fungsi/tujuan dengan mengindahkan persyaratan-persyaratan kekuatan, kekakuan, kestabilan, daktilitas dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan. Namun setelah bangunan berdiri, terjadi kerusakan yang berakibat persyaratan-persyaratan tersebut tidak terpenuhi lagi. Kerusakan dapat terjadi sejak awal bangunan beroperasi yang disebabkan oleh perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang kurang baik, maupun setelah bangunan beroperasi yang disebabkan antara lain karena serangan fisik, kimia, overloading, penurunan pondasi, gempa, kebakaran, fatique, kejatuhan pesawat terbang dll. Secara langsung maupun tidak, kerusakan akan menyebabkan degradasi kekuatan yang mempengaruhi kinerja struktur secara keseluruhan. Jika bangunan tidak segera ditangani perbaikan atau perkuatannya, kerusakan dapat berlanjut lebih buruk lagi. Agar bangunan yang sudah rusak dapat terus difungsikan, diperlukan tindakan rehabilitasi yang dapat berupa perbaikan (retrofit) atau perkuatan (strengthening). Sebelum dilaksanakan tindakan rehabilitasi bangunan existing, diperlukan pemeriksaan investigasi dan evaluasi kerusakan struktur utama maupun pendukung untuk mengetahui sejauh mana kelayakan bangunan tersebut. Dari hasil investigasi dan evaluasi dapat ditentukan metode perbaikan atau perkuatan yang paling optimal. Yang telah memasukkan beberapa kajian antara lain pendanaan/biaya, durasi pelaksanaan, ketersediaan bahan, alat, tenaga, dll. Investigasi semacam ini sering disebut Rekayasa Forensik (Forensic Engineering). 3.2
Kerusakan Jembatan
Jembatan merupakan salah satu fasilitas umum yang kadang mengalami kerusakan pada bagian bagian tertentu , sehingga secara berkala membutuhkan perbaikan dan perawatan Pada umumnya, jembatan tidak terlindung atau berhubungan langsung dengan lingkungan, sehingga menyebabkan berbagai kerusakan.Kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada konstruksi jembatan adalah 1). Kondisi Rangka Baja Hampir seluruh komponen rangka baja telah berkarat, yang kemungkinan besar disebabkan oleh korosi atmosfir. Kemungkinan penyebab korosi :
•
Tidak adanya perawatan atau pemeliharaan pada jembatan, misalnya pengecatan pada rangka baja, membuata jembatan lebih cepat terkena korosi atmosfir.
•
Pembuangan sampah sembarangan di sekitar abutmen jembatan membuat udara sekitar jembatan menjadi bersifat asam.
•
Air hujan atau embun yang tidak cepat mengering, terutama pada bagian-bagian baja yang tersembunyi (pada sambungan baja) membuat baja lebih cepat terserang karat.
2). Kondisi Permukaan Perkerasan Jalan Permukaan perkerasan tidak rata dan terjadi retak kulit buaya pada beberapa penampang serta terdapat lubang pada dek dan oprit jembatan. Bila tidak segera diperbaiki, maka air yang masuk dalam timbunan akan membuat penurunan timbunan lebih cepat, dan hal ini tentu akan membahayakan abutmen jembatan.
Gambar 39. Kerusakan Pada Lantai Jembatan 3). Drainase Jembatan Tidak ada drainase pada jembatan, air turun melalui lubang yang ada pada perkerasan maupun pada sambungan baja. Air meresap dalam perkerasan, menyebabkan kerusakan pada perkerasan jalan jembatan.
Gambar 40. Kerusakan Pada Saluran Drainase Jembatan 4). Kondisi Dak Jembatan Dak jembatan dari kayu mulai mengalami pelapukan akibat dari air yang meresap melalui perkerasan maupun rembesan dari permukaan perkerasan 5). Kondisi Gelagar Kondisi gelagar memanjang ataupun melintang mulai berkarat, dan meluas pada hampir semua luas penampangnya. Kemungkinan penyebabnya sama dengan rangka atas jembatan.
Gambar 41. Kerusakan Pada Gelagar Jembatan 6). Kondisi Perletakan (Bearing) Kondisi perletakan tidak sesuai penempatannya dan korosi juga telah menyerang komponen jembatan ini. 7). Kondisi Abutmen Kondisi Abutmen tanpa adanya perawatan dan pemeliharaan pada jembatan. Sampah dan tumbuhan tidak dibersihkan dari sekitar Abutmen.
Gambar 42. Kerusakan Pada Abutment Jembatan 3.3
Pemeliharaan dan Perbaikan Jembatan
Jembatan rangka baja ini terdiri dari pemasangan struktur jembatan rangka baja hasil rancangan patent, seperti jembatan rangka (truss) baja, gelagar komposit, Bailey atau sistem rancangan lainnya termasuk penanganan, pemeriksaan, identifikasi dan penyimpanan semua bahan pokok lepas, pemasangan perletakan, pra-perakitan, peluncuran dan penempatan posisi akhir struktur jembatan, pencocokan komponen lantai jembatan (deck) dan operasi lainnya yang diperlukan untuk pemasangan struktur jembatan rangka baja sesuai dengan ketentuan.Prinsip pemeliharaanjembatan bentang panjangadalah sebagai berikut : a. Mencegah terlebih dahulu sebelum memperbaiki b. Kombinasi Pencegahan dan Perawatan dengan penekanan pada daya dukung dari struktur dan pemeliharaan dek jembatan Tujuan dari manajemen pemeliharaan jembatan bentang panjang adalah sebagai berikut : a.
Menjaga jembatan dalam kondisi sehat dan beroperasi dengan lancar.
b.
Meminimalkan kerusakan pada jembatan. Begitu terjadi kerusakan, pekerjaan perbaikan harus segera dilakukan
c,
Menjaga agar tidak terdapat halangan pada jembatan
d~n memaksimalkan
kapasitas lalu Iintas d,
Menjaga jembatan dalam kondisi yang bagus secara teknis. Meningkatkan kemampuan untuk menahan aksi lingkungan/bencana
e. Memperpanjang keselamatan dan umur pakai jembatan sampai maksimum f. Mendapatkan informasi tentang kondisi dari setiap komponen jembatan. f.
Mengumpulkan data teknis dan manajemen akan diperlukan sebagai dasar untuk pemeliharaan dan penggantian serta perkuatan di masa mendatang.
Persyaratan Manajemen Pemeliharaan Jembatan Bentang Panjang : a.
Kombinasi
dari
pencegahan,
pemeliharaan
dan
perawatan
dengan
mengkombinasikan pemeliharaan rutin harian dan pemeliharaan secara umum b. Perencanaan dan persiapan harus disiapkan untuk setiap pemeliharaan dan untuk mengurangi bahaya. c.
Penyiapan dan peningkatan Regulasi Pemeliharaan Jembatan Bentang Panjang disertai dengan pengorganisasian tim professional untuk pemeliharaan jembatan serta penyusunan file data jembatan yang komprehensive
Lingkup dari Manajemen pemeliharaan Jembatan Bentang Panjang meliputi : a.
Pemeriksaankondisi teknis
b. Keberadaandan pengembangan file data teknis jembatan termasuk dokumen disain, pengujian pada saat pelaksanaan, data perawatan jembatan, pemeliharaan dan perkuatan
3.3.1
c.
Perlindungan terhadap komponen utama jembatan
d.
Pemeliharaan dan perbaikan rutin dari komponen utama Jembatan
Pemeliharaan Rutin dan Perbaikan Minor
Perawatan
pencegahan harus dilakukan pada jembatan
Jika ditemukan bagian yang mengalami kerusakan Aktivitas
ini disebut
pemeliharaan
kecil
dan semua fasilitas yang ada. harus
segera
rutin. Pemeliharaan Rutin/Berkala
diperbaiki.
pada dasarnya
menjaga jembatan dalam keadaan seperti semula dan mencakup beberapa pekerjaan yang berulang, yang secara teknis cukup sederhana. Pemeliharaan rutin harus dimulai pada waktu jembatan selesai dibangun Gembatan masih dalam keadaan baru) dan dilanjutkan seumur jembatan tersebut. Hal ini merupakan suatu pengalokasian dana yang efektif dalarn hal pemeliharaan.
Pemeliharaan Rutin Jembatan biasanya dimasukkan dalam pekerjaan Pemeliharaan rutin jalan dan dilaksanakan bersamaan dengan pemeliharaan rutin jalan tersebut. Lingkup pekerjaan pemeliharaan rutin jernbatan adalah sebagai berikut: •
Pembersihan secara umum
•
Membuang tumbuhan liar dan sampah
•
Pembersihan dan melancarkan
•
Penanganan kerusakan ringan drainase
•
Pengecatan sederhana
•
Pemeliharaan permukaan lantai kendaraan
3.3.2
Pemeliharaan Berkala
Lapis permukaan jembatan serta kerusakan lokal pada jembatan dan fasilitas lainnya harus diperbaiki dan diperkuat agar kondisinya kembali ke semula. Aktivitas lnl harus dilakukan secara Periodik/Berkala sesuai dengan rencana pemeliharaan. Pemeliharaan berkala adalah usaha untuk menjaga jembatan tetap datam kondisi dan daya layan yang balk setelah pembangunan yang mencakup beberapa kegiatan yaitu •
Kegiatan pemeliharaan berkala yang diduga
•
Perbaikan sederhana
Kegiatan pemeliharaan berkala diduga mencakup hal-hal sebagai berikut: •
Pengecatan ulang
•
Penggantian lapisan permukaan
•
Pembersihan jembatan secara keseluruhan
•
Pemeliharaan peletakan/landasan
•
Penggantian siar mual (expansion joint}
Perbaikan sederhana mencakup hal-hal : •
Penggantian bagian-bagian kecil dan elemen yang kecil
•
Perbaikan tiang dan sandaran
•
Perkuatan bagian-bagian yang bergerak
•
Perkuatan bagian yang struktural
•
Perbaikan tebingyang longsor dan terkena erosi
•
Perbaikan bangunan pengaman yang sederhana a. Overhaul comprehensive Secara periodik, overhaul comprehensive harus dilakukan untuk membuat jernbatan benar-benar berada pada kondisi sesuai perencanaan atau perbaikan lokal dapat dllakukan sesuai dengan kondisi teknls yang dlrencanakan sernula untuk meningkatkan kapasitas lalu lintasnya. Aktivitas ini harus dilakukan setiap 10 - 15 tahun sebagai program tahunan yang disetujui oleh Pemilik Jembatan b.
Peningkatan {improving atau upgrading) Kondisi/grade teknis jembatan perlu ditlngkatkan jika jembatan dan fasilitas yang ada tidak lagi memenuhi kebututian lalu lintas. Tipe pekerjaan ini harus dilaksanakan berdasarkan hasil perencanaan kembaii dan pelelangan kembali. Aktivitas ini berada diluar tanggung jawab Tim pemeliharaan Jembatan
c. Perbaikan dan perkuatan darurat Pada kasus dimana terjadi kerusakan aklbat bencana alam, kecelakaan lalu ltntas, kerusakan akibat ulah manusai, maka jembatan beserta fasilitasnya harus segera diperbaiki segera untuk menjamin keselamatan pengguna jembatan. Pada kasus dimana jembatan dan fasilitasnya tidak dapat dikembalikan kondisinya dengan perbaikan, maka tim khusus perlu dibentuk dan ditugaskan untuk mereview dan menyiapkan rencana perbaikan yang diperlukan. 3.3.3
Pengujian dan Perkiraan Kondisi Teknis serta Daya Dukung Jembatan
Selama pemeriksaan periodik/berkala dan pemeriksaan khusus, khususnya pada
kasus
perbaikan medium/sedang dan overhauling sedang dilaksanakan kondisi teknis jembatan bentang panjang perlu di uji Item-item untuk pemeriksaan kondisi teknis akan berbedabeda sesuai dengan jenis struktur yang digunakan. Secara umum pengujian yang dilakukan meliputi a.
Pengujian axis line dari pilon dan girder utama jembatan
b.
Pengujian retak dari dek slab beton. Pemeriksaan akan dilakukan terutama untuk retak-retak
pada beton, pemekaran
beton, karat pada tulangan, kekencangan dari sambuangn baut mutu tinggi pada
sambuang baja, sambuangan las, retak-retak dan pemekaran pada permukaan pada perternuan antara struktur baja dan pelat lantal beton c.
Pemeriksaan
lapis
permukaan jembatan,
perletakan, expansion joint, sistim
drainase, guardrail, penangkal petir dan fasilitas lainnya d.
Pengujian self-vibration characteristic dan tingkat getaran darl jembatan
Pada kasus-kasus berikut, daya dukung jembatan perlu dievaluasi a.
Setelah jembatan beroperasi beberapa tahun dengan disertai dengan program pemeliharaan dan perawatan yang direncanakan, kapasitas daya dukung jembatan perlu dievaluasi
b.
Setelah terjadi kejadian darurat seperti tabrakan kapa], tabrakan kendaraan, gempa burni, taifun, maka daya dukung jembatan perlu diperiksa.
c.
Ketiga jembatan diperkuat, ditingkatkan/upgrade
d. Ketika kendaraan dengan beban berlebih rencana akan melewati jembatan. Hanya jika daya dukung jembatan masih memenuhi, kendaraan tersebut boleh melewati jembatan. Metode pemeriksaan kapasitas daya dukung jembatan adalah sebagai berikut : •
Untuk jembatan panjang yang sedang beroperasi, jika tidak dimungkin melakukan pengujian beban, kapasitas daya dukung jembatan
dapat dievaluasi dengan
perhitungan dan analisis. Pertama-tama untuk komponen penting dan utama dari jembatan dilakukan
investigasi teknis dengan menggunakan
peralatan
dan
insturmen yang perlu untuk, mendapatkan data bentang, kekuatan material, retak, tingkat korosi, balok, dan perletakan. Selanjutnya perhitungan dibuat sesuai dengan spesiflkasi. Setelah itu
daya dukung dan persyaratan kelayanan jembatan harus
dianalisis dan dievaluasi secara komprehensif •
Uji beban merupakan metode
langsung dan paling blsa diandalkan
untuk
mendapatkan daya dukung jembatan. Secara umum, besarnya beban uji harus sesuai atau
ekuivalensi dengan
beban
lalu
lintas
standers. Untuk
jembatan yang
mengalami kerusakan, uji beban harus dilaksanakan pada bentang yang rusak atau
bagian yang mengalami kerusakan untuk menentapkan reduksi terhadap
kapasitas daya dukung jembatan akibat kerusakan yang terjadi. •
Pada jembatan tanpa loading test, secara umum penyesuaian kondisi teknis jembatan dan perhitunagn teoriti harus dilakukan dan hasilnya dibandingkan dengan hasil pengukuran di lapangan untuk mendapatkan penilain yang dapat dipercaya.
3.3.4
Perawatan dan Pemeliharaan Struktur Bawah
1. Pondasi Pemeliharaan dan perbaikan minor dari pondasi adalah sebagai berikut a. Dasar laut/sungai 50 sampai 100 m di arah hulu darl jembatan harus stabil. Di lokasi tersebut aktivitas seperti pelaksanaan kontruksi, penggalian pasir, pengambilan bahan galian, dan peledakan tidak boleh dilakukan b. Jika akan dilakukan pemasangan pipa dibawah tanah, pembuatan berbagai jenis sumur atau struktur dibawah tanah lainnya disekitar tepi pile cap, harus dilakukan analisis dan perhitungan terlebih dahulu, dan dilakukan perkuatan jika diperlukan. Setelah selesai, galian harus ditimbun kembali. Perbaikan dan perkuatan dari pondasi harus memenuhi persyaratan berikut a. Enam bulan setelah jembatan beroperasi, penggerusandan ke dalam penggerusan yang terjadi dlsekitar pondasi harus diukur dan data tersebut harus disimpan. Setelah kedalaman scouring stabil, data tersebut harus disarnpalkan kepada perencana untuk menentukan apakan diperlukan penimbunan atau tidak. b. Setelah scouring stabil, kedalaman scouring harus di ukur sekali da/am 1 tahun dan data tersebut harus disimpan. Jika diketahui terdapat perubahan besar terhadap kedalaman skuring, data tersebut
harus disampaikan kepada designer untuk
menentukan apakah diperlukan penimbunan atau tidak. 2. Sistem Proteksl Katodik Pada Jembatan yang terletak di daerah yang korosif, pondasl yang terbuat dari pipa baja yang digunakan umumnya dilengkapi dengan sistim perlindungan korosi balk berupa Pelapisan maupun dengan Sisitim Proteksi Katodik. Efektifitas proteksi
katodik
memungkinkan baja karbon untuk digunakan dalam lingkungan yang sangat korosif sepertiair laut atau tanah dengan tingkat keasamanyang tinggi. Sistem Proteksi katodik adalah suatu sistim yang menggunakan sel elektrokimia untuk mengendalikan korosi dengan mengkonsentrasikan reaksi oksigen pada sel galvanik dan menekan korosi pada katoda dalam sel yang sama. Pada proteksi katodik, logam yang akan dilindungi dijadikan katoda dan reaksi oksldasi terjadi di anoda. Anoda adalah elektroda
tempat berlangsungnya reaksi oksidasi sedangkan katoda adalah tempat berlangsungnya reaksi reduksi. Dalam perancangan yang tepat laju oksidasi pada logam yang dilindungi dapat ditekan sehingga laju oksidasi tersebut dapat diabaikan. Jika hal itu terjadi maka dapat dikatakan proteksi katodik telah efektif. Proteksi katodik tercapai dengan menyuplai elektron ke struktur logam yang dilindungi. Hubungan di atas menunjukkan bahwa penambahan elektron ke struktur
akan
pembentukan hidrogen. Jika
menekan penguraian logam dan meningkatkan laju arus mengalir dari
kutub (+) ke (-), maka struktur
terlindungi. Jika arus memasuki struktur/logam melalui elektrolit, maka sebaliknya. Konvensi arus ini diadopsi dalam teknologi proteksi katodik. Sistem proteksi katodik mensyaratkan adanya anoda, katoda, serta elektrolit yang menghubungkan
keduanya
sehingga membentuk sirkuit listrik. 3. Pile Cap Pada 1 tahun pertama setelah jembatan beroperasi, penurunan yang terjadi pada titik-titik di pile cap harus diamati setiap bulan. Jika terjadi perubahan nilai yang drastis/tiba-tiba, alasan terjadinya penurunan drastis tersebut harus diketahui dan langkah penanggulangan segera diusulkan. Tiga tahun setelah jembatan selesai dibangun, atau setelah perubahan penurunan pondasi menjadi sangat kecil, pengamatan terhadap penurunan pile cap dilakukan setiap 1 tahun sekali dan data-data tersebut harus di simpan. Pada saat air surut terbesar pada setiap musim, beton dari pile cap harus diperiksa. Secara umum pemeriksaan dilakukan secara visual atau dapat juga menggunakan palu kecil yang dipukul-pukulkan ke beton untuk pengetahui apakah ada bagian yang pecah atau lepas. Pemeliharaan dan Perbaikan minor dari Pile cap adalah sebagai berikut : a. Permukaan pile cap.harus selalu bersih. Kotoran yang ada harus segera dipersihkan b. Jika permukaan beton dari pile cap diatas muka air mengalami erosi, spalling, honeycomb, dan kerusakan lainnya, pengkasaran dan pembersihan harus segera dilakukan dan dilakukan finishing dengan beton atau mortar untuk rnenjamln beton lama dan baru menyatu. Perbaikan dan perkuatan dari pile cap adalah sebagai berikut :
a.
Jika permukaan beton yang berada dibawah muka air mengalami erosi , spalling, honeycomb, dan kerusakan lainnya, pengkasaran harus segera dilakukan pada saat kondisi pasang, dibersihkan dengan air bersih dan dilakukan finishing dengan beton yang cepat mengeras atau mortar untuk menjamin beton lama dan baru menyatu.
b.
Ilka permukaan beton yang berada dibawah muka air mengalami erosi, spalling, honeycomb, dan kerusakan lainnya dengan kedalarnan lebih dari 3 cm dan luas lebih dari 0.5 m2,
pengkasaran harus segera dilakukan pada saat kondisi pasang,
dibersihkan dengan air bersih, anyaman tulangan segera dipasang dan dilakukan finishing dengan beton yang cepat mengeras atau mortar untuk menjamin beton lama dan baru menyatu. c.
Jika pile cap mengalami retak yang melebih batasan di bawah, penyebab dari retak tersebut harus diketahui dan langkah penangan harus segera dilakukan.
3.3.5
Perawatan dan Pemeliharaan pada Struktur Atas Jembatan Pelengkung Baja
1. Dek Beton Pelat dek beton harus diperiksa terhadap potensi keretakan yang dapat terjadi di permukaan dan di bagian bawah. Pemeriksaaan keretakan yang dilakukan meliputi lebar, panjang, posisi, kepadatan dan kemungkinan daerah retak pada arah longitudinal. Jika diperlukan, beberapa bagian dari lapisan permukaan harus dikupas untuk tujuan observasi. Kerusakanyang mungkin terjadi pada dek beton jembatan adalah sebagai berikut: a. Retak arah longitudinal b. Retak arah melintang c. Adanya bagian beton yang terpisah, rusak dan keropos d. Karat besi tulangan dalam beton e. Perubahan bentuk (deformasi) material beton
DAFTAR PUSTAKA -
Dewi, Sri Murni. 2006. Jembatan Baja. Malang: Bargie Media.
-
Supriyadi, Bambang dan Muntohar, Agus S. 2007. Jembatan. Yogyakarta.
-
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CCkQFjAC&u rl=http%3A%2F%2Fdesy.lecture.ub.ac.id%2Ffiles%2F2012%2F04%2FBab-2.-Perencanaandan-KomponenJembatan1.pdf&ei=XJtjVb79Fs2puQScj4OICg&usg=AFQjCNEWzVNTq51pfpj404Kox1_SNEBDJ g&sig2=35QSPLUypkV7wf4bYAH0EA&bvm=bv.93990622,d.c2E&cad=rja
-
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ved=0CDYQFjAE& url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id%2F33984%2F8%2F1873_CHAPTER_V.pdf&ei=XJtjVb 79Fs2puQScj4OICg&usg=AFQjCNEYoBtx-bzPhyMl6CrFGcbGg2DXw&sig2=65M2KxEqtrDqmEiexYSUNQ&bvm=bv.93990622,d.c2E&cad=rja