BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah evidence dimulai pada tahun 1970 ketika Archie Cochrane menegaskan perlunya mengevaluasi pelayanan kesehatan berdasarkan bukti-bukti ilmiah (scientific evidence). Sejak itu berbagai istilah digunakan terkait dengan evidence base, diantaranya evidence base medicine (EBM), evidence base nursing (EBN), dan evidence base practice (EBP). Evidence Based Practice (EBP) merupakan upaya untuk mengambil keputusan klinis berdasarkan sumber yang paling relevan dan valid. Oleh karena itu EBP merupakan jalan untuk mentransformasikan hasil penelitian ke dalam praktek sehingga perawat dapat da pat meningkatkan menin gkatkan “quality “qu ality of care” terhadap pasien. Selain itu implementasi EBP juga akan menurunkan biaya perawatan yang memberi dampak positif tidak hanya bagi pasien, perawat, tapi juga bagi institusi pelayanan kesehatan. Sayangnya penggunaan bukti-bukti riset sebagai dasar dalam pengambilan keputusan klinis seperti seorang bayi yang masih berada dalam tahap pertumbuhan. Evidence-Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. Selama ini, khususnya dalam keperawatan, seringkali ditemui praktik-praktik atau intervensi yang berdasarkan “biasanya juga begitu”. begitu”. Sebagai contoh, penerapan kompres dingin dan alkohol bath masih bath masih sering digunakan tidak hanya oleh masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan, dengan asumsi dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat, sedangkan penelitian terbaru mengungkapkan bahwa penggunaan kompres hangat dan teknik tepid sponge meningkatkan efektifitas penggunaan kompres dalam menurunkan suhu tubuh. Merubah sikap adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan mungkin hal yang sia-sia. Orang tidak akan bisa merubah adat orang lain, kecuali orang-orang di dalamnya yang merubah diri mereka sendiri. Tetapi meningkatkan kesadaran, dan masalah kesehatan di masyarakat, akan meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Tentu pelayanan yang paling efektif & efisien menjadi tuntutan sekaligus tantangan besar yang harus di cari problem solving-nya. solving-nya.
1
Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar scientific dalam pengambilan
keputusan
klinis
sehingga
intervensi
yang
diberikan
dapat
dipertanggungjawabkan. Sayangnya pendekatan evidence base di Indonesia belum berkembang termasuk penggunaan hasil riset ke dalam praktek. Tidak dapat dipungkiri bahwa riset di Indonesia hanya untuk kebutuhan penyelesaian studi sehingga hanya menjadi tumpukan kertas semata. Nyeri merupakan pengalaman pengalama n kortikal subjektif. Walaupun tidak mungkin bagi bayi untuk menggambarkan pengalaman nyerinya, namun terkait bukti baik dari respon fisiologik dan perilaku bahwa mereka merespon terhadap nyeri dan hal ini menyebabkan distres. Nyeri merupakan salah satu perhatian utama dari orangtua terhadap bayi mereka yang dirawat di perawatan intensif atau menjalani prosedur tertentu. Pada usia gestasi 30 minggu terbentuk mielisasi pada jaras nyeri dan perkembangan sinaps medula spinalis dengan serabut -serabut sensorik pada janin, maka bayi baru lahir dan bayi preterm dapat merasakan nyeri (Lissauer dan Fanaroff, 2009). Nyeri adalah suatu rasa ras a yang tidak nyaman, baik ringan r ingan maupun berat. Menurut The International Association for the Study of Pain
(IASP), nyeri didefinisikan
sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan (Setiyohadi, 2007). Pencegahan nyeri pada bayi seharusnya menjadi tujuan utama bagi perawat atau tenaga medis lainnya, karena seringnya terpapar oleh nyeri yang berulang atau terus menerus akan berpotensi mengakibatkan kerusakan yang serius. kerusakan yang terjadi termasuk adanya perubahan sensitivitas nyeri (akan berakhir pada masa remaja),
kerusakan
syaraf
yang
permanen,
keabnormalan
pada
perilaku,
ketidakmampuan pembelajaran. Bayi yang beresiko tinggi mengalami kerusakan dalam perkembangan syaraf yaitu bayi yang lahir prematur (American Academy of Pediatrics, 2006). Pada bayi nyeri dapat diekspresikan melalui menangis atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe, dikutip dari Wong, 2004). Pada umumnya bayi dapat mengekspresikan rasa nyeri dengan perubahan perilaku seperti perubahan ekspresi wajah, menangis, menangis, dan posisi postural tertentu seperti; menggeliat, menyentak, dan
2
menggapai-gapai (American Academy of Pediatrics, 2006). Masalah nyeri pada bayi merupakan masalah yang kompleks sehingga pengkajian nyeri pada bayi berbeda dengan pengkajian nyeri pada orang dewasa. Pengkajian nyeri pada bayi sering sulit dilakukan karena mereka tidak mampu mengutarakan rasa nyeri dengan kata-kata, sehingga perawat harus memiliki keterampilan yang spesifik khususnya dalam mengkaji nyeri pada bayi. Namun sangat sulit untuk membedakan tangisan bayi yang disebabkan dise babkan karena rasa nyeri atau rasa takut, sehingga hal ini berdampak pada proses pengkajian nyeri nyeri pada bayi. Menurut Smetlzer dan Bare (2002) Peran pemberi perawatan pada penanganan nyeri yaitu untuk mengidentifikasi, mengobati penyebab nyeri dan memberikan obat-obatan untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga profesional kesehatan lain tetapi juga memberikan intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi dan bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi tidak efektif. Adapun peran perawat dalam mengkaji nyeyyyri pada bayi yaitu antisipasi, komprehensif dan berkelanjutan dalam penilaian variabel, mampu membedakan antara cemas dan ekspresi nyeri pada bayi prematur, terus berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan, advokasi dan menerapkan pengobatan yang tepat waktu serta efektif saat bayi rewel ; cemas; dan nyeri, evaluasi proaktif tentang rencana perawatan (Gardner and Merenstein, 2002). Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi s angat penting untuk management nyeri yang efektif dan berkualitas dalam perawatan pasien (Patricia, 2011). Berbagai teknik pendekatan atau alat ukur yang paling sering digunakan untuk mengukur respon nyeri pada bayi adalah CRIES, PRS, NIPS, FLACC (Wilson, 2008).
B. Tujuan 1. Tujuan Umum
Mengindentifikasi dan menganalisis EBP dan relevansinya dengan praktek keperawatan 2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui keefektifan terapi musik dan sentuhan pada infant yang mengalami rasa nyeri berhubungan be rhubungan dengan produksi kortisol dan endorfin.
3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. KONSEP EBP
EBP merupakan salah satu perkembangan yang penting pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi, termasuk kedokteran, keperawatan, sosial, psikologi, public health, konseling dan profesi kesehatan dan sosial lainnya (Briggs & Rzepnicki, 2004; Brownson et al., 2002; Sackett et al., 2000). Menurut (Goode & Piedalue, 1999) : Praktik klinis berdasarkan bukti melibatkan temuan pengetahuan dari penelitian, review atau tinjauan kritis. EBP didefinisikan sebagai intervensi dalam perawatan kesehatan yang berdasarkan pada fakta terbaik yang didapatkan. EBP merupakan proses yang panjang, adanya fakta dan produk hasil yang membutuhkan evaluasi berdasarkan hasil penerapan pada praktek lapangan. EBP merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk pengambilan keputusan dalam organisasi pelayanan kesehatan yang terintegrasi di dalamnya adalah ilmu pengetahuan atau teori yang ada dengan pengalaman dan bukti-bukti nyata yang baik (pasien dan praktisi). EBP dapat dipengaruh oleh faktor internal dan external serta memaksa untuk berpikir kritis dalam penerapan pelayanan secara bijaksana terhadadap pelayanan pasien individu, kelompok atau system (newhouse, dearholt, poe, pough, & white, 2005). Clinical Based Evidence atau Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan yang teliti dan bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasis bukti) yang berhubungan dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untuk menuntun pengambilan keputusan dalam proses perawatan (Titler, 2008). EBP merupakan salah satu perkembangan yang penting pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi, termasuk kedokteran, keperawatan, sosial, psikologi public health, konseling dan profesi kesehatan dan sosial lainnya (Briggs & Rzepnicki, 2004; Brownson et al., 2002; Sackett et al., 2000). EBP menyebabkan terjadinya perubahan besar pada literatur, merupakan proses yang
panjang
dan
merupakan
aplikasi
4
berdasarkan
fakta
terbaik
untuk
pengembangan
dan
peningkatan
pada
praktek
lapangan.
Pencetus
dalam
penggunaan fakta menjadi pedoman pelaksanaan praktek dalam memutuskan untuk mengintegrasikan keahlian klinikal individu dengan fakta yang terbaik berdasarkan penelitian sistematik. Beberapa ahli telah mendefinisikan EBP dalam keperawatan sebagai : 1) Penggabungan bukti yang diperoleh dari hasil penelitian dan praktek klinis ditambah dengan pilihan dari pasien ke dalam keputusan klinis (Mulhall, 1998). 2) Penggunaan teori dan informasi yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian secara teliti, jelas dan bijaksana dalam pembuatan keputusan tentang pemberian asuhan keperawatan pada individu atau sekelompok pasien dan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan dari pasien tersebut (Ingersoll G, 2000).
B. KONSEP PRAKTIK KEPERAWATAN
Keperawatan adalah fungsi unik dari perawat membantu individu sakit atau sehat dalam melaksanakan segala aktivitasnya untuk mencapai kesehatan atau untuk dunia dengan tenang yang dapat dapat ia lakukan sendiri tanpa bantuan apabila cukup kekuatan, harapan dan pengetahuan (Virginia Handerson, 1958) Perawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif serta di tujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yg mencakup seluruh siklus kehdpan manusia (Lokakarya keperawatan Nasional 1986). Praktik keperawatan berarti membantu individu atau kelompok dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan dengan mengkaji status, menentukan diagnosa, merencanakan dan mengimplementasi strategi keperawatan untuk mencapai tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan dan pengobatan (National Council of State Board of Nursing/NCSBN) Praktik keperawatan profesional tertuang juga dlm Nurse Practice Art New York 1972 Praktik keperawatan terdapat dalam American Nursing Association/ANA).
5
C. EBP DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN diseminasi (Jones & Bartlett, 2004; Bernadette Mazurek Melnyk, 2011).
1) Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan berdasarkan fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien. 2) Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung “pemberian perawatan berdasarkan fakta”. 3) Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP. 4) Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan. 5) Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek, penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan. 6) Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi yang berkelanjutan. 7) Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi pada klien dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam tindakan diharapkan perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status kesehatan.
D. NYERI 1. Definisi Nyeri
Menurut Nelson (2012) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman subjektif yang meliputi komponen sensorik maupun emosional. International Association for the Study of Pain di dalam buku NANDA (2012) menjelaskan bahwa nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan. Beberapa pendapat lain juga menjelaskan tentang definisi nyeri diantanya Muttaqin (2008) mengatakan bahwa nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Sedangkan nyeri menurut Kozier (2009) adalah sensasi yang
6
tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat diungkapkan kepada orang lain. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan nyeri adalah suatu pengalaman sensorik maupun emosional yang sangat individual dan tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan jaringan. 2. Patofisiologi Nyeri
Guide to Physical Therapist Practice menyatakan nyeri adalah sensasi yang mengganggu yang disebabkan penderitaan atau sakit. Sejak awal tahun 1980, pemahaman fetus dan bayi baru lahir dapat merasakan nyeri meningkat. Nyeri pada bayi baru lahir merupakan suatu hal komplek yang berasal dari perbedaan sumber dan tipe nyeri yang mempengaruhi berbagai reseptor dan mekanisme yang berhubungan dengan sistem syaraf. Pada usia gestasi 20 sampai 24 minggu jumlah dan tipe nosiseptor perifer telah sama dengan dewasa sehingga densitas nosiseptor bayi per satuan luas kulit lebih tinggi dibanding dewasa. Mielinisasi yang belum sempurna baik pada serat saraf A delta dan C di perifer maupun saraf spinalis pernah diajukan sebagai dasar pendapat bahwa neonatus tidak merasakan nyeri. Namun pada orang dewasa impuls nyeri juga paling banyak dibawa oleh serat C yang tidak bermielin dan serat A yang bermielin tipis Mielinisasi dan maturasi susunan saraf dapat dilihat pada gambar 2.1.
7
Gambar 2.1. Skema diagram perkembangan persepsi sensori kulit , mielinisasi jalur nyeri, maturasi neokorteks dan pola EEG pada fetus dan neonates
Setelah suatu stimulus nyeri, impuls dari serabut saraf aferen akan diteruskan ke korda spinalis yang dapat menyebabkan spasme otot sehingga timbul withdrawal reflex. Sensitisasi sentral dapat terjadi pada korda spinalis imatur. Stimulasi reseptor N methyl D-aspartate (NMDA) akan meningkatkan eksitabilitas neuron di sekitarnya (wind-up phenomena). Hal ini akan menyebabkan bayi mengalami penurunan ambang nyeri (hiperalgesia) dan peningkatan respons nyeri jaringan sekitar (alodynia). Pada daerah yang mengalami nyeri terjadi pertumbuhan jumlah saraf sensoris baru (hiperinervasi). Hiperinervasi akan lebih nyata dan lebih lama bila terjadi pada periode perkembangan awal dibandingkan apabila terjadi pada usia yang lebih dewasa. Bayi baru lahir telah mampu mensekresi katekolamin dan kortisol pada keadaan stres. Peningkatan kadar kortisol setelah suatu stimulus nyeri juga terlihat di saliva. Bahkan janin dalam kandungan yang mengalami prosedur invasif menunjukkan peningkatan kadar kortisol dan beta-endorfin. Perubahan fisiologi dan biokimia yang terjadi memungkinkan respon nyeri diukur secara obyektif. 3. Respon Nyeri
Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa respon yang muncul akibat nyeri pada bayi: a. Perubahan fisiologis Peningkatan : denyut jantung, tekanan darah, respirasi rate (RR), konsumsi oksigen , mean airway pressure, tonus otot, tekanan intracranial b. Perubahan prilaku Perubahan ekspresi wajah : gerakan berulang-ulang ( grimacing ), screwing up of eyes, hidung mengembang/melebar, deep nasolobial groove, lidah melengkung, dagu bergetar
8
c. Perubahan biokimia Peningkatan
pelepasan
:
kortisol,
katekolamin,
glucagon,
hormone
pertumbuhan, renin, aldosteron, ADH, penurunan sekresi insulin d. Perubahan autonomik Midriasis, berkeringat, kemerahan, pucat. Pergerakan tubuh e. Mengatupkan jari-jari, postur tubuh tidak beraturan, writhing, arching of back, head banging 4. Mengukur Skala Nyeri
Respon fisiologis dan perilaku merupakan indikator yang sangat sensitif namun tidak spesifik. Respon tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan bayi sesaat sebelum nyeri dirasakan, apakah bayi tidur atau terjaga, berapa lama setelah makan, usia gestasi.Meskipun demikian penilaian respon fisiologis dan perilaku tetap merupakan metode yang paling mudah dan dapat diandalkan untuk menilai tingkat nyeri pada neonatus. Penggunaan suatu skala nyeri pada berbagai jurnal menunjukkan bahwa skala nyeri tersebut merupakan skala nyeri yang sahih. American Academy of Pediatrics menyatakan PIPP, NFCS, CRIES, NIPS sebagai skala nyeri yang dapat diandalkan. Premature Infant Pain Profile merupakan skala nyeri yang banyak digunakan pada bayi usia nol sampai tiga bulan, baik bayi kurang bulan maupun cukup bulan. Premature Infant Pain Profile memiliki tujuh indikator yang merupakan skala nyeri multidimensional karena menilai parameter fisiologis, perilaku, dan usia gestasi. Nilai PIPP berkisar antara nol sampai 21 yaitu kurang dari enam menunjukkan tidak nyeri atau nyeri minimal, nilai antara tujuh sampai 12 menunjukkan nyeri sedang, dan nilai lebih dari 12 menunjukkan nyeri hebat yang biasanya membutuhkan intervensi farmakologi dan non-farmakologi. Nilai tertinggi untuk bayi kurang bulan yaitu 21 dan untuk cukup bulan. Cara melakukan penilaian skala nyeri PIPP yaitu pertama dengan menentukan usia gestasi, kemudian nilai tahapan perilaku 15 detik sebelum prosedur invasif dimulai, dicatat data dasar laju jantung dan saturasi oksigen. Observasi bayi selama 30 detik setelah prosedur invasif, jumlahkan seluruh skor perubahan ekspresi wajah dan parameter fisiologis.
9
Proses
Indikator
0
Deskripsi nyeri 1 2 32 minggu – 28minggu – 35 minggu 31 minggu 6 hari 6 hari
3
Usia Gestasi
>36 minggu
Tahapan perilaku
Aktif/bang un, mata terbuka, ada gerakan wajah
Tenang/terban gun, mata terbuka, tidak ada gerakan wajah
Aktif/tertidur mata tertutup, ada gerakan wajah
Laju jantung maksimal
Meningkat 0-4 denyut per menit
Meningkat 5-14 denyut per menit
Meningkat 15 - 24 denyut per menit
Tenang/terti dur, mata tertutup, tidak ada gerakan wajah Meningkat > 25 denyut per menit
Saturasi oksigen minimal
Turun 0 - 2,4 %
Turun 2,5 - 4,9 %
Turun 5 - 7,4 %
Turun > 7,5 %
-
Observasi bayi setelah 30 detik
Kerutan dahi
Tidak ada (< 9% waktu observasi)
Minimal (1039% waktu observasi)
Sedang (4069% waktu observasi)
Maksimal (> 70% waktu observasi)
-
Observasi bayi setelah 30 detik
Mata tertutup rapat
Tidak ada (< 9% waktu observasi)
Minimal (1039% waktu observasi)
Sedang (4069% waktu observasi)
Minimal (1039% waktu observasi)
Sedang (4069% waktu observasi)
Skor 15 detik sebelum mulai
Rekam rerata laju jantung: Evaluasi bayi setelah 30 detik Rekam rerata oksigen saturasi Evaluasi bayi setelah 30 detik
Tidak ada Observasi bayi (< 9% setelah 30 detik waktu observasi) Premature Infant Pain Profile (PIPP) Lipatan nasolabial mendalam
< 28 minggu
Nilai
Maksimal ( > 70% waktu observasi) Maksimal ( > 70% waktu observasi)
5. Manajemen Nyeri
Terdapat berbagai tindakan non farmakologi yang dapat dilakukan seorang perawat untuk mengurangi nyeri yang diderita anak. Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa macam tehnik nonfarmakologik yang dapat diberikan pada anak untuk mengurangi nyeri. Dalam Penelitiannya Derebent et al. (2008), yang berjudul NonPharmacological Pain Management In Newborn
10
-
-
-
-
-
dijelaskan tentang beberapa strategi nonfarmakologis untuk mencegah atau mengurangi nyeri pada bayi baru lahir, yaitu : a. Pengaturan Posisi Perubahan atau pengaturan posisi bayi membuat bayi merasa lebih nyaman. Posisi telungkup mengurangi nyeri dan stres setelah dilakukan prosedur invasif dan mempertahankan stabilitas b. Stimulasi olfaktori dan multisensory 1. Kangaroo Care dan sentuhan ibu Penelitian terhadap 74 neonatus preterm dengan masa gestasi lebih dari 32 minggu menjelaskan bahwa kangaroo care menyebabkan penurunan respon nyeri, yang diukur dengan menggunakan Prematur Infant Pain profile (PIPP). Sebuah meta-analisis menggambarkan bahwa efek pencegahan nyeri terbesar terjadi dengan adanya “ketenangan ibu” jika dibandingkan dengan pelukan dan pengaturan posisi 2. Pijatan Gerakan
teratur
dan
berulang-ulang
memiliki
pengaruh
dalam
menurunkan nyeri dengan cara menenangkan dan mengurangi tangisan 3. Non-nutritive dan nutritive sucking Non-nutritive sucking adalah meletakkan pacifier pada mulut bayi untuk meningkatkan perilaku penghisapan tanpa ASI atau susu formula. Sebagai akibat dari non-nutritive sucking, mereka menjadi lebih tenang dan
perhatian,
dan
menangis
berkurang.
Penggunaan
metode
penghisapan menyebabkan peningkatan pelepasan serotonin yang secara langsung maupun tidak langsung menurunkan transmisi stimulus nyeri. Non-nutritive sucking pada pacifier atau pada kain wool juga menghasilkan penurunan yang signifikan pada denyut jantung 4. Pemberian pemanis oral Gula atau pemanis oral lainnya yang digunakan sendiri atau bersamaan dengan pacifier menurunkan nyeri yang disebabkan oleh prosedur yang menimbulkan nyeri pada bayi baru lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. (2004),
pada 32 bayi preterm menemukan bahwa
pemberian pemanis oral efektif untuk mengurangi nyeri, yang diukur
11
dengan instrument PIPP untuk bayi yang usia gestasinya kurang dari 31 minggu. Penggunaan pemanis oral mengurangi respon psikologis dan prilaku yang dicetuskan oleh stimulus nyeri pada bayi baru lahir. Beberapa penelitian merujuk pada penggunaan sukrosa, dengan sedikit menekan pemanis yang lain, misalnya dextrose. Steven et al. (2010), melakukan penelitian secara random kepada bayi baru lahir yang menjalani prosedur penusukan vena. Penelitian ini mengevaluasi bayi baru lahir yang berusia lebih dari 28 hari yang mendapatkan sukrosa oral menurunkan denyut jantung, panjang tangisan, ekspresi nyeri pada wajah pada bayi cukup bulan dan kurang bulan. Skor pada PIPP, sebuah referensi skala multidimensi yang digunakan untuk mengevaluasi nyeri karena prosedur pada neonatus, diketemukan untuk menurunkan 2 poin dengan penggunaan pemanis. Anand et al. (2007), melaporkan bahwa 1 ml dari 24 % sukrosa, seperti dextrose, susu ibu, dan pemanis buatan sangat efektif dalam menurunkan nyeri karena prosedur pada bayi baru lahir dan subtansi ini bekerja secara sinergis dengan nonnutritive suction. The American Academy of Pediatrics dan Canadian Pediatric Society merekomendasikan pemberian 0.05-0,5 ml dari sukrosa secara oral 1-2 menit sebelum prosedur untuk mengurangi nyeri pada neonatus. 5. Menyusui ASI memiliki manfaat nutrisi, immonologis dan fisiologis dibandingkan dengan susu formula atau susu jenis lainya (PONEK, 2008). ASI memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan ba yi. ASI memiliki efek analgesik yang dapat mengurangi nyeri pada bayi baru lahir. Penelitian yang mengevaluasi efektifitas menyusui dengan ASI dalam menurunkan nyeri menunjukkan hasil bahwa menyusui merupakan tindakan yang mudah diimplementasikan dan intervensinya sangat aman dalam menurunkan nyeri akut pada bayi. Pengecapan dan rasa yang didapat saat ASI diduga menurunkan nyeri. Didalam 2 mL ASI mengandung lemak, kompomen-kompomen protein, Zat-zat yang manis,
12
dimana semuanya dapat menerunkan nyeri pada bayi, baik pada manusia maupun binatang, dan secara spontan mengeliminasi tangisan yang mendasari mekanisme ini adalah rasa menginduksi analgesik melalui jalur opiad dan memblok nyeri aferen pada tingkat spinal 6. Menurunkan stimulus lingkungan Stimulus seperti cahaya yang terang dan suara bising dapat menyebabkan peningkatan stimulasi pada bayi baru lahir. mengurangi stimulus lingkungan dapat menenangkan bayi dan secara tidak langsung mengurangi nyeri. 7. Musik Terapi musik dapat mengatasi stres pada bayi dan anak-anak setelah diputarkan musik yang menenangkan dan lembut pada mereka, setidaknya selama 20-30 menit, tetapi lebih lama lebih baik (Aizid, 2011). Beberapa cara kerja musik sehingga dapat mempengaruhi kondisi tubuh, antara lain : a) Menurunkan hormon-hormon yang berhubungan dengan stres; b) Mengalihkan perhatian seseorang dari rasa takut, cemas, tegang dan masalah sehari-hari lainnya; c) Mengaktifkan hormon endorfin (semacam protein yang dihasilkan di dalam otak dan berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit); d) Meningkatkan perasaan rileks; e) Menyediakan “liburan mental mini” yang bahkan dapat membawa pikiran seseorang menjauh dari rasa sakit fisik selama periode waktu tertentu; f) Secara fisiologis memperbaiki sistem kimia tubuh, sehingga mampu menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak (Aizid, 2011). Tanpa mempertimbangkan tipe musik, efek positif terhadap respon nyeri banyak sekali dipaparkan, seperti membuat denyut nadi lebih teratur dan frekuensinya menurun, menenangkan secara psikologis, dan peningkatan saturasi oksigen. Musik menurunkan respon nyeri jika dikombinasikan
13
dengan non-nutritive sucking yang ditunjukkan oleh Neonatal Infant Pain Scale. 8. Menyelimuti bayi Penelitian menjelaskan bahwa memfasilitasi untuk menyelimuti bayi merupakan intervensi pencegahan/penurunan nyeri yang efektif. Dengan menyelimuti bayi, maka akan menurunkan denyut nadi. Pada penelitian terhadap 40 bayi preterm yang diinkubator dan terpasang ventilator dengan usia gestasi antara 23 sampai 32 minggu, menyelimuti bayi selama tindakan penghisapan endotrakeal dapat mencapai penurunan nyeri yang signifikan.
E. BAYI PREMATUR 1. Definisi Bayi Prematur
Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). The American Academy of Pediatric, mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur. Bayi prematur adalah bayi yang lahir di bawah dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2.500 gram (Manuaba, 2008). Bayi prematur merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2008). Bayi prematur adalah bayi yang lahir setelah 24 minggu dan sebelum 37 minggu kehamilan, dengan berat badan 2500 gram atau kurang saat lahir, terlepas dari usia kehamilan tepat atau dibawah 37 minggu (Brooker, 2008). Secara patofisiologis menurut Nelson (2010), bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
14
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bayi prematur adalah bayi lahir hidup yang usia kehamilannya kurang dari 37 minggu dengan berat badan bayi lahir di bawah 2500 gram 2. Penyebab Kelahiran Bayi Prematur
Faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur diantaranya: 1) Faktor ibu yaitu riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidromion, penyakit jantung /penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma, kebiasaan, yaitu pekerjaan yang melelahkan, merokok (Prawirohardjo, 2006). 2) Faktor janin yaitu : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramion, ketuban pecah dini cacat bawaan dan infeksi (Prawirohardjo, 2006). 3) Faktor Plasenta: Kelahiran prematur yang disebabkan oleh faktorplasenta meliputi: plasenta previa, dan solutio plasenta (Surasmi,Handayani, dan Kusuma, 2003). 4) Faktor Khusus : serviks inkompeten Persalinan prematur berulang, overistensi uterus, kehamilan ganda, kehamilan dengan hidramnion (Manuaba et al, 2007) 5) Terjadi produksi prostaglandin. Secara anatomis kutub bawah persambungan selaput janin dengan desidua yang menutupi koralis servikalis tersambung dengan vagina. Meskipun demikian susunan anatomis ini menyediakan jalan masuk bagi penyebaran mikroorganisme ke dalam jaringan intrauteri dan kemudian menginvasi kantomh amnion. Mikroorganisme ini menginduksi pembentukan sitokinin yang memicu produksi prostaglandin dan mendorong terminasi kehamilan lebih dini (Cunningham, 2006). 6) Terjadi pada wanita multipara, karena adanya jaringan parut uterus akibat kehamilan dan persalinan sebelumnya (berulang). Yang menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup uterus lebih luas. Plasenta yang melekat tidak adekuat ini mengakibatkan isoferitin yang merupakan protein hasil produki sel limfosils T untuk menghambat reaktivitas uterus dan melindungi buah
15
kehamilan diproduksi sediki. Sehingga dengan keadaan demikian risiko untuk mengalami persalinan prematur menjadi lebih besar (Raymond, 2006). 7) Wanita yang pernah melahirkan lebih dari 1 kali atau yang termasuk paritas tinggi mempunyai risiko lebih tinggi mengalami partus prematur karena menurunnya fungsi alat reproduksi dan meningkatkan pula risiko terjadinya perdarahan antepartum yang dapat menyebabkan terminasi kehamilan lebih awal (Saifudin, 2008). 3. Klasifikasi Bayi Prematur
Usia kehamilan normal bagi manusia adalah 40 minggu. Menurut World Health Organization (WHO), usia kehamilan pada bayi yang baru lahir dikategorikan menjadi prematur, normal, dan lebih bulan. Kelahiran prematur terjadi sebelum 37 minggu usia kehamilan dan bisa dibagi menjadi 3. Usia kehamilan ini dihitung dari hari pertama setelah siklus menstruasi terakhir (Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005). Bayi prematur diklasifikasikan dalam tiga golongan, antara lain: 1) Bayi Derajat Prematur di Garis Batas (Border Line Prematur) Berat badan bayi 2500 gr dengan masa gestasi 37 minggu. Masalah yang sering muncul pada golongan ini adalah adanya ketidakstabilan tubuh, kesulitan menyusu, ikterik, respiratory distress syndrome (RDS) mungkin muncul. Lipatan pada kaki sedikit, payudara lebih kecil, lanugo banyak, dan genitalia kurang berkembang. 2) Bayi Prematur Sedang (Moderately Prematur) Masa gestasi antara 31 – 36 minggu dengan berat badan 1500 – 2500 gram. Masalah yang biasa muncul dalam golongan ini adalah adanya ketidakstabilan tubuh, pengaturan glukosa, RDS, ikterik, anemia, infeksi, kesulitan menyusu. Seperti pada bayi prematur di garis batas tetapi lebih parah, kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang tampak. 3) Bayi Sangat Prematur (Extremely Prematur) Masa gestasi antara 24 – 30 minggu dengan berat badan berkisar antara 500-1400 gram. Hampir semua bayi prematur dalam golongan ini memiliki masalah komplikasi yang berat. Ukuran kecil dan tidak memiliki lemak, kulit sangat tipis, dan sering kali kedua matanya masih berdempetan.
16
4. Penatalaksanaan Bayi Prematur
Menurut Hariati (2010) bayi yang lahir prematur memerlukan perawatan yang lebih intensif karena bayi prematur masih membutuhkan lingkungan yang tidak jauh berbeda dari lingkungannya selama dalam kandungan. Oleh karena itu, di rumah sakit bayi prematur akan mendapatkan perawatan sebagai berikut: 1) Pengaturan suhu Bayi prematur sangat cepat kehilangan panas badan atau suhu tubuh bahkan dapat juga terjadi hipothermia, karena pusat pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan baik. Oleh karena itu bayi dirawat dalam inkubator. Inkubator dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban agar bayi dapat mempertahankan suhu normal. Suhu inkubator untuk bayi kurang dari 2000 gram adalah 35˚C dan untuk berat 2000-2500 gram maka suhunya 34˚C agar bayi dapat mempertahankan suhunya sampai 37˚C (Prawirohardjo, 2006). 2) Pencegahan infeksi Bayi prematur sangat rentan terhadap infeksi karena kadar immunoglobulin yang masih rendah, aktifitas bakterisidial neutrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah, fungsi imun belum dapat mengidentifikasi infeksi secara aktual. Bayi akan mudah menghadapi infeksi terutama infeksi nosokomial (Manuaba, 2008). Perawatan umum yang biasa dilakukan
adalah
tindakan
aseptik,
mempertahankan
suhu
tubuh,
membersihkan jalan nafas perawatan tali pusat dan memberikan cairan melalui infus. 3) Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi Bayi Prematur Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi diantaranya menentukan pemilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian sesuai dengan kebutuhan pada bayi prematur. Susu adalah sumber nutrisi yang utama bagi bayi. Selama belum bisa mengisaplly dengan benar, minum susu dilakukan dengan menggunakan pipet atau melalui enteral (Manuaba, 2007). Reflek hisap pada bayi prematur belum sempurna, kapasitas masih kurang disamping itu kebutuhan protein 35 g/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari) agar berat badan bertambah. Jumlah ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Sebelum pemberian minum pertama
17
harus dilakukan pengisapan cairan lambung. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus dan mencegah muntah. Permulaan cairan diberikan sekitar 50 – 60 ml/kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 ml/kg BB/hari (Prawirohardjo, 2006) 4) Penimbangan berat badan Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi yang berhubungan dengan daya tahan tubuh. Pemantauan dan monitoring harus dilakukan secara ketat (Prawirohardjo, 2006). Setiap bayi yang lahir akan ditimbang berat badannya. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang menggambarkan komposisi tubuh bayi secara keseluruhan mulai dari kepala, leher, dada, perut, tangan, dan kaki. Berat badan yang rendah saat lahir menunjukkan kondisi bayi yang kurang sehat. 5) Membantu beradaptasi Perawatan di rumah sakit pada bayi yang tidak mengalami komplikasi bertujuan membantu bayi beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah suhunya stabil dan memenuhi kriteria pemulangan biasanya sudah dibolehkan dibawa pulang. Beberapa Rumah Sakit yang menggunakan patokan berat badan untuk pemulangan bayi prematur, sebagai contoh bayi prematur diperbolehkan pulang jika berat minimal 2 kg atau 2000 gram (Maulana, 2008). 6) Pemberian Oksigen Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius bagi bayi prematur yang dikarenakan tidakadanya surfaktan. Kadar oksigen yang tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Manuaba, 2009). 7) Bantuan pernapasan Segera setelah lahir jalan napas orofaring dan nasofaring dibersihkan dengan isapan yang lembut. Pemberian terapi oksigen harus hati-hati dan diikuti dengan pemantauan terus menerus tekanan oksigen darah arteri antara 80-100 mmHg. Untuk memantau kadar oksigen secara rutin dan efektif dapat digunakan elektroda oksigen melalui kulit (Surasmi, Handayani, dan Kusuma 2003). 8) Mengkaji kesiapan untuk intervensi terpilih yaitu beri stimulasi bila perlu pada status bayi dan kesiapannya, dorong fleksi pada posisi telentang dengan menggunakan gulungan selimut, berikan bayi pembatas tubuh melalui
18
pembedongan atau menggunakan gulungan selimut pada tubuh dan kakinya (Straight, Barbara R 2005).
F. ENDORPHIN
Endorfin (endorphine) berasal dari kata “endogenous” dan “morphine” yang merupakan molekul protein yang diproduksi sel-sel dari sistem saraf dan beberapa bagian tubuh yang berguna untuk bekerja bersama reseptor sedatif untuk mengurangi rasa sakit. Reseptor analgesik ini diproduksi di sumsum tulang belakang (spinal cord) dan ujung saraf (Aprilia dan Ritchmond, 2011). Endorphin merupakan polipeptida yang terdiri dari 30 unit asam amino. Opioidopioid hormon-hormon penghilang stres, seperti kortikotrofin, kortisol, dan kotekolamin (adrenalin-noradrenalin) yang dihasilkan tubuh untuk mengurangi stres dan menghilangkan rasa nyeri (Aprilia dan Ritchmon, 2011). Aprilia (2010) menyatakan bahwa tubuh menghasilkan sedikitnya 20 endorphin yang berbeda manfaat dan kegunaannya. Beta-endorphin muncul sebagai endorphin yang berfungsi memberikan pengaruh paling besar di otak dan tubuh selama latihan. Beta-endorphin juga merupakan satu jenis hormon peptida yang dibentuk sebagian besar oleh tyrosine, yaitu salah satu asam amino. Aprilia dan Ritchmond (2011) berpendapat bahwa endorfin memiliki struktur yang molekularnya sangat serupa dengan morfin, hanya dengan kekayaan kimia yang berbeda. Berikut ini kegunaan endorfin, yaitu : 1) Mengendalikan rasa sakit yang presisten dan menetap. 2) Mengendalikan potensi kecanduan terhadap coklat. 3) Mengendalikan perasaan frustasi dan stres. 4) Mengatur produksi dari hormon pertumbuhan dan seks. 5) Mengurangi gejala-gejala akibat gangguan makan. Karena endorphin adalah hormon alami yang diproduksi tubuh manusia, maka endorphin adalah penghilang rasa sakit yang terbaik. Endorphin dapat diproduksi tubuh secara alami disaat tubuh melakukan aktivitas seperti medikasi, pernapasan dalam, makan makanan pedas, atau menjalani akupunktur dan chiropractic (pengobatan alternatif). Walaupun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai endorphin, tapi endorphin dipercaya mampu memproduksi empat kunci bagi tubuh
19
dan pikiran, yaitu meningkatkan sistem kekebalan tubuh/imunitas, mengurangi rasa sakit, mengurangi stres, dan memperlambat proses penuaan (Aprilia, 2010).
G. HORMON KORTISOL
Kortisol adalah hormon steroid dari golongan glukokortikoid yang umumnya diproduksi oleh sel di dalam zona fasikulata padam kelenjar adrenal sebagai respon terhadap stimulasi hormon ACTH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis Cortisol merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Hormon ini dikeluarkan saat terjadi respon terhadap ACTH (adrenocorticotopric hormone) yang diproduksi oleh kelenjar pituitary dekat otak. Adrenocorticotropic hormone menstimulasi sekresi hormon oleh adrenal cortex. Cortisol adalah hormon utama yang berpengaruh pada saat stress dan respon “fight-or-flight”. Respon ini merupakan respon alami dan protektif terhadap serangan atau bahaya tertentu dalam tubuh. Beberapa jenis respon fisik yang disebabkan oleh cortisol dan level adrenal yang meningkat, menghasilkan energi dan kekuatan baru. Saat respon “fight-or-flight” terjadi, cortisol berperan untuk menekan fungsi tubuh yang tidak perlu atau yang melawan respon “fight-or-flight”. Seseorang dapat mengalami denyutan jantung yang cepat, mulut kering, sakit perut, diare, dan kepanikan. Cortisol juga menekan proses pertumbuhan, pencernaan dan proses reproduksi, serta respon sistim imun. Tes cortisol berfungsi untuk mengukur kadar cortisol dalam darah. Cortisol adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal. Kelenjar tersebut berada di
20
ginjal bagian atas. Tes kadar cortisol ini juga disebut (Rumohorbo Hotma, 1999).
21
tes serum cortisol.
BAB III PEMBAHASAN DAN APLIKASI TEORI
A. PEMBAHASAN JURNAL 1. Judul
Effect Of Combined Music And Touch Intervention On Pain Response And Β Endorphin And Cortisol Concentrations In Late Preterm Infant (Efek Gabungan Musik Dan Intervensi Sentuh Pada Respon Nyeri Dan Konsentrasi Endorphin Dan Kortisol Pada Bayi Prematur Akhir) 2. Penulis
Jie Qiu1†, Yun-fei Jiang2†, Fang Li1, Qian-hong Tong1, Hui Rong1 and Rui Cheng1* 3. Tahun
2017 4. Tempat
NICU of Children’s Hospital of Nanjing Medic al University 5. Latar Belakang
Bayi dengan kelahiran prematur menjalani banyak prosedur standar yang memberikan rasa nyeri. Bayi memiliki rasa sensitive yang lebih dibandingkan dengan orang dewasa. Tindakan yang berulang dengan meninggalkan rasa nyeri dapat mengakibatkan efek yang buruk. Efek jangka pendek yaitu bayi menangis berlebihan, tersedak, muntah serta efek jangka panjang akan mengakibatkan kelainan neuroanatomical dan kelainan perilaku. Namun, perawatan nyeri di NICU belum memadai. Bahkan, banyak dokter yang enggan untuk menggunakan obat analgesik seperti antiinflammatories nonsteroid atau acetaminophen di NICU karena efektivitas obat-obatan ini belum terbukti atau karena efek samping yang potensial dalam jangka pendek (misalnya, ileus atau apnea yang diinduksi oleh opioid)atau panjang (misalnya, neuroapoptosis yang diinduksi ketamin). Berbagai perawatan nonfarmakologi, termasuk mengisap non-nutrisi baik dengan atau tanpa sukrosa, perawatan lampin atau kanguru, terapi musik, reposisi, stimulasi multisensorial, dapat menyebabkan
22
dan
efek modulasi nyeri pada bayi
prematur karena dapat
mengalihkan perhatian bayi dari rasa sakit, dan dengan
demikian dapat memodifikasi persepsi rasa sakit. Terapi musik dapat membantu mengurangi rasa sakit prosedural pada bayi prematur karena dapat memberikan stimulus pendengaran sehingga mengalihkan persepsi nyeri, dan dapat meniadakan atau mengurangi agen farmakologis. Namun. Intervensi non farmakologi ini bervariasi tergantung dengan keadaan bayi. Seperti bayi yang lebih sering terpapar dengan tindakan prosedural akan mempengaruhi perkembangan di masa kanak-kanak. Kadar kortisol dan
β-endorphin setelah diberikan intervensi juga menjadi
indikator keefektifan Combined Music And Touch ( CMT) yang dapat mengurangi rasa nyeri pada bayi prematur. Kortisol mempengaruhi metabolisme, sistem kardiovaskular, dan sistem saraf pusat. Dalam berbagai penelitian, kortisol telah digunakan untuk menilai efek intervensi nonfarmakologis terhadap nyeri pada bayi baru lahir, termasuk sukrosa, posisi kanguru, dan perkembangan perawatan. Ini dilepaskan ketika suatu organisme terkena stres atau rangsangan menyakitkan . 6. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah Combined Music And Touch ( CMT) merupakan metode manajemen nyeri yang efektif untuk bayi prematur selama prosedur yang menyakitkan dilakukan setiap hari di NICU. Peneliti membandingkan konsentrasi kortisol dan β-endorphin antara bayi yang diberi CMT dan bayi yang tidak menerima CMT dengan menggunakan Prematur Skor Profil Nyeri Bayi (PIPP) 7. Metode
Tim peneliti terdiri dari neonatologist, tiga perawat penelitian, seorang ahli perawatan kesehatan anak, dan tiga asisten dengan penelitian dan pengalaman klinis yang luas. Setelah persetujuan diperoleh dari orang tua bayi, bayi-bayi itu secara acak ditugaskan ke grup eksperimen atau kontrol menggunakan tabel angka acak. Bayi dalam kelompok kontrol menjalani prosedur menyakitkan setiap hari tanpa intervensi.
23
Indikator Penilaian : 1) PPIP
adalah alat ukur nyeri
untuk bayi prematur yang
dari tujuh indikator: dua
kontekstual (gestasional usia dan status perilaku), dua fisiologis (denyut jantung dan saturasi oksigen), dan tiga perilaku (alis tonjolan, mata meremas, dan alur nasolabial). Setiap indikator dinilai pada skala 4-point (0-3) untuk maksimal total skor 21 2) Cortisol and konsentrasi β-endorphin
Konsentrasi β-endorphin diketahui menunjukkan ritme sirkadian yang berulang sekali dalam periode 24 jam. Oleh karena itu, sampel darah 2 ml dikumpulkan dari setiap bayi antara 6 dan 7 pagi untuk meminimalkan efek ritme sirkadian. Kortisol dan konsentrasi β-endorphin secara kuantitatif dinilai menggunakan immunoassay electrochemiluminescence yang sangat sensitif (Roche Diagnostics, Mannheim, Jerman) dan analisis modular analyzer (Elecsys Modular Analytics E170; Roche Diagnostics, Tokyo, Jepang).
Kriteria Inklusi :
1. Lahir setelah 72 jam 2. usia kehamilan <37 minggu Kriteria ekslusi:
1. Cedera lahir serius 2. Malformasi serius (terutama di rongga mulut atau telinga luar), 3. Cedera otak parenkim (tingkat IV intraventrikular hemorrhage atau leukomalasia periventrikel 4. Pengobatan dengan analgesik atau sedatif dalam 72 jam penilaian 5. Skrining pendengaran yang gagal. 8. Prosedur
a. Stimulasi audio yaitu dengan menggunakan lagu "Smart Baby Lullaby ” berupa compact disc. Musiknya termasuk lagu pengantar tidur dan lagu anak-anak, yang merupakan lagu sederhana musik dengan nada rendah dan tempo lebih lambat.
24
b. Yang paling tepat tingkat desibel untuk pemutar disk yaitu 55 hingga 65 desibel (dB) menggunakan skala A-tertimbang, diukur menggunakan TES-1351B Sound Level Meter (TES Electrical Electronic Corp, Taipei, Taiwan). c. Volume ini tingkat diimplementasikan untuk memenuhi kriteria yang konsisten dengan pengetahuan terkini tentang perkembangan pendengaran bayi. d. Pemutar disk ditempatkan sekitar 15 hingga 20 cm di atas kepala bayi, yang memungkinkan permainan terus menerus musik dari 5 menit sebelum prosedur eksperimental sampai 30 menit setelah prosedur. e. Intervensi sentuhan protokol (Gentle Human Touch, GHT), mulai dari mulai dari setiap prosedur hingga 10 menit setelah prosedur dan dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya f. Secara singkat, perawat dengan lembut menempatkan tangan kirinya di tangan bayi kepala dengan ujung jarinya beristirahat tepat di atas garis alis dan telapak tangannya menyentuh tangan bayi mahkota. g. Tangan kanannya ditempatkan dengan jempol kanan di bahu kanan bayi (posisi garis tengah) dengan sisa tangan dan jari-jarinya di lengan bayi, di atas siku. h. Kamera video diposisikan untuk jarak dekat wajah. i. Prosedur diulang untuk setiap prosedur yang menyakitkan selama periode pengumpulan data 2 minggu.
9. Hasil Penelitian
25
a) Jumlah dan jenis pengalaman rasa sakit
Secara total, 3707 prosedur yang menyakitkan dilakukan pada 62 neonatus selama rawat inap mereka. Di antara prosedur ini, 1913 dilakukan pada kelompok kontrol dan 1794 dilakukan dalam kelompok eksperimen. Jumlah rata-rata prosedur yang menyakitkan untuk setiap neonatus preterm pada kelompok kontrol adalah 35,5 (kisaran, 18-325). Jumlah rata-rata dalam kelompok eksperimen adalah 29 (kisaran, 14-316). Jumlah rata-rata prosedur yang menyakitkan pada kelompok kontrol lebih tinggi dari pada eksperimen b) PPIP
Skor PIPP rata-rata adalah 11,17 ± 0,91 dan 12,14 ± 0,46 (kontrol vs eksperimental), masing-masing, pada awal rawat inap. Setelah 2 minggu, skor PIPP pada kelompok kontrol telah meningkat secara signifikan (t = 2,573; P <0,05) dan pada kelompok eksperimental telah menurun secara signifikan (t = 2,216; P <0,05). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok di awal. Dua minggu kemudian, kelompok eksperimen memiliki skor yang secara signifikan lebih rendah daripada kelompok kontrol (10,50 ± 0,85 vs 13,00 ± 0,46, masing-masing; P <0,05).
26
c) Konsentrasi Kortisol
Pada kelompok kontrol, konsentrasi kortisol menurun secara signifikan setelah 2 minggu rawat inap (131,00 ± 18,19 vs 237,20 ± 43,86, masing-masing; P <0,05). Selain itu, tidak ada perubahan signifikan yang terjadi pada kelompok eksperimen dari awal rawat inap hingga 2 minggu kemudian (184,60 ± 21,17 vs 162.40 ± 23,58, masing-masing; P> 0,05). Tidak ada perbedaan signifikan yang dicatat antara kedua kelompok baik pada awal rawat inap atau 2 minggu kemudian.
d) β-Endorphin
Konsentrasi β-endorphin meningkat secara signifikan kelompok eksperimen, tetapi tidak dalam kelompok kontrol, setelah 2 minggu (P <0,05). Neonatus dalam eksperimen kelompok memiliki kadar β-endorphin lebih tinggi daripada mereka di kelompok kontrol baik di awal rawat inap (1,64 ± 0,39 vs 1,18 ± 0,09, masingmasing; P <0,05) dan 2 minggu kemudian (2,29 ± 0,74 vs 1,39 ± 0,41, masingmasing; P <0,05)
27
10. Pembahasan
Dalam penelitian ini, peneliti secara acak menetapkan 62 neonatus prematur baik untuk kelompok eksperimen atau kontrol untuk menunjukkan apakah CMT dapat meringankan rasa sakit pasien tersebut di NICU. Bayi dalam kelompok eksperimen menjalani prosedur nyeri setiap hari dengan CMT, sementara mereka dalam kelompok kontrol menjalani prosedur menyakitkan setiap hari tanpa intervensi. Rincian tentang prosedur yang menyakitkan setiap hari, skor PIPP, dan kortisol peredaran darah dan konsentrasi β-endorphin dianalisis pada awal rawat inap dan 2 minggu kemudian. Neonatus prematur dirawat di rumah sakit dalam penelitian ini mengalami ratarata 29,0 hingga 35,5 prosedur menyakitkan selama 2 minggu rawat inap. Di antaranya yaitu prosedur yang terkait dengan aspirasi trakea (misalnya, aspirasi trakea, aspirasi hidung, dan fisioterapi dada) dan kanulasi intravena (misalnya, kanulasi intravena, penghilangan jalur intravena, dan penghapusan adhesif) adalah jenis prosedur nyeri yang paling sering dilakukan pada bayi prematur. Hal ini dikarenakan bayi prematur umumnya memiliki komplikasi seperti kesulitan bernapas dan defek nutrisi. Komplikasi ini menyebabkan sebagian besar neonatus prematur membutuhkan ventilasi, dukungan, dan infus nutrisi parenteral yang berkepanjangan. Dengan demikian, jumlah prosedur terkait meningkat secara signifikan.
28
Procedure Types
Tracheal aspiration Nasal aspiration Intravenous cannulation Removal of intravenous lines Adhesive removal Fingerstick Heelstick Femoral venous puncture Arterial puncture Laxative or enema Gastric tube insertion Tracheal intubation Tracheal extubation Chest physiotherapy Lumbar puncture Intradermal injection Total
Procedure no. (%) on control group
Procedure no. (%) on experimanetal group
183 (9.57)
165 (9.20)
283 (14.79)
241 (13.43)
256 (13.38)
231 (12.88)
229 (11.97)
206 (11.48)
229 (11.97) 89 (4.65) 69 (3.61)
206 (11.48) 95 (5.30) 85 (4.74)
108 (5.65)
107 (5.96)
53 (2.77) 48 (2.51)
49 (2.73) 43 (2.40)
34 (1.78)
30 (1.67)
7 (0.37)
6 (0.33)
7 (0.37)
6 (0.33)
285 (14.90)
295 (16.44)
9 (0.47)
8 (0.45)
24 (1.25)
21 (1.17)
1913 (100.01)
1794 (99.99)
1) PIPP
PIPP dipilih sebagai alat pengukuran rasa sakit untuk penelitian ini karena merupakan gabungan dari tujuh multidimensional indikator rasa sakit. Indikator rasa sakit ini termasuk tindakan fisiologis, perilaku, dan kontekstual yang menyesuaikan untuk pengaruh usia kehamilan di waktu perawatan dan keadaan kesadaran bayi. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 2, setelah 2 minggu, skor PIPP dalam kelompok kontrol telah meningkat secara signifikan dan bahwa pada kelompok eksperimen telah menurun secara signifikan; Skor PIPP dalam kelompok eksperimen secara signifikan lebih rendah dari pada kelompok kontrol. Oleh karena itu, peneliti menganggap bahwa CMT dapat mengurangi respons rasa sakit pada bayi prematur.
29
2) Kortisol
Meski ada tidak ada perbedaan signifikan dalam konsentrasi kortisol antara dua kelompok dalam penelitian ini, konsentrasi kortisol dalam kelompok eksperimen sedikit lebih rendah daripada kelompok kontrol setelah satu koleksi darah di awal rawat inap. Dua hipotesis yang bermakna dapat ditawarkan untuk menjelaskan fenomena ini. Pertama, pada awal rawat inap, tingkat kortisol di kelompok kontrol meningkat karena prosedur yang menyakitkan sedangkan pada kelompok eksperimen menurun karena CMT. 3) Endorfin
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa CMT efektif dalam menenangkan bayi prematur ketika mereka menjalani prosedur yang menyakitkan. Sebagai pendukung untuk bayi prematur, perawat neonatal harus terus-menerus mengeksplorasi modalitas pengobatan untuk memberikan bayi-bayi ini perawatan berkualitas dan harapan untuk masa depan yang cerah. Akan tetapi, meskipun konsentrasi β-endorphin meningkat, peningkatan ini tidak cukup untuk mengurangi respon nyeri jika hanya dilakukan satu kali intervensi. Maka harus dilakukan secara berlanjutan.
B. PATHWAY EBP SESUAI JURNAL TERLAMPIR
C. Aplikasi Jurnal Untuk di Terapkan di Indonesia
a. Tidak hanya berpengaruh bagi kesehatan mental orang dewasa, musik yang lembut juga bisa memberi pengaruh bagi kesehatan bayi prematur. Menurut hasil
penelitian,
musik
lembut
dapat
memperlambat
detak
jantung,
menenangkan, dan meningkatkan kualitas tidur bayi prematur. b. Banyak keluarga takut berinteraksi dengan anaknya karena melihat kondisi anaknya begitu sakit dan rapuh. Maka dengan adanya terapi musik dan sentuhan terutama oleh orang tua akan memberikan mereka kesempatan untuk berbuat lebih sehingga tidak hanya mengurangi rasa nyeri pada anak, tetapi menambah bonding attachment antara orang tua dan anak
30
c. Peneliti juga menemukan, musik yang didengar secara live akan meningkatkan pola makan dan tidur. Pada bayi prematur, hal ini sejalan dengan peningkatan laju detak jantung dan nafas. d. Harus tersedianya terapis musik di Ruang NICU sehingga dapat mengetahui apa saja kebutuhan yang diperlukan oleh bayi e. Penerapan terapi music mungkin sudah diterapkan di beberapa Rumah Sakit besar di Indonesia, hanya saja mungkin belum maksimal terhadap sarana dan prasarana f. Perawat maupun tenaga medis lainnya harus peka terhadap respon bayi, sehingga tidak meninggalkan trauma di masa yang mendatang g. Jika kurangnya fasilitas yang tersedia perawat bisa mengijinkan ibu atau keluarga untuk menggendong bayi, kemudian ibu atau orang tua menyanyikan lagu sesuai dengan pilihan mereka, sebab hal ini juga akan meningkatkan ikatan batin orangtua dan anak.
31
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan konsep Evidence Based Practice di atas, dapat disimpulkan bahwa ada 3 faktor yang seacara garis besar menenentukan tercapainya pelaksanaan praktek keperawatan yang lebih baik yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang terjadi di kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap sustu kasus, dan pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien. Dengan memperhatikan factor-faktor tersebut, maka di harapkan pelaksanaan
pemberian
pelayanan
kesehatan
khususnya pemberian
asuhan
keperawatan dapat di tingkatkan terutama dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya (cost effective) dan peningkatan kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan. Namun dalam pelaksanaan penerapan Evidence Based Practice ini sendiri tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya yaitu kurangnya pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penerapan EBP itu sendiri.
B. Saran
Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang baik, serta mengambil keputusan yang bersifat kli nis hendaknya mengacu pada SPO yang dibuat berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi panduan dalam menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori, penelitian, serta pengalaman klinis baik oleh petugas kesehatan maupun pasien.
32