PENERBITAN IMB YANG MELANGGAR TATA RUANG (KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA RTRW KOTA MALANG TERHADAP PENERBITAN IMB YANG MELANGGAR TATA RUANG)
Robi Dahriansyah (D109113103) Sandy Kurniawan (D1091131007) Nabella (D1091131014) (D1091131014) Esti Vidya Yulianingrum (D1091131021) (D1091131021) Tiara Rinalva Madhianti (D1091131025) (D1091131025)
HUKUM DAN KEBIJAKAN
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2016/2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Penataan ruang yang baik tidak terlepas dari penataan bangunannya. Tata bangunan bertujuan untuk mengendalikan pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan beserta lingkungannya untuk mewujudkan mewujudkan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan. Dalam proses penerbitan IMB terdapat kajian – kajian kajian khusus yang sudah dipersyaratkan untuk menjaga keharmonisan bangunan dengan lingkungannya yang tertuang dalam pasal – pasal – pasal peraturan – peraturan hukum yang mengikat. Ketentuan aturan berupa tata guna lahan, fungsi bangunan, penataan sempadan bangunan terhadap jalan dan tetangga, lebar telajakan, luas lahan yang bisa dibangun, tampak/tampilan bangunan, tinggi maksimal bangunan, dan lain-lain sudah tercantum dalam peraturan – peraturan yang mendasari penerbitan IMB tersebut. Fenomena pelanggaran izin mendirikan bangunan tersebut terjadi karena Lemahnya pengawasan. Dengan adanya permasalahan demikian perlu penanganan tegas dan cepat dengan cara meningkatkan fungsi pengawasan.Izin Mendirikan Bangunan dan Tata Ruang merupakan dua variabel yang memiliki korelasi sangat erat oleh karena salah satu dampak ketidaksesuaian pelaksanaan IMB yaitu tidak terciptanya Tata Ruang yang bagus dan teratur di suatu tempat. Mengingat adanyakorelasi adanyakorelasi yang sangat sangat erat ini kiranya kiranya perlu dilakukan upaya serius untukmenjawab untukmenjawab sejumlah permasalahan yang akan dihadapi di di kemudian hari. Masalah pelaksanaan pengaturan IMB dan implikasinya terhadap tata ruangini ruangini pun pun tidak dipungkiri sedang dihadapi oleh Kabupaten Malang. Pembangunan sarana dan prasarana maupun infrastruktur di Kabupaten Malang terasa kian kompleks sehingga perlu melakukan kajian dan analisis t erhadap perizinan yang menjadi tolak ukur prosedur mengenai pembangunan itu sendiri. Prosedur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai Implikasi Pengaturan IMB Terhadap Tata Ruang di Kabupaten Malang. Hal ini menjadi kajian yang sangat penting, dengan mengingat bahwa
Kabupaten Malang merupakan daerah yang sedang mengalami peningkatan dalam bidang pembangunan sarana dan prasarana maupun infrastruktur. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dibahas adalah bagaimana mengidentifikasi terjadinya penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) yang melanggar Tata Ruang dan penegakan hukum yang sesuai de ngan pelanggaran tersebut. 1.3 Tujuan dan Sasaran 1.4 Tujuan
Tujuan dari tugas ini adalah mengidentifikasi terjadinya penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) yang melanggar Tata Ruang dan penegakan hukum yang sesuai dengan pelanggaran.
1.5 Sasaran
Mengidentifikasi bangunan-bangunan yang memiliki permasalahan dengan IMB
Mengidentifikasi apa saja yang membuat pelanggaran ijin mendirikan bangunan (IMB) terjadi
Mengkaji Perda tata ruang terkait dengan ijin mendirikan bangunan (IMB)
Mengidentifikasi penegakan hukum terkait dengan pelanggaran ijin mendirikan bangunan (IMB)
Mengisentifikasi saksi-sanksi yang dikenakan atas pelanggaran hukum ijin mendirikan bangunan (IMB)
1.6 Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah Kota Malang merupakan daerah perbukitan dan dan dataran tinggi serta dilewati oleh sungai baik sungai besar maupun sungai kecil. Berikut adalah tipologi dari wilayah Kota Malang. Secara geografis Kota Malang terletak pada koordinat 112 o 06’ - 112o 07’ Bujur Timur dan 7 o06’ - 8o02’ Lintang Selatan. Kota Malang dikelilingi oleh gunung -gunung yaitu Gunung Arjuno di sebelah utara, Gunung Semeru di sebelah Timur, gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat serta Gunung Kelud di sebelah Selatan. Batasan wilayah administratif dari Kota Malang sebagai berikut:
Batas Utara
: Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karang Ploso
Batas Timur
: Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang
Batas Selatan : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji
Batas Barat
: Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau
Berikut peta ruang lingkup wilayah Kota Malang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.1 Peta Atministrasi Kota Malang Sumber: Profil Kota Malang, 2016
Contoh Kasus: Kajian tentang implementasi Perda RTRW Kota Malang terhadap penerbitan IMB yang melanggar tata Ruang.
Isu Permasalahan pembangunan gedung yang belum terdapat IMB pembangunan gedung yang tidak sesuai dengan tata ruang IMB yang tidak sesuai dengan RTRW
Kajian Peraturan:
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mndirikan Bangunan Undang-undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Undang-undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Permen PU No.20 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pengumpulan Data dan Informasi
Lokasi Penelitian
Lokasi : Kota Malang Provinsi Jawa Timur Data Skunder : Dukemen referensi tentang perbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
PembahasanData dan Informasi
Hasil : Hukum dan Kebijakan-kebijakan dari peraturan perundangan-undangan tentang penerbitan IMB yang melanggar Tata Ruang
Gambar 1.2Kerangka Pemikiran Sumber: Profil Kota Malang, 2016
BAB II LANDASAN TORI 2.1 Pengertian IMB
Izin mendirikan bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik gedung untuk membangun bare, mengubah, memperluas, mengurangi dan atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2002 menegaskan bahwasanya izin mendirikan bangunan adalah izin untuk mendirikan bangunan yang meliputi kegiatan penelitian rata letak dan desain bangunan, pengawasan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan rencana teknis bangunan dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Luas Bangunan (KLB)
dan
Koefisien
Ketinggian Bangunan(KKB), meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempEti bangunan tersebut. Setiap orang yang memiliki bangunan gedung wajib memiliki IMB gedung. IMB
BAB II LANDASAN TORI 2.1 Pengertian IMB
Izin mendirikan bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik gedung untuk membangun bare, mengubah, memperluas, mengurangi dan atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2002 menegaskan bahwasanya izin mendirikan bangunan adalah izin untuk mendirikan bangunan yang meliputi kegiatan penelitian rata letak dan desain bangunan, pengawasan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan rencana teknis bangunan dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Luas Bangunan (KLB)
dan
Koefisien
Ketinggian Bangunan(KKB), meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempEti bangunan tersebut. Setiap orang yang memiliki bangunan gedung wajib memiliki IMB gedung. IMB adalah awal surat bukti dari pemerintah daerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui oleh pemerintah daerah. IMB
merupakan
satu-satunya
sarana
perizinan
yang
diperbolehkan
dalampenyelenggaraan bangunan gedung., yang menjadi alai pengehdali penyelenggaraan bangunan gedung. Proses pemberian IMB harus mengikuti prinsip-prinsip pelayanan prima dan murah/terjangkau. Permohonan IMB gedung merupakaa proses awal mendapatkan IMB gedung. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan sesuai dengan peraturan perundang -undangan, yang meliputi: a. Status hak atas tanah dan atau izin pemanfaatan da ri pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung, sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pemerintah daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah instansi teknis pada pemerintah kabupaten/kota yang berwenang menanganipembinaan bangunan gedung. Pendataan termasuk pendaftaran bangunan gedung, dilakukan pada saat proses perizinan mendirikan bangunan secara periodik.
2.2 Dasar Hukum Penerbitan IMB
Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia. Pada dasarnya setiap orang, badan atau institusi bebas untuk membangun bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan dana, bentuk dart. konstruksi. Hanya saja mengingat mungkin saja pembangunan suatu gedung dapat mengganggu orang lain mattpun mungkin membahayakan kepentingan umum, tentunya pembangunan gedung harus diatur dan diawasi oleh pemerintah. Untuk itu diperlukan suatu aturan hukum yang mengatur agar bangunan gedung dapat dibangun secar a benar. Pengaturan pernberian izin sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 dan 3 Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah agar pemerintah daerah dapat mengatur, menata, mengendalikan dan mengawasi kegiatan mendirikan bangunan dalam daerah, yang diberikan dengan tujuan penataan bangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang kota serta ditujukan
bagi
kepentingan
administrasi
pengelolaan manajemen pemerintahan dalam hal menganalisis dan mengevaluasi pendapatan yang akan diterima oleh Pemerintah Daerah Kota Medan dari sektor retribusi izin mendirikan bangunan.
2.3 Pengertian dan Ruang Lingkup Tata Ruang
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah:“Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memeli hara kelangsungan hidupnya.” Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah satu karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah Indonesia merupakan suatu aset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor lain seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional
yang serasi dan seimbang. 2.4 Dasar Hukum Tata Ruang
Mochtar Koesoemaatmadja mengonstatir bahwa tujuan pokok penerapan hukum apabila hendak direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan akan ketertiban ini, merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat teratur: di samping itu tujuan lainnya adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat pada zamannya. Menurut M. Daud Silalahi salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut hukum Indonesia terdapat dalam UUPA No. 5 Tahun 1960. Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang, Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk: Mengatur
dan
menyelenggarakan
peruntukan
penggunaan,
persediaan,
dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Selanjutnya, Pasal 15 mengatur tentang pemeliharaan tanah, termasuk mengambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya yang merupakan kewajiban setiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah. Ketentuan tersebut memberikan hak penguasan kepada negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kalimat tersebut mengandung makna, negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan rak yat yang dikehendaki. Untuk lebih mengoptimalkan konsep penataan ruang, maka peraturan-peraturan peundang-undangan telah banyak diterbitkan oleh pihak pemerintah, dimana salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang adalah Undang-undang No. 267 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 merupakan undang-undang pokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang. Keberadaan undang-undang tersebut diharapkan selain sebagai konsep dasar hukum dalam melaksanakan perencanaan tata ruang, juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pemerintah dalam penataan dan pelestarian lingkungan
hidup.
BAB III RIVIEW KEBIJAKAN 3.1 Undang-undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:
1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya; 2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; 3. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus. Fungsi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.Fungsi bangunan gedung ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung; Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung. Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pembangunan Bangunan Gedung
1. Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan beserta pengawasannya. 2. Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan baik di tanah milik sendiri maupun di tanah milik pihak lain. 3. Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik pihak lain dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung.
4. Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan, kecuali bangunan gedung fungsi khusus.
Pembongkaran Bangunan Gedung
Bangunan gedung dapat dibongkar apabila: a. tidak lain fungsi dan tidak dapat diperbaiki; b. dapat
menimbulkan
bahaya
dalam
pemanfaatan
bangunan
gedungdan/atau
lingkungannya; c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan.
Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung mempunyai kewajiban:
a. menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang memenuhipersyaratan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya; b. memiliki izin mendirikan bangunan (IMB); c. melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan rencana teknis yang telah disahkan dan dilakukan dalam bataswaktu berlakunya izin mendirikan bangunan; d. meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahanrencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahappelaksanaan bangunan. Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraanbangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang undang ini dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Sanksi administratif dapat berupa:
a. peringatan tertulis, b. pembatasan kegiatan pembangunan, c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaanpembangunan, d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunangedung; e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung; f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung; g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau i. perintah pembongkaran bangunan gedung. Selain pengenaan sanksi dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.
Sanksi Hukum dapat berupa: Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan
dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
Ketentuan Peralihan -
Bangunan gedung yang telah memperoleh perizinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sebelum berlakunya undang-undang ini izinnya dinyatakan masih tetap berlaku.
-
Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini diberlakukan, untuk memperoleh izin mendirikan bangunan harus mendapatkan sertifikat laik fungsi berdasarkan ketentuan undangundang ini.
3.2 Permen Dagri No. 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan
Manfaat pemberian IMB adalah a. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan c. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunandan serasi dengan lingkungannya d. syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan IMB bangunan gedung atau bangunan bukan gedung berupa pembangunan baru, merehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/pemugaran. Bangunan gedung berfungsi sebagai, hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya dan ganda/campuran.
Fungsi keagamaan terdiri atasmesjid/mushola, gereja, vihara, klenteng, pura, dan bangunan pelengkapkeagamaan.
Fungsi usaha terdiri atasperkantoran komersial, pasar modern, ruko, rukan, mal/supermarket, hotel,restoran, dan lain-lain sejenisnya.
Fungsi sosial dan budaya terdiri atas bangunan olahraga, bangunan pemakaman, bangunankesenian/kebudayaan,
bangunan
pasar
tradisional,
bangunan
terminal/haltebus,
bangunan
pendidikan,
bangunan
kesehatan,
kantor
pemerintahan,bangunan panti jompo, panti asuhan, dan lain-lain sejenisnya.
Fungsi ganda/campuran terdiriatas hotel, apartemen, mal/ shopping center , sport hall , dan/atau hiburan Bangunan bukan gedung terdiri atas:
a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan golf, dan lain-lain sejenisnya b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya d.
septic tank/bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain sejenisnya
e.
sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya
f.
teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya
g.
dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya
h. jembatan penyeberangan orang, jembatan jalan perumahan, dan lain-lain sejenisnya i.
penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air, gardu listrik,gardu telepon, menara, tiang listrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya
j.
kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya
k.
gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-lain sejenisn ya.
Persyaratan teknis meliputi
a.
fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan
b.
ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan
c. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dankoefisien tapak basement (KTB) yang diizinkan, apabila membangun di bawah permukaan tanah d.
garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan
e.
koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum yang diizinkan
f.
koefisien lantai bangunan (KLB) maksimum yang diizinkan
g.
koefisien daerah hijau (KDH) minimum yang diwajibkan
h.
ketinggian bangunan maksimum yang diizinkan
i.
jaringan utilitas kota; dan
j.
keterangan lainnya yang terkait
Pemilik
bangunan
yang
melanggar
ketentuan
dikenakan
sanksiperingatan
tertulis.Bupati/Walikota memberikan peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali
berturut turut dengan selang waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kalender. Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sampai dengan peringatan tertulis ketiga dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran, dikenakan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan. Pengenaan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan dilaksanakan paling lama 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak peringatan tertulis ketiga diterima. Pemilik bangunan yang dikenakan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan wajib melakukan perbaikan atas pelanggaran. Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan dikenakan sanksi berupa penghentian sementara pembangunan dan pembekuan IMB. Pemilik bangunan yang telah dikenakan sanksi wajib melakukan perbaikan atas pelanggaran dalam waktu 14(empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal pengenaan sanksi. Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sanksi penghentian sementara pembangunan
dan
pembekuan
IMB
dikenakan
sanksi
berupa
penghentian
tetap
pembangunan, pencabutan IMB, dan surat perintah pembongkaran bangunan. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi,peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dilakukan pemutihan. Pemutihan dilakukan hanya 1 (satu) kali. Dalam hal pemilik bangunan tidak melakukan pemutihan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis untuk mengurus IMB dan perintah pembongkaran bangunan gedung. Peringatan tertulis dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam selang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan peringatan tertulis dikenakan sanksi perintah pembongkaran bangunan gedung. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RDTRK, RTBL, dan/atauRTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya tidak sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan/atau penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dikenakan sanksi administratif berupa perintah pembongkaran bangunan gedung. Bangunan yang sudah terbangun sesudah adanya RDTRK, RTBL, dan/atauRTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dilakukan sanksi administratif dan/atau denda. Sanksi administratif berupaperingatan tertulis untuk mengurus IMB dan perintah pembongkaran bangunan gedung. Selain sanksi administratif dapat dikenakan sanksi denda paling banyak 10 % (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan. Peringatan tertulis dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam selang waktu masing-masing 1 (satu)
bulan.Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan peringatan dikenakan sanksi perintah pembongkaran bangunan gedung.
3.3Permen PU No.20 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Peraturan zonasi meliputi yang salah satunya ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang.
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Ketentuan
kegiatan
dan
penggunaan
lahan
dirumuskan
berdasarkan
ketentuan
maupunstandar yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan dalam peraturan bangunansetempat, dan ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang dikembangkan. Ketentuan teknis zonasi terdiri atas:
-
Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan.
-
Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara terbatas
Pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan waktu beroperasinyasuatu kegiatan di dalam subzona maupun pembatasan jangka waktu pemanfaatanlahan untuk kegiatan tertentu yang diusulkan; 2) pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, maupunketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan nilaimaksimal dan meninggikan nilai minimal dari intensitas ruang dalam peraturanzonasi; 3) pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang diusulkan telah adamampu melayani kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan, makapemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan atau diizinkan terbatas denganpertimbangan-pertimbangan khusus. Contoh: sebuah zona perumahan yang berdasarkan standar teknis telah cukup jumlah fasilitas peribadatannya, maka aktivitas rumah ibadah termasuk dalam klasifikasi T.
-
Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu
Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin atas suatu kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang dapat berupa
persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan dimaksud diperlukan mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Contoh persyaratan umum antara lain, dokumen AMDAL, dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN), dan pengenaan disinsentif misalnya biaya dampak pembangunan (development impact fee). Contoh persyaratan khusus misalnya diwajibkan menambah tempat parkir, menambah luas RTH, dan memperlebar pedestrian.
-
Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh diizinkan pada zona yang bersangkutan. Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi didasarkan pada: Pertimbangan umum berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan, antara lain kesesuaian dengan arahan pemanfaatan ruang dalam RTRW kabupaten/kota, keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan budi daya dalam suatu wilayah, kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara, dan ruang bawah tanah), toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap peruntukan yang ditetapkan, serta kesesuaian
dengan
kebijakan
lainnya
yang
dikeluarkan
oleh
pemerintah
daerah
kabupaten/kota.
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan mengenai besaran pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona yang meliputi
-
KDB Maksimum, ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan.
-
KLB Maksimum, ditetapkan dengan mempertimbangkan harga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan, serta ekonomi dan pembiayaan.
-
Ketinggian Bangunan Maksimum; dan
-
KDH Minimal, ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas drainase.
3.4 Perda Kota Malang No. 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 - 2030
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjadi acuan perubahan rencana tata ruang wilayah Kota Malang. Dinamisnya perkembangan pemanfaatan ruang Kota Malang perlu direncanakan menyeluruh dengan melibatkan seluruh keterkaitan antar sektor, antara wilayah yang berbatasan, dan seluruh stakeholder untuk mewujudkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang yang diinginkan. Produk rencana ini harus dijaga melalui
instrumen-instrumen
ketataruangan,
seperti
ijin
pemanfaatan
ruang,
agar
pemanfaatan ruangnya sesuai dengan rencana. Pengendalian pemanfaatan ruang juga menjadi unsur penting dari suatu hasil perencanaan. Oleh karena itu ada suatu ketentuan umum peraturan zoning, ketentuan perijinan, insentif dan disinsentif, arahan sanksi, bahkan ketentuan pidana di dalamnya. Ketentuan Perizinan Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pejabat yang berwenang. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin yang diperoleh melalui prosedur yang benar dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pejabat yang berwenang dengan memberikan ganti kerugian yang layak. Setiap Pejabat yang berwenang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Mekanisme ketentuan perizinan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota yang ditetapkan paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini. Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan indikasi arahan peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. Setiap orang yang tanah atau bangunan tempat tinggalnya terkena rencana pembangunan untuk kepentingan umum, berhak atas insentif berupa keringanan pembayaran pajak bumi dan bangunan. Setiap pengembang perumahan yang mentaati ketentuan tata ruang dan wilayah berhak atas kemudahan pelayanan perizinan dan keringanan biaya retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Arahan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan ketentuan umum peraturan zonasi b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam izin pemanfaatan ruang Arahan pengenaan sanksi terhadap pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang akan dilakukan dengan pemberian sanksi administratif dan ketentuan pidana. Pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah yang ditetapkan selambat-lambatnya 24 (dua puluh) bulan setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang memiliki bangunan gedung wajib memiliki IMB gedung. IMB adalah awal surat bukti dari pemerintah daerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan berdasarkan Pengaturan pemberian izin sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 dan 3 Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Setiap pengembang perumahan yang mentaati ketentuan tata ruang dan wilayah berhak atas kemudahan pelayanan perizinan dan keringanan biaya retribusi Izin Mendirikan Bangunan. dan pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2002 dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Daftar Pustaka
Marihot Pahala Siahaa, (b), Hukula Bangunan Gedung di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 22. Sunarto, Pajak dan Retribusi Daerah, Amus dan Citra Pustaka, Yogyakarta, 2005, hlm. 125 Lihat Pasar 1 huruf I Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Juniarso Ridwan, Hukum Tata Ruang , Nuansa, Bandung, 2008. Hlm. 23. M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan: dalam sistem penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 2001. Hlm. 78-79 Herman Hermit, Pembahasan Undang-undang Penataan Ruang , Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 68 Kebijakan Nasional Dalam Perencanaan Tata Ruang Kebijakan Nasional Dalam Perencanaan Tata Ruang (http://www.bakosurtanal.go.id/?o=30)