1. Bagaimana proses terbentuknya foto rontgen!
Perlengkapan pembuatan radiografi a. Film Roentgen (film X-Ray) Film rontgen terbagi menjadi tiga, screen film yang pengunaannya selalu dalam intensifying screen, screen, nonscreen film yang film yang penggunaannya tanpa intensifying screen dan dari sensivitas, ada yang blue sensitive dan green sensit ive. b. Intensifying screen Intensifying screen adalah alat yang terbuat dari kardus khusus yang mengandung lapisan tipis emulsi fosfor dengan bahan pengikat yang sesuai. Yang banyak digunakan adalah kalsium tungstat. c. Kaset Kaset adalah suatu tabung (container) tahan cahaya yang berisi 2 buah intensifying screen yang memungkinkan untuk dimasukkan film rontgen di antara keduanya dengan mudah. Kaset dapat diperinci sebagai berikut : - Bakelit : bakelit ini tahan cahaya tetapi secara relative radiolusen dan terbuat dari aluminium - Intensifying screen atas screen atas dengan lapisan fosfor yang lebih tipis. - Tempat meletakkan film rontgen - Intensifying screen bawah screen bawah - Lapisan timah yang yang akan menyerap sinar X yang menembus menembus lapisan screen paling luar - Per dari baja yang membuat film dan screen berhubungan dengan rapat d. Grid (kisi-kisi) Grid adalah alat untuk mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar tidak sampai ke film rontgen. Gris terdiri atas lajur-lajur tipis timbale yang disusun tegak di antara bahan-bahan yang tembus radiasi.
Prosesing
Siklus Si klus Manua Manuall Pro Pr ocess cessing ing a. Paket film yang terpapar dibuka dan dijepit pada penggantung. b. Film dicelup pada cdeveloper dan dikebut beberapa kali dalam larutan untuk menyingkirkan gelembung udara dan dibiarkan selama kira-kira 5 menit pada suhu 20 derajat celcius. c. Sisa-sisa developer dibilas dengan air selama lebih kurang 10 detik. d. Film dicelup pada fixer +- 8-10 menit. e. Film dibilas dengan air yang mengalir selama 10-20 menit untuk menghilangkan sisasisa fixer. f. Film dibiarkan kering pada lingkungan yang bebas debu. 4
Siklus Si klus A uto utomatic Pro Pr ocessi ssi ng : Siklusnya sama dengan proses manual hanya terdapat perbedaan pada pemerasan dari kelebihan larutan developing sebelum memasuki fixer, mengurangi kebutuhan pencucian dengan air antara dua larutan ini.
Self developing films Self developing films adalah alternatif lain selain manual processing. Film x-ray dalam bentuk sachet spesial yang mengandung developer dan fixer. Setelah pemaparan, label developer ditarik, larutan developer diperah pada film, dan dipijat disekitarnya. Setelah sekitar 15 detik, label (tab) fixer ditarik dan diperah dan film dibilas hingga bersih dengan air mengalir selama 10 menit.
Tahap prosesing Developing
Developer dapat berupa bubuk atau cairan. Di bagian bawah tangki pembangkit tiletakkan bubuk pembangkit lalu ditaruh cairannya kemudian diaduk. Fil dicelupkan selama 4 menit. Kristal halida perak pada emulsi diubah jadi hitam metal keperakan untuk menghasilkan bagian hitam atau abu-abu pada gambar.
J enis-jenis larutan developer dan fungsinya1 Constituent Phenidone Hydroquinone Sodium sulphite Potassiumcarbonate Benzotriazole
Glutaraldehye Fungicide Buffer Air
Function Membantu memunculkan gambar Membentuk kontras Pengawet-mengurangi oksidasi Aktivator-memerintahkan aktivitas dari agen developing Mempertahankan-mencegah kabut (fog) dan mengontrol aktivitas developing agent Mengeraskan emulsi Memcegah pertumbuhan bakteri Mempertahankan pH (7+) Pelarut
Rinsing
Film dicuci dengan air untuk membersihkan sisa larutan developer Fixing
Cairan penetap ini berbentuk garam. Setelah dibilas selama 10 menit kemudian dimasukkan ke dalam tangki penetap selama 10 menit. Fixation Kristal halida perak yg tidak sensitif pada emulsi disingkirkan tuk menampakkan bagian putih atau transparan pada gambar dan emulsi dikeraskan
Cairan fixer dan fungsinya1 Connstituent Ammonium triosulphate Sodium sulphite Aluminium chloride Acetic acid Air
Function Menghilangkan kristal tak sensitif halida perak Pengawet-mencegah menurunnya agen fixing Pengeras Acidifier-mempertahankan pH Pelarut
Washing
Film dicuci dengan air mengalir tuk menghilangkan sisa2 larutan fixer.
Drying
Hasil reaksi hitam/putih/abu-abu pada radiograf dikeringkan.
Proses terjadinya gambaran radiografi
1. Gambaran laten (pada film rontgent) a. Apabila objek yang kerapatannya tinggi, bila ditembus sinar X maka intensifying screen memendarkan fluoresensi sedikit sekali bahkan hampir tidak ada. Akibatnya perak halogen hampir tidak mengalami perubahan. b. Apabila objek yang kerapatannya rendah, fluoresensi tinggi, maka terjadi perubahan pada perak halogen 2. Gambaran tampak Gambaran tampak terjadi setelah film sinar X dibangkitkan pada larutan pembangkit. Gambaran laten setelah masuk pembangkit (cairan developer) akan menghasilkan gambaran radioopak. Gambaran laten (1b) bila diproses pada cairan pembangkit akan menimbulkan gambaran radiolusen. Setelah sinar-x yang keluar dari tabung mengenai dan menembus obyek yang akan difoto. Bagian yang mudah ditembusi sinar x (seperti otot, lemak, dan jaringan lunak) meneruskan banyak sinar x sehingga film menjadi hitam. Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar x (seperti tulang) dapat menahan seluruh atau sebagian besar sinar x akibatnya tidak ada atau sedikit sinar x yang keluar sehingga pada film berwarna putih. Bagian yang sulit ditembus sinar x mengalami ateonasi yaitu berkurangnya energi yang menembus sinar x, yang tergantung pada nomor atom, jenis obyek, dan ketebalan. Adapun bagian tubuh yang mudah ditembus sinar x disebut Radiolusen yang menyebabkan warna hitam pada film. Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar x disebut Radioopaque sehingga film berwarna putih. Telah diketahui bahwa panjang gelombang yang besar yang dihasilkan oleh kV rendah akan mengakibatkan sinar-x nya mudah diserap. Semakin pendek panjang gelombang sinar-x (yang dihasilkan oleh kV yang lebih tinggi) akan membuat sinar-x mudah untuk menembus bahan.
2. Bagaimana proses terbentuknya gambaran USG!
Citra yang dihasilkan dari USG adalah memanfaatkan hasil pantulan (echo) dari gelombang ultrasonik apabila ditrasmisikan pada tissue atau organ tertentu. Echo dari gelombang tersebut kemudian dideteksi dengan transduser, yang mengubah gelombang akusitik ke sinyal elektronik untuk dioleh dan direkonstruksi menjadi suatu citra. Pada prinsipnya, ada tiga komponen mesin USG. Pertama, transduser, komponen yang dipegang dokter atau tenaga medis, berfungsi mengalirkan gelombang suara dan menerima pantulannya dan mengubah gelombang akusitik ke sinyal elektronik. Kedua, monitor, berfungsi memunculkan gambar. Ketiga, mesin USG sendiri, berfungsi mengubah pantulan gelombang suara menjadi gambar di monitor. Tugasnya mirip dengan central proccesing unit (CPU) pada komputer personal. 1. Transducer Transducer adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transducer terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transducer. Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga fungsi kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk 2. Monitor 3. Mesin USG Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG adalah CPUnya USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti pada CPU pada PC. Prinsip kerjanya menggunakan Gelombang Ultrasonik yang dibangkitkan oleh kristal yang diberikan gelombang listrik. Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara yang melampaui batas pendengaran manusia yaitu diatas 20 kHz atau 20.000 Hz atau 20.000 getaran per detik. Kristal nya bisa terbuat dari berbagai macam, salah satunya adalah Quartz. Sifat kristal semacam ini, akan memberikan getaran jika diberikan gelombang listrik. Alat ultrasonik sendiri ada berbagai tipe. Ada Tipe Scan A, B dan C. Yang biasa untuk mendeteksi crack pada baja adalah tipe A. Prinsip kerjanya mudah sekali. Tinggal menggunakan sensor ultrasonik untuk mengirimkan gelombang ultrasonik dan menangkapnya kembali. Tipe B yaitu pada layar monitor (screen) echo nampak sebagai suatu titik dan garis terang dan gelapnya bergantung pada intensitas echo yang dipantulkan dengan sistem ini maka diperoleh gambaran dalam dua dimensi berupa penampang irisan tubuh. Yang tipe C dapat menampilkan Citra 3 Dimensi dengan cara menangkap pantulan-pantulan yang berbeda dari tebal tipisnya benda dalam suatu cairan. Karena ada berbagai macam gelombang ultrasonik yang dipantulkan dalam waktu yang berbeda, gelombang-gelombang ini lalu diterjemahkan oleh prosesor untuk dirubah menjadi gambar. Transducer bekerja sebagai pemancar dan sekaligus penerima gelombang suara. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik oleh transducer yang dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh yang akan dipelajari. Sebagian akan
dipantulkan dan sebagian lagi akan merambat terus menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam pantulan sesuai dengan jaringan yang dilaluinya. Pantulan yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan membentur transducer, dan kemudian diubah menjadi pulsa listrik lalu diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar oscilloscope.
3. Bagaimana proses terbentuknya gambaran MRI!
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O) yang mengandung 2 atom hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1) yang pada intinya terdapat satu proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia yaitu 1019 inti/ mm3 , memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan 100 mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain. Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan normal didasarkan pada deteksi dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen ) dari jaringan tersebut. Sehingga melalui MRI dapat diketahui apakah di dalam tubuh pasien terdapat kanker yang notabene merupakan jaringan tidak normal dalam tubuh manusia. Berdasarkan dari kondisi yang ada maka, prinsip dasar dari cara kerja suatu MRI adalah Inti atom Hidrogen yang ada pada tubuh manusia (yang merupakan kandungan inti terbanyak dalam tubuh manusia) berada pada posisi acak (random), ketika masuk ke dalam daerah medan magnet yang cukup besar posisi inti atom ini akan menjadi sejajar dengan medan magnet yang ada. Kemudian inti atom Hidrogen tadi dapat berpindah dari tingkat energi rendah kepada tingkat energi tinggi jika mendapatkan energi yang tepat yang disebut sebagai energi Larmor. Ketika terjadi perpindahan inti atom Hidrogen dari tingkat energi rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi akan terjadi pelepasan energi yang kemudian ini menjadi unsur dalam pembentukan citra atau dikenal dengan istilah Free Induction Decay (FID) . Kemudian perilaku atom Hidorgen lainnya ketika masuk ke dalam daerah medan magnet yang cukup besar adalah melakukan presisi ketika di dalam medan magnet tadi diberikan lagi medan magnet pengganggu yang frekuensinya dapat diubah-ubah sehingga dengan peristiwa tersebut dapat dihasilkan signal FID yang akan dirubah ke dalam bentuk pencitraan. Secara ringkas, proses terbentuknya citra MRI dapat digambarkan sebagai berikut: bila tubuh pasien diposisikan dalam medan magnet yang kuat, inti-inti hidrogen tubuh akan searah dan berotasi mengelilingi arah/vektor medan magnet. Bila signal frekuensi radio dipancarkan melalui tubuh, beberapa inti hidrogen akan menyerap energi dari frekuensi radio tersebut dan mengubah arah atau mengadakan resonansi. Bila signal frekuensi radio dihentikan pancarannya, inti-inti tersebut akan kembali pada posisi semula, melepaskan energi yang telah diserap dan menimbulkan signal yang ditangkap oleh antena dan kemudian diproses computer dalam bentuk radiograf. MRI berbentuk berupa suatu tabung silinder yang ditengahnya terdapat ruang kosong dimana nantinya sang pasien akan dimasukkan untuk di ambil gambaran jaringan-jaringan yang diperlukan oleh dokter. Lebih lengkapnya, komponen-komponen MRI adalah sebagai berikut:
1. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet. Agar dapat mengoperasikan MRI dengan baik, berikut adalah hal-hal yang perlu diketahui mengenai sistem magnet yang digunakan dalam MRI : tipe magnet, efek medan magnet, magnet shielding ; shimming coil dari pesawat MRI tersebut 2. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah kumparan koil, yaitu : a. Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal b. Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal c. Gradien koil Z, untuk membuat citra potongan aksial Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik; 3. Sistem frequensi radio berfungsi membangkitkan dan memberikan radio frequensi serta mendeteksi sinyal 4. Sistem komputer berfungsi untuk membangkitkan pulse sequence, mengontrol semua komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra 5. Sistem pencetakan citra, berfungsi untuk mencetak gambar pada film rongent atau untuk menyimpan citra
4. Sebutkan diagnosis banding gambaran putih pada foto thorax! No 1
Diagnosis Banding Pneumonia
2
Tuberkulosis
3
Efusi pleura
4
Bronkitis
5
Tumor pulmo
6
Edema pulmo
7
Atelektasis
8
Abses pulmo
9
Empiema
10
Sindrom Loffler
Gambaran radiologis Peningkatan corakan bronkovaskular, infiltrat kecil dan halus yang difus, konsolidasi lobar atau segmental, hiperareasi, peribronchial cuffings, air bronchogram Fokus Gohn, kompleks primer, kalsifikasi, konsolidasi, kavitasi, penebalan pleura, infiltrat, milier Lesi opak homogen yang mengikuti gravitasi, sinus costophrenicus menumpul, pergeseran mediastinum ke kontralateral, pelebaran ICS Peningkatan corakan bronkovaskular, trains line, air bronchogram, jantung tear drop, infiltrat peribronkial, hiperlusensi bilateral, ICS melebar, diafragma letak rendah dan mendatar Lesi opak homogen (jinak) atau inhomogen (ganas), ireguler, pembesaran lymphonodi perihiler atau paratrakeal, pergeseran mediastinum ke kontralateral peningkatan corakan Bat’s wing appearance, bronkovaskular, pelebaran atau penebalan hilus, fibrosis intersitisial Tenting diafragma, pergeseran mediastinum ke ipsilateral, ICS menyempit, berkurangnya volume areasi Kavitasi tunggal atau multipel dengan konsolidasi di sekitarnya, air fluid level Sudut kostofrenikus tumpul, lesi opak homogen konveks, air fluid level , kavitasi, mediastinum terdorong ke kontralateral 8enunjukkan bayangan kurang opak, dapat satu atau
11
Siderosis
12
Asbetosis
13
Karsinoma bronkus
14
Tumor pleura
15
Metastasis pulmonal
ganda, unilateral atau bilateral. Bayangan noduler dengan densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan fibrotik dan mempunyai batas tegas, tidak ada pembesaran kelenjar hilus Penebalan pleura disertai fibrosis paru, biasanya di lapangan paru batas, terutama paru kiri sekitar parakardial yang menutupi batas jantung kiri kadang ditemukan pembesaran kelenjar hilus. Masa berlobulasi namun kadang dengan tepi rata pembesaran kelenjar hilus, efusi pleura, daerah yang kolaps/konsolidasi kavitas ditemukan 1/3 kasus dengan lusensi udara di bagian sentral, adanya batas udara/cairan, dan suatu dinding dengan ketebalan bervariasi. Tumor primer yang jinak jarang, dapat berupa lipoma, fibroma, hemangioma, neurofibroma, memberikan bayangan massa dinding thoraks. tumor primer ganas, mesotelioma, cepat membesar sering disertai dengan pembentukan cairan rongga Paru : Lesi opak bulat, berbatas jelas, multipel dengan berbagai ukuran pada lapangan paru. kavitas kadang terlihat. Pleura : tampak sebagai lesi massa kelenjar
5. Sebutkan diagnosis banding gambaran hitam pada foto thorax! No 1
Diagnosis Banding Pneumothoraks
2
PPOK
3
Emfisema
4
Bronkiektasis
5 6
Flail chest Stenosis pulmonal
7 8
Idiopatic hiperluscent Bula emfisematosa
9
Kista pulmo
Gambaran radiologis Hiperlusensi unilateral, mediastinum terdorong ke arah kontralateral, ICS melebar, corakan bronkovaskular menghilang Hiperlusensi bilateral, ICS melebar, diafragma letak rendah dan lebih datar, thoraks berbentuk silindris Hiperlusensi, Barrel chest , diafragma letak rendah dan mendatar, corakan bronkovaskular berkurang, bayangan jantung kecil Honey comb appearance, peningkatan corakan bronkovaskular, infiltrat multipel pada paru bagian basal Kontusio paru, fraktur costae multipel Pengurangan corakan bronkovaskular, tidak ada kardiomegali, apeks jantung terangkat (boot-shaped ) Emfisema dengan hipoplasi arteri pulmonalis dan gambaran bronkiektasis tanpa penambahan ukuran paru. Terdapat area fokal dengan gambaran radioluscent yang dapat dilihat dengan jelas karena dilapisi oleh sebuah dinding tipis. fluid level memungkinkan adanya infeksi di dalam bula. karakteristik dalam foto thoraks lain ialah paru yang hiperekspansi dengan pendataran kedua hemidiafragma Lesi opak bulat dengan bagian dalam lusen tampak berdinding tipis dengan ukuran yang bervariasi baik
10
Tension pneumothoraks
tunggal maupun multipel/polikistik Pada foto Inspirasi, paru kanan semuanya kolaps, tetapi mediastinum berada di tengah. Pada foto ekspirasi, udara terjebak di hemithoraks kanan di bawah tekanan positif, jantung dan paru kiri tertekan kearah kiri
6. Sebutkan klasifikasi derajat TB paru! Tuberkulosis Primer Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling seringdidiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi padaorang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks. Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena,terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas .Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. . Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas.Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anakanak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi di belakangnya
Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul reinfeksi padaseseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahuidan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder . Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen apikallobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai olehpleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai. Klasifikasi tuberkulosis sekunder Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association (ATA)
1.
Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yangdibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas. 2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advance tuberculosis) : Luas sarang sarangyang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas,diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut berupa awan - awanmenjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru. 3. Tuberkulosis sangat lanjut ( far advanced tuberculosis) : Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang-lubang, maka diameter semua lubang melebihi 4 cm. Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain : 1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan densitas rendah. 2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya sedang. 3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan densitas tinggi 4. Kavitas atau lubang 5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
7. Jelaskan patofisiologi TB pada anak beserta gambaran radiologisnya!
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 3 -104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman
TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat 5 mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta fr ekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (39 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer Gambaran radiologi sugestif tb pada anak:
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat Konsolidadi segmental/lobar Milier Kalsifikasi dengan infiltrat Atelektasis Kavitas Efusi pleura