Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan otonomi daerah yang telah dimulai sejak masa reformasi membuat Indonesia memiliki berbagai wilayah otonom. Dimana masing-masing wilayah otonom memiliki wewenang untuk mengatur urusannya sendiri termasuk urusan ekonomi secara mandiri. Selain itu, masing-masing wilayah sudah lebih bebas menentukan sektor/komoditi yang diprioritaskan untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Hal ini menyebabkan masing-masing wilayah memiliki pertumbuhan ekonomi yang berbedabeda. Pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda ini menyebabkan wilayah otonom rentan mengalami disparitas pertumbuhan ekonomi. Terjadinya disparitas ini merupakan salah satu akibat karena penerapan otonomi daerah yang kurang maksimal. Kurangnya optimalnya penerapan otonomi daerah salah satunya dapat
disesabkan karena pelaksanaan
pembangunan daerah yang kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Hal ini menyebabkan pemanfaatan sumber daya menjadi kurang optimal. Akibat dari kurang optimalnya pemanfaatan sumberdaya ini mengakibatkan lambatnya proses pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional (Sjafrizal, 2008). Sehingga pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan pertumbuhan suatu wilayah. Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat kinerja perekonomian suatu wilayah adalah pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2006 PDRB di Provinsi Jambi mengalami kenaikan 1,05% dibandingakan dengan tahun 2005, yaitu 5,51% pada tahun 2005 dan 6,56% pada tahun 2006. Namun pertumbuhan ekonomi wilayah di Provinsi Jambi belum merata ke seluruh Kabupaten/Kota. Untuk itu, dilakukan analisis terhadap perekonomian wilayah di Provinsi jambi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui posisi perekonomian wilayah Provinsi Jambi, untuk mengetahui sektor basis serta untuk mengetahui ada tidaknya spesialisasi anatar wilayah di Provinsi Jambi.
REVIEW JURNAL Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi sebesar 5,51% dan 6,56% pada tahun 2006. Namun, pertumbuhan ekonomi ini belum merata atau terjadi disparitas atau kesenjangan pertumbuhan ekonomi untuk beberapa wilayah. Dimana pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi tertinggi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (7,81%) dan terendah di kabupaten Tanjung Jabung Timur (3,67%). Untuk tahun 2006 pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kabupaten tebo (9,69%) dan terendah di Kabupaten Muara Jambi
Ekonomi Wilayah
1
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi (4,84%). Dari hasil perhitungan menggunakan metode LQ, Provinsi Jambi memiliki 4 sektor Basis yang terdapat di Wilayah Kabupaten/Kotanya. Yaitu sektor pertanian (1,21), sektor bangunan (1,1), sektor perdagangan/hotel/restoran (1,03) dan sektor jasa (1,01). Sektor pertanian menjadi sektor basis di 8 Kabupaten/Kota, sektor bangunan menjadi sektor basis di
5
Kabupaten/Kota, sektor perdagangan/hotel/restoran
menjadi
sektor basis
6
Kabupaten/Kota dan sektor jasa menjadi sektor basis di 6 Kabupaten/Kota. Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa sektor pertanian menjadi sektor paling dominan di Provinsi Jambi. Akan tetapi, sektor pertanian merupakan sektor tradisional yang keberadaannya semakin menurun seiring dengan terus berjalannya proses pembangunan. Sektor industri pengolahan adalah sektor yang diharapkan berkembang, namun sektor ini belum menjadi sektor basis di Provinsi Jambi.
untuk lebih jelasnya mengenai hasil
perhitungan menggunakan metode LQ dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Nilai LQ rata-rata persektor Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi periode tahun 2000-2007
Sumber: Imelia, 2011
Dari hasil analisa menggunakan Tipologi Klassen, Kabupaten/Kota yang tergolong wilayah maju di Provinsi Jambi adalah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, wilayah yang
Ekonomi Wilayah
2
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi tergolong maju tapi tertekan adalah Kota Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, wilayah yang tergolong wilayah berkembang adalah Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Sarolangun dan wilayah yang tergolong kedalam wilayah terbelakang adalah Kabupaten Muara Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Merangin, dan Kabupaten Kerinci. Dari hasil analisis indeks spesialisasi regional yang digunakan untuk mengetahui tingkat spesialisasi antar wilayah dapat diketahui bahwa wilayah-wilayah Provinsi Jambi belum memiliki spesialisasi selama tahun 2000 - 2007. Nilai rata-rata indeks spesialisasi antar Kabupaten/Kota belum mencapai nilai satu. Dengan nilai indeks tertinggi sebesar 0,0916 untuk Kota Jambi dengan Kabupaten Muaro Jambi dan untuk nilai indeks terendah sebesar -0,1168 untuk Kabupaten Jabung Barat dengan Kota Jambi. Dari hasil perhitungan indeks spesialisasi yang rendah tersebut dapat diketahui bahwa keterkaitan antar daerah di Provinsi Jambi sangat lemah karena nilai indeks mendekati nol.
PEMBAHASAN A.
Sektor Basis Provinsi Jambi Salah
satu
indikator
ekonomi
yang
dapat
digunakan
untuk
mengetahui
perkembangan pembangunan ekonomi suatu daerah adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut Tarigan (2004), PDRB dapat dibedakan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga-harga tahun berjalan. PDRB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga tahun dasar. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dihitung dengan 3 (tiga) pendekatan (approach), yaitu 1) pendekatan produksi, 2) pendekatan pengeluaran, 3) pendekatan pendapatan. Analisis PDRB dapat digunakan untuk menentukan sektor basis di suatu wilayah. Dalam teori ekonomi basis membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Sektor basis mampu menghasilkan produk/jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Itu berarti daerah secara tidak langsung mempunyai kemampuan untuk mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut ke daerahlain. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan. Sektor non basis, yaitu sektor atau kegiatan yang hanya mampu melayani pasar
daerah
itu
sendiri
sehingga
permintaannya
sangat
dipengaruhi
kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi
Ekonomi Wilayah
3
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi wilayah. Sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non unggulan. Menurut Tarigan (2007), metode untuk memilah kegiatan basis dan kegiatan non basis adalah sebagai berikut : a. Metode Langsung dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku saha kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan
untuk
menghasilkanproduk tersebut.
Kelemahan
metode
ini
yaitu
:
pertanyaan yang berhubungan dengan pendapatan data akuratnya sulit diperoleh, dalam kegiatan usaha sering tercampur kegiatan basis dan non basis. b. Metode Tidak Langsung, metode ini dipakai karena rumitnya melakukan survei langsung ditinjau dari sudut waktu dan biaya. Metode ini menggunakan asumsi, kegiatan tertentu diasumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lain yang bukan dikategorikan basis adalah otomatis menjadi kegiatan basis. c. Metode
Campuran,
metode
ini
dipakai
pada
suatu
wilayah
yang
sudah
berkembang, cukup banyak usaha yang tercampur antara kegiatan basis dan kegiatan non basis. Apabila dipakai metode asumsi murni maka akan memberikan kesalahan yang besar, jika dipakai metode langsung yang murni maka akancukup berat. Oleh karena itu orang melakukan gabungan antara metode langsung dan metode tidak langsung yang disebut metode campuran. d. Metode Location Quotient (LQ) membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sector tertentu untuk lingkup wilayah yang lebih kecil dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama untuk lingkup wilayah yang lebih besar. Dalam jurnal “Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi”, metode yang digunakan untuk mengidentifikasi sektor basis di wilayah Provinsi Jambi adalah Metode
Location Quotient (LQ). Perhitungan untuk metode Locatient Quotient adalah sebagai berikut:
𝑉𝑖𝑠 𝑉 𝐿𝑄 = 𝑠 𝑉𝑖𝑟 𝑉𝑟 Dimana : = Jumlah PDRB suatu sektor Kabupaten/Kota = Jumlah PDRB total Kabupaten/Kota = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat Provinsi = Jumlah PDRB total tingkat Provinsi
Ekonomi Wilayah
4
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi Dari hasil analisis sektor basis di Provinsi Jambi, terdapat 4 sektor basis dan sektor yang paling unggul merupakan sektor pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor basis di 8 wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Akan tetapi, sektor pertanian merupakan sektor yang
keberadaannya
semakin
berkurang
seiring
dengan
berlangsungnya
proses
pembangunan. Sektor yang diharapkan berkembang di Provinsi Jambi adalah sektor industri pengolahan. Arahan pengembangan sektor industri pengolahan ini dicanangkan untuk mewujudkan salah satu sasaran pokok Provinsi Jambi yaitu, mewujudkan Provinsi Jambi yang
memiliki
keunggulan
kompetitif.
Sasaran
ini
tercantum
dalam
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) provinsi Jambi. Akan tetapi, berdasarkan hasil perhitungan LQ, sektor industri pengolahan belum menjadi sektor basis di seluruh wilayah Provinsi Jambi. Namun untuk Kabupaten Tanjung Jabung Barat, sektor Industri pengolahan menjadi sektor yang paling menonjol. Hal ini dapat dilihat dari nilai LQ yang mencapai 2,76, nilai ini merupakan nilai tertinggi jika dibandingkan dengan seluruh sektor di Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui adanya disparitas atau kesenjangan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah khususnya jika dilihat dari sektor industri pengolahan. Untuk Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki nilai LQ sangat tinggi (2,76) sedangkan untuk Kabupaten Tebo memiliki nilai LQ yang sangat rendah (0,21). Sektor industri pengolahan ini dipilih karena sektor ini akan menjadi sektor penting dalam perkembangan perekonomian Provinsi Jambi terkait dengan sasaran pada RPJP Provinsi Jambi tahun 2005-2026. B.
Tipologi Klassen Ekonomi Wilayah Provinsi Jambi Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi wilayah yang digunakan
untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi pada masing-masing daerah. Teori ini membagi wilayah berdasarkan indikator pertumbuhan ekonomi wilayah dan pendapatan perkapita wilayah. Hasil dari analisis menggunakan tipologi Klassen ini membagi wilayah menjadi empat klasifikasi yaitu wilayah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), wilayah maju tapi tertekan (high income
but low growth), wilayah berkembang cepat (high growth but low income) dan wilayah relatif tertinggal (low growth and low income) (Aswandi dan Kuncoro, 2002). Dalam jurnal “Analisis Ekonomi antar Wilayah Provinsi Jambi” menggunakan metode
Klassen untuk mengetahui posisi perekonomian antar wilayah di Provinsi Jambi dengan membagi wilayah kedalam 4 kelompok. Untuk hasil analisa menggunakan Tipologi Klassen lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Ekonomi Wilayah
5
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi Tabel 2. Posisi Perekonomian Wilayah di Provinsi Jambi berdasarkan Hasil Analisis Tipologi Klassen
Yi Y
Yi Y
Daerah maju dan bertumbuh cepat: 1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Daerah sedang bertumbuh:
Daerah maju tetapi tertekan: 1. Kota Jambi 2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Daerah relatif tertinggal: 1. Kabupaten Muaro Jambi 2. Kabupaten Batanghari 3. Kabupaten Merangin 4. Kabupaten Kerinci
PDRB per kapita (Y)
Laju pertumbuhan (r)
ri r
ri r
1. Kabupaten Bungo 2. Kabupaten Tebo 3. Kabupaten Sarolangun
Keterangan: Y
= PDRB per kapita Provinsi Jambi.
Yi = PDRB per kapita daerah Kabupaten/Kota. r
= Pertumbuhan Ekonomi Jambi.
ri
= Pertumbuhan Ekonomi kabupaten/Kota Jambi.
Dari tabel diatas, diketahui bahwa terdapat 4 Kabupaten yang termasuk dalam wilayah relatif tertinggal dengan total Kapupaten/Kota berjumlah 10. Dapat dikatakan bahwa hampir 50% wilayah di Provinsi Jambi masuk dalam kelompok wilayah relatif tertinggal. Salah satu penyebabnya adalah, karena pemanfaatan sumber daya yang terdapat di wilayah tersebut kurang optimal. Selain itu juga dapat disebakan karena kurangnya infrastruktur yang memadai pada keempat Kabupaten tersebut sehingga turut menghambat pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut. C. Indeks Spesialisasi Regional Wilayah Provinsi Jambi Analisis indeks spesialisasi regional digunakan untuk mengetahui tingkat spesialisasi antar wilayah (Aswandi dan Kuncoro, 2002). Bila indeks spesialisasi regional untuk wilayah i dan j mendekati nol, maka kedua wilayah tersebut tidak memiliki spesialisasi. Bila indeks
Ekonomi Wilayah
6
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi spesialisasi regional wilayah i dan j lebih dari satu, maka wilayah tersebuh memiliki spesialisasi. Dari hasil analisis Indeks Spesialisasi Regional di wilayah Provinsi Jambi, diketahui bahwa belum terdapat wilayah yang memiliki spesialisasi. Nilai indeks yang lebih kecil dari satu menunjukan bahwa struktur dan pola spesialisasi perekonomian di Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi tidak jauh berbeda. Rendahnya nilai indeks spesialisasi ini juga menunjukkan bahwa keterkaitan antara satu daerah dengan daerah lainnya sangat lemah. Hal ini dapat terjadi karena tidak terdiversifikasinya antar sektor usaha di Provinsi Jambi serta sektor yang memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah yang berasal dari sektor usaha yang sama di beberapa daerah. D. Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah Provinsi Jambi 1. Peningkatan Infrastruktur untuk mengurangi Disparitas antar wilayah di Provinsi Jambi. Peran infrastruktur dalam pertumbuhan suatu wilayah sangat erat. Jika infrastruktur suatu wilayah kurang memadai maka akan menghambat pertumbuhan di wilayah tersebut, termasuk pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie, 2002). Infrastruktur juga berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Oleh sebab itu, peningkatan infrastruktur sangat dibutuhkan untuk menurunkan angka disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayahdi Provinsi Jambi. Begitu banyak dan besarnya peran infrastruktur sehingga dalam sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat (Aschauer, 1989 dan Munnell, 1990) menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 60% (Suyono Dikun, 2003). Bahkan studi dari World Bank (1994) disebutkan elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup signifikan. Secara empiris jelas dapat ditarik kesimpulan
Ekonomi Wilayah
bahwa
pembangunan
infrastruktur
berpengaruh
besar
terhadap
7
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi pertumbuhan ekonomi (secara makro dan mikro) serta perkembangan suatu negara atau wilayah. Akan tetapi, dalam pembangunan infrastruktur, pemerintah harus menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, yaitu dengan melakukan jaring aspirasi terlebih dahulu. Jaring aspirasi ini sangat penting agar penyediaan infrastruktur sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat untuk kemajuan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. 2. Mengoptimalkan sektor Industri Pengolahan di Provinsi Jambi Sektor pertanian merupakan sektor yang paling unggul di Provinsi Jambi, akan tetapi keberlangsungan sektor pertanian di Provinsi Jambi keberadaannya terancam seiring dengan pembangunan yang mengakibatkan tingginya konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Sehingga diharapkan fokus pengembangan ekonomi wilayah beralih ke pengembangan sektor industri pengolahan sesuai dengan sasaran yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jambi. Dengan peralihan ini diharapkan, sektor pertanian tetap menjadi sektor basis di Provinsi Jambi untuk menyuplai bahan baku bagi pengolahan pada sektor industri pengolahan sehingga diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi. 3. Menetapkan prioritas penanganan pada wilayah tertinggal. Wilayah tertinggal merupakan wilayah yang paling memerlukan perhatian khusus agar pertumbuhannya dapat berkembang kearah yang lebih baik. sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Untuk studi kasus di provinsi Jambi tersebut,
terdapat
4 Kabupaten
yang
perlu
mendapatkan
perhatian
khusus.
Konsentrasi penanganan pada daerah tertinggal ini diharapkan dapat menurunkan tingkat kemiskinan sehingga meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten tertinggal di Provinsi Jambi. Dengan meningkatnya kesejahteraan penduduk, juga akan menaikkan jumlah konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa. Sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa dan dapat mengerakkan sektor perekonomian sehingga memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah terebut.
Ekonomi Wilayah
8
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi
tingkat kesejahteraa n meningkat Pengentas an Kemisinan
permintaan barang dan jasa meningkat sehingga produksi barang dan jasa meningkat
pertumbuhan sektor ekonomi
Pertumbuhan ekonomi wilayah
Gambar 1. Diagram Pertumbuhan ekonomi wilayah akibat pengentasan kemiskinan
Sumber : hasil analisa 2014
4. Menerapkan PEL dalam pembangunan Ekonomi Wilayah Provinsi Jambi Salah satu penyebab terjadinya ketimpangan pertumbuhan ekonomi wilayah di Provinsi Jambi adalah karena kurang optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya yang ada. Konsep PEL (Pembangunan Ekonomi Lokal) dapat dijadikan solusi untuk permasalahan ini.
Dengan PEL nantinya diharapkan, sektor-sektor yang terdapat di
wilayah Provinsi Jambi dekembangkan sesuai dengan kekhasan dan keunggulan yang dimiliki sehingga sektor-sektor tersebut dapat berkembang lebih optimal. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan PEL ini dapat dilakukan dengan menggalakkan kerja sama (kemitraan) dengan pelaku ekonomi, baik dari dalam daerah maupun dari luar daerah dalam mengelola dan mengembangkan potensi unggulan, baik di daerah yang masuk dalam kategori wilayah maju, wilayah maju tetapi tertekan, wilayah sedang bertumbuh maupun untuk wilayah yang relatif terbelakang.
Ekonomi Wilayah
9
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi PENUTUP Kesimpulan Terdapat 4 sektor basis di Provinsi Jambi yaitu sektor Pertanian (1,21), sektor bangunan (1,1), sektor perdagangan/hotel/restoran (1,03) dan sektor jasa (1,01). Sektor pertanian menjadi sektor basis di 8 Kabupaten/Kota, sektor bangunan menjadi sektor basis di
5
Kabupaten/Kota, sektor perdagangan/hotel/restoran
menjadi sektor basis
6
Kabupaten/Kota dan sektor jasa menjadi sektor basis di 6 Kabupaten/Kota. Sektor pertanian menjadi sektor paling dominan di Provinsi Jambi. Akan tetapi, sektor pertanian merupakan sektor tradisional. Selain itu, terdapat 4 wilayah yang tergolong kedalam wilayah relatif tertinggal yaitu Kabupaten Muara Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Merangin, dan Kabupaten Kerinci. Dari hasil analisis indeks spesialisasi regional diketahui bahwa wilayahwilayah Provinsi Jambi belum memiliki spesialisasi selama tahun 2000 - 2007. Permasalahan ekonomi wilayah yang terdapat di Provinsi Jambi diantaranya adalah sektor yang menjadi basis unggulan merupakan sektor tradisional sehingga diarahkan berkembang ke sektor lain (industri Pengolahan) sesuai sasaran yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Provinsi Jambi. Selain itu, di Provinsi Jambi terdapat 4 Kabupaten yang termasuk kedalam wilayah relatif tertinggal di Provinsi Jambi, dan belum terdapat wilayah yang memiliki spesialisasi. Solusi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan, mengalihkan fokus ke sektor industri pengolahan, peningkatan infrastruktur untuk mengurangi ketimpangan dan disparitas, menetapkan prioritas penanganan pada wilayah tertinggal serta menerapkan PEL bagi pembangunan ekonomi wilayah Provinsi Jambi. Lesson Learned Dari analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sektor ekonomi wilayah merupakan sektor yang penting bagi kemajuan atau pertumbuhan suatu wilayah. Oleh sebab itu, perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah agar tidak terjadi disparitas pertumbuhan
perekonomian
suatu
wilayah. Karena
disparitas dapat
menghambat
pertumbuhan wilayah tersebut. Ketersediaan sumber daya alam menjadi modal utama dalam pembangunan sektor perekonomian suatu wilayah. Akan tetapi, ketersediaan sumber daya alam tersebut harus ditopang dengan infrastruktur yang memadai agar pemanfaatan sumber daya dapat dilakukan secara optimal. selain itu, spesialisasi antar wilayah juga turut membantu dalam penerapan PEL sehingga masing-masing wilayah memiliki corak tersendiri dalam ekonomi regionalnya.
Ekonomi Wilayah
10
Critical review Jurnal Analisis Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jambi
DAFTAR PUSTAKA Aswandi, Hairul dan Mudrajad kuncoro. Jurnal Ekonomi dan bisnis Indonesia Vol.17, No. 1, 2002, 27-45 : Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan
1993-1999. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Tarigan, Robinson. 2007. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Zainal, Taufik. QE Journal Vol. 02, No. 01, 2008, Analisis Pertumbuhan ekonomi dan
pengembangan sektor potensial di Kabupaten Asahan (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan SWOT).
Ekonomi Wilayah
11