IDENTITAS
NAMA NOMOR PESERTA PRODI PPG KELAS
SYAMSINAR
19190122010001 220 (Pendidikan Jasmani Olahraga dan Keshatan) A
TUGAS AKHIR MODUL 3: Penyediaan sumber energi latihan dapat berasal dari sistem aerobik dan anaerobik yaitu sistem fosfagen (sistem ATP-PC) dan sistem asam laktat (sistem glikolisis). Sebagai guru PJOK, bagaimana pendapat saudara tentang sistem anaerobik dan bilamana sistem tersebut dapat dicapai oleh peserta didik melalui aktivitas gerak dalam pembelajaran PJOK?
Jawaban :
Ilmu yang mempelajari tentang perubahan-perubahan sistem tubuh karena adanya aktivitas fisik adalah fisiologi olahraga .Fisiologi atau ilmu faal adalah ilmu yang mempelajari fungsi atau cara kerja organ-organtubuh serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengaruh dari dalam maupun luar tubuh.Artinya bagaimana organ-organ
tubuh
bekerja
sesuai
dengan
tugas
masing-masing
dan
keterkaitanantara organ yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem dalam setiap aktivitas tubuh. Misalnya bagaimana organ jantung dan paruparu bekerja melaksanakan fungsinya masing-masing dan kerjasama diantara keduanya di waktu istirahat dan di waktu beraktivitas. Sedangkan yang dimaksud dengan
Fisiologi
Olahraga
adalah
ilmu
yang
mempelajari perubahan-perubahan fungsi organ-organ tubuh baik yang bersifat sementara (respon) maupun yang bersifat menetap (adaptasi) karena pengaruh dari latihan fisik baik untuk tujuan kesehatan maupun untuk tujuan prestasi. Misalnya bagaimana perubahan pada sistem otot setelah melakukan latihan fisik selama beberapa bulan.
A. Sistem Energi Dalam mekanisme biologis sistem tubuh, ATP berperan sebagai sumber energi untuk seluruh fungsi normal. Otot yang berkontraksi, menghasilkan kerja yang memerlukan energi secara terus menerus. Kegiatan fisik yang diprogram untuk meningkatkan kualitas kinerjanya, akan memerlukan energi yang lebih besar sesuai tingkat pekerjaannya.
B. Asam Laktat Pada Latihan Fisik (Olahraga Anaerobik ) Asam laktat merupakan zat yang timbul akibat dari kontraksi otot dengan cara kerja anaerobik atau biasa disebut hampas otot. Pada fase kerja dari latihan fisik anaerobik, akan terjadi insufisiensi oksigen di mitokondria sel otot, karena kecepatan kebutuhan energi yang dikerahkan,secara relatif, melebihi kecepatan suplai oksigen ke mitokondria oleh sistem transportasi oksigen.Hal ini akan menyebabkan mitokondria mengalami insufisiensi oksigen sehingga terjadi glikolisis anaerobik yang menghasilkan asam laktat dari asam piruvat di sitoplasma sel otot. Bila glikolisisanaerobik berlangsung terus, terjadilah akumulasi asam laktat dalam darah.
C. Pemulihan Cadangan Energi Dalam Olahraga Secara garis besar penyedia sistem energi dalam tubuh kita terdapat 3 macam sistem energi, yaitu sistem energi pre-dominan anaerobik, sistem energi pre-dominan aerobik dan kombinasi antar keduanya.Sistem energi ini berpengaruh terhadap pengelompokkan cabang olahraga yaitu cabang olahraga dominan aerobik, dominan anaerobik, atau kombinasi dari keduanya.
Yang dimaksud dengan resintesa ATP dan proses resintesa ATP baik secara anaerobik maupun aerobik. Adenosin trifosfat (ATP) adalah nukleotida, sejenis molekul yang membentuk asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA), bahan pembentuk materi genetik. Ketika itu bukan bagian dari molekul RNA atau DNA, ATP berfungsi untuk
mengangkut energi kimia dalam sel untuk berbagai keperluan metabolisme. Beberapa mekanisme yang ATP penting adalah sintesis dari senyawa kimia seperti protein, motilitas sel atau gerakan, dan pembelahan sel.
Proses resintesa ATP baik secara anaerobik maupun aerobik.
Metabolisme aerobik menyangkut hasil serangkaian reaksi kimia yang memerlukan oksigen dalam memecah karbohidrat, lemak, protein menjadi karbondioksida dan air. Proses kimia ini disebut oksidasi yang terjadi di mitokondria. Sedangkan metabolisme anaerobik adalah hasil serangkaian reaksi kimia yang tidak memerlukan oksigen atau mekanisme produksi energi (ATP) tanpa oksigen.Terdapat tiga rangkaian pembentukan energi, dua diantara tiga rangkaian reaksi untuk sintesis ATP itu adalah sistem ATP-CP dan sistem asam laktat yang keduanya tergolong anaerobik.Satu rangkaian lainnya adalah termasuk aerobik yaitu sistem oksigen.
1. Hubungan antara intensitas latihan dengan sistem energi yang digunakan dan sebutkan contoh-contoh cabang olahraga yang menggunakan sistem energi tersebut Istilah energy otot berarti pengeluaran tenaga oleh otot untuk menimbulkan kontraksi otot sehingga timbul gerak, kerja, maupun panas. Pengeluran tenaga disebut juga dengan kapasitas otot, kemampuan otot. Satuan energy otot ialah Kcal –Kilokalori. (Suharjana : 2013). 1 Kcal = 466 kg (berat) Meter. Dalam sel otot ada sumber tenaga yang cepat menghasilkan tenaga. Sumber energy tersebut bernama ATP ( Adenosin Triphosphat ) dan PC (Phosphocreatin). Adenosin Triphosphat dibuat dan disimpan dalam mitokondria sel otot. Adenosin Triphosphat yang dihasilkan dalam sel otot kemudian diangkut ke setiap sel yang
membutuhkan. Mekanisme pembentukan energy terjadi dengan cara pemecahan ATP menjadi ADP dan Pi, serta sejumah energy (Suharjana : 2013). Energi itulah yang menyebabkan actin dan myosin saling mendekat yang menyebabkan kontraksi (pemendekan) otot.
Terdapat tiga macam energy tubuh yang digunakan sesuai dengan lama dan intensitas latihan yang dilakukan, yaitu : 1.
Sistem Phosphagen (ATP –PC)
2.
Sistem Glikogen Asam Laktat (Glikolisis)
3.
Sistem Aerobik (Fosforilasi Oksidatif)
(Cerika : 2010) Sistem energy berdasarkan durasinya untuk menghasilkan energy dalam bentuk ATP dibedakan menjadi 3, yaitu : 1.
Long Term Energy Sistem
2.
Short Term Energy Sistem
3.
ImmediateEnergy System
(Mc.Ardle & Katch : 2010) Menyambung dua pernyataan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Long term energy System :
merupakan sistem energy yang membutuhkan waktu relatif lama untuk menghasilkan energy siap pakai dalam bentuk ATP ( Adenosis Triphosphat ). Sistem energy aerobic merupakan sistem energy yang tergolong kedalam Long Term Energy System. Olahraga (aktivitas fisik) yang murni menggunakan energy dari sistem
energy aerobic adalah olahraga (aktivitas fisik) dengan durasi 240 – 600 detik (Jensen : 1989). Menurut Jensen (1989) jika olahraga dengan durasi 120 – 140 detik sudah menggunakan sistem energy aerobic namun masih dengan intervensi sistem energy anaerobik latik.kebugaran aerobic adalah kemampuan mengkonsumsi oksigen tertunggi selama kerja maksimal yang dinyatakan dalam liter/menit atau ml/kg/menit. Kebugaran aerobic sering disebut dengan daya tahan jantung paru atau daya tahan kardiorespirasi. MacDougall (1982) mengistilahkan kebugaran aerobic dengan kapasitas aerobic maksimal. Kapasistan aerobic maksimal berkenaan dengan kemampuan jantung dan jaringan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen secara maksimal atau volume oksigen maksimal yang dapat diterima oleh tubuh yang disingkat dengan VO 2 Max.
Untuk mengetahui seberapa baik kemampuan aerobic seseorang, perlu adanya dilakukan tes dan pengukuran. Untuk sistem energy aerobic, tes dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu : a.
Test lari 2,4 km (2400 meter)
b.
Cooper Test
c.
Balke Test
d.
Harvard Step Test
(Irwansyah : 2006).
2.
Short Term Energy Sistem :
Sistem ini akan memecah glikogen dalam otot menjadi glukosa untuk memperoleh energy yang akan digunakan untuk mensintesa ATP. Pembentukan ATP melalui system Phosphagen ini membutuhkan 12 reaksi berurutan, karena itu pembentukan energy melalui proses ini berlangsung lebih panjang dan lebih lambat dibanding sistem ATP – PC. Sistem Glikolisis anaerobik merupakan sistem energy yang masuk dalam kategori Short Term energy System. Namun energy dalam bentuk ATP yang dihasilkan oleh sistem ini lebih banyak dibanding dengan sistem ATP – PC. Energy yang dihasilkan oleh sistem yakni setiap satu mol glukosa akan menghasilkan 3 molekul ATP yang siap digunakan untuk aktivitas.
3.
Immediate Energy Sistem :
Dalam aktivitas fisik yang terjadi kontraksi berulang - ulang dan terus – menerus dalam waktu yang sangat singkat (5 – 10 detik) sistem energy yang digunakan adalah sistem energy dengan Immediate Energy System yakni dengan sistem ATP – PC. Jumlah ATP yang dihasilkan dengan sistem ini hanya mengahasilkan sedikit ATP oleh karena itu, hanya mampu mengakomodasi latihan yang singkat. Cepatnya penyediaan energy dalam sistem ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu : a.
Sistem ATP – PC tidak melalui tidak melalui proses kimia yang panjang.
b.
Sistem ATP – PC tidak membutuhkan oksigen.
c.
ATP – PC yang digunakan dalam reaksi merupakan bahan yang sudah ada
didalam otot.
SISTEM ENERGI DALAM LATIHAN
Janssen (1989) menentukan penyediaan energy berdasarkan klasifikasi aktivitas maksimum dengan mempertimbangkan durasi latihan sebagai berikut :
Klasifikasi aktivitas maksimum pada berbagai durasi serta sistem penyediaan energy untuk aktivitas Energi Durasi
Klasifikasi
disediakan
Observasi
oleh 1 – 4 detik
Anaerobik,
ATP
Alaktik 4 – 10 detik
Anaerobik,
ATP + PC
Alaktik 20 – 45
Anaerobik,
ATP + PC +
Produksi
detik
Alaktik +
Glikogen otot
laktat tinggi
Glikogen otot
Dengan
Anaerobik alaktik 45 – 125
Anaerobik,
detik
Laktik
meningkatkan durasi, produksi laktat menurun
120 – 140
Aerobik, Anaerobik
Glikogen otot
Dengan meningkatnya
detik
laktik
durasi, produksi laktat menurun
240 – 600
Aerobic
detik
Glikogen otot
Dengan
+ Asam
meningkatnya
lemak
durasi dibutuhkan andil lemak yang lebih tinggi menurun
(Suharjana : 2013). Sementara itu, Fox (1984) menjelaskan bahwa penggunaan energy berdasarkan sistem penyediaan energy adalah sebagai berikut : a. Aktivitas yang membutuhkan waktu kurang dari 30 detik, menggunakan sistem energy utama ATP – PC. Seperti nomor lempar, lompat, dan lari 100 meter. b. Aktivitas yang membutuhkan waktu antara 30 detik ssampai 90 detik, menggunakan energy utama dari sistem ATP – PC dan asam laktat. Seperti lari 200 meter, lari 400 meter, renang 100 meter. c. Aktivitas yang membutuhkan waktu 90 – 180 detik, menggunakan energy utama melalui sistem asam laktat dan oksigen. Seperti lari 800 meter, lari 1500 meter, renang 400 meter. d. Aktivitas yang membutuhkan waktu lebih dari 180 detik, menggunakan energy utama dari sistem energy aerobic. Seperti lari 3000 meter, marathon, jogging, dan sebagainya.
Sistem Energi Untuk menghasilkan energi, terdapat 2 (dua) jenis sistem energi, yaitu sistem energi anaerobik (tidak memerlukan oksigen) dan sistem energi aerobik (memerlukan oksigen). Sementara itu, sistem energi anaerobik dibedakan menjadi 2, yaitu anaerobik alaktik (tidak menghasilkan asam laktat) dan anaerobik laktik (menghasilkan asam laktat)` Sistem energi anaerobik alaktik (phosphagen system) Sistem ini menyediakan energi siap pakai yang diperlukan untuk permulaan aktivitas fisik dengan intensitas tinggi (height intensity).Sumber energi diperoleh dari pemecahan simpanan ATP dan PC yang tersedia di dalam otot. Pada aktivitas maksimum, sistem ini hanya dapat dipertahankan 6-8 detik (short duration) karena simpanan ATP dan PC sangat sedikit, setiap 1 kg otot mengandung 4-4m M ATP dan 15-17 m M PC. 1 Mole = 1.000 m Mol setara kalor. Cabang olahraga yang menggunakan sistem ini antara lain : lari cepat 100 meter, renang 25 meter, dan angkat besi. Sistem energi anaerobik laktik (lactid acid system) Apabila aktivitas fisik terus berlanjut, sedangkan penyediaan energi dari sistem anaerobik alaktik sudah tidak mencukupi lagi, maka energi akan disediakan dengan cara mengurai glikogen otot dan glukosa darah melalui jalur glikolisis anaerobik (tanpa bantua oksigen). Glikolisis anaerobik menghasilkan energi (2-3ATP), juga menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang terbentuk dan tertumpuk menyebabkab sel menjadi asam yang akan mempengaruhi efisiensi kerja otot, nyeri otot dan kelelahan. Asam laktat dapat diolah menjadi energi kembali dalam bentuk glukosa melalui siklus corry. Hampir semua cabang olahraga seperti : sepak bola, bola voli, basket menggunakan sistem energi ini. Setiap 1 kg otot mengandung 4-5 m M ATP dan 15-17 PC.
2. Proses terbentuknya asam laktat pada aktifitas fisik dan bagaimana usaha yang dilakukan untuk mengurangi konsentrasi asam laktat yang sudah terbentuk.
Proses terbentuknya asam laktat :
Adanya penumpukan asam laktat ini adalah otot yang lelah akan terasa kaku dan jika dipegang tidak elastis ataupn tidak terasa rileks. Perasan tegang atau capek dibadan merupakan salah satu indikasi bahwa terjadinya pembuntukan asam laktat yang menumpuk pada tubuh. Asam laktat timbul pada saat adanya proses pembakaran didalam otot yang aktif yang dimana pada proses pembakaran tersebut terdapat sisa pembakaran yang disebut asam laktat. Ketika melakukan aktivitas secara berlebihan maka semakin kecil energi yang akan dihasilkan sedangkan pada sisa pembakaran akan semakin menumpuk dan terjadinya penumpukan asam laktat yang membuat badan menjadi lelah dan capek. Selain menyebabkan kelelahan asam laktat yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya peredaran darah kurang lancar atau saraf menjadi kurang sensitif hal ini disebabkan karena otot yang tidak rileks menyebabkan alat alat tubuh menjadi terganggu. Hal ini menjadi salah satu faktor utama terjadinya peredaran darah yang kurang lancar. Pembentukan asam laktat dikarenakan adanya aktivitas berlebih yang menyebabkan terjadinya pembakaran yang semakin menumpuk. Pembentukan asam laktat juga dapat dihindari oleh para olahragawan atau para atleat. Adapun beberapa cara yang dapat menghindari terbentuknya asam laktat adalah melakukan pemanasan sebelum berolah raga, hal ini dilakukan agar tubuh dapan menyesuaikan diri terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas yang berat. Selain itu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonsumsi soda bikarbonan hal ini bermanfaat untuk menunda timbulnya rasa capek dan pegal akibat penumpukan asam laktat. Selain cara diatas melakukan pemijatan juga dapat dimanfaatkan untyk mengurangi pembentukan asam laktat. Hal ini disebabkan dengan melakukan proses pemijatan akan mempermudah tubuh dalam mengeluarkan sisa sisa pembakaran.
Menururt Hasanah dan Fitranti (2015) penumpukan asam laktat ini dapat dikurangi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung sitrulin. Sitrulin merupakan golongan asam amino non esensial yang paling banyak terkandung di dalam buah semangka merah yaitu sebesar 160 mg sitrulin di dalam 100 g buah semangka, dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung sitrulin sebelum olahraga dapat mengurangi proses reaksi anaerobik yang biasanya terjadi setelah berolahraga. Hal ini dikarenakan sitrulin mampu mengurangi penumpukkan atau akumulasi asam laktat yang merupakan produk sampingan dari proses glikolisis anaerob. Sitrulin dapat mempercepat penguraian laktat di otot sehingga laktat dapat di metabolisme kembali di hati dan ginjal untuk membentuk energi melalui siklus cory. Penumpukkan asam laktat ini dapat menurunkan pH darah dan otot, sehingga pH dapat menghambat kerja enzim glikolitik dan menggangu reaksi kimia di dalam sel otot yang dapat menyebabkan kontraksi otot melemah dan mengalami kelelahan. Sitrulin yang diberikan akan menguraikan laktat di otot secara cepat sehingga laktat dapat masuk dalam proses metabolisme kembali ke hati dan ginjal melalui siklus cory sehingga asam laktat tidak mengalami penumpukan.
3. Beberapa prinsip latihan fisik Latihan olahraga merupakan suatu latihan dalam upaya untuk meningkatkan fungsi sistem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara optimal ketika berolahraga. Agar latihan olahraga mencapai hasil yang maksimal, harus memiliki prinsip latihan. Menurut Fox, Bowers dan Foss (1988:288), prinsip dasar dalam program latihan adalah mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan
aktivitas
dan
melalui
prinsip
beban
berlebih
(overload)
untuk
menyususn satu program latihan yang akan mengembangkan sistem energi yang bersifat khusus pada cabang olahraga. Adapaun prinsip – prinsip latihan yang secara umum diperhatikan adalah sebagai berikut : a. Prinsip Kekhususan (Specificty) Latihan bertujuan untuk mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan harus bersifat khusus, yaitu khusus mengembangkan kemampuan tubuh sesuai
dengan tuntutan dalam cabang olahraga yang akan dikembangkan. Kekhususan dalam hal ini adalah spesifik terhadap sistem energi utama, spesifik terhadap kelompok otot yang dilatih, pola gerakan, sudut sendi dan jenis kontraksi otot. Prinsip kekhususan dalam bola voli adalah latihan kondidi fisik sesuai dengan kebutuhan gerak dalam bolavoli. b. Prinsip Beban – Lebih (The Overload Priciples) Prinsip
bebean
lebih
adalah
prinsip
latihan
yang
menekankan
pada
pembebanan latihan yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan oleh atlet. Atlet harus selalu berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsang. Kalau beban latihan terlalu ringan (dibawah ambang rangsang), walaupun latihan sampai lelah, berulang-ulang dan dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak mungkin tercapai. Pemberian beban dimaksud agar tubuh beradaptasi dengan beban yang diberikan tersebut, jika itu sudah terjadi maka beban harus ditambah sedikit demi sedkit untuk meningkatkan kemungkinan perkembangan kemampuan tubuh. Penggunaan beban secara overload akan merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh, sehingga peningkatan prestasi terus-menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan, Bompa (1990:44). Untuk mendapatkan efek latihan yang baik organ tubuh harus diberi beban melebihi beban dari aktivitas sehari-hari. Beban yang diberikan mendekati maksimal hingga maksimal, Brokk dan Fahery (1984:84) c. Prinsip Beban Bertambah (the prinsiples of Progresive) Beban latihan adalah sejumlah intensitas, volume, durasi dan ferkuensi dari suatu aktivitas yang harus dijalani oleh atlet dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sistem organ tubuhnya agar mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi sesuai dengan tujuan latihan. Peningkatan pemberian beban hendaknya dilakukan secara progresif dan bertahap. Progresif artinya beban latihan selalu meningkat, dari awal sampai akhir latihan. Peningkatan berat beban dilakukan tidak sekaligus, tetapi bertahap. Diawali dengan beban rendah dan dilanjutkan ke beban yang semakin
tinggi, buka sebaliknya pada awal latihan diberikan beban berat, kemudian makin lama beban latihan semakin ringan. Menurut Nala (1998:34) bahwa yang dimaksudkan dengan beban latihan tidaklah selalu pengertiannya kuantitatif, tetapi mencakup kuantitatif dan kualitatif. Beban latihan yang bersifat kuantitatif ini, beban latihannya dapat berupa berat beban yang harus diangkat, banyaknya reperisi, set, lama istirahat per set, kecepatan, ferkuensi perminggu dan sebagainya. Bagi atlet cabang olahraga yang lain tentu bebal latihannya akan berbeda, sebab tujuan latihannya berbeda. Beban latihan yang bersifat kualitatif dapat berupa presentase intensitas latihan, berapa persen beban latihan diambil pada awal dan berapa [ersen perningkatannya. d. Prinsip Individualitas (The Prinsiples of Individuality) Pada prinsipnya masing-masing individu berbeda satu dengan yang lain. Dalam latihan setiap individu juga berbeda kemampuannya, manfaat latihan akan lebih berarti
jika
program
latihan
tersebut
direncanakan
dan
dilaksanakan
berdasarkan karakteristik dan kondidi individu atlet.Oleh karena iti faktor0faktor karakteristik individu atlet harus dikembangkan untuk menyusun program latihan. Berkaitan dengan hal ini Harsono (1988:112-112) mengemukakan bahwa faktor-faktro seperti umur, jenis kelamin, bentuk tubuh, kedewasaan, latar belakang pendidikan, lamanya berlatih, tingkat kesegaran jasmaninya, ciriciri psikologinya, semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam menyusun program latihan. Latihan yang dilakukan harus direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu atlet. Program latihan yang disusun dan pembebanan yang diberikan dalam latihan harus sesuai dengan kondisi tiap-tiap individu. e. Prinsip Reversibilitas (The Prinsiples of Reversiblity) Kemampuan fifik yang dimiliki seseorang tidak menetap, tetapi dapat berubah sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Keaktifan seseorang melakukan latihan atau
kegiatan
fisik
dapat
meningkatkan
kemampuan
fisik,
sebaliknya
ketidakaktifan atau tanpa latihan akan menimbulkan kemunduran kemampuan fisik. Menurut Soekarman (1987:60) bahwa, setiap latihan kalau tidak dipelihara
akan kembali keadaan semula. Berdasarkan prinsip ini, latihan fisik harus secara teratur dan kontinyu. Prinsip ini harus dipegang oleh pelatih maupun atlet. Latihan yang teratur dan kontinyu akan membawa tubuh untuk dapat segera menyesuaikan diri pada situasi latihan. Adaptasi tubuh terhadap situasi latihan ini, maka kemampuan tubuh dapat meningkat sesuai dengan rangsangan yang diberikan.