PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHASISWA DALAM PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2 MELALUI MOD E L
BE DSIDE TEA TEA CHING CHING – THE THE FIVE STEPS MICROSK ILL PADA MAHASISWA PRA KLINIK 2
OLEH : GANDA ARDIANSYAH, S.KEP.,NS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS STIKES SATRIA BHAKTI NGANJUK TAHUN AKADEMIK 2015/2016
84
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Judul Upaya Peningkatan Hasil Kemampuan Dalam Penerapan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah 2 Melalui Model Bedside Teaching - The Five Steps Microskill Pada Mahasiswa Pra Klinik 2 STIKES Satria Bhakti Nganjuk Tahun Ajaran 2015/2016
1.2 Latar belakang masalah Menghadapi tuntutan kebutuhan dan perkembangan ilmu keperawatan dimasa
depan
dan
era
kesejagatan,
pengembangan
pendidikan
tinggi
keperawatan harus lebih menekankan pada pengembagan pengalaman belajar klinik dan pengalaman belajar lapangan dalam bidang keperawatan, karena hal ini mempunyai kedudukan sentral dalam pengembangan pendidikan tinggi keperawatan dimasa depan. Kurikulum terbaru bagi institusi pendidikan Ners yakni kurikulum 2012 yang menempatkan pembelajaran praktika pada dua semester terakhir (semester IX dan X), banyak sekali kendala yang dihadapi mahasiswa salah satunya mahasiswa merasa kurang dalam hal pengalaman praktik klinik. Hal tersebut tidak sejalan dengan tuntutan zaman yang membutuhkan tenaga keperawatan lulusan Ners yang mempunyai kualitas ketrampilan yang memadai. Program pembelajaran Pra Klinik I ini berfokus pada penerapan konsep dan teori asuhan keperawatan yang meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi tubuh pada sistem persarafan, endokrin, perkemihan, muskuloskletal, imunitas dan integumen. Sehingga mahasiswa mendapat bekal awal sebagai persiapan menghadapi pembelajaran praktika pada tahap pendidikan profesi di akhir semester. Sebagai institusi pendidikan keperawatan perlu untuk mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi perawat yang professional dan berkompeten terutama dalam pelayanan medikal bedah. Pengajaran dan pembelajaran dalam konteks klinik (rumah sakit) merupakan hal yang sangat menentukan kualitas hasil lulusan perawat. Ironisnya dalam praktika di klinik ini banyak sekali
85
hambatannya, Oleh karena itu, maka perlu suatu solusi untuk memecahkan kendala tersebut. Demikian juga kenyataan di STIKES Satria Bhakti Nganjuk masih memiliki kendala dalam mempersiapkan mahasiswa yang berkarakter dimana menjelang praktik (pra klinik) mahasiswa menghadapi rasa cemas yang tinggi dengan situasi baru di RS, orang baru baik perawat maupun pasien nyata, tata tertib di RS dan lain-lain yang dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran, pada
akhirnya
timbul
banyak
keluhan
dari
para
pembimbing
ruangan
diantaranya kurang tajam analisis mahasiswa menyusun asuhan keperawatan, kurang terampilnya mahasiswa ketika melaksanakan praktik klinik keperawatan, serta kurangnya kesempatan untuk berpartisipasi aktif dari mahasiswa. Para
pakar
pendidikan
klinik
memberikan
sebuah
panduan
dalam
pengajaran dan pembelajaran dalam pendidikan k linik yang dikenal “ B E D S I D E ” .
B E D S I D E merupakan singkatan dari B riefing, E xpectation, D emonstrations, S pesific Feedback, I nclution microskill, D ebriefing and E ducation. BEDSIDE ini dikembangkan
dari
teori
experience
and
explanation
cycles
yang
dikemukakankan oleh Cox, 1993. The Five Steps Microskill sebagai sebuah model pengajaran di pendidikan klinik merupakan suatu solusi yang bisa diterapkan untuk mengoptimalkan pengajaran dan pembelajaran di klinik dengan keterbatasan waktu. Model The Five Steps Microskill ini dirancang oleh Neher dan kawan-kawan yang dimuat dalam Journal of the American Board of Family Practice. Model ini dapat diterapkan dengan waktu yang terbatas dalam pendidikan klinik baik di klinik rawat jalan maupun di bangsal. Sehingga Bedside Teaching melalui The Five Steps Microskill menjadi optimal, efektif dan efisien. Berdasarkan permasalahan diatas peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas untuk menerapkan metode bed side teaching - The Five Steps Microskill sebagai upaya peningkatan hasil belajar dalam menerapkan asuhan keperawatan medikal bedah 2.
1.3 Rumusan masalah Apakah metode bed side teaching melalui The Five Steps Microskill dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada penerapan asuhan keperawatan medikal bedah 2 ?
86
1.4 Hipotesis Terdapat peningkatan hasil belajar mahasiswa pada penerapan asuhan keperawatan medikal bedah 2 dengan metode bed side teaching - The Five Steps Microskill.
1.5 Tujuan penelitian Mengidentifikasi peningkatan hasil belajar mahasiswa pada penerapan asuhan keperawatan medikal bedah 2 dengan metode bed side teaching - The Five Steps Microskill.
1.6 Manfaat Hasil Penelitian 1.6.1
Bagi Dosen Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai evaluasi terhadap hasil proses belajar mengajar mata kuliah sistem persyarafan, integumen, muskuloskeletal, endokrin, dan imun-hematologi dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
1.6.2
Bagi Mahasiswa 1
Sebagai umpan balik dalam proses belajar mengajar
2
Sebagai acuan dalam meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada medikal bedah
3
Mahasiswa dapat menemukan solusi yang tepat dari apa yang mereka hadapi dalam menerapkan asuhan keperawatan medikal bedah secara kritis
1.6.2
Bagi STIKES Stria Bhakti Nganjuk Dapat memberikan sumbangan yang baik untuk institusi dalam rangka perbaikan proses pembelajaran di klinik
1.7 Definisi Istilah Metode bed side teaching - The Five Steps Microskill adalah metode pembelajaran klinis yang melibatkan pasien, mahasiswa, dan pembimbing klinis yang dilakukan dalam konteks klinis (terdiri atas tiga tahap: tahap persiapan, tahap pengalaman (patient encounter), dan tahap refleksi) dengan melakukan penekanan pada kebutuhan belajar mahasiswa dan partisipasi mereka dalam menentukan keputusan masalah klinik.
87
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep B eds ide Teaching - The Fi ve Steps Micros ki ll.
2.1.1 B eds ide Teaching Bedside teaching adalah suatu metode pembelajaran klinis yang melibatkan pasien, mahasiswa, dan pembimbing klinis yang dilakukan dalam konteks klinis. Metode ini bertujuan untuk memberikan pengalaman klinis pada konteks nyata (real setting) dan mahasiswa dapat belajar dari pengalaman tersebut dan dari umpan balik dari pembimbing klinik dan pasien. Metode ini dirasakan yang paling efektif dibanding pembelajaran di kelas dalam melatih keterampilan klinis mahasiswa, seperti berkomunikasi dengan pasien (history t aking), melakukan pemeriksaan fisik, observasi dan menerapkan etika klinis, profesionalisme, dan mengembangkan kemampuan nalar klinis (clinical reasoning). Bed
side
teaching terdiri
pengalaman (patient
encounter),
atas dan
tiga tahap
tahap: refleksi.
tahap
persiapan, tahap
Pada tahap
persiapan,
mahasiswa dan pembimbing mendiskusikan tujuan belajar yang ingin dicapai. Pada tahap persiapan, pembimbing memastikan bahwa mahasiswa paham atas apa yang akan dihadapi pada saat interaksi dengan pasien dan bagaimana mengoptimalkan kesempatan itu untuk mencapai tujuan belajar. Pada tahap
pengalaman,
pasien
hadir
bersama
mahasiswa
dan
pembimbing. Pasien mendapat penjelasan tentang aktivitas pembelajaran dan memberikan persetujuan. Tahap pengalaman dapat berupa demonstrasi atau observasi. Demonstrasi. Pembimbing klinik mendemonstrasikan suatu interaksi dengan pasien (anamnesis, pemeriksaan fisik, manajemen pasien, dan aspek komunikasi lainnya). Mahasiswa belajar dari demonstrasi tersebut, dan dapat dilibatkan dalam diskusi dengan pasien. “Demonstrasi” direkomendasikan pada saat mahasiswa mempelajari ketrampilan baru atau pada fase-fase awal pembelajaran. Pembimbing klniis berperan sebagai role model ( I am doing, you are watching ). Observasi. Mahasiswa mendemonstrasikan suatu interaksi dengan pasien (anamnesis, pemeriksaan fisik, manajemen pasien, dan aspek komunikasi lainnya). Pembimbing mengamati kinerja mahasiswa dan memberikan umpan balik. Observasi direkomendasikan pada saat fase belajar yang lebih lanjut. Pembimbing
88
klniis berperan sebagai fasilitator (We are doing together atau I am watching, you are doing). Diskusi antara pembimbing dan mahasiswa pada tahap pengalaman harus mempertimbangkan kepentingan dan kenyamanan pasien. Oleh karena itu, umpan balik diberikan pada saat dibutuhkan, misalnya, pembimbing melakukan koreksi cara palpasi hepar. Pasien juga dapat diminta untuk memberi umpan balik, misalnya pada aspek komunikasi. Pada tahap
refleksi, mahasiswa
dan
pembimbing
mendiskusikan
pencapaian tujuan belajar. Mahasiswa mendapatkan umpan balik, mendiskusikan hal-hal
yang
belum dipahami,
memperkuat
pengetahuan
klinis
dan clinical
reasoning, serta merumuskan tujuan belajar untuk bedside teaching atau aktivitas pembelajaran lain selanjutnya. Untuk menjaga kenyamanan pasien sebaiknya tahap ini dilakukan di tempat lain tanpa keberadaan pasien
2.1.2 The Five Steps Micros kill Neher, Gordon, Meyer dan Stevens mengemukakan sebuah model pengajaran di kontek klinik yang mereka beri nama The Five Steps Microskill . Model ini dapat diterapkan dalam pendidikan klinik di unit rawat jalan (poliklinik) dan di bangsal. Penerapan model ini di pendidikan klinik rawat jalan sangat efektif karena dengan waktu yang sangat terbatas (3-5 menit), Preceptor dapat mengajarkan pengetahuan
dan
ketrampilan
klinik
dengan
menggunakan
pasien
yang
sebenarnya. Model ini juga dapat diterapkan pada BST di bangsal. Seperti yang sudah diketahui , bangsal ditempati oleh pasien dengan bermacam kasus penyakit. Contohnya Jumlah pasien di Bangsal penyakit saraf pada waktu penulis mengamati ada sekitar dua puluh pasien dengan bermacam variasi penyakit. Apabila model ini diterapkan pada 20 orang pasien maka di butuhkan waktu sekitar 60 menit sampai 100 menit yang mana masih dalam rentang waktu BST yang selama ini telah diterapkan. Penerapan model ini tentu saja menguntungkan dalam pendidikan klinik selain dapat mengatasi keterbatasan waktu juga dapat mengajarkan pendidikan klinik secara efektif. 5 , 6 Langkah-langkah dalam model The Five Steps Microskill adalah sebagai berikut: Step 1. Tanyakan Komitmen mahasiswa
89
Petunjuk : Setelah mahasiswa mempresentasikan sebuah kasus, ia akan menunggu respon dari dosen atau bertanya mengenai petunjuk untuk kasus ini. Preceptor : Preceptor meminta mahasiswa untuk menyatakan masalah yang ada dalam kasus yang dipresentasikan dapat dalam bentuk hipotesis diagnosis atau rencana manajemen asuhan keperawatan. Rasional : Meminta mahasiswa untuk menginterpretasikan data merupakan langkah awal dalam menentukan kebutuhan belajar mereka dan prior knowledge yang telah mereka miliki. Contoh : “Apa diagnosis keperawatan pasien ini?” Step 2. Mengali bukti-bukti yang mendukung Petunjuk : Ketika mendiskusikan suatu kasus, mahasiswa memiliki komitmen terhadap masalah yang dikemukakan dan menantikan respon dosen untuk mengkonfirmasikan pendapat mereka. Preceptor : Sebelum memberikan arahan, mintalah mahasiswa untuk memberikan bukti yang mendukung pendapat mahasiswa tersebut. Rasional : Mintalah mahasiswa untuk mengungkapkan proses berpikir mereka sehingga dosen dapat mengidentifikasi apa yang mahasiswa tahu dan yang belum tahu. Contoh : “Penemuan utama apa yang mendasari diagnosis keperawatan anda?” Step 3. Katakan apa yang mahasiswa sudah lakukan dengan benar Petunjuk : Pelajar telah menangani suatu kasus secara sangat efektif yang hasilnya membantu preceptor, pasien atau rumah sakit. Mahasiswa tidak menyadari bahwa yang telah dilakukannya efektif dan memiliki dampak yang positif. Preceptor : Berilah komentar kepada mahasiswa bahwa ia sudah melakukan hal yang benar dan membawa dampak positif. Contoh : “Anda
telah
mempertimbangkan
kemampuan
pasien dalam
memilih
intervensi keperawatan. Kepekaan Anda telah membantu pasien dalam mengatasi masalahnya” Step 4. Perbaiki yang masih salah Petunjuk : Pekerjaan mahasiswa telah mempertunjukkan kekeliruan , kesalahan atau penyimpangan.
90
Preceptor : Segera mungkin setelah kekeliruan, temukan waktu dan tempat yang sesuai untuk mendiskusikan apa yang salah dan bagaimana cara menghindari atau mengoreksi kesalahan di masa datang. Pertama kali berilah kesempatan pelajar untuk mengkritik hasil kerja mereka. Rasional : kesalahan mahasiswa yang tidak diberitahu oleh preceptor akan memiliki kesempatan untuk diulangi. Dengan mendiskusikan apa yang salah pada hasil kerja mahasiswa akan menghindari kesalahan ini di masa yang akan dating. Contoh : “Anda benar bahwa gejala yang ada mengarah kepada diagnosis keperawatan pola nafas tidak efektif. Tetapi anda tidak bisa memastikan bahwa ia bukan dengan pola nafas tidak efektif sebelum Anda melakukan pemeriksaan fisik pada sistem pernafasan secara menyeluruh ” 5. Mengajarkan konsep/kaidah umum Petunjuk : Preceptor memastikan bahwa ia mengetahui seputar kasus yang dipresentasikan mahasiswa. Preceptor : Ajarkan prinsip umum, konsep. Rasional : Instruksi lebih mudah diingat dan diterima bila diberi dalam bentuk kaidah umum, prinsip atau perumpamaan. Contoh : “Jika
pasien
baru
mengalami
gejala
minor
dari
sebuah
diagnosa
keperawatan. Anda harus menemukan tanda gejala mayor pada pasien untuk menegakkan sebuah diagnosa keperawatan ”
Irby et al membandingkan model The Five Steps Microskill dengan model tradisional dalam pendidikan klinik menemukan bahwa model The Five Steps Microskill memperlihatkan adanya penekanan pada kebutuhan belajar mahasiswa dan partisipasi mereka dalam menentukan keputusan masalah klinik yang mana hal-hal ini sangat kurang atau bahkan tidak terlihat dalam pendidikan klinik dengan model tradisional. Penelitian dosen klinik di Aagard mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi model ini efektif dalam pendidikan klinik, yaitu : 1. Dosen klinik lebih percaya diri dalam mengevaluasi mahasiswa. 2. Dosen klinik mampu meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa. 3. Dosen klinik mampu memberikan feedback yang berkualitas.
91
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Tujuan utama PTK
adalah perbaikan dan peningkatan layanan pembelajaran. Dalam hal ini penelitian bertujuan
memperbaiki
dan
meningkatkan
pembelajaran penerapan
asuhan
keperawatan pada medikal bedah dengan menggunakan metode Bedside teaching
– The Five Steps Miroskill . Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif
3.2
Waktu,Tempat dan Subyek Penelitian
3.2.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di STIKES Satria Bhakti Nganjuk, selama 4 minggu selama mahasiswa melakukan praktik 3.2.2 Subyek penelitian tindakan kelas PTK ini dilaksanakan di STIKES Satria Bhakti Nganjuk dengan subjek penelitian
mahasiswa STIKES Satria Bhakti Nganjuk semester IV Prodi
Pendidikan Ners. Dalam hal ini, yang diberi tindakan adalah hanya mahasiswa yang melakukan praktik pra klinik di ruang Bougenvile, Dahlia, Soka dan Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk sebanyak 40 mahasiswa dan dosen pengampu
Departemen
Keperawatan
Medikal
Bedah
yaitu
Ganda
Ardiansyah, S.Kep., Ns 3.3
Data dan Sumber Data Sumber data pada penelitian ini adalah seluruh tim penelitian dan mahasiswa STIKES Satria Bhakti Nganjuk semester IV. Jenis data yang didapatkan adalah data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari hasil belajar, rencana pembelajaran dan hasil observasi terhadap pembelajaran. Cara pengambilan data ialah : 1. Data dari hasil belajar diambil dari hasil pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah hasil observasi 2. Data tentang situasi pembelajaran pada saat dilaksanakan tindakan, diambil dengan menggunakan instrument aktivitas mahasiswa
92
3. Data tentang refleksi serta perubahan yang terjadi diambil dari instrument dosen 4. Data
tentang
keterkaitan
anatara
perencanaan
dari
pelaksanaan
didapatkan dari perencanaan pembelajaran dan instrumen aktivitas mahasiswa 5. Data tentang hasil tes
3.4
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Instrumen atau alat pengambilan data yang dipakai peneliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : 1. Lembar observasi Lembar observasi berisikan pengamatan aktivitas dosen dan aktivitas mahasiswa selama proses praktik berlangsung 2. Tes Hasil Belajar Tes yang digunakan merupakan tes ketrampilan dalam pemberian asuhan keperawatan Medikal Bedah pada pasien di ruangan RS. Ketrampilan dalam melakukan pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi hingga evaluasi keperawatan Hal ini digunakan untuk mengetahui hasil balajar mahasiswa setelah diberikan pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah dengan metode Bedside teaching – The Five Steps microskill.
3.5
Prosedur Penelitian
93
Penelitian
tindakan
kelas
ini
dilaksanakan
dengan
prosedur
(1)
perencanaan, (2) Tindakan, (3) Refleksi. 1. Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tiap tahap perencanaan adalah sebagai berikut : b. Dosen membuat RPP tentang Asuhan Keperawatan pada Medikal bedah dengan pendekatan Bedside teaching-the five steps microskill. c. Peneliti menyiapkan instrument aktivitas mahasiswa untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di klinik ketika pendekatan Bedside teaching-the five steps microskill dalam pembelajaran asuhan keperawatan pada medikal bedah d. Dosen membuat instrument yang akan digunakan untuk mengukur apakah
kemampuan
mahasiswa
dalam
menyusun
asuhan
keperawatan (melaksanakan pengkajian, analisa data, merumuskan diagnosis keperawatan, menyusun intervensi keperawatan dan melaksanakan implementasi serta evaluasi) meningkat. 2. Pelaksanaan Tindakan a. Melaksanakan RPP tentang Asuhan Keperawatan pada sistem medikal bedah dengan metode Bedside teaching-the five steps microskill . b. Melaksanakan pendekatan metode Bedside teaching-the five steps microskill dalam pembelajaran pra klinik 2 di RSUD Nganjuk. 3. Observasi Pada tahap ini dimulailah proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan instrument aktivitas mahasiswa yang telah dibuat. 4. Refleksi Data yang terkumpul pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis. Selain pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah hasil observasi, dosen juga dapat mengadakan refleksi dengan melihat data hasil instrument aktivitas mahasiswa. Apakah model pembelajaran dengan metode Bedside teaching-the five steps microskill sudah dapat diterapkan dalam pembelajaran pra klinik 2 tentang asuhan keperawatan pada medikal bedah di STIKES Satria Bhakti Nganjuk semester IV? Apakah indikator
94
keberhasilan mahasiswa dalam pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah terpenuhi ? Disamping data instrument aktivitas mahasiswa, dipergunakan juga data instrument dosen ini dipakai guru untuk mengevaluasi dirinya sendiri. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan dpergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya, bila hal ini masih diperlukan.
Prosedur pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini antara lain : 1. Observasi Observasi
dilakukan
secara
langsung
pada
saat
pembelajaran
berlangsung. Lembar observasi ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang aktivitas dosen dan mahasiswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. 2. Tes Tes diberikan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar mahasiswa. Melalui tes tersebut akan diketahui kemampuan mahasiswa menerapkan asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan menggunakan metode conference dan bedside teaching
3.6
Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan tehnik analisis deskriptif kuantitatif. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon signed rank test dan paired t-test untuk data berpasangan, dengan nilai kemaknaan p<0,05. Data kualitatif digunakan sebagai data tambahan untuk pembahasan.
3.7
Sumber Pustaka Amin Z, Eng KH. Basics in Medical Education. Singapore: World Scientific Publishing, 2003. Bensinger, L., Meah, Y.,Simon, T. Teaching Skills For Residents. [Internet]. Available from: Dent JA, Harden RM, Editors. A Practical Guide For Medical Teachers. Elsevier Churchill Livingstone, 2006.
95
Janicik, R. W., Fletcher, K. E. (2003). Teaching at the bedside: a new model. Medical teacher, 25(2), 127-130 Kroenke, K., Omori, D. M., Landry, F. J., Lucey, C. R. (1997). Bedside teaching. Southern medical journal, 90(11), 1069-1074 Parrott, S., Dobbie, A et al. (2006) Evidence-based Of.ce Teaching —The Five-step Microskills Model of Clinical Teaching. [Internet] March, 2006 38 (3). Available from: < http://www.stfm.org/fmhub/fm2006/March/Sarah164.pdf.> Polotsky, H & Metalios, E. Teaching Teachers To Teach. [Internet]. Available from: < http://www.aecom.yu.edu/home/GME/TEACHING_sylllabus.doc.> Ramani, S. (2003). Twelve tips to improve bedside teaching. Medical teacher, 25(2), 112-115. Raskind, HS. (2001) The One-Minute Preceptor. [Internet]. Available from: < articleid=”98″> [Accessed 30 March 2007]. Rby, D. (1999). Five Microskills for Clinical Teaching. [Internet]. Available from: <> [Accessed 30 March 2007]. Sarkin, R. The One Minute Preceptor Microskills of Clinical Teaching. [Internet] .Available from: < http://www.im.org/facdev/gimfd/ProjectMaterial/MeetingPresentFiles/ Strategies%20Tampa%20Sarkin.htm> Williams, K. N., Ramani, S., Fraser, B., Orlander, J. D. (2008). Improving bedside teaching: findings from a focus group study of learners. Academic medicine, 83(3), 257-264
3.8
Lampiran 1. Informed consent 2. Lembar kuesioner 3. Lembar observasi hasil belajar 4. Gann chart kegiatan penelitian 5. Pembagian kelompok
96