PERANCANGAN SUB LINE METAL FORMING UNTUK PRODUK DOOR PANEL REFRIGATOR (PINTU KULKAS)
Karya Tulis ini dibuat untuk memenuhi Tugas Semester Akhir sebagai penutup program Diploma III Politeknik
Disusun Oleh : 1. EKA NUGRAHA
NIM. 200135007
2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008 3. ZAENAL MUTAQIN
NIM. 200132024
4. YOGIE MARADONA
NIM. 200131026
POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG 2003
LEMBAR PENGESAHAN Karya Tulis ini yang berjudul :
PERANCANGAN SUB LINE METAL FORMING UNTUK PRODUK DOOR PANEL REFRIGATOR (PINTU KULKAS)
Disusun Oleh : 1. EKA NUGRAHA
NIM. 200135007
2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008 3. ZAENAL MUTAQIN
NIM. 200132024
4. YOGIE MARADONA
NIM. 200131026
Telah direvisi dengan sebaik-baiknya. Bandung, 15 Agustus 2003
Pembimbing I
Pembimbing II
Addonis Candra ST
Dede Supriadi
NIP. 132 258 823
NRP.
Mengetahui :
Peguji I
Penguji II
Penguji III
NRP.
NRP.
Aris Budiarto NRP.
ABSTRAK
Awal abad ke 21 diantisipasi sebagai datangnya masa depan yang sarat perubahan, persaingan dan kompleksitas. Dasawarsa ini merupakan tahun-tahun transisi menuju masyarakat industri berteknologi modern yang menekankan pada kemampuan memanfaatkan informasi, keterkaitan global, infrastuktur yang terintegrasi dan sumberdaya manusia yang kreatif dan inovatif. Permintaan yang penulis temui saat ini adalah perancangan mesin untuk mengisi dan atau mengganti line produksi dalam pembentukan pelat menjadi door panel refrigator (pintu kulkas) sehingga diharapkan mesin tersebut mampu memproses 6 variasi produk dengan lebar pelat yang sama. Permintaan tersebut timbul terutama disebabkan karena keterbatasan sarana yang tersedia saat ini dalam memenuhi lot produksi (demand ) dan daya saing yang tinggi, diharapkan dengan dirancangnya mesin ini mampu memproduksi variasi produk dengan jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih singkat. Perancangan sebuah mesin yang terdiri dari sistem konveyor dan press tools serta didukung media kerja pneumatik dan hidrolik yang diatur sedemikian rupa hubungannya oleh PLC diharapkan mampu memenuhi permintaan tersebut, selain itu mesin ini dilengkapi pula dengan inverter yang berperan utama sebagai variator kecepatan yang dapat menunjang peningkatan produktifitas untuk kedepannya. Perancangan mesin ini merupakan hasil kombinasi dari beberapa disiplin ilmu yang melibatkan persoalan desain, mekanik dan otomasi yang berjalan secara paralel dan bergabung pada setiap akhir dari kegiatan. Rancangan diperoleh dari penalaran rasional, perhitungan dan pemilihan dari beberapa alternatif yang terpikirkan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai data.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, yang dengan rahmat-Nya kami dapat menyelsaikan karya tulis yang berjudul “ Perancangan Sub Line Metal Forming Untuk Produk Door Refrigator (Pintu Kulkas) “ . Karya tulis ini disusun sebagai syarat
kelulusan program Diploma III Ahli Teknik Politeknik Manufaktur Bandung. Pada kesempatan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Orang tua serta keluarga tercinta atas dukungan moril dan materil terutama doa restu yang diberikan kepada kami. 2. Dosen pembimbing : Bpk. Addonis Candra dan Mas Dede Supriadi, yang telah meluangkan
waktu,
tenaga,
dan
pikiran
untuk
membimbing
kami
dalam
menyelesaikan karya tulis ini. 3. Bpk. Ali S, Mas Dedi Arif (Ins. ME), Bpk. Bayu P (Ins. DE), serta Bpk. Ruminto (Ins. AE), yang telah memberikan bantuan dan saran dalam menyelesaikan karya tulis i ni. 4. Pihak Puslatker IJM yang telah memberikan kesempatan untuk mengunakan fasilitas PLC Siemens S7-300. 5. Sdri. Vidia Geraldin, Sdri. Santi Dewi Efendi dan Sdr Ir Enrizal Nazar atas kebersamaannya kebersamaannya dalam memberikan dorongan moril. 6. Dan semua pihak yang telah turut serta membantu. Selama pembuatan karya tulis ini, kami menemui berbagai kendala dan kesulitan oleh karena itu kami menunggu saran dan kritik yang membangun. Kami berharap karya tulis ini dpat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan kami sebagai penulis khususnya.
Bandung, Agustus 2003
Penyusun
DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan
i
Abstrak
ii
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
iv
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
1 1
I.2 Rumusan Masalah
3
I.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah
`
4
I.4 Pembatasan Masalah dan Ruang Lingkup Kajian
4
I.5 Tujuan Penulisan
5
I.6 Pengumpulan Data
5
I.7 Sistematika Pembahasan
5
BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Proses Desain
7
II.2 Konveyor
9
II.3.1 Definisi
9
II.2.2 Pembagian pokok perlengkapan penanganan bahan
9
II.2.3 Sabuk konveyor II.3 General Mekanik
10 11
II.3.1 Transmisi sabuk gilir (timing belt)
11
II.3.1.1. Material/ Komponen penyusun
11
II.3.1.2. Profil gigi
12
II.3.1.3. Definisi dan symbol
13
II.3.1.4. Data dan langkah-langkah langkah-langkah desain sabuk gilir
15
II.3.2 Pemilihan Motor II.3.2.1 Motor induksi
19 19
II.3.2.1.1 Konstruksi Umum
19
II.3.2.1.2 Pengaturan kecepatan motor induksi
20
II.3.2.1.3 Prinsip kerja motor induksi
21
II.3.2.2 Gaya tahanan sabuk
21 iv
II.3.2.2.1 Gaya tarik sabuk ( F t )
21
II.3.2.2.2 Momen tahanan (T)
22
II.3.2.3 Daya Motor Sementara
22
II.3.2.4 Momen Percepatan ( T a )
22
II.3.2.4.1 Gerak translasi
23
II.3.2.4.2 Gerak rotasi
24
II.3.2.5 Momen Awal Motor
25
II.3.2.6 Daya Motor Yang Dipilih
25
II.4. Inverter
26
II.5 Pemilihan poros dan pasak
27
II.5.1 Diagram benda bebas (DBB)
27
II.5.2 Faktor Keamanan (Factor of Safety)
27
II.5.3 Perencanaan poros terhadap beban statis
28
II.5.4 Perencanaan pasak
30
II.6 Hidrolik
32
II.6.1. Direction control valve
33
II.6.2. Pompa hidrolik
33
II.6.3. Aktuator
33
II.6.4 Pengontrol aliran
34
II.6.5 Pengontrol tekanan
34
II.6.6. Motor
34
II.6.7. Reservoir
35
II.7 Pneumatik II.7.1 Tekanan udara
35 36
II.7.2 Fluida gas
37
II.7.3 Karakteristik gas
37
II.7.4 Konsep dasar sistem pneumatik
38
II.7.5 Pengontrolan tekanan II.7.6 Aktuator
40 39
II.7.7 Gaya silinder
39
II.7.8 Perhitungan ukuran aktuator
41
II.7.9 Perhitungan konsumsi udara
43
iv
II.8 Elektropneumatik II.8.1 Elemen listrik pada elektro pneumatik II.9 Programmable Logic Controller (PLC)
44 44 45
II.9.1 Ciri – ciri PLC
45
II.9.2 Komponen PLC
46
II.10 Piercing Tool Hydroulic II.10.1 Penetrasi
46 47
II.10.2 Fracture
48
II.10.3 Clearence
48
II.10.4 Land
50
II.10.5 Perhitungan gaya piercing
51
BAB III MEKANISME KERJA
52
BAB IV ALTERNATIF PERANCANGAN
63
IV.1 Alternatif pengikatan rangka dengan baut
63
IV.2 Alternatif pengikatan rangka dengan las
64
IV.3 Alternatif media kerja
69
IV.4 Alternatif pemilihan sensor benda kerja
72
IV.5 Alternatif desain press tools
73
IV.6 Alternatif perancangan konstruksi silinder
76
IV.7 Alternatif variator kecepatan
79
BAB V PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN DATA
V.1 Perancangan daya motor
82
82
V.1.1 Momen Tahanan (T)
82
V.1.2 Kecepatan putar puli penggerak
82
V.1.3 Daya motor sementara
82
V.1.4 Momen Percepatan
83
V.1.5 Momen Awal Motor
87
V.1.6 Daya Motor Yang Dipilih
87
V.2 Perancangan Sabuk Gilir (transmisi)
89 iv
V.2.1 Sket gambar
89
V.2.2 Perhitungan dan pengolahan data
93
V.2.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi)
96
V.3 Perancangan Sabuk Gilir (konveyor)
96
V.3.1 Sket gambar
96
V.3.2 Perhitungan dan pengolahan data
96
V.3.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi)
96
V.4 Perancangan poros dan pasak
97
V.4.1 Pengolahan Data dan Perhitungan Poros
97
V.4.2 Pengolahan Data dan Perhitungan Pasak
101
V.4.2.1 Akibat Gaya Tangensial
102
V.4.2.2 Akibat Tekanan Bidang
102
V.4.2.3 Panjang Pasak
102
V.5 Pneumatik
103
V.5.1 Air Pressure yang digunakan
103
V.5.2 Silinder yang digunakan
103
V.5.2.1 Gaya (F)
103
V.5.2.1.1 Stopper silinder
103
V.5.2.1.2 Side positioning silinder
106
V.6 Perhitungan Gaya Hidrolik
108
V.6.1 Gaya yang terjadi
108
V.6.2 Tekanan kerja pada silinder
108
V.6.2.1 Volume silinder
110
V.6.2.2 Pergerakan linear silinder
111
V.6.2.3 Debit gerakan maju
111
V.6.2.4 Daya pompa
112
V.6.2.5 Ketebalan dinding pipa, diameter pipa yang digunakan dan kecepatan aliran fluida dalam pipa .
112
V.6.2.5.1 Diameter pipa
112
V.6.2.5.2 Kecepatan aliran
112
V.6.2.5.3 Ketebalan dinding pipa
113
iv
V.6.2.6 Volume reservoir
113
V.6.2.7 Parameter penurunan tekanan
113
V.6.2.8 Tekanan kerja hidrolik
114
V.6.2.9 Parameter perpipaan
114
V.7 Perhitungan konstruksi rangka bed mesin sub metal forming pintu kulkas.
115
V.7.1 momen tahanan yang harus dimiliki profil adalah
117
V.7.2 Pengecekan terhadap tegangan yang terjadi
117
V.7.3 Pengecekan terhadap defleksi
118
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
121
VI.1 Kesimpulan
121
VI.2 Saran
122
DAFTAR PUSTAKA
124
LAMPIRAN A DAN B PERANCANGAN MEKANIK LAMPIRAN C PERANCANGAN MEKANIK LAMPIRAN D OTOMASI
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Tuntutan kualitas produk dengan daya saing tinggi berkorelasi terhadap perkembangan teknologi yang cepat dan semakin ketatnya persaingan di berbagai sektor. Peralatan yang dimili oleh suatu industri sebagai hasil guna penerapan teknologi diharapkan mendukung kemampuan dan kecepatan produksi. Untuk beberapa proses produksi, kebutuhan akan penggunaan peralatan tepat guna atau special purpose machine menjadi faktor yang sangat menentukan. Penggunaan peralatan/ teknologi tepat guna tersebut salah satunya adalah penggunaan mesin yang dirancang khusus untuk memproduksi produk yang khusus pula, sehingga diharapkan mesin tersebut mampu berproduksi dengan jumlah yang banyak, waktu yang singkat dan kualitas yang baik. Teknologi yang digunakan bermacam-macam mulai dengan menggunakan microcontroller, logic control sampai menggunakan computer. Teknologi yang berhubungan dengan proses otomatis terus berkembang seiring meningkatnya kebutuhan kuantitas maupun kualitas. Contoh penggunaan mesin otomatis terdapat hampir di semua sektor industri, salah satunya adalah perusahaan yang memproduksi pelat menjadi door panel refrigator (pintu kulkas). Perusahaan ini membutuhkan 5 (lima) stasion untuk proses pembentukan pelat menjadi door panel refrigator (pintu kulkas) tipe A yang lay out produksinya tampak seperti berikut :
stasion code loading
1
2
3
4
5
punch
Bend 1
Bend 2
Draw
Pierce
unloading
gambar I-1
1
o
Loading Tahap dimana pelat yang ukurannya telah ditentukan di pindahkan dari tumpukan pelat-pelat (tempat penyimpanan) ke stasion 1, proses ini menggunakan vacum clamper dan hanya aktif jika operator hendak memulai 1 (satu) kali proses pembentuka pelat.
o
Stasion 1 Pada tahap ini berlangsung proses pelubangan bagian sisi-sisi pelat menggunakan punching tool.
o
Stasion 2 Pada tahap ini berlangsung proses pelipatan bagian sisi-sisi pelat yang telah dilubangi ( ┌─┐).
o
Stasion 3 Pada tahap ini berlangsung proses pelipatan untuk yang kedua kalinya pada bagian sisi-sisi pelat .
Semua uraian diatas merupakan stasion-stasion yang melakukan proses utama dalam pembentukan pelat menjadi door panel refrigator (pintu kulkas), stasion 4 dan stasion 5 di lewat ( skip ) langsung unloading. Untuk jelasnya tahapan pembentukan pelat tipe A ini tampak seperti gambar di bawah :
gambar I-2
2
Dalam tahap pengembangan/ modifikasi produk, industri tersebut akan mengeksekusi produk tipe B yang terdiri dari 6 variasi produk berbeda (lihat gambar 1 lampiran B), tetapi memiliki lebar pelat yang sama (685 mm), sehingga dibutuhkan station baru yang dapat mengeksekusi ke enam variasi produk diatas oleh satu mesin.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka industri harus membuat 1 (satu) unit stasion baru yang didalamnya melibatkan proses piercing (1.1), proses drawing (1.2) dan stasion yang dikosongkan (1.3) sehingga diharapkan unit baru ini dapat disisipkan (mengambil alih) PUNCH stasion 1 awal pada line produksi yang ada, sehingga lay out alur produksinya menjadi :
loading
1.1
1.2
1.3
Bend 1
Bend 2
Draw
Pierce
unloading
Gambar I-3 Dimasa mendatang, “ PUNCH stasion 1 “ untuk tipe A mungkin diletakkan di stasion 1.3 sehingga tipe operasinya adalah :
Tipe Tipe
load loadin ing g
1.1 1.1
1.2 1.2
1.3 1.3
2
3
4
5
unlo unload adin ing g
A
√
−
−
√
√
√
−
−
√
B
√
√
√
−
√
√
−
−
√
Gambar I-4
3
1.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah
Karena perancangan stasion baru ini merupakan suatu sistem yang integrated, maka pendekatan yang paling baik untuk menyelasaikan masalah tersebut adalah dengan membagi sistem tersebut menjadi beberapa sub sistem, yaitu:
1. Rancangan tools Rancangan ini akan mengembangkan desain press tools untuk proses piercing pada pelat dan memberikan input untuk perhitungan-perhitungan sub sistem lainnya.
2. Rancangan mekanik umum ( general mekanik ) Rancangan ini secara garis besar meliputi mekanisme konveyor dan sistem transmisi yang akan berfungsi sebagai pembawa pelat yang akan di proses, menjadi input untuk perhitungan rangka/ struktur yang akan berfungsi sebagai tumpuan utama dari sistem serta input untuk perancangan kontrol
3. Rancangan kontrol Rancangan
ini
akan
mengontrol
semua
aktivitas
sistem
dalam
proses
pembentukan pelat sesuai dengan variasi produk yang ingin di produksi.
1.4 Pembatasan Masalah dan Ruang Lingkup Kajian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut maka masalahmasalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah : o
Perancangan konstruksi mesin dan press tools hanya pada stasion satu
o
Perhitungan perancangan yang akan dibahas meliputi perhitungan daya motor, elemen transmisi, media kerja dan profil rangka berdasarkan ilmu kekuatan bahan dan elemen mesin.
o
Perancangan elektrik dan program PLC yang digunakan.
4
o
Untuk perancangan press tools meliputi perhitungan dimensi tools dan gaya potong.
o
Untuk kecepatan relatif dari pergerakan konveyor diasumsikan ideal
1.5 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Untuk menghasilkan suatu rancangan mesin yang dapat melakukan proses piercing dan drawing dengan menggunakan sistem konveyor sebagai pembawa dan penepat (memposisikan) pelat yang ukurannya telah ditentukan sesuai dengan urutan proses, dalam sub-line metal forming untuk produk DOOR PANEL REFRIGATOR (PINTU KULKAS) 2. Dokumentasi yang dapat dijadikan bahan ajar dan studi banding untuk pihakpihak yang menghadapi masalah yang serupa ( taransfer of knowledge)
1.6 Pengumpulan Data
Dalam pembuatan tugas akhir ini, data-data didapatkan melalui : 1. Visiting report Polman ke pihak pemesan 2. Studi literature 3. Katalog- katalog
1.7 Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembaca memahami alur permasalahan yang ada dalam stasion 1 sub-metal forming produk door panel refrigator, maka penulisan karya tulis ini terbagi menjadi beberapa bab yang disusun secara sistematis.
5
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan, pendekatan penyelesaian
dan
pembatasan
masalah,
tujuan
penulisan,
metoda,
sistematika
pembahasan.
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dijelaskan mengenai beberapa teori yang mendukung perancangan mesin pada stasion baru.
BAB III MEKANISME KERJA MESIN Dalam bab ini dijelaskan mengenai proses kerja mesin yang dijabarkan dalam bentuk flowchart untuk salah satu variasi produk tipe B.
BAB IV ALTERNATIF Dalam bab ini dibahas mengenai masalah-masalah yang mungkin muncul terhadap rancangan yang telah direncanakan dalam penyusunan kerangka penyelesaian masalah, sehingga dapat dipertimbangkan keuntungan serta kerugian dari rancangan yang satu dengan yang lainnya melalui alternatif.
BAB
V
PROSES
PERANCANGAN,
PERHITUNGAN
DAN
PENGOLAHAN
DATA Dalam bab ini dilakukan pengolahan data dan perhitungan terhadap beberapa komponen utama dalam perancangan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan tentang apa yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dan memuat saran-saran untuk pengembangan sistem dan realisasi lebih lanjut.
6
BAB II LANDASAN TEORI
II.1.
Proses Desain
Tahap proses desain dengan input dan outputnya dapat digambarkan dalam skema berikut ini : Vague statement of what is needed
Problem formulation ( rumusan )
Broadmind of the problem
Details of
Problem analysis ( analisis)
Search (pencarian)
The problem
Many partial solution mostly in concept form
Product of
Specification (spesifikasi)
Prefered solution
Decision (keputusan)
through form
Gambar.II-1. Tahapan proses desain
Urutan logis diatas adalah pola baku. Dalam prakteknya dapat terjadi pengulangan kembali tahap-tahap tertentu, umpan balik, pemasukan atau penyisipan input-input baru. (Purwasasmita, 2000 : 101) Skema diatas jika diterjemahkan lebih lanjut akan menghasilkan suatu tahap-tahap desain yang harus dilalui yaitu : 1) mengidentifikasi/ merumuskan tugas desain yang bagaimanakah yang harus dipenuhi pada tahap ini akan timbul banyak pertanyaan-pertanyaan karena masukan-masukan yang tidak lengkap dan tidak terorganisir dengan baik (vague statement of what is needed), sebagai gambaran pertanyaan yang harus timbul antara lain :
•
apakah desain serupa pernah dibuat ?
• pengalaman/ pengetahuan apa yang dapat diperoleh ? •
faktor-faktor utama apa yang sangat menentukan untuk konstruksi ? (fungsi, berat, harga, penampilan luar, keinginan khusus dari pembeli)
•
standar-standar dan norma-norma manakah yang harus dipenuhi ?
7
2) menentukan ukuran-ukuran utama dengan perhitungan kasar biasanya tahap ini diawali dengan rancangan kasar yang berskala (problem formulation) terhadap konstruksi yang akan di buat berlandaskan pada permintaan konsumen dan perhitungan kekuatan bahan. 3) menentukan alternatif-alternatif desain konstruksi pada tahap ini kita harus membuat alternatif-alternatif desain (broadmind of problem) dan membandingkannya secara kritis (problem analysis). analysis).
Pilihan terakhir didasarkan atas
pokok-pokok utama (details of the problem) sebagai berikut: o
fungsi yang dapat diandalkan
o
dimensi mesin
o
daya guna mesin yang efektif
o
mudah dipakai, mudah distel dan mudah mengganti bagian-bagian yang aus, pelumasan yang terjamin dan penyekatan yang baik
o
biaya produksi yang rendah dan sebagainya
4) desain yang berskala skala ukuran akan memeberikan suatu masukkan penting terhadap pertimbangan konstruksi yang rasional . Berikutnya yang harus dipikirkan adalah sarana produksi dan dan bahan-bahan yang akan dipakai. Bagian-bagian kritis diulang kalkulasinya. Seringkali kita harus memakai bahan lain atau mencari alternatif konstruksi yang baru (search). Ini harus dicatat dan digambar khusus secara terpisah. 5) memilih bahan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan bahan:
• bahan-bahan umum yang mudah didapat dipasaran seperti baja karbon diprioritaskan pemakaiannya
• bahan-bahan khusus seperti baja paduan, non ferrous metal hanya digunakan jika memenuhi tuntutan yang khusus
• bila kekerasan logam bertambah maka kehalusan permukaan dan ketahanan terhadap keausan juga bertambah, tetapi biaya produksi ikut naik
• bentuk konstruksi yang memerlukan pengelasan, perlu diperhatikan apakah bahan tersebut memiliki sifat mampu las yang baik.
8
6) bagaimana memproduksi konstruksi dan cara pembikinan elemen-elemen yang dilibatkan dalam rancangan apakah memungkinkan untuk diproduksi atau tidak, hal ini berkaitan dengan fasilitas produksi yang tersedia. 7) mengamati desain secara teliti setelah menyelesaikan disain berskala, konstruksi diuji berdasarkan pokok-pokok utama yang menentukan, hal-hal yang harus diperhatikan adal ah: a) perubahan sebuah pokok utama dapat mengubah desain secara menyeluruh b) hasil konstruksi yang matang biasanya dicapai setelah dilakukan bermacam-macam desain dan perbaikan- perbaikan (many partial solution mostly in concept form) c) konstruksi yang yang terbaik (decision and prefered solution solution through form ) merupakan hasil kompromi dari berbagai ragam tuntutan para pemakai. 8) merencana sebuah elemen; Gambar kerja bengkel (workshop blue print) setelah merancang desain utama barulah ditetapkan ukuran-ukuran terperinci dari setiap elemen. Gambar kerja bengkel harus menampilkan pandangan dan penampang yang jelas dari elemen tersebut serta keterangan mengenai metoda-metoda khusus seperti: perlakuan panas, pelapisan permukaan, sand blastin, coating dan sebagainya. 9) gambar lengkap dan daftar elemen setelah semua ukuran-ukuran elemen dilengkapi, baru dibuat gambar lengkap dengan daftar elemen-elemen. Setiap elemen diberi nomor sesuai dengan daftar.
II.2.
Konveyor
II.2.1
Definisi
Konveyor adalah perlengkapan pemindah muatan/ material dalam mekanisme penanganan bahan secara berkesinambungan.
II.2.2 Pembagian pokok perlengkapan penanganan bahan
Setiap kelompok perlengkapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Perlengkapan pengangkat adalah kelompok mesin dengan peralatan pengangkat yang
bertujuan untuk memindahkan muatan biasanya dalam satuan bac (batch).
9
Perlengkapan pemindah ialah kelompok mesin yang mungkin tidak mempunyai peralatan
pengangkat tetapi memindahkan muatan secara berkesinambungan. Perlengkapan permukaan dan overhead adalah kelompok mesin yang mungkin juga tidak
dilengkapi dengan peralatan pengangkat dan biasanya menangani muatan dalam satuan bac (batch). Pengelompokan perlengkapan penanganan bahan (Materials Handling Equipment) berdasarkan desainnya tampak pada gambar dibawah ini :
Mesin pengangkat Perlengkapan pengangkat
Crane Elevator
Perlengkapan Penanganan bahan
Peralatan pemindahan (konveyor )
Conveyor Peralatan hidrolik Peralatan pembantu
Perlengkapan permukaan dan overhead
Truk tanpa rel Forklift System lintasan overhead
Gambar.II-2. Pengelompokan perlengkapan penanganan bahan
II.2.3 Sabuk konveyor
Umumnya sabuk sabuk dipakai untuk untuk memindahkan daya dan putaran antara dua poros yang sejajar, namun dalam hal ini sabuk harus juga berfungsi sebagai tumpuan beban sekaligus memindahkannya. Perbedaan yang mendasar tampak seperti pada gambar berikut ini :
Gambar.II-3. (a). belt sebagai pemindah daya ; (b). belt sebagai konveyor
10
Pada gambar II.3.b. terlihat perbedaan yang jelas bahwa sabuk konveyor selain berfungsi sebagai pemindah daya dan putaran, sekaligus juga harus mampu menahan/ membawa beban yang diangkutnya, sehingga pada beberapa keperluan khusus perlu ditambahkan idler (support rollers) atau skid plate (pelat penunjang).
gambar II-4. Konstruksi ini sering dipakai untuk sabuk datar (flat belt)
II.3.
General Mekanik
II.3.1 Transmisi sabuk gilir (timing belt)
Transmisi sabuk yang bekerja atas dasar gesekan belitan mempunyai beberapa keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya dan mudah untuk mendapatkan perbandingan putaran yang diinginkan. Namun demikian, transmisi sabuk tersebut mempunyai kekurangan dibandingkan dengan transmisi rantai dan rodagigi, yaitu karena terjadinya slip antara sabuk dan puli. Karena itu, macam transmisi sabuk biasa tidak dapat dipakai bilamana dikehendaki putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap dan sinkronisasi gerakan.
II.3.1.1.
Material/ Komponen penyusun
Sabuk gilir dibuat dari karet neopren atau plastik poliuretan sebagai bahan cetak, dengan inti dari serat gelas atau kawat baja, serta gigi-gigi yang dicetak secara teliti di permukaan sebelah dalam dari sabuk. Karena sabuk gilir dapat melakukan transmisi mengait seperti rodagigi atau rantai, maka gerakan dengan perbandingan putaran yang tetap dapat diperoleh. Tabel 1 pada lampiran A1 merupakan data teknis yang dikeluarkan oleh SDP/SI (Stock Drive Products/ Sterling Instrumen) memperlihatkan contoh jenis-jenis sabuk dengan keterangan materialnya.
11
II.3.1.2.
Profil gigi
Akhir-akhir ini telah dikembangkan macam sabuk yang dapat mengatasi kekurangan tersebut yaitu sabuk gilir (1), variasi macam sabuk ini ditentukan oleh banyak faktor mulai dari bentuk profil gigi, panjang, lebar, material dan tegangan tarik izinnya. Profil gigi yang bervariasi ini (gambar 1-4 lampiran A1) sangat menyulitkan kita dalam hal pemilihannya karena hampir tiap-tiap produsen mempunyai spesifikasi yang berbeda, untuk mudahnya bentuk profil gigi yang akan dibahas dalam tulisan ini mengacu pada catalog ContiTech. Berdasrkan catalog ini profil gigi yang digunakan dibagi menjadi 2 yaitu tipe HTD (High Torque Drive) dan STD (Super Torque Drive), perbedaan antara kedua tipe ini tampak pada gambar II-5. dibawah ini:
profil gigi STD(2)
dimana :
profil gigi HTD(3)
t = kisar sabuk (pitch) hs = tinggi total sabuk ht = tinggi gigi
____________________________________________________________________ (1) sabuk gilir = sabuk positif (timing belt) = sabuk sinkron (synchronous belt) (2) panjang pitch maksimum sabuk Lw = 2848 mm (3) panjang pitch maksimum sabuk Lw = 4578 mm
12
II.3.1.3.
Definisi dan symbol
gambar II-6.
Simbol
Satuan
Definisi
mm
Jarak antar sumbu poros
a
b
mm
Lebar sabuk gilir
c0
------
Penentuan awal total serpis faktor
c0 err
-----
Faktor koreksi total serpis
c1
------
Faktor jumlah pasang gigi terkait
c2
------
Faktor beban
c3
------
Faktor akselerasi/ percepatan
c4
------
Faktor kelelahan ( fatigue )
c5
------
Faktor panjang sabuk
c6
------
Faktor lebar sabuk
c6 err
------
Faktor perhitungan lebar
da
mm
Diameter luar puli (gilir)
dag
mm
Diameter luar puli yang besar
dak
mm
Diameter luar puli yang kecil
dw
mm
Diameter pitch pitch puli (gilir)
dw1
mm
Diameter pitch pitch puli penggerak
dw2
mm
Diameter pitch pitch puli yang digerakkan
dwg
mm
Diameter pitch pitch puli yang besar
dwk
mm
Diameter pitch pitch puli yang kecil
f
Hz
Frekuensi dasar
Fstat
N
Gaya tarik statik sabuk
13
Fu
Fv
N N
Gaya tarik efektif sabuk Total beban poros
i
-------
Rasio transmisi
k 1
----
Faktor beban tarikan sabuk
k 2
----
Serpis factor terikan sabuk
Lf
mm
Jarak rentang bebas
Lw
mm
Panjang pitch sabuk
m
Kg/m
Berat sabuk per m panjang
ms
Kg/m.mm
Berat sabuk spesifik per m panjang dan mm lebar
n1
min-1
Kecepatan putar puli penggerak
n2
min-1
Kecepatan putar puli yang digerakkan
ng
min-1
Kecepatan putar puli yang besar
nk
min-1
Kecepatan putar puli yang kecil
P
kW
Daya yang akan ditransmisikan
P N
kW
Power rating untuk lebar efektif
kW
Power rating untuk lebar sabuk yang
sabuk PR
dipilih t
mm
Kisar gigi ( pitch pitch)
v
m/s
Kecepatan sabuk
z
----
Jumlah gigi sabuk gilir (timing belt )
z1
----
Jumlah gigi puli penggerak
z2
----
Jumlah gigi puli yang digerakkan
zg
----
Jumlah gigi puli yang besar
zk
----
Jumlah gigi puli yang kecil
α
° (derajat)
Sudut inklinasi sisi sabuk α = 90 −
β
° (derajat)
β 2
Sudut kontak puli yang kecil
14
II.3.1.4.
Data dan langkah-langkah desain sabuk gilir
Penggerak sabuk sabuk gilir
dihitung melalui beberapa tahapan, pada bagian ini akan
dibahas semua rumus-rumus yang dibutuhkan untuk perhitungan:
Data penggerak yang diperlukan :
•
Daya dan tipe dari motor penggerak ( prime mover )
•
Tipe pembebanan untuk mesin yang akan digerakan
•
Kondisi kerja mesin
•
Kecepatan putar motor dan mesin yang digerakkan
•
Rasio transmisi
•
Jumlah gigi atau diameter pitch puli penggerak dan yang digerakkan (pendekatan/ disesuaikan dengan space konstruksi)
•
Jarak antar sumbu poros (pendekatan/ disesuaikan dengan space konstruksi)
Langkah-langkah perhitungan :
1 Menentukan total serpis faktor c 0 Total serpis faktor c 0 ditentukan oleh penjumlahan: Faktor beban c 2 dari tabel 2 pada lampiran A1 Faktor akselerasi c3 dari tabel 3 pada lampiran A1 Faktor kelelahan c4 dari tabel 4 pada lampiran A1 c 0 = c 2 + c 3 + c 4 .......................................... ................................................................ ............................................ .........................................(1) ...................(1)
2
Pemilihan pitch t sabuk gilir Pitch t sabuk gilir ditentukan berdasarkan - Daya yang akan ditransmisikan, P - Total serpis faktor, c 0 - Kecepatan putar puli yang kecil, n k Diagram pemilihan pitch sabuk berdasarkan faktor-faktor di atas untuk tipe HTD 8M dan 14M termasuk juga untuk tipe STD S 8M, diberikan dalam gambar 5 pada lampiran A1.
15
3. Menentukan diameter pitch Jumlah gigi z sabuk gilir gilir pitch dw dan Jumlah Diameter pitch dw dihitung berdasarkan harga minimum dan maksimum dari data desain yang sesuai dengan daya transmisi tra nsmisi yang dibutuhkan. …………………………………………………….……….. (2)
Diameter dan jumlah gigi untuk HTD dan STD puli gilir diberikan pada tabel 13, 14 dan 15 pada lampiran A1.
4. Menghitung panjang pitch Lw dan jarak antar sumbu a panjang pitch Lw sabuk gilir dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:
…………………………….. (3)
panjang yang standard dari sabuk gilir ini dapat dilihat pada tabel 11 untuk tipe HTD dan tabel 12 untuk STD pada lampiran A1. Jarak antar sumbu a, dipilih berdasarkan panjang sabuk dan jumlah gigi puli tertentu, dan dapat dihitung menggunakan rumus:
…. (4)
Untuk ratio transmisi i = 1, rumus yang digunakan adalah: …………………………………. (5)
5. Menentukan faktor jumlah pasang gigi terkait c 1 dan faktor panjang sabuk c5 Kedua faktor ini harganya dapat dilihat langsung pada tabel 5 dan 6 lampiran A1. 6. Menentukan lebar b sabuk gilir Pentingnya lebar sabuk gilir diberikan oleh harga serpis faktor, faktor jumlah pasang gigi terkait dan faktor panjang. Pada gilirannya semua faktor itu akan tergantung pada
16
-
Daya yang akan ditransmisikan, P dan
-
Kapasitas daya yang ditransmisikan P N untuk lebar efektif sabuk
Kapasitas daya yang ditransmisikan P N untuk CONTI SYNCHROFORCE CXA III Heavy-Duty Timing Belts jenis HTD dan STD dapat dilihat pada tabel 7 dan 9 lampiran A1. Kapasitas daya yang ditransmisikan PR untuk lebar sabuk yang dipilih dan lebarnya tidak standard (b>20 mm) atau berada diantaranya dihitung dengan mengalikan kapasitas daya yang ditransmisikan diatas dengan faktor lebar sabuk c 6 yang ada pada tabel 8 dan 10 pada lampiran A1 P R = P N ⋅ c 6 [kW ]
………..……………………………………………. (6)
Syarat ke-1 lebar sabuk gilir dapat dipakai sesuai dengan kapasitas daya yang
ditransmisikannya , jika factor c6 yang telah ditentukan sebelumnya lebih besar dari faktor perhitungan lebar c6 err ………..…………………………………… (7)
Selanjutnya syarat ke-2 pengecekan dilakukan terhadap gaya efektif yang diizinkan untuk lebar dan jenis sabuk yang digunakan sehingga F u <
Fu-zul,
lihat tabel 16
lampiran A1.
Total serpis faktor, dihitung setelah lebar sabuk dipilih, yaitu:
………..……………………………………….. (8)
7. Menghitung total beban pada poros poros Fv
gambar II-7.
17
Pembebanan sabuk gilir terhadap poros dihitung berdasarkan kecepatan putar puli yang kecil nk (output) atau berdasarkan kecepatan linier v sabuk dan daya yang akan ditransmisikan P. Faktor beban gaya tarik sabuk k1 ditentukan oleh kondisi operasi dari mesin (lihat tabel 1-a lampiran A2), sedangkan jika lebar sabuk yang dipilih mengharuskan untuk memilih lebar yang lebih besar dari lebar standard (20 mm) maka beban poros harus di naikkan dengan serpis faktor gaya tarik sabuk k2 (lihat tabel 1-b lampiran A2). sehingga gaya yang terjadi pada poros adalah:
60.10 6. P. sin F v = k 1 .k 2
t . z k .n k
β 2 = k .k . 1 2
10 3.P. sin v
β 2 [ N ] ………………................... (9)
8. Daerah penyetelan Sama halnya seperti pada sabuk-V, suatu daerah penyetelan yang tampak pada gambar II.3.d diperlukan baik ke dalam maupun keluar, untuk memudahkan pemasangan, pembongkaran, dan pengaturan tegangan pada waktu operasi.
gambar II-8
Daerah penyetelan standard ke kedua arah Ci dan Cs diberikan dalam tabel 2 (lampiran A2)
9. Pengecekan tegangan pada saat pemasangan Tegangan yang terlalu besar akan membuat permukaan sabuk gilir aus dan intinya terkelupas keluar, yang selanjutnya akan memperpendek umurnya. Sebaliknya, jika sabuk terlalu kendur maka sabuk akan bekerja dengan tumbukan yang terus-menerus antara gigi sabuk dan gigi puli yang tidak menutup kemungkinan terjadi peloncatan (slip).
18
gambar II-9
Tegangan yang sesuai dapat diperoleh dengan menimbang, dimana gaya tarik tertentu (lihat tabel 3 lampiran A2) dikenakan pada tengah-tengah rentangan sabuk sehingga diperoleh jarak defleksi yang sesuai dengan hasil perhitungan (gambar II.9)
II.3.2 Pemilihan Motor II.3.2.1 Motor induksi
Motor induksi adalah suatu motor yang mempunyai konstruksi yang sederhana, kasar dan harga relatif murah. Sifat – sifat ini diakibatkan karena secara fisik rotornya tidak terhubung ke sumber tegangan eksternal. Motor – motor induksi dengan ukuran kecil banyak dipakai untuk fan, mesin cuci dan lain – lain. Motor induksi 3 fasa banyak dipakai di industri.
II.3.2.1.1 Konstruksi Umum
Konstruksi stator dari motor induksi di buat dari besi bundar yang berlapis – lapis dan slot – slot yang terletak di sekeliling rotor. Rotor dari motor induksi tersusun atas silinder yang berlapis – lapis dengan slot – slot dipermukaannya. Belitan dalam slot – slot ini ada 2 macam. Kebanyakan yang umum dipakai adalah belitan squirel cage, yang tersusun atas batangan – batangan tembaga berat yang kedua ujungnya terhubung bersama dengan ring yang terbuat dari tembaga atau kuningan. Pada motor induksi 3 fasa ini, 3 belitan ditempatkan masing – masing dengan jarak 120 o listrik.
19
Gambar II-10. potongan melintang motor induksi
II.3.2.1.2 Pengaturan Pengaturan kecepatan motor induksi
Pengaturan kecepatan singkron motor induksi dapat diubah dengan ca ra : 1. Pengubahan jumlah kutub. Metoda ini hanya mengubah kecepatan motor induksi secara diskrit dan jumlah kutub harus bilangan bulat. Salah satu cara yang nyata untuk mengubah – ubah jumlah kutub adalah dengan membuat beliatan sendiri – sendiri pada setiap jumlah kutub, dengan sebuah saklar pemilih. pemilih. 2. Pengubahan frekuensi, pada metode ini memungkinkan pengubahan kecepatan yang kontinyu; slip dapat dijaga tetap kecil untuk mempertahankan efisiensi. Supply dengan frekuensi yang berubah – ubah bisa didapatkan dari fixed frekuensi AC melalui solid – state frekuensi converter atau inverter. Dalam hal penggunaan sebagai penggerak dengan kecepatan yang bisa di ubah – ubah. 3. Pengubahan resistansi rotor. Penambahan tahanan r akan menambah slip s, denagn demikian akan mengurangi kecepatan rotor untuk torsi beban yang diberikan. 4. Kontrol slip dengan piranti tambahan. Bila diperlukan kerja kontinyu pada slip yang tinggi ti nggi untuk tujuan kontrol kecepatan, daya slip bisa diambilkan dari rangkaian rotor dan dikembalikan ke main melalui sebuah frequency converter. 5. Kontrol tegangan jala – jala. Sebuah metode untuk megubah – ubah slip, yang bisa digunakan pada motor – motor dengan rotor sangkar, adalah dengan mengubah – ubah tegangan stator.
20
II.3.2.1.3 Prinsip kerja motor induksi
Perputaran medan yang di bangkitkan di stator menginduksikan e.m.f (electronic magnetic force) didalam rotor. Arus rotor yang disebabkan induksi ini menimbulkan medan magnet. Interaksi antara dua medan magnet menyebabkan rotor berputar. Ketika sumber AC diberikan kebelitan stator, suatu perputaran medan magnet dibangkitkan. Perputaran medan ini memotong batang – batang rotor dan menginduksikan arus didalamnya. Arus yang diinduksikan ini membangkitkan medan magnet disekitar konduktor rotor, yang akan berusaha untuk menyamakan dengan medan stator. Sesuai dengan hukum faraday tentang induksi elektromagnetik
II.3.2.2 Gaya tahanan sabuk A
B C
w
gambar II-11 II.3.2.2.1 Gaya tarik sabuk ( F ) F t )
Lihat segitiga ABC, jika sudut defleksi dibatasi sampai α = 10° maka untuk menahan berat benda yang dibawa, sabuk harus memiliki kekuatan tarik gambar II-12.
B w Ft
F t =
w
sin α
……………………………………......................................... ……………………………………................... ............................................. .......................… … (10)
21
II.3.2.2.2 Momen tahanan (T)
Jika gaya tahanan rata-rata sabuk yang menarik adalah F t [N], diameter puli adalah D [m], dan kecepatan konveyor adalah v [m/det], maka momen puntir tahanan T t [Nm] adalah
T t =
F t . D D
2
…………………………………………………………………………………(11)
II.3.2.3 Daya Motor Sementara
Putaran n (rpm) dari puli penggerak adalah n = v /(π . D ) ……………………………………………………………………………. (12)
Dengan efisiensi mekanis sebesar η , maka daya rata-rata yang diperlukan adalah
P=
T .n
9550 .η
[ kW ] ............................................. .................................................................... ............................................. ......................................... ................... (13)
Pilihlah untuk sementara data Pm (kW) dan jumlah kutub (p) dari suatu motor standar yang lebih besar dari daya diatas pada lampiran tabel 7 lampiran C.
II.3.2.4 Momen Percepatan ( T a )
Bagilah bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat dari 0 hingga mencapai kecepatan v pada waktu start. Secara garis besar untuk kasus konveyor ini besarnya momen percepatan dihasilkan dari dua gerakan utama yaitu akibat pergerakan translasi dan akibat gerakan rotasi, untuk jelasnya kedua perbedaan tersebut tampak pada gambar II-13 dibawah ini
22
Gambar II-13
bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat pada waktu start dapat dibagi atas : komponen yang bergerak lurus 1. pelat yang dibawa (2.0) 2. bagian linier sabuk gilir (2.3) 3. bagian linier sabuk gilir dengan sudut terhadap landasan (2.2)
komponen yang bergerak rotasi 1. bagian puli transmisi (2.1) 2. bagian puli konveyor (2.4) 3. poros (2.5) 4. puli transmisi (2.6) 5. puli konveyor (2.7)
II.3.2.4.1 Gerak translasi
•
Arah horizontal
F = m.a + gesekan
bagian yang bergerak horizontal ini terdiri dari pelat dan sebagian sabuk, jika menggunakan sabuk gilir maka gesekan yang terjadi kecil atau dapat diabaikan sehingga
T = (m 2.0 + m 2.3 )a . R
karena bagian sabuk gilir yang bergerak horizontal ini ada dua bagian yang berpasangan maka
23
T = (m 2.0 + 2 .m 2.3 )a. R …………………………………..…………………………………(14)
•
Arah menanjak (menyudut)
F = m.a + gesekan + gaya _ gravitasi
jika sudut yang terbentuk β terbentuk β, gaya gesekan diabaikan maka T = [m 2.2 .(a + g. sin β ). R ] ……………...................... ……………............................................ ............................................. .................................... ............. (15)
II.3.2.4.2 Gerak rotasi
•
J =
Rotasi murni
1 2
.m. R 2 …………………..................... …………………..................................…………......... .............………….............................. ...................................(16) ..............(16)
τ = Σ J .α
α =
a R
………………………………………….…….………………………………….(17)
untuk kasus seperti gambar II.3.f maka maka besarnya torka : 1. pada puli transmisi τ = ( J 2.1 + 2. J 2.6 ).α ……………….…….…………………………………….…(18) 2. pada puli konveyor termasuk poros τ = (2. J 2.4 + 4. J 2.7 + 2. J 2.5 ).α …………….……………………………………..(19)
•
Akibat pengaruh gerak relative beban
Gambar II-14
24
Jika satu putaran puli menggerakkan beban (pelat ) sejauh L maka besarnya torsi adalah:
J 2.0 =
1 2
.m 2.0 . R 2
τ = J 2.0 .α ………………………………………………………………………………... (20) II.3.2.4.3 Total momen percepatan
Besarnya torsi yang dibutuhkan oleh system adalah : Total torsi = torsi akibat gerak translasi translasi + torka akibat gerak rotasi rotasi T a = Σ(T + τ ) ………………………………………...…………………………………..(21)
II.3.2.5 Momen Awal Motor
Dalam keadaan pembebanan secara maksimum, momen puntir yang diperlukan untuk start adalah T d = T + T a ………………………………………………………………………………. (22)
II.3.2.6 Daya Motor Yang Dipilih
Jika output nominal motor adalah Pm (kW) sebagai hasil pilihan sementara pada n i (rpm), maka besarnya momen pada beban penuh T F [Nm] adalah
T F =
9550 .P M n1
…………………………………………………………………………… (23)
Daya motor yang dipilih harus lebih besar dari daya yang dibutuhkan, untuk kecepatan putar sudut yang sama maka Torsi motor (T F) harus lebih besar dari torsi yang kita butuhkan (rancang) oleh karana itu
25
TF > Td
Sehingga daya motor yang dipilih adalah
P R =
T F .2.π .n
6120 .η
........................................... .................................................................. .............................................. ............................................. ............................ ...... (24)
II.4 Inverter
Inverter biasanya terdapat pada suatu rangkaian kontrol pengatur kecepatan putar suatu motor. Secara garis besar rangkaian kontrol pengatur kecepatan dapat digambarkan dengan suatu diagram seperti dibawah ini :
R
S
T
Inverter U V W
M
Gambar II-15. Diagram blok pemasangan inverter
Fungsi inverter ini yaitu mengubah arus DC menjadi arus AC sekaligus mengatur besarnya frekuensi arus tersebut. Arus yang memiliki variasi frekuensi ini akan menjadi input motor. Dengan pengaturan frekuensi maka akan dihasilkan kecepatan motor yang bervariasi sesuai yang di inginkan. Selain itu pengaturan acceleration, desceleration dan pengereman pada motor dapat diatur melaui inverter. Begitu juga pengaturan torsi pada kecepatan rendah sehingga kondisi torsi bisa besar pada kecepatan rendah.
26
II.5 Pemilihan poros dan pasak
II.5.1 Diagram benda bebas (DBB)
Komponen-komponen pilihan yang menjadi bagian dari suatu mesin sehingga mesin atau komponen tersebut dapat memenuhi fungsinya secara proporsional dan aman, merupakan kriteria yang paling penting dalam perancangan mesin. Untuk kebanyakan kasus, berdasarkan ilmu perhitungan kekuatan bahan dihitung beban nominal dan tegangan yang diijinkan sehingga dapat ditentukan ukuran-ukuran komponen yang diperlukan pada tempat-tempat kritis dimana kemungkinan kegagalan desain akan terjadi. Sebuah perhitungan kekuatan bahan akan bermanfaat, bila kondisi kerja dan pembebanan yang timbul untuk komponen tersebut mendekati kenyataan, sebagai langkah pendekatan untuk mencapai kondisi tersebut maka langkah awal dari setiap penyelesaian masalah dalam penulisan ini diperoleh dari pengandaian bahwa semua struktur dan bagian struktur yang ditinjau adalah statis tertentu, yakni semua gaya luar yang bekerja pada benda dapat dapat ditentukan dengan syarat kesetimbangan (Σ ( ΣF=0 ; ΣM=0). Kedua syarat ‘ perlu dan cukup ‘ harus bersama-sama dipenuhi untuk mendapatkan kesetimbangan benda. Dalam analisa kesetimbangan perlu diperhatikan suatu sistem mekanik dimana dapat digambarkan secara jelas dan lengkap semua gaya yang bekerja pada benda tersebut. System ini harus diisolasi dari bagian/sistem lainnya yang ada disekitarnya disebut BENDA SETIMBANG BEBAS (FREE BODY).
II.5.2 Faktor Keamanan (Factor of Safety)
Istilah faktor keamanan adalah faktor yang digunakan untuk mengevaluasi keamanan dari suatu bagian mesin. Katakanlah, sebuah elemen mesin diberi efek yang kita sebut sebagai F. Kita umpamakan bahwa F adalah suatu istilah yang umum dan bisa saja berupa suatu gaya, momen puntir, momen lentur, kemiringan, lendutan, atau semacam distorsi . Kalau F
dinaikkan, sampai suatu batas tertentu, sedemikian kalau dinaikkan lagi sedikit saja, akan mengganggu kemampuan bagian mesin tersebut dalam memenuhi fungsi sebagaimana mestinya. Kalau kita nyatakan batasan ini, sebagai batas akhir dari F adalah Fu, maka faktor keamanan dapat dinyatakan sebagai
27
n=
F u F
atau S a =
Su n
dimana S u adalah harga pembatas/kekuatan akhir (ultimate strength) dan S a adalah tegangan izin (allowable strength) . Tentu saja kalau S u suatu kekuatan geser maka S a
haruslah suatu tegangan geser, jadi keduanya harus konsisten. Bila F sama dengan Fu, maka n = 1 sehingga pada kondisi ini tidak ada keamanan sama sekali, karena alasan ini suatu faktor keamanan dengan n > 1 tidak menghalangi terjadinya kegagalan. Tegangan geser yang diizinkan τ a [N/mm2] untuk pemakaian umum pada poros dapat diperoleh dengan berbagai cara. Berdasarkan perumusan faktor keamanan (n) tersebut diatas, maka τ a =
S sy n
berdasarkan teori tegangan geser maksimum S sy = 0,5. S y sehingga τ a =
S y
2.n
.............................................. .................................................................... ............................................. .............................................. ................................. .......... (25)
dimana: S sy = kekuatan mengalah torsional (torsional yield strength ) S y = kekuatan mengalah ( yield strength)
n = harga faktor keamanan – lihat tabel 1 pada lampiran E
II.5.3 Perencanaan poros terhadap beban statis
Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan demikian tegangan-tegangan pada permukaan poros bulat pejal yang terjadi karena pembebanan gabungan dari lenturan dan puntiran adalah
σ x =
32. M π .d s
3
τ xy =
16.T π .d s
3
……………………………………………………........…(26)
28
dimana
σ x = tegangan lentur τ xy = tegangan puntir/ geser d s = diameter poros
M = momen lentur pada penampang kritis kritis T = momen puntir pada penampang kritis
Dengan menggunakan lingkaran mohr didapat bahwa tegangan geser maksimum adalah
2
τ max
⎛ σ ⎞ = ⎜ x ⎟ + τ xy2 .......................................... ................................................................. .............................................. ..................................(27) ...........(27) 2 ⎝ ⎠
Dengan mensubstitusikan σ x dan τ xy dari persamaan (26) pada persamaan (27) memberi τ max =
5,1 3 s
d
. M 2 + T 2 ............................................ ................................................................... ............................................. ....................................(28) ..............(28)
Beban yang bekerja pada poros umumnya adalah beban berulang. Jika day diteruskan oleh oleh sabuk, maka tumbukan dapat diserap oleh sabuk itu sendiri, sehingga poros dapat dibuat sedikit lebih kecil. Bila daya diteruskan oleh roda gigi atau rantai, maka tumbukan akan dikenakan langsung pada poros sehingga kondisi pembebanannya akan lebih berat. Dari persamaan (25) besarnya τ max yang dihasilkan harus lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan τ a , sehingga
1
3 ⎡⎛ 5,1 ⎞ 2 2 ⎤ ⎟⎟. (C m . M ) + (C t .T ) ⎥ ........................................... d s ≥ ⎢⎜⎜ ................................................................. ..........................................(29 ....................(29)) τ ⎣⎝ a ⎠ ⎦
Persamaan (29) adalah rumus koda ASME (American Society of Mechanical Engineers), dan seperti yang diperlihatkan oleh proses penurunannya, ia didasarkan pada teori kegagalan geser maksimum . Dalam koda tersebut, momen lentur M dan momen puntir T
dikalikan dengan kombinasi faktor-faktor kejutan dan lelah , harga-harga C m dan C t yang disarankan terdaftar pada tabel 1 lampiran E.
29
Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus dibatasi juga. Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi puntiran dibatasi sampai 0,25 atau 0,3 derajat. Jika d s adalah diameter poros (mm), θ defleksi puntiran (º), l panjang poros (mm), T momen puntir [N.mm], dan G modulus geser [N/mm2], maka:
θ = 584.
T .l 4
G.d s
............................................. .................................................................... ............................................. ............................................. ......................... .. (30)
II.5.4 Perencanaan pasak
Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sproket, puli dan kopling pada poros. Momen diteruskan dari poros ke naf atau dari naf ke poros. Pasak benam adalah salah satu jenis dari pasak yang umum dipakai karena dapat meneruskan momen yang besar. Pada pasak yang rata (sejajar), sisi sampingnya harus pas dengan alur pasak agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak. Ukuran dan bentuk standar pasak diberikan dalam lampiran F. Untuk pasak, umumnya dipakai bahan st 50 atau st 60, lebih kuat dari porosnya. Kadang-kadang sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak, sehingga pasak akan lebih dahulu rusak dari pada poros atau nafnya. Ini disebabkan harga pasak yang murah serta mudah menggantinya. Jika torsi rencana dari poros adalah T [N.m], dan diameter poros adalah d s , maka gaya tangensial F [N] pada permukaan poros adalah F =
2.T ( d s )
............................................ .................................................................. ............................................ ............................................ ..................................... ............... (31)
Menurut lambang pasak yang diperlihatkan dalam gambar II-16, gaya geser bekerja pada penampang mendatar b x l [ mm 2 ] oleh gaya F. Dengan demikian tegangan geser τ ( N / mm 2 ) yang ditimbulkan adalah τ =
F b.l
........................................... ................................................................. ............................................ ............................................. ...........................................(32) ....................(32)
30
Dari tegangan geser yang diizinkan τ a ( N / mm 2 ) , panjang pasak l [mm] yang diperlukan dapat diperoleh. F
l≥
b.τ a
............................................. ................................................................... ............................................ ............................................ ..................................... ............... (33)
gambar II-16
Selanjutnya, perhitungan untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak karena tekanan bidang juga diperlukan. Gaya keliling F [N] yang sama seperti tersebut di atas dikenakan pada luas permukaan samping pasak. Kedalaman alur pasak pada poros dinyatakan dengan t 1 , dan kedalaman alur pasak pada naf dengan t 2 . Abaikan pengurangan luas permukaan oleh pembulatan sudut pasak (lihat lampiran F). Dalam hal ini tekanan permukaan p [ N / mm 2 ] adalah
p =
F l.(t 1 atau.t 2 )
…………………………………………………………………….…… (34)
Dari harga tekanan permukaan yang diizinkan p a [N/mm2], panjang pasak yang diperlukan dapat dihitung dari
l≥
F p a .(t 1 atau.t 2 )
............................................ .................................................................. ............................................ ............................................ ........................ (35)
31
Harga p a adalah sebesar 80 [N/mm2] untuk poros dengan diameter kecil, 100 [N/mm2] untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga di atas untuk poros berputaran tinggi.
Pengecekan terhadap hasil akhir dalam perencanaan pasak ini, panjang pasak jangan terlalu panjang sebaiknya 75 – 150 % dari diameter poros, karena pasak yang terlalu panjang tidak dapat menahan tekanan yang merata pada permukaannya sehingga 0,75 ≤
l d s
≤ 1,5 .......................................... ................................................................ ............................................. ............................................. ........................... ..... (36)
II.6 Hidrolik
Hidrolik adalah teknologi yang digunakan untuk kontrol dan transmisi gaya dengan menggunakan fluida sebagai media pemindah gaya. Saat ini, hidraulik telah menjadi salah satu perkembangan industri. Hal ini disebabkan hidraulik digunakan untuk menekan (push), menarik (pull), mengatur (regulate), atau virtual driver dari semua mesin industri moderen. Ilmu teknik ini berkaitan dengan tekanan fluida dan aliran fluida. Hubungan antara tekanan, luas permukaan, kecepatan, gaya dan aliran fluida dinyatakan dalam rumus dibawah ini : P= F/A
………………...(37)
Gambar II-17. Diagram sirkuit hidrolik
32
Pada penerapannya di industri, sistem hidrolik ini memiliki komponen – komponen penting diantaranya :
II.6.1 Directional control valve
Valve atau katup adalah peralatan yang menerima perintah untuk menentukan arah penerusan gaya hidrolik. Jenis aktuasi untuk menentukan arah aliran fluida ini bisa normally close ataupun normally open
II.6.2 Pompa hidrolik
Alat yang digunakan untuk mengkonversikan energi mekanik ke dalam energi hidrolik. Pada pemilihan jenis pompa ini harus disesuaikan dengan tekanan yang ingin dihasilkan dari aktuator. Bentuk pompa, kemampuan pengoperasiannya, kemudahan dalam perawatan, biaya dan pompa noise. Selain itu perlu juga di perhatikan masalah efiesiensi pompa dan perhitungan daya dan debit pompa.
P
pompa = m g h + P2 V
………………(38)
Gambar II-18. Pompa Hidrolik
II.6.3 Aktuator
Biasanya berupa silinder yang berfungsi untuk memindahkan energi hidrolik ke dalam gaya atau perpindahan linear mekanik. Jenis aktuator yang digunakan adalah silinder aksi ganda. Pada aktuator yang harus diperhitungkan adalah gaya piston maju, gaya piston mundur, volume maju dan volume mundur, Debit gerakan maju serta tekanan kerja pada hidrolik.
33
a. Gaya Maju
:
Fmaju = Pa d2 .0,785.ή .0,785.ή
………………….…(39)
100 b. Gaya Mundur
:
Fmundur = Pa (d p2 – dr 2).0,785. ή
.….. ………………(40)
100 c. Debit gerakan Maju
:
Qmaju = V. d2 . 0,785
……………………(41)
d. Volume Maju : Vmaju = A.L
……………………(42)
e. Volume mundur Vmundur = Vmaju – Vrod
……………………(43)
f. Tekanan kerja hidrolik Tekanan kerja hidrolik (Wp) = Psilinder.(1+HL)
……………………(44)
II.6.4 Pengontrol aliran
Pengontrolan aliran digunakan untuk mengontrol aliran fluida dari satu komponen dari sistem ke komponen yang lain. Selain itu juga berfungsi untuk memberikan batas maksimum dari aliran fluida di aktuator dan motor hidrolik
II.6.5 Pengontrolan tekanan
Energi hidrolik dihasilkan selama motor yang mengendalikan pompa bekerja dan tekanan hidrolik dihasilkan oleh pompa. Jika tidak dikontrol maka aliran akan terus menerus terjadi dan menyebabkan tekanan yang dihasilkan menjadi terlalu besar. Pengontrolan tekanan ini berfungsi untuk pengaman sistem terhadap terjadinya kelebihan tekanan dan untuk mengatur besarnya tekanan kerja yang diharapkan
II.6.6 Motor
Motor hidrolik mengkonversi energi hidrolik menjadi torsi dan dari torsi akan diubah menjadi daya yang dibutuhkan oleh sistem untuk menggerakan rod aktuator. Kecepatan motor diatur berdasarkan spesifikasi ukuran yang digunakan. Pada kenyatannya
34
pompa hidrolik dapat juga berfungsi sebagai motor. Kecepatan motor hidrolik dinyatakan dalam satuan revolution per minute (rpm).
II.6.7 Reservoir
Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan, penyaringan udara dan fluida hidrolik, menghilangkan panas. Gambar dibawah menunjukan reservoir dan penjelasan
Gambar II-19. Reservoir
II.7 Pneumatik
Pneumatik berasal dari kata Yunani yaitu pneuma yang berarti udara. Oleh karena itu pneumatik merupakan ilmu yang berkaitan dengan udara (Polman, Pneumatik, 1992). Pneumatik bekerja dengan memanfaatkan udara yang dimampatkan. Udara tersebut kemudian akan didistribusikan kepada sistem yang akan digunakan.
35
II.7.1
Tekanan Udara
Diagram di bawah ini menunjukan variasi tekanan relatif terhadap tekanan atmosfir.
KPa (bar) Absolute
Gauge
Pressure
p ab
Pressure
p g
Atmospheric Pressure p atm ≈ 1bar
Vacuum p y 0 Gambar II-20. Variasi tekanan relatif terhadap tekanan atmosfir
Pada dasarnya tekanan udara di atmosfir ini tidak tetap, tergantung dari lokasi geografi dan cuaca. Tekanan udara dikatakan vacuum jika tekanan di dalamnya lebih kecil dibanding tekanan di atmosfir. Jadi daerah vacuum ini dibatasi dengan garis nol dibawahnya serta garis tekanan atmosfir diatasnya (Polman, Pneumatik, 1992). Pada ruang tertutup fluida akan menekan dengan kekuatan yang sama ke segala arah dan bekerja tegak lurus terhadap bidang (Ranald V.Giles, Mekanika Fluida & Hidraulika, 1976). Tekanan didefinisikan sebagai gaya berbanding dengan luas penampang dimana gaya itu didistribusikan (Harry L Stewart and John M Santos, Fluid Power, 1996).
F 1
F 2
A1
A2
A1 > A2 F 1 > F 2
Gambar II-21. Hubungan dalam bejana berhubungan
36
II.7.2
Fluida Gas
Fluida gas adalah fluida yang mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
II.7.3
-
Memiliki massa
-
Tidak berwujud
-
Menekan ke segala arah
-
Dapat dimampatkan
Karakteristik Gas
a. Hukum Boyle-Mariotte’s (Hubungan antara tekanan dan volume) Volume suatu gas pada ruangan tertutup, dengan massa dan temperatur tertentu yang tetap, akan berbanding terbalik dengan tekanan yang terjadi.
p1 .V 1 = p 2 .V 2 = p3 .V 3 = C
………………………………(45)
V1
V2
p1
Gambar II-22. Hubungan antara tekanan dan volume
b. Hukum Charles Suatu gas dalam ruangan tertutup volumenya akan berubah bila terjadi perubahan temperatur T, dengan kata lain perbandingan antara volume V dengan temperatur T akan selalu konstan.
37
V 1 .T 2 = V 2 .T 1
0
…………………………………………(46)
0
C
C
Gambar II-23. Hubungan antara temperatur dengan volume
c. Hukum Gay-Lussac Hukum Gay-Lussac merupakan perpaduan antara hukum Boyle dan Charles yang menyatakan bahwa apabila volume gas dijaga konstan maka tekanan pada gas akan berbanding lurus dengan temperatus absolutnya..
p1 .T 2 = p 2 .T 1 ;V 1 = V 2
II.7.4
…………………………….…(47)
Konsep dasar sistem pneumatik
Pneumatik merupakan sistem yang digunakan untuk menggerakan aktuator yang memanfaatkan udara bertekanan sebagai pembawa sinyal. Menurut P. Croser (1989), sistem pneumatik terdiri dari : 1. Kompresor, berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi potensial pneumatik. 2. Katup, digunakan untuk mengontrol arah pergerakan udara bertekanan ke aktuator.
38
3. Katup pengatur tekanan dan aliran, al iran, digunakan untuk mengontrol besarnya tekanan dan aliran udara aktuator. 4. Aktuator, berfungsi untuk mengubah enegi potensial dari udara bertekanan menjadi energi mekanik yang dibutuhkan. 5. Penghubung, digunakan untuk menghubungkan udara bertekanan ke berbagai macam sistem komponen.
II.7.5
Sistem Distribusi Udara
Pendistribusian udara dalam sistem pneumatik ini harus dipertimbangkan agar tidak terjadi kegagalan fungsi dari sistem pada saat beroperasi. Aspek – aspek yang harus dipertimbangkan adalah persiapan terhadap : a. jumlah udara yang dibutuhkan b. jenis kompresor yang digunakan c. penempatan yang baik d. tingkat kelembaban yang diterima e. kebutuhan pelumasan f.
tekanan yang dibutuhkan Komponen pneumatik yang berfungsi untuk mengatur aliran udara dari sumbernya
disebut air service, yang merupakan kombinasi dari : 1. Compressor air filter , berfungsi sebagai penyaring kotoran dari aliran udara yang melewatinya. 2. Compressor air regulator , berfungsi agar tekanan udara dari sumber bisa tetap terjaga. 3. Compressor
air
lubricated ,
berfungsi
memberikan
pelumasan
pada
sistem
pendistribusian udara.
II.7.6
Aktuator
Jenis – jenis aktuator pada sistem pneumatik : 1. Aktuator gerakan rotari Contoh dari aktuator jenis ini adalah : a. Motor yang digerakan oleh udara. b. Aktuator yang berputar.
39
2. Aktuator gerakan linier Contoh dari aktuator jenis ini adalah silinder, dimana silinder gerakan linier ini mempunyai dua jenis yaitu : a. Silinder akksi tunggal (single acting) adalah silinder yang salah satu pergerakannya linier maju atau mundur digerakan oleh udara dan mundur atau mejunya digerakan oleh pegas. b. Silinder aksi ganda (double acting) adalah silinder yang kedua pergerakan linier maju dan mundurnya digerakan oleh udara. 3. Aktuator gerakan linier dan rotari Aktuator ini merupakan gabungan dari aktuator gerakan linier dan rotari. Biasanya jenis aktuator ini mempunyai fungsi tertentu dan secara konstruksi sistem pergerakan linier dan rotarinya tidak dapat dipisahkan, contohnya silinder linier/rotari.
II.7.7
Gaya silinder
Gaya silinder/piston (F) dapat dihitung dari luas penampang permukaan piston (A) dan tekanan kerja (p) berdasarkan persamaan (Polman, Mekanika dan Fluida Daya 1,2001):
F = A × p
..………………………………………………………...(48)
Dikarenakan bentuk penampang permukaan silinder itu berbentuk lingkaran, maka gaya silinder/piston (tekanan terakhir) adalah:
F =
d 2 × π × p
4
……………………………………………..…(49)
dimana : F = gaya efektif silindeer/piston [N] p = tekanan kerja [Pa] d = diameter piston/silinder [m] A = luas penampang permukaan silinder/piston [m 2]
40
II.7.8
Perhitungan ukuran aktuator
Menurut Rohner Peter (1987) ada beberapa kriteria utama dalam memilih ukuran aktuator pneumatik, yaitu : 1. Gaya ‘output ’ untuk gerak maju dan mundur
F = A × p
..…………………………………………………….(50)
dimana : F = gaya [N] p = tekanan minimum sistem [ Pa = N m2 ] A = luas penampang piston [m 2]
Maka : -gaya piston maju
F maju = A × p
…………………………………………….….(51)
-gaya piston mundur
F mundur =
2 2 p × π × ( dp − dr )
4
…………………………………...(52)
dimana :
dp = diameter silinder/piston [m] dr = diameter stroke [m]
sementara jika gaya gesek pada piston kita perhitungkan maka :
F S = F N .
S
……………………………………………….…(53)
dimana :
41
F S = Gaya gesek [N] F N = Gaya normal [N] S
= Koefisien gesek statis
Bila kita perhitungkan gaya gesek di atas terhdap perhitungan gaya yang diperlukan silinder maka :
F majutotal = F maju + F S
……………………………………………………….…(54)
F mundurtotal = F mundur + F S
………………………………………………………....(55)
2. Kecepatan gerak piston
Kecepatan gerak piston bisa dihitung dengan menggunakan persamaan :
v=
P F
……………………………………………………(56)
dimana : P = daya [Nm/s] F = gaya penggerak piston [N] v = kecepatan gerak piston [m/s]
Daya diatas merupakan hasil perhitungan dari :
P = p × Q
………………………………………………...(57)
dimana : P = daya [Nm/s]
42
2
p = tekanan [Pa = N/m ] 3
Q = debit alir udara [m /s]
Debit alir udara sendiri bias dihitung melalui persamaan :
Q=
V
……………………………………………………………….(58)
t
dimana : V=Volume silinder [m3] t= Waktu kerja [s]
3. Kestabilan lengan piston Faktor ini akan menentukan merata tidaknya gaya yang dikeluarkan piston dalam menggerakan benda kerja.
Hal – hal diatas perlu dipertimbangkan agar piston/silinder dapat bekerja secara efektif sesuai dengan kondisi dan aplikasi yang diperlukan.
II.7.9 Perhitungan konsumsi udara (V)
Bila kita menggunakan sistem pneumatik maka kita tidak bisa lepas dari pengkonsumsian udara untuk mengaktifkan sistem tersebut, dan pengkonsumsian udara ini tentunya merupakan bagian dari biaya operasi, dikarenakan aktuator yang digunakan berbentuk silinder maka konsumsi udara dapat dihitung dengan persamaan :
V =
π × d 2 4
× H × p
…………………………………..….(59)
dimana : V = Volume udara yang dibutuhkan [mm 3]
43
d = Diameter penampang yang bekerja [mm]
H = Panjang langkah piston / stroke [mm] p = Tekanan kerja sistem [bar]
II.8 Elektropneumatik
Elektropneumatik
sebenarnya
merupakan
sistem
kontrol
pneumatik
dimana
memanfaatkan energi listrik sebagai pembawa sinyal kontrolnya. Sistem elektropneumatik merupakan pengembangan dari sistem pneumatik, dimana prinsip kerjanya memilih energi pneumatik sebagai media kerjanya (tenaga penggeraknya), sementara media kontrolnya memanfaatkan sinyal elektrik (elektronik). Hal itu dipilih karena sinyal elektrik lebih cepat responnya daripada sinyal pneumatik. Pada sistem ini sinyal elektrik dialirkan ke koil (solenoid) yang terpasang pada katup pneumatik dengan mengaktifkan saklar, sensor ataupun komponen lainnya. Sinyal yang dikirimkan tadi akan menghasilkan elektromagnetik dan akan mengaktifkan katup pengatur arah sebagai elemen akhir pada rangkaian kerja pneumatik. Sedangkan nantinya media kerja pneumatik yang akan menggerakan elemen kerja pneumatik seperti silinder atau motor pneumatik yang akan menjalankan sistem. (Disadur dari David W.P, 1990)
II.8.1 Elemen listrik pada elektro pneumatik
Bila energi listrik ada dan akan dimanfaatkan, maka perlu diproses dan disebarkan oleh komponen/elemen utama. Berikut beberapa komponen/elemen utama dalam elektro pneumatik :
1. Input sinyal listrik Untuk mendapatkan sinyal listrik ini bisa dilakukan dengan cara mengaktifkan saklar atau sensor baik yang prinsip kerjanya secara mekanik ataupun elektronik. Sinyal yang diberikan ini kerjanya tergantung dari fungsi sinyal tersebut. Berdasarkan fungsi sinyal ini ada tiga jenis sambungan pada pada saklar : a. Normally open, kondisi aktif ketika sambungannya tersambung (
).
b. Normally closed, kondisi aktif ketika sambungannya tidak tesambung
44
c. Change over, merupakan kombinasi dari normally open dan closed. 2. Pengolah sinyal listrik Elemen ini berfungsi untuk mengontrol aliran sinyal listrik. Berikut beberapa elemen yang termasuk ke dalam elemen pengolah sinyal listrik : a. Relay, merupakan elemen penyambung saluran dan pengontrol sinyal, dimana konsumsi arusnya cukup kecil. b. Solenoid, dalam kasus elektro pneumatik ini, biasanya solenoid ini berfungsi untuk mengaktuasikan katup ketika arus listrik dialirkan pada koilnya. c. Kontaktor, merupakan relay tetapi mempunyai kemampuan beban yang tinggi, atau dengan kata lain bisa mengalirkan arus yang lebih tinggi. 3. Elemen akhir Elemen akhir ini digunakan untuk menggabungkan sinyal elektrik dan pneumatik, biasanya terdiri dari katup yang diaktuasikan olah solenoid. Maksudnya adalah untuk menyalurkan sinyal kerja digunakan katup – katup pneumatik, sedangkan untuk mengatur arah aliran sinyal kerjanya memanfaatkan sinyal listrik yang dialirkan kepada koil pada solenoid.
II.9 Programmable Logic Controller Controller (PLC)
PLC didefinisikan sebagai singkatan dari Programmable Logic Logic Controller, alat ini mempunyai kemampuan menyimpan instruksi – instruksi untuk melaksanakan fungsi – fungsi kontrol untuk melaksanakan suatu perintah kerja yang sekuensial, perhitungan aritmatika, ataupun sarana komunikasi untuk mengontrol baik itu sebuah mesin ataupun proses pengerjaan.
II.9.1 Ciri – ciri PLC
Berikut beberapa ciri dan keuntungan dari PLC :
Ciri - ciri
Keuntungan
Komponen solid state
* Kehandalan tinggi
Ukuran kecil
* Membutuhkan ruang yang minimal
Variasi I / O
* Bisa mengendalikan berbagai macam perangkat keras
45
Programmable memory
* Sederhana dalam pengubahan program * Fleksibel dalam pengendalian
Software function Software function
* Mengurangi hardware dan biaya peralatan * Mudah dalam pengubahan set awal
Modular arsitektur
* Mudah dalam instalasi * Mudah dalam expansion * Fleksibel dalam instalasi
II.9.2 Komponen PLC
Komponen- komponen PLC yang diperlukan antara lain : 1. Central Controller Unit (CCU) atau disebut juga Central Processing Unit (CPU) , yang terdiri dari : -
Prosessor
-
Memori
-
Catu daya
2. Masukan / keluaran atau interface.
3. Device program.
II.10. Piercing Tool Hydroulic
Press tool adalah alat bantu pembentukan produk dari bahan dasar lembaran atau potongan pelat yang operasinya menggunakan alat press. Presstool hydroulic menggunakan media oli atau air sebagai sumber tenaga alat press. Piercing adalah proses pemotongan yang menghasilkan lubang secara utuh pada material/blank dengan alat bantu presstool, dan seluruh sisinya terpotong secara serempak. Piercing hole adalah lubang pada blank material , yang dihasilkan dari proses pemotongan tunggal tunggal , dengan bentuk kontur terpotong terpotong secara utuh. Piercing tool adalah jenis presstool untuk melakukan piercing pada material/blank.
Sebagai mana telah kita ketahui bersama , bahwa presstool terdiri dari beberapa elemen pendukung seperti die set, punch, pengarah/penepat, dies, stripper dan stopper.
46
Punch-dies clearence pada tool akan mempengaruhi kualitas lubang yang dihasilkan maka lebar jarak antar permukaan punch dan dies menentukan besar burr pada blank. Ketinggian burr tidak hanya dipengaruhi dengan kondisi clea rence saja namun dipengaruhi oleh kondisi .
II.10.1 Penetrasi
Pengertian Penetrasi pemotongan : Adalah penembusan punch kedalam pelat strip sehingga terjadi proses pemotongan. 1. Jenis penetrasi 2. Penetrasi pemotongan o
Penembusan punch terhadap strip material,
o
Penetrasi normal adalah 1/3 – ½ tebal pelat, Penetrasi pemotongan = (1/3 – ½) s [mm]……………………………….(60)
o
Sisi terpotong rata.
Ket : s tebal pelat [mm] 3. Penetrasi Die/Pengeluaran a. Penembusan punch dari ketebalan pelat strip/material menembus die, dan mendorong scrap keluar die, b. Tinggi penetrasi i.
min 1 x tebal pelat
ii. max 3 x tebal pelat < 2mm Tinggi penetrasi = (1 – 3) s [mm]………………………………….(61)
Gambar II.24
47
II.10.2. Fracture (patahan)
Pengertian Fracture : Adalah patahan yang terjadi pada strip akibat penetrasi punch sehingga membentuk sisi potong yang tidak rata (burr). Bentuk fracture o
Patahan terbentuk setelah penetrasi punch,
o
Sisi patahan tidak rata,
o
Petahan terbentuk mulai dari sisi ujjung punch sampai ujung sisi ujung die,
o
Sudut patahan sesuai clearence,
o
Tinggi patahan = (1 /2 – 2 /3) s [mm]……………………………………………..(62)
II.10.3 Clearence
Pengertian Clearence : Adalah kelonggaran (selisih ukuran) antara sisi potong potong dies terhadap sisi potong punch. Fungsi clearence: o
Mencegah terjadinya gesekan antara punch dan dies saat operasi pemotongan,
o
Menentukan kualitas sisi potong yang diharapkan,
o
Menentukan ketepatan toleransi produk/lubang hasil yang diperlukan,
o
Berpengaruh terhadap burr yang terjadi.
Klasifikasi clearence: 1. Excessive Clearence (kasar): o
Clearence relative besar,
o
Membentuk burr yang besar,
o
Bibir pelat pada permukaan terpotong membentuk radius cukup besar,
o
Permukaan bawah bibir blank/scrap membentuk radius,
o
Penetrasi pemotongan kecil.
2.Proper Clearence (normal): o
Clearence medium.
o
Bentuk burr relative kecil,
o
Radius pada bibir pelat terpotong relative kecil,
o
Penetrasi pemotongan dapat mencapai 1 /2 tebal pelat.
48
3.Sufficient Clearence: o
Clearence relative kecil,
o
Membentuk 2 bidang pemotongan dan patahan,
o
Burr sangat kecil,
o
Tekanan pemotongan lebih besar.
Penempatan clearence Lubang yang dihasilkan dengan proses piercing, maka: -
Dimensi nominal pada punch
-
Clearence pada dies
Clearece pada dies (scrap clearence) Pengertian Kebebasan dies : Adalah kebebasan lubang pada dies untuk mengeluarkan scrap pemotongan. Jenis kebebasan: 1. Angular clearence o
Kebebasan secara menyudut sekeliling lubang dies,
o
Pemakaiaan pada blank yang tidak beraturan,
o
Max sudut bebas 2 o presisi.
2. Cylindrical relief o
Kebebasan berbentuk lurus dengan dimensi lebih besar dari lubang dies,
o
Bagian yang berhubungan dengan lubang dies dibentuk radius atau menyudut, pemakaian pada lubang berbentuk cylinder,
o
Dimensi cylindrical relief lebih besar 0,5 mm dari dimensi punch.
Dimensi clearence dan penetrasi die Dimensi clearence Dimensi clearence pada dies atau punch dapat ditentukan dengan beberapa empiris: 1. Cara perhitungan Unsur yang menentukan : o
Faktor tebal bahan (s)
49
o
Shear stress of material(τ material(τ b),
o
Working factor (c).
o
Rumus perhitungan:
Us = clearence Us = c . s √ τ b mm/ sisi s <3 mm……. ……………………………………..(63)
2. prosentase tebal strip, unsur yang menentukan : o
tebal strip material(s)
o
tensile strength of material(Rm)
Us = s . c %…………………………………………………………….……(64)
II.10.4 Land (tebal bibir potong)
Pengertian Land (tebal bibir potong) : Adalah bidang datar pada daerah bibir potong dies, yang diperlukan untuk memberikan ketahanan dies saat pemotongan. Dimensi land : Unsur yang menentukan: o
ketebalan strip material,
o
Kekerasan dies,
o
H = (2 …3) x s…………………………………………………………..….(65)
Gambar II.25
50
II.10.5 Perhitungan gaya piercing
F = τ B . π .d .s [N]…………………………...................................................…..…(66) τ Bizin ≈ 0,8. Rm …………………………....................... …………………………............................................ .................................….…(67) ............….…(67) gaya potong(piercing) = π .d .s.0,8. Rm [N]….............................................. [N]…...........................................................(68) .............(68) gaya stripper = 3.5% . gaya potong [N]…………………………………………...(69)
keterangan : F = gaya potong [N] d = diameter lubang l ubang yang diinginkan [mm] s = tebal material Rm = batas tarik maksimum (yeald stresses)[N/mm 2 ] Fs = gaya stripper [N]
51
BAB III MEKANISME KERJA MESIN Start
Y
Lampu Emergency M e n y a la la ? T
M C B 3 f a sa sa ON
M a i n S w i tc tc h O N
Switch P a n e l O p e r a ti ti n g O N
M e s i n s ia ia p proses
M an/Auto ?
Auto
M an
Mesin diopersikan manual
Sensor B e n d a K e r ja ja Aktif B
A
52
A
T o m b o l S t a rrtt ditekan
Motor konveyor forward
S e n s o r 1 A k t if if
Proses Drawing I
Motor konveyor forward
S e n s o r 2 A k t if if
Proses Piercing I
Motor konveyor reverse
C
53
C
Sensor 3 Aktif
Proses Piercing II
Motor k onveyor onveyor forward
Sensor 4 Aktif
Proses Piercing III III
Motor k onveyor onveyor forward
Sensor 5 Aktif
D
54
D
Proses Drawing II
Motor konveyor forward
Sensor 6 Aktif
Proses Piercing IV
Motor konveyor reverse
Sensor 4 Aktif
Motor konveyor forward
Sensor 7 Aktif
E 55
E
Proses Piercing V
Motor kon veyor veyor forward
Tombol Stop ditekan
Motor kon veyor veyor OF F
B
Start
56
Prosedur Drawing I
Motor ko nveyor nveyor OF F
Silinder Stopper S1 Se t
Sensor maksim al silinder stopper I aktif
Silinder side positioning Se t
Sensor maksim al silinder side positioning aktif
Silinder proses drawing I Se t
Silinder Drawing I maksimal ?
Silinder stopper I Reset
Silinder side positioning reset
Sensor minimal silinder stopper I aktif
57
Prosedur Drawing II
Motor ko nveyor nveyor OF F
Silinder Stopper S5 Se t
Sensor maksim al silinder stopper 5 aktif
Silinder side positioning Se t
Sensor maksim al silinder side positioning aktif
Silinder proses Drawing II Se t
Silinder Drawing II maksimal ?
Silinder stopper 5 Reset
Silinder side positioning reset
Sensor minimal silinder stopper 5 aktif
58
Prosedur Piercing I
Motor ko nveyor nveyor OF F
Silinder Stopper S2 Se t
Sensor maksim al silinder stopper 2 aktif
Silinder side positioning Se t
Sensor maksim al silinder side positioning aktif
Silinder proses piercing I Se t
Silinder Piercing I maksimal ?
Silinder stopper 2 Reset
Silinder side positioning reset
Sensor minimal silinder stopper 2 aktif
59
Prosedur Piercing II
Motor ko nveyor nveyor OF F
Silinder Stopper S3 Se t
Sensor maksim al silinder stopper 3 aktif
Silinder side positioning Se t
Sensor maksim al silinder side positioning aktif
Silinder proses piercing II Se t
Silinder piercing II maksimal ?
Silinder stopper 3 Reset
Silinder side positioning reset
Sensor minimal silinder stopper 3 aktif
60
Prosedur Piercing III
Motor ko nveyor nveyor OF F
Silinder Stopper S4 Se t
Sensor maksim al silinder stopper 4 aktif
Silinder side positioning Se t
Sensor maksim al silinder side positioning aktif
Silinder proses piercing III Se t
Silinder piercing III maksimal ?
Silinder stopper 4 Reset
Silinder side positioning reset
Sensor minimal silinder stopper 4 aktif
61
Prosedur Piercing V
Motor ko nveyor nveyor OF F
Silinder Stopper S7 Se t
Sensor maksim al silinder stopper 7 aktif
Silinder side positioning Se t
Sensor maksim al silinder side positioning aktif
Silinder proses piercing V Se t
Silinder piercing V maksimal ?
Silinder stopper 7 Reset
Silinder side positioning reset
Sensor minimal silinder stopper 7 aktif
62
BAB IV ALTERNATIF PERANCANGAN IV.1 Alternatif Pengikatan Rangka
Alternatif 1 (pengikatan rangka dengan baut)
Keuntungan
•
Memudahkan
memasang
Kerugian (perakitan)
•
dan melepas beberapa komponen atau
•
Sifat pegikatan semi permanen
•
Memungkinkan
pengiriman
antar
lubang
baut
(pusat
sambungan) harus akurat (presisi)
•
sub susunan tertentu
Jarak
Waktu pembuatan/ proses pemesinan lebih lama dan biaya yang lebih besar
produk •
(delivery ) dalam bentuk komponen
Distribusi
beban
(gaya-gaya
yang
bekerja) terpusat pada baut
yang terpisah
62
Alaternatif 2
(pengikatan rangka dengan las-lasan)
Keuntungan
•
Rigid
•
Distribusi
Kerugian
• beban
(gaya-gaya
(penepatan
posisi)
dan
pelepasan beberapa komponen atau sub
yang
susunan tertentu lebih sulit
bekerja) merata pada sekeliling profil
•
Perakitan
yang diikat
•
Sifat pegikatan permanen
Biaya murah
•
Pengiriman
produk
jadi
( delivery )
dalam bentuk komponen yang terpisah tidak dapat dilakukan
63
Penilaian Alternatif Pengikatan Rangka
Penilaian teknis Aspek teknis Pencapaian fungsi Permesinan Handal Penampilan Total % Teknis
Alternatif 1 n n.b 2 8
Alternatif 2 n n.b 3 12
1 2 2 7
4 3 3 13
3 4 2 17 0.425
12 6 3 33 0.825
Penilaian Ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 n n.b n n.b 2 2 3 3 2 2 3 3 0.5 0.75
Aspek ekonomis Biaya Total % Ekonomis Keterangan 1:kurang 2:cukup n:nilai
ideal I 4
b
I.b
4
16
4 4 4 16
3 2 1 10
12 8 4 40 1
ideal I 4 4
b
I.b
1 1
4 4 1
3:cukup baik 4.baik b:bobot
0.9 0.8 s 0.7 i n k 0.6 e T 0.5 k 0.4 e p 0.3 s A 0.2 0.1 0
Alternatif 1 Alternatif 2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
Aspek Ekonomis
Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan pengikatan rangka dilakukan dengan cara pengelasan
64
IV.2 Alternatif Pengikatan Rangka
Alternatif 1 (Antisipasi gaya pemotongan dengan idler)
Keuntungan
•
•
Dudukan puli gilir tetap terhadap meja,
•
Konstruksi lebih rumit.
karena tegangan awal sabuk diatur oleh •
Akan mengurangi umur teknis dari
idler.
sabuk gilir (gesekan & tekukan).
Memperbesar sudut kontak, sehingga
•
Untuk jarak antar sumbu poros yang
jumlah gigi yang berpasangan terhadap
sama,
puli lebih banyak dan kemungkinan
sabuk gilir yang lebih panjang.
loncatnya gigi sabuk terhadap alur puli
•
Kerugian
•
membutuhkan
Membutuhkan
gaya
panjang pitch
tahanan
sabuk
(slip) semakin kecil.
yang lebih besar.
Mengurangi getaran pada sisi kendor •
Kemungkinan
dan mengurangi tumbukan antara gigi
terhadap benda kerja lebih besar akibat
sabuk dan gigi puli.
gaya perlawanan dari idler.
terjadinya
defleksi
65
Alternativ 2 (Antisipasi gaya pemotongan dengan pemberat)
Keuntungan
Kerugian
•
Konstruksi lebih sederhana
•
Untuk jarak antar sumbu poros yang sama, sabuk
• •
membutuhkan gilir
yang
•
Total beban yang dipindahkan terhadap poros lebih besar
panjang pitch •
Getaran pada sisi kendor dan tumbukan
lebih
antara gigi sabuk dan gigi puli akan
pendek
dibandingkan dengan pemakaian idler
relatif lebih besar
Gaya tahanan sabuk yang terjadi lebih •
Membutuhkan konstruksi pendukung
kecil
untuk gerak linier (pengatur)
Kemungkinan
terjadinya
defleksi
terhadap benda kerja lebih kecil
66
Penilaian Antisipasi gaya pemotongan Aspek teknis
Alternatif 1 n n.b 2 8
Pencapaian fungsi Permesinan Handal Penampilan Total % Teknis
3 1 2 8
penilaian teknis Alternatif 2 n n.b 4 16
9 2 2 21 0.525
2 3 3 12
6 6 3 31 0.775
Penilaian Ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 n n.b n n.b 2 2 3 3 2 2 3 3 0.5 0.75
Aspek ekonomis Biaya Total % Ekonomis Keterangan 1:kurang 2:cukup n:nilai
ideal I 4
b
I.b
4
16
4 4 4 16
3 2 1 10
12 8 4 40 1
ideal I 4 4
b
I.b
1 1
4 4 1
3:cukup baik 4.baik b:bobot
1 s 0.8 i n k e 0.6 T k e 0.4 p s A0.2
Alternatif 1 Alternatif 2
0 0.74
0.75
0.76
0.77
0.78
Aspek Ekonomis Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan terhadap antisipasi putusnya sabuk dilakukan dengan pemberat.
67
IV.3 Alternatif Media Kerja Media kerja ini digunakan untuk proses piercing dan drawing, sehingga plat ter sebut terlubangi dan tertekuk. Oleh karena itu konstruksi ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut : -
Mampu menekan plat dan membentuk plat
-
Mampu melubangi plat dengan proses piercing
Alternatif 1 : (Hidrolik)
No 1.
Keuntungan
Gaya dan tekanan yang mampu
No. 1.
dihasilkan sangat besar serta
Kerugian
Viscositas fluida bervariasi terhadap perubahan pneumatik.
mudah dalam pengontrolannya 2.
Gerakan yang ditimbulkan halus
2.
(bebas hentakan) dan lambat
Tidak memungkinkan untuk industri yang bersifat steril
3.
Kecepatan gerak dapat dikontrol
3.
Bila
4.
Bersifat melumasi diri
.
tekanan kerja
5.
Lebih presisi dibanding media
4.
Biasanya
kerja pneumatik. 6.
terjadi
kebocoran
mengurangi
perancangan
dan
komponennya sangat mahal
Gaya / Torsi relatif konstan
5.
Membutuhkan pengetahuan khusus
terhadap perubahan kecepatan gerak 7.
Perubahan
arah
gerak
dapat
dikontrol secara langsung saat aktuator gerak. 8.
Gaya,tekanan
besar
dengan
dimensi yang kecil dan bobotnya ringan. 9.
Dengan motor hidrolik, efisiensi bagus.
10. Suku
cadang
sederhana
dan
mantap. 11. Kebutuhan akan ruangan cukup
68
terbatas. Tidak
memerlukan
banyak
pemeliharaan. 12. Kuat untuk kondisi proses yang bergerak secara kontinyu
Alternatif ke- 2 : (Pneumatik)
No. 1.
2.
Gaya
Keuntungan dan
tekanan
No .
yang 1.
Perlu
Kerugian
tambahan
peralatan
mekanik
dihasilkan kecil sampai dengan
untuk mendapatkan perubahan posisi
menengah.
yang teliti.
Pemasangan pipa lebih mudah.
2.
Kebocoran sulit terdeteksi dan mudah terjadi.
3.
Gerak cepat mudah ditimbulkan .
4.
Dapat
dioperasikan
3.
untuk 4.
Relatif mahal Membutuhkan pengetahuan khusus.
industri yang bersifat steril. 5.
Sistem sederhana dan aman.
5.
Harga operasi mahal.
6.
Gaya dibatasi oleh tekanan dan 6.
Kebocoran dan pembuangan udara
diameter silinder.
menyebabkan
kebisingan
(perlu
perubahan
tekanan
peredam) 7.
Dengan motor udara, efisieansi 7.
Dapat
terjadi
kecil
sehingga kecepatan tidak stabil 8.
Dapat terjadi pendinginan udara
9.
Kemungkinan
terjadi
kecepatan
–
kecepatan aliran yang sangat tinggi.
69
Alternatif ke-3 : (Ulir transporter)
No
Keuntungan
1
Mampu menahan beban putar
2
Langkahnya
dapat
1
diatur 2
No
Kerugian
Sulit di assembling Roda gigi mudah aus
(menggunakan motor servo) 3
Relatif mahal
4
Cukup rumit dan membutuhkan banyak tempat
5
Penggunaan untuk instalasi – instalasi yang diautomasikan adalah terbatas
Keterangan skala angka penilaian Kurang
Cukup
1
Sedang
2
Baik
3
4
Daftar penilaian alternatif dari segi teknis,
No.
Kriteria Teknis
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
1.
Pencapaian Fungsi
4
3
2
2.
Kekuatan
4
2
2
3.
Perawatan
2
4
2
4.
Assembling
3
3
1
5.
Faktor Keamanan
4
2
1
Total
18
15
8
Tabel 1. Penilaian alternatif media kerja
Dengan melihat tabel 1 maka pemilihan media kerja berupa hidrolik untuk proses piercing dan drawing. Sedangkan pemakaian media kerja pneumatik untuk stopper dengan mempertimbangkan, efisiensi baik pada gerak linear dan incompressible.
70
IV.4 Alternatif pemilihan Sensor Benda Kerja Dalam kasus ini, benda kerja merupakan jenis logam oleh karena itu diambil tiga alternatif pemilihan sensor, yaitu : 1. Alternatif satu Menggunakan sensor Induktif 2. Alternatif dua Menggunakan sensor kapasitif 3. Alternatif tiga Menggunakan sensor opto elektronik
Kriteria
Induktif
Kapasitif
OptoElektronik
N
N.B
N
N.B
N
N.B
Pendeteksian benda logam
4
16
4
16
4
16
Akurasi dalam pendeteksian
4
12
3
9
1
3
Ketepatan
3
9
2
6
1
3
Pendeteksian benda non logam
1
1
4
4
4
4
Total
-
38
-
35
-
26
dalam
pendeteksian
benda kerja
Keterangan : B = Bobot N = Nilai 1
=
kurang
2
=
cukup
3
= cukup baik
4
=
baik
Dari tabel di atas terlehat bahwa sensor induktif lebih baik untuk digunakan pada mesin ini.
71
IV.5 Alternatif desain press tools
Alternatif 1
Keuntungan
Biaya
pemesanan
Kerugian silinder
akan
murah dengan menghemat jumlah
•
Pegas yang digunakan pada setiap tools akan berbeda.
silinder yang harus dipakai .
Jumlah selang yang dihubungkan akan semakin simpel.
penggunaan silinder lebih efektif. Pembuatan konstruksi stripper lebih sederhana.
Pemasangann stripper dengan cara memanjang pelat
menjamin
(tidak
kelurusan
terjadinya
defleksi
terhadap pelat karena penekanan stripper).
Lebih menjamin kepresisian jarak antar lubang hasil piercing.
72
Alternatif 2
Keuntungan
• •
Penggunaan
pegas
stripper
Kerugian untuk •
jumlah
silinder
yang
dibutuhkan
lubang yang sama adalah seragam.
semakin banyak sehingga biaya akan
dalam pemasangan silinder akan terlalu
lebih mahal.
sulit karena saling berhimpit.
• bila dilihat dari proses perangkaian, jumlah selang yang dihubungkan akan semakin komplek .
•
Mengingat silinder yang dipakai untuk memotong
sebuah
lubang
dengan
pemotongan tiga buah lubang secara serempak
adalah
sama,
maka
penggunaan pada alternatif ini tidak efektif.
•
Walaupun
pembuatan
konstruksi
stripper adalah seragam, tapi tingkat kesulitan proses adalah tinggi.
73
Antisipasi gaya pemotongan
Aspek teknis
penilaian teknis Alternatif 2 n
Alternatif 1 n n.b
Pencapaian fungsi Permesinan Handal Penampilan Total % Teknis
4 3 4 4 15
Aspek ekonomis Biaya Total % Ekonomis
16 9 8 4 37 0.925
2 2 4 2 10
Penilaian Ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 n n.b n 4 4 1 2 2 3 0.5
Keterangan 1:kurang 2:cukup n:nilai
n.b 8 6 8 2 24 0.6
n.b 1 3 0.75
ideal I
b
I.b
4 4 4 4 16
4 3 2 1 10
16 12 8 4 40 1
ideal I 4 4
b
I.b
1 1
4 4 1
3:cukup baik 4.baik b:bobot
1 s 0.8 i n k e 0.6 T k e 0.4 p s A 0.2
Alternatif 1 Alternatif 2
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
Aspek Ekonomis
Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 1 memiliki point yang lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif kedua, oleh karena itu dalam perancangan press tool dengan satu silinder penggerak.
74
IV.6 Alternatif Perancangan Konstruksi slider
Alternatif 1
Keuntungan
•
Konstruksi simpel
•
Alignment
Kerugian
•
elemen-elemen
•
Kemudahan
•
pasang
dalam
proses
adjuster
membutuhkan
kepresisian
transmisi
lebih terjamin
Konstruksi
Poros
cepat
aus,
sehingga
mem-
butuhkan pelumasan
bongkar
•
Gerakannya seret (gesekan besar)
•
Butuh lebih banyak proses pemesinan
•
Umur teknis lebih rendah
75
Alternatif 2
Keuntungan
Kerugian
•
Gerakannya mulus
•
Konstruksi lebih kompleks
•
Gesekan yang terjadi kecil
•
Alignment harus lebih diperhatikan
•
Pelumasan lebih terjamin
•
Rigiditas lebih tinggi
•
Pemakaian elemen standar lebih banyak
•
Umur teknis lebih lama
sewaktu bongkar pasang
76
Pemilihan konstruksi slider
Aspek teknis Pencapaian fungsi Permesinan Handal Penampilan Total % Teknis
Alternatif 1 n n.b 2 2 2 2 8
Aspek ekonomis Biaya Total % Ekonomis
Penilaian teknis Alternatif 2 n
8 6 4 2 20 0.5
4 3 4 3 14
Penilaian Ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 n n.b n 2 2 3 2 2 3 0.5
Keterangan 1:kurang 2:cukup n:nilai
n.b 16 9 8 3 36 0.9
n.b 3 3 0.75
ideal I
b
I.b
4 4 4 4 16
4 3 2 1 10
16 12 8 4 40 1
ideal I 4 4
b
I.b
1 1
4 4 1
3:cukup baik 4.baik b:bobot
1 0.8
s i n k e 0.6 T k e 0.4 p s A
Alternatif 1 Alternatif 2
0.2 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
Aspek Ekonomis
Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan bantalan dipasang pada bagian slider.
77
IV.7 Alternatif Variator kecepatan Alternatif 1
Alternatif 1
Keuntungan
Kerugian
•
Harga lebih murah
Sangat cocok untuk sistem yang dalam
operasinya
membutuhkan
Pengaturan dilakukan secara mekanis dan butuh waktu yang lebih lama.
•
kecepatan yang berubah-ubah
Dibutuhkan rasio reduksi yang lebih besar.
•
Kecepatan diatur dengan perbandingan diameter puli.
•
Kecepatan yang diinginkan belum tentu tercapai.
78
Alternatif 2
Keuntungan
Kerugian
•
Pengaturan dengan digital.
Rasio reduksi (gear head ) bisa
Harga Relatif mahal.
lebih rendah.
Kecepatan diatur dengan mengubah frekuensi.
Kecepatan yang diinginkan akan selalu tercapai.
Kemampuan merubah, meregulasi kecepatan menyesuaikan
dan
kemampuan torsi
dengan
dinamika gerakan yang tinggi.
Ketepatan posisi sangat baik.
79
Aspek teknis
Alternatif 1 n n.b 1 4
Pencapaian fungsi Permesinan Handal Penampilan Total % Teknis
1 2 2 6
Aspek ekonomis Biaya Total % Ekonomis
Variator Kecepatan penilaian teknis Alternatif 2 ideal n n.b I 4 16 4
3 4 2 13 0.325
4 3 4 15
12 6 4 38 0.95
Penilaian Ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 n n.b n n.b 3 3 2 2 3 3 2 2 0.75 0.5
Keterangan 1:kurang 2:cukup n:nilai
b
I.b
4
16
4 4 4 16
3 2 1 10
12 8 4 40 1
ideal I 4 4
b
I.b
1 1
4 4 1
3:cukup baik 4.baik b:bobot
Alternatif Variator Kecepatan 1
s i n 0.8 k e 0.6 T k 0.4 e p 0.2 s A
Alternatif 1 Alternatif 2
0 0
0. 2
0. 4
0. 6
0. 8
Aspek Ekonomis Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan pencapaian kecepatan dilakukan dengan inverter .
80
BAB V PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN DATA
V.1 Perancangan daya motor
V.1.1 Momen Tahanan (T) Jika diameter puli D = 140 mm, berat pelat w = 7 kg = 68,67 [N] dan sudut defleksi α dibatasi sampai 10º, maka berdasarkan persamaan (10) gaya tarik sabuk adalah
F t =
68,67[ kg ] sin 10°
= 395,46[ N ]
Mengacu pada lebar sabuk standar, dalam tabel 2 lampiran A2 untuk lebar sabuk yang paling kecil b = 20 mm diperoleh F u.izin = 1800[ N , ]maka dilihat dari kekuatan tarik izinnya sabuk dengan lebar 20 mm mampu menahan tarikan akibat beban pelat, oleh karena itu dalam perhitungan daya motor dipakai harga tahanan sabuk yang sama dengan gaya tarik izin
F t = 1800[ N ] . Berdasarkan persamaan (11) besar momen tahanan adalah
T t =
1800{ N ].140.10 −3 [m ] 2
= 126 [Nm]
V.1.2 Kecepatan putar puli penggerak Jika v = 0,1 [m/det] dan diameter puli = 140 [mm], berdasarkan persamaan (12) maka putaran puli penggerak konveyor :
n=
60.10 3.0,1[m / det 2 ] π .140[mm]
=13,64 [rpm]
V.1.3 Daya motor sementara
81
Pada tabel 8 lampiran C efisiensi mekanis untuk transmisi sabuk gilir η = η = 0,97 maka daya
motor sementara berdasarkan persamaan (13) P =
126[ N .m ].13,64[ rpm] 9550.0,97
= 0,186 kW
Dalam tabel 8 lampiran C diperoleh daya motor yang lebih besar dan kecepatan putarnya paling mendekati kecepatan putar konveyor dengan data sebagai berikut P M
p
ni
R
no
T 0
Tipe
0,2
4
1500
59
25,4
7,09
CNHM 4090
dimana:
P M = daya motor [kW] p = kutub
n i = kecepatan putar masukan [rpm] 1/r = rasio
n o = kecepatan putar keluaran [rpm] T 0 = torsi pada poros keluaran gearhead [kg.m]
V.1.4 Momen Percepatan Lihat gambar II.13
No
2.0 Pelat
Elemen
Sket
Variable P ≤ 1700 mm L ≤ 700 mm T ≤ 1 mm V= PxLxT
Inersia massa (J) J2.0 = ½ mr 2 = ½ x 9,23 kg x -3
2
(70 x 10 m ) = 0,023 kgm2
= 1,19 x 10-3 m3 ρ baja
= 7757,4 kg/ m3
m2.0 = ρ baja x V = 7757,4 kg/ m3 x 1,19 x 10-3 m3 = 9,23 kg
82
2.3 Sabuk konveyor (karet)
P ≤ 2 x 1500 [mm] = 3000 [mm] L ≤ 60 [mm] T ≤ 15 [mm] -3 3 V = P x L x T = 2,7. 10 [m ]
m2.3 = ρkaret x V = 930 kg/ m3 x 2,7. 10-3 [m3] = 2,51 [kg]
2.2 Sabuk transmisi (karet)
P ≤ 2 x 250 [mm] = 500 [mm] L ≤ 60 [mm] T ≤ 15 [mm] V = P x L x T = 0,45. 10-3 [m3] m2.3 = ρkaret x V = 930 kg/ m3 x 0,45. 10-3 [m3] = 0,419 [kg]
o
Elemen yang bergerak rotasi
2.1 Bagian puli transmisi
-3
2
P = π . D = π . 80 x 10 m
J2.1 = ½ mr
= 252 mm
= ½ x 0,218 kg x
L ≤ 60 [mm]
(40 x 10-3 m )2 2
T ≤ 15 [mm]
= 0,0001 kgm -3
3
V = P x L x T = 0,227. 10 [m ] m2.3 = ρkaret x V = 930 kg/ m3 x 0,227. 10-3 [m3] = 0,218 [kg]
2.4 Bagian puli konveyor
-3
2
P = π . D = π . 140 x 10 m
J2.4 = ½ mr
= 440 mm
= ½ x 0,38 kg x (70 x 10-3 m )2
L ≤ 60 [mm]
= 0,0009 kgm2
T ≤ 15 [mm] -3
3
V = P x L x T = 0,396. 10 [m ] m2.3 = ρkaret x V = 930 kg/ m3 x 0,227. 10-3 [m3] = 0,38 [kg]
2.5 poros
J2.4 = ½ mr 2
P = 500 mm D = 30 mm
= ½ x 2,738 kg x (30 x 10-3 m )2
V = ¼ πD2 x P -3
2
-3
= ¼ π (30 x 10 m) x 500 x 10 m
= 0,0003 kgm2
= 0,353 x 10-3 m3 ρ baja
= 7757,4 kg/ m3
m4 = ρ baja x V
83
3
-3
3
= 7757,4 kg/ m x 0,353 x 10 m = 2,738 kg
2.6 Puli transmisi
2
D ≤ 80 mm
J2.6 = ½ mr
L ≤ 60 mm
= ½ x 2,327 kg x (40 x 10-3 m )2
V = ¼ πD2 x L -3
2
2
-3
= 0,002 kgm
= ¼ π (80 x 10 m) x 60 x 10 m = 0,3 x 10-3 m3 ρ baja
= 7757,4 kg/ m3
m2.6 = ρ baja x V 3
-3
3
= 7757,4 kg/ m x 0,3 x 10 m = 2,327 kg
2.7 Puli konveyor
J2.7 = ½ mr 2
D ≤ 140 mm L ≤ 60 mm
= ½ x 14,35 kg x
2
(70 x 10-3 m )2
V = ¼ πD x L -3
2
= ¼ π (140 x 10 m) x
2
= 0,035 kgm
-3
60 x 10 m = 1,85 x 10-3 m3 ρ baja
3
= 7757,4 kg/ m
m2.7 = ρ baja x V = 7757,4 kg/ m3 x 1,85 x 10-3 m3 = 14,35 kg
1. Material yang sering digunakan untuk bahan puli dan poros adalah : a. Steel (ρ (ρ = 7757,4 kg/ m 3 ) b. Allumunium alloy (ρ ( ρ = 2770,49 kg/ m 3 ) c. Grey cast iron (ρ ( ρ = 7203,3 kg/ m 3 ) sedangkan untuk sabuk digunakan karet ( ρ = 930 kg/ m3 )
2. Asumsi awal kecepatan linier v = 0,1 m/det, kecepatan konstan ini dicapai selama 1,5 det maka percepatan yang terjadi
84
a=
dV dt
=
0,1[ m / det] 1,5[det]
= 0,067[m / det 2 ]
3. Perhitungan torsi
Untuk gerak translasi
3.1. torsi untuk menggerakkan beban ke arah horizontal berdasarkan persamaan (14) maka : T = ( 9,23 kg + 2 . 2,51 [kg] ). 0,067 [
m det
2
].70 . 10 -3 [m]
= 0,067 [Nm]
3.2. torsi untuk menggerakkan beban ke arah menanjak jika sudut pendakian β = 30º , berdasarkan persamaan (15) maka: T = [0,419 [kg].( 0,067 [
m det
2
] + 9,81 [m/det 2] sin 30º ). 40 . 10 -3 [m]
= 0,083 [Nm]
3.3. Total torsi untuk gerak translasi
T t t = 0,067 [Nm] + 0,083 [Nm] = 0,15 [Nm]
Untuk gerak rotasi
3.4. rotasi murni
1. torka untuk memutarkan puli transmisi tr ansmisi berdasarkan persamaan persamaan (17) maka:
85
α =
0,067[m / det 2 ] −3
40.10 [ m]
= 1,675[rad / det 2 ]
berdasarkan persamaan (18)maka: τ = (0,001[ kgm 2 ] + 2.0,002[kgm 2 ]).1,675[ rad / det ] = 0,008 [Nm]
2. torka untuk memutarkan puli konveyor dan poros berdasarkan persamaan persamaan (17) maka: α =
0,067[ m / det 2 ] −3
70.10 [m]
= 0,957[rad / det 2 ]
berdasarkan persamaan (18) maka: τ = (2.0,0009[ kgm 2 ] + 4.0,035[kgm 2 ] + 2.0,0003[kgm 2 ]).0,957[rad / det 2 ] = 0,136 [Nm]
3.5. akibat pergerakkan linier beban
berdasarkan persamaan (20) maka : τ = 0,023[kgm 2 ].0,957[ rad / det 2 ] = 0,022 [Nm]
3.6. Total torsi untuk gerak rotasi τ
= 0,008 [Nm] + 0,136 [Nm] + 0,022 [Nm] = 0,166 [Nm]
6. Total torsi percepatan berdasarkan persamaan (21) maka :
T a = 0,15 [Nm] + 0,166 [Nm] = 0,316 [Nm]
V.1.5 Momen Awal Motor
Berdasarkan persamaan (22) besar momen punter yang dibutuhkan untuk start adalah
T d = 126[ N .m ] + 0,136[ Nm] = 126,14 [Nm] = 12,86 [kg.m]
86
V.1.6 Daya Motor Yang Dipilih
Dari hasil pemilihan motor sementara masih diperoleh perbandingan kecepatan putar pada poros keluaran gear head ( n G ) terhadap kecepatan putar yang dibutuhkan sistem ( n S ) dengan rasio sebesar
i=
25,4 13,64
= 1,862
sehingga momen beban penuh motor ( T F ) adalah
T F = T G .i = 7,09[kg .m ].1,862 = 13,2[kg .m ] karena T F = 13,2 [kg.m] > T t = 12,844 [kg.m], maka berdasarkan persamaan ( 24) daya motor yang dipilih adalah
P R =
13,2[kg .m ].2.π .13,64[ rpm] 6120.0,97
= 0,19[kW ] < 0,2 [kW]
berarti motor dengan daya ] bisa dipakai, sebagai catatan untuk P M = 0,2[kW tersebut mencapai kecepatan putar pada poros keluaran gear head yang sama dengan kecepatan putar yang dibutuhkan konveyor maka digunakan inverter. Dimensi motor yang digunakan dapat dilihat pada tabel 7 lampiran C. Hubungan Motor,
Inverter dan GearHead dapat dilihat pada gambar 2 lampiran C.
87
V.2 Perancangan Sabuk Gilir (transmisi) V.2.1 Sket gambar
V.2.2 Perhitungan dan pengolahan data
Motor penggerak
Motor AC standard
P = 0,2 [kW]
(low starting torque)
Mesin yang digerakkan
Konveyor
n 1 = n2 = 13,73 rpm
Kondisi kerja
Diameter puli
≤ 100 mm
Jarak antar center (a)
350 mm
Waktu operasi harian
16 – 24 jam
Faktor beban c 2 lihat tabel 2 pada lampiran A1
c2 = 1,7
Rasio transmisi pada puli gilir i=
n1 n2
=
13,73 13,73
1
=1
Faktor akselerasi c3 dari tabel 3 pada lampiran A1
i
1
= =1 1
c3 = 0
88
Faktor kelelahan c4
c4 = + 0,4
dari tabel 4 pada lampiran A1
Total serpis faktor c0 c0 = 1,7 + 0 + 0,4 = 2,1
c 0 = c 2 + c3 + c 4
Pemilihan pitch t sabuk gilir
Dari gambar 5 pada lampiran A1 dapat
nk = 13,5 rpm
dilihat bahwa pitch 8 mm memenuhi kedua
P. c0 = 0,2 [kW].2,1
persyaratan, maka digunakan tipe belt
= 0,42 [kW]
STD8M
Koreksi terhadap jumlah gigi z1 dan Berdasarkan tabel 13 lampiran A1 diperoleh diameter pitch puli dw untuk p = 8 mm
dw = 101,86 mm yang memiliki jumlah gigi
dengan mencari d w yang mendekati Ø 100
z1 = 40, karena rasio i = 1 maka :
mm
dwg = dwk = 101,86 mm zg = zk = 40 gigi
Menghitung panjang pitch Lp
Pada tabel 12 lampiran A2 diperoleh
Berdasarkan rumus (5) maka
panjang sabuk standard yang mendekati Lp
Lp = 2 . 350 [mm] + π . 101,86 [mm]
untuk tipe STD8M yaitu Lw = 1056 mm dengan jumlah gigi z = 132
= 1020 [mm]
(untuk pemesanan jenis belt yang diorder adalah 1056-S8M ) Karena Lw > Lp maka:
Koreksi jarak antar sumbu Jika Lw < Lp maka a’ = a -
Jika Lw > Lp maka a’ = a +
L p − Lw 2
Lw − L p 2
a’ = 350 [mm] +
⎛ 1056[mm] − 1020[mm] ⎞ ⎜ ⎟ 2 ⎝ ⎠
= 368 mm
Jadi jarak antar poros (a) yang sebenarnya adalah 368 mm
89
Jumlah gigi yang berpasangan Ze = Zk .
β 360
= 40 .
180 360
= 20
faktor jumlah pasang gigi terkait c 1 lihat tabel 5 lampiran A1
Karena i = 1 maka jumlah gigi yang berpasangan terhadap masing-masing puli adalah sama yaitu 20 gigi Untuk Ze =20 ≥ 6 maka c1 = 1
faktor panjang sabuk c 5
Untuk p = 8 mm dan L w = 1056 mm, maka
lihat tabel 6 lampiran A1
c5 = 1
Kapasitas daya yang ditransmisikan P N
Untuk zk = 40 dan nk = 13,73 rpm diperoleh
Lihat tabel 9 lampiran A1
P N = 0,5 Kw
Faktor lebar sabuk c 6 Jika dipilih lebar sabuk = 20 mm
Faktor perhitungan lebar c 6 err Berdasarkan rumus (7) maka : c6 err =
0,2[kW ].2,1 0,5[kW ].1.1
= 0,84
Dari tabel 10 lampiran A1 diperoleh c 6 = 1
Karena berdasarkan syarat, bahwa c6 ≥ c6 err maka sabuk dengan lebar 20 mm dapat
digunakan
Kecepatan linear sabuk v=
π .d w .n 60.10
3
=
π .101,86[mm ].13,73[rpm ] 60.10 3
= 0,073 m/s
Gaya tarik efektif Fu Fu =
Maka gaya tarik efektif yang terjadi adalah 10 3.0,2[kW ] Fu = = 2739,73 N 0,073 m s
10 3. P
v
Pengecekan gaya tarik efektif yang Karena untuk sabuk gilir dengan lebar 20 diizinkan (Fu
zul)
untuk lebar sabuk yang
Fu zul = 1800 [N] < Fu = 2739,73 [N] maka
dipilih
sabuk ini kurang memenuhi syarat, pilih
Lihat tabel 2 lampiran A2
sabuk dengan lebar 30 mm
(Fu zul = 2900 N) Pemakaian daya untuk lebar sabuk yang dipilih (PR)
Berdasarkan rumus (6) maka:
PR = 0,5 [kW]. 1 = 0,5 [kW]
90
Total serpis faktor c0 err untuk lebar sabuk Berdasarkan rumus (8) maka : yang dipilih
c0 err =
Total beban pada poros F v
0,5[kW ].1.1 0,2[kW ]
= 2,5
Berdasarkan persamaan (9) maka:
Lihat tabel 1-a dan 1-b pada lampiran A2
10 3.0,2[kW ]. sin
F v = 0,75.1,6.
diperoleh : k1 = 0,75
180 2
0,073[ m / det]
= 3287,67 [N]
k2 = 1,6
Daerah penyetelan Panjang sabuk 1056 mm
dari tabel 16 lampiran A1 diperoleh
Tipe S8M
Ci =15 mm dan Cs = 10 mm
Pemasangan
Ini berarti pada bahwa jika dibagian tengah-
Untuk a = 368 mm, maka berdasarkan
tengah rentangan sabuk diberikan gaya
gambar 2.5 diperoleh
tarik berkisar antara 14 sampai 27 N , maka
d =
1 64
untuk
defleksi yang terjadi pada bagian tersebut
.368[ mm] = 5,75[mm]
adalah 5,75 mm dari kondisi lurusnya dan lebar
sabuk
=
30
mm,
maka
kondisi ini idealnya harus tercapai dengan
berdasarkan tabel 3 pada lampiran A2 gaya
cara menyetelnya pada batas margin 15 mm
tarik yang harus diberikan p = 1,4 – 2,7 daN
ke arah dalam atau 10 mm ke arah luar dari 10 jarak sumbu porosnya ≈ 368 +−15 mm
V.2.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi) Profil sabuk gilir
STD
Pitch gigi
t = 8 mm
Jumlah gigi pada puli gilir
z k = z g = 40
Diameter pitch pitch puli gilir
D wk = D wg = 101,86 mm
Kecepatan putar puli gilir
n k = n g = 13,73 rpm
Rasio transmisi
i=1
Panjang pitch Panjang pitch sabuk penggerak
Lw = 1056 mm
91
Jumlah gigi pada sabuk gilir
z = 132
Lebar sabuk gilir
b = 30 mm
Perkiraan berat
m = 0,149 kg
Jarak sumbu poros
a = 368 mm
Sudut kontak antar sabuk terhadap puli
β = 180º
Jumlah gigi terkait (JGT)
z e = 20
Kecepatan linier sabuk
ν = 0,073 m/s
V.3 Perancangan Sabuk Gilir (konveyor) V.3.1 Sket gambar
V.3.2 Perhitungan dan pengolahan data
Motor penggerak
Motor AC standard
P = 0,2 [kW]
(low starting torque)
Mesin yang digerakkan
Konveyor
n1 = n2 = 13,73 rpm
Kondisi kerja
Diameter puli
115 ≤ dw ≤ 140 mm
Jarak antar center (a)
1600 mm
Waktu operasi harian
16 – 24 jam
Faktor beban c 2 lihat tabel 2 pada lampiran A1
c2 = 1,7
92
Rasio transmisi pada puli gilir i=
n1 n2
=
13,73 13,73
1
=1
Faktor akselerasi c3 dari tabel 3 pada lampiran A1
Faktor kelelahan c4 dari tabel 4 pada lampiran A1
i
1
= =1 1
c3 = 0
c4 = + 0,4
Total serpis faktor c0 c 0 = c 2 + c3 + c 4
c0 = 1,7 + 0 + 0,4 = 2,1
Pemilihan pitch t sabuk gilir
Dari gambar 5 pada lampiran A1 dapat
nk = 13,8 rpm
dilihat bahwa pitch 8 mm memenuhi kedua
P. c0 = 0,2 [kW].2,1
persyaratan, maka digunakan tipe belt
= 0,42 [kW]
STD8M
Koreksi terhadap jumlah gigi z 1 dan Berdasarkan tabel 13 lampiran A1 diperoleh diameter pitch puli d w untuk p = 8 mm
dw = 122,23 mm yang memiliki jumlah gigi
dengan mencari dw yang mendekati Ø 140 z1 = 48, karena rasio i = 1 maka : mm tetapi harus lebih besar dari Ø 115 mm
dwg = dwk = 122,23 mm zg = zk = 48 gigi
Menghitung panjang pitch Lp
Pada tabel 12 lampiran A2 diperoleh
Berdasarkan rumus (5) maka
panjang sabuk maksimum untuk tipe
Lp = 2 . 1600 [mm] + π . 122,23 [mm]
STD8M yaitu Lw = 2800 mm < Lp =
= 3583,997 [mm]
3583,997 [mm] tipe ini tidak bisa dipakai.
93
gunakan tipe sabuk HTD14M
Koreksi terhadap jumlah gigi z 1 dan diameter pitch puli d w untuk p = 14 mm dengan mencari dw yang mendekati Ø 140 mm tetapi harus lebih besar dari Ø 115 mm
Berdasarkan tabel 15 lampiran A1 diperoleh dw = 133,69 mm yang memiliki jumlah gigi z1 = 30, karena rasio i = 1 maka : dwg = dwk = 133,69 mm zg = zk = 30 gigi
Koreksi panjang pitch panjang pitch L p
Pada tabel 11 lampiran A2 diperoleh
Berdasarkan rumus (5) maka
panjang sabuk standard yang mendekati Lp
Lp = 2 . 1600 [mm] + π . 133,69 [mm]
untuk tipe STD8M yaitu Lw = 3500 mm dengan jumlah gigi z = 275
= 3619,99 [mm]
(untuk pemesanan jenis belt yang diorder 3500-14M ) adalah 3500-14M ) Karena Lw < Lp maka:
Koreksi jarak antar sumbu Jika Lw < Lp maka a’ = a Jika Lw > Lp maka a’ = a +
L p − Lw 2 Lw − L p 2
a’ = 1600 [mm] -
⎛ 3619,99[mm] − 3500[mm] ⎞ ⎜ ⎟ 2 ⎝ ⎠
= 1540 mm
Jadi jarak antar poros (a) yang sebenarnya adalah 1540 mm
Jumlah gigi yang berpasangan Ze = Zk .
β
360
= 30 .
180 360
Karena i = 1 maka jumlah gigi yang = 15
berpasangan terhadap masing-masing puli adalah sama yaitu 15 gigi
faktor jumlah pasang gigi terkait c 1 lihat tabel 5 lampiran A1
Untuk Ze =20 ≥ 6 maka c1 = 1
faktor panjang sabuk c 5
Untuk p = 14 mm dan L w = 3500 mm, maka
lihat tabel 6 lampiran A1
c5 = 1,1
Kapasitas daya yang ditransmisikan P N
Untuk zk = 30 dan nk = 13,8 rpm diperoleh
Lihat tabel 7 lampiran A1
P N = 1,6 kW
Faktor lebar sabuk c 6 Jika dipilih lebar sabuk = 40 mm
Dari tabel 8 lampiran A1 diperoleh c 6 = 1
94
Faktor perhitungan lebar c 6 err Berdasarkan rumus (7) maka : c6 err =
0,2[kW ].2,1 1,6[kW ].1.1,1
= 0,239
Karena berdasarkan syarat, bahwa c6 ≥ c6 err maka sabuk dengan lebar 40 mm dapat digunakan
Kecepatan linear sabuk v=
π .d w .n 60.10
3
=
π .133,69[mm].13,73[rpm] 60.10 3
= 0,096 m/s
Gaya tarik efektif Fu Fu =
10 3.0,2[kW ] Fu = = 2083,33 N 0,096 m s
10 3. P v
Pengecekan gaya tarik efektif yang diizinkan (Fu
Maka gaya tarik efektif yang terjadi adalah
zul) untuk lebar sabuk yang
dipilih Lihat tabel 2 lampiran A2
Karena untuk sabuk gilir dengan lebar 40
Fu zul = 8500 [N] > Fu = 1855,67 [N] maka sabuk ini memenuhi kedua syarat sehingga bisa dipakai
Pemakaian daya untuk lebar sabuk yang
Berdasarkan rumus (6) maka:
dipilih (PR)
PR = 1,6 [kW]. 1 = 1,6 [kW]
Total serpis faktor c0 err untuk lebar sabuk Berdasarkan rumus (8) maka : yang dipilih
Total beban pada poros F v
c0 err =
1,6[kW ].1.1,1 0,2[kW ]
= 8,8
Berdasarkan persamaan (9) maka:
Lihat tabel 1-a dan 1-b pada lampiran A2 diperoleh : k1 = 0,75 k2 = 1,6
10 3.0,2[kW ]. sin F v = 0,75.1,6.
180 2
0,096[m / det]
= 2500 [N]
Daerah penyetelan
dari tabel 16 lampiran A1 harga yang paling
Panjang sabuk 3500 mm
dekat adalah tipe H diperoleh
Tipe HTD14M
Ci =15 mm dan Cs = 30 mm
Pemasangan
Ini berarti pada bahwa jika dibagian tengah-
Untuk a = 1540 mm, maka berdasarkan
tengah rentangan sabuk diberikan gaya diberikan gaya
gambar 2.5 diperoleh
tarik berkisar antara 32 sampai 50 N , N , maka
95
d =
1 64
untuk
defleksi yang terjadi pada bagian tersebut
.1540[mm] = 24,06[mm]
adalah 2,4 cm dari kondisi lurusnya dan lebar
sabuk
=
50
mm,
maka
kondisi ini idealnya harus tercapai dengan
berdasarkan tabel 3 pada lampiran A2 gaya cara menyetelnya pada batas margin 15 mm tarik yang harus diberikan p = 3,2 – 5 daN
ke arah dalam atau 30 mm ke arah luar dari 30 mm jarak sumbu porosnya ≈ 368 +−15
V.3.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi)
Profil sabuk gilir
HTD
Pitch gigi
t = 14 mm
Jumlah gigi pada puli gilir
z k = z g = 30
Diameter pitch pitch puli gilir
D wk = D wg = 133,69 mm
Kecepatan putar puli gilir
n k = n g = 13,73 rpm
Rasio transmisi
i=1
Panjang pitch sabuk penggerak
Lw = 3500 mm
Jumlah gigi pada sabuk gilir
z = 275
Lebar sabuk gilir
b = 40 mm
Perkiraan berat
m = 1,519 kg
Jarak sumbu poros
a = 1540 mm
Sudut kontak antar sabuk terhadap puli
β = 180º
Jumlah gigi terkait (JGT)
z e = 15
Kecepatan linier sabuk (konveyor)
ν = 0,096 m/s
V.4 Perancangan poros dan pasak
V.4.1 Pengolahan Data dan Perhitungan Poros
96
1
w2.0 = 90,55 N (pelat) w2.6 = 62,96 N (baja) w2.6+ 2.7 = 94,97 N (baja) F v 2.6 = 2500 N (bab V.3.2) F v 2.7 = 3287,67 N (bab V.2.2) β = 30° P M = 0,2 kW ; T G = 139,11 Nm 2 Gambar disamping merupakan taksiran terhadap ruang, jarak pemusatan gaya-gaya yang terjadi terhadap tumpuan dan dimensi poros didasarkan pada dimensi puli yang sebenarnya
3
Lihat point 1 (x-y)
Σ M XY . A = 0 2500 [ N ]. (83 ,78 [ mm ] + 374 ,35 [ mm ] ) = 2847 , 2 [ N ]. 317 + F BY . 440 [ mm ]
F BY = 551 ,73 [ N ]
Σ F Y = 0 F AY + F BY + 2847 , 2 [ N ] = 5000 [ N ] F AY + 551 ,73 [ N ] = 2152 ,8[ N ] F AY = 1601 ,07 [ N ]
4
4.a. DIAGRAM GESER (x-y)
97
M XY 1 = 1601,07[ N ].83,78[mm] = 143,14 [Nm]
4.b. DIAGRAM MOMENT (x-y)
M XY 2 = 1601,07[ N ].317[mm] − 2500[ N ]. 233,22[ mm]
M XY 2 = −75,51[ Nm]
Moment lentur XY maksimum di titik 1
M xy .1 = 143,14 [Nm]
M XY 3 = (1601,07[ N ].374,35[mm] + 2847,2[ N ].57,3[ mm]) − 2500[ N ]. 290,57[mm]
M XY 3 = 35,92[ Nm]
98
5
Lihat point 1 (x-z)
ΣM XY . A = 0 62,96[ N ].83,78[mm] + 94,74[ N ].359,73[mm] = 1643,84[ N ].317[mm] + F BZ .440[mm] F BZ = −1094,84[ N ]
Σ F Z = 0 F AZ + 1643,84[ N ] = 62,96[ N ] + 94,74[ N ] + 1094,84[ N ] F AZ = −391,3[ N ]
6
6.a. DIAGRAM GESER (x-z)
M XZ 1 = −391,3[ N ].83,78[mm] M XZ 1 = −32,78[ Nm]
(Moment lentur XZ maksimum)
6.b. DIAGRAM MOMENT (x-z)
M xz 2 = −391,3[ N ].317[mm] − 62,96[ N ]. 233,22[ mm]
M XZ 2 = −109,36[ Nm]
Moment lentur XZ maksimum di titik 2
M xz .2 = −109,36 [Nm]
99
M XZ 3 = −391,3[ N ].359[mm] − 62,96[ N ]. 275,95[mm] + 1643,84[ N ].42,68[ mm]
M XZ 3 = −87,69[ Nm]
7
Resulatan moment lentur 1. dititik 1
M R 1 =
2 2 M XY .1 + M XZ .1
M R 1 = (143,14[ Nm]) 2 + (32,78[ Nm]) 2 M R 3 = 146,85[ Nm]
Resultan gaya
2. di titik 2
1. Tumpuan A ( F RA )
M R 2 =
F RA = F + F 2 AY
2 AZ
F RA = 1601,07[ N ] + 391,3[ N ] 2
2
F RA = 1648,19[ N ] 2. Tumpuan A ( F RB ) 2 2 + F BZ F RB = F BY
2 2 M XY .2 + M XZ .2
M R 2 = (75,51[ Nm]) 2 + (109,36[ Nm]) 2 M R 2 = 132,9[ Nm] Moment lentur maksimum 146,85 [Nm] menyebababkan posisi (titik)1 menjadi daerah yang kritis .
F RB = 551,73[ N ] 2 + 1094,84[ N ] 2 F RB = 1226[ N ]
100
8
Sesuai dengan gambar pada point 2 maka Berdasarkan persamaan (25) maka tegangan rancangan poros berstep (dudukan puli dan geser yang diizinkan adalah bearing) yang akan digunakan tampak seperti gambar di bawah ini 260[ N / mm 2 ] τ a = = 87[ N / mm 2 ] 2.1,5 pada tabel 2 lampiran C untuk jenis pembebanan mendadak dan terjadi sedikit kejutan (puli) pada poros yang berputar (potongan A-A adalah daerah kritis )
Cm = 1,75
asumsi:
•
Bahan poros St 37 (lihat tabel 4 lampiran C)
•
σ y = 260 [MPa]
•
diperoleh
dari tabel 3 lampiran C faktor keamanan (n) = 1,5
Ct = 1,25 Untuk momen lentur M= 146,85 [Nm] dan
T G = 139,11 [Nm] maka berdasarkan persamaan (29) menghasilkan 1
3 ⎡⎛ 5,1 ⎞ 3 2 3 2⎤ d s = ⎢⎜ ⎟. (1,75.146,85.10 ) + (1,25.139,11.10 ) ⎥ ⎣⎝ 87 ⎠ ⎦ d s = 26,3[mm]
9 Jika defleksi akibat puntiran dibatasi sampai 0,25º maka diameter poros minimum berdasarkan persamaan (30)
d = 584. 4 s
69,56.10 3 [ Nmm].295[mm] 21.10 4 [ N / mm 2 ].0,25
d s = 21,86[ mm] 10
Dimensi poros Beradasarkan kedua syarat perhitungan poros tersebut maka pada potongan A-A digunakan poros dengan Ø 30 [mm], disamping guna penyesuaian terhadap lubang puli, juga puli, juga dapat dipastikan bahwa poros tersebut mampu menahan beban yang te rjadi.
V.4.2 Pengolahan Data dan Perhitungan Pasak
Jika torsi yang ditransmisikan sebesar 139,11 [Nm], pasak dar i bahan ST-60 (tabel 9 lampiran C) dan faktor keamanan n = 1,5 (tabel 3 lampiran C) maka Berdasarkan persamaan (31) gaya tangensial
101
F =
2.139,11[ Nm] (30.10 − 3 [m ])
= 9274[ N ]
berdasarkan persamaan (25) tegangan geser izin τ a =
325[ N / mm 2 ] 2.1,5
= 108,3[ N / mm 2 ]
V.4.2.1 Akibat Gaya Tangensial
lihat lampiran F untuk diameter poros 30 mm lebar standar pasak yang digunakan b = 10 mm, maka berdasarkan persamaan (33) panjang pasak
l =
9274[ N ] 10[mm].108,3[ N / mm 2 ]
= 8,56[mm]
V.4.2.2 Akibat Tekanan Bidang Untuk pasak dengan lebar 30 mm diperoleh t 2 = 3 mm, jika tekanan permukaan
p a = 80[ N / mm 2 ] maka berdasarkan persamaan (35) l =
9274[ N ] 80[ N / mm 2 ].3[ mm]
= 38,64[mm]
V.4.2.3 Panjang Pasak
•
Akibat gaya tangensial diperoleh l = 8,56[mm] , maka berdasarkan persamaan (36)
l d s
•
=
8,56[mm] 30[mm]
= 0,285 ≤ 0,75 (kurang baik)
Akibat tekanan bidang diperoleh l = 38,64[mm] , maka berdasarkan persamaan (36) 0,75 ≤
38,64[ mm] 30[mm]
≤ 1,5 = 0,75 ≤ 1,288 ≤ 1,5 (baik)
pilih pasak dengan panjang 40 mm (lampiran F), maka berdasarkan persamaan (36) 0,75 ≤
40[mm] 30[mm]
≤ 1,5 = 0,75 ≤ 1,333 ≤ 1,5
pasak yang digunakan adalah pasak sejajar A 10 x 8 x 40 PMS 0-47
102
V.5 Pneumatik
V.5.1 Air Pressure yang digunakan Untuk menghasilkan tekanan pada silinder stopper dan side positioning, maka kita menggunakan tekanan kerja efektif yang distandarkan untuk penggunaan silinder yang dipilih, yaitu sebesar
± 6 bar ( 6.10 5 Pa).
V.5.2 Silinder yang digunakan Pada proses pemberhentian benda kerja dan pemosisian benda kerja, silinder yang digunakan disesuaikan dengan besar beban yang akan dipindahkan oleh silinder. Keterangan dari silinder digunakan dapat kita perhatikan pada table dibawah ini :
Diameter Fungsi Silinder
Jenis produk
Silinder
Panjang stroke
silinder
(mm)
(mm)
Stopper
20
30
CRDG-25-PA
Side Positioning
15
30
CRDNSU-25-PA
Silinder stopper yang digunakan pada stasion satu adalah dua buah dan silinder side
positioning enam buah. Berikut data hasil perhitungan dari masing – masing silinder :
V.5.2.1 Gaya (F)
V.5.2.1.1 Stopper silinder Data yang ada :
v max = Kecepatan maksimum konveyor = 0,1 m/s s
= Jarak antara sensor dengan silinder stopper = 20 cm
H = Langkah piston = 30 mm p
= 6 bar = 6.105 N/m2
F1 = Gaya minimum silinder A = Luas penampang dimana gaya bekerja m = Massa benda kerja
103
m’ = Massa end effector dari silinder stopper = 0,33 kg Dalam perhitungan penetuan dimensi silinder stopper ini, pengaruh benda kerja perlu diperhitungkan, yaitu : * asumsi a = perlambatan motor = -0,02 m/s 2 * v1 = kecepatan benda kerja sesaat sebelum menumbuk stopper kecepatan di atas bisa dihitung dengan menggunakan persamaan
v1 − v max 2
a=
2
2 × s
v1 − 0,12 2
− 0,02 =
2 × 0,2
− 0,008 = v1 − 0,01 2
v1 = 0,01 − 0,008
v1 = 0,045 m/s
* t = waktu pencapaian
t =
=
2 × s
v1 + vmax
2 × 0,2 0,045 + 0,1
t = 2,76 detik
* F’ = gaya yang terjadi
104
F ' = m × a
= m×
= 7,8 ×
v max − v1 t − 0
0,1 − 0,045 2,76 − 0
F ' = 0,16 N
Dari perhitungan diatas terlihat bahwa gaya yang diberikan oleh benda kerja pada saat menumbuk stopper sangat kecil, yaitu 0,16 N. Dikerenakan gaya tersebut sangat lah kecil maka bisa diabaikan. Berdasarkan data yang ada, bahwa massa end effector silinder mempunya massa 0,33 kg, sehingga berdasarkan persamaan di bawah ini :
* F = m × g
= 0,33 × 10 F = 3,3 N
Sehingga gaya minimum yang harus diberikan oleh silinder (F1) harus lebih besar dari 3,3 N. Berdasarkan persamaan [59] :
105
* F =
A =
=
p A
p F 6 × 10 5 3,3
= 0,18 mm2
D = 2 ×
0,18 π
D = 0,47 mm
Dari perhitungan di atas bisa dikatakan bahwa diameter silinder sangatlah kecil, maka penentuan dimensi silinder hanya berdasarkan kepada fungsinya. Dan silinder yang digunakan adalah jenis
CRDG-25-PA.
V.5.2.1.2 Side positioning silinder
Data yang ada : H = Langkah piston = 30 mm p
= 6 bar = 0,6 N/mm2
m = Massa benda kerja = 7,8 kg = koefisien gesek belt dengan benda kerja = 0,2 A = Luas penampang dimana gaya bekerja F’ = Gaya minimal yang harus diberikan = 15,6 N
Sehingga : Berdasarkan persamaan [58] :
106
F ' = A × p
*
A =
=
F ' p
15,6 0,6
A = 26 mm2
D = 2 ×
26 π
D = 5,75 mm
Gaya dari silinder yang digunakan harus lebih besar dari gaya yang dibutuhkan karena pertimbangan – pertimbangan berikut : -
Alasan ergonomis. Dari ukuran mesin dan space yang ada maka dimensi silinder yang digunakan harus proporsional.
-
Untuk meyakinkan bahwa silinder yang digunakan lebih aman dan fungsinya akan tercapai dengan pasti.
Berdasarkan dari pertimbangan – pertimbangan diatas maka silinder yang digunakan adalah jenis CRDNSU-25-PA.
107
V.6 Perhitungan Gaya Hidrolik Data – data : a. ρ ( berat jenis plat baja) = 7850 kg/m2 b.
Masa plat
c.
Pemakaian 1 silinder, 1 lubang
= 7.8 kg
Ø lubang 2,6 mm
→ F 1= 1900 N
Pemakaian 1 silinder, 2 lubang Ø lubang 9 + Ø lubang 2.6mm → F2 = 10525 N Pemakaian 1 silinder, 3 lubang Ø lubang 2,6 mm e. 1 daN f.
1daN
cm3
→ F3 = 5799 N = 10 N
=1 bar
V.6.1 Gaya yang terjadi Gaya maju Ø lubang 2,6 mm
→ F1 = 1900 N
V.6.2 Tekanan kerja pada silinder
Data – data : a. Gaya maju silinder (Ø lubang 2,6 mm)
= 1900 N = 190 daN
b. Øsil luar (ds)
= 10,2 cm = 4 inch
c.
= 6,35 cm = 2,5 inch
Øsil rod (dr )
d. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke)
= 5,1 cm = 2 inch
e. Efisiensi ( η )
= 95%
Berdasarkan persamaan (49) besar Tekanan pada silinder adalah :
Fmaju1 =
P 1 .d 2 .0,785.η 100
190 daN = P 1. (10,2) 2 cm2. 0,785. 0,95
108
P1 =
190 77,59
P1 = 2,45 bar
Fmaju2 =
P 2 .d 2 .0,785.η 100
579,9 daN = P 2. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95 P2 =
579,9 77,59
P2 = 7,5 bar
Fmaju3 =
P 3 .d 2 .0,785.η 100
1052,5 daN = P 3. (10,2) 2 cm2. 0,785. 0,95 P3 =
1052,5 77,59
P3 = 13 bar
Gaya mundur Data – data perhitungan : a.
Tekanan kerja silinder (P) b.
Ø sil luar
= 2,45 bar
(ds)
= 10,2 cm
c.
Øsil rod (dr )
= 6,35 cm
d.
Efisiensi ( η )
= 95 %
Berdasarkan persamaan (50) besar gaya mundur pada silinder adalah :
Fmundur1 =
P 1 .(dsil 2 − drod 2 ).0,785.η 100
= 2,45 . (10,2 2 – 6,35 2) . 0,7854 . 0,95 = 116,48 daN = 1165 N
109
P 2 .( dsil 2 − drod 2 ).0,785.η
Fmundur2 =
100
= 7,5 . (10,2 2 – 6,352) . 0,7854 . 0,95 = 356,6 daN = 3566 N
P 3 .(dsil 2 − drod 2 ).0,785.η
Fmundur3 =
100
= 13 . (10,2 2 – 6,35 2) . 0,7854 . 0,95 = 646,5 daN = 6456 N
V.6.2.1 Volume silinder Diketahui : a. Øsil luar (ds)
= 10,2 cm
b. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke)
= 5,1 cm
Berdasarkan persamaan (52) kapasitas volume silinder pada saat maju adalah : Vmaju
=A.L =
=
π .d 2 4
.L
π .(10,2) 2 4
. 5,1
= 416,5 cm3 = 0,416 liter Volume mundur a. Øsil luar (ds)
= 10,2 cm
b. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke)
= 5,1 cm
Øsil rod (dr )
= 6,35 cm
Berdasarkan persamaan (53) kapasitas volume silinder pada saat mundur adalah : Vmundur = Vmaju - Vrod
=
π .l 4
. (dsil 2 – drod2)
= 0,785 . 5,1 . (10,2 2 -6,352) = 255,1 cm3 = 0,2551 liter
110
V.6.2.2 Pergerakan linear silinder Untuk menentukan kecepatan maju dari silinder diasumsikan waktu yang dibutuhkan adalah 1 detik untuk stroke 5,1 cm. Untuk mengatur kecepatan digunakan katup one way flow control. Dari data – data yang sudah didapat pada hasil perhitungan maka :
L
νmaju =
t 5,1
=
1
= 5,1
cm sec
Jadi kecepatan maju yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi maksimum adalah 5,1 cm/sec. Sedangkan untuk pergerakan mundurnya adalah : Q=A.
νmaju
= 0,785 . d 2 . 5,1 = 0,785 . (10,2) 2 . 5,1 cm = 416,5 cm3/sec
νmundur = =
=
Q 0,785.(dsil 2 − drod 2 ) 416 0,785.(10,2 2 − 6,35 2 ) 416 50
= 8,32 cm/sec
Waktu yang dibutuhkan silinder untuk mencapai kondisi minimum adalah : t=L/ =
νmundur
5,1 8,32
= 0,6 sec
V.6.2.3 Debit gerakan maju Berdasarkan persamaan (51) besar debit gerakan maju adalah : Q=A.
νmaju
= 0,785 . d 2 . 5,1 = 0,785 . (10,2) 2 . 5,1 cm
111
= 416,5 cm3/sec = 0,4165 liter/sec
V.6.2.4 Daya pompa Untuk menghitung besarnya daya pompa yang dibutuhkan untuk menekan plat (m plat × g = 76,5) maka digunakan hokum Bernoulli dengan persamaan berikut ini : Masa oli/sec (moli) = Volume oli ×
ρoli
= 0,416 liter × 0,888 kg/dm 3 = 0,369 kg Ketinggian piston hidrolik dari reservoir (h) = 900 mm, gravitasi (g) 9,81 m/s 2. Debit aliran fluida ( ν) = 0,4165 liter/sec.
Berdasarkan persamaan (48) maka : P pompa = moli . g . h + P 2 . ν = (0,364) . 9,81 . 1,1 + 13 .10 5 . 0,4165 . 10 -3 = 0,54 kW Note : tekanan yang digunakan adalah tekanan maksimum 13 bar
V.6.2.5 Ketebalan dinding pipa, diameter pipa yang digunakan dan kecepatan aliran fluida dalam pipa .
V.6.2.5.1 Diameter pipa Dengan melihat tabel 3 lampiran D carbon steel tubes DIN 2391/c maka dapat ditentukan diameter luar pipa yang dibutuhkan yaitu 22 mm (0,866 inch) dan diameter dalam sebesar 15,7 mm (0,622 inch). Karena ukuran diameter luar tersebut tidak ada maka diambil pendekatan dengan ukuran pipa nominal sebesar 12,7 mm (0,5 inci).
V.6.2.5.2 Kecepatan aliran Dari hasil penentuan diameter pipa maka kecepatan aliran fluida dalam pipa dapat dihitung, yaitu : a. Qgpm = 448 Q(ft3/sec) =448 × 0.0147 = 6,58 gpm b. Di (diameter dalam) = 0,622 inci
ν =
0,408.Qgpm
D 2
112
0,408.6,58.Qgpm
=
(0,622) 2
= 6,93 ft/sec = 2,11 m/sec Dalam pipa maupun bagian – bagian lainnya maka kecepatan aliran dibatasi , tidak boleh melewati kecepatan kritis (Vkrit), apabila kecepatan aliran ini melewati batas Vkrit maka akan beralih dari laminar ke turbulen. Diketahui:
ν (viscositas kinematik)
= 0,19.10-4 m2/sec
d (diameter dalam pipa) = 0,622 inci
= 1,57 10-2 m
Rekrit
= 2320
νkrit = Rekrit ν/d =
2320 . 0,19.10 - 4
1,57.10 − 2 = 2,84 m/sec
V.6.2.5.3 Ketebalan dinding pipa Ketebalan dinding pipa dapat diketahui dari tabel lampiran. Dengan diameter nominal 0,5 inci. Jenis pipa yang digunakan adalah schedule 40 yang memiliki diameter dalam agak besar dibanding schedule 80 karena untuk meminimalkan kerugian – kerugian dalam pipa. Maka diameter luar pipa = 0,840 inch, diameter dalam pipa = 0,622 inch dan ketebalan dinding pipa 0,27 cm.
V.6.2.6 Volume reservoir Volume reservoir yang harus dipenuhi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Volume reservoir = 3 × (Volume oli di pipa +Volume disilinder) = 3 × ( 6 + 5,82) liter = 35 liter
V.6.2.7 Parameter penurunan tekanan Parameter penurunan tekanan dihitung untuk mengetahui berapakah tekanan jatuh pada sistem perpipaan, katup dan fitting. Jika dibandingkan dengan tekanan kerja sistem sehingga dari hasil perhitungan didapat, jika nilai tekanan jatuh pada sistem
113
perpipaan, katup dan fitting lebih besar dari tekanan kerja system, maka nilai tersebut tidak dapat diabaikan dan harus diperhitungkan dalam instalasi pipa. Tetapi jika nilai tekanan jatuhnya lebih kecil dari tekanan kerja sistem maka tekanan tersebut dapat diabaikan. Namun untuk faktor keamanaan nilai tersebut diperhitungkan sebagai losses
dengan
nilai
maksimum
10%.(Thomas
krist,Dr.Ing.Hidraulika.Penerbit
Erlangga).
V.6.2.8 Tekanan kerja hidrolik Berdasarkan persamaan (54) besar tekanan kerja hidrolik adalah : Diketahui : HL
: 10%
Psilinder
: 2,45 bar
Wp1 = Psilinder1 (1+HL) = 2,45 (1+0,1) = 2,69 bar Wp2 = Psilinder2 (1+HL) = 8,25 bar Wp3 = Psilinder3 (1+HL) = 14,3 bar Sehingga didapatkan untuk Wp keseluruhan untuk tekanan kerja hidrolik adalah 14,3 bar. Wp adalah tekanan kerja yang dibutuhkan sistem sebelum terjadi drop tekanan. Nilai ini dapat diatur melalui komponen relief valve dan penunjukan dapat dibaca pada pressure gauge (Pengontrol tekanan).
V.6.2.9 Parameter perpipaan Parameter perpipaan yang dihitung adalah tekanan ledak yaitu tekanan maksimal yang mampu diterima oleh pipa maupun pompa. Dihitung dengan menggunakan rumus : Wp =
Bp Fs
Bp1 = Wp × Fs
114
= 2,69 × 8 = 21,52 bar { Bp(tekanan ledak) > tekanan kerja silinder} BP2 = 66 bar BP3 = 114 bar Wp = Tekanan kerja hidrolik Fs = Faktor keamanan untuk tekanan 0 – 69 bar yaitu yaitu 8. (Antony (Antony Esposito. Fluid Power with Application. Prentice-Hall Internasional inc. New jersey, USA.1994)
V.7 Perhitungan konstruksi rangka bed mesin sub metal forming pintu kulkas.
Dalam menghitung dimensi profil rangka yang akan digunakan, batasan data yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut :
•
Hanya beban statis dari sistem saja yang akan ditahan oleh rangka dan dianggap sistem berada dalam kondisi statis tertentu
•
Dimensi pelat 20 x 1400 x 1600 [ mm 3 ] pada konstruksi diatas diasumsikan kuat menahan gaya akibat beban yang ada di atasnya (presstool dan sistem konveyor) baik karena tekanan permukaan maupun geseran, maka pada perhitungan kekuatan rangka mesin dilihat dari kekuatan konstruksi rangka saja.
•
Karena ditumpu oleh landasan pelat (bed) maka gaya diasumsikan terdistribusi secara merata terhadap rangka
•
Konstruksi rangka menggunakan profil baja standar (lihat tabel 5 lampiran C)
•
Bahan yang digunakan oleh rangka adalah St.-37
Diketahui
: massa massa pelat, sistem konveyor dan presstool sebesar = 1400 1400 Kg
Ditanyakan : tentukan jenis dan dimensi profil yang mampu menahan
beban tersebut ?
Jawab :
115
Dengan melihat dari salah satu sisi sisi pada gambar diatas, maka resultan dari beban yang terdistribusi merata dapat disederhanakan dalam bentuk diagram benda bebas sebagai berikut :
Gaya yang diberikan terhadap konstruksi sebesar
F tot = m. g = 1400 [kg] . 9,81 [ m / det 2 ]= 13734 [N]
Dengan menggunakan konsep kesetimbangan (gaya dan momen), karana resultan gaya tepat bekerja di tengah-tengah tumpuan, tumpuan, maka gaya yang terjadi pada tumpuan A dan B adalah sama FA = FB = 6867 [N]
Dengan metoda pengirisan (x-x), maka besar momen yang terjadi adalah
116
M b = 6867 [N] . 800 [mm] = 5.493.600 [Nmm]
Distribusi momen lentur yang terjadi pada batang dapat dilihat pada diagram momen lentur di bawah ini
Jika bahan St-37 memiliki kekuatan mulur S y = 240[ MPa ] dan harga faktor keamanan n = 1,5 maka tegangan izin adalah σ izin =
240[ N / mm 2 ] 1,5
= 160 [ N / mm 2 ]
V.7.1 momen tahanan yang harus dimiliki profil adalah
W x =
M σ izin
=
5493600[ Nmm] 2
160[ N / mm ]
= 34,34.10 3 [mm 3 ]
Dari tabel 5 lampiran C dapat dilihat bahwa profil-U : C 100 x 10,8 yang memiliki harga
W x = 37,6.10 3 [mm 3 ] akan mampu menahan baban yang ada.
V.7.2 Pengecekan terhadap tegangan yang terjadi σ =
M W x
=
5493600[ Nmm] 2
37600[ N / mm ]
= 146,1[ N / mm 3 ] < σ izin
(aman)
117
V.7.3 Pengecekan terhadap defleksi
f = f =
Fl 3 48. E . I 13734[ N ](1600[mm]) 3 48.2,1.10 5 [ N / mm 2 ].1,91.10 6 [mm 4 ]
= 2,906[mm]
meskipun tegangan pada profil-U : C 100 x 10,8 yang terjadi lebih kecil dari tegangan izin tetap akan mengalami defleksi, oleh karena itu harus dipilih profil lain yang mampu menahan defleksi, dipilih profil-U : C 200 x 27,9 maka defleksi yang terjadi adalah :
f =
13734[ N ](1600[mm]) 3 48.2,1.10 5 [ N / mm 2 ].18,3.10 6 [mm 4 ]
= 0,0304[mm]
118
V.8.1 Perhitungan Gaya Potong Dan Stripper Tools
Diketahui : bahan st 37(Rm = 370) lubang 1, dia = 2.6 mm lubang 2, dia = 9 mm tebal pelat = 0.8 mm Berdasarkan rumus( 68 ) gaya potong lubang I = π .d . s.0,8. Rm [N] = π .2,6.0,8.0,8.370 N = 1935 N gaya potong lubang 2 = π .d . s.0,8. Rm [N] = π .9.0,8.0,8.370 = 4285 N Mengingat terdapat beberapa jenis tools pada stasion satu, maka dalam perhitungan gaya potong dan stripper pasti akan berbeda. Perbedaanya terletak pada dimensi lubang yang akan dibuat, yaitu: 1.lubang jenis 1 = dia 2.6 mm 2.lubang jenis 2 = dia 9 mm. Namun dari pada itu, beberapa parameter yang tetap adalah : 1. jenis material = St-37 (Rm =370) 2. tebal pelat (s) = 0.8 mm
tools no.1,7 a.
banyak lubang jenis 1 =1 buah
b.
banyak lubang jenis 2 =1 buah Berdasarkan rumus( 68 ): F 1,7 = F lubang jenis 1 + 2.F lubang jenis 2 = 1935 + 4285 = 6220 N Berdasarkan rumus( 69 ): Fs 1,7 = 3.5 % . 6220 = 217 N
119
tools no. 2, 6
banyak lubang jenis 1 = 3 buah
banyak lubang jenis 2 =0 buah F2,6 = 3. F lubang jenis 1 = 3 . 1935 = 5805 N Fs2,6 = 3.5 % .5805 =203 N
tools no.3,4,5.
banyak lubang jenis 1 = 1 buah
banyak lubang jenis 2 =0 buah F3,4,5 = F lubang jenis 1 = 1935 N Fs3,4,5 = 3.5% . 1935 = 68 N
Mengingat penggunaan presstool merupakan proses piercing pada kedua sisi pelat maka pada perhitungan gaya potong di atas adalah adala h hanya perhitungan gaya potong pada sisi kanan konveyor saja, sedangkan untuk perhitungan pada sisi kirinya disamakan sesuai dengan posisi pemotongannya.
V.8.2 PENENTUAN DIMENSI TOOLS Dalam menentukan dimensi Perhitungan meliputi :
1.Penetrasi berdasarkan rumus (60) Penetrasi pemotongan = ½ x 0.8 = 0.4 mm Penetrasi Die = 3 x 0.8 =2.4 mm
120
2 Fracture (patahan) tinggi patahan / fracture = ½ x 0.8 = 0.4 mm
3.Clearance dies Diketahui : tebal material = s = 0,8 mm shear stress = τ B = 0,8 . 370 = 295 N/mm working factor = c = 7 % Ditanyakan : dimensi lubang dies 1,7,2,6,3,4,5 Jawab : Berdasarkan rumus( 63 ): Us = 7 % . 0,8 . =
295
0,96 mm /side
dimensi dies tipe 1 = dia 2.6 + 2(0,96) = 4,52 mm dimensi dies tipe 1 = dia 9 + 2(0,96) = 10.92 mm 4.Tebal bibir potong /Land berdasarkan rumus( 65 ): Land = 2,5 . 0,8 = 2 mm.
121
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian beberapa bab dalam penulisan tugas akhir ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Hasil pembahasan dan perancangan sub line metal forming untuk produk door panel refrigator (pintu kulkas) dapat digunakan sebagai dokumentasi yang dapat
dijadikan bahan ajar dan studi banding untuk pihak-pihak yang menghadapi masalah yang serupa. 2. Mesin ini dirancang unuk dapat dioperasikan secara manual dan otomatis melalui mekanisme kerja sistem yang berbasis PLC 3. Dalam perancangan sub line metal forming untuk produk door panel refrigator (pintu kulkas) memerlukan beberapa komponen dengan spesifikasi sebagai
berikut : 1. Induksi motor AC 0,2 kW yang dilengkapi gearhead dengan rasio reduksi sebesar 59 dan inverter 0,2 KW (Toshiba VF-S7), berfungsi sebagai sumber penggerak ( prime mover ) dan variator pencapaian kecepatan konveyor. 2. Yuken Power packages (Power Unit) yang sudah dilengkapi pompa dengan volume langkah 6,3 cm3/rev, pengaturan tekanan 12 – 50 bar, Motor dengan besar daya 0,75kW, kapasitas reservoir 35 liter, max tekanan 50 bar. 3. Relief valves dengan maximum pengaturan hingga 210 bar. Bertipe series Parker RDH081. 4. Silinder hidrolik dengan diameter piston 10,2 cm, diameter rod 6,35 cm, stroke 5,1 cm. Bertipe double acting series Parker 2H Heavy Duty Hydraulic cylinder. 5. One way flow control, Yuken bertipe SRCT - 03 – 50 6. Solenoid operated poppet type 4/2 valve. Yuken valve type S-DSG-01-2B2D24-N-50. 7. Pengontrol tekanan, harus mampu diseting sampai 0 – 15 bar .
121
8. Pipa untuk hidrolik, berjenis “steel pipe” dengan tipe schedule 40, diameter luar 0,0866 inci, diameter dalam 0,622 inci. 9. Sabuk transmisi tipe STD8M (catalog contitech) dengan panjang pitch 1056 mm dan lebar 30 mm, berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran dari motor terhadap konveyor 10. Sabuk konveyor tipe HTD14M (catalog contitech) dengan panjang pitch 3500 mm dan lebar 40 mm, berfungsi sebagai pembawa benda kerja yang diproses 11. Press Tools
12. Compresor bertekanan ± 6 bar , berfungsi sebagai sumber tekanan 13. Silinder dengan diameter 20 mm dan panjang stroke 30 mm, berfungsi sebagai stopper
14. Silinder dengan diameter 15 mm dan panjang stroke 30 mm, berfungsi sebagai side positioning
15. Sensor induktif, berfungsi sebagai pendeteksi benda kerja 16. PLC 4. Pencapaian hasil dalam perancangan mesin ini antara lain: 1. Gambar rancangan mesin 2. Gambar press tools 3. Program PLC
VI.2. Saran
Karena keterbatasan waktu dan data, maka dalam pembuatan sub line metal forming untuk produk door panel refrigator (pintu kulkas) dimasa yang akan
datang perlu dilakukan kajian ulang beberapa hal sebagai berikut : 1. Mekanisme pencekaman benda kerja ( magnetic clamping) ketika mesin berada dalam kondisi bergerak. 2. Sistem pengatur ( adjuster ) untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan terjadinya tarikan berlebih ( over load ) yang harus ditahan oleh sabuk
122
konveyor akibat gaya tekan terhadap pelat, ketika proses pemotongan berlangsung. 3. Pemograman PLC hanya mampu untuk menyelesaikan 2 tipe pelat dari 6 variasi pelat yang direncanakan, sehingga dibutuhkan pembuatan program untuk mengatasi kekurangan tersebut 4. Sebaiknya dalam menentukan pemilihan karakteristik motor penggerak lebih diperhitungkan lagi, karena daya motor yang direncanakan hanya dihitung dari sisi mekanik saja. 5. Penggunaan
alternatif media kerja terutama hidrolik perlu dikaji ulang,
karena tekanan kerja yang digunakan agak kecil tidak tertutup kemungkinan proses piercing dapat dilakukan dengan pneumatik.
123
DAFTAR PUSTAKA
Deutschman, Aaron D. Walter J.M. dan Charles E.W. 1975. Machine Design Theory and Practice. New York: Macmillan. Matek, W. Dieter M. Herbert W. dan Manfred B. 1994. Roloff/ Matek Maschinenelemente. Braunschweig/ W iesbaden: Viewegs Fachbucher Der Technik. Paquin, J.R. 1962. Die Design Fundamentals. New York: Industrial Press inc. Purwasasmita, M. 2000. Konsep Teknologi. Bandung: ITB Rudenko, N. 1992. Mesin Pemindah Bahan. Jakarta: Erlangga. Shigley, Joseph E. dan Larry D.M. 1984. Perencanaan Teknik Mesin. Terjemahan Harahap Gandhi. Jakarta: Erlangga. G. Niemann. 1982. Elemen Mesin . Trjemahan Anton Budiman. Jakarta: Erlangga Sularso dan Kiyokatsu Suga. 2002. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya Paramita. Sutrisno. 1997. Fisika Dasar . Bandung: ITB Antony Esposito. Fluid Power with Application. Prentice-Hall Internasional inc. New jersey, USA.1994 Ismail Rochim, Nur Wisma Nugraha, Suharyadi Pancono. Mesin Listrik 1. Politeknik Manufaktur Bandung Zuhal. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. PT Gramedia. Jakarta.1988 Thomas Krist. Dr.Ing,Hidraulika. Penerbit Erlangga Budi Prastaw,Ir. Pneumatik Hidrolik 1. Politeknik Manufaktur Bandung. Bandung Peter Kohler. Industrial Hidroulic Control.Wisley “Hydarulic Cylinders”, Parker Hydraulic Division, URL : http://www.parker.com (10 Juni 2003) “Hydarulic Valve”, Parker Hydraulic Division, URL : http://www.parker.com (10 Juni 2003) “Design of Timing Belt Drives”, URL : http://www.contitech.del (15 Juni 2003)
LAMPIRAN A
Tabel 1
Gambar 1 •
Profil gigi berdasarkan standard ISO 5296-1978 ( E )
•
Profil gigi berdasarkan katalog SDP/SI
Gambar 2
Gambar 3 •
Profil gigi berdasarkan katalog Veco- transmission
•
Profil gigi berdasarkan katalog SIEGLING
Gambar 4
Tabel 2 Faktor beban c 2
catatan : Faktor beban dapat dicari jika tipe motor penggerak dan mesin yang digerakkannya telah ditentukan, harga pada tabel diatas tidak berlaku untuk kondisi kerja yang tidak standard.
Tabel 3 Faktor akselerasi c 3
Faktor akselerasi dipakai ketika rasio transmissi lebih besar dari 1,24
Rasio transmisi
Faktor akselerasi
Tabel 4 Faktor kelelahan c 4 Faktor ini tergantung pada waktu operasi harian dan condisi kerja tertentu untuk setiap mesin Tipe dan waktu operasi
Faktor kelelahan
Tabel 5 faktor jumlah pasang gigi terkait c1
jumlah gigi yang berpasangan
Tabel 6 faktor panjang sabuk c5
gigi dalam faktor pasangan
Gambar 5
catatan: untuk daerah transisi dimana pitch berada diantara dua alternatif pitch direkomendasikan untuk menghitung kedua-duanya untuk memperoleh hasil pemilihan yang optimu m.
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
tabel 11
tabel 12
tabel 13
tabel 14
tabel 15
tabel 16 daerah penyetelan minimum jarak antar sumbu poros
LAMPIRAN B tabel 1
tabel 2
tabel 3
LAMPIRAN C Tabel 1 Efisiensi mekanis ( η ) Rantai dan sproket
0,95 – 0,98
Roda gigi lurus atau miring
0,9
Roda gigi cacing
0,45 – 0,85
Sabuk gilir
0,96 – 0,98
Tabel 2 Harga-harga faktor momen lentur C m dan faktor momen puntir C t Jenis Pembebanan Poros diam Beban diberi bertahap Beban diberi mendadak
Cm
Ct
1,0 1,5 - 2,0
1,0 1,5 -2,0
Poros berputar Beban diberi bertahap 1,5 Beban steady 1,5 Beba Beban n dib diber erii mend mendad adak ak,, keju kejuta tan n kec kecil il 1,5 1,5 - 2,0 2,0 Beba Be ban n dib dibe eri me men ndada dadak, k, keju kejuta tan n bes bes 2,0 2,0 - 3,0 3,0
1,0 1,0 1,0 1,0 - 1,5 1,5 1,5 -3,0 -3,0
Tabel 3 Harga faktor keamanan [JOSEPH VIDONIC – 1957] n 1,25 - 1,5 15 - 2 2 - 2,5 2,5 - 3 3-4
material andal terkenal rata-rata kurang teruji belum teruji
lingkungan terkendali konstan biasa biasa tidak pasti
beban tertentu tertentu tertentu biasa biasa/ tak tentu
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Gambar 1
Tabel 8
Gambar 2
Hubungan Motor, Inverter dan GearHead
P M
=
n M
=
0,2[ Kw]
MOTOR
T M
9550.0,2[kW ] =
1500[rpm ]
=
1,27[ Nm ]
f
INVERTER
T I
9550.0,2[kW ] =
810[rpm ]
=
1500[ rpm ]
2,36[ Nm ]
n
GEAR HEAD
SISTEM nS ν
T S
=
13,73[ rpm]
=
0,1[ m / det]
=
139,11[ Nm]
=
120.27[ Hz ] =
4
=
27[ Hz ]
810[ rpm]
r 59 =
Tabel 9
LAMPIRAN D
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7