TRANSPORT OKSIGEN
Sebuah organisme bertahan hidup dengan melibatkan proses pengiriman oksigen yang efektif ke mitokondria. Hal tersebut menjadi sebuah konsep menarik terkait dengan pengoptimalan aliran oksigen pada pasien dengan sakit kritis maupun pasien yang menjalani operasi besar. Oksigen dibutuhkan untuk membentuk energi di mitokondria melalui proses fosforilasi oksidatif. Transport oksigen dipengaruhi oleh variabel-variabel penting yang dapat meningkatkan pengiriman oksigen. Beberapa variebel tersebut antara lain:
Curah jantung: hal penentu utamanya adalah HR dan SV (CO = HR x SV), yang mana juga dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk vena balik dan kontraktilitas
miokardial.
Hal
tersebut
dapat
ditingkatkan
dengan
mengoptimalisasi status volemik untuk meningkatkan aliran darah vena. Tujuan penatalaksanaannya seharusnya untuk mencapai sebuah tekanan oklusi arteri pulmoner (PAOP) sekitar 12 mmHg. PAOP adalah sebuah indeks yang lebih baik dari tekanan diastolic akhir ventrikel kiri dan volume daripada CVP. Kontraktilitas ventrikel kiri dapat ditingkatkan dengan penggunaan inotropik seperti dobutamin, dopexamin, adrenalin, atau enoximone.
Kadar oksigen arteri = [Konsentrasi hemoglobin] x [% saturasi] x [1.31]
Saturasi oksigen: hal ini dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kerja jantung seperti di atas. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor pulmoner p ulmoner primer yang mempengaruhi pertukaran gas, beberapa disetujui untuk dilakukan penatalaksanaan. Kondisi-kondisi yang dapat meningkat termasuk infeksi thoraks,
atelektasis,
dan
bronkokonstriksi.
Suplemen
oksigen
akan
meningkatkan PaO2.
Konsentrasi hemoglobin: Persamaan pengiriman oksigen mengkonfirmasi -1
pentingnya hemoglobin: memberikan indeks jantung 51 min dan SaO2 sebesar 100%, pengiriman oksigen pada nilai [Hb] 10g/dl adalah 655 ml/
menit; pada 15 g/dl meningkat menjadi 983 ml/menit. Hal tersebut jelas, oleh karena itu aliran oksigen dapat meningkat secara signifikan jika hemoglobin yang rendah ditingkatkan dengan transfusi. Rendah dalam artian anestesi dan terapi intensif dengan rata-rata 1- g/dl. Pengiriman oksigen sebesar 655 ml/menit lebih dari adekuat sedikit intensivitas memerlukan transfusi pada pasien di level ini.
Oksigen terlarut: pada tekanan atmosfer, udara pernapasan, koefisien kelarutan oksigen (0.003 ml/ dl mmHg) berarti isi oksigen terlarut sebesar 0.26 ml/dl. Jika sebuah subjek menghirup 100% oksigen akan meningkatkan menjadi 1.7 ml/dl dan pada 3 atm dalam ruang hiperbarik mencapai 5.6 ml/dl. Pada level ini, oksigen terlarut dapat membuat sebuah kontribusi signifikan untuk mengirimkannya menuju jaringan.
Optimalisasi transport oksigen dapat dilakukan dengan cara: o
Terapi cairan (kristaloid, koloid atau darah) untuk mengatur PAOP pada 12 mmHg
o
Darah untuk meningkatkan hematokrit sebesar 37-40%
o
Suplemen oksigen untuk maksimalisasi SaO2
o
Inotropik untuk optimalisasi curah ventrikel kiri
o
Manipulasi hal di atas untuk memastikan pengiriman oksigen lebih 2
dari 600 ml/ menit m . Kurva disosisatif oksigen-hemoglobin
Oxygen-haemoglobin dissociation curve curve (OHDC) adalah hubungan antara tekanan parsial oksigen dan persentasi saturasi oksigen. Dalam larutan pengganti darah, seperti perfluorocarbon, kurvanya linier, dengan saturasi secara langsung proporsional dengan tekanan parsial. Dengan larutan yang mengandung hemoglobin, bagaimanapun, kurvanya berbentuk sigmoid. Hal ini dikarenakan hemoglobin melekatkan empat molekul oksigen dan afinitas
untuk berikutnya meningkat. Hemoglobin mempunyai dua bentuk, sebuah keadaan R atau relaksasi dimana afinitas terhadap oksigen tinggi, dan keadaan T atau tegang (tense) dimana keadaan ini afinitas oksigen rendah. Sebagaimana oksigen mengangkut oksigen efek ini menjadi sebuah perubahan allosteric dalam struktur molekulnya, yang akan meningkatkan afinitas dan meningkatkan pengangkutan dengan masing-masing kombinasi langkah.
Pergeseran OHDC: kurva dapat berganti dalam berbagai arah sejajar dengan aksis x, pergerakan biasanya dapat dikuantifikasi dengan penyebutan P50, dimana tekanan parsial dari oksigen saat 50% hemoglobin tersaturasi. Hal ini normalnya 3.5 kPa. P50 berkurang (pergeseran ke kiri) dengan alkalosis, dengan
berkurangnya
PCO2,
dengan
hiptermiam
dan
berkurangnya
konsentrasi 2,3-DGP. Kurva untuk hemoglobin fetus (HbF) teletak di kiri dari hemoglobin dewasa (adult) (HbA). Pergeseran ke kanan berhubungan dengan asidosis, peningkatan PCO2, pyrexia, anemia dan peningkatan 2,4-DPG. Pada kebanyakan contoh pergeseran ke kanan biasanya terdapat peningkatan oksigenasi jaringan. Refleksi yang lebih baik dari PO2 vena ini dapat ditentukan dari kurva, dianggap perbedaan saturasi arteri-vena adalah 25%. Bagaimanapun pada tingkat PO2 yang rendah (pada bagian kurva yang curam) hopiksia dapat menjadi keuntungan dari berkurangnya afinitas dan meningkatkan off-loading jaringan. Dibawah keadaan ini, pergeseran ke kanan biasanya merugikan untuk oksigenasi jaringan. Pada daerah dataran tinggi pengurangan yang besar terhadap PO2, kurva bergeser ke kiri.
Efek Haldane: deoksigenasi dari darah meningkatkan kemampuan untuk transportasi
karbondioksida
(CO2).
Dalam
oksigenasi
kapiler
pulmo
pelepasan CO2 meningkat, sementara deoksigenasi dari darah perifer meningkatkan ambilan (uptake). Efek ganda Haldane ini diterapkan pada sirkulasi uteroplasental, dimana ambilan CO2 maternal meningkat sementara
afinitas CO2 fetal berkurang, oleh karena itu dapat meningkatkan transfer CO2 dari darah fetal ke maternal.
Efek Bohr: ini menggambarkan perubahan dalam afinitas oksigen untuk hemoglobin yang berhubungan dengan perubahan pH. Pada jaringan dengan perfusi baik, CO2 memasuki sel darah merah untuk membentuk ion-ion +
-
carbonic dan hydrogen (CO2 + H2O <-> H2CO3 <-> H + HCO3 ). Peningkatan H+ menggeser kurva ke kanan, penurunan dari afinitas oksigen dan peningkatan penghantaran oksigen ke jaringan. Pada kapiler pulmo proses ini dibalik, dengan pergeseran ke kiri meningkatkan uptake (ambilan) oksigen. Efek ganda Bohr ini merupakan sebuah mekanisme yang meningkatkan saturasi fetal. Uptake maternal untuk CO2 fetal menggeser kurva maternal le lanan dan kurva fetal ke kiri. Perubahan pH yang simulatan dan berlawanan ini menggeser kurva ke arah beralawanan dan meningkatkan oksigenasi fetal.
Carboxyhaemoglobin dan methaemoglobin: ligan lain dapat berkombinasi dengan besi pada hemoglobin, yang paling penting adalah karbonmonoksida (CO), memiliki afinitas untuk haemoglobin 300 kali daripada oksigen, dan tidak hanya ia mengurangi persentase saturasi dari proporsi oksigen, dia juga menggeser kurva ke kiri. Pada methemoglobin besi dioksidasi dari bentuk ferro (Fe2+) ke ferri (Fe3+), dimana keadaan ini tidak dapat bergabung dengan oksigen. Hal ini terjadi saat hemoglobin bekerja sebagai natural scavenger ddari NO, saat subyek menghirup NO atau saat mereka mendapatkan beberapa obat tertentu, termasuk prilocaine dan nitrat.
2,3 DPG: merupakan sebuah phosphate organic yang mengekskresi perubahan penyesuaian pada rantai beta dari molekul hemoglobin yang menurunkan afinitas oksigen. Ikatan deoksihemoglobin spesifik dengan 2,3-DPG untuk mempertahankan keadaan T (afinitas rendah). Perubahan pada tingkat 2,3DPG akan merubah P50, namun pada dampak secara klinis tampaknya kecil.
Adalah benar konsentrasi 2,3-DPG pada simpanan darah habis (dan berkurang sampai 0 setelah 2 minggu) dan ia dapat bertahan sampai 48 jam sebelum tingkat pre-transfusi dikembalikan. Bagaimanapun ada bukti kecil bahwa transfusi massif berhubungan dengan hipoksia jaringan yang parah, dan ini tercatat berdasarkan pengalaman kklinis pada beberapa pasien tertentu.
Hemoglobin abnormal: hemoglobin fetal dapat abnormal hanya jika tetap ada sampai dewasa, seperti pada thalassemia. (itu terisi dua rantai a- dan dua rantai y-, daripada seharusnya dua rantai a- dan dua rantai B- pada dewasa normal,) Hemoglobin S (HbS), yang ditemukan pada penyakit sickle cell, terbentuk oleh substitusi sederhana dari valin untuk asam glutamate pada posisi enam pada rantai B-. P50 lebih rendah dari normal dan standar OHDC untuk HbS bergeser ke kanan. Ada juga hemoglobinopati lain, termasuk HbC dan HbD (anemia hemolitik ringan tanpa berbentuk sabit ~ sickling ), HbE, Hb Chespake dan Hb Kansas.
Oksigen Hiperbarik
Dasar Teori
Perkiraan PaO2 dari FiO2: terdapat formula yang berguna yang dapat memperkirakan tekanan parsial oksigen pada darah arteri (PaO2) dengan mengalikan persentase oksigen dengan 0.66. Seorang dewasa muda yang dalam kesehatan baik dan udara pernapasan ruang, dengan demikian, akan mendapatkan PaO2 yaitu 20.93 x 0.66 = 13.33 kPa (100 mmHg). Hiperventilasi yang hebat dapat meningkatkan ini sekitar 16 kPa, namun peningkatan lebih lanjut hanya dapat dicapai dengan menambah konsentrasi oksigen yang dihirup. Dari formula empiris diatas dapat dilihat bahwa PaO2 maksimum dapat dicapai dengan menghirup 100% oksigen di sekitar 66 kPa.
Oksigenasi hiperbarik: ini merupakan contoh penerapan Hukum Henry, yang menyatakan bahwa jumlah dari molekul (dalam hal ini oksigen) yang terlarut dalam larutan (plasma) secara proporsional secara langsung dengan tekanan parsial dari gas pada permukaan cairan. Artinya adalah bahwa pada nilai PaO2 arterial yang sangat tinggi (lebih besar dari 80 kPa) dapat dicapai. Dengan demikian pada 2 atm, PaO2 akan menjadi 175 kPa. Bagaimanapun, bahkan pada level ini, isian vena berada pada kisaran 18 ml/dl, dan tidak sampai darah terkena paparan oksigen pada tekanan 3 atm, dimana isian arterial menjadi 25.5 ml/dl dan isian vena 20.5 ml/dl, semua kebutuhan jaringan tersebut dapat dicapai dengan melarutkan oksigen. Isian (content) dapat ditentukan oleh produk dari [Hb] x [%saturasi] x [1.31] (kapasitas pembawaan oksigen oleh Hb = oxygen carrying capacity of Hb) ditambah oksigen yang dilarutkan. Oksigen larut (0.003 ml/dl/mmHg) adalah kecil dan biasanya tidak dihiraukan, kecuali dibawah kondisi hiperbarik ini saat dianggap memiliki nilai penting yang besar.
Indikasi Terapi Hiperbarik
Penyakit dekompresi: penyelam rekreasional menggunakan kompresi udara campuran yang mereka hirup dengan tekanan hiperbarik tiap 10 m penurunan meningkatkan tekanan 1 atm. Pada kedalaman, jaringan akan menjadi supersaturasi dengan nitrogen. Jika penyelam naik terlalu cepat tekanan parsial nitrogen di dalam jaringan melebihi tekanan ambang, dan kemudian membentuk gelembung gas di dalam sirkulasi darah yang akan difiltrasi keluar oleh paru, namun sebagian akan mendapatkan jalan ke sirkulasi arteri (dan karena itu, juga ke sirkulasi cerebral) melalui shunt hintherto innocuous. Perawatan pada hiperbarik meniru penambahan ketinggian dari dasar kedalaman yang terkontrol, dan ini dapat membuat nitrogen dibersihkan secara eksponensial tanpa menyebabkan gejala.
Infeksi: bukti yang mendukung penggunaan HBOT sebagai bagian dari manajemen dari pasien dengan infeksi bakteri. Indikasi utama adalah untuk infeksi bakteri anaerob, terutama klostridia, osteomyelitis dan infeksi nekrosis jaringan lunak. Radikal bebas turunan oksigen bersifat bakterisid.
Keracunan CO: waktu paruh CO saat bernapas dengan 100% oksigen berkurang menjadi 1 jam. Pengurangan ini lebih jauh menjadi 20 menit pada ruangan hiperbarik, namun kecuali ruangan hiperbarik berada di tempat, waktu untuk transportasi itu sendiri akan membuat keuntungan tersebut tidak berguna.
Bagaimanapun
CO,
merupakan
racun
selluler,
yang
akan
menginhibisi rwspirasi seluler melalui sitokrom A3, sebagaimana juga akan merusak fungsi neutrophil. Alasan untuk perawatan hiperbarik berdasarkan dugaan dan belum dibuktikan, yaitu hanya mengurangi efek toksiknya.
Kesembuhan luka yang lambat: HBOT dapat memberikan manfaat bagi pasien dengan kesembuhan luka yang terlambat oleh iskemik. Secara teoritis, peranan dalam terapi luka bakar belum didukung oleh studi terkini. Bagaimanapun, angiogenesis distimulasi oleh tekanan hiperbarik, dengan mekanisme yang masih belum jelas.
Cedera jaringan lunak: penanganan awal telah dilakukan pada olahragawan elite untuk mengobati cedera jaringan lunak dan beberapa fraktur.
Multiple sclerosis: terapi hiperbarik untuk penyakit ini masih menjadi antusias terlepas banyaknya uji terkontrol yang menunjukkan tidak adanya manfaat.
Komplikasi terapi hiperbarik Toksisitas Oksigen
Satu dari prinsip paling mendasar dari anestesi dan perawatan intensif adalah pemeliharaan dari oksigen dan paradoksikal bahwa molekul yang dapat memberikan kehidupan, di bawah beberapa keadaan dapat mematikan. Adalah penting bahwa seorang ahli anestesi menyadari bahwa oksigen juga potensial sebagai racun.
Efek buruk pada tekanan atmosfer
Toksisitas oksigen: masalah utama yang terkait dosis secara langsung. Kurva dosis-waktu telah dibuat untuk memberikan rekomnedasi bahwa 100% harus diberikan tidak diberikan lebih dari 12 jam pada tekanan atmosfer; 80% tidak lebih dari 24 jam dan 60% tidak lebih dari 36 jam. FiO2 pada 0.5 dapat dipertahankan secara tidak definitif.
Patologi pulmo: Oksigen menyebabkan perubahan patologis, yang dimulai dengan tracheobronchitis, kebutuhan neutrophil dan pelepasan dari mediator inflamasi. Produksi surfaktan berkurang, edema interstitial pulmo muncul, setelah sekitar 1 minggu paparan, dengan perkembangan dari fibrosis paru. Toksisitas juga mempercepat cedera paru pada pasien kritis. Pada pasien yang menerima beberapa obat sitotoksik tertentu, terutama bleomycin dan mitomycin C, ARDS dan kegagalan pernapasan dapat muncul setelah dosis normal oksigen.
Mekanisme toksisitas: hal ini kompleks dan tidak benar-benar dapat dijelaskan, bagaimanapun, dianggap bahwa oksigen mempengaruhi jalur metabolisme dasar dan sistem enzim. Telah diketahui bahwa hiperoksia meningkatkan produksi dari oksidative yang tinggi, pengurangan parsial dari metabolit oksigen. Hal ini tidak hanya termasuk hydrogen peroksida, tetapi juga radikal bebas turunan-oksigen (super-oksida dan radikal hidroksil dan oksigen tunggal). Radikal bebas hidroksil merupakan yang paling reaktif dan berbahaya dari spesies ini. Zat ini muncul secara khusus akan mempengaruhi system enzim yang mengandung kelompok sulphydryl.
Mekanisme pertahanan: tekanan parsial tertinggi oksigen sampai sekitar 60 kPa, sejumlah enzim antioksidan endogen efektif. Ini termasuk katalase, superoksida dismutase dan glutation peroksidase.
Efek toksik dibawah kondisi hiperbarik
Toksisitas ini merupakan keterbatasan utama dari HBOT. Ia bergantung pada dosis dan berefek tidak hanya pada paru, tetapi juga SSP, sistem visual, dan mungkin myocardium, liver, dan saluran ginjal.
Toksisitas pulmo: oksigen pada 2 atm mengakibatkan gejala pada sukarelawan sehat pada 8-10 jam bersama-sama dengan pengurangan kapasitas vital (vital capacity: VC), yang dimulai paling cepat saat 4 jam. Efek ini bertahan setelah paparan hilang.
SSP: Oksigen pada 2 atm dikaitkan dengan rasa mual, kedutan dan rasa kebal pada wajah, gangguan olfactorius dan gustatorius. Kejang tonic-klonic dapat muncul tanpa gejala prodromal, walaupun beberapa subyek melaporkan aura yang muncul sebelumnya.
Mata: Hiperroksia dapat dikaitkan pada dewasa dengan penyempitan lapang pandang dan miopia.
Gejala toksisitas.
Gejala awal termasuk retrosternal discomfort, iritasi carina dan batuk. Hal ini akan menjadi lebih parah seiring waktu, dengan rasa sakit terbakar yang bersamaan dengan kebutuhan segera untuk bernapas dalam dan untuk batuk. Sebagaimana paparan berlanjut gejala berkembang kepada severe dyspnea dengan batuk paroksismal.
Gejala SSP dapat muncul seperti yang dijelaskan di atas: mual, kedutan dan kebal wajah, gangguan perasa dan penghidu. Kejang dapat muncul, didahului dengan aura.
Anestesia Satu-Paru
Indikasi penggunaannya dan fisiologi dasar.
Indikasi dari anesthesia satu paru (selama dimana satu paru lainnya kolaps untuk memudahkan pembukaan pembedahan) termasuk pembedahan paru, esophagus dan tulang belakang. Itu mungkin diperlukan selama operasi aorta toraksika dan juga prosedur yang relatif kecil seperti simpatektomy transtoraksik servikal dan pleurodesis.
Perubahan fisiologis
Selama durasi dari anesthesia sisi pembedahan paling atas, dan paru yang tidak ventilasi biasanya digambarkan sebagai paru non-dependen.
Saat ventilasi diputus sisa darah yang mengalir tidak mengambil bagian dalam pertukaran gas, menimbulkan ketidakcocokan ventilasi-perfusi dan shunt, yang berkontribusi pada hipoksia.
Shunt sebagian berkurang karena gravitasi lebih suka mengalirkan ke paru dpenden, dan karena kompresi pada bedah dan retraksi dapat lebih lanjut mengurangi aliran darah ke paru yang tidak ventilasi.
Shunt akan lebih lanjut berkurang jika pembuluh paru non-dependen diligasi secara bedah, dan secara luas akan hilang jika arteri pulmoner diklem sebelum pneumonektomi.
Hipoksik pulmonary vasokonstriksi (HPV) menurunkan sekitar 50% aliran ke paru non-dependen, dan dapat menurunkan shunt 50% turun ke 30% (dimana masih signifikan).
Paru dependen kehilangan volume karena kompresi, namun hipoksik vasokonstriksi, yang seharusnya terjadi, dapat mengkompensasi sebagian dengan mengalihkan sebagian darah ke paru non-dependen.
Sekresi dapat berkumpul pada paru dependen namun pengambilan dengan suction melalui lumen ganda dapat sangat menyulitkan.
Prosedur
Pengaturan ventilator adalah sama dengan orang yang menggunakan ventilasi dua-paru dengan udara tidal sekitar 10-12 ml/kg. volume yang lebih tinggi meningkatkan baik rata-rata resistensi saluran pernapasan (Paw) dan resistensi pvaskuler, dengan hasil lebih banyak darah yang akan mengalir ke paru nonventilasi dan meningkatkan shunt. Volume yang lebih rendah akan cenderung mengarah pada atelektasi pulmo.
Walaupun shunt tidak berkembang secara substansial dengan oksigen tambahan, banyak ahli anestesi secara rutin meningkatkan FiO2 ke 0.8-1.0
Laju pernapasan diatur untuk mempertahankan karbondioksida tidak-akhir (end-tidal carbon-dioxide : ETCO2) pada kisaran 5-6% atau 40 mmhg.
EPINEPHRINE
Epinephrine
atau
sebagaimana
kebanyakan
dokter
masih
lebih
menyukai
menyebutnya adrenalin, merupakan sebuah kunci dalam anesthesia, perawatan intensif dan resusitasi.
Adrenalin merupakan salah satu katekolamin (katekol merupakan sebuah cincin benzene dengan dua kelompok hydroxyl yang berdekatan) mendasar dalam tubuh yang diproduksi melalui sebuah jalur biosintesis dalam medulla adrenal, dimana dia disekresi. Fenilalanin melalui dua langkah hydroxylase untuk membentuk tyrosin pertama, dan kemudian dehydroxyphenilalanin (dopa). Dopa kemudian dekarboksilasi untuk membentuk dopamine, yang dihydroxsilasi untuk menghasilkan noradrenalin. Metilasi dari noradrenalin membentuk adrenalin.
Adrenalin di-inaktivasi oleh deaminasi oksidatif (monoamine oxidase) dan metilasi (cathrcol-O-methyltransferase, COMT). COMT merupakan jalur yang lebih signifikan.
Adrenalin
tidak
mempertahankan
seperti tonus
noradrenalin, simpatis
normal,
yang dan
bertanggung bukan
jawab
merupakan
neurotransmitter “rutin”, namun pelepasannya adalah dalam responsnya terhadap krisis fisiologis.
Adrenalin memiliki efek baik a- maupun B-adrenoreceptor, yang dimana keduanya memiliki beberapa sunbkelas: a1, a2 (masing masing dengan tiga subtype) dan B1, B2, dan B3.
Adenoreseptor ini merupakan pasangan protein-G, dan dihubungkan dengan sistem messenger kedua yang berbeda. Efek a-1 dimediasi melalui phospho
lipase-C, dan efek a-2, melalui penurunan cAMP. Efek-efek B seluruhnya dimediasi melalui peningkatan cAMP.
Efek-efek cardiovascular: pada dosis rendah efek B- mendominasi, namun tetap ada peningkatan dalam tekanan darah sistolik karena peningkatan cardiac output (curah jantung). Bahkan dalam konsentrasi yang rendah dalam darah (level normalnya sekitar 25 pg/ml) masih ada mediasi reseptor B yang menurunkan tekanan darah. Dan begitu juga dengan tekanan denyutan yang melebar dengan hanya sedikit peningkatan ada MAP. Vasodilatasi a-2 dalam otot skelet dan dalam hepar juga bereaksi terhadap peningkatan apapun dalam resistensi pembuluh tepi. Ada peningkatan dalam kekuatan dan frekuensi dari otot jantung yang dimediasi reseptor a-2, berpasangan dengan peningkatan pada SV sekuder karena peningkatan venous return. Meningkatnya cardiac output. Stimulasi myocardial secara langsung secara khusus berlawanan dengan refleks inhibisi baroreesptor yang bekerja mengurangi peningkatan tekanan darah. Jantung transplantasi, demikian, yang berkurang innervasinya (denervasi), menunjukkan respon yang berlebihan terhadap adrenalin dalam darah daripada kasus kasus lainnya. Hal sama benarnya adalah jika aksi dari nervus vagus telah di-blok dengan atropin dosis tinggi atau jika obat-obatan blok-ganglion diberikan. Pada jantung normal dan jantung yang denervasi, eksitabilitas dari membrane sel otot jantung meningkat. Sebagaimana dosis dari adrenalin meningkat kemudian efek efek a- dan B- terlihat, saat dosis tinggi vasokonstriksi a-1 mendominasi. Adrenalin dapat menyebabkan vasokonstriksi a-1 pada arteri coroner utama, dimana vasodilatasi yang dimediasi B-2 terletak pada pembuluh pembuluh yang lebih kecil. Dari sudut pandang evolusioner hal ini akan menjadi sebuah keingintahuan dimanakah efek yang benar dari adrenalin untuk mempengaruhi sirkulasi arteri coroner, walaupun bukti menunjukkan proporsi dari hal itu sukar dipahami..
Efek-efek respirasi: adrenalin merupakan bronkodilator poten bekerja melalui reseptor b-2 untuk menginhibisi kontraksi otot polos pada jalan napas
Efek metabolic: adrenalin meningkatkan konsumsi oksigen sampai 30%. Peningkatan gula darah karena peningkatan glycogenolisis pada otot dan hepar, dan juga menurunkan sekresi insulin. Hal ini merupakan efek a-2.
Efek SSP: pada dosis adrenalin yang lebih tinggi, ia merangsang cerebrum yang menyebabkan arousal (peningkatan). Jika diberikan secara intratekal adrenalin bekerja pada reseptor a-2 untuk menghasilkan analgesia
Efek gastrointestinal: otot polos dari traktus gastrointestinal relaksasi, walaupun spincter berkontraksi (efek a-1).
Indikasi
Resusitasi jantung: adrenalin merupakan obat utama pada algoritma cardiac arrest. Kerja utamanya adalah utnuk mengkonstriksi aliran darah perifer dimana dalam keadaan produksi curah jantung (yang sedang berkurang) oleh kompresi eksternal yang sedang dilakukan. Dosis standar pada dewasa 1 mg (10 ml dari 1 dalam 10.000).
Dukungan sirkulasi: berguna untuk membantu pada kegagalan sirkulasi yang popular pada beberapa unit terapi intensif, diberikan secara infus terus menerus melalui vena central pada kecepatan 0.05-2.0 ug/kg/menit.
Bronkodilatasi: dapat digunakan pada asma refrakter dan asma akut parah pada kisaran dosis yang sama untuk dukungan sirkulasi.
Anafilaksis: adrenalin merupakan obat pilihan, obat ini diberikan baik dengan cara injeksi intramuskuler dalam dalam dosis 500 ug ( 0.5 ml dalam 10.000),
atau dengan injeksi intravena dengan kecepatan 100 ug/menit sampai pasien memberi tanggapan.
Obstruksi saluran napas atas: nebulisasi adrenalin dapat mengurangi edema saluran napas atas, yang diakibatkan karena, contoh: pada coup pada anak atau reaksi alergi pada orang dewasa. 1-2 mg diencerkan dengan normal salin dapat digunakan pada orang dewasa, pada anak-anak dapat menerima 100 ug/kg dengan dosis maksimal 5 mg.
Vasokostriksi: adrenalin dapat ditambahkan pada larutan anestesi lokal untuk mengurangi perdarahan local, untuk memperlama durasi kerja dan untuk mengurangi
kecepatan
penyerapan
obat
tersebut.
Ahli
bedah
dapat
menggunakan larutan persiapan yang berisi 1 dalam 80.000 sampai 1 dalam 200.000, namun mereka juga mempersiapkan campuran mereka sendirii untuk digunakan, sebagai contoh, pada prosedur bedah plastik dengan menginfiltrasi daerah operasi jaringan subkutan yang luas. Adalah penting untuk memperhatikan seberapa banyak adrenalin yang sedang diberikan pada keadaan ini, jumlah total dosis ini jangan sampai melebihi 500 ug. (larutan dari 1 dalam 1000 yang berisi 1000 ug/ml; 1 dalam 10.000 mengandung 100 ug/ml; 1 dalam 80.000 mengandung 12.5 ug/ml; 1 dalam 100.000 mengandunf 10 ug/ml; dan 1 dalam 200.000 mengandung 5 ug/ml.) Beberapa ahli bedah dapat juga menggunakan vasokonstriktor lain seperti cocaine (pada pembedahan hidung) dan phenylephrine. Efek pressordari kombinasi obat ini dapat sangat amat berbahaya. Efek samping adrenalin
Nekrosis iskemik: injeksi dari larutan yang berisi adrenalin ke ujun g jari dapat membahayakan suplai darah.
Disritmia jantung: adrenalin dapat meningkatkan automatisitas dari system konduksi ventrikel jantung. EKG akan menunjukkan jalnannya denyut ventrikel premature, yang mengarah pada kasus terburuk yaitu fibrilasi ventrikel. Efek ini diperkuat oleh hiperkapnea, oleh hypoxia dan oleh asidosis. Dalam penggunaan bersama dengan agen-agen volatiil, terutama halotan, hal ini dapat menjadi kombinasi yang fatal, walaupun begitu, agent yang lebih baru sepertinya lebih aman dalam konteks ini.
Penyakit jantung: adrenalin harus diinfiltrasi secara hati hati pada pasien dengan hypertensi atau penyakit jantung iskemik yang sudah ada sebelumnya. Kombinasi dari adrenalin dan monoamine oksidase onhibitor (MAOIs) juga dapat berbahaya.
5- Hidroksitriptamin (Serotonin)
5-hidroksitriptamin
(5-HT,
atau
serotonin)
adalah
satu
dari
empat
neurotransmitter aminergik (lainnya adalah dopamine, noradrenalin, dan histamin), yang mana memiliki konsentrasi tertinggi di otak tengah. Ditemukan 1% di perifer dan merupakan nilai proporsi yang kecil dibandingkan dengan kadar 5-HT tubuh. Hal ini sangat melimpah di sel enterokromafin di dinding dari lambung dan usus, dan hal ini juga ditemukan pada platelet. Pada pleksus myenterik gastrointestinal, hal tersebut berfungsi sebagai neurotransmitter eksitatori.
Hal ini disintesis dari hidroksilasi dan dekarboksilasi dari triptofan (sebuah asam amino dari makanan yang dapat mempengaruhi kadar 5-HT), dan dimetabolisme oleh oksida monoamine. Zat tersebut disimpan di dalam vesikel sitoplasma. Pengambilan kembali merupakan mekanisme utama dimana senyawa ditutup oleh pelepasan berikutnya.
Terdapat beberapa subtipe reseptor, contoh lebih lanjut yang harus ditandai. Saat ini terdapat reseptor 5-HT1 (dengan subtipe 1A -1F), 5-HT2 (dengan
subtipe 2A-2C), 5-HT3, 5-HT4, 5-HT5 (dengan subtipe 5A-5B), 5-HT6, dan 5HT7, dengan total 14 reseptor. Reseptor-reseptor tersebut terpisah dari reseptor 5-HT3 yang terikat dengan protein G. Efek dari reseptor 5-HT3 dimediasi dengan kanal ion potassium/sodium. Reseptor pre dan post sinaptik jenisnya bervariasi tergantung subtipenya. o
SSP: hal ini mencakup mood dan afek, gairah, ritme sirkardian, dan produksi CSF. Alur serotonergik mirip dengan sistem noradrenergik yang mana menghambat nyeri pada traktus dorsalis. Lepasnya nukleus dorsalis menyebabkan terjadinya migraine. 5-HT mempengaruhi fungsi autonomik, termasuk suhu tubuh dan tekanan darah.
o
Sistem kardiovaskular: 5-HT menyebabkan agregasi trombosit dan dapat memediasi vasokontriksi dan vasodilatasi. Serotonin intravena menyebabkan jatuhnya nilai tekanan darah akibat vasodilatasi arteriolar, yang mana didahului oleh kenaikan pada awalnya. Pada pembuluh darah, reseptor 5-HT2A memediasi vasokontriksi (agonis 5HT1 menyebabkan konstriksi pembuluh darah intrakranial yang lebih besar). Reseptor 5-HT lainnya, bagaimana pun, menyebabkan vasodilatasi yang mana memediasi melalui pelepasan NO, dan melalui inhibisi dari pelepasan noradrenalin dari nervus simpatis bagian terminal.
o
Sistem respirasi: 5-HT menyebabkan kontraksi dari otot polos bronkus.
o
Sistem gastrointestinal: 5-HT meningkatkan sekresi gastrointestinal dan peristaltik. Hal ini juga menyebabkan mual dan muntah.
o
Sistem urogenital: 5-HT menyebabkan peningkatan tonus muskulus uteri.
Reseptor 5-HT1
Banyak, tapi tidak semua reseptor 5-HT1 memiliki efek inhibisi. Reseptor 5HT1A merupakan target utama dari obat yang digunakan untuk menangani depresi, demikian pula obat seperti fluxetine („Prozac‟) merupakan penghambat ambilan serotonin selektif pada hal ini. Buspiron, yang mana merupakan agonis 5-HT1A digunakan sebagai ansiolitik. Sumatriptan dan obat-obatan sejenisnya merupakan agonis 5-HT1D yang mana merupakan terapi efektif untuk migraine, reseptor 5-HT1 menyebabkan vasokontriksi intrakranial.
Reseptor 5-HT2 muncul untuk menggunakan efek eksitator post sinaptik dan melimpah di korteks dan sistem limbik (LSD halusinogen merupakan agonis potensial). Agregasi trombosit dan kontraksi otot polos dimediasi oleh reseptor 5-HT2A dan produksi CSF oleh 5-HT2C. sekresi gastrointestinal dan peristaltik ditingkatkan oleh efek stimulatori dari 5-HT2 pada otot polos. Reseptor 5-HT2A memediasi kontraksi otot polos dan vasokontriksi. Methysergide, yang mana merupakan ergot alkaloid yang digunakan untuk mengobati mirgain seperti layaknya hubungan diare dengan sindrom karsinoid adalah sebuah antagonis 5-HT2A dan
2C.
Penggunaan obat ini dibatasi oleh
potensinya untuk menyebabkan penghancuran endokardial, valvular, dan fibrosis retroperitoneal).
Reseptor ionotropik eksitatori 5-HT3 dalam area postrema memediasi mual dan muntah. Mereka juga mengeksitasi neuron enterik. Ondansentron dan granisetron efektif sebagai agonis 5-HT3.
Reseptor 5-HT4 ditemukan pada usus dan terpusat pada striatum otak. Reseptor tersebut dapat memiliki efek fasilitator pre sinaptik pada pelepasan asetilkolin, dan dapat menimbulkan fungsi kognitif. Hal tersebut juga bersifat eksitator pada neuron enterik. Metoklorpamid merupakan agonis 5-HT4.
Sisa tipe reseptor memiliki fungsi yang mana belum sepenuhnya dimengerti. Reseptor 5-HT5 dan 5-HT6 pada sistem limbik muncul untuk mengatur kontrol mood dan reseptor 5-HT6 memiliki afinitas tinggi untuk antidepresan. Reseptor 5-HT7 dapat memiliki peran dalam hal tidur dan gairah.
Efek klinis dari fungsi 5-HT dan sindroma karsinoid.
Masalah termasuk migraine (sering diterapi dengan reseptor 5-HT1D), depresi (umumnya diterapi dengan SSRIs), dan ansietas (kadang diterapi dengan agonis 5-HT1A). Dosis berlebihan dari tramadol dapat menyebabkan manifestasi dari efek ekstrim serotonergik.
Sindroma karsinoid: sindroma karsinoid mmuncul sebagai sebuah hasil dari tumor enterokromafin yang mana mensekresikan bukan hanya 5-HT melainkan neuropeptida lainnya seperti substansi P dan polipeptida intestinal vasoaktif (VIP), layaknya prostaglandin, histamin, dan bradikinin. Lebih dair 80% dari tumor ini berasal dari usus dan gejalanya tidak tampak sampai terjadi metastase ke hepar. Sebelum metastasis, substansi ini diturunkan untuk menginaktivasi metabolit. Sekali mereka membuat akses langsung ke sirkulasi, baik melalui penyebab utama dari paru maupun dari metastasis, akan menyebabkan terjadinya flushing , hipotensi, takikardi, mengi, kram perut dan diare. Fibrosis endokardial dan valvular (yang mana dapat lebih sering mempengaruhi sisi kanan dari jantung) dpat menyebabkan kondisi seperti pellagra. Hal ini disebabkan oleh defisiensi vitamin B2, yang mana menyebabkan konsumsi besar besaran triptofan oleh tumor. Tanda dari karsinoid adalah tidak disebabkan oleh semata-mata sekresi serotonin tetapi juga oleh mediasi melalui 5-HT dapat diatasi dengan antoagonis siproheptadin 5-HT2. Octreotide, yang merupakan somastostatin jangka panjang yang dapat menekan 5-HT dan sekresi hormon lain juga dapat digunakan.
PROTEIN PLASMA
Plasma merupakan komponen non selular dari ruang intravascular dan membawa sekitar 3500 ml pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg, dan merupakan 5% dari total berat tubuh.
Di antara kuantitas ion-ion, molekul inorganik dan organik (termasuk elektrolit, urea, kreatinin, lemak, asam amino, gula, metal, vitamin, dan enzim) merupakan jumlah besar dari protein plasma. Hal ini meliputi albumin, globulin, dan fibrinogen.
Albumin: albumin memiliki berat molekuler 69.000 dan secara kuantitatif sangan penting dengan konsentrasi plasma sebesar 5 g/dl (35 g/dl dalam darah). Albumin memiliki kontribusi terbaik (20 mmHg) untuk memelihara tekanan onkotik plasma, dan merupakan sebuah pembawa protein serbaguna untuk beberapa substansi, termasuk bilirubin, kalsium, metal, lemak dan asam amino, enzim, hormon, dan obat-obatan.
Hal tersebut disintesis di hati
sebanyak 0.2 g/kgBB/hari.
-
-
-
-
Globulin: fraksi globulin dibagi menjadi α1 , α2 , β1 , β2 , dan subtipe γ. Berat molekul rata-ratanya sekitar 200,000 tetapi secara kuantitatif lebih tidak signifikan dengan konsentrasi plasma sebesar 1.5 g/dl (10 g/dl dalam darah). Mereka menyembangkan sekitar 5 mmHg ke tekanan onkotik plasma. Bagian protein α dan β disintesis di hati dan termasuk faktor koagulasi, protein transport seperti α1-acid glikoprotein (yang mengikat bupivakain contohnya) dan precursor seperti angiotensinogen, mereka juga memerlukan hormon tiroid mengikat globulin, seperti pada protein fase akut seperti CRP. Komplemen merupakan seri dari protein plasma yang diprod uksi di liver.
γ-globulin: hal ini merupakan antibodi yang disintesis dalam sel plasma. Terdapat lima kelas berbeda: immunoglobulin G atau IgG yang paling melimpah dan yang mana bersama dengan IgM bertanggungjawab untuk memfiksasi komplemen, IgA yang merupakan antobodi sekretori, IgD yang
memediasi pengenalan antigen oleh limfosit dan IgE yang mana ditemukan pada membran sel dari sel mast dan memediasi reaksi hipersensitifitas tipe 1, klasik anafilaktik.
Fibrinogen: fibrinogen merupakan molekul besar yang berat molekulnya antara 340.000 dan 500.000 yang mana terdapat sebesar 0.5 g/dl dalam konsentrasi plasma (3.5 g/l dalam darah), menyumbang kurang lebih 1 mmHg ke dalam tekanan onkotik plasma. Hal tersebut memiliki peranan krusial dalam alur pembekuan darah (faktor I)
Fungsi lainnya: protein plasma secara lemah diionisasi karena memiliki gugus karboksil (-COOH) dan amino (-NH), yang mana berdisosiasi dari bentuk anion pada badan pH. Hal ini memberikan kapasitas penyangga yang mana nilainya mencapai 5% dari total. (beberapa mengatakan 15%)