BAB I PENDAHULUAN
Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul baseball atau benda – benda – benda benda serupa dengan itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka yang serius. Satu hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di dalam tempat tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan bermacam-macam senjata. 40% kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23% di dalam tempat tinggal dan klub-klub , 50% pasien sedang mabuk atau minum pada saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien tersebut adalah penganguran. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%) bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%) sisanya disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak diketahui. Jumlah kejahatan di Indonesia meningkat 15 persen pada 2006. Rata-rata orang terkena kejahatan pun naik di tahun ini. Selama 2006, jumlah kejahatan meningkat dari 256.543 (tahun 2005) menjadi 296.119. Inilah peningkatan kejahatan yakni sekitar 15,43 persen. Jumlah penduduk yang beresiko terkena kejahatan rata-rata 123 orang per 100.000 penduduk Indonesia di 2006. Bila dibandingkan tahun 2005 terjadi kenaikan 1,65 persen. Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena tindak pidana. Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui ilmu kedokteran Forensik termasuk cara membuat Visum et Repertum. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan
tentang mendeskripsikan luka, tujuannya untuk mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana. Pada kenyataannya dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan dalam membuat Visum et Repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et Repertum harus di buat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material , sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan.
tentang mendeskripsikan luka, tujuannya untuk mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana. Pada kenyataannya dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan dalam membuat Visum et Repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et Repertum harus di buat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material , sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan.
BAB II PEMBAHASAN TRAUMA MEKANIK Definisi : Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.
Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu : 1. Adanya luka 2. Perdarahan dan atau skar 3. Hambatan dalam fungsi organ
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.
Luka di klasifikasikan dapat dibagi berdasarkan : 1. Jenis penetrasi yang terbagi atas luka tusuk, luka insisi, luka bacok, luka memar, luka robek, luka tembak dan luka gigitan. 2. Tingkat kebersihan dari kontaminasi bakteri terbagi atas luka bersih, luka bersih yang terkontaminasi, luka terkontaminasi dan luka kotor. 3. Waktu terjadinya terbagi atas luka akut (sebelum 8 jam) dan luka kronis
Deskripsi luka : 1.
Lokalisasi (Letak luka terhadap garis ordinat atau aksis pada tubuh. Garis yang melalui tulang dada dan tulang belakang dipakai sebagai ordinat.)
2.
3.
Ukuran, ditentukan :
Ditentukan panjang luka
Jumlah luka
Sifat luka
Ada atau tidaknya benda asing pada luka
Luka terjadi saat masih hidup atau korban sudah mati
Menyebabkan kematian atau tidak
Cara terjadinya luka : bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan
Jenis kekerasan yang menjadi penyebab luka
Luka akibat kekerasan mekanis:
Luka akibat kekerasan oleh benda tumpul
Luka akibat kekerasan oleh benda tajam
Luka akibat kekerasan oleh tembakan senjata api
Luka akibat kekerasan fisis:
Luka akibat kekerasan oleh suhu tinggi atau rendah
Luka akibat kekerasan auditorik
Luka akibat kekerasan oleh arus listrik dan petir
Luka akibat kekerasan radiasi
Luka akibat kekerasan kimiawi:
Luka akibat kekerasan oleh asam kuat
Luka akibat kekerasan oleh basa kuat
Intoksikasi
Klasifikasi trauma (berdasarkan sifat dan penyebab) : 1. Trauma Mekanik (Kekerasan oleh benda tajam, kekerasan oleh benda tumpul, tembakan senjata) 2. Trauma Fisik (Suhu, listrik dan petir, akustik, radiasi, tekanan udara) 3. Trauma Kimia (Asam basa atau kuat) NB : Ada yang memisahkan trauma senjata api tersendiri (balistik) terpisah dari trauma mekanik
Patofisiologi Tr auma
Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang. Mekanisme kompensasi tersebut adalah : 1. Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena, bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting , dan diaforesis. 2. Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat. 3. Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk menjaga cardiac output. 4. Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon ini. 5. Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg. 6. Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat. 7. Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.
Tr auma M ekanik A. Trauma tumpul :
Benda tumpul : benda yang permukaannya tidak mampu utk mengiris
Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah: - Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam - Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam
Sifat luka akibat persentuhan dengan permukaan tumpul : 1.
Memar (kontusio, hematom)
2.
Luka Lecet - Luka Lecet Tekan - Luka Lecet Geser
3.
Luka Robek
4.
Patah tulang
Gambar Trauma Tumpul :
Ada 3 jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury), yaitu : 1. Luka lecet (abrasion) : tekan, geser & regang
Adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak
bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya. Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas. Luka lecet : merupakan diskontuinuitas / putusnya jaringan kulit bersifat dangkal ( mengenai
jaringan epidermis). Dapat menunjukkan arah kekerasan dan bentuk benda. Patofisiologi : Perdarahan sedikit oleh karena pembuluh darah besar tidak kena, bila seluruh epidermis kena akan merupakan Port De Entre ( tempat masuknya kuman) . Dasar luka tampak adanya serum dan Lymphosit. Kepentingan Dalam Forensik : 1. Merupakan indikasi adanya kekerasan. 2. Dapat memperkirakan benda penyebab, jejas kuku, gantung, bekas gigitan. 3. Dapat menentukan arah kekerasan – luka Luka geser. Penting membedakan Luka robek/regang dengan luka tajam di daerah kepala, keduanya hampir sama hanya pada Luka robek dan terdapat jembatan jaringan.
tepi luka tidak rata, akar rambut tidak terpotong,
2. Luka robek, retak, koyak (laceration)
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi. Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan. Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip. Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain. Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera, segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa
hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan. Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat. Luka robek : mekanisme terjadinya sama pada kulit lecet, hanya daya tekan dan gesek lebih
kuat serta benda lebih besar sehingga jaringan yang terputus adalah kulit dan otot. Banyak terjadi pada luka lalu lintas.
3.
Kontusi / ruptur / memar
a. Kontusio Superfisial Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya. Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemer iksaan fisik. Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap. Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren. Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel – sel lemak, cairan lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.
b. Kontusio pada organ dan jaringan dalam Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian. Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah. Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh. Kepentingan forensik. Dapat memperkirakan bentuk benda penyebab oleh karena sering membentuk cetak negatif (Mirror Striking Obyect) dari alat yang digunakan. Lokasi dapat menentukan arah kekerasan / tanda – tanda perlawanan : a. Memar pada punggung tangan menandakan perlawanan. b. Memar pada leher menandakan pencekikan. c. Memar pada pantat menandakan penganiayaan
B. Fraktur tulang kepala : Terjadi akibat trauma langsung terhadap skull. Adanya fraktur tidak selalu disertai dgn adanya cedera otak namun manunjukkan adanya benturan yg cukup kuat dan sebaikknya dievaluasi untuk tau ada tidaknya cedera tambahan.
Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan : 1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak 2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam 3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur Oleh benda yang bergerak (kepala tergencet) Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup yang disebabkan oleh hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena dan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan arah benturan.
Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal, yaitu : -
Besarnya energi yang membentur kepala (Energi kinetik objek)
-
Arah Benturan
-
Bentuk tiga dimensi objek yang membentur
-
Lokasi Anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi
Tipe Fraktur pada cedera kepala, yaitu : 1. Fraktur simple : Pecahnya tulang kepala yg tidak disertai kerusakan kulit 2. Fraktur Linear : Pecahnya tulang kepala yg menyerupai garis tipis tanpa distorsi tulang 3. Fraktur depresi : Pecahnya tulang kepala dengan penekanan sebagian tulang kedalam otak. 4. Fraktur compound : Pecahnya tulang disertai dengan rusak atau hilangnya kulit
Tergantung kecepatan dan gaya - depressed jika permukaan yang mengenai kepala tidak luas - radial - hole/stellata
jika
benda
yang
mengenai
kepala
berkecepatan/berenergi tinggi, contoh : luka tembak
permukaannya
kecil
dan
Jika kepala bergerak ke permukaan rata & diam : patah li near
Fraktur basis cranii : Fraktur yg terjadi pada tulang yg membentuk dasar tengkorak. - gaya langsung ke basis cranii - gaya ke dagu melalui rami mandibulae
Adanya Rhinorea jika bercampur dgn darah kadang2 sulit dibedakan dengan epistaksis. Beberapa cara untuk membuktikan adanya rhinorea yaitu : 1. Darah tersebut tidak akan membeku karena bercampur CSS 2. Tanda “ Double Ring atau Hallo Sign” yaitu jika setetes cairan diletakkan diatas kertas tissue/koran maka darah akan terkumpul ditengah dan sekitarnya masih terbentuk rembesan cairan (CSS) yg membentuk cincin kedua yg mengelilingi lingkaran pertama. 3. Pemeriksaan Beta-2-transferrin yg merupakan marker spesifik untuk CSS. -
Jika terdapat kecurigaan adanya fraktur, jangan memasang NGT krn dapat melewati lempeng kribriformis yang sudah fraktur dan masuk ke intracranial.
-
Jika fraktur melibatkan kanalis optikus, dapat mencederai N. Optikus sehingga tjd gangguan visus.
Ring fraktur : gaya dari atas ke bawah
Perdarahan intrakranial : Dapat berbentuk lesi fokal (Perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio dan perdarahan intraserebral) maupun lesi difus.
Epidural hematom : clot terletak diluar duramater, namun di dalam tengkorak
– Arteri meningea media – Temporal (50%), oksipital (15%) – Prognosis baik bila dilakukan penanganan segera karena cedera otak disekitarnya biasanya terbatas.
Subdural/subarachnoid bleeding : >> ditemukan pada penderita dengan cedera kepala berat.
– Terjadi karena robeknya vena bridging, sinus draining, focus laserasi atau kontusio
– Delayed : subdural – Spontan : leukemia, tumor, infeksi – Kerusakan otak biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural
– Mortalitas umumnya 60% namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yg sangat segera dan pengelolaan medis agresif. ●
Kontusi dan hematom intraserebral : hampir selalu
berkaitan dengan hematoma
subdural
– >> di lobus frontal dan temporal Cedera Difus membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan, disebabkan oleh meningkatnya jumlah cedera akselerasi deselerasi otak.
Doktrin MONROE-KELLIE :
V blood + V brain + V LCS = konstan Konsep utama : volume intrakranial selalu konstan (rongga kranium tidak mungkin mekar). Tekanan Intrakranial (TIK) yang normal tidak berarti tidak ada lesi massa intakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional. TIK normal : 50-200 mmH 2O (4-15 mmHg) Kapasitas ruang cranial : otak (1400 g), LCS (75 mL), darah (75 mL) Perubahan kompensatoris dapat melalui : -
pengalihan LCS ke rongga spinal
-
peningkatan aliran vena dari otak
-
sedikit tekanan pada jaringan otak
peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH 2O) akan menurunkan aliran darah otak secara signifikan Trauma tajam : Benda tajam: benda yg permukaannya mampu mengiris shg kontinuitas jaringan hilang - Luka iris dalam luka < panjang irisan luka arah trauma sejajar permukaan kulit - Luka tusuk
dalam
luka > panjang luka
arah trauma tegak lurus permukaan kulit - Luka bacok
dalam ±
= panjang luka
arah trauma ± 45° dari permukaan kulit dan tergantung beratnya benda yang di pakai. Ciri-ciri luka karena benda tajam :
Tepinya rata
Sudut luka tajam
Tidak ada jembatan jaringan
Sekitar luka bersih tidak ada memar
Bila lokasinya pada kepala maka rambutnya terpotong
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa : 1. Luka iris atau sayat (panjang > dalam) 2. Luka Tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk seperti reaksi korban atau saat pisau keluar sehingga lukanya menjadi tidak khas adapun pola yang sering ditemukan yaitu : a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor. c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian superfisial e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar. 3. Luka Bacok (panjang = dalam) luka ini tergantung dua faktor yaitu : a. Jenis senjata biasanya senjata yang digunakan sedikit tajam/ tajam dan relatif berat seperti kapak atau parang. b. Tenaga yang digunakan biasanya lebih besar dari luka tusuk atau luka iris.
Tabel. Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma tumpul Pembeda
Tajam
Tumpul
bentuk luka
Teratur
tidak
Tepi
Rata
tidak rata
jembatan jar
tidak ada
ada/tidak
folikel rambut terpotong
ya/tidak
tidak
dasar luka
garis/titik
tidak teratur
sekitar luka
Bersih
Bisa lecet/memar
Tabel. Perbedaan hematom (luka memar) dan lebam mayat HEMATOM
LEBAM MAYAT
Kejadian intravital
Kejadian post mortem
Terdapat pembengkakan
Pembengkakan (-)
Darah tidak mengalir
Darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat
Penampang sayatan nampak merah
Jika dialiri air penampang sayatan
kehitaman
nampak bersih
Tabel. Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan Pembeda
Pembunuhan
Bunuh Diri
Kecelakaan
Lokasi luka
Sembarang
Terpilih
Terpapar
Banyak
Banyak
>1
Pakaian
Terkena
Tidak
Terkena
Luka tangkisan
(+)
(-)
(-)
Luka percobaan
(-)
(+)
(-)
Cedera Sekunder
Mungkin ada
(-)
Mungkin ada
luka
C. LUKA TEMBAK a. ARTI KLINIS LUKA TEMBAK
Dalam praktik banyak terdapat hal tentang luka tembak masuk pada tubuh manusia. Seperti kita ketahui kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Jika dilihat dari elastisitasnya, epidermis kurang elastis bila dibandingkan dengan dermis. Bila sebutir peluru menembus tubuh, maka cacat pada epidermis lebih luas dari pada dermis. Diameter luka pada epidermis kurang lebih sama dengan diameter anak peluru, sedangkan diameter luka pada dermis lebih kecil. Keadaan tersebut dikenal sebagai kelim memar (contusio ring ).
b. MEKANISME LUKA TEMBAK
Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya transfer energi dari luar menuju jaringan. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang lainya.3,4 Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong peluru ke suatu jaringan sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru. Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona disekitar luka. 4 Dengan adanya lesatan peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan diameter rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga berhubungan dengan gaya gravitasi. Pada pemeriksaan harus dipikirkan adanya kerusakan sekunder seperti infark atau infeksi.
Gambar 6. Mekanisme luka tembak
D. KLASIFIKASI LUKA TEMBAK
1.
Luka Tembak Masuk:
luka tembak tempel
luka tembak jarak dekat
luka tembak jarak jauh
2. Luka Tembak Keluar (luka tembus)
Tabel. Perbedaan luka tembak masuk dan keluar Luka tembak masuk
Luka tembak keluar
Ukurannya kecil (berupa satu
Ukurannya lebih besar dan lebih tidak
titik/stelata/bintang), karena peluru
teratur dibandingkan luka tembak
menembus kulit seperti bor dengan
masuk, karena kecepatan peluru
kecepatan tinggi
berkurang hingga menyebabkan robekan jaringan.
Pinggiran luka melekuk kearah dalam
Pinggiran luka melekuk keluar karena
karena peluru menmebus kulit dari
peluru menuju keluar.
luar Pinggiran luka mengalami abrasi
Pinggiran luka tidak mengalami abrasi.
Bisa tampak kelim lemak.
Tidak terdapat kelim lemak
Pakaian masuk kedalam luka, dibawa
Tidak ada
oleh peluru yang masuk. Pada luka bisa tampak hitam,
Tidak ada
terbakar, kelim tato atau jelaga. Pada tulang tengkorak, pinggiran luka
Tampak seperti gambaran mirip
bagus bentuknya.
kerucut
Bisa tampak berwarna merah terang
Tidak ada
akibat adanya zat karbon monoksida. Disekitar luka tampak kelim ekimosis.
Tidak ada
Luka tembak masuk
Luka tembak keluar
Perdarahan hanya sedikit.
Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau analisis
Tidak ada
aktivitas netron mengungkapkan adanya lingkaran timah / zat besi di sekitar luka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api :
Jenis peluru
Kecepatan peluru
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan
Densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk
Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan 1. Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau menempel dengan kulit :
Jaringan subkutan 5 sampai 7,5 cm disekitar luka tembak masuk mengalami laserasi
Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap. Kelim tato terjadi karena bubuk mesiu senjata yang tidak terbakar.
Rambut di sekitar luka hangus.
Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan api dari senjata.
Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna abu-abu atau putih di sekitar luka. Hal ini terjadi jika bubuk mesiu tidak berasap dan tidak terdapat bagian kehitaman pada kulit.
2. Tembakan jarak dekat
Jaraknya adalah 30-45 cm dari kulit.
Ukuran luka lebih kecil dibandingkan peluru
Warna hitam dan kelim tato lebih luar disekitar luka
Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus.
3. Tembakan jarak jauh
Jaraknya adalah di atas 45 cm.
Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
Kehitaman atau kelim tato tidak ada
Bisa tampak kelim lecet. Jika peluru menyebabkan gesekan pada lubang tempat masuk dan menyebabkan lecet, maka di sebut kelim lecet.
Deskripsi Luka Tembak 1.
Lokasi
jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis pertengahan tubuh
2.
3.
4.
5.
Deskripsi luka luar
ukuran dan bentuk
lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
luka bakar
lipatan kulit, utuh atau tidak
tekanan ujung senjata
Residu tembakan yang terlihat
grains powder
deposit bubuk hitam, termasuk korona
tattoo
metal stippling
Perubahan
oleh tenaga medis
oleh bagian pemakaman
Track
6.
lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
penetrasi organ
arah
kerusakan sekunder
kerusakan organ individu
Penyembuhan luka tembakan
titik penyembuhan
tipe misil
tanda identifikasi
7.
susunan
Luka keluar
lokasi
karakteristik
8.
Penyembuhan fragmen luka tembak
9.
Pengambilan jaringan untuk menguji residu
Efek Luka Tembak
Pada saat seseorang melepaskan tembakan dan kebetulan mengenai sasaran yaitu tubuh korban, maka pada tubuh korban tersebut akan didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api tersebut. Adapun komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap penembakan adalah:
anak peluru butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar
asap atau jelaga
api
partikel logam
Bila senjata yang dipergunakan sering diberi minyak pelumas, maka minyak yang melekat pada anak peluru dapat terbawa dan melekat pada luka. Bila penembakan dilakukan dengan posisi moncong senjata menempel dengan erat pada tubuh korban, maka akan terdapat jejas laras. Selain itu bila senjata yang dipakai termasuk senjata yang tidak beralur ( smooth bore), maka komponen yang keluar adalah anak peluru dalam satu kesatuan atau tersebar dalam bentuk pellet, tutup dari peluru itu sendiri juga dapat menimbulkan kelainan dalam bentuk luka. Komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap peristiwa penembakan akan menimbulkan kelainan pada tubuh korban sebagai berikut: 1) Akibat anak peluru ( bul l et effect ): luka terbuka.
Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
Kecepatan
Posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh
Bentuk dan ukuran peluru
Densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk
Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya lebih rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar. Pada organ tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena tembakan dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan dengan jantung dalam fase sistole dan kandung kencing yang kosong; hal tersebut disebabkan karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke seluruh bagian. Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru: a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan sehingga terjadi kelim lecet (abrasion ring ) d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari diameter peluru e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari jaringan f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat diketahui dari bentuk kelim lecet h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari arah tersebut i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat atau kelim lemak ( grease ring/ grease mark ) j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya mempunyai densitas besar seperti tulang, maka sebagian tenaga dari peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau berbentuk bintang
k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan arah masuknya peluru l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan robekan dangkal, disebut bullet slap atau bullet graze
Gambar 13. Bullet graze m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound 2) Akibat butir-butir mesiu (gunpowder eff ect ): tattoo , stipling
a. Butir – butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk ke dalam kulit b. Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak berbintik-bintik hitam dan bercampur dengan perdarahan c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-bintik hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm
e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit, tiosianat, tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida, sedangkan smoke less powder terdiri dari nitrit dan selulosa nitrat yang dicampur dengan karbon dan gravid
Gambar 14. Powder tattoing 3) Akibat asap (smoke effect ): jelaga
a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka terbentuk asap atau jelaga b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%) nitrogen 35%, CO 10%, hydrogen sulfide 3%, hydrogen 2 % serta se dikit oksigen dan methane c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang. 4) Akibat api (flame ef fect ): luka bakar
a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar ( scorching , charring ) b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan terbakar c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm, sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar 7,5 cm 5) Akibat partikel logam (metal eff ect ): fouling
a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka sewaktu peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut
b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet atau luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban c. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada pakaian korban. 6) Akibat moncong senjata ( muzzl e effect ): jejas laras
a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak tempel yang erat (hard contact ) maupun yang hanya sebagian menempel ( soft contact ) b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang) c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup kuat antara kulit dan moncong senjata d. Jejas laras dapat pula terjadi jika si penembak memukulkan moncong senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini jarang terjadi e. Pada hard contact , jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka, sedangkan pada soft contact , jejas laras sebetulnya luka lecet tekan tersebut akan tampak sebagian sebagai garis lengkung f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tato, oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui celah antara moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan kelim tato. 7) Pengaruh pakaian pada luka tembak masuk
Jika tembakan mengenai tubuh korban yang ditutup pakaian, dan pakaiannya cukup tebal, maka dapat terjadi:
Asap, butir-butir mesiu dan api dapat tertahan pakaian
Fragmen atau partikel logam dapat tertahan oleh pakaian
Serat-serat pakaian dapat terbawa oleh peluru dan masuk ke dalam lubang luka tembak
c. DESKRIPSI LUKA TEMBAK
Kepentingan medikolegal deskripsi yang adekuat dari luka senjata api bergantung pada besarnya potensi seorang korban meninggal. jika korban masih hidup, deskripsi singkat dan tidak terlalu detail. dokter mempunyai tanggung jawab yang utama untuk memberikan penatalaksanaan gawat darurat. membersihkan luka, membuka dan mengeksplorasi, debridement dan menutupnya, kemudian membalut adalah bagian penting dari merawat
pasien bagi dokter. penggambaran luka secara detail akan dilakukan nanti, setelah semua kondisi gawat darurat dapat disingkirkan. oleh karena singkatnya waktu yang dimiliki untuk mempelajari medikolegal, seringkali dokter merasa tidak mempunyai kewajiban untuk mendeskripskan luka secara detail. deskripsi luka yang minimal untuk pasien hidup terdiri dari : lokasi luka, ukuran dan bentuk defek, lingkaran abrasi, lipatan kulit yang utuh dan robek, bubuk hitam sisa tembakan (jika ada), tato (jika ada), dan bagian yang ditembus/dilewati.1,3,4
penatalaksanaan
luka,
termasuk
debridement,
penjahitan,
pengguntingan rambut, pembalutan, drainase, dan operasi perluasan luka. Pada korban mati, tidak ada tuntutan dalam mengatasi gawat darurat. meskipun demikian, tubuhnya dapat saja sudah mengalami perubahan akibat penanganan gawat darurat dari pihak lain. sebagai tambahan, tubuh bisa berubah akibat perlakuan orang-orang yang mempersiapkan tubuhnya untuk dikirimkan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk menerimanya. di lain pihak, tubuh mungkin sudah dibersihkan, bahkan sudah dis iapkan untuk penguburan, luka sudah ditutup dengan lilin atau material lain. penting untuk mengetahui siapa dan apa yang telah dikerjakannya terhadap tubuh korban, untuk mengetahui gambaran luka. a. Jarak tembakan efek gas, bubuk mesiu, dan anak peluru terhadap target dapat digunakan dalam keilmuan forensik untuk memperkirakan jarak target dari tembakan dilepaskan. perkiraan tersebut memiliki kepentingan sebagai berikut : untuk membuktikan atau menyangkal tuntutan; untuk menyatakan atau menyingkirkan kemungkinan bunuh diri; membantu menilai ciri alami luka akibat kecelakaan. meski kisaran jarak tembak tidak dapat dinilai dengan ketajaman absolut, luka tembak dapat diklasifikasikan sebagai luka tembak jarak dekat, sedang, dan jauh.
1,3,4
b. Arah tembakan luka tembak yang tepat akan membentuk lubang yang sirkuler serta perubahan warna pada kulit, jika sudut penembakan olique akan mengakibatkan luka tembak berbentuk ellips, panjang luka dihubungkan dengan pengurangan sudut tembak. senapan akan memproduksi lebih sedikit kotoran, kecuali jika jarak dekat. petunjuk ini berguna untuk pembanding dengan shotgun. luka tembak yang disebabkan shotgun dengan sudut olique akan membentuk luka seperti anak tangga. jaringan juga berperan serta dalam perubahan gambaran luka karena adanya kontraksi otot.
G. CARA PENGUKURAN JARAK TEMBAK DALAM VISUM ET REPERTUM
Bila pada korban terdapat luka tembak masuk dan tampak jelas adanya jejas laras, kelim api, kelim jelaga atau kelim tato, maka perkiraan penentuan jarak tembak tidak sulit. Kesulitan timbul bila tidak ada kelim-kelim tersebut selain kelim lecet .1 Bila terdapat kelim jelaga, berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 30 cm, kelim tato berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 60 cm dan seterusnya. Sedangkan kelim api menunjukan bahwa korban ditembak dari jarak yang sangat dekat sekali, yaitu maksimal 15 cm. (A) (B) C
A
C
B
A
B
D
D
D D
(C)
Aα
B
C
Keterangan Gambar 1. (A) anak peluru yang masuk sesara tegak lurus dapat diketahui dari perkiraan diameter anak peluru adalah AB-CD.
(B) Anak peluru masuk dengan pembentukan sudut, besarnya sudut tersebut (sinus), adalah CD/AB. Arah anak peluru diketahui dari kelim lecet yang tersebar. (C) Bila AB adalah jarak antara tumit/lantai dengan luka tembak masuk diketahui demikian pula besarnya sudut masuknya, dengan demikian jarak BC dan panjangnya AC dapat di hitung, sisi miring pada segitiga ABC tidak lain adalah merupakan lintasan anak peluru. B kaliber
A
b a Sin α = b/a
Keterangan gambar : (A) Besarnya sudut masuk anak peluru dan kaliber diameter dari anak peluru seperti yang dimaksud dalam gambar di atas besarnya sudut masuk (sinus) b/a sedangkan kaliber dari anak peluru adalah b. (B) Cara melakukan pengukuran di dalam memeriksa kasus penembakan, diukur dengan mengambil patokan tumit dan garis tengah tubuh melalui tulang punggung untuk memperrkirakan arah tembakan dari luar depan atau belakang atau samping dan sudutnya.
H. PEMERIKSAAN KHUSUS PADA LUKA TEMBAK MASUK
Pada beberapa keadaan, pemeriksaan terhadap luka tembak masuk, sering dipersulit oleh adanya pengotoran oleh darah, sehingga pemeriksaan tidak dapat dilakukan dengan baik. Untuk menghadapi penyulit pada pemeriksaan tersebut dapat dilakukan prosedur sebagai berikut:
Luka tembak dibersihkan dengan hydrogen-peroxide 3%
Setelah 2-3 menit luka tersebut dicuci dengan air, untuk membersihkan busa yang terjadi dan membersihkan darah.
Dengan pemberian hydrogen-peroxide tadi, luka tembak akan bersih dan tampak jelas, sehingga deskripsi luka dapat dilakukan dengan akurat.
Selain secara makroskopik, dapat juga dengan pemeriksaan khusus: pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan kimiawi, dan pemeriksaan radiologik.
a) Pemeriksaan Mikroskopik
Perubahan yang tampak diakibatkan oleh dua faktor, yaitu: trauma mekanik dan termis, pada luka tembak tempel dan luka tembak jarak dekat perubahan mikroskopis yang terjadi adalah:
Kompresi epitel, disekitar luka tampak epitel yang normal dan yang mengalami kompresi, elongasi, dan menjadi pipihnya sel-sel epidermal serta elongasi dari inti sel
Distorsi dari sel epidermis di tepi luka yang dapat bercampur dengan butir-butir mesiu
Epitel mengalami nekrosis koagulatif, epitel sembab, vakuolisasi sel-sel basal
Akibat panas, jaringan kolagen menyatu dengan pewarnaan HE, akan lebih banyak mengambil warna biru (basophilic staining )
Tampak perdarahan yang masih baru dalam epidermis (kelainan ini paling dominan, dan adanya butir-butir mesiu)
Sel-sel pada dermis intinya mengerut, vakuolisasi dan piknotik
Butir-butir mesiu tampak sebagai benda tidak beraturan, berwarna hitam atau hitam kecoklatan
Pada luka tembak tempel “hard contact ”, permukaan kulit sekitar luka tidak terdapat butir-butir mesiu atau hanya sedikit sekali; butir-butir mesiu akan tampak banyak pada lapisan bawahnya, khususnys di sepanjang tepi saluran luka
Pada luka tembak tempel “ soft contact ”, butir -butir mesiu terdapat pada kulit dan jaringan di bawah kulit
Pada luka tembak jarak dekat, butir-butir mesiu terutama terdapat pada permukaan kulit, hanya sedikit yang ada pada lapisan-lapisan kulit
b) Pemeriksaan Kimiawi
Pada “black gun powder ” dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat, sulfas, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat
Pada “ smokeless gun powder ” dapat ditemukan nitrit, dan selulosa-nitrat
Pada senjata api yang modern, ditemukan timah, barium, antimony, dan merkuri
Unsur-unsur kimia yang berasal dari laras senjata dan dari peluru sendiri dapat ditemukan timah, antimon, nikel, tembaga, bismuth, perak, dan thalium
Pemeriksaan atas unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap pakaian, di dalam atau di sekitar luka
Pada pelaku penembakan, unsur-unsur tersebut dapat dideteksi pada tangan yang menggenggam senjata.
c) Pemeriksaan dengan Sinar-X
Pemeriksaan radiologik ini umumnya untuk memudahkan dalam mengetahui letak peluru dalam tubuh korban.
Pada “tandem bullet injury” dapat ditemukan dua peluru walaupun luka tembak masuknya hanya satu.
Bila pada tubuh korban tampak banyak pellet tersebar, maka dapat dipastikan bahwa korban ditembak dengan senjata jenis “ shotgun”, yang tidak beralur, dimana dalam satu peluru terdiri dari berpuluh pellet.
Bila pada tubuh korban tampak satu peluru, maka korban ditembak oleh senjata api jenis “rifled ”.
Pada keadaan dimana tubuh korban telah membusuk lanjut atau telah rusak, sehingga pemeriksaan sulit, maka dengan pemeriksaan radiologik ini akan dengan mudah menentukan kasusnya, yaitu dengan ditemukannya anak peluru pada foto rontgen
d) Pemeriksaan baju pada korban luka tembak
Pemeriksaan korban luka tembak tidak lengkap tanpa pemeriksaan defek baju yang dibuat oleh peluru. Pada tempat yang sesuai dengan luka tembak masuk
Serat-serat pakaian akan terdorong ke dalam.
Bila ditembakan dari jarak dekat atau jarak sangat dekat, dapat terlihat pengotoran bewarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar dan akibat jelaga yang menempel pada pakaian.
Bila senjata dirawat dengan baik maka di tepi dan di bagian pakaian yang robek terdapat pengotoran oleh minyak pelumas yang berwarna kehitaman.
Pada tempat yang sesuai dengan luka tembak keluar
Serat-serat pakaian akan terdorong keluar.
1,9
Di pinggir atau di sekitar robekan mungkin didapatkan pengotoran oleh darah, atau jaringan tubuh korban yang hancur dan terbawa keluar. Seperti otak atau serpihan tulang.
Tepi lubang pada pakaian tampak terangkat, hal ini menunjukkan bahwa peluru keluar melalui lubang tersebut.
Pandangan medis dan hukum terhadap luka
Pandangan hukum mengenai perlukaan ; Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat kejelasan dari permasalahan sebaga berikut :
Jenis luka apakah yang terjadi?
Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka?
Bagaimanakah kualifikasi luka itu? Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian ilmu Kedokteran
Forensik, yang hanya dipahami setelah mempelajaru pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan Bab XX (Tentang Penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352; dan Bab IX (tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam Kitab Undang-undang), yaitu pasal 90. o
Pasal 351 1. Penganiyaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak 300 rupiah. 2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun; 3. Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara 7 tahun; 4. Deng penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan; 5. Percobaan untuk melakukan tindak kejahatan ini, tidak dipidanakan.
o
Pasal 352 1. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk mengerjakan jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda paling banyak 300 rupiah;Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau yang menjadi bawahannya. 2. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
o
Pasal 90 Luka berat berarti :
Jatuh sakita atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
Tidak mampu terus-menerus melakukan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian
Kehilangan salah satu panca indera
Mendapat cacat berat (Verminking)
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya piker selama 4 minggu lebih;
Gugurnya atau matinya suatu kandungan perempuan.
Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindak pidana yaitu: 1. Penganiayaan ringan: 2. Penganiayaan; 3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat; 4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Oleh karena istilah “penganiayaan” merupakan sitilah hukum, yaitu : “dengan sengaja melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada seseorang”, maka di dalam visum et repertum yang dibuat oleh dokter tidak boleh dicantumkan penganiayaan, oleh karena dengan sengaja atau tidak itu adalah urusan hakim. Demikian pula dengan menimbulkan perasaan nyeri, sukarsekali untuk dapat dipastikan secara objektif, maka kewajiban dokter dalam membuat visum et repertum hanyalah menentukan secara objektif adanya luka, dan bila ada luka, dokter harus menentukan derajat luka. Derajat luka tersebut harus disesuaikan dengan salah satu dari ketiga jenis tindak pidana yang disebutkan (tidak pidana keempat, yaitu: penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dibahas secara terpisah), yaitu :
1. Penganiayaan ringan; 2. Penganiayaan; 3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat