LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
STERILISASI DAN PEMBUATAN MEDIA
Disusun oleh : Kelompok III 1. Nurul Husna
(15308141049 )
2. Riska Wahyu Kurniasih
(15308144001 )
3. Isnani Deyana Andini
(15308144006 )
4. Aulia Devi Purnama
(15308144012) (15308144012)
Biologi E
PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2018
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu metode yang biasa digunakan dalam pengembangan Bioteknologi Tumbuhan. Prosedur dari metode ini terdiri dari pemeliharaan dan pertumbuhan jaringan tanaman (sel, kalus, protoplas) serta organ (batang, akar, embrio) pada kultur aseptis (in (in vitro). vitro). Metode kultur jaringan digunakan untuk perbanyakan tanaman, modifikasi genotip (plant breeding), produksi metabolit sekunder, pemeliharaan plasma nutfah, penyelamatan embrio (embryo ( embryo rescue) rescue) (Hartmann dkk, 1997). Prinsip dasar kultur jaringan adalah totipotensi sel, yang mengungkapkan bahwa suatu sel atau jaringan tumbuhan dapat tumbuh menjadi individu yang sempurna s empurna apabila berada dalam media dan lingkungan yang sesuai. Teknik kultur jaringan tumbuhan dapat menghasilkan bibit tanaman yang seragam dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat, sehingga kultur jaringan merupakan cara yang praktis untuk memproduksi bibit unggul dalam jumlah banyak dan cepat. Tujuan dari kultur jaringan adalah untuk membiakkan bagian tanaman dalam ukuran yang sekecil-kecilnya seperti organ tanaman, sel, jaringan, protoplas, kloropls dan sebagainya sehingga menjadi banyak tanaman kecil (klon), oleh karena itu diperlukan laboratorium khusus kultur jaringan yang selalu mengutamakan dan memperhatikan tingkat sterilitas dari ruang-ruangnya, sehingga dapat terhindar dari kontaminasi mikrobia yang tidak dikehadaki. Selain diperlukan laboratorium khusus untuk kultur jaringan, hal lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan yaitu keseterilan dari peralatan dan bahan-bahan yang digunakan selama melakukan kultur jaringan. Peralatan Peralata n kulur jaringan yang bermacam-macam dari segi bentuk dan ukuran sangat perlu diperhatikan kesterilannya, karna sumber kontaminan utama dapat berasal dari peralatan yang digunakan. Oleh sebab itu sebelum melakukan praktik kultur jaringan diperlukan tahap preparasi yang berkegiatan untuk mensterilkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Agar bagian organ tanaman yang dikulturkan dapat tumbuh dengan baik, maka terdapat beberapa syarat tumbuh yang perlu diperhatikan, yaitu media tumbuh steril nutrisi tercukupi, segala kegiatan kultur dilakukan secara aseptis, kondisi iklim klimatik harus sesuai dan eksplan berupa sel, jaringan atau irisan organ tanama yang digunakan
harus memiliki viabilitas yang tinggi. Media tumbuh buatan diperlukan eksplan untuk mendukung terjadinya morfogenesis dan pertumbuhan. Dalam teknik kultur jaringan hal lain yang perlu diperhatikan adalah komposisi media kultur dan zat pengatur tumbuh yang tepat serta sumber eksplan yang digunakan untuk menghasilkan plantlet sangat erat hubungannya selain faktor lainnya yaitu cahaya, suhu dan kelembaban pada lingkungan sekeliling media (Rainiyati, 2009). George & Sherington, 1984 ; Saad & Elshahed, 2012 dalam Rindang Dwiyani (2015) menyebutkan bahwa secara umum media buatan tumbuh eksplan mengandung komponen hara makro, hara mikro, gula, vitamin, myoinositol, zat pengatur tumbuh, pemadat media, asam amin dan senyawa organik alami. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dilakukan praktikum kultur jaringan guna mengenalkan mahasiswa pada tahapan preparasi kegiatan kultur jaringan termasuk dalam kegiatan sterilisasi alat dan bahan, serta pembuatan media kulur jaringan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara sterilisasi alat yang digunakan dalam laboratorium kultur jaringan tumbuhan? 2. Bagaimana cara membuat media kultur jaringan tumbuhan?
C. Tujuan
1. Mengetahui cara sterilisasi alat yang digunakan dalam laboratorium kultur jaringan tumbuhan. 2. Mengetahui cara membuat media kultur jaringan tumbuhan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kultur Jaringan Tumbuhan
Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Gunawan, 1987). Menurut Basri (2004), kultur jaringan merupakan suatu tehnik mengisolasi bagian tanaman, baik berupa organ, jaringan, sel ataupun protoplasma dan selanjutnya mengkultur bagian tanaman tersebut pada media buatan dengan kondisi lingkungan yang steril dan terkendali. Bagian-bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi hingga membentuk tanaman lengkap (George dan Sheringtoh, 1983; Vasil, 1988). Schwann dan Schleiden dalam Pierik (1987) menyebutkan bahwa, kultur in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel. Penggunaan kultur jaringan untuk pembiakan klonal didasarkan pada anggapan bahwa jaringan secara genetik tetap stabil jika dipisahkan dari tanaman induk dan ditempatkan dalam kultur (Setiawan 2008). Menurut Gamborg dan Phillips (1995, dalam Nugroho 2005), aplikasi kultur organ, jaringan, dan sel tanaman memerlukan teknik yang steril. Pemeliharaan pada kondisi steril atau aseptik sangat penting untuk keberhasilan prosedur kultur jaringan. Menurut Lestari (2011), teknologi kultur jaringan ini mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan perbanyakan tanaman dari benih, antara lain : 1. Tanaman yang dihasilkan mempunyai keseragaman genetik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman yang berasal benih. 2. Mempunyai sifat yang sama dengan induknya. 3. Mempunyai kecepatan multiplikasi yang tinggi.
4. Tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas. 5. Pada beberapa jenis tanaman tertentu tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan ini mempunyai kelebihan tahan terhadap penyakit, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin. 6. Kecepatan pertumbuhan bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional. 7. Pengadaan bibit tidak tergantung musim. 8. Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah Ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur in vitro, yaitu genotipe, media kultur, lingkungan tumbuh, dan eksplan yang digunakan (George dan Sherrington,1984). a. Eksplan Menurut Yusnita (2003), penggunaan eksplan yang bersifat meristematik umumnya memberikan keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Eksplan yang dapat digunakan berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata tunas, epikotil maupun hipokotil. Umur fisiologi, umur ontogenik, ukuran eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur. Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan merupakan jaringan muda yang aktif tumbuh. b. Media kultur Media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Media dasar adalah kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar. Media dasar yang paling sering dan banyak digunakan adalah komposisi media dari Murashige dan Skoog (Gunawan, 1992). Selain faktor jenis eksplan dan genotip tanaman, regenerasi tanaman juga dipengaruhi oleh komposisi media yang digunakan. Masing-masing jenis eksplan/sel dan genotip tanaman memerlukan komposisi media yang berbeda-beda (Pierik 1987). Menurut Wattimena et al. (1992), media untuk menumbuhkan sel/eksplan tanaman pada dasarnya berisi unsur hara makro, mikro, dan gula sebagai sumber karbon. Selain itu, media kultur juga dilengkapi dengan zat besi, vitamin, mineral, dan zat pengatur tumbuh.
c. Zat pengatur tumbuh Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain nutrien yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh sangat berperan di dalam mengarahkan pertumbuhan sel tanaman. Kombinasi zat pengatur tumbuh yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan sel yang optimal (Wattimena et al., 1992). Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada arah pertumbuhan jaringan tanaman yang diinginkan. Jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tepat untuk setiap tanaman tidak sama, tergantung pada genotip serta kondisi fisiologi jaringan tanaman (Lestari, 2011). Menurut Gunawan (1992), dua golongan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. d. Genotip Menurut Wattimena et al. (1992), genotip merupakan salah satu faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman dalam kultur jaringan. Media dan kondisi fisik lingkungan tumbuh kultur seringkali berbeda antara satu genus dengan yang lain, atau spesies tanaman tertentu dengan spesies yang lain. Bahkan antar varietas yang memiliki sifat dekat membutuhkan lingkungan dan media yang berbeda. Setiap jenis eksplan atau sel dan genotip tanaman memerlukan komposisi media yang berbeda-beda. B. Sterilisasi
Dalam melakukan kultur jaringan tumbuhan dalam media, diperlukan alat-alat yang menunjang dalam usaha mengupayakan agar kultur tidak mengalami kontaminasi. Saat melakukan kultur jaringan tumbuhan, peralatan laboratorium merupakan unsur penting yang harus ada. Peralatan yang digunakan dalam laboratorium pun haruslah ste ril agar dapat menunjang pekerjaan saat mengkultur jaringan tumbuhan dan hal tersebut merupakan syarat mutlak. Artinya, pada bahan serta peralatan yang akan digunakan harus bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan seperti fungi yang dapat merusak media pertumbuhan atau bahkan jaringan yang dikultur itu sendiri (Suriawira,2005). Sterilisasi adalah proses dimana seluruh mikroorganisme hidup dihancurkan. Mikroorganisme tersebut dapat dimatikan dengan uap atau pemanasan. Jika kita mengatakan itu steril, berarti telah benar-benar bebas dari mikroorganisme. Secara umum, sterilisasi merupakan keamanan laboratorium yang utama (Benson, 2001). Sterilisasi adalah segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu
di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril (Dwiyani, 2015). Menurut Hadioetomo (1993), ada tiga cara yang umum digunakan dalam sterilisasi yaitu : 1. Penggunaan panas Bila panas digunakan bersama – sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembut atau sterilisasi basah, bila tanpa kelembapan maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering 2. Penggunaan bahan kimia Sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi.. 3. Penyaringan (Filtrasi) Metode sterilisasi yang umum digunakan dalam laboratorium kultur jaringan ialah yang menggunakan panas (Hadioetomo, 1993). Mikroorganime hidup di segala tempat (tanah, air, udara, bahkan pada permukaan tubuh). Keberadaan mereka yang ada di segala tempat dapat menyulitkan proses pengkulturan jaringan tumbuhan untuk memperoleh kultur yang bebas kontaminasi dari mikroorganisme lain (Hadioetomo, 1993). Salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan adalah tahap sterilisasi. Kegiatan sterilisasi ini meliputi pada: sterilisasi pada lingkungan kerja, sterilisasi pada alat-alat dan media tanam, dan terilisasi bahan tanaman (eksplan). Kegiatan sterilisasi ini sangat penting untuk dilakukan, karena kontaminasi pada kultur jaringan dapat berasal dari: 1. Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal. 2. Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut. 3. Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril. 4. Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor. 5. Kecerobohan dalam bekerja (Tasumolang, 2013). C. Media
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), medium adalah tempat tumbuh eksplan. Pemilihan medium menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan kerja pada kultur in vitro karena tujuan dan kebutuhan nutrisi setiap
tanaman berbeda. Studi literatur sangat diperlukan untuk mengembangkan atau memodifikasi medium kultur. Modifikasi dari medium kutur yang telah ada umumnya didasarkan pada trial and error (Smith, 2000). Ada dua bentuk media yaitu padat dan cair, pemilihan medium tergantung dari tujuannya. Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), berikut ini adalah macam-macam medium dasar, yaitu: 1.
Medium MS (Murashige and Skoog), untuk semua macam tanaman terutama tanaman herbaceous.
2.
Medium B5 atau Gamborg, untuk suspensi sel.
3.
Medium White, untuk kultur akar.
4.
Medium VW (Vacin and Went), untuk medium anggrek.
5.
Medium Nitsch and Nitsch, untuk kultur tepung sari dan kultur sel.
6.
Medium Sohenk dan Hildebrandt, untuk tanaman monokotil.
7.
Medium Woody Plant Medium (WPM), untuk tanaman berka yu.
8.
Medium N6, untuk tanaman serealia terutama padi. George & Sherington, 1984 ; Saad & Elshahed, 2012 dalam Rindang Dwiyani
(2015) menyebutkan bahwa secara umum media buatan tumbuh eksplan mengandung komponen sebagai berikut : a. Hara Makro Hara makro adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tanaman, yaitu nitrogen (N), posfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). b. Hara Mikro Hara mikro adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tanaman, yaitu ferum/zat besi (Fe), manganese (Mn), zinc (Zn), cobalt (Cu) dan molybdenum (Mo). Baik hara makro maupun hara mikro keduanya diberikan dalam bentuk garam inorganik. c. Gula Jenis gula yang umum digunakan dalam kultur in vitro adalah sukrosa, jumlahnya berkisar 2-3% atau 20-30 gram/liter media. Selain sukrosa, beberapa jenis gula lainnya adalah laktosa, galaktosa, maltose, glukosa dan fruktosa. Gula diberikan pada media kultur sebagai sumber karbohidrat untuk respirasi karena tanaman kultur
bersifat heterotroph, tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. d. Vitamin Vitamin dibutuhkan tanaman sebagai katalisator dalam berbagai proses metabolism. Vitamin digunakan untuk pertumbuhan sel serta proses diferensiasi sel dan jaringan yang ditanam secara in vitro e. Myo-inositol Myo-inositol adalah senyawa golonga karrbohidrat yang ditambahakan pada media kultur dalam jumlah sedikit dengan tujuan untuk menstimulassi pertumbuhan sel pada banyak spesies tanaman. f. Zat Pengatur Tumbuh Umumnya ada dua golongan zat oengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam kultur in-vitro, yakni golongan auksin dan sitokinin. ZPT golongan auksin yang biasa digunakan dalam kultur in-vitro adalah indole-3-acetic acid (IAA), indole3-butricacide (IBA), 2,4-dichlorophenoxy-acetic acid (2,4-D) dan naphthalene-acetic acid (NAA). ZPT dari golongan sitokinin adalah BA (Benzyladenine), BAP (6furfurylaminopurine) dan TDZ (thiadizuron). Rasio kedua golongan ZPT ini akan mempengaruhi arah morfogenesis yang terjadi pada kultur. g. Pemadat Media Penambahan senyawa pemadat bertujuan untuk membuat media menjadi padat maupun semi padat. Pemadat tersebut dapat berupa agar, agarose atau gellan gum. Media kultur sebaiknya tidak terlalu padat agar penyerapan nutrisi dapat berjalan baik. Demikian pula pada perkecambahan biji secra in-vitro, diperlukan media semi padat untuk mempermudah terjadinya perkecambahan. h. Asam Amino Asama amino tidak selalu harus ditambahkan pada media kultur, namun diperlukan untuk kultur sel dan kultur protoplas. Asam amino menyediakan sumber nitrogen untuk pertumbuhan sel. 7. Senyawa Organik Alami Senyawa organik alami seperti air kelapa, santan kelapa, jus/ekstrak tomat, ekstrak pisang, ekstrak kentang dan lain sebagainya seringkali ditambahkan pada media kultur untuk menstimulasi pertumbuhan sel/jarigan kultur. Kebutuhan akan jenis dan jumlahnya tergantung spesies tanamannya.
BAB III METODE A. Waktu dan Tempat
1. Waktu a. Sterilisasi alat
: Rabu, 21 Febuari 2018
b. Pembuatan media : Rabu, 07 Maret 2018 dan Kamis, 08 Maret 2018 2. Tempat Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, FMIPA UNY B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah autoclave, keranjang autoclave, timbangan analitik, kompor, panci, hot plate, magnetic stirrer , erlenmeyer 1000 ml, micro pipet, tip pipet, botol jam beserta tutupnya, botol infuse, petridish kecil, gelas ukur 250 ml, pinset, sendok pengaduk, pisau, rak alat plastik, pH stick, plastik, kertas payung, karet gelang, selotip dan tisu. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum adalah makronutrien, besi (fe), mikronutrien, vitamin, myoinositol, sukrosa, agar, NaOH 1 N, dan aquadest, C. Cara Kerja
1. Sterilisasi Alat Sterilisasi alat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : pertama, alat yang akan disterilkan disiapkan. Alat yang dibutuhkan diambil oleh masing-masing kelompok sejumlah yang diperlukan. Botol infuse berjumlah …., botol jam berjumlah 6 buah setiap kelompok beserta tutup dan petridish kecil berjumlah …. Botol infuse, botol jam beserta tutup, dan petridish dipastikan terlebih dahulu dalam keadaan yang bersih. Jika kurang bersih, alat-alat yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu degan cara dicuci menggunakan sabun cuci kemudian dikeringkan dengan ditiriskan dan dilap. Setelah bersih, bagian mulut botol infuse ditutupi menggunakan plastik dan diikat menggunakan karet gelang hingga tertututp rapat. Sedangkan petridish kecil ditata sebanyak enam petri enam petri¸ kemudian dibungkus menggunakan kertas payung dan direkatkan menggunakan selotip. Sama halnya dengan botol infuse dan botol jam, pinset dan sendok pengaduk yang akan digunakan dalam praktikum disterilkan dengan langkah yang sama seperti sebelumnya yaitu ditutup rapat satu sisi pinset maupun sendok pengaduk dengan menggunakan kertas
payung yang dililit hingga sisi satunya, kemudian sisi tersebut direkatkan menggunakan selotip. Jika alat-alat yang akan disterilkan telah siap untuk dilakukan sterilisasi, alatalat tersebut dimasukkan dan ditata di dalam keranjang autoclave. Apabila semua sudah tertata di keranjang autoclave, keranjang autoclave kemudian dimasukkan ke dalam autoclave dengan suhu 121 0C tekanan 1 atm. Autoclave ditutup rapat dan dikancing. Ditunggu proses autoclave nya ± 30 menit tiap satu kali autoclave. 2. Pembuatan media Disiapkan semua alat dan bahan, kemudian dihitung banyaknya masingmasing larutan stok yang dibutuhkan untuk membuat media dengan volume total 1,2 L menggunakan rumus pengenceran yaitu M 1×v1= M2×v2. Aturan pemakaian larutan stok makronutrient pada label adalah 40
⁄ , sehingga untuk membuat medium NP
1,2 L dibutuhkan 48 ml larutan stok makronutrient. Aturan pemakaian larutan stok besi pada label adalah 5
⁄ , sehingga banyaknya larutan stok besi yang digunakan
untuk membuat 1,2 L media NP adalah 6 ml. Untuk aturan pemakaian larutan stok mikronutrient pada label 2
⁄ , sehingga untuk membuat media NP 1,2 L
dibutuhkan larutan stok mikronutrient sebanyak 2,4 ml. Pada label larutan stok vitamin aturan pemakaiannya adalah 4
⁄ , sehingga banyaknya larutan stok yang
dibutuhkan untuk membuat media NP 1,2 L sebanyak 4,8 ml. Sedangkan aturan pemakaian larutan stok myoinositol adalah 40
⁄ sama dengan aturan pemakaian
larutan stok makronutrien. Maka banyaknya larutan stok myoinositol yang dibutuhkan adalah 48 ml. Untuk sukrosa (gula) aturan pemakaiannya adalah 20
⁄ , sehingga
untuk membuat media dengan volume 1,2 L dibutuhkan gula sebanyak 2,4 g (lampiran 3).
Setelah takaran untuk masing-masing larutan stok, dan gula dihitung, langkah selanjutnya adalah diambil aquadest sebanyak 400 ml dan dituangkan ke dalam erlemeyer 1000 ml. Satu persatu larutan stok dimasukkan dengan berurutan sesuai aturan yang ada, yaitu makronutrient, besi, mikronutrient, vitamin, myoinositol, gula, dan agar-agar. Larutan stok maktonutrient dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml yang telah berisi 400 ml aquadest sebanyak 48 ml, kemudian dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dan ditunggu hingga homogen. Setelah homogen larutan stok berikunya dimasukkan, yaitu larutan stok besi sebanyak 6 ml, larutan
mikronutrient sebanyak 2,4 ml, larutan vitamin sebanyak 4,8 ml, larutan myoinositol sebanyak 48 ml, dan gula sebanyak 24 gram. Masing-masing larutan stok dimasukkan setelah larutan stok sebelumnya homogen (lampiran 1). Setelah semua larutan stok dimasukkan ke dalam 400 ml aquadest dan sudah homogen, larutan tersebut diukur volumenya menggunakan gelas ukur. Dari pengukuran didapatkan volume sebanyak 525 ml. Kemudian, campuran dari larutan tersebut dibagi ke dalam erlenmeyer , untuk pembuatan media NP tanpa hormon volume 600 ml dalam botol jam, diambil larutan stok media sebanyak 262,5 ml. Untuk pembuatan media NP tanpa hormon volume 200 ml dalam erlenmeyer , diambil larutan stok media sebanyak 87,5 ml. Pembuatan media NP dengan penambahan 2,4 D volume 200 ml dalam erlenmeyer , diambil larutan stok media sebanyak 87,5 ml. Kemudian untuk media NP dengan penambahan BA volume 200 ml dalam erlenmeyer , diambil larutan stok media sebanyak 87,5 ml (lampiran 2). Semua larutan media yang sudah dibagi ke erlenmeyer masing-masing sebanyak 600 ml untuk pembuatan media NP tanpa hormon, 200 ml untuk disimpan, 200 ml untuk media NP dengan penambahan hormon 2,4 D dan 200 ml untuk media NP dengan penambahan hormon BA disiapkan. Kemudian media NP tanpa hormon (600 ml), diukur pH-nya. Jika pH asam, maka NaOH ditambahkan hingga pH kirakira menjadi 5,0-6,0. Lalu ditambah agar sebanyak 4,2 gram dan aquadest steril hingga volume menjadi 600 ml. Pada media yang disimpan (200 ml), diukur pula pHnya. Jika pH asam, maka NaOH ditambahkan hingga pH kira-kira menjadi 5,0-6,0. Kemudian ditambah agar sebanyak 1,4 gram dan aquadest steril hingga volume menjadi 200 ml (lampiran 2). Pada media NP dengan penambahan hormon 2,4 D (200 ml) ditambahkan hormon 2,4 D sebanyak 4 ml. Lalu diukur pH-nya, jika pH terlalu asam maka NaOH ditambahkan hingga pH menjadi 5,0-6,0. Setelah itu ditambah agar sebanyak 1,4 gram dan aquadest hingga volume menjadi 200 ml. Untuk media NP dengan penambahan hormon BA (200 ml), hormon BA ditambahkan sebanyak 0,4 ml atau 400 mikroliter. Kemudian diukur pH-nya, jika pH terlalu asam maka NaOH ditambahkan hingga pH menjadi 5,0-6,0. Setelah pH 5,0-6,0 larutan media ditambah agar sebanyak 1,4 gram. dan aquadest hingga volume menjadi 200 ml (lampiran 2).
Langkah berikutnya adalah semua media dipanaskan, pemanasan media bisa menggunakan hot plate dan magnetic stirrer hingga mendidih atau dididihkan menggunakan panci dan kompor. Setelah mendidih, pada media NP tanpa hormon (600 ml) dituang ke dalam 8 botol jam, dan ditutup dengan tutup plastik. Kemudian penutup tersebut diikat menggunakan karet gelang. Untuk media NP tanpa hormon (200 ml), media NP dengan penambahan 2,4 D dan media NP dengan penambahan BA ditutup dengan tutup plastik, kemudian diberi label keterangan nama media. Langkah terakhir, semua media disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 1210C tekanan 1 atm selama ±20 menit (lampiran 2).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tabel 1. Takaran Larutan Stok yang digunakan untuk Membuat Media New
Phaeleonopsis ( NP ) 1,2 L No. 1 2 3 4 5 6 7
Larutan Stok Makronutrien Besi Mikronutrien Vitamin Myoinositol Gula Agar
Ukuran/1000 ml (1 L) 40 ml 5 ml 2 ml 4 ml 40 ml 20 gr 7 gr
Ukuran/1200 ml (1,2 L) 48 ml 6 ml 2,4 ml 4,8 ml 48 ml 24 gr 8,4 gr
Tabel 2. Media yang dibuat beserta jumlahnya
No. 1. 2. 3. 4.
Media NP tanpa hormon (600 ml) NP tanpa hormon (200 ml) NP + 2,4 D-2 ppm (200 ml) NP + BA-2 ppm (200 ml)
Jumlah 8 botol jam 1 erlenmeyer 1 erlenmeyer 1 Erlenmeyer
B. Pembahasan
Kultur jaringan merupakan suatu usaha untuk pengembangan tanaman secara vegetatif yang dapat mengembangkan tanaman dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Pengertian kultur jaringan sendiri adalah usaha untuk mengisolasi, menumbuhkan dan meregenerasi protoplas, sel, jaringan dan organ tanaman dalam keadaan aseptik di dalam media yang kaya nutrisi. Teknik kultur jaringan akan berhasil bilamana memenuhi persyaratan dalam kultur jaringan yaitu media yang cocok, kondisi lngkungan yang sesuai dan dalam kondisi aseptik atau steril (Basri, 2004). Dari persyaratan tersebut maka diperlukan sterilisasi dalam melakukan kegiatan kultur jaringan. Menurut Moeso Suryowinoto (2000), berhasil tidaknya kultur jaringan sangat bergantung pada keadaan aseptik atau sterilnya komponen-komponen kultur jaringan yang meliputi eksplan (bagian tanaman yang akan dikultur), peralatan yang digunakan, pekerja yang melakukan kultur maupun ruangan yang digunakan untuk kultur
jaringan. Sterilisasi adalah suatu proses atau usaha untuk membebaskan atau mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu alat atau bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum (Tjahtjo, 2004). Praktikum sterilisasi alat dilaksanakan pada hari Rabu, 21 Februari 2018 dengan tujuan untuk mengetahui cara sterilisasi alat yang akan digunakan untuk praktikum kultur jaringan. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah autoclave, botol jam beserta tutupmya, botol infuse, petridish kecil, pinset, sendok pengaduk, kertas payung, plastik, selotip, dan karet gelang. Adapun jumlah dari botol jam beserta tutup yang disterilisasi untuk setiap kelompok adalah 6 botol, botol infuse Botol, dan petridish Petri. Sebelum melakukan sterilisasi, praktikan mengecek keadaan botol jam beserta tutup, botol infuse, petridish kecil, pinset dan sendok pengaduk dari kotoran. Jika ada alat yang kotor maka praktikkan harus membersihkannya terlebih dahulu dengan cara mengelap menggunakan tisu atau mencucinya kemudian dibiarkan hingga kering. Apabila ada kotoran yang masih menempel pada alat yang akan disterilisasi ditakutkan kotoran tersebut menjadi kontaminan. Setelah semua botol jam bersih, botol jam ditutup menggunakan tutupnya. Sedangkan untuk botol infuse mulut botol ditutup plastik kemudian diikat menggunakan karet gelang. Petridish ditata enam petri - enam petri kemudian dibungkus menggunakan kertas payung dan direkatkan menggunakan selotip. Untuk pinset dan sendok dibungkus juga menggunakan kertas payung dan bagian yang terbuka direkatkan menggunakan selotip. Fungsi dari pembungkusan alat menggunakan plastik maupun kertas payung adalah agar tidak terjadi kontak langsung dengan uap air autocalve. Petridish akan mudah rusak (pecah) jika mengalami kontak langsung dengan uap air yang panas. Sedangkan alat-alat seperti pisau scalpel dan pinset akan mudah berkarat jika berkontak langsung dengan uap air. Semua alat yang akan disterilisasi tersebut kemudian dimasukan ke dalam keranjang autoclave dan ditata agar keranjang muat banyak. Sebelum memasukan keranjang ke autoclave, praktikan melihat terlebih dahulu aquadest dalam autoclave. Apabila banyaknya aquadest di dalam autoclave belum memenuhi atau kurang dari volume aturan maka praktikkan harus menambahkan aquadest sebanyak volume yang dibutuhkan. Setelah volume aquadest dilihat dan sudah memenuhi volume aturan, keranjang dimasukkan dalam tabung autoclave dan di autoclave selama 30 menit pada suhu 1210C tekanan 1 atm.
Cara sterilisasi yang dilakukan oleh praktikan telah sesuai dengan teori yang ada. Menurut Sari dan Abdul (2012), sterilisasi peralatan yang terbuat dari gelas seperti botol jam, botol infuse, dan petridish disterilkan dengan menggunakan autoclave. Sebelum digunakan peralatan dicuci dan disikat dengan detergen kemudian dibilas air tawar, tunggu kering, setelah itu ditutup rapat dengan kertas payung dan plastik Setelah itu diatur rapi dalam autoclave, autoclave ditutup rapat dan dioperasikan pada suhu 121˚C dengan tekanan 1 atm, selama 30 menit. Sterilisasi menggunakan autoclave termasuk dalam proses sterilisasi secara fisik Setelah autoclave berbunyi yang menandakan autoclave telah berjalan selama 30 menit, uap pada autoclave dikeluarkan secara perlahan supaya uap panas tidak mengenai praktikan. Kemudian setelah semua uap keluar, alat-alat yang disterilisasi dikeluarkan dari autoclave dan diletakkan dalam rak. Menurut Ni Putu, Ristiati (2000), Jika pada autoclave alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-klep pengaman dibuka dan keluarkan isi autoklaf dengan hati-hati. Jika dibuka saat tekanan masih tinggi, dikhawatirkan akan terjadi sentakan mendadak di dalam autoclave yang mengakibatkan botol-botol media pecah. Prinsip dasar kultur jaringan adalah totipotensi sel, yang mengungkapkan bahwa suatu sel atau jaringan tumbuhan dapat tumbuh menjadi individu yang sempurna apabila berada dalam media dan lingkungan yang sesuai. Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), medium adalah tempat tumbuh eksplan. Pemilihan medium menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan kerja pada kultur in vitro karena tujuan dan kebutuhan nutrisi setiap tanaman berbeda. Agar bagian organ tanaman yang dikulturkan dapat tumbuh dengan baik, maka terdapat beberapa syarat tumbuh yang perlu diperhatikan, yaitu media tumbuh steril nutrisi tercukupi, kondisi iklim klimatik harus sesuai dan eksplan berupa sel, jaringan atau irisan organ tanama yang digunakan harus memiliki viabilitas yang tinggi. Media tumbuh buatan diperlukan eksplan untuk mendukung terjadinya morfogenesis dan pertumbuhan. Dalam teknik kultur jaringan hal lain yang perlu diperhatikan adalah komposisi media kultur dan zat pengatur tumbuh yang tepat serta sumber eksplan yang digunakan untuk menghasilkan plantlet sangat erat hubungannya selain faktor lainnya yaitu cahaya, suhu dan kelembaban pada lingkungan sekeliling media (Rainiyati, 2009). George &
Sherington, 1984 ; Saad & Elshahed, 2012 dalam Rindang Dwiyani (2015) menyebutkan bahwa secara umum media buatan tumbuh eksplan mengandung komponen hara makro, hara mikro, gula, vitamin, myoinositol, zat pengatur tumbuh, pemadat media, asam amin dan senyawa organik alami. Oleh karena itu dilakukan praktikum pembuatan media yang bertujuan untuk mengetahui cara membuat media kultur jaringan tumbuhan. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 07 Maret 2018 dan Kamis, 08 Maret 2018 di laboratorium kultur jaringan tumuhan FMIPA UNY. Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah erlenmeyer 1000 ml, gelas ukur, hot plate, sendok pengaduk, neraca analitik, magnetic stirrer, mikropipet, tip pipet, botol jam, erlenmeyer , plastik, karet gelang, autoclave, larutan stok makronutrien, besi, mikronutrien, vitamin, myoinositol, gula, agar-agar, aquadest, dan NaOH 1 N. Media yang dibuat merupakan media padat yaitu media NP. Media NP atau New Phaleopnosis merupakan media dasar yang digunakan dalam kultur jaringan tumbuhan anggrek. Pembuatan media NP ini dibuat 3 variasi yaitu media pertama adalah media NP tanpa diberi hormon sebanyak 800 ml, media NP yang ditambahkan hormone 2,4 D-2 ppm sebanyak 200 ml, dan NP ditambahkan hormone BA-2 ppm sebanyak 200 ml. Pembuatan media ini dilakukan dalam dua hari, pada hari pertama langkah yang dilakukan adalah mulai dari perhitungan larutan stok yang digunakan, pencampuran masing-masing bahan, hingga penambahan gula. Pada hari kedua, dilakukan penambahan hormone, pengecekan pH, penambahan agar-agar, penambahan aquadest hingga volume yang ditentukan, dan pembagian media pada erlenmeyer. Pembuatan media ini dilakukan dengan membuat larutan stok media untuk volume 1,2 L. Langkah awal yang dilakukan adalah menghitung takaran setiap larutan stok makronutien, besi, mikronutrien, vitamin, myoinositol, gula, dan agar-agar yang akan digunakan dalam pembuatan media volume 1,2 L. Perhitungan larutan stok yang digunakan mengacu pada aturan pemakaian setiap larutan stok yang tertera di label pada Erlenmeyer . Setelah masing-masing larutan stok dihitung takarannya, praktikkan menyiapkan 400 ml aquadest dalam Erlenmeyer 1000 ml. Kemudian masing-masing larutan stok dicampurkan dalam 400 ml aquadest satu per satu secara beruturan sesuai dengan aturan. Urutan pertama adalah larutan stok makronutrien, kemudian besi, lalu mikronutrien, vitamin, myoinositol, gula, dan agar-agar. Setiap memasukkan bahan ke
dalam 400 ml aquadest, ditunggu terlebih dahulu hingga bahan yang sebelumnya homogen. Penambahan setiap bahan ini dilakukan dengan bantuan magnetic stirrer . Dimasukkannya bahan satu persatu bertujuan agar bahan tersebut dapat tercampur homogen dan setiap bahan tersebut bisa dipastikan ada dalam media dengan kata lain bahan lupa ditambahkan atau tertinggal saat pembuatan media yang menyebabkan nutrisi media berkurang atau tidak terpenuhi. Unsur hara makro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut: 1. Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4 NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif. 2.
Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH 2PO4 Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat.
3. Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl 2.2H2O Berfungsi
untuk
pemanjangan
sel
tanaman,
memperkuat
tubuh
tanaman,
memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel. 4. Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl 2.2H2O Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan. 5. Sulfur (S) Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar. 6. Magnesium (Mg), diberikan dalam bentuk MgSO 4.7H2O. Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein. 7. Besi (Fe), diberikan dalam bentuk Fe2(SO 4)3;FeSO4.7H2O
Berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent ) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman. Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah : 1. Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI. 2. Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO 4.4H2O. 3. Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO 4.5H2O. 4. Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl 2.6H2O. 5. Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO 4.2H2O. 6. Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO 4.4H2O. 7. Boron (B), diberikan dalam bentuk H 3BO3. Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan. Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004). Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004). Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan
(1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media. Setelah semua bahan dimasukkan dalam 400 ml aquadest dan tercampur secara homogen, praktikkan mengukur volume dari larutan yang dibuat. Hal ini dilakukan untuk menghitung pembagian volume larutan yang akan dibuat 3 variasi media. Volume yang diperoleh dari pembuatan larutan adalah 525 ml. Dari 525 ml ini dihitung banyaknya larutan untuk membuat masing-masing variasi media. Setelah dihitung, untuk pembuatan media NP tanpa diberi hormon dengan volume 600 ml dibutuhkan larutan media sebanyak 262,5 ml, media NP tanpa diberi hormone dengan volume 200 ml dibutuhkan larutan media sebanyak 87,5 ml, media NP yang ditambah hormon 2,D-2 ppm volume 200 ml dibutuhkan larutan media 87,5 ml, dan untuk media NP yang ditambah hormon BA-2 ppm volume 200 ml dibutuhkan larutan media seban yak 87,5 ml. Masing-masing volume larutan media yang telah dihitung diambil dan dituangkan ke erlenmeyer . Media NP tanpa diberi hormon kemudian dilakukan tes pH menggunakan pH stik. Apabila pH asam maka perlu dilakukan penambahan NaOH 1 N sampai pH larutan media pada rentang 5,0-6,0. Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5 – 5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadangkadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992). Setelah larutan media NP tanpa diberi hormon dilakukan tes pH dan pH larutan sudah dalam rentang 5,0-6,0 maka larutan media dapat ditambahkan agar-agar sesuai takaran yang telah dihitung. Kemudian media ditambahkan aquadest hingga volume sesuai dengan volume yang telah ditentukan.
Untuk media yang diberi tambahan hormon, sebelum dilakukan tes pH larutan media ditambahkan hormon terlebih dahulu. Media NP 2,4 D-2 pp, (200 ml) ditambahakan hormon 2,D sebanyak 4 ml. Hormon 2,D ini merupakan hormone auksin yang memiliki rumus molekul C 8H6Cl2O3 (Hogan, 2011). 2,4-D merupakan golongan auksin sintesis yang mempunyai sifat stabil, karena tidak mudah terurai oleh enzim-enzim yang dikeluarkan saat pemanasan pada proses steril isasi. Sebagai salah satu senyawa yang masuk ke dalam grup hormon auksin, maka 2,4-D dapat bekerja maksimum untuk pembelahan dan pembesaran sel serta pembentukan akar (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Setelah ditambahkan hormone 2,D larutan ini dites pH nya, sama seperti pada media tanpa diberi hormon. Apabila pH larutan media sudah dalam rentang 5,0-6,0 maka media dapat ditambahkan agar-agar dengan takaran sesuai perhitungan dan aquadest hingga volume 200 ml. Media NP BA-2 ppm (200ml) dites pH setelah ditambahkannya hormon BA sebanyak 0,4 ml atau 400 mikrolite. BA merupakan salah satu hormone sitokinin, Zat pengatur tumbuh BA (benzyl adenin) paling banyak digunakan untuk memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas yang kuat dibandingkan dengan kinetin (Zaer danMapes, l982). Hormon Benzyl Adenine (BA) mempunyai fungsi untuk merangsang pembelahan sel (Schmulling, 2004). BA mempunyai struktur dasar yang sama dengan kinetin tetapi lebih efektif karena BA mempunyai gugus benzil (George dan Sherington, l984). Setelah ditambahkan hormone BA larutan ini dites pH nya, sama seperti pada media sebelum-sebelumnya apabila pH larutan media sudah dalam rentang 5,0-6,0 maka media dapat ditambahkan agar-agar dengan takaran sesuai perhitungan dan aquadest hingga volume 200 ml. Menurut Suryowinoto (1990), dalam budidaya tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan, pemberian zat pengatur tumbuh dalam media juga perlu diperhatikan karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit yang baru. Dalam kultur jaringan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin sangat berpengaruh. Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ.Hendaryono et al.(1994) mengungkapkan auksin dalam budidaya jaringan berperan dalam perkembangan dan pembesaran sel, sehingga tekanan dinding sel terhadap protoplasma berkurang. Hal ini mengakibatkan protoplast dapat mengabsorbsi air di sekitar sel, sehingga sel menjadipanjang terutama sel-sel di bagian
maristem. Di sisi lain, auksin dapat juga mendorong terbentuknya sejumlah selyang cukup banyak tetapi tidak membelah, kumpulandari sel ini yang disebut kalus. Sitokinin merupakan turunan dari adenin, golongan ini berperan penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin digunakan untuk merangsang pembelahan sel, terutama bila ditambahkan bersama-sama dengan auksin. Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agaragar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah :Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100°C sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil. Setelah semua variasi media dibuat, langkah terakhir adalah memanaskan media pada hot plate dan menghomogenkannya menggunakan magnetic stirrer hingga media mendidih. Jika media telah mendidih, media tanpa diberi hormon (600 ml) dituangkan ke dalam 8 botol jam kemudian ditutup menggunakan plastik dan diikat menggunakan karet gelang. Semua media (NP tanpa hormone (200 ml), media NP 2,4 D-2 ppm (200 ml), dan media NP BA-2 ppm (200 ml)) ditutup dengan tutup plastik kemudian diikat mengguakan karet gelang. Langkah terakhir adalah sterilisasi media yaitu, semua media ditata pada keranjang autoclave kemudian keranjang dimasukkan ke dalam autoclave dan di autoclave dengan suhu 121 0C tekanan 1 atm selama ±20 menit.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakann dapat disimpulkan bahwa sterilisasi alat, bahan seperti aquadest dan media sangatlah penting dilakukan. Semua alat, bahan, dan media yang digunakan untuk kultur jaringan harus disterilisasi terlebih dahulu karena salah satu syarat dalam melakukan kultur jaringan tumbuhan adalah dalam kondisi yang aseptik supaya tidak terdapat kontaminan dalam alat – alat tersebut. Setelah itu semua alat yang akan disterilisasi di tata pada keranjang autoclave yang kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 1210C tekanan 1 atm selama 30 menit. Berdasarkan kegiatan pembuatan media diketahui bahwa dilakukan pembuatan media NP dengan melakukan penambahan makronutrient, mikronutrient, besi, myoinositol, vitamin dan gula. Bahan-bahan berfungsi untuk menstimulir pembelahan sel epidermis dan mengarah pada pembentukan protocorm jaringan supaya bergenerasi lebih lanjut dan lebih cepat.
B. Saran Didalam laboratorium kultur jaringan sebaiknya disediakan meja kerja yang digunakan oleh praktikan untuk menulis log book, log book tersebut berisi cara membuat media tertentu dan hasilnya bagaimana, jika hasilnya baik dapat diikuti oleh praktikan disaat selanjutnya namun jika hasilnya kurang baik dilampirkan evaluasi dan saran untuk praktikan yang nantinya akan melakukan praktikum tersebut. Log book ini sebagai arsip laboratorium. Untuk teknik sterilisasi yang baik dan benar diharapkan dapat dipraktekan oleh praktikan untuk menunjang proses melakukan pengkullturan jaringan tumbuhan agar tidak terjadi kontaminasi pada kultur
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Z., 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Palu: Universitas Tadulako Press. Dwiyani, R. 2015. Kultur Jaringan Tanaman. Denpasar: Pelawa Sari. Gamborg, O. L., G. C. Phillips. 1995. Media Preparation and Handling , p 21-33.In Gamborg and Phillips (Eds.). Springer-Verlag. Berlin George, E. F. dan T. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directionary of Commercial Laboratories. England. pp. 285 — 302. George, E.F and P.D Sherington, 1983. Handbook of Plant Propagation by Tissue Culture. Easterm Press Ltd. England. Gunawan, L. W. 1987 Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. Hadioetomo, R. S., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek . Gramedia. Jakarta. Hartmann, H. T and D. E Kester., 1997. Plant Propagation. Prantice. New Jersey: Hall, Engelwood Cliffs. Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies Jr., and R.L. Geneve. 1997. Plant Propagation: Principle And Practices. Sixth Ed. Hendaryono, D. P. S dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta: Kanisius. Irianto, Koes. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid I . Bandung: CV. Y. Rama Widya. 2007. Lestari, Endang. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen 7 (1). Ni Putu, Ristiati. 2000. Pengantar Mikrobiologi Umum. Jakarta : Ditjen Dikti. Pierik, R.L.M. l987.In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publisher. London. 344p. Rainiyati, Dede Martino, Gusniwati dan Jasminarni. 2009. THE DEVELOPMENT OF BANANA (Musa sp.) CV. RAJA NANGKA VIA TISSUE CULTURE USING SUCKER AND FLORAL MERISTEM EXPLANTS . Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari – Juni 2009 ISSN 1410-1939. Rainiyati, Lizawati, dan M. Kristiana. 2009. Peranan IAA dan BAP terhadap perkembangan nodul pisang ( Musa AAB) raja nangka secara in vitro. Jurnal Argronomi 13(1):5157. Saad,
A. I. M., dan A. M. Elshahed. 2012. Plant http://www.intwechopen.com/ . 14 Maret 2018.
Tissue
Culture
Media.
Smith, R.H. 2000. Plant Tissue Culture: Techniques and Experiments : Second Edition. Academic Press. New York. Suriawiria U. 2005. Mikrobiologi Dasar . Jakarta : Papas Sinar Sinanti
Suriawiria, Unus. 1986. Mikrobiologi Masa Depan Penuh Kecerahan Di Dalam Pembangunan. Kumpulan Beberapa Tulisan dari Unus Suriawiria. Jurusan Biologi. Bandung: ITB. Vasil, I.K., 1988. Progress in The Regeneration and Genetic Multiplication of Cereal Crops. Bio/Technol, 6:397-402 Wattimena, G. A., L. W. Gunawan, N. A. Mattjik, E. Syamsudin, N. M. A. Wiendi, dan A. Ernawati, 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor PAU: Bioteknologi IPB. Yusnita. 2003. Kultur Jaringan. Cara Perbanyakan Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta. 105 hlm.
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
Aquadest diambil sebanyak 400 ml dan dituangkan ke dalam erlemeyer 1000 ml
Larutan stok dimasukkan satu persatu, yang pertama maktonutrien dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1000 ml yang telah berisi 400 ml aquadest
Larutan yang kelima adalah Myoinositol, dan kemudian ula
Dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer
Larutan yang keempat Vitamin
Larutan kedua adalah larutan Besi
Larutan yang ketiga adalah Mikronutriet
LAMPIRAN 2
Setelah mendidih, media NP dituang ke dalam botol jam dan botol infuse sesuai volume yang telah ditentukan
Media ditutup dengan tutup plastik dan ditata pada keranjang autoclave untuk disterilisasi
Proses memanaskan media selain dengan hotplate juga dengan kompor. Pemanasan dilakukan sampai berwarna bening
LAMPIRAN 3 Perhitungan : Menggunakan rumus pengenceran : M1×v1 = M2×v2 1. Larutan Stok Makronutien dan Myoinositol Aturan pemakaian = 40 ⁄1000 M1×v1 = M2×v2 M1×1000 ml = 40 ml ×1200 ml
× ml
M1
=
M1
= 48 ml
2. Larutan Stok Besi (Fe) Aturan pemakaian = 5 ⁄1000 M1×v1 = M2×v2 M1×1000 ml = 5 ml ×1200 ml
× ml
M1
=
M1
= 6 ml
3. Larutan Stok Mikronutrient (Fe) Aturan pemakaian = 2 ⁄1000 M1×v1 = M2×v2 M1×1000 ml = 2 ml ×1200 ml
× ml
M1
=
M1
= 2,4 ml
4. Larutan Stok Vitamin Aturan pemakaian = 4 ⁄1000 M1×v1 = M2×v2 M1×1000 ml = 4 ml ×1200 ml
5. Gula
× ml
M1
=
M1
= 6 ml
20 ⁄ 1000
Aturan pemakaian = M1×v1 = M2×v2
M1×1000 ml = 20 gr ×1200 ml
× ml
M1
=
M1
= 24 gr
6. Agar
7 ⁄ 1000
Aturan pemakaian = M1×v1 = M2×v2
Untuk volume 600 ml M1×1000 ml = 7 gr ×600 ml
×6 ml
M1
=
M1
= 4,2 gr
Untuk volume 200 ml M1×1000 ml = 7 gr ×200 ml
× ml
M1
=
M1
= 1,4 gr