Nama
: M. Gusrianto Eko Pratama
NIM
: 03031281520093 03031281520093
Shift
: Rabu, 13.00-15.00 WIB
Kelompok
:2
PEMBUATAN SABUN DARI TALLOW 1.
Pengertian Sabun
Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Dewan Standarisasi Nasional (DSN) menyatakan bahwa sabun adalah bahan-bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan mengemulsi, terdiri dari asam lemak dengan rantai karbon C 12-C18 dan sodium atau natrium. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara kesel uruhan tidaklah benar benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi di dalam air karena membentuk micelles, micelles, yakni molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung- ujung ionnya yang menghadap mengarah ke air. Sabun diproduksi dan diklasifikasikan menjadi beberapa grade beberapa grade mutu. mutu. Sabun dengan grade dengan grade mutu mutu A diproduksi oleh bahan baku minyak atau lemak yang terbaik dan mengandung sedikit atau tidak mengandung alkali bebas. Sabun dengan grade B diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak dengan kualitas yang lebih rendah dan mengandung sedikit alkali, namun kandungan alkali tersebut tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sedangkan sabun dengan kualitas C mengandung alkali bebas yang relatif tinggi berasal atau minyak yang berwarna gelap. (Kamikaze, 2002). Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan Alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monofalen dari asam karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion ammonium. ammonium. Pembuatan sabun melibatkan teknologi kimia yang dapat mengontrol sifat fisika alami yang terdapat pada sabun. Saponifikasi pada minyak dilihat dari beberapa perubahan fasa untuk menghilangkan impurities impurities (zat pengganggu) dan uap air serta dilihat dengan recovery recovery gliserin sebagai produk samping dari reaksi saponifikasi. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya air, gliserin, garam dan impurities yang impurities yang lainnya.
Perubahan lemak hewan (misalnya lemak kambing, tallow) menjadi sabun menurut cara kuno adalah dengan cara memanaskan dengan abu kayu bersifat basa, hal ini telah dilakukan sejak 2300 tahun yang lalu oleh bangsa Romawi kuno. Pembuatan sabun melalui reaksi hidrolisa lemak tidak langsung menghasilkan sabun. Minyak atau lemak diubah terlebih dahulu menjadi asam lemak melalui proses splitting (hidrolisis) dengan menggunakan air, selanjutnya asam lemak yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis tersebut akan dinetralkan dengan alkali. 2.
Bahan-Bahan Pendukung
2.1.
NaOH Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang menerima proton
dari Na+. Natrium hidroksida mengandung unsur dari golongan alkali, yakni Natrium (Na+). Ciri – ciri yang dimiliki golongan alkali seperti reduktor kuat dan mampu mereduksi asam, mudah larut dalam air, merupakan penghantar arus listrik yang baik dan panas, urutan kereaktifannya meningkat seiring dengan bertambahnya berat atom. Pada umumnya NaOH digunakan sebagai pelarut, penggunaan NaOH sebagai pelarut disebabkan kegunaan dan efektifitasnya seperti untuk menetralka asam. NaOH terbentuk dari elektrolisis larutan NaCl dan merupakan basa kuat. Larutan asam merupakan pereaktif NaOH dalam bereaksi, excess yang melebihi keperluan netralisasi akan bereaksi dengan material fospatida. Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang menerima proton dari Na +. Basa ini mengandung unsur dari golongan alkali, yakni Natrium (Na +). Ciri lain dari golongan alkali adalah reduktor kuat dan mampu mereduksi asam, mudah larut dalam air, merupakan penghantar arus listrik yang baik dan panas, urutan kereaktifannya meningkat seiring dengan bertambahnya berta atom (Linggih 1988). 2.2.
Tallow Tallow merupakan lemak yang berasal dari sapi atau kambing yang
merupakan hasil pengolahan (rendering ) dari suet. Tallow dapat digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari bahan untuk memasak, makanan hewan, bahan pembuat sabun, bahan pembuat lilin, hingga penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan biodisel dan oleochemicals lainnya. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda.
Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. 2.3.
Palm Oil (Minyak Kelapa Sawit) Salah satu sumber penghasil lemak nabati adalah kelapa sawit. Kelapa sawit
dikenal luas masyarakat karena produksi atau pengolahan minyak sawit yang tinggi di negara-negara Asia Tenggara. Ada beberapa faktor yang membuat kelapa sawit menjadi komoditi yang unggul di Indonesia antara lain karena kelapa sawit menjadi sumber pendapatan bagi jutaan petani. Selain itu kelapa sawit menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya industri pengolahan berbasis CPO di Indonesia. Minyak umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah sawit. Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terl ebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu kandungan asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%. Dalam kelapa terkandung vitamin A, vitamin B, riboflavin, niacin, Vitamin C, kalsium, zat besi, fosfor, lemak, karbohidrat, protein, dan juga kalori. Kelapa dapat diolah menjadi sabun mandi yang biasa kita sebut dengan sabun gliserin atau sabun gliserol.
2.4.
Coconut Oil (Minyak Kelapa) Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 4452%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak mirista t 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2% sedikit berbeda dengan minyak kelapa sawit. 3.
Hasil Olahan Sabun dari Tallow
Masing-masing minyak memiliki fungsi yang berbeda salah satu contoh adalah minyak kelapa yang merupakan surfactant , minyak merupakan agen yang merupakan bahan terpenting dalam pembuatan sabun. Minyak kelapa sebagai agen lipofil yang nantinya bertugas mengikat kotoran, debu, dan sebagainya yang berikatan pada minyak tubuh pada kulit, selain itu minyak kelapa juga berguna untuk menghaluskan kulit serta melembabkan kulit yang kering. Minyak kelapa sawit ( palm oil ) umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik pada produk yang dihasilkan. Setelah sabun selesai dibuat, sabun didiamkan sekitar 3-4 mi nggu, proses ini disebut aging. Proses ini merupakan proses yang sangat penting dalam pembuatan sabun penting, jika sabun tidak di aging salah satu dampak yang ditimbulkan adalah ketika sabun dicobakan pada kulit setelah beberapa saat kulit menjadi gatal, perih dan merah. Reaksi iritatif tersebut selain disebabkan oleh pH yang terlalu basa juga dikarenakan alkali laurat dari minyak kelapa juga bersifat iritatif. Alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH 4OH. Perbedaan masing masing alkali tersebut diantaranya sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan basa kuat KOH.
Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH 4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5. Hasil yang diperoleh pada praktikum G2 secara keseluruhan melebihi pH 10,8 (basa tinggi) hal ini karena pada pembuatan sabun tidak diberikan penetral untuk mengurangi basa, yaitu misalnya asam asetat. Kemudian pH yang berlebih hingga mencapai 14 terj adi karena kurang baiknya komposisi pencampuran tallow dengan bahan dasar lain berupa minyak dan kadar NaOH yang bisa terlalu tinggi kadarnya.dan ada juga yang hanya menggunakan tallow saja sehingga sabun menjadi terlalu basa. Perbedaan nilai pH dari setiap ulangan tersebut dipengaruhi oleh banyaknya NaOH dan aquadest yang digunakan pada setiap perlakuan. Semakin besar penambahan NaOH sebagai basa kuat dan juga reaktan yang digunakan akan menghasilkan nilai pH yang lebih besar atau pH menjadi lebih basa. Data tersebut menunjukkan bahwa pada pengukuran pH awal, sabun yang berbahan dasar tallow tanpa penambahan minyak lainnya memiliki nilai pH yang bersifat basa. Nilai pH awal sabun yang ditambahkan bahan tambahan lain yakni beberapa macam minyak memiliki nilai pH yang lebih rendah, namun penambahan corn oil menyebabkan pH sabun bernilai 14 dari dua ulangan oleh kelompok yang berbeda. Tallow sapi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sabun dengan bahan dasar lainnya yakni berbagai jenis min yak dengan fungsi, keunggulan, dan kekurangan masing-masing. Prinsip dalam pembuatan sabun ini adalah reaksi asam dan basa dengan pereaksi basa NaOH. Sabun diberi bahan tambahan. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga dapat menari k minat konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain builders, fillers inert , antioksidan, pewarna,dan parfum. Setelah jadi sabun dilakukan aging agar reaksi antara lemak dengan NaOH selesai sehingga sabun menjadi aman digunakan pada kulit. Kualitas sabun ditentukan oleh komposisi minyak yang dicampurkan dalam pembuatan sabun tersebut. Jika komposisi pencampuran dikontrol secara akurat maka kualitas sabun yang dihasilkan akan baik dan juga sebaliknya. Warna dasar sabun dapat dikontrol di dalam reflektometer, pengamatan langsung maupun dengan membandingkan sampel yang memiliki warna-warna yang standar.
DAFTAR PUSTAKA
Broughtona, M. J, dkk. 1998. Anaerobic Batch Digestion of Sheep Tallow. Water Research. Vol. 32(5): 1423-1428. Kamikaze, D. 2002. Studi awal pembuatan sabun menggunakan campuran lemak abdomen sapi (tallow) dan curd susu afkir . Bogor: Fakultas Peternakan IPB. Linggih, S. R.. 1988. Ringkasan Kimia. Bandung: Ganeca Exact Bandung ITB. Paul, S.. 2007. Fatty Acids and Soap Making . (Online). http://www.soapmakingresource.com/fatty-acids-soap-making.html. (Diakses pada tanggal 10 Februari 2018). Winarno, F.G.. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.