LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PEMBUATAN SABUN DARI SHORTENING
Disusun oleh :
Asyraq Fahruzzaman
1113102000034
Selvy Nurkhayati
1113102000035
Badriyatun Ni‟mah Ni‟mah
1113102000075
Tiara Puspitasari
1113102000013
Sri Komalasari
1113102000057
Haka As‟ada As‟ada
1113102000074
Kelompok 2 C
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA NOVEMBER 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sabun merupakan suatu kebutuhan pokok manusia yang selalu digunakan seharihari. Fungsi utama dari sabun adalah membersihkan. Di lingkungan sekitar, banyak macam wujud sabun yang dapat ditemui, baik yang dalam bentuk cair, lunak, krim, maupun yang padat. Kegunaannya pun beragam, ada yang sebagai sabun mandi, sabun cuci
sabun
tangan,
sabun
cuci
peralatan
rumah
tangga
dan
lain
sebagainya (Herbamart,2011). (Herbamart,2011). Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri te rdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C12 sampai C18) yang berikatan membentuk memben tuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH/KOH). Range atom C diatas mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan kemurnian lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat (Fessenden, 1982). Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritik misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan kulit, menyejukan dan meminyaki sel-sel kulit juga. Oleh karena itu dilakukan percobaan pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang berkualitas (Levenspiel, 1972).
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sabun merupakan suatu kebutuhan pokok manusia yang selalu digunakan seharihari. Fungsi utama dari sabun adalah membersihkan. Di lingkungan sekitar, banyak macam wujud sabun yang dapat ditemui, baik yang dalam bentuk cair, lunak, krim, maupun yang padat. Kegunaannya pun beragam, ada yang sebagai sabun mandi, sabun cuci
sabun
tangan,
sabun
cuci
peralatan
rumah
tangga
dan
lain
sebagainya (Herbamart,2011). (Herbamart,2011). Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri te rdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C12 sampai C18) yang berikatan membentuk memben tuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH/KOH). Range atom C diatas mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kelarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan kemurnian lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alkohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat (Fessenden, 1982). Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritik misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa melembabkan dan melembutkan kulit, menyejukan dan meminyaki sel-sel kulit juga. Oleh karena itu dilakukan percobaan pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifat-sifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang berkualitas (Levenspiel, 1972).
Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka ait) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Dalam proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun, kemudian kotoran yang telah terikat dalam sabun serta membuat sabun dalam skala laboratorium. Selain itu, kita juga dapat mengetahui beberapa sifat sabun yang telah dihasilkan dari percobaan (Irdoni dan Nirwana, 2013).air pencuci karena ujung yang lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam air (Herbamart, 2011). (Herbamart, 2011). Melalui praktikum ini, kita dapat mengetahui dan mempelajari bagaimana reaksi saponifikasi/penyabunan pada proses pembuatan
B. Tujuan Praktikum
Mahasiswa diharapkan mampu mengamati reaksi hidrolisis ester yang dikatalis oleh basa.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sabun 2.1.1 Sejarah Sabun
Sejarah sabun mandi pertama diketahui sejak abad ke 12 dan mulai dikembangkan pada abad ke 17 oleh orang-orang Inggris menggunakan soda abu, pada awalnya orang mengenal bahan pembersih alami yang ada disekitar tempat tinggal seperti air, lumpur, abu, batu apung dan lain-lain dengan kemampuan yang tidak maksimal untuk membersihkan kotoran karena hanya bisa menghilangkan kotoran diluar (Herbamart, 2011). Di beberapa Negara seperti Maroko penggunaan lumpur untuk membersihkan badan sudah menjadi sebuah tradisi dikalangan bangsawan untuk merawat kesehatan dan kehalusan kulit serta menjaga kulit tetap kencang dan awet muda, salah satu produk ini masih digunakan dan beredar diklinik-klinik perawatan kecantikan dengan nama ghassoul sebagai masker dan lulur mandi serta rambut lumpur. Orang Yunani kuno menggunakan lilin untuk membersihkan tubuh dan mengolesi minyak serta mencuci pakaian mereka hanya cukup dengan air di sungai tanpa sabun (Herbamart, 2011). Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri nenek moyang kita sudah menggunakan sabun alami untuk membersihkan badan dan pakaian menggunakan produk nabati dari cairan buah klerak dan sudah tak praktekan sendiri memang bisa membersihkan kotoran untuk mandi (Herbamart, 2011). Sebagaimana dalam sejarah perkembangannya sabun mulai diproduksi secara besar besaran sekitar tahun 1622, di amerika produk sabun mulai memasyarakat sejak kedatangan pendatang dari inggris yang bisa membuat sabun dan pada masa sebelum itu sabun merupakan produk mewah yang menghasilkan pajak bagi pemerintah inggris pada masa pemerintahan raja james 1 pada abad ke 19 dan setelah pajak dihapuskan, sabun menjadi lebih banyak digunakan masyarakat kelas bawah (Herbamart, 2011).
Produksi sabun skala komersial terjadi pada tahun 1791 sejak kimiawan dari Prancis mematenkan produk soda abu sebagai bahan baku utama sabun mandi. Saat ini banyak produk sabun yang beredar di pasaran yang masih menggunakan soda abu dan beberapa produsen menggunakan bahanalternative selain soda abu untuk menghemat biaya dan ramah lingkungan serta aman bagi kulit seperti KOH, SLS, ABS, d an lain-lain (Herbamart, 2011). Produk-produk tambahan dalam sabun tersebut ada yang sudah dilarang penggunaanya di luar negeri seperti ABS yang tidak mudah terurai oleh bakteri pengurai, sebagian produsen sabun juga masih menggunakan soda abu atau soda api/kaustik soda untuk menghemat biaya akan tetapi produk ini menyebabkan kulit menjadi mengelupas dan perih jika mengenai kulit yang sensitive, untuk mengujinya Anda bisa mengusapkan ke wajah dan biarkan beberapa menit, jika merasa perih bisa jadi bahan baku sabun tersebut menggunakan kaustik soda, hal ini jarang terjadi terhadap produk sabun herbal karena sabun herbal selain menggunakan bahan pilihan juga banyak mengandung herbal yang mampu merawat kulit dan memberi kelembaban seperti minyak zaitun dan lain-lain (Herbamart, 2011). 2.1.2. Pengertian Sabun
Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan Alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau ion ammonium (Diah Pramushinta, 2011). Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatantercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan (Anonim,2013). Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat
diturunkan
dari
minyak
atau
lemak
dengan
direaksikan
dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80 – 100 °C melalui suatu proses
yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun (Ralph J. Fessenden, 1992). Sifat sifat fisik sabun yang perlu diketahui oleh design engineer dan kimiawi adalah sebagai berikut menurut (Diah Pramushinta, 2011) : 1.Viskositas Setelah minyak atau lemak disaponifikasi dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau alkali. Pada suhu di atas 75oC viskositas sabun tidak dapat meningkat secara signifikan, tapi di bawah suhu 75oC viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperature sabun dan komposisi lemak atau minyak yang dicampurkan. 2. Panas Jenis Panas jenis sabun adalah 0,56 Kal/g. 3.Densitas Densitas sabun murni berada pada range 0,96g/ml – 0,99g/ml. 2.2 Sifat – Sifat Sabun
Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam ai r bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air (Vii afida, 2012). Berikut merupakan proses penghilangan kotoran menurut (Vii afida, 2012): 1.
Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan
sehingga aii kain sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat ke permukaan kain. 2.
Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran.
Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. 3.
Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik
molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
Gambar 2.1 Pengangkatan Kotoran (Vii afida, 2012) 2.3 Bahan Dasar Pembuatan Sabun
Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara lain (Diah Pramushinta, 2011) :
2.3.1 Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Vii afida, 2012). Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya (Irdoni dan Nirwana, 2013) : 1.
Tallow ( Lemak Sapi ) Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 28%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%. 2.
Lard ( Lemak Babi ) Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3. Palm Oil ( Minyak Sawit ) Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%. 4.Coconut Oil ( Minyak Kelapa ) Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. 5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit ) Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 1119%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%. 6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin ) Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1 - 0,4%
7. Marine Oil Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. 8. Castor Oil ( Minyak Jarak ) Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973). 9. Olive Oil ( Minyak Zaitun ) Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun. 10. Campuran Minyak dan Lemak Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallowakan memperkeras struktur sabun.
2.3.2 Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol, monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida dari minyak atau lemak (Ketaren, 1986). 2.4 Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif (Rudianto, 2007). 1.
Garam ( NaCl ) NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl
pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas (Rudianto, 2007) 2.
Bahan Aditif Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan
untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain: builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum.
a. Builders (Bahan Pembentuk / Penguat) Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas (Rudianto, 2007). b. Filler (Bahan Pengisi) Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspekekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air (Rudianto, 2007). c. Bahan Antioksidan Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent (Perdana, F.K, 2009). d. Bahan Pewarna (Coloring Agent) Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange (Rudianto, 2007). e. Bahan Pewangi (fragrances) Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal. Beberapa nama
parfum
yang
digunakan
dalam
pembuatan
sabun
diantaranya bouquct
deep
water,
alpine, dan spring flower. (Rudianto,2007). 2.5
Karakteristik Bahan Baku Pembuatan Sabun
Ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar pembuatan sabun, diantaranya (Diah Pramushinta, 2011) : a.
Warna Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk
digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. b. Angka Penyabunan Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak. c.
Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung ketidakjenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu. 2.6 Surfaktan
Surfaktan adalah senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala) yang suka air dan ujung satunya (yang disebut ekor) yang tidak suka air (Rieger, 2010). Keberadaan kedua gugus dalam struktur surfaktan biasa diistilahkan “kepala” dan “ekor”. Gugus polar biasa disebut kepala dan ekornya adalah gugus non polar. Filosofinya karena gugus non polarnya berupa rantai panjang sehingga biasa diibaratkan ekor. Sedangkan gugus polarnya hanya gugus karboksilat sehingga diibaratkan kepala (Rieger, 2010).
Gambar 2.2 Bentuk Surfaktan (Rieger, 2010). Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar berdasarkan kelarutannya, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air (Rieger, 2010). 1. Surfaktan yang larut dalam minyak Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon. 2. Surfaktan yang larut dalam air Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya. Berdasarkan muatannya terdapat empat kategori surfaktan yaitu (Vii afida, 2012) : a. Surfaktan Anionik Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion negatif atau anion. Contohnya adalah Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS). b. Surfaktan Kationik Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif atau kation. Contohnya adalah garam amonium.
c. Surfaktan Non ionic Surfaktan non ionik merupakan surfaktan yang tidak membentuk ion negatif maupun positif sehingga bersifat netral. Contohnya adalah Nonyl Phenol Polyethoxyle. d. Amfoter Surfaktan amfoter merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif maupun negatif. Contohnya adalah Acyl Ethylenediamines. Berdasarkan struktur kimianya, surfaktan dapat dibagi sebagai berikut (Vii afida, 2012) : a. Sabun, contohnya adalah Na-laurat, Na-palmitat, Na-stearat, Na-oleat, dsb. b. Minyak-minyak yang disulfatkan/disulfonkan, contohnya adalah minyak jarak yang disulfatkan (TRO). c. Parafin atau olefin yang disulfurkan, contohnya adalah senyawa sulfochlorida yang disabunkan, olefin yang disulfatkan . d. Aralkil sulfonat, contohnya adalah alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonat-Na , dsb. e. Alkil sulfat, contohnya adalah Alkil sulfat primer/ dari alkil alkohol primer seperti asam malonat anhidrat + alkohol dengan Na-bisulfit , Alkil sulfat sekunder/ dari alkil alkohol sekunder. f. Kondensat asam lemak, contohnya adalah kondensat dengan gugus amino, kondensat mengandung gugus oksi , kondensat dengan gugus inti aromatik . g. Persenyawaan polietilenaoksida (poliglikoeter), contohnya adalah Alkil amin poliglikol eter, Dispersol E. Surfaktan memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah sebagai berikut (Vii afida, 2012) : 1. Sebagai larutan koloid
Pada konsentrasi tinggi partikel koloid akan saling menggumpal, gumpalan ini disebut misel atau agregat baik berbentuk sferik (daya hantar listriknya tinggi) atau lamelar (daya hantar listriknya kecil disebut juga koloid netral) dan ada dalam kesetimbangan dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan). Kesetimbangan ini akan mencapai ko nsentrasi kritik misel. 2. Adsorpsi Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada pelarut murni, zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpsi positif. Sebaliknya adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak terdapat dalam rongga larutan daripada di permukaan. Hubungan antara derajat penyerapan dan penurunan tegangan permukaan dinyatakan dalam persamaan Gibbs. 3. Kelarutan dan daya melarutkan Partikel-partikel tunggal dari surfaktan relatif tidak larut, sedangkan misel mempunyai kelarutan tinggi. Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin tinggi temperatur kritik larutan. 4. Pembasahan Perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan dinyatakan oleh Hukum Dupre. 5. Daya Busa Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktan mempunyai daya busa. 6. Daya Emulsi Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak saling melarutkan. Surfaktan akan menurunkan tegangan antarmuka, sehingga terjadi emulsi yang stabil. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi „sedang‟ pada kulit.
2.7 Perbedaan Sabun Dan Deterjen
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebutbatang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci (Diah Pramushinta, 2011).
Gambar 2.3 Deterjen (Diah Pramushinta, 2011) Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat
diturunkan
dari
minyak
atau
lemak
dengan
direaksikan
dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80 – 100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisisoleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun (Diah Pramushinta, 2011). Beda sabun dan deterjen yaitu deterjen tidak terbuat dari garam karboksilat sementara sabun terbuat dari garam karboksilat. Deterjen terbuat dari bahan-bahan yang sukar diuraikan mikroorganisme sementara sabun dapat diuraikan mikro-organisme (Diah Pramushinta, 2011).
2.8 Macam-Macam Sabun
Ada beberapa macam sabun, diantaranya (Diah Pramushinta, 2011) :
1.
Shaving Cream Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya adalah campuran
minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1. 2.
Sabun Cair Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta
menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol 3.
Sabun Kesehatan Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang
rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur. 4.
Sabun Chip Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam menggunakan sabun yaitu
sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan. 5.
Sabun Bubuk untuk mencuci Sabun
bubuk
dapat
diproduksi melalui dry-mixing. Sabun
bubuk
mengandung
bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain. 2.9 Teknologi Pembuatan Sabun
Sabun dapat dibuat melalui 2 metode yaitu; proses batch dan kontinu. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan sabun yang berkualitas(Yuda Prawira, 2008) :
1. Proses Batch Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih. lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). 2. Proses Kontinu Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. Pada umumnya, alkali yang digunakn dalam pembuatan sabun hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan (Luis Spitz, 1996) antara lain: 1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya
tidak homogen., sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama. 2. Suhu (T) Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff : Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini (Smith 1987) : Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal (cal/grmol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1972). 3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1987).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan (Perdana F.K, 2009). 2.9 Kesadahan Air
Air sadah adalah air yang mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Air sadah menyebabkan sabun sukar berbuih, karena ion-ion Ca2+/Mg2+ mengendapkan sabun.
Ca2+(aq) + 2 CH3(CH2)16COO-(aq)
Ion stearat dari sabun
Ca(CH3(CH2)16COO)2 (s)
endapan sabun
Kesadahan air dibedakan atas (Vii afida, 2012) : a) Kesadahan sementara Yaitu kesadahan yang disebabkan oleh garam-garam hidrogen karbonat yaitu Ca(HCO3)2 atau Mg(HCO3)2. Kesadahan ini dapat dihilangkan dengan cara pemanasan (mendidihkan air). Ca(HCO3)2(aq)
CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g)
Apabila CaCO3 sudah berikatan dengan ion hydrogen karbonat maka ion Ca2+ tidak ada yang berkeliaran sehingga kesadahan bisa dihilangkan. b) Kesadahan Tetap Yaitu kesadahan yang disebabkan oleh garam-garam selain garam hidrogen karbonat seperti; CaSO4, MgSO4, CaCl2, MgCl2. Kesadahan tetap ini sulit dihilangkan , bahkan tidak
hilang walaupun dididihkan, namun ada beberapa cara untuk mengurangi kesadahan air, diantaranya; (Vii afida, 2012) Proses Soda Kapur (mengendapkan Ca2+ dan Mg2+)
Air sadah direaksikan dengan soda Na2CO3 dan kapur Ca(OH)2. ·
MgSO4(aq) + Ca(OH)2(aq)
·
CaSO4(aq) + Na2CO3(aq)
·
MgCl2(aq) + Na2CO3(aq)
Mg(OH)2 + CaSO4 CaCO3(s) + Na2SO4(aq) MgCO3(s) + 2NaCl(aq)
Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan cara penyaringan. Proses Zeolit (Na Zeolit dalam bentuk endapan)
Air sadah dialirkan melalui Natrium Zeolit, sehingga ion Ca2+ dan Mg2+ akan diikat oleh zeolit menggantikan ion Na+membentuk kalsium/magnesium zeolit. Kerugian yang ditimbulkan air sadah diantaranya (Vii afida, 2012) : a. Memboroskan sabun Air sadah
menyebabkan
sabun
sukar berbuih
sebelum semua
ion
Ca2+ dan
Mg2+ mengendap, sehingga dapat mengurangi daya pembersih pada sabun. b. Menimbulkan Batu Ketel Batu ketel adalah sejenis karang yang terbentuk pada dasar ketel. Batu ketel ini mengakibatkan penghantaran panas dari ketel ke air berkurang.
2.10 Metode Pembuatan Sabun
Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 metode proses pembuatan sabun yaitu sebagai berikut (Y.H.Hui, 1996) :
1.Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCl (10-12%) untuk mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk samping gliserin. 2.Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap. 3.Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,25oC). Raksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi. Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut : · Minyak/lemak yang digunakan harus murni · Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti · Temperatur harus terkontrol dengan baik 4.Proses netral
Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang banyak.Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menambahkan Na2CO3.
2.11 Kegunaan Sabun
Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun : 1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak. 2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekulmolekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi (Ralph J. Fessenden, 1992).
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
A. WAKTU PRAKTIKUM
Praktikum Kimia Organik (Pembuatan Sabun dari Shortening) dilakukan pada : Hari, Tanggal
: Kamis, 27 November 2014
Waktu
: Pukul 09.30 – 11.30
Tempat
: Laboratorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. ALAT DAN BAHAN 1.
2.
Alat-alat
a.
Alat gelas standar lab
b.
Ice bath
c.
Hot plate dan Magnetic stirrer
d.
Timbangan digital
e.
Pompa vaccum
f.
Beaker glass
g.
Batang pengaduk
h.
Spatula
i.
Kaca Arloji
j.
Indikator pH
k.
Cetakan agar
Bahan
a.
Shortening (Crisco)
b. NaOH c. NaCl d.
Aquadest
e.
Etanol
f.
Air es
g.
Pewarna
C. CARA KERJA I. Pembuatan Sabun II. Pengujian Sabun III. Pengujian Deterjen
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL A. Pembuatan Sabun Kasih gambar sabun yang udah jadi, sabun dalam cetakan. B. Pengujian Sabun Sampel
Gambar
Keterangan
0.3 gr sabun + 20 ml aquadest
Ada busa
0.3 gr sabun + 20 ml aquadest
Busa hilang
+ MgSO4 0.3 gr sabun + 20 ml aquadest + MgSO4 + Na3PO4
C. Pengujian Deterjen Sampel
Gambar
Keterangan
0.3 gr deterjen + 20 ml aquadest 0.3 gr deterjen + 20 ml
Ada busa (cukup banyak)
aquadest + MgSO4
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sabun dari shortening. Dalam praktikum ini yang diamati adalah reaksi hidrolisis ester yang dikatalis oleh basa. Bahan yang digunakan adalah bahan yang mengandung minyak yaitu solid shortening ( mentega ). Didalam solid shortening ini mengandung asam palmitat, asam stearat, dan asam oleat yang merupakan trigliserida ( tri ester dari gliserol ). Pada awalnya solid shortening ini dilelehkan dengan menggunakan etanol (alkohol sederhana berantai panjang ) sehingga membentuk senyawa ester. Pemberian
alkohol pada reaksi esterifikasi ini berguna untuk mempercepat laju reaksi. Karena secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut: 1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling lambat alkohol tersier. 2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi. 3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas konversi yang tinggi. 4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi. Selanjutnya larutan etanol direaksikan dengan NaOH yang telah dilarutkan dengan air. NaOH adalah logam alkali kuat yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun, sabun yang dibuat dengan logam alkali ini akan memiliki PH yang berkisar antara 9,0 sampai 10,8. Lalu larutan etanol dan larutan NaOH ini dibiarkan bercampur selama 30 menit di stirer dan di panaskan agar larutan bercampur sempurna. Saat melakukan praktikum masalah yang didapati adalah saat melakukan penstireran larutan etanol dan larutan NaOH, stirer yang dipakai tidak mampu untuk melakukan pengadukan secara sempurna sehingga larutan kurang bercampur, dikarenakan stirer yang digunakan terlalu kecil kurang optimal dalam melakukan pengadukan pada larutan yang cukup banyak dan memiliki tingkat viskositas yang cukup besar. Sehingga yang didapat terjadi pembekuan pada sabun. Jika proses penyabunan telah selesai maka ditambahkan garam-garam dalam hal ini ditambahkan garam NaCl yang berguna untuk mengendapkan sabun. Sabun yang membeku kemudian ditambahkan NaCl yang telah didinginkan dan dilarutkan kembali dengan sabunnya. Terdapat kesulitan saat proses pengadukan yang disebabkan karena campuran etanol dan NaOH yang membeku. Setelah bercampur dilakukan proses penyaringan. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan, dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan yaitu dimurnikan dengan air es, di stirer dan diendapkan berkali-kali hingga didapat sabun. Namun, saat pemberian air jangan ditambahkan terlalu banyak untuk mencegah larutnya sabun didalam air karena pada molekul sabun terdapat bagian hidrofil yang dapat larut dengan air. Saat proses penyulingan
digunakan filtrasi vakum untuk memisahkan produk dari garam, kelebihan alkali dan gliserol. Dan jika telah disaring, sabun dikeringkan dan di pres dengan cetakan menjadi lempengan. Penambahan zat-zat pada sabun seperti Essensial dan Fragrance Oils : sebagai pengharum, Pewarna : untuk mewarnai sabun Bisa juga memakai pewarna makanan, Zat aditif : rempah, herbal, talk, tepung kanji atau maizena, dsb bisa ditambahkan saat proses penyaringan. Pada praktikum yang telah dilakukan ditambahkan zat pengharum pada sabun (Essential
oils),
kesalahan
yang
terjadi
adalah
penambahan
zat
pengharum
ditambahkan saat setelah melakukan penyaringan dan tidak diratakan lagi sehingga didapat warna sabun yang tidak merata atau kurang menarik. Mengenai hasil fisik dari praktikum yang dilakukan, didapat bahwa permukaan dari sabun yang dibuat terlihat kurang merata. Hal ini diindikasikan terjadi karena kurang sempurnanya pelaksanaan tahap pendidihan (homogenisasi) sabun dengan air dan juga tahapan pengendapan kembali dengan garam yang seharusnya dilakukan beberapa kali pada praktikum ini hanya dilakukan sekali.
Didalam proses pembuatan sabun terjadi reaksi saponifikasi yang dapat digambarkan dalam struktur berikut :
Dari reaksi tersebut terbentuklah molekul sabun yang terdiri atas rantai seperti – hidrokarbon yang panjang di salah satu ujung yang bersifat lipofilik yaitu pada bagian (3 CH3(CH2)16) (tertarik pada atau larut dalam lemak dan minyak), dan pada ujung lainnya terdiri atas atom karbon dengan gugus yang sangat polar atau ionik yang bersifat hidrofilik yaitu pada bagian
(CO2- Na+) (tertarik pada atau larut dalam air). Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air O CH3 CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2CH2 C O-Na+ Non olar , li ofilik Polar , hidrofilik
Ekor lipofilik
kepala hidrofilik
Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan mengemulsi butiran lemak atau minyak. Ekor “lipofilik” dari milekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur kearah air. Dengan cara tersebut butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensia) Sifat menonjol lain dari larutan sabun ialah tegangan permukaan yang sangat rendah, yang menjadikan larutan sabun lebih memiliki daya “pembasahan” dibandingkan air saja. Oleh karenanya sabun juga termasuk pada golongan surfaktan. Gabungan dari daya pengemulsi dan kerja permukaaan dari larutan sabun memungkinkannya untuk melepas kotoran, lemak, dan partikel minyak dari permukaan yang sedang dibersihkan dan mengemusikannya sehingga kotoran itu tercuci bersama air. Dengan demikian tercapailah tujuan dari pemanfaatan mekanisme kerja sabun.
Permukaan air
.
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang kami peroleh maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sabun adalah garam logam alkali dari suatu asam lemak. 2. Reaksi dalam proses pembuatan sabun melibatkan reaksi hidrolisis ester yang dikatalis oleh basa dengan gliserol sebagai hasil sampingannya. 3. Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. 4. Sabun dari hasil praktikum sudah cukup efektif.