SEMINAR TINJAUAN TIPE ENDAPAN PIROKLASTIK PADA GUNUNG API MERAPI BERDASARKAN DATA PENGUKURAN STRATIGRAFI
Disusun oleh: Pranowo Ibnu Khakim 121.10.1161
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2016
i
PRAKATA Puji syukur penyusun panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat, rahmat, dan Hidayah-Nya yang telah menuntun penyusun sehingga dapat menyelesaikan seminar dengan baik. Tanpa adanya kerja keras, keyakinan, kemauan, dan doa maka seminar ini hanya akan menjadi sebuah pemikiran yang tidak dapat diwujudkan secara nyata dan dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Penyusun ucapkan terimakasih kepada Allah SWT atas segalanya hingga penyusun dapat melangkahkan kaki hingga saat ini. Terimakasih kepada kepada Pembimbing Ibu Dr. Sri Mulyaningsih, S.T, M.T yang telah bersedia meluangkan waktu, mengoreksi, memberikan masukkan dan Bapak Dr. Muchlis S.P., M.Sc sebagai dosen wali yang selalu memberikan nasehat dan memotivasi. Terimakasih pula kepada seluruh mahasiswa Teknik Geologi IST Akprind Yogyakarta tanpa terkecuali yang telah memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung. Akhirnya, semoga seminar yang disajikan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat luas. Adapun kritik dan saran yang bersifat membangun untuk sempurnanya seminar ini sangat penyusun harapkan.
Yogyakarta, 30 Agustus 2016
Penyusun
ii
INTISARI Salah satu gunung api teraktif di Indonesia adalah Gunung api Merapi, yang telah aktif semenjak 400.000 tahun yang lalu hingga saat ini. Gunung api Merapi pun bertanggungjawab atas ribuan korban akibat erupsinya terutama wedhus gembel dan lahar hujan. Oleh karena itu dibutuhkan studi khusus untuk mempelajari dan meneliti mengenai gunung api di Indonesia, baik itu segi tipe gunung api, tipe erupsi, jenis endapan, dan mitigasi bencana yang menyangkut pada aspek kegunungapian. Pengamatan terhadap Gunung api Merapi dilakukan dengan cara tidak langsung atau menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian terdahulu. Data sekunder yang digunakan adalah data jenis-jenis endapan piroklastik, mekanisme pengendapan, hubungan erupsi dengan hasil erupsi, dan pengukuran titik-titik pengambilan data stratigrafi yang memiliki hubungan dengan Gunung api Merapi. Gunung api Merapi bertipe komposit yang memiliki sifat erupsi yang periodik kurang lebih 1-5 tahun sekali karena terbentuk sebagai hasil subduksi Lempeng Eurasia dan Indo Australia, dan dapur magma yang aktif. Bentuk erupsi adalah erupsi sentral yang bersifat membangun, dan menghasilkan tiga jenis endapan piroklastik, yaitu endapan piroklastik jatuhan, endapan piroklastik aliran, dan endapan piroklastik seruakan. Erupsinya dicirikan oleh pembangunan tubuh gunung api dan guguran kubah lavaMemiliki tipe erupsi guguran kubah lava (nuee ardeente). Pada zona proksimal tipe endapan piroklastik yang dijumpai adalah tipe ash cloud surge dengan jumlah ketebalan 70 cm, jatuhan abu piroklastik dengan tebal 20 cm, aliran piroklastik dengan ketebalan 50 cm. Pada zona medial tipe endapan piroklastik yang dijumpai adalah tipe aliran piroklastik (guguran kubah lava) dengan jumlah ketebalan 362 cm, aliran interfluve piroklastik dengan jumlah ketebalan 254 cm dan ash cloud surge dengan jumlah ketebalan 88 cm. Pada zona distal tipe endapan piroklastik yang dijumpai adalah lahar dengan jumlah ketebalan 490 cm, jatuhan abu setebal 40 cm, dan endapan fluvial pasiran dan juga crossbed fluvial pasiran dengan jumlah ketebalan 124 cm. Studi tentang Gunung api Merapi diperlukan untuk penerapan konsep gunung api sekaligus sebagai pembanding dengan gunung api yang lain, bencana yang ditimbulkan, dan faktor keilmiahannya.
Kata Kunci : Piroklastik, Merapi, ash, surge, kubah lava
iii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................. i PRAKATA................................................................................................. ii INTISARI .................................................................................................
iii
DAFTAR ISI.............................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
vi
DAFTAR TABEL.....................................................................................
Viii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................
3
1.3 Batasan Masalah ........................................................................
4
1.4 Tinjauan Pustaka ........................................................................ 4 BAB II. METODE PENELITIAN .........................................................
10
2.1 Teknik Pengumpulan Data ........................................................
10
2.2 Teknik Pengolahan Data ............................................................ 14 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 19 3.1 Tipe-Tipe Endapan piroklastik ..................................................
20
3.1.1 Endapan piroklastik Jatuhan ............................................ 20 3.1.2 Endapan piroklastik Aliran .............................................. 22 3.1.3 Endapan Piroklastik Seruakan (Surge Deposits) .............
24
3.2 Tipe Erupsi Gunung Api Penghasil Material Piroklastik dan Mekanisme Erupsinya ..............................................................
27
3.2.1 Tipe Erupsi ......................................................................
27
3.2.2 Mekanisme Erupsi ...........................................................
31
iv
3.2.3 Klasifikasi Erupsi ............................................................
34
3.3 Gunung api Merapi ....................................................................
36
3.3.1 Sejarah Erupsi Gunung api Merapi .................................
39
3.4 Tipe dan Distribusi Variasi Endapan piroklastik Gunung api Merapi ....................................................................................... 45 3.5 Stratigrafi Di Sekitar Gunung api Merapi .................................
48
3.5.1 Titik A Daerah Mondong/Gondang/Kali Genting ........... 51 3.5.2 Titik F Daerah Pelem/Kinaredjo, Kali Kuning ................ 53 3.5.3 Titik Ei Daerah Candi Kedulan, Candi Sambisari ...........
55
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
57
4.1 Kesimpulan ................................................................................
59
4.2 Saran ..........................................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Lokasi Gunung api Merapi dengan Citra Google Earth terletak di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Sleman (D.I Yogyakarta), Kabupaten Boyolali, dan Magelang (Jawa Tengah) Indonesia (Penyusun, 2016) ........................................................................... 2 Gambar 1.2 Hubungan geometri pada 3 tipe dasar endapan piroklastik yang menutupi pada topografi yang sama (Wright et.al, 1980).............. 5 Gambar 2.1 Bagan alur penelitian (Penyusun, 2016) ........................................ 13 Gambar 3.1. Hubungan geometri dari tiga jenis endapan piroklastik yang menutupi topografi yang sama. (Cas & Wright, 1987) ................. Gambar 3.2. Runtunan endapan aliran piroklastika (Schminke, 2004) .............
21
Gambar 3.3. Planar stratification dan laminasi pada endapan piroklastik jatuhan (pubs.usgs.com) ................................................................ Gambar 3.4 Illustrasi tipe-tipe erupsi gunung api (Cas & Wright, 1987)..........
27
Gambar 3.5. Hubungan antara kandungan gas dan viskositas magma dengan jenis kegiatan erupsi sentral (Rittmann, 1960 dalam Alzwar 1981) .............................................................................................. Gambar 3.6 Diagram mekanisme erupsi pada pipa terbuka (Rittmann, 1960 dalam Alzwar 1981) ...................................................................... Gambar 3.7 Diagram yang melukiskan perbedaan antara erupsi debu secara normal dengan erupsi aliran debu (Rittman, 1972 dalam Alzwar, 1981) .............................................................................................. Gambar 3.8 Tipe letusan berdasarkan lokasi pusat kegiatan (Rittman 1963, dalam Alzwar 1981) ...................................................................... Gambar 3.9 Lokasi Gunung api Merapi melalui Citra Google Earth (Penyusun, 2016) ........................................................................... Gambar 3.10 Titik pengukuran stratigrafi terukur oleh Newhall et.al, 2000 meliputi daerah Yogyakarta dan sebagian Magelang, kotak merah adalah stratigrafi terukur yang digunakan sebagai data sekunder. (Newhall et.al, 2000) ..................................................... Gambar 3.11 Titik A’ menunjukkan 2 dimensi stratigrafi terukur sebagai zona Proksimal Gunung api Merapi, (Newhall et al, 2000) .................. Gambar 3.12 Titik Ei menunjukkan 2 dimensi stratigrafi terukur sebagai zona Distal Gunung api Merapi, (Newhall et al, 2000) .........................
vi
23
28
31 32
33 36 37
50 51 53
Gambar 3.13 Titik Ei menunjukkan 2 dimensi stratigrafi terukur sebagai zona Distal Gunung api Merapi, (Newhall et al, 2000) .........................
vii
56
DAFTAR TABEL Table. 3.1 Perbedaan Endapan Piroklastik Aliran dan Endapan Piroklastik Seruakan (Mulyaningsih, 2013 dan Cas & Wright 1987) ......................................................................................... Tabel 3.2 Letusan gunung api di Indonesia sejak 1500 (Davidson & Da Silva, 2000 dalam Pratomo, 2006) ........................................... Tabel 3.3 Klasifikasi bentuk gunung api kerucut tunggal dan hubungannya dengan kualitas dan kuantitas magma yang dierupsikan (modifikasi dari Rittmann, 1960 dalam Pratomo 2006) ......................................................................................... Tabel 3.4 Tipe endapan piroklastik beserta ketebalan yang terdapat pada titik A Daerah Mondong/Gondang/Kali Genting (Penyusun, 2016) ......................................................................................... Tabel 3.5 Tipe endapan piroklastik beserta ketebalan yang terdapat pada titik F Daerah Pelem/Kinaredjo/ Kali Kuning (Penyusun, 2016) ......................................................................................... Tabel 3.6 Tipe endapan piroklastik beserta ketebalan yang terdapat pada titik Ei Daerah Candi Kedulan, Candi Sambisari (Penyusun, 2016) .........................................................................................
viii
25 38
39
52 54
57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang dilewati oleh jalur gunung api (ring of fire), sehingga Indonesia menjadi pulau yang memiliki tingkat aktivitas gunung api yang tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan studi khusus untuk mempelajari dan meneliti mengenai gunung api di Indonesia, baik itu dari segi tipe gunung api, tipe erupsi dan jenis endapannya. Untuk dapat memahami proses dan sifat vulkanisme diperlukan pemahaman yang cukup mengenai magmatologinya sedangkan untuk memahami proses dan sifat vulkanisme masa lampau, dapat diinterpretasi melalui pemahaman geologi gunung api masa kini dengan menerapkan konsep “The present is the key to the past”. Salah satu gunung api teraktif di Indonesia adalah Gunung api Merapi dan dalam naskah ini Gunung api Merapi menjadi objek penelitian, terlihat pada gambar 1.1.
1
2
Gambar 1.1 Lokasi Gunung api Merapi dengan Citra Google Earth terletak di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Sleman (D.I Yogyakarta), Kabupaten Boyolali, dan Magelang (Jawa Tengah) Indonesia (Penyusun, 2016)
Gunung api Merapi adalah gunung api masa kini yang telah diyakini benar oleh banyak geologiwan maupun masyarakat awam sebagai gunung api. Terletak sekitar 20 km ke utara dari kota Yogyakarta. Sejak tahun 1728, aktivitas gunung api tersebut diketahui sangat tinggi: berlangsung secara terus menerus, frekuensi letusannya sekali dalam satu sampai lima tahun, serta lebih dari 72 letusannya berdampak bencana (Hartmann, 1935; dan Kusumadinata, 1979 dalam Mulyaningsih, 2005). Gunung api yang berada di Indonesia umumnya merupakan gunung api bertipe komposit (strato) yang aktivitasnya dapat berlangsung secara konstruktif dan/atau destruktif. Gunung api Merapi adalah salah satu contoh gunung api bertipe komposit yang saat ini aktivitasnya lebih bersifat konstruktif.
3
Hal itu juga yang menyebabkan kondisi Indonesia seperti dua sisi mata uang koin, satu sisi memiliki tanah yang subur dengan sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain sangat rawan terhadap bencana alam seperti letusan gunung api. Untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan gunung api salah satu aspek yang akan ditinjau dalam naskah ini adalah aspek tipe endapan piroklastik gunung api dengan contoh kasus pada Gunung api Merapi. Diharapkan setelah diketahui mengenai tipe endapan piroklastik dapat diperkirakan seberapa luas jangkauan dan persebaran dari tipe endapan piroklastik pada Gunung api Merapi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penentuan radius aman hunian penduduk di sekitar gunung api. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dari penyusunan naskah seminar ini adalah sebagai salah satu prasyarat untuk pemenuhan mata kuliah seminar dan prasayarat kelulusan mencapai tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta. Tujuan penulisan naskah ini adalah untuk mengetahui dan menyelidiki tipe endapan piroklastik yang dierupsikan oleh Gunung Api Merapi, ditinjau dari mekanisme erupsi, struktur batuan, deskriptif megaskopis melalui measure section di beberapa titik, dan sejarah erupsi. Pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan mengenai jenis tipe endapan piroklastik yang diendapkan Gunung pi Merapi.
4
1.3 Batasan Masalah Seminar ini membahas tiga tipe endapan piroklastik Gunung api Merapi yakni jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, dan seruakan piroklastik yang akan diinterpretasi dinamika pengendapannya dan mekanisme erupsi yang membentuknya. Data dikumpulkan melalui data stratigrafi di lapangan, mencakup daerah proksimal, medial, dan distal. 1.4 Tinjauan Pustaka A. R.A.F Cas & Wright (1987) Cas dan Wright (1987) membahas mengenai tipe endapan piroklastik terbentuk langsung proses fragmentasi magma dan batuan akibat proses aktivitas eksplosif vulkanik, yang dapat di kelompokkan menjadi 3 jenis berdasarkan proses transportasi dan deposisi yaitu jatuhan, aliran, dan seruakan (surge). Selain berdasarkan transportasi dan deposisinya perlu adanya deskpripsi jenis erupsi gunung api dan endapan pada masing masing tipe yakni pada jatuhan, aliran, dan surge. Tinjauan mengenai endapan piroklastik ini berdsarkan pada studi gunung api Kuarter. Tipe endapan piroklastik ini dapat terbentuk dari berbagai macam mekanisme proses erupsi eksplosif seperti erupsi magmatik, freatomagmatik, dan freatik. Untuk tipe deposit jatuhan adalah terbentuk setelah material erupsi dilontarkan dari lubang, menghasilkan kolom letusan, dimana material akan bergerak naik membentuk seperti payung (plume) yang terdiri tefra dan gas menuju atmosfer.
5
Geometri dan ukuran deposit mencerminkan tinggi kolom letusan, kecepetan dan arah dari angin. Material yang dilontarkan akan mengembang tertiup oleh angin dan akan mengendap dibumi akibat gaya gravitasi, tergantung pada ukuran dan densititasnya. Material yang berukuran besar akan di lontarkan secara balistik sehingga angin tidak akan berpengaruh dan material ini dikenal sebagai clast ballistic.
Gambar 1.2 Hubungan geometri pada 3 tipe dasar endapan piroklastik yang menutupi pada topografi yang sama. (Wright et.al, 1987)
6
Deposit aliran adalah tipe deposit yang terbentuk sebagai hasil aliran permukaan dari debris piroklastik yang mana tertransport sebagai konsentrasi gas yang pekat atau material solid yang terdispersi. Kontrol yang utama dipengaruhi oleh gravitasi, panas, dan beberapa contoh dalam keadaan cair (mengandung fluida). Umumnya, tipe ini dikontrol oleh topografi sehingga akan mengisi lembah atau zona depresi. Surge deposits, aliran seruakan piroklastik sebagai hasil dari aliran, turbulen, dengan gas dan partikel padat dalam konsentrasi rendah. Terkontrol oleh topografi dan terakumulasi di suatu tempat biasanya lebih tebal pada daerah depresi atau lembah. Pada endapan seruakan memiliki karakteristik menunjukkan arah yang bervariasi bentukan lapisan sedimen, sudut rendah silang siur, dune-forms, climbing dune-forms, pinch dan swell structures. B. Andreastuti (1999) Andreastuti (1999) dalam Sri Mulyaningsih (2005) melakukan studi untuk mengetahui sifat aktivitas Gunung api Merapi sejak 3000 tahun yang lalu (setelahnya disingkat tyl), dengan menggunakan pendekatan tefrostratigrafi, pentarikhan
14
Cb dan geokimia bahan letusannya. Lokasi penelitiannya meliputi
daerah-daerah yang dijumpai singkapan tefra pada lereng Gunung api Merapi, yaitu pada ketinggian antara 270-2500 mdpl. Didasarkan atas studi tefrostratigrafi tersebut, dia berhasil mengelompokkan litologi Gunung api Merapi ke dalam 19 formasi dari empat epoch, yaitu: (1) Tefra
7
Kajor, Patran, Sumber (Epoch tertua?); (2) Tefra Kadisepi, Bakalan Jarak, Kujon, Tosari, Ngrangkah, dan Nglencoh (Epoch I: 2990-1960 tyl) dengan letusan bertipe Subplinian-Plinian dan Volkanian; (3) Tefra Tegalsruni, Temusari, Plalangan, Jrakah, dan Selo (Epoch II: 1960-780 tyl) dengan letusan bertipe SubplinianPlinian dan Volkanian; dan (4) Tefra Deles, Selokopo, Kepuhharjo, dan Pasarbubar (Epoch III: 780 tyl hingga sekarang) dengan letusan VolkanianSubplinian dan guguran kubah lava. Dia menyimpulkan bahwa aktivitas gunungapi tersebut pada sebelum 1800 dicirikan dengan intensitas letusan tinggi, frekuensi sekali dalam 30-150 tahun, dan tipe letusannya Volkanian-Plinian, letusan-letusan besar bertipe Subplinian hingga Plinian dengan VEI (Volcanic Explosivity Index) 3-4 terjadi sekali dalam 150-500 tahun. Aktivitasnya setelah 1800 intensitasnya melemahdan frekuensinya sekali dalam satu hingga lima tahun.
C. Barthomier (1990) Barthomier (1990) dalam Sri Mulyaningsih (2005) melakukan penelitian disekitar puncak Merapi untuk mempelajari mekanisme aktivitas besar Merapi menggunakan metode analisis geokronologi, petrologi, dan geokimia. Didasarkan pada ciri fisik dan kimia material altivitasnya, Barthomier membagi produk Gunung api Merapi ke dalam empat (4) kelompok, yaitu:
8
1. Merapi Tua berumur 40.000-6.700 tyl, meliputi Gunung Turgo dan Plawangan yang tersusun atas perselingan skoria dan lava produk letusanletusan lereng. 2. Merapi Tengah berumur (Middle Merapi) berumur 6700-600 tyl: tersusun atas dua aliran lava yaitu Lava Batulawang (tua) dan Lava Gajahmungkur (muda) yang berselingan dengan endapan nuee ardentes. 3. Merapa Masa Kini (Recent Merapi) berumur 2200-600 tyl: tersusun atas dua aliran lava dan endapan nuee ardentes dari dua periode letusan besar freatomagmatik, masing-masing berlangsung pada 2000-1000 tyl dan 600500 tyl. 4. Merapi waktu sejarah (Historical Merapi) yang tersusun atas produkproduk letusan Merapi setelah 600 tyl, didominasi oleh perulangan guguran lava yang menghasilkan aliran blok dan abu vulkanik sebagai lahar.
D. Rahardjo dkk (1977) dan Rahardjo (1995) Mereka menyusun peta geologi lembar Yogyakarta dan membagi litologinya dalam beberapa formasi, serta mengelompokkan batuan yang mendasari Gunung api Merapi dalam dua bagian, yaitu bagian barat (Pegunungan Kulon Progo) dan bagian timur (Pegunungan Selatan) E. Voight et al. (2000) Voight et al (2000) merangkum letusan-letusan Merapi sejaktahun 1978 dari berbagai sumber dan menyimpulkan bahwa letusan pada abad ke-20 lebih bersifat
9
efusif dibandingkan sebelumnya. Perbedaan besar dari tipe letusan Merapi antara aktivitasnya pada abad ke-20 dan sebelumnya adalah pada intensitasnya. Kini, aktivitasnya didominasi oleh letusan-letusan efusif dengan pertumbuhan lava kental dan lava tongues, serta guguran gravitasional tipe nuee ardentes yang dikenal sebagai “Tipe Merapi”, sedangkan aktivitas sebelumnya didominasi oleh letusan-letusan eksplosif, dengan nuee ardentes yang berasosiasi dengan guguran kubah lava, yang bervolume lebih besar dan pada jangkauan yang lebih jauh.
BAB II METODE PENELITIAN Langkah awal dalam penyusunan naskah seminar ini adalah dengan menyusun proposal seminar yang berisi topik yang akan dibahas, diteliti, tujuan dan hasil yang diharapkan, analisis dan pembahasan, metode penelitian serta jadwal rencana penelitian. Berikutnya, penelitian yang sebenarnya dimulai dengan menggunakan sumber data berupa data sekunder yang didapatkan dari studi literatur. Metode dan tahapan dalam penelitian dapat dilihat dalam gambar 2.1. 2.1 Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penyusunan seminar ini adalah studi pustaka dari berbagai macam literatur yang kemudian dikumpulkan sebagai data utama yang akan digunakan sebagai data seminar untuk dibahas. Hal ini meliputi: A. Studi literatur yang dipublikasikan meliputi pengumpulan data sekunder yang digunakan sebagai data utama dan data penunjang. Data utama meliputi pengertian endapan piroklastik, jenis-jenis tipe endapan piroklastik, dinamika pengendapannya, komposisi litologi, persebaran endapan, tipe erupsi, dan geologi Gunung api Merapi yang didapatkan melalui textbook, jurnal, seminar, penelitian, dan wawancara yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Data penunjang meliputi peta rawan bencana, peta RBI dan peta geologi yang menayangkan daerah Gunung api Merapi. 10
11
Data sekunder merupakan sumber data ilmiah yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan yang telah tersusun dalam arsip baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Data sekunder ini akan digunakan sebagai bahan untuk mendalami pemahaman mengenai masalah yang akan dibahas atau diteliti, penjelasan masalah atau pemaparan metode dalam penyelesaian masalah yang merupakan data yang sangat penting karena akan mempermudah dalam segi pemahaman dan analisis, yang pada akhirnya menghasilkan solusi. Tahap pencarian data sekunder ini dilakukan dengan cara manual dan menggunakan media internet. Untuk metode pencarian manual, butuh beberapa langkah sebelum melakukan pencarian data yang diperlukan, seperti menentukan tema dan topik yang akan dijadikan sebagai pembahasan, mencari lokasi atau daerah yang memiliki fenomena alam yang unik, daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, atau daerah dengan kompleksitas yang membutuhkan jalan keluar terhadap masalahmasalah internal maupun eksternal. Untuk metode pencarian menggunakan media internet maka strategi yang diperlukan untuk mendukung kualitas penelitian adalah dengan menggunakan layanan-layanan yang memiliki kredibilitas dan sumber yang tertulis di dalamnya dapat dipertanggungjawabkan dalam segi hukum maupun ilmiah, sehingga penelitian yang disusun dapat digunakan sebagai acuan dikemudian hari. Setelah pencarian data sekunder dilakukan, maka hal selanjutnya yakni melakukan penyaringan atau filterisasi mengenai data yang telah didapatkan. Tujuannya untuk
12
mendapatkan data yang tepat, jelas, dan sesuai dengan naskah seminar. Untuk data yang tidak sesuai dapat diabaikan. Setelah disaring, maka data dapat dikumpulkan dan telah sesuai dengan naskah maka dilakukan peninjauan kembali. Peninjauan kembali dimaksudkan untuk melakukan evaluasi terhadap data yang didapatkan, aspek yang dievaluasi diantaranya adalah kualitas data dan kecukupan data. Jika dirasa kualitas data yang didapatkan baik dan data didalamnya telah mencukupi, maka data tersebut dapat digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti. Tahap terakhir dalam strategi pencarian data sekunder adalah menggunakan data tersebut untuk membahas dan mencari solusi terhadap masalah yang diteliti. Dari data yang didapatkan dan analisis yang digunakan telah dapat diketahui solusi maka selanjutnya adalah menyusun dan menyelesaikan naskan penelitian tersebut.
13
Penentuan Tema
Studi Pustaka dan Pengumpulan Data Sekunder:
Textbook Jurnal atau makalah ilmiah Majalah ilmiah Disertasi, Skripsi, maupun seminar yang menyangkut tentang tema Diskusi Berita yang terkait dengan tema seminar
Penyusunan Naskah Seminar
Tipe Endapan piroklastik Studi Kasus Gunung api Merapi
Proses Erupsi Pada Tipe Endapan piroklastik
Tipe-tipe endapan piroklastik
Karakteristik deposit Litologi Struktur Primer
Jenis Erupsi Pada Tiap Tipe Deposit Proses pengendapan
Aplikasi Pada Gunung api Merapi
Jenis Deposit Tipe Letusan Gunung api Merapi Radius dan persebaran Deposit berdasarkan letusan
Gambar 2.1 Bagan alur penelitian (Penyusun, 2016)
14
Data sekunder yang digunakan sebagai acuan penyusunan naskah seminar ini adalah: 1. Textbook dan Electronic Book (Ebook) 2. Jurnal ilmiah 3. Penelitian yang berhubungan dengan masalah yang dibahas 4. Buletin ilmiah 5. Forum diskusi maupun surat kabar. 2.2 Teknik Pengolahan Data Setelah strategi pengumpulan data dilakukan selanjutnya adalah melakukan olah data dimana bagian ini merupakan bagian yang amat penting dalam suatu penelitian, karena dengan ini data yang dikumpulkan dapat memiliki arti dan makna yang berguna dalam pemecahan masalah. Data mentah yang didapatkan perlu di kelompokkan terlebih dahulu, diadakan kategorisasi, dan dilakukan modifikasi sedemikian rupa tanpa mengurangi nilai ilmiah sehingga data tersebut layak dan dapat menyelsaikan masalah yang diteliti serta untuk menguji hipotesis atau pertanyaan penelitian. Modifikasi yang dimaksud adalah mengubah data mentah agar dapat dipahami dan dapat dihubungkan antara satu fenomena dengan fenomena lain sehingga jelas terlihat benang merah penelitian. Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan antara lain, memeriksa data mentah, sekali lagi membuatnya dalam bentuk gambar, grafik,
15
atau tabel yang berguna dan mudah dipahami, baik secara manual ataupun dengan menggunakan perangkat komputer. Data yang telah dikelompokkan, dikategorikan, dan dihubungkan serta dianalisa maka perlu pula dibuat hasil penafsiran-penafsiran terhadap hubungan antara fenomena yang terjadi dan membandingkanya dengan fenomena-fenomena yang terjadi di luar penelitian tersebut. Berdasarkan pengolahan data tersebut perlu dianalisis dan dilakukan penarikan kesimpulan yang barangkali dapat berbeda dengan penelitian sehingga dapat memperkaya kualitas penelitian yang dilakukan. Teknik pengumpulan dan pengolahan data yang digunakan dalam penyusunan naskah ini dilakukan dengan berbagai cara dan aspek, diantaranya: 1.
Aspek pembelajaran, pemahaman dan pemilihan data Data sekunder yang dikumpulkan dipelajari dahulu untuk mengetahui adanya keterkaitan dengan judul seminar. Setelah itu, dipilih untuk meminimalisir banyaknya data yang ada, sehingga dalam penyusunan naskah ini terfokus pada beberapa referensi yang akan dipakai dari beberapa referensi yang ada dan referensi yang diabaikan.
2.
Penulisan naskah seminar Dalam kaidah penulisan naskah seminar ini, hal yang perlu diperhatikan dan sangat penting adalah Teknik Penulisan Tulisan Ilmiah (TPTI) dan format tulisan yang telah ditentukan sebagai acuan baku dalam penyusunan naskah seminar dalam hal ini Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains
16
& Teknologi Akprind Yogyakarta. Data yang diambil dari referensi data sekunder terpercaya dan diketik kembali pada naskah seminar. Hal penting lain yang hendak diperhatikan yakni adanya keterkaitan antara judul penelitian dengan isi atau pembahasan dalam naskah seminar. Penulisan harus terstruktur dan sistematis sehingga dari pendahuluan hingga kesimpulan akhir dapat berkesinambungan dan dapat diikuti dengan baik. 3.
Bimbingan dan Konsultasi Bimbingan adalah salah satu langkah dalam penelitian ini yang dimaksudkan untuk membantu dan menyempurnakan naskah seminar yang dibuat. Bimbingan ini dilakukan dengan dosen yang ditunjuk sebagai pembimbing pada masingmasing mahasiswa sehingga diharapkan mahasiswa apabila menemui kesulitan menyusun, memahami, dan memiliki pertanyaan dapat disampaikan kepada dosen pembimbing. Konsultasi dengan dosen pembimbing merupakan kewajiban mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah seminar dan telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) serta pembagian dosen pembimbing. Untuk jadwal bimbingan minimal satu minggu sekali, atau menyesuaikan dengan jadwal dosen pembimbing yang bersangkutan. Kegiatan bimbingan ini dilakukan sejak pertama kali mengajukan judul yang akan diseminarkan, konsultasi isi dan pembahasan seminar, pengaturan jadwal konsultasi, proses seminar, hingga revisi naskah seminar sehingga pada akhirnya seminar yang disusun menjadi lebih baik dan layak untuk digunakan dalam kepentingan ilmiah atau akademik.
17
Penyusunan naskah seminar ini dilakukan dengan didasarkan pada hasil pemahaman geologi gunung api masa kini, untuk selanjutnya diaplikasikan dalam menginterpretasi geologi gunung api pada masa lampau. Dasar pemikirannya adalah konsep uniformitarianisme yang dikemukakan oleh James Hutton yang dikembangkan pada akhir abad ke-18 (tahun 1978), yaitu “The present is the key to the past” yang memiliki arti waktu sekarang adalah kunci ke masa lalu. Maksud dari konsep ini adalah fenomena geologi yang terjadi saat ini seperti badai, banjir, gempa bumi, termasuk aktivitas vulkanisme terjadi pula pada masa lampau. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan geologi, yaitu berdasarkan analisis geomorfologi, petrologi, fasies gunung api, tipe erupsi, dan rekaman aktivitas vulkanisme Gunung api Merapi. Data yang akan dibahas dalam seminar ini adalah pembahasan mengenai geologi gunung api sub tema yang diangkat adalah tipe endapan piroklastik dengan studi kasus Gunung api Merapi. Secara garis besar muatan materi dalam naskah seminar ini akan membahas: 1. Pengertian gunung api berdasarkan para ahli, 2. Pembahasan tipe-tipe endapan piroklastik, 3. Hubungan antara tipe erupsi gunung api dengan material gunung api yang dierupsikan, 4. Petrologi megaskopis batuan gunung api, 5. Geomorfologi gunung api, dan
18
6. Analisis geokimia maupun analisis yang menyangkut mengenai pemabahasan apabila ada. Setelah data di atas disusun maka langkah selanjutnya disintesiskan dengan studi kasus yakni pada Gunung api Merapi, dengan membahas mengenai sedikit sejarah, aktivitas vulkanisme dalam rekaman beberapa tahun terakhir, peta geologi dan letak geografis Gunung api Merapi, tipe erupsi, dan tipe deposit material vulkaniknya. Hubungan antara literatur atau data yang didapatkan dengan kasus yang diangkat akan dianalisa dan akan dicocokkan sesuai dengan kasus yang ada, sehinnga akan menjadi Gunung api Merapi berdasarkan data yang didapatkan memiliki tipe endapan piroklastik, tipe erupsi seperti apa yang akan dibahas lebih dalam pada bab pembahasan.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas gunung api di permukaan ditandai dengan adanya kemunculan fenomena magmatik, yaitu kemunculan gas fumarol, sulfatara, mata air panas, kolam lumpur (mud pool), dan erupsi gunung api. Aktivitas gunung api sering diikuti dengan pembentukan rekahan-rekahan sesar dan kekar yang dibentuk oleh gaya-gaya vulkanik dan tektonika. Sesar-sesar tersebut menghubungkan tubuh dapur magma dengan permukaan bumi, dapat berkembang menjadi bukaan atau saluran pipa kepundan dan dialiri oleh magma sehingga menghasilkan gunung api. Namun, jika tidak mencapai permukaan maka membentuk tubuh intrusi. Intrusi dangkal apabila tubuh intrusi dekat dengan permukaan bumi, dan berupa batolit apabila kedalaman intrusi antara abisal hingga hipabisal. Aktivitas gunung api dapat berlangsung apabila magma yang berada pada dapur magma atau reservoir magma memiliki kesempatan untuk bergerak melalui rekahan yang terbuka, hingga mencapai permukaan bumi. Pada tipe gunung api, terutama yang bertipe komposit, aktivitas vulkanik diawali dengan pembangunan tubuh kerucutnya, dengan geomorfologi yang pola-pola pengalirannya radial atau konsentris (memusat). Akibat memiliki dapur magma maka gunung api bertipe komposit memiliki aktivitas yang bersifat periodik. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai aktivitas gunung api berupa erupsi, produk vulkanik, dan tipe depositnya, maka akan dijelaskan dalam subbab berikut.
19
20
3.1 Tipe-tipe Endapan piroklastik Endapan piroklastik terbentuk langsung dari fragmentasi magma dan batuan gunung api melalui aktivitas letusan vulkanik. Deposit ini dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan proses transportasi dan deposisi atau pengendapannya. 3.1.1 Endapan piroklastik Jatuhan Endapan piroklastik jatuhan terbentuk setelah material secara eksplosif dilontarkan dari bukaan (kawah erupsi), menghasilkan kolom erupsi, dimana membentuk plume dari tefra dan gas di atmosfer. Geometri dan ukuran dari material dapat menunjukkan tinggi kolom letusan dan kecepatan (velocity) serta arah dapat diketahui dari kekuatan angin yang bekerja. Setelah jamur piroklastik (plume) terdispersi maka material piroklastik akan jatuh kembali sebagai akibat pengaruh gaya gravitasi, variasi persebaran dari sumber erupsi tergantung pula pada ukuran material piroklastik dan juga densitasnya. Fragmen yang paling besar akan terendapkan secara ballistik sehingga pengaruh angin tidak begitu berpengaruh, biasa disebut sebagai ballistic clast (Cas & Wright, 1987).
21
Gambar 3.1. Hubungan geometri dari tiga jenis endapan piroklastik yang menutupi topografi yang sama. (Cas & Wright, 1987)
Material piroklastik berukuran halus dihasilkan pada bagian debu vulkanik yang terlontar di udara kemudian terendapkan sebagai jatuhan piroklastik. Jatuhan piroklastik ini dapat memiliki volume yang lebih besar tergantung pada frekuensi dan intensitas erupsi, akibatnya akan lebih jauh lagi menyebar dari titik kolom letusannya. Deposit jatuhan memiliki ciri-ciri akan menunjukkan perlapisan yang bersifat semu, yang secara lokal akan memiliki ketebalan yang relatif seragam yang
22
ditunjukkan pada Gambar 3.1. Meskipun umumnya endapan piroklastik memiliki sortasi yang buruk tetapi deposit jatuhan memiliki sortasi yang baik akibat dari proses fraksinasi oleh angin pada proses transportasinya. Terkadang memiliki struktur berlapis atau laminasi tetapi tidak pernah menunjukkan struktur silangsiur atau bentuk lapisan yang menunjukkan proses erosi atau pengikisan pada lapisan di bawahnya. 3.1.2 Endapan piroklastik Aliran Endapan piroklastik aliran adalah hasil secara vulkanik yang bersifat panas, mengandung gas, dan tingkat densitasnya tinggi (Fisher & Schmincke, 1984). Sederhananya merupakan hasil campuran fragmen padat pijar dengan gas, yang mengalir sepanjang lereng menuju daerah dengan topografi rendah, seperti lembah, depresi atau cekungan. Material hasil aliran ini banyak terdistribusi berbentuk kipas pada kaki-kaki gunung api dan dapat mengubur lembah hingga membentuk suatu dataran (plateau). Piroklastik aliran umumnya terdiri dari fragmen yang cukup besar bom dan blok yang berukuran milimeter hingga meter dalam matriks abu, dan berstruktur masif hingga gradasi serta memiliki sortasi yang buruk. Fragmen yang berukuran besar biasanya memiliki bentuk butir membulat hingga membulat tanggung akibat terkikis saat tertransport. Dalam endapan biasanya mengandung banyak arang kayu yang masih insitu berdiamater antara 20-50 cm dan panjang lebih dari 2 meter (Mulyaningsih, 2013). Runtunan stratigrafinya terdiri atas jatuhan dasar dari tubuh aliran utama, yang tersusun atas fragmen litik dan pumis, yang ditumpangi oleh lapisan endapan seruakan tubuh aliran (basal layer) yang tersusun atas lapisan lapilli dengan
23
struktur menyeruak, endapan aliran piroklastika berukuran halus, endapan aliran piroklastika berfragmen kasar, (sering mengandung fragmen arang atau batang kayu) dan gelembur-gelembur lapili, aliran piroklastika masif berfragmen hingga bongkah yang mengambang pada matrik abu dan lapili dan bagian paling atas adalah akumulasi pumis dengan berat jenis yang paling ringan.
Gambar 3.2. Runtunan endapan aliran piroklastika (Schminke, 2004 dalam Mulyaningsih 2013)
Material aliran piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979 dalam Mulyaningsih, 2013). Bagian bawah dari endapan aliran piroklastik adalah seruakan piroklastik yang diendapkan secara turbulen terdiri dari campuran gas dan abu gunung api dengan konsentrasi partikel yang sangat rendah sebagai efek dari dari tekanan turbulensi yang cepat dan panas (Mulyaningsih, 2013). Semakin ke atas, tekanan aliran
24
berubah yang asalnya dari dorongan antar butir fragmen dalam endapan sebagai aliran turbulen dan debris. Bagian atas tubuh aliran didorong oleh tekanan yang berasal dari pergolakan massa gas yang bercampur dengan temperatur gas-massa. Suhu aliran piroklastika untuk lingkungan gunung api darat 150-140oC. Aliran ini dapat menyebabkan terbakarnya kayu (menjadi arang hingga abu), tubuh hewan dan manusia, serta bila melalui tubuh air maka dapat mendidihkan bahkan mengeringkan air tersebut. 3.1.3 Endapan Piroklastik Seruakan (Surge Deposits) Seruakan piroklastik (surge deposits) merupakan salah satu dari piroklastika arus berdensitas yang bersifat konsentrasi partikel rendah dengan arus turbulensi. Endapan piroklastik seruakan dengan endapan piroklastik aliran sulit dibedakan sehingga orang sering menyebut sebagai endapan awan panas atau pyroclastic density currents (PDC) (Mulyaningsih, 2013). Endapan ini terkontrol dengan bentukan topografi tetapi pada topografi yang tinggi hanya membentuk lapisan yang tipis. Deposit ini terbentuk oleh sebagian besar butiran berukuran pasir atau lebih halus, dan umunya memiliki sortasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan endapan piroklastik aliran. Deposit ini terkadang menunjukkan lapisan sedimen yang unik seperti duneforms, low angle cross stratification, dan lain sebagainya (Cas & Wright, 1987). Terdapat tiga tipe endapan proklastik surge deposit yang telah diketahui menurut Cas & Wright 1987 yaitu ash-cloud surge, ground surge dan base surge. Seruakan pangkal (base surge) menghasilkan deposit perlapisan, laminasi terkadang
25
masif yang megandung fragmen magma, yang mengandung bulir gas ataupun masif cognate lithic clast, debu, dan juga kristal. Fragmen yang berukuran besar yang jatuh secara balistik akan membentuk bomb sags yang dekat dengan pipa kepundan atau vent. Juvenile fragment biasanya berdiamter 10 cm, sebagai hasil proses fragmentasi antara magma yang bereaksi dengan air. Base surge menghasilkan deposit yang tipis (>100 m) di sekitar kawah freatomagmatik dan akan menipis menjauh dari kawah. Deposit ini memiliki karakteristik lapisan dengan uni directional, dune forms sering ditemukan, deposit ini juga menggambarkan keadaan yang basah dan lengket saat terdeposisi. Endapan seruakan dasar dan seruakan abu cendawan berasosiasi dengan endapan aliran pirokalstika dan masing-masing sebagai endapan zona batas bawah dan zona batas atas aliran (Fisher, 1979 dalam Mulyaningsih, 2013). Tabel 3.1. Perbedaan Endapan Piroklastik Aliran dan Endapan Piroklastik Seruakan menurut Mulyaningsih (2013) dan Cas & Wright (1987)
Perbedaan Endapan Piroklastik Aliran dan Endapan Piroklastik Seruakan Endapan piroklastik Aliran
Endapan piroklastik Seruakan
Material densitas tinggi Terletak pada bagian belakang (tail) Ukuran butir bom dan blok hingga abu Ukuran fragmen dominan berukuran besar Struktur umumnya masif, sortasi buruk. Tebal
Material densitas rendah Terletak pada bagian depan (head) Ukuran butir abu-lapili Ukuran Fragmen dominan berukuran halus Struktur umumnya laminasi semu, silang siur semu, sortasi baik, tipis
26
Endapan seruakan dasar (ground surge deposit) menghasilkan deposit dengan perlapisan yang umumnya berukuran kurang dari 1 meter yang dikenali sebagai bagian dasar unit dari aliran piroklastik. Deposit ini terdiri dari debu,juvenile vesiculated fragment, kristal dan litik dalam proporsi yang bervariasi tergantung pada material dominan pada saat terjadi erupsi gunung api. Memiliki karakteristik sama seperti base surge perlapisan dengan uni directional, dan arang kayu. Pada batas antara endapan seruakan dengan endapan aliran piroklastika, karena energinya sangat besar dan berlangsung perubahan konsentrasi partikel dari rendah ke tinggi, maka strukturnya slump hingga antidune dengan sortasi sedang sampai baik, ukuran butir abu kasarlapili, pada bagian bawah gradasi terbalik, yang berbatasan dengan aliran piroklastika berubah menjadi gradasi normal, dan dijumpai pipa-pipa keluarnya gas. Bagian bawah lapisan menggerus lapisan batuan di bawahnya, sehingga endapannya sering terlihat bercampur dengan paleosoil. Beberapa seruakan piroklastik sering menunjukkan struktur accretionary lapilli. Hal itu juga dapat menjadi petunjuk bahwa letusan tersebut berlangsung pada saat suhu udara tinggi dan beruap. Ash cloud surge menghasilkan deposit dengan perlapisan berukuran kurang dari 1 meter tebalnya, di temukan pada bagian atas. Endapan ash cloud surge memiliki karakteristik perlapisan unidirectional, swell structure, dan membentuk lensa-lensa. Ukuran butir dan proporsi deposit tergantung dari tipe utama aliran piroklastik.
27
Gambar 3.3. Planar stratification dan laminasi pada endapan piroklastik jatuhan (pubs.usgs.com, diakses 26 Agustus 2016)
3.2 Tipe Erupsi Gunung Api Penghasil Material Piroklastik dan Mekanisme Erupsi 3.2.1 Tipe-Tipe Erupsi Tipe erupsi gunung api ditentukan dengan didasarkan pada intensitas erupsinya, yaitu tinggi kolom letusan, jangkauan material letusan dan volume material letusan. Mulai dari yang berintensitas paling rendah hingga yang paling tinggi, ada 7 tipe erupsi gunung api namun yang menghasilkan material piroklastik terdapat 6 tipe erupsi yaitu Tipe Sumbat lava (Lava Fountain), Tipe Strombolian, Tipe Sub-Plinian, Tipe Ultra Plinian, Tipe Vulkanian, Tipe Surtseyan, dan Tipe Phreatoplinian.
28
Gambar 3.4 Illustrasi tipe-tipe erupsi gunung api (Cas & Wright, 1987)
a. Sumbat lava, yaitu lava yang dilepaskan secara besar-besaran, seperti meluahnya gelembung gas ke udara. Tingkat ekplosivitas letusannya ditentukan dari kandungan volatil dalam magma. Magma yang kental memiliki tekanan dalaman 100 atm, yang dijumpai beberapa meter kedalaman di bawah permukaan bumi. Kecepatan erupsi dan tinggi lava fountain ditentukan dari besarnya kandungan gas terlarut dalam magma. Kecepatan erupsi dapat ditentukan dari ukuran butir blok yang diendapkan di dekat kawah. Tinggi lava fountain dapat mencapai 200-800 m dengan kandungan air sebelum erupsi mencapai 0,3% sampai 0,6%. b. Tipe Stromboli, yaitu tipe erupsi gunung api dengan model erupsi gunung Irazu (Costa Rica) pada tahun 1965. Tipe erupsi ini dicirikan oleh luahan lava pijar
29
yang berasal dari puncak gunung api, membentuk gugusan yang melengkung sebagaimana langit. Pada lereng kerucut gunung api, lava mengental dan bergabung dengan aliran (sungai) lava menuruni lereng. c. Tipe Surtseyan, yaitu erupsi eksplosif hydrovulkanik lava basaltic gunung Surtsey pada 1963. Tipe erupsi ini hampir sama dengan erupsi tipe Stromboli , hanya saja sedikit lebih eksplosif, yang dibentuk oleh mekanisme hidrovulkaniknya. Sebagaimana air mendidih, maka terbentuk uap dan makin tumbuh secara eksplosif, yang selanjutnya terjadi fragmentasi magma hingga berukuran lebih kecil seperti abu halus. d. Tipe Vulkanian, yaitu didasarkan pada erupsi Gunung Paricutin pada tahun 1947. Material yang dierupsikan berupa piroklastika berdensitas yang terdiri dari campuran abu dan material lain yang diletuskan dari kawah gunung api, menyembur lebih tinggi dari puncak tinggi kolom erupsinya. Material erupsi terdiri atas abu, lapili, blok dan bom yang berasal dari letusan freatomagmatik, yang membentuk kolom letusan setinggi hingga 20 km. Gunung api yang meletus dengan tipe Vulkan antara lain Gunung Galunggung pada tahun 1982 dan erupsi-erupsi eksplosif besar berperiode 100-150 tahunan dari Gunung api Merapi, seperti yang terjadi Oktober-November 2010. e. Tipe Pelee atau Nuee Ardente (guguran awan panas), seperti yang dijumpai di gunung Mayon (Filipina) pada 1968. Erupsinya dicirikan oleh kandungan gas, debu, abu, dan fragmen hancuran lava yang dilontarkan secara vertikal dari kawah gunung api. Beberapa fragmen diendapkan kembali di seputar kawah,
30
menyerupai bentuk tongue, sebagai guguran avalans yang menuruni lereng dengan kecepatan lebih dari 100 mil/jam. Tipe letusan ini dikategorikan besar dan banyak memakan korban jiwa, seperti letusan Gunung St. Pierre pada 1902, bagian dari Gunung Pelee di Martinique, Lesser Antilles. Erupsi-erupsi Gunung api Merapi sering bertipe ini, walaupun intensitasnya lebih kecil, hingga sejauh 7-15 km dari pusat erupsi. f. Tipe Plini atau Vesuvius adalah tipe letusan gunung api yang ditandai dengan pembentukan kolom letusan setinggi 45 km atau lebih tinggi dan melontarkan material dinding di sisi kawah gunung api. Tipe erupsi ini sering terjadi pada gunung api bertipe komposit. Tipe erupsi ini terjadi pada Gunung Vesuvius pada tahun 79 M di Italia. Erupsi ini dicirikan oleh letusan eksplosif yang kaya akan gas laten, membentuk awan yang menyerupai kelopak bunga di atas gunung api, komposisi material erupsi dasitik sampai riolitik, kecepatan gaya konveksi letusan beberapa ratus meter per detik, dan letusan ini menghasilkan endapan yang sangat tebal dan sebaran yang luas. Material hasil erupsi terususun atas pumis, dan abu gunung api karena kecepatannya yang tinggi, dan volume material lontarannya sangat besar, maka dampak yang dihasilkannya pun juga besar. Beberapa contoh antara lain Gunung Krakatau (1883 M), Tambora (1815 M), dan Vesuvius (79 M dan tahun 1822).
31
3.2.2 Mekanisme Erupsi Jenis-jenis mekanisme erupsi antara lain erupsi sentral, erupsi rekahan kontinen, erupsi kepundan tersumbat, erupsi freatik, erupsi celah (fissure) dan lain sebagainya (Alzwar, 1981). Meknisme erupsi sentral adalah erupsi selama tekanan di dalam (internal fissure) dari magma lebih kecil dari kekuatan atap reservoir maka tidak akan terbentuk gunung api. Oleh difusi, gas akan terkonsentrasikan pada bagian atas dapur magma yaitu sewaktu pendinginan dan kristalisasi magma. Bilamana ketahanan atap waduk berkurang (melemah) karena naiknya tekanan gas akan menyebabkan terjadi peletusan melalui satu jalan yang berbentuk silinder, dimana keadaan ini disebut sebagai erupsi sentral (central vent eruption). Disini ada hubungan antara kandungan gas dan viskositas magma dengan jenis kegiatan erupsi sentral (lihat skema di bawah ini, Rittmann 1960).
Gambar 3.5. Hubungan antara kandungan gas dan viskositas magma dengan jenis kegiatan erupsi sentral (Rittmann, 1960 dalam Alzwar 1981)
32
Gambar 3.6 Diagram mekanisme erupsi pada pipa terbuka (Rittmann, 1960 dalam Alzwar 1981)
Dibawah D, magma belum jenuh gas dan tekanan uap/gas (d) konstan pada setiap kedalaman. Permukaan magma turun ke B karena terbukanya celah pada suatu kedalaman, di mana magma menjadi jenuh akan gas, yaitu seperti yang terlihat pada daerah bintik-bintik (BE). Erupsi puncak terjadi, selanjutnya permukaan magma mencapai G dimana dibawah G harga d3 lebih kecil dari h3. Gambar selanjutnya adalah gambar diagram yang melukiskan perbedaan antara erupsi debu secara normal dengan erupsi aliran pada gambar 3.7 (Rittmann 1962, dalam Alzwar 1981).
33
Gambar 3.7 Diagram yang melukiskan perbedaan antara erupsi debu secara normal dengan erupsi aliran debu (Rittman, 1972 dalam Alzwar, 1981)
Pada gambar di atas hipomagma pada kedalaman tertentu (zona a) tidak jenuh gas, tetapi begitu naik ke zona tekanan rendah menjadi jenuh (zona a’) dimana gelembung-gelembung gas mulai membentuk piromagma, sedangkan pada zona b magma telah jenuh akan gas. Pada zona C jumlah kandungan gas semakin tinggi dan magma mencapai permukaan eksplosi (x-x) dimana gas yang membawa awan larutan dan partikel padat disemburkan. Perbedaan sifat letusan terletak pada permukaan ekplosi (level of explosion x-x) Mekanisme erupsi celah, tejadi pada magma yang bersifat basa. Umumnya menghasilkan lava cair bersusun basal olivine, yang melalui rekahan abisal naik ke atas
34
dan berasal dari piromagma. Hipomagma berusaha menghasilkan pyromagma selama proses kristalisasi. Mekanisme erupsi kepundan tersumbat adalah erupsi dengan daya ledakan yang kuat disertai gempa vulkanik, guruh, lemparan gumpalan awan debu, diikuti ledakan keras dan hembusan batuapung sebagai klimaksnya. Contoh pada Gunung Krakatau (1883), Tambora (1815) dan Cosiquin (Nikaragua) pada tahun 1835. Mekanisme erupsi freatik disebabkan oleh mengumpulnya uap air fumarol dari gunung api yang bersangkutan ditambah dengan uap air hasil pemanasan. Jika tekanan telah cukup kuat dan atap reservoir lemah maka letusan freatik dapat terjadi. Lemahnya atap reservoir dapat dikarenakan oleh pelapukan, kohesi yang berkurang, gempa bumi dan lain sebagainya. Contoh pada gunung api Bandai San (Jepang) pada tahun 15 Juli 1888), dan Gunung Pematang Bata (depresi Suoh Sumatra) pada tahun 1933. Uap air yang terkumpul dapat pula terjadi karena lava mengalir diatas rawa atau letusan, sehingga akhirnya juga akan mengakibatkan erupsi freatik. 3.2.3 Klasifikasi Erupsi Didasarkan atas bentuk dan lokasi pusat kegiatan terbagi menjadi : a. Erupsi celah (fissure linear eruption) biasanya disebabkan oleh lava cair yang umumnya bersifat basalan, membentuk basal dataran tinggi dan riolitan akan membentuk ignimbrit.
35
b. Erupsi pusat (central eruption) akan bersifat membangun dikarenankan menghasilkan rempah lepas, dan bersifat merusak akibat menghasilkan lava. Didasarkan atas ciri erupsi dan rempah yang dihasilkan terbagi menjadi: a. Erupsi eksplosif dimana tekanan gas sangat tinggi, disertai ledakan dan akan menghasilkan sebagian rempah lepas dimana bila: 1). > 33%
: Eksplosif
2). =11-33%
: Intermediet
3). < 10%
: Kurang eksplosif
b. Erupsi effusif, dimana biasanya E<10% dan akan menghasilkan lelehan lava, dengan sudut lereng kecil sekitar 8o pada bagian atas dan 3-6o pada bagian bawah (kaki) Gambar 3.8 adalah gambar diagram erupsi berdasrkan lokasi pusat kegiatan (Rittmann dalam Alzwar, 1981), macam-macam erupsi gunung api menurut tekanan gas dalam magma, viskositas lava, dan gambar bentuk-bentuk erupsi.
36
Gambar 3.8 Tipe letusan berdasarkan lokasi pusat kegiatan (Rittman 1963, dalam Alzwar 1981)
3.3 Gunung api Merapi Gunung api Merapi terletak di Jawa Tengah pada posisi 7o 32,5’ LS dan 110o 26,5‘ BT. Gunung api Merapi kini merupakan gunung api yang tengah membangun tubuh kompositnya, yang disebut sebagai fase konstruksi gunung api. Gunung api tipe komposit paling umum dijumpai di dunia, disebut juga gunung api strato. Secara tektonika, gunung api ini terbentuk oleh proses kemunculan magma Ca-Alkali ke permukaan bumi melalui rekahan yang dibentuk secara tektonika, yang magmanya
37
dibentuk oleh proses pelelehan batuan sebagian ketika terjadi penunjaman lempeng samudera di bawah lempeng benua atau lempeng samudra di bawah lempeng samudera yang lain (Mulyaningsih & Sanjoto, 2012). Menurut Pratomo (2006) kegiatan gunung api ini terekam dengan baik sejak tahun 1768, atau lebih awal lagi adalah sejak tahun 1006, dikaitkan dengan sejarah Candi Borobudur. Kegiatan erupsi Gunung api Merapi purba menyisakan bentuk bentang alam tapal kuda, yang meliputi puncak-puncak Selokopo, Batulawang, Pusung London, Kendit, dan Plawangan. Kegiatan resen Gunung api Merapi terpusat pada kubah Gunung Anyar, yang terletak di dataran kawah Pasarbubar (+ 2500 m).
Gambar 3.9 Lokasi Gunung api Merapi melalui Citra Google Earth (Penyusun, 2016)
Sedikitnya enam erupsi besar pernah terjadi dalam sejarah Gunung api Merapi, diantaranya pada tahun 1587, 1672, 1768, 1822, 1849, dan 1872. Letusan gunung api
38
ini tahun 1822 menghasilkan endapan jatuhan piroklastika yang cukup tebal di bagian barat laut dan timur laut gunung, dan endapan aliran piroklastika mengalir ke lembahlembah Sungai Apu, Lamat, Blongkeng, Batang, Gendol, dan Woro (Barthomier, 1990 dalam Pratomo,2006). Secara umum erupsi gunung api ini lebih bersifat eksplosif dan merusak pada abad VII hingga abad XIX. Setelah itu erupsi Gunung api Merapi cenderung bersifat efusif (kecuali erupsi 1930) ditandai oleh pertumbuhan kubah lava pada puncak gunung api ini (Gunung Anyar), yang disertai gugran kubah lava yang tersebar ke arah lereng barat, barat daya, selatan, dan tenggara. Berikut Tabel 3.2 berisi beberapa letusan gunung api di Indonesia sejak 1500 (Davidson & Da Silva, 2000 dalam Pratomo, 2006) dan Klasifikasi bentuk gunung api kerucut tunggal dan hubungannya dengan kualitas dan kuantitas magma yang dierupsikan (modifikasi dari Rittmann, 1960 dalam Pratomo 2006) pada Tabel 3.3. Tabel 3.2 letusan gunung api di Indonesia sejak 1500 (Davidson & Da Silva, 2000 dalam Pratomo, 2006)
39
Tabel 3.3 Klasifikasi bentuk gunung api kerucut tunggal dan hubungannya dengan kualitas dan kuantitas magma yang dierupsikan (modifikasi dari Rittmann, 1960 dalam Pratomo 2006)
Gunung api Merapi dikenal sebagai gunung api teraktif di dunia. Karakteristik erupsinya bersifat aktif permanen, yaitu guguran kubah lava atau lava pijar, membentuk, membentuk aliran piroklastika (awan panas) atau nuee ardentes yang biasanya disebut warga lokal sebagai wedhus gembel. Kejadian ini dapat terjadi setiap saat, baik yang dipicu oleh tekanan dari dalam pipa kepundannya ataupun akibat gaya gravitasi yang bekerja pada kubah lava yang berada dalam posisi yang tidak stabil (pada dasar kawah lama yang miring) (Pratomo, 2006). 3.3.1 Sejarah Erupsi Gunung api Merapi Adapun urutan sejarah dari erupsi Gunung api Merapi sebagai berikut, yang disadur dari laman www.volcanodiscovery.com
40
1.
Erupsi April-Juni 2006 : Kubah lava baru dan aliran piroklastik Setelah 5 tahun masa tenang, erupsi baru mulai pada bulan April 2006. Sebuah kubah lava terbentuk baru diatas kubah lava 1998-221, aliran piroklastik yang sangat kuat turun berarah barat daya, sayap selatan dan tenggara terjadi pada bulan Mei dan Juni. Memakan 2 orang korban yang terperangkan di sebuah shelter yang dilalui oleh aliran.
Kubah lava baru dan rockfall pijar meningkat dari akhir april hingga awal mei. Ketika kubah lava mulai tumbuh menyebabkan rockfall ke sayap tenggara. Longsoran material pijar dan aliran piroklastik kecil mencapai 1-2 km menuju lembah Krakask dengan arah barat daya dan rockfall skala kecil di kali Gendol tenggara.
Pada 8 Juni, para ahli memperkirakan volume dari kubah lava yang baru sebesar 4 million cubic meter. Pada hari yang sma terjadi aliran piroklastik dari erupsi mencapai 5 km jaraknya menuju Kali Gendol, Pada awal Juni, bagian tenggara menjadi predominant direction dari aliran piroklastik, setelah kubah yang tumbuh menembus dan menghancurkan bagian kubah lava tua yang awalnya melindungi sayap bagian atas selatan dan tenggara.
Pada tanggal 14 Juni terjadi runtuhan kubah yang besar selama 3.5 jam menghasilkan aliran piroklastik yang mencapai 7 km berarah tenggara. Setelah
41
pertengahan Juni, aliran piroklastik dan longsoran berkurang frekuensi dan intensitasnya, dan erupsi berhenti pada bulan agustus hingga September 2006
2.
27 Mei 2006 Gempa Yogyakarta Pada tanggal 27 Mei 2006 terjadi gempa tektonik berkekuatan 6.3 dekat dengan Yogyakarta sebagai akibat tumbukan lempeng tektonik Indo Australia dan Sunda.
3. Januari-Februari 2001. Runtuhan kubah utama pada 10 Februari Aktivitas meningkat pada Januari 2001, tingkat lava efusif berada di tingkat tinggi dan sering menyuplai aliran piroklastik. Pada 31 Januari aliran piroklastik terjadi secara terus menerus, mencapai 3.5 jarak dari puncak gunung, umumnya mengalir ke arah selatan-barat daya, namun juga mengalir ke arah barat daya dan barat dari gunung menuju Senowo dan Kali Bebeng
Pada 10 Februari 2001 , bagian besar dari kubah lava 1998 runtuh dan memicu aliran piroklastik yang serius hingga mencapai 7 km dari kawah, mengalir berarah selatan-barat daya menuju Kali Sat. Secara signifikan menghasilkan jatuhan abu berarah timur sejauh 60 km. Setelah kejadian ini, aktivitas mereda secara sginifikan, namun tetap terus menerus dengan frekuensi dan intensitas yang rendah hingga sekitar 2001
42
4.
December 2000-Januari 2001 : Aliran piroklastik Aktivitas erupsi meningkat tajam selama periode 26 Desember 2000 - 22 januari 2001. Pada 14 januari aliran piroklastik mengalir berarah selatan-baratdaya dan tenggara dan mencapai 4 km dari sumbernya. Dalam pekan itu lava pijar dan aliran piroklastik muncul dengan interval waktu 0.5-1 jam.
5.
1998-2000 aktivitas : Longsoran Pijar (Glowing rockfalls) Aktivitas dan longsoran dari kubah lava pada puncak gunung meningkat lagi pada Juni 1998 dan antara 11-19 Juli ketika 128 batuan pijar dan aliran piroklastik telah direkam mengalir menuju Lamat, Krasak/Bebeng dan Kali Boyong berarah barat daya dan selatan-barat daya dari sayap Gunung api Merapi. Aktivitas menurun, namun gunung api tetap aktif dari 1999 dan 2000 dengan degassing yang intensif, ledakan keil, dan rockfall skala kecil telah terekam
6.
Erupsi 1996 : Melanjutkan pertumbuhan kubah lava dan aliran piroklastik. Aktivitas dimulai pada 1994 menerus hingga 1995 dan meningkat lagi mulai agustus 1996, ketika ledakan dan aliran piroklastik menjadi semakin sering dan membesar. Pada 9 Agustus aliran piroklastik mencapai 3.5 km dari puncak mengalir dari sayap selatan-barat daya dan mencapai Kali Krasak dan Kali Boyong. Ledakan pada 13 Sepetember membentuk awan panas dengan ketinggian 4 km dari puncak.
43
Aktivitas puncak terjadi pada 31 oktober saat 17 aliran piroklastik terekam. Aliran ini mencapai jarak maksimum 3 km dan mencapai bagian atas lembah Bebeng, Krasak, Boyong, dan Kali Kuning pada sayap selatan-barat daya dan barat daya. Aliran piroklastik menurun aktivitasnya pada 1 November dan erupsi berhenti pada 2 November.
7.
Erupsi 1994 Runtuhan besar dari pertumbuhan kubah lava pada November 22 tahun 1994 menghasilkan aliran piroklastik besar yang mengalir sejauh 7.5 km dari sayap selatan, menduduki desa Kaliurang dan membunah setidaknya 41 orang. Erupsi baru terjadi sekitar 14 jam pada 16 Juli 1994, ketika ledakan dan aliran piroklastik yang dipicu oleh periode inflasi yang kuat. Erupsi mulai membentuk kubah lava dan puncak pada bulan November. Longsoran pijar pada 22 November dipicu oleh runtuhan dari puncak kubah aktif yang menghasilkan blok piroklastik dan aliran abu, dan seruakan pijar yang mengalir sejauh 7.5 km berarah selatan-barat daya dari puncak.
8.
Erupsi 1992-1993: Kubah lava baru tumbuh Sebuah kubah lava tumbuh pada akhir Januari hingga awal Februari 1992 dan membentuk aliran piroklastik yang mengalir sejauh 4 km menuju sayap barat daya.
44
Aktivitas menurun pertengahan februari. Selama akhir 1992, kubah lava terus tumbuh secara perlahan, dan menghasilkan runtuhan dan aliran piroklastik dalam skala kecil. Aktivitas dilanjutkan kembali dengan intensitas yang tinggi pada Desember 1992 hingga Februari 1993. Beberapa longsoran pijar mengalir menuju Kali Bedog dan Boyong pada sayap selatan. Pada 3 Februari, periode paling panjang aliran piroklastik dalam periode ini mengalir sejauh 4 km berarah barat-barat laut mengarah ke Senowo, Kali Sat pada sayap selatan-barat daya. Setelah Maret 1993 aktivitas menurun pada level yang rendah.
9.
Erupsi 1968 Pada akhir Mei 1968 aliran lava telah dierupsikan dari runtuhan kubah Oktober 1967 dan menjangkau 875 m barat daya di lereng atas. Runtuhan batu dan aliran piroklastik kecil dari aliran lava sering terjadi pada Bulan Juni hingga Agustus kemudian aktivitas berhenti di bulan September. Aktivitas baru dimulai pada Oktober.
10. Erupsi April-Oktober 1967 Kubah lava baru terbentuk pada April 1967. Runtuhan kubah lava terjadi pada Oktober 1967 menghasilkan aliran piroklastik menuju lembah Kali Batang pada Sisi barat daya dari kawah.
45
Di dapatkan dari sumber yang lain bahwa erupsi Gunung api Merapi yang terjadi pada tahun 1930 tercatat sebagai letusan yang luar biasa, ditandai oleh guguran kubah lava yang disertai letusan eksplosif, membentuk aliran awan panas hingga mencapai 13,5 km dari pusat erupsi. Awan panas ini melanda kawasan berpenghuni dan menimbulkan korban jiwa 1.369 orang meninggal (Kemmerling, 1931; Escher 1933; van Padang, 1951; Abdurachman drr., 2000;dalam Pratomo, 2006). Pada umumnya kegiatan Gunung api Merapi sangat khas, yaitu guguran kubah lava disertai atau tanpa erupsi eksplosif membentuk aliran awan panas hingga 8 km dari pusat erupsi. Erupsi yang relatif besar umumnya terjadi sekali dalam seratus tahun (Newhall drr., 2000 dalam Pratomo, 2006) 3.4 Tipe dan Distribusi Variasi Endapan Piroklastik Merapi Aliran piroklastik dan seruakan berasal dari puncak kubah yang sama sebagai aliran lava (atau dari runtuhan kubah lava dan aliran), tetapi deposit dari material ini hanya sebatas pada bagian tengah dan bawah lereng pada Gunung api Merapi di mana terakumulasi dari banyak deposit yang telah membentuk piroklastik apron disekitar kerucut gunung api. Umumnya terletak pada ketinggian 1000 m hingga 700 m (sekitar 8-9 km dari puncak), tebal, sortasi buruk pada deposit aliran piroklastik, mendominasi pada daerah lembah sedangkan jatuhan piroklastik, dan seruakan mendominasi bagian interfluves. Mulai ketinggian 700 m hingga 300 m, deposit lahar dan banjir (muddy streamflow) saling berlapis dan terdapat bidang ketidak selarasan berupa jatuhan piroklastik (kemungkinan) deposit seruakan piroklastik. Menjelajah sepanjang jalan
46
utama melalui Sleman merupakan deposit seruakan piroklastik yang mencapai elevasi 200 m atau 22 km dari puncak, informasi ini penting sebagai penanganan zonasi bencana gunung api. Distribusi dari runtuhan kubah lava (aliran piroklastik) langsung terkait dengan pergeseran kubah lava dan aliran ekstrusi serta menuju daerah yang runtuh di sekitar cincin kawah (crater rim). Ada kalanya, kubah terbentuk dalam ukuran yang sangat besar yang dapat runtuh dari cincin kawah menuju beberapa kemungkinan sistem drainase. Contohnya kubah Merapi tumbuh cukup besar pada November 1994 dan sebagian runtuh menuju Kali Boyong dibagian selatan-tenggara pada sisi Merapi (Abdurrachman et,al 2000 dalam Newhal et al, 2000), daripada ke jalur abad 20 ini seperti Kali Krasak, Kali Batang, dan Kali Blongkeng. Arah dari erupsi piroklastik aliran sangat tergantung pada topografi pada puncak gunung api dimana material pertama yang runtuh lebih dulu pada slope yang curam menuju area yang lebih rendah maka disitulah jalur dari aliran piroklastik ini. Semua tipe aliran piroklastik pada Merapi mengikuti lembah membentuk tebing vertikal yang sebagian sudah mengalami proses erosi. semua tipe juga berpotensi untuk mengalami erosi menjadi endapan hasil erosi (interfluves surface) yang secara fisik memiliki butiran yang lebih halus dan sortasi baik daripada intercanyon facies. Beberapa aliran piroklastik aliran hasil pencampuran dengan air hujan memiliki struktur cross-bedded dengan ukuran butir pasir kasar dan lapili dengan kandungan
47
ranting arang dan rumput yang membentuk lineasi pada dasar arah aliran. Selain itu ada yang memiliki planar beds, memiliki tebal 1 meter hingga beberapa centimeter. Jarak dari aliran piroklastik pada Merapi tergantung pada volumenya. Volume yang besar akan menyebar lebih luas dibandingkan dengan volume yang sedikit. Erupsi yang menghasilkan tipe aliran piroklastik dapat bergerak lebih dari 8 kilometer dari puncak gunung dimana erupsi aliran runtuhan kubah lava tidak mencapai jarak demikian. Abu yang dihembuskan dari aliran piroklastik dapat menjadi ash cloud surge atau piroklastik jatuhan. Endapan jatuhan piroklastika dicirikan oleh struktur gradasi, berlapis hingga laminasi, sortasi baik, diameter butir abu-lapili, tebal antara 0,5 hingga 2 centimeter, dan sering tercampur dengan paleosol dan endapan seruakan piroklastika. Endapan seruakan piroklastika dicirikan oleh struktur laminasi silang hingga laminasi, menggerus lapisan dibawahnya, sortasi sedang-baik, diameter butir abu-lapili, komposisi fragmen skoria, litik (jarang) dan arang kayu yang tebalnya sekitar 5-15 cm. Endapan aliran piroklastika dicirikan oleh struktur gradasi hingga masif, sortasi jelek, kemas terbuka diameter butir abu hingga bongkah, komposisi fragmen bom, lapili dan arang kayu dalam massa dasar abu-lapili (30-60%), dan dijumpai lubang bekas keluarnya gas. Lahar kohesif fasies distal dicirikan oleh struktur laminasi silang hingga silang siur dan beberapa masif, sortasi sedang hingga jelek, kemas terbuka, bentuk butir
48
menyudut, kompak dan lepas-lepas, serta komposisi fragmennya berupa litik berukuran granul hingga bongkah, lapili, ranting kayu dan daun, arang kayu dalam massa dasar abu (~50-80%). Pada fasies medial lahar kohesif dicirikan oleh struktur masif gradasi, sortasi jelek, kemas terbuka, komposisi abu hingga bongkah berukuran beberapa meter dan fragmen kayu, serta tidak ditemui arah imbrikasi. Lahar tak kohesif dicirikan oleh struktur gradasi normal, sortasi sedang hingga baik, kemas terbuka-tertutup, bentuk butir menyudut hingga membulat dan ukuran butir abu-kerikil hingga bongkah, mengandung kayu, daun, arang kayu yang tertanam dalam massa dasar abu-granul (~10-20%) (Mulyaningsih, 2005) 3.5 Korelasi Stratigrafi Di Sekitar Gunung api Merapi Dalam membuat korelasi stratigrafi penyusun menggunakan data sekunder pada penelitian yang telah dilakukan oleh C.G Newhal et.al mengenai 10.000 years of explosive eruption of Merapi Volcano, Central Java: archeological and modern implications. Di dalam penelitian tersebut dilakukan pengukuran stratigrafi pada 18 titik di sekitar Gunung api Merapi yang masuk pada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta) dan Provinsi Jawa Tengah (Magelang). Penyusun akan mengambil beberapa titik yang bisa mewakili masing-masing hasil deposit erupsi Gunung api Merapi yang mewakili daerah Proksimal, Medial, dan Distal. Adapun daerah yang telah dilakukan pengukuran stratigrafi terlampir pada gambar 3.9. Daerah dengan kotak warna merah merupakan titik yang penulis gunakan sebagai data
49
sekunder yang akan diambil. Data stratigrafi yang diambil terletak pada titik A, F, dan Ei dengan asumsi bahwa titik A mewakili daerah Proksimal, titik F mewakili daerah Medial, titik Ei mewakili daerah distal dan mempertimbangkan jalur kelurusan dengan asumsi kelurusan tersebut bisa mewakili dalam satu erupsi produk Gunung api Merapi serta pengukuran stratigrafi yang bisa mewakili.
50
A’
Gambar 3.10 Titik pengukuran stratigrafi terukur oleh Newhal et.al (2000) meliputi daerah Yogyakarta dan sebagian Magelang, kotak merah adalah stratigrafi terukur yang digunakan sebagai data sekunder. (Newhall et.al, 2000)
51
3.5.1 Titik A’ bagian utara Desa Pelem/Kinaredjo Titik A terletak pada lereng selatan Gunung Api Merapi pada bagian utara Desa Pelem/Kinaredjo berikut terlampir profil litologi titik A pada gambar 3.10. Titik A merupakan titik yang mewakili zona proksimal. .
Gambar 3.11 titik A menunjukkan 2 dimensi stratigrafi terukur sebagai zona Proksimal Lereng Selatan Gunung api Merapi daerah urata Desa Pelem/Kinaredjo, (Mulyaningsih, 2005)
52
Tabel 3.4 Tipe endapan piroklastik beserta ketebalan yang terdapat pada titik A’, merupakan hasil terjemahan dari gambar 3.11 daerah urata Desa Pelem/Kinaredjo, dengan urutan yang paling tua hingga ke muda (Mulyaningsih, 2005)
Tipe endapan Piroklastik Tuff
Ketebalan (cm) 20 cm
Pemerian
Lapisan
abu gunung api yang tak terlitifikasi
1
Lahar proksimal
90 cm
Lahar proksimal
2
70
Seruakan piroklastik
3
Abu
20
Abu dengan ukuran butir kasar
4
Aliran piroklastik
50
Abu halus
5
Seruakan piroklastik
Berdasarkan hasil pengukuran stratigrafi pada titik A, maka tipe endapan piroklastik yang di dapatkan ada empat yakni tuff (jatuhan abu) dengan jumlah ketebalan 40 cm, Lahar proksimal dengan ketebalan 90 cm, Seruakan piroklastik dengaan tebal 70 cm, dan aliran piroklastik dengan ketebalan 50 cm. Diantaranya ke empat endapan piroklastik ini didominasi oleh seruakan piroklastik (ash cloud surges). Pada titik ini kegiatan pengendapan piroklastik sangat aktif terjadi dan pengaruh vulkanik masih sangat dominan, karena tiga jenis material piroklastik ditemukan di titik ini. Persebaran dari material piroklastik ini mampu mencapai titik proksimal, bahkan hingga ke bagian distal. Untuk persebaran secara lateral perlu adanya korelasi pada bagian proksimal di titik lain.
53
3.5.2 Titik F Daerah Pelem/Kinaredjo/Kali Kuning Titik F terletak pada daerah Pelem/Kinaredjo, Kali Kuning pada gambar 3.11 terletak tepat bagian Selatan dari puncak Gunung api Merapi. Titik F dipilih sebagai wakil dari zona medial.
Gambar 3.12 titik F menunjukkan 2 dimensi stratigrafi terukur sebagai zona Medial Gunung api Merapi terletak di daerah Pelem/Kinaredjo/Kali Kuning, (Newhall et al, 2000)
54
Tabel 3.5 Tipe endapan piroklastik beserta ketebalan yang terdapat pada titik F, merupakan hasil terjemahan dari gambar 3.12, Daerah Pelem/Kinaredjo/Kali Kuning (dimodifikasi dari Newhall et.al, 2000)
Tipe endapan Piroklastik
Ketebalan (meter)
Aliran piroklastik
30
Aliran interfluve pyroclastic
40
Ash cloud surge
22
Aliran piroklastik runtuhan kubah
84
Aliran interfluve pyroclastic
56
Ash cloud surge
30
Endapan pasir
30
Seperti seruakan
36
Aliran interfluve pyroclastic (?) Aliran interfluve pyroclastic
100 34
Pemerian Clast supported, endapan aliran piroklastik halus, dengan pengisianlembah (valley-filling) dan fasies interfluve, endapan kuarter Matrix supported dengan struktur silang siur hingga planar bedding Berbutir halus berwarna coklat kemerah mudaan. Fragmen kebanyakan andesit dengan diameter >2 meter mengandung arang kayu Berbutir abu halus, kemudian berlapis abu pasiran dengan hamburan lapili, beberapa membentuk perlapisan sebagian cross-bedded, sortasi buruk. Abu dengan hamburan lapili hingga diameter 3-4 cm. Endapan pasir coklat, pasir sedangkasar, warna abu-abu gelap, dan abu dengan gelas halus, serta hamburan granules dan lapili halus, terdapat arang kayu Warna abu-abu berpasir, struktur cross hingga planar beds dengan dasar bersortasi buruk Lenses lapili dan jejak arang kayu pada bagian atas dan bawah lapisan Warna abu-abu berbutir abu pasiran dan lapili, matrix supported,
Lapisan
1
3 5 6
7
16
17-19
20 21 22
55
Aliran piroklastik
42
Lapukan aliran piroklastik 206
Aliran interfluve pyroclastic (?)
26
Kaya kristal andesit, matrix supported hb dan px andesit, lapili berdiameter hingga 5 cm, arang kayu melimpah. Berbutir abu warna coklat dan lapili, kemungkinan merupakan lapukan aliran piroklastik, singkapan bisa saja terbatas pada bagian atas dari jatuhan tefra. Lapisan 35 berbutir abu dengan warna kuning kecoklatan dengan sebaran lapili dan granules, lapisan 37 lapukan aliran piroklastik (?) berwarna coklat berbutir abu-lapili. Lapisan 42 lapukan aliran piroklastik (?) berbutir abu dengan warna coklat Berbutir abu, warna coklat
28
32 (116cm), 35 (30cm), 37 (24cm), 42 (36cm)
44
Berdasarkan hasil pengukuran stratigrafi pada titik F, maka tipe endapan piroklastik yang di dapatkan ada endapan aliran piroklastik dengan jumlah ketebalan 362 cm (termasuk , aliran piroklastik runtuhan kubah), ash cloud surge dengan jumlah ketebalan 88 cm, aliran interfluve piroklastik dengan jumlah ketebalan 254 cm. Pada bagian medial ini endapan piroklastik yang mendominasi adalah aliran piroklastik dan aliran interfluve pyroclastic. Endapan aliran interfluve pyroclastic adalah endapan yang terbentuk sebagai akibat erosi air pada lembah-lembah gunung api, kemudian channel tersebut terisi oleh material surge pyroclastic yang membentuk swell structure, daerah dengan channeling ini sangat umum dijumpai pada bagian medial hingga distal.
56
3.5.3 Titik Ei Daerah Candi Kedulan, Candi Sambisari Titik Ei terletak pada daerah Candi Kedulan, Candi Sambisari pada gambar 3.12 terletak bagian Selatan dari puncak Gunung api Merapi. Titik Ei diambil sebagai perwakilan dari zona distal Gunung api Merapi. Adapun hasil pengukuran stratigrafi di titik Ei terlampir pada gambar berikut.
Gambar 3.13 titik Ei menunjukkan 2 dimensi stratigrafi terukur sebagai zona Distal Gunung api Merapi terletak di daerah Candi Kedulan, dan Candi sambisari (Newhall et al, 2000)
57
Untuk mempermudah mengelompakkan yang termasuk endapan piroklastik maka disusunlah tabel 3.6 untuk mengetahui jenis tipe piroklastik yang terdapat pada lokasi titik Ei, pemerian, ketebalan dan lapisan batuannya. Tabel 3.6 Tipe endapan piroklastik beserta ketebalan yang terdapat pada titik E i, merupakan hasil terjemahan gambar 3.13, Daerah Candi Kedulan, Candi Sambisari (dimodifikasi dari Newhall et.al, 2000)
Tipe endapan Piroklastik Endapan sedimen
Ketebalan (meter) 20
Lahar
72
Fluvial interbed
10
Lahar
68
Fluvial interbed
10
Lahar
60
Fluvial interbed
10
Lahar
40
Coarse fluvial
50
Lahar
40
40
Pemerian Segar, lapisan tipis sedimen berpasir Bongkah berorientasi endapan lahar, sortasi buruk, tebal 1-1.5 meter Lapisan tipis fluvial interbed, berpasir Lahar kerikilan, dengan membulat tanggung kerakal, menutupi bagian atas Candi Kedulan Lapisan tipis fluvial interbed, Lahar dengan kerakal membulat tanggung, tebal 0.6 meter. Lapisan tipis fluvial interbed, Lahar di C. Kedulan dengan butiran kerakal pasiran berwarna abu-abu di C. Sambisari. Tebal 0.4 m Endapan fluvial pasir kasar, dengan lensa bongkah hingga diameter 0.5 m. Ketebalan 0.1-1.0 m, kemungkinan memiliki 2 layer. Lahar umumnya kerikil menyudut, tapi secara lokal bongkah berukuran besar, matriks pasir halus, dan lanau. Mungkin terdiri dari 2 layer (Bronto et al, 1997). Lahar pasiran hingga lanauan, masif tebal 0.4 m. Terdapat soil di bagian atas.
Lapisan 1 2 3 4 5 6 7 8
9
10
11a
58
130 Yellow Ash (marker)
4
Lahar granular
40
Crossbed Fluvial
24
Ash Fall
40
Pasiran, lahar kerikilan, masif, tebal 1.3 meter, terdapat blok dengan struktur skoria dan beberapa fosil daun Ketidakselarasan, tebal 0-4 cm abu kuning halus. (Regional marker ash of Andreastuti et al) Pasiran, endapan lahar granular dengan serpihan hb-plag pumis, sortasi buruk, tidak berlpais, rapuh Tersusun baik, endapan pasir dan lanau, struktur silang siur, dengan lensa pasir kasar, terdapat arang kayu pada bagian bawah unit Abu-abu cerah dengan jejak fosil daun, terhampar di lantai C. Sambisari, 10 cm diatas Candi Kedulan. Setidaknya 30-40 cm tebal di C. Sambisari dan 20 cm tebal di C. Kedulan.
11b
12
13
14
15
Pada titik Ei endapan piroklastik yang terdapat adalah Jatuhan abu yang merupakan endapan piroklastik yang terdapat pada titik ini, selebihnya endapan pada bagian distal ini didominasi oleh lahar dengan fragmen mulai dari ukuran butir pasir hingga bongkah dengan jumlah ketebalan 490 cm, jatuhan abu dengan jumlah ketebalan 40 cm, dan telah dipengaruhi oleh endapan sedimen seperti endapan fluvial pasiran dan juga crossbed fluvial dengan jumlah ketebalan 124 cm maka dapat diartikan daerah distal tidak sepenuhnya dikontrol oleh aktivitas vulkanik namun telah dikonttrol oleh sedimentasi sedimen, sehingga aktivitas erosi permukaan lebih dominan. Bila terjadi pada musim penghujan, material piroklastik dan lahar yang ada akan tercuci sehingga membentuk lahar hujan yang sangat berbahaya.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Produk erupsi gunung api bertipe komposit umumnya terdiri dari tiga jenis yaitu jatuhan piroklastik, aliran piroklastik dan seruakan piroklastik. Gunung api Merapi adalah gunung api bertipe komposit yang memiliki sifat erupsi yang periodik kurang lebih 1-5 tahun sekali, bentuk dan lokasi erupsi adalah erupsi sentral yang bersifat membangun, dan menghasilkan ketiga jenis endapan piroklastik tersebut. Memiliki tipe erupsi guguran kubah lava (nuee ardeente). Pada zona proksimal tipe endapan piroklastik yang dijumpai adalah tipe ash cloud surge dengan jumlah ketebalan 70 cm, jatuhan abu piroklastik dengan tebal 20 cm, aliran piroklastik dengan ketebalan 50 cm. Pada zona medial tipe endapan piroklastik yang dijumpai adalah tipe aliran piroklastik (guguran kubah lava) dengan jumlah ketebalan 362 cm, aliran interfluve piroklastik dengan jumlah ketebalan 254 cm dan ash cloud surge dengan jumlah ketebalan 88 cm. Pada zona distal tipe endapan piroklastik yang dijumpai adalah lahar dengan jumlah ketebalan 490 cm, jatuhan abu setebal 40 cm, dan endapan fluvial pasiran dan juga crossbed fluvial pasiran dengan jumlah ketebalan 124 cm. Zona proksimal didominasi oleh ash cloud surge, zona medial aliran piroklastik (pyroclastic flow), zona distal didominasi oleh lahar dan campuran material sedimen.
59
60
4.2 Saran Perlu adanya perbandingan lokasi pengukuran stratigrafi lebih banyak lagi dengan melibatkan sayap barat dan timur kemudian melakukan korelasi untuk mengetahui persebaran dan variasi endapan piroklastik . Kajian sejarah erupsi lebih lanjut dan terperinci untuk mengetahui sifat erupsi, karena sifat erupsi yang membangun (konstruktif) dan merusak (destruktif) memiliki tipe deposit gunung api yang berbeda bagian dalam kualitas maupun kuantitasnya. Pengukuran data stratigrafi terbaru pada zona proksimal, medial, dan distal karena antara kurun waktu tahun 2000 hingga 2016 Gunung api Merapi telah mengalami erupsi beberapa kali
DAFTAR PUSTAKA Alzwar M., 1981, Vulkanologi: Edisi 2, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran: Yogyakarta Cas R.A.F dan Wright J.V., 1987, Volcanic Successions Modern and Ancient, Academic Division of Unwin Hyman Ltd: London. Fischer dan Schminke, 2004, Volcanism, Springer-Verlag Berlin Heidelberg: Germany Mulyaningsih S., 2013, Vulkanologi, Akprind Press: Yogyakarta Mulyaningsih S., 2005, Disertasi Geologi Lingkungan di Daerah Lereng Selatan Gunung Api Merapi, Yogyakarta pada Waktu Sejarah (Historical Time); tidak dipblikasikan, Institut Teknologi Bandung: Bandung Mulyaningsih S & Sanjoto S., 2012, Geologi Gunung Api; Studi Kasus di Gunung Api Merapi, Gunung Krakatau, Gunung Muria, Rawa Dano, dan Pegunungan Selatan, Institut Sains & Teknologi Akprind: Yogyakarta Newhall C.G et al., 2000, 10.000 Years of Explosive erupsitons of Merapi Volcano, Central Java: archeological and modern implication, Journal of Volcanology and Geotermal Research, US Geological Survey, Department of Geological Sciences: Seatlle, USA Reading H.G, 1996, Sedimentary Environments: Processes, Facies and Stratigraphy, Blackwell Publishing Company: United Kingdom.
Pratomo I., 2006, Klasifikasi Gunung Api Aktif di Indonesia, Studi Kasus dari Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah, Museum Geologi, Pusat Survei Geologi: Bandung Voight et.al, 2000, Historical eruptions of Merapi Volcano, Central Java, Indonesia, 1768–1998. Journal of Volcanology and Geothermal Research: USA http://www.volcanodiscovery.com (diakses pada 26 Agustus 2016, pukul 09.00 WIB) http://pubs.usgs.gov (diakses pada 26 Agustus 2016, pukul 10.00 WIB)
NOTULEN SEMINAR Judul
: Tinjauan Tipe Deposit Piroklastik Pada Gunung Api Merapi Berdasarkan Data Pengukuran Stratigrafi
Hari/Tanggal
: Kamis, 6 Oktober 2016
Pembicara
: Pranowo Ibnu Khakim
NIM
: 121.10.1161
Jurusan
: Teknik Geologi
Fakultas
: Teknologi Mineral
Pembimbing
: Dr. Sri Mulyaningsih S.T,.M.T
Pembahas
: Dr. Muchlis SP,. M.Sc
Mulai Seminar
: 13.00 WIB
Selesai Seminar
: 14.00 WIB
Mahasiswa Pembahas I : Gures Al Bahar (121.10.1060) Mahasiswa Pembahas II: Rahma Destirayoga P (121.10.1037) Notulen
: Nico Wahyu Hartama (121.10.1071)
Ruang
: S 203
Diskusi Seminar Mahasiswa Pembahas I 1. 2. 3. 4.
Koreksi teknik penulisan naskah ilmiah. Sebutkan dan jelaskan hubungan produk piroklastik dengan tipe erupsi ? Dasar penggunakan 3 titik sebagai dasar stratigrafi? Metode yang digunakan untuk mengelompokkan masing-masing tipe endapan piroklastik? 5. Koreksi perhitungan jumlah ketebalan antara pembahasan dan kesinpulan.
Mahasiswa Pembahas II 1. 2. 3. 4. 5.
Penulisan “Akprind” harus dikapital. Konsistensi antara penulisan “tefra” atau tephra. Kalimat untuk judul gambar di sesuaikan. Mengapa saudara memilih judul seminar ini? Bagaimana untuk erupsi tipe gunung api yang lain? Apakah produknya akan sama seperti pada gunung Merapi?
Marshel Yusuf (121.10.1050) 1. Tipe erupsi Merapi hubungannya dengan guguran kubah lapava? 2. Bagaimana membendakan piroklastik sebagai hasil dari aliran dengan piroklastik hasil guguran kubah lava? Yudhistira Beddu 1. Bagaimana membedakan piroklastik yang terendapkan di darat dan terendapkan di perairan? Hengki Pothoboda 1. Bagaimana hasil dan manfaat yang saudara dapat dari seminar ini, baik untuk diri sendiri ataupun kepada masyrakat? Dosen Pembahas 1. Memberikan tujuan yang lebih jelas lagi terhadap objek yang diteliti dan apa yang akan dilakukan. 2. Menambahkan sistesis pendapat pribadi kedalam hasil pengolahan data dan penjelasan lebih lanjut pada setiap titik-titik stratigrafi. 3. Memasukkan peneliti yang belum tercantum ke dalam daftar pustaka.
Dosen Pembimbing
Dr. Sri Mulyaningsih S.T.,M.T
Dosen Pembahas
Dr. Muchlis SP., M.Sc
Hasil Diskusi Mahasiswa Pembahas I 1. Sudah diperbaiki. 2. Material piroklastik adalah berasal dari hasil letusan gunung api yang terlontar ke udara, letusan secara lateral, dan guguran kubah lava. Gunung api yang bisa menghasilkan material ini adalah gunung api yang umumnya memiliki tipe freatik, dan freatomagmatik yang dikontrol oleh tekanan dan gas sehingga mampu menghasilkan material piroklastik. Contohnya tipe erupsi Vulkan, Plinian, Subplinian yang bisa menghasilkan ketiga jenis endapan piroklastik. 3. Dasar penggunaan data stratigrafi menggunakan pembagian jarak proksimal, medial, dan distal dilihat dari peta daerah penelitian. 4. Pengelompokkan material piroklastik dilihat dari deskripsi secara megaskopis meliputi struktur, tekstur, dan sifat fisik lainnya, kemudian dipadukan menjadi satu. Untuk pengukuran ketebalan, kami menggunakan metode tidak langsung yakni mengukur kolom litologi yang telah dibuat oleh peneliti terdahulu berdasarkan skala. 5. Sudah diperbaiki. Mahasiswa Pembahas II 1. 2. 3. 4.
Sudah diperbaiki Sudah diperbaiki Sudah diperbaiki Judul seminar ini sangat menarik, karena Gunung Merapi di Indonesia sangat terkenal aktif dan para saintis pun membuat tipe erupsi khusus yakni Tipe Merapi yang bercirikan aktivitas guguran kubah lava. Gunung Merapi juga bertanggungjawab atas berbagai macam bencana dan jumlah korban yang berjatuhan atas erupsinya, terakhir terjadi pada November tahun 2010, ini menjadi objek yang penting untuk membantu dalam pembuatan rancangan manajemen mitigasi bencana gunung api Merapi 5. Untuk tipe piroklastik di daerah gunung yang lain akan selalu sama, dasarnya adalah gunung api tersebut bersifat eksplosif, mengandung tekanan dan gas yang cukup. Selama hal itu dimiliki oleh suatu gunung api maka gunung tersebut mampu menghasilkan endapan piroklastik.
Marshel Yusuf (121.10.1050) 1. Erupsi gunung Merapi bersifat ekplosif ditandai dengan terjadinya guguran kubah lava, jadi guguran kubah lava ini merupakan bagian dari proses erupsi gunung Merapi. Guguran kubah lava akan membentuk aliran, jatuhan, dan seruakan piroklastika. 2. Kedua endapan tersebut sama yang membedakan untuk guguran kubah lava itu merupakan proses terjadinya, sedangkan aliran piroklastika nya merupakan hasil dari endapan guguran kubah lavanya tadi, sehingga proses guguran kubah lava akan menghasilkan endapan aliran piroklastik. Yudhistira Beddu 1. Perbedaannya dilihat dari struktur batuan, untuk piroklastik yang terendapkan dalam kondisi perairan memiliki sortasi yang lebih baik, struktur graded bedding sebagai hasil pengendapan bertahap. Hengki Pothoboda 1. Mengetahui sifat dan karakteristik gunung api Merapi bahwa gunung ini sekarang masih dalam fase pembangunan tubuhnya, pada suatu saat gunung ini akan menghancurkan tubuhnya sendiri sebagai proses letusan yang destruktif, karena kebanyakan kasus gunung api komposit seperti demikian, pembangunan tubuh kemudian ada suatu titik dimana gunung api ini akan hancur. Untuk aplikasinya dapat digunakan sebagai pembanding untuk studi gunung api yang lain dan kontribusi dalam penanganan mitigasi bencana erupsi gunung api Merapi Dosen Pembahas 1. Sudah diperbaiki 2. Sudah diperbaiki 3. Sudah diperbaiki