BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateu) terletak disebelah timur laut Kota Banjarnegara 55 km, merupakan daerah tujuan wisata nomor 2 di Jawa Tengah setelah Borobudur. Dataran Tinggi Dieng semula merupakan Gunung Berapi yang meletus dengan dahsyat, sekarang puncak gunung terlempar, tinggallah sekarang suatu dataran yang terletak di puncak gunung lebih dikenal dengan sebutan Dieng Plateu. Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng (Dieng Wetan), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 15-20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas (embun racun) karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian. Pada tanggal 22 Mei 2011 lalu Kawah Timbang gunung api Dieng mengalami peningkatan aktivitas vulkanik ditandai dengan intensitas kegempaan yang meningkat dan keluarnya gas beracun. Desa Sumberejo Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara adalah wilayah terdekat dengan sumber ancaman gas beracun tersebut. Sebelumnya, pada tahun 1979, terjadi erupsi freatik pada kawah Sinila, menghasilkan gas-gas, khususnya CO2. Akumulasi gas CO2 yang cukup tinggi tersebut bergerak menuruni lereng dan lembah serta meliwati jalan perkampungan, menyebabkan terbunuhnya 142 penduduk yang tinggal disekitar daerah letusan tersebut. Data sejarah mencatat sejak tahun 1450, sekurangnya kawasan Gunung Berapi Dieng sudah pernah mengalami 12 kali letusan. Sejak tahun 1600, kegiatan Gunung Berapi Dieng tidak memperlihatkan adanya letusan magmatik, akan tetapi lebih didominasi oleh aktivitas letusan freatik atau
1
hydrothermal. Di samping bahaya letusan langsung berupa muntahan dan jatuhan material-material atau gas beracun, dalam musim penghujan gunung berapi dapat menimbulkan bahaya tidak langsung berupa aliran lahar atau perpindahan material vulkanik yang membahayakan. Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan strategi dan manajemen yang tepat agar masyarakat dapat tetap hidup layak di daerah rawan bencana tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.
MANAJEMEN BENCANA Kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia diatur terutama melalui Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan peraturan-peraturan pemerintah serta peraturan presiden turunan dari Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007. 1. Definisi 2
Bencana atau disaster adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24/2007). Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror (UU No.9 tahun 2008 tentang Prosedur Tetap Tim Reaksi Cepat Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, prasarana dan sarana. 2. Dasar Hukum 1. Undang Undang Dasar Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan
Bencana.
3
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. 5. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPBD. 7. Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 3 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banjarnegara
3. Siklus Manajemen Bencana
Kesiapsiagaan
Benca na
Pra Bencana Bencana
Mitigasi
Tanggap Darurat
Saat
Pencegahan Pemulihan/ Rekonstruksi
Pasca Bencana
Rehabilitasi
4
Gambar 1. Siklus Manajemen Bencana a. Keadaan Darurat Adalah situasi/kondisi kehidupan atau kesejahteraan individu manusia atau masyarakat akan terancam, apabila tidak dilakukan yang tepat dan segera, sekaligus menuntut tanggapan dan cara penanganan yang luar biasa (diluar prosedur rutin/standar). b. Manajemen Kedaruratan Adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan kedaruratan, pada menjelang, saat dan segera setelah terjadi keadaan darurat. Manajemen kedaruratan ini mencakup : 1. Siaga darurat 2. Tanggap darurat, kegiatannya : i. Manajemen dan koordinasi Mendirikan Posko Membuat tim reaksi cepat ii. iii. iv.
Perlindungan, penerimaan dan pendataan Evakuasi korban yang masih hidup dan meninggal Memberikan pertolongan dan perlindungan korban selamat di tempat penampungan Mendata dan mencatat korban Pangan dan nutrisi Tahap awal : pemberian makanan siap santap Mendirikan dapur umum Pemberian jatah makan per keluarga yang disesuaikan makanan pokok setempat Logistik dan transportasi Pengumpulan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran
bantuan logistik Menyiapkan gudang dan sarana transportasi termasuk BBM Penampungan sementara Ditempatkan bangunan gedung yang aman : sekolah,
gudang, kantor, lapangan dengan mendirikan tenda-tenda Air bersih Penyediaan air bersih untuk mandi, cuci, masak; sumber air
v.
vi.
dari sungai/sumur/air tanah/mata air
5
vii. viii.
Sanitasi lingkungan Penyediaan sarana MCK Pengelolaan sampah (pengumpulan dan pembuangannya Pelayanan kesehatan Pemerintah menyediakan tenaga medis, alkes, dan obat-
obatan Setiap korban bencana mendapat perawatan kesehatan
gratis Pemberian imunisasi dan vaksin mencegah timbulnya penyakit
ix.
Pelayanan masyarakat Media : radio, televisi Informasi : penyuluhan, pertemuan warga x. Pendidikan Menyediakan buku pelajaran, alat tulis Pelaksana Dinas Pendidikan Pemulihan darurat c. Kegiatan Pencegahan Bencana Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Kegiatan pencegahan bencana meliputi : 1.
Pembuatan peta rawan bencana Jenis ancaman bahaya 2. Pengembangan peraturan-peraturan Standar pelayanan kesehatan 3. Penyebarluasan informasi Masalah kesehatan yang dapat terjadi Peraturan, anjuran untuk petugas dan masyarakat d. Kegiatan Mitigasi
Adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan tersebut meliputi :
6
i.
e.
Pembangunan dan rehabilitasi fisik (RS, Puskesmas, gudang
obat) ii. Pengadaan sarana kesehatan (ambulans) iii. Pengadaan alkes, obat dan bahan habis pakai iv. Penetapan lokasi pembangunan sarana kesehatan di daerah aman v. Pengaturan jalur evakuasi di setiap sarana kesehatan vi. Jaminan asuransi Kegiatan Kesiapsiagaan Adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta langkah yang tepat dan berdaya guna. Kegiatan kesiapsiagaan meliputi : i. ii. iii. iv.
Penyiapan sarana dan prasarana kesehatan (alkes, obat) Penyiapan dana operasional Pembentukan tim reaksi cepat Penyebarluasan informasi Masalah kesehatan akibat bencana Usaha-usaha yang harus diambil oleh individu, keluarga dan masyarakat korban Bagaimana menolong warga masyarakat lain Bagaimana bertahan dengan perlindungan atau peralatan dan
f.
bahan yang ada sebelum bantuan datang Kegiatan Pemulihan/ Rehabilitasi Adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. i.
ii. g.
Rehabilitasi sarana dan pra sarana kesehatan inti Perbaikan RS, Puskesmas, Pustu, Polindes Perbaikan alat transportasi : Pusling, Ambulans Perbaikan lain di fasilitas kesehatan : aliran listrik, sarana air bersih Pelayanan pemulihan kesehatan korbn/pengungsi (rujukan, gizi, air
bersih, kesling, P2M, Post Traumatic Stress) Kegiatan Rekonstruksi Adalah
pembangunan
kembali
semua
prasarana
dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat
7
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. i. Pembangunan kembali sarana dan prasarana kesehatan ii. Meningkatkan dan memantapkan rencana penanggulangan (UU No. 24/2007) 4. Pihak-Pihak Terkait dalam Penanggulangan Bencana Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Adalah hak masyarakat untuk menghubungi instansi terkait ini karena keberadaan pihakpihak ini adalah untuk mendampingi masyarakat dalam usaha penanggulangan bencana. Hubungan dengan pihak-pihak ini sebaiknya dijalin dalam tahap sebelum bencana, saat bencana dan setelah bencana. Untuk memperkuat kesiapsiagaan, masyarakat bisa mendapatkan pelatihan dan bantuan dari instansi/organisasi dibawah ini : a. Dinas Sosial Adalah instansi Pemerintah yang menangani bidang kesejahteraan dalam membantu masyakakat yang dilanda bencana. b. Tentara Nasional Indonesia (TNI) Dapat memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang operasi di lapangan. c. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Adalah
instansi
Pemerintah
yang
memberi
informasi
tentang
perkembangan cuaca, gempa bumi dan kegiatan gunung berapi. d. Search and Rescue (SAR) Adalah lembaga yang bertugas dalam hal melakukan pencarian, pertolongan dan penyelamatan terhadap orang yang mengalami musibah atau diperkirakan hilang dalam suatu bencana.
8
e. Rumah Sakit (Unit Gawat Darurat) Adalah
instansi
pemerintah
maupun
swasta
yang
memiliki
kapasitas/kewenangan dalam hal pelayanan kesehatan masyarakat luas. Dalam hal penanganan bencana, rumah sakit melakukan penanganan korban bencana baik dalam penanganan penderita gawat darurat maupun
tindakan-tindakan
perawatan
korban
bencana
secara
berkelanjutan. f. Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) Adalah instansi pemerintah yang memiliki tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan di tingkat lapisan masyarakat terkecil, dan instansi ini
memiliki
kemampuan
untuk
melakukan
tindakan-tindakan
penanganan penderita gawat darurat sebelum dilakukan evakuasi selanjutnya ke rumah sakit. g. Polisi Daerah Adalah instansi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam hal keamanan dan ketertiban masyarakat sekaligus memiliki fungsi sebagai pihak yang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat darurat dalam penanganan bencana di masyarakat. Instansi kepolisian biasanya ada di setiap tingkatan masyarakat hingga yang terkecil. h. Hansip / Linmas Adalah kelompok masyarakat yang ditugaskan untuk membantu tugas kepolisian dalam melakukan pengamanan wilayah domisili tugas mereka. Kelompok ini terdiri dari anggota-anggota masyarakat terpilih dan dipercayai untuk melakukan pengawasan terhadap keamanan dan ketertiban wilayah. i. Palang Merah Indonesia (PMI) Adalah lembaga yang bertugas untuk membantu masyarakat dalam meringankan penderitaan masyarakat yang dilanda bencana. j. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LSM lokal bisa bekerja sama dengan masyarakat dalam menanggulangi bencana dan membantu masyarakat untuk membina hubungan ke luar.
9
k. Media Massa Media Massa Cetak maupun Elektronik (televisi dan radio) bisa menyebarkan berita tentang bencana dan bisa membantu untuk mencari bantuan. l. Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) Terdiri atas anggota-anggota masyarakat yang pembentukannya adalah hasil dari keputusan masyarakat bersama. II. BENCANA GUNUNG BERAPI Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Bencana gunung meletus merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah erupsi. Erupsi adalah fenomena keluarnya magma dari dalam bumi. Erupsi dapat dibedakan menjadi erupsi letusan (explosive erupstion) dan erupsi nonletusan (non-explosive eruption). Jenis erupsi yang terjadi ditentukan oleh banyak hal seperti kekentalan magma, kandungan gas di dalam magma, pengaruh air tanah, dan kedalaman dapur magma (magma chamber). Pada erupsi letusan, proses keluarnya magma disertai tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat yang berasal dari magma maupun tubuh gunungapi ke angkasa. Pada erupsi non-letusan, magma keluar dalam bentuk lelehan lava atau pancuran lava (lava fountain), gas atau uap air. Bahaya letusan gunung berapi dapat berpengaruh secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Bahaya primer letusan gunung berapi adalah lelehan lava, aliran piroklastik (awan panas), jatuhan piroklastik, letusan lahar dan gas vulkanik beracun. Bahaya sekunder adalah ancaman yang terjadi setelah atau saat gunung berapi tidak aktif seperti lahar dingin, banjir bandang dan longsoran material vulkanik.
10
Sebagian besar korban tewas karena tidak mengindahkan peringatan yang disampaikan Pusat Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia memiliki empat level yang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Tigkat Isyarat Gunung Berapi di Indonesia
Sumber : Pusat Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Berdasarkan
aktivsnya Gunung berapi dapat .
dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu
Berdasarkan aktivitasnya, gunung berapi dapat dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu: 1. Gunung berapi aktif, adalah istilah yang digunakan untuk menyebut gunung berapi yang meletus atau telah meletus selama pencatatan sejarah. 2. Gunung berapi dorman, adalah gunung berapi yang tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas, tetapi para ilmuwan menganggapnya dapat meletus kembali. 11
3. Gunung berapi mati, adalah istilah yang digunakan untuk menyebut gunung yang tidak menunjukkan aktivitas selama 10.000 tahun terakhir. Apabila gunung berapi mati tiba-tiba saja meletus maka penggolongannya diubah menjadi gunung berapi aktif. Gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain : 1. Suhu di sekitar gunung naik. 2. Mata air menjadi kering 3. Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa) 4. Tumbuhan di sekitar gunung layu 5. Binatang di sekitar gunung bermigrasi III. GUNUNG DIENG Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 15-20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas (embun racun) karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian. Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng (Dieng Wetan), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah. 1. Geologi Dataran tinggi Dieng (DTD) adalah dataran dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaannya, seperti Yellowstone ataupun Dataran Tinggi Tengger. Sesungguhnya ia adalah kaldera dengan gunung-gunung
12
di sekitarnya sebagai tepinya. Terdapat banyak kawah sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik lainnya. Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti dengan adanya bencana letusan gas Kawah Sinila 1979. Tidak hanya gas beracun, tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor dan banjir. Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. Secara biologi, aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena ditemukan di air-air panas di dekat kawah beberapa spesies bakteri termofilik ("suka panas") yang dapat dipakai untuk menyingkap kehidupan awal di bumi. 2. Kawah-kawah Kawah aktif di Dieng merupakan kepundan bagi aktivitas vulkanik di bawah dataran tinggi. Pemantauan aktivitas dilakukan oleh PVMBG melalui Pos Pengamatan Dieng di Kecamatan Karangtengah. Berikut adalah kawah-kawah aktif yang dipantau: a. b. c. d. e. f. g. h.
Candradimuka Sibanteng Siglagah Sikendang, berpotensi gas beracun Sikidang Sileri Sinila, berpotensi gas beracun Timbang, berpotensi gas beracun
Kawah Sibanteng Sibanteng terletak di Desa Dieng Kulon. Kawah ini pernah meletus freatik pada bulan Januari 2009, menyebabkan kawasan wisata Dieng harus ditutup beberapa hari untuk mengantisipasi terjadinya bencana keracunan gas. Letusan lumpurnya terdengar hingga 2km, merusak hutan milik Perhutani di sekitarnya, dan menyebabkan longsor yang membendung Kali Putih, anak Sungai Serayu. Kawah Sibanteng pernah pula meletus pada bulan Juli 2003. Kawah Sikidang
13
Sikidang adalah kawah di DTD yang paling populer dikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindahpindah seperti kijang (kidang dalam bahasa Jawa). Kawah Sileri Sileri adalah kawah yang paling aktif dan pernah meletus beberapa kali (berdasarkan catatan : tahun 1944, 1964, 1984, Juli 2003, dan September 2009). Pada aktivitas freatik terakhir (26 September 2009) muncul tiga celah kawah baru disertai dengan pancaran material setinggi 200 meter. Kawah Sinila Sinila terletak di Desa Dieng Wetan. Kawah Sinila pernah meletus pada pagi hari tahun 1979,[3] tepatnya 20 Februari 1979. Gempa yang ditimbulkan membuat warga berlarian ke luar rumah, namun mereka terperangkap gas racun yang keluar dari Kawah Timbang akibat terpicu letusan Sinila. Sejumlah warga (149 jiwa) dan ternak tewas keracunan gas karbondioksida yang terlepas dan menyebar ke wilayah pemukiman. Kawah Timbang Timbang adalah kawah yang terletak di dekat Sinila dan beraktivitas sedang. Meskipun kurang aktif, kawah ini merupakan sumber gas CO2 berkonsentrasi tinggi yang memakan ratusan korban pada tahun 1979. Kawah ini terakhir tercatat mengalami kenaikan aktivitas pada bulan Mei 2011 dengan menyemburkan asap putih setinggi 20 meter, mengeluarkan CO2 dalam konsentrasi melebihi ambang aman (1.000 ppm, konsentrasi normal di udara mendekati 400 ppm) dan memunculkan gempa vulkanik. Pada tanggal 31 Mei 2011 pagi, kawah ini kembali melepaskan gas CO 2 hingga mencapai 1% v/v (100.000 ppm) disertai dengan gempa tremor. Akibatnya semua aktivitas dalam radius 1 km dilarang dan warga Dusun Simbar dan Dusun Serang diungsikan. IV. DAMPAK LETUSAN GUNUNG BERAPI
14
Bahaya utama dari letusan gunung berapa dapat berupa : a.
Letusan batu-batuan
b.
Pengeluaran abu panas
c.
Aliran lava
d.
Pengeluaran gas
e.
Aliran gas dan debu
Bahaya lanjutan dapat berupa : a.
Aliran lahar dingin
b.
Abu panas dapat menyebabkan kebakaran
Faktor risiko untuk kerentanan terhadap bahaya adalah : a.
Faktor topografi
b.
Kedekatan tempat penduduk dengan gunung berapi
c.
Struktur atap rumah yang tidak tahan dengan akumulasi debu
d.
Kurangnya sistem kewaspadaan dan evakuasi
Penyebab Utama Kesakitan Dan Kematian Penyebab langsung yang harus diwapadai adalah : a.
Trauma langsung atau robek pada tubuh karena letusan dan kontak dengan bahan vulkanik;
b.
Debu panas, gas, batu dan magma yang menyebabkan luka bakar, asfiksia, konjungtivitis atau abrasi kornea;
c.
Cedera pernapasan akut karena menghirup gas hasil letusan gunung berapi;
d.
Iritasi mata dan kulit karena hujan asam.
e.
Pada hujan abu, material yang halus dapat menimbulkan asma dan gangguan pernapasan pada anak atau dewasa. Kematian dapat terjadi pada orang yang mengalami gangguan berat jika tidak melindungi diri dari debu/abu dari letusan gunung berapi. Penyebab tidak langsung, diantaranya :
a. Dampak dari abu gunung yaitu berbagai jenis gas seperti Sulfur Dioksida (SO2), gas Hidrogen Sulfida (H2S), Nitrogen Dioksida (NO2), serta debu dalam bentuk partikel debu (Total Suspended Particulate atau Particulate
15
Matter). Abu dapat menyebabkan keracunan karena meminum makanan atau minuman yang terkontaminasi. Abu dapat menyebabkan runtuhnya bangunan karena menumpuk di atap rumah dan membahayakan orang di dalamnya. Dapat terjadi kerusakan berat pada sarana kesehatan dan air bersih. a. Kecelakaan lalu lintas akibat jalan berdebu licin, jatuh karena panik, serta makanan yang terkontaminasi, dan lain-lain. V. MENGURANGI KEMUNGKINAN/DAMPAK Dalam upaya mengurangi dampak bencana di suatu wilayah, tindakan pencegahan perlu dilakukan oleh masyarakatnya. Pada saat bencana terjadi, korban jiwa dan kerusakan yang timbul umumnya disebabkan oleh kurangnya persiapan dan sistem peringatan dini. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Bencana bisa menyebabkan kerusakan fasilitas umum, harta benda dan korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa mengurangi resiko ini. Tindakan Kesiapsiagaan a. Persiapan dalam menghadapi letusan gunung api - Mengenali
tanda-tanda
bencana,
karakter
gunung
api
dan
ancamanancamannya - Membuat peta ancaman, mengenali daerah ancaman, daerah aman - Membuat sistem peringatan dini - Mengembangkan Radio komunitas untuk penyebarluasan informasi status gunung api - Mencermati dan memahami Peta Kawasan Rawan gunung api yang diterbitkan oleh instansi berwenang - Membuat perencanaan penanganan bencana - Mempersiapkan jalur dan tempat pengungsian yang sudah siap dengan bahan kebutuhan dasar (air, jamban, makanan, pertolongan pertama) jika diperlukan - Mempersiapkan kebutuhan dasar dan dokumen penting 16
- Memantau informasi yang diberikan oleh Pos Pengamatan gunung api (dikoordinasi oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Pos pengamatan gunung api biasanya mengkomunikasikan perkembangan status gunung api lewat radio komunikasi b. Tindakan saat terjadi letusan gunung api - Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah, aliran sungai kering dan daerah aliran lahar - Hindari tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan - Masuk ruang lindung darurat - Siapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan - Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya - Melindungi mata dari debu. Bila ada gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau apapun yang bisa mencegah masuknya debu ke dalam mata - Jangan memakai lensa kontak - Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung - Saat turunnya abu gunung api usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan c. Tindakan setelah terjadi letusan gunung api - Jauhi wilayah yang terkena hujan abu - Bersihkan atap dari timbunan abu karena beratnya bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan - Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin motor, rem, persneling dan pengapian. BAB III PERMASALAHAN
17
Gambar 2. Peta Kawasan Rawan Bencana Kompleks Vulkanik Dieng Gunung Dieng merupakan tipe gunung api Strato, yaitu gunung api tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuknya tidak beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Ancaman yang terjadi bila Gunung Dieng meletus adalah gas beracun, adapun kawah yang disinyalir berbahaya mengeluarkan gas adalah Kawah Sikidang, Sikendang dan Siterus. Pada bulan Mei 2011 Kawah Timbang terakhir tercatat mengalami kenaikan aktivitas dengan menyemburkan asap putih setinggi 20 meter, 18
mengeluarkan CO2 dalam konsentrasi melebihi ambang aman (1.000 ppm, konsentrasi normal di udara mendekati 400 ppm) dan memunculkan gempa vulkanik. Pada tanggal 31 Mei 2011 pagi, kawah ini kembali melepaskan gas CO 2 hingga mencapai 1% v/v (100.000 ppm) disertai dengan gempa tremor. Akibatnya semua aktivitas dalam radius 1 km dilarang dan warga Dusun Simbar dan Dusun Serang diungsikan Erupsi freatik cukup sering terjadi di dataran tinggi Dieng, hal ini diperlihatkan oleh jumlah kawah yang terbentuk, yaitu ± 70 buah dibagian timur dan tengah komplek, serta ± 30 buah dibagian barat sektor Batur. Sedikitnya 10 erupsi freatik telah terjadi dalam kurun waktu 200 tahun terahir. Freatik (hidrovulkanik) merupakan tekanan erupsi dibentuk oleh tekanan gas. Letusan freatik inilah yang merupakan bentuk bahaya dari kompleks Gunung Dieng. Menurut VSI erupsi freatik komplek Dieng dapat dibagi dalam dua katagori: 1.
Erupsi tanpa adanya tanda-tanda (prekursor) dari seismisity, yaitu hasil dari proses self sealing dari solfatar aktif (erupsi hydrothermal).
2.
Erupsi yang diawali oleh gempa bumi lokal atau regional, atau oleh adanya retakan dimana tidak adanya indikasi panas bumi dipermukaan. Erupsi dari tipe ini umum terjadi di daerah Graben Batur, sebagaimana diperlihatkan oleh erupsi freatik dari vulkanik Dieng pada Februari 1979. Aktivitas erupsi di komplek Dieng termasuk dalam kategori kedua. Sejak tahun 1600, kegiatan Gunung api Dieng tidak memperlihatkan
adanya letusan magmatik, tetapi lebih didominasi oleh aktivitas letusan freatik atau hydrothermal, sebagaimana diperlihatkan oleh beberapa aktivitas yang telah diperlihatkan dalam sejarah letusan (tabel 2).
Tabel 2. Sejarah Letusan Gunung Dieng
19
Sumber : Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya. 1. Gunung api Tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600. 2. Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara. 3. Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.
20
Berdasarkan sejarah letusan gunung dieng (tabel 2), maka gunung dieng dapat dikategorikan sebagai gunung api Tipe B.
BAB IV PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
21
I.
Kebutuhan yang disiapkan Kebutuhan yang diperlukan pada keadaan ini adalah : tim SAR, bantuan medis, koordinasi pengungsi, melindungi kelompok yang terpapar pada abu, informasikan bahaya abu pada kesehatan dan kemungkinan kerusakan bangunan, dan menjaga ketersediaan bahan makanan untuk jangka panjang karena lava, abu dan hujan asam dapat membunuh tanaman dan ternak.
II.
Sebelum Kejadian/ Pra Bencana a. Membuat SK Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana b. Pemetaan wilayah yang sering/rawan terjadi bencana c. Koordinasi penanggulangan masalah kesehatan meliputi koordinasi internal (lintas program/lintas sektoral) di daerah rawan bencana d. Melaksanakan Pelatihan gladi lapang siaga bencana bagi tenaga kesehatan dan masyarakat peduli bencana e. Manajemen jangka panjang dalam pembangunan ekonomi dan desa/kota di sekitar area gunung berapi; f. Rencana persiapan bencana dan sistem peringatan dini; g. Pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat akan risiko
III.
yang dapat timbul dan rencana bila bencana terjadi; Saat Bencana a. Melakukan RHA (Rapid Health Assesment) b. Membuka Pos Kesehatan di pos kesehatan wilayah bencana / RS lapangan c. Mendistribusikan obat-obatan dan perbekalan kesehatan d. Koordinasi dengan kantor Kesbangpolinmas (TIM
SAR)
membantu penyelamatan dan evakuasi korban e. Evakuasi seluruh atau sebagian penduduk; f. Masker yang tidak tembus terhadap abu bagi mereka yang bekerja pada lingkungan terkontaminasi abu dan untuk kelompok yang rentan (anak-anak, lansia, orang dengan gangguan pernapasan); g. Masker sederhana untuk masyarakat umum yang perlu untuk IV.
meninggalakan rumah mereka dalam jangka pendek Setelah/ Pasca terjadi bencana a. Melakukan koordinasi posko bencana b. Melaksanakan pemulihan kesehatan masyarakat dengan melibatkan unsur terkait
22
c. Mengendalikan d. e. f. g.
vector
dan
melakukan
surveilans
penyakit
potensial wabah dan faktor resiko pasca bencana Memantau kwalitas air bersih dan sanitasi Desinfeksi sarana air bersih Pendataan sarana dan prasarana kesehatan yang rusak Melakukan pendataan dan mengatasi masalah kesehatan jiwa dan
psikososial pasca bencana h. Melaksanakan pelayanan kesehatan reproduksi, perbaikan gizi masyarakat dan upaya rehabilitasi medik i. Monitoring dan evaluasi pasca bencana
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN I. KESIMPULAN Bencana gunung meletus merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah erupsi. Bahaya letusan gunung berapi dapat berpengaruh secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Bahaya primer letusan gunung berapi adalah lelehan lava, aliran piroklastik (awan panas), jatuhan piroklastik, letusan lahar dan gas vulkanik beracun. Bahaya sekunder adalah ancaman yang terjadi setelah atau saat gunung berapi tidak aktif seperti lahar dingin, banjir bandang dan longsoran material vulkanik.
23
Sejak tahun 1600, kegiatan Gunung api Dieng tidak memperlihatkan adanya letusan magmatik, tetapi lebih didominasi oleh aktivitas letusan freatik atau hydrothermal. Ancaman yang terjadi bila Gunung Dieng meletus adalah gas beracun. Strategi dan manajemen bencana yang tepat sangat diperlukan agar masyarakat dapat tetap hidup layak di daerah rawan bencana tersebut. Manajemen bencana tersebut terdiri dari manajemen saat bencana, pra bencana, dan pasca bencana yang satu sama lain saling berkesinambungan dan berhubungan. II. SARAN a. Desa sekitar gunung dieng Memotivasi warga sekitar agar selalu tanggap dan siap -
siaga terhadap bencana Selalu melakukan koordinasi dengan berbagai lintas
sektoral agar dapat meminimalisasi akibat dari bencana tersebut. b. Puskesmas Rutin memonitoring tanggap darurat bencana yang potensial terjadi di wilayah kerjanya Pelatihan gladi lapang siaga bencana bagi tenaga kesehatan -
Meningkatkan kunjungan sanitasi dan kesehatan lingkungan pasca bencana DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006). Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010). Rencana
Nasional
Penanggulangan Bencana 2010 – 2014. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral RI (2009). Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Paripurno, Eko Teguh. Modul Manajemen Bencana Seputar Beberapa Bencana Di Indonesia. 24
Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 3 Tahun 2011. Organisasi Dan Tata
Kerja
Badan
Penanggulangan
Bencana
Daerah
Kabupaten
Banjarnegara. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9 Tahun 2008. Prosedur Tetap Tim Reaksi Cepat Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Kesiapsiagaan Status Waspada Gunung Dieng Kabupaten Wonosobo Mei 2006. Set BAKORNAS PBP dan Gempa bumi dan Tsunami, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. UU No.24 tahun 2007, Kebijakan Manajemen Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana.
25