TINJAUAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PADA PROYEK TOL JAKARTA-CIKAMPEK II ELEVATED ZONA 3 Afdhal Lazuardiansyah Ramdhani, Yackob Astor, Ambar Susanto Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung,Bandung 40012 E-mail :
[email protected]
ABSTRAK
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT. Jasamarga Jalanlayang Cikampek (PT.JJC), ruas Tol Jakarta-Cikampek memiliki derajat kejenuhan yang melebihi persyaratan yang disyaratkan. Untuk mengurai kepadatan tersebut, maka dibangun ruas Tol Jakarta-Cikampek II Elevated di atas ruas Tol Jakarta-Cikampek eksisting. Pada masa konstruksi proyek ini terdapat beberapa pekerjaan seperti pekerjaan pelebaran jalan ( widening), struktur elevated, perkerasan, drainase dan utilitas dan lain-lain. Namun, lebih khususnya pekerjaan yang ditinjau adalah pekerjaan pilecap, pier dan menggunakan metode sosrobahu dan bracket+shoring. Secara garis besar, pekerjaan pilecap, pier dan pierhead pierhead menggunakan dimulai dari perakitan tulangan, pemasangan bekisting, dan pengecoran. Terdapat permasalahan teknis maupun nonteknis yang dapat mempengaruhi kualitas dan produktivitas pelaksanaan pekerjaan sehingga perlu dibuat solusi demi mendapatkan hasil pekerjaa yang optimal. Kata Kunci Pilecap, pier, pierhead, sosrobahu, bracket+shoring 1. PENDAHULUAN Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek merupakan salah satu jalan tol di Indonesia yang terbentang dari Cawang sampai Cikampek sepanjang 73 kilometer. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC), nilai VCR ( Volume Capacity Ratio) untuk ruas jalan tol tersebut telah melebihi batas yang disyaratkan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) yaitu 0,85 seperti pada Gambar 1 [1].
Oleh karena itu untuk menguraikan kepadatan lalu lintas yang terjadi, maka dibangun Jalan Tol Jakarta-Cikampek II di atas ruas tol eksisting karena keterbatasan lahan. Elevated di Proyek ini memiliki total panjang 36,84 kilometer terbentang mulai dari Cikunir hingga Karawang Barat. Proyek ini dikerjakan oleh PT. ACSET Indonusa (18,12 km) dan PT. Waskita Karya (18,72 km).
(b) Gambar 1 Nilai VCR Tol Jakarta Cikampek
2. TINJAUAN UMUM PROYEK 2.1 Kondisi Proyek Pekerjaan proyek ini dikerjakan ditengah median jalan dengan kondisi lalu lintas yang ramai. Agar tidak menganggu lalu lintas eksisting, maka sebelum pekerjaan proyek ini dimulai dilakukan pelebaran badan jalan ( widening) sebesar 3,1 meter pada masing-masing jalurnya sehingga ruas tol ini tetap memiliki 4 lajur sebelum dan saat masa konstruksi. Kondisi ruas tol seperti ditunjukan pada Gambar 2 berikut ini.
(a) Gambar 2 Kondisi Ruas Tol Setelah Widening
Proyek ini merupakan kerjasama konsorium (KSO) antara PT. Waskita Karya (Persero) dan PT. ACSET Indonusa dengan pembagian zona pekerjaan pekerjaan seperti pada Tabel 1
Tabel 1 Pembagian Zona Pekerjaan
3.1.1 Perancangan dan Pelaksanaan Pilecap Pilecap adalah komponen struktur bawah dari suatu jalan laying ( flyover ) atau jembatan yang berfungsi menyalurkan beban dari pier ke tiang-tiang pondasi yang berada di bawahnya. Secara umum, pilecap memiliki bentuk persegi panjang berukuran 11,4 x 5,4 meter dengan kedalaman 2,5 meter seperti ditunjukan pada Gambar 4 [4]. 5400
Berdasarkan Tabel 1, PT. Waskita Karya (Persero) mengerjakan paket pekerjaan dimulai dari Simpang Susun Cikunir di zona satu hingga Cikarang di zona enam de ngan total 383 titik pekerjaan. Pada zona tiga yang merupakan lokasi tinjauan terdapat 61 titik pekerjaan. Pada saat kegiatan peninjauan dimulai, pekerjaan yang sedang berlangsung pada zona tersebut adalah pekerjaan pilecap, pier dan pierhead metode sosrobahu dan metode shoring+bracket . 2.2 Struktur Organisasi Umum Proyek Secara umum, unsur-unsur yang terlibat dalam proyek ini ditunjukan seperti pada Gambar 3. PT. JJC sebagai owner memberikan tugas kepada PT. Waskita Karya sebagai kontraktor yang ketentuannya diatur dalam kontrak kerja untuk merancang dan melaksanakan ( design and build ) proyek ini. Dalam melaksanakan pekerjaan, kontraktor diawasi oleh konsultan supervisi yaitu PT. Virama Karya yang memiliki hubungan kontrak terhadap PT. JJC dan hubungan mitra kerja terhadap PT. Waskita Karya. Sementara itu, PT. JJC dibantu oleh PT. Aria Jasa Reksatama-Wiranatakusumah KSO untuk melakukan audit eksternal dan laporan progress pekerjaan secara keseluruhan terhadap proyek tersebut. Begitupula dengan PT. Ciriajasa Cipta Mandiri sebagai Konsultan MK.
Borepile ᴓ 1,2 m
0 0 4 1 1
Gambar 4 Pilecap
Alat berat yang digunakan untuk melakukan pekerjaan pilecap ditunjukan seperti pada Tabel 2.
No 1
2 3 4 5
Gambar 3 Unsur-Unsur yang Terlibat dalam Proyek 3. PERANCANGAN & PELAKSANAAN PROYEK 3.1 Perancangan Pelaksanaan Proyek Perancangan pelaksanaan merupakan perancangan suatu tahapan pekerjaan untuk dilaksanakan di lapangan dengan mengacu terhadap gambar kerja, rencana kerja dan syaratsyarat (RKS) agar pekerjaan selesai tepat waktu sesuai dengan kontrak dengan memperhatikan mutu pekerjaan (quality control) dan keselamatan kerja. Berikut ini adalah perancangan pelaksanaan dari masing-masing pekerjaan.
6
Tabel 2 Alat Berat pada Pekerjaan Pilecap Nama Alat Fungsi Keterangan Melakukan 1 Unit Vibro pemancangan SSP Excavator Melakukan 1 Unit Long-arm penggalian tanah Excavator Mengangkat besi 1 Unit Roughter tulangan Crane Sesuai volume Truck Mixer Mengangkut beton ready mix pengecoran Menyalurkan 1 Unit Concrete beton ready mix Pump ke lokasi pengecoran 1 Unit Dump Truck Mengangkut material galian ke disposal
Mengacu pada gambar kerja pada Gambar 4, maka kebutuhan material dalam pekerjaan pilecap ditunjukan seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 Material untuk Pilecap Material Quantity Satuan Beton Ready 153,9 m3 Mix mutu B1 Tulangan D16 1377,3 kg Tulangan D 25 769,5 kg Tulangan D32 11387,7 kg
Target waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan pilecap, seperti pada Tabel 4
Alat berat yang digunakan untuk melakukan pekerjaan pier ditunjukan seperti pada Tabel 5.
No 1
2 3
Tabel 4 Target Waktu Pekerjaan Pilecap
Tabel 5 Alat Berat pada Pekerjaan Pier Nama Alat Fungsi Keterangan Mengangkat 1 Unit Roughter material besi dan Crane bekisting Sesuai volume Truck Mixer Mengangkut beton ready mix pengecoran Menyalurkan 1 Unit Concrete beton ready mix Pump ke lokasi pengecoran
Mengacu pada gambar kerja pada Gambar 5, maka kebutuhan material dalam pekerjaan pier ditunjukan seperti pada Tabel 6.
3.1.2 Perancangan dan Pelaksanaan Pier Pier atau kolom adalah komponen struktur bawah dari suatu jalan layang ( flyover ) atau jembatan. Komponen ini berfungsi untuk menyalurkan beban dari pierhead ke pilecap yang berada di bawahnya. Pada ujung bagian atas setiap pier memiliki bagian yang disebut mahkota (crown) seperti pada Gambar 5
Tabel 6 Material untuk Pier Material Quantity Satuan Beton Ready Mix 84,13 m3 mutu B1 Tulangan D13 5289.6 kg Tulangan D 16 1635.8 kg Tulangan D 32 14054.8 kg
Target waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan pier, seperti pada Tabel 7 Tabel 7 Target Waktu Pekerjaan Pier
Crown
Gambar 5 Pier atau Kolom
Bagian crown memiliki dimensi yang sama seperti pier dibawahnya, hanya saja terdapat pelebaran dimensi pada bagian teratasnya. Pelebaran dimensi ini bertujuan untuk mengurangi tekanan akibat gaya yang diberikan pierhead dibagian atasnya. Komponen crown dan pierhead saling berhubungan dengan adanya tendon vertikal yang menghubungkan dari satu sisi ke sisi lainnya berbentuk U ( U-Duct) sebanyak enam buah seperti pada Gambar 6
Gambar 6 Hubungan Antara Crown dan Pierhead
3.1.3 Perancangan dan Pelaksanaan Pierhead Pierhead adalah komponen struktur bawah dari suatu jalan layang ( flyover ) atau jembatan. Komponen ini berfungsi untuk menyalurkan beban dari balok girder ke tiang pier yang berada di bawahnya untuk diteruskan ke pilecap dan tiang-tiang pondasi borepile.
Selain memiliki tendon vertikal yang terhubung dengan crown , pierhead juga memiliki tendon horizontal sebanyak 14 buah seperti Gambar 7. Tendon horizontal yang nantinya dilakukan stressing ini berfungsi agar pierhead mampu menahan beban sendirinya dan beban akibat girder dan pelat lantai di atasnya.
Gambar 7 Posisi Tendon Horizontal
Pada pierhead juga terdapat komponen yang berfungsi memutarkan pierhead yang disebut sosrobahu. Sosrobahu berupa bearing atau dudukan yang terbuat dari material besi tuang ( casting). Sosrobahu terdiri dari beberapa bagian yaitu casing, piston, angkur bawah, angkur atas, lubang saluran inlet dan lubang saluran outlet. Casing merupakan bagian bawah sedangkan piston merupakan bagian atas dari sosrobahu. Angkur atas berfungsi sebagai pengikat antara sosrobahu dengan pierhead . Sedangkan angkur bawah berfungsi sebagai pengikat antara sosrobahu dengan bagian crown. Hal ini seperti pada Gambar 8
Gambar 8 Bagian-bagian Sosrobahu
Maka untuk melakukan pekerjaan pierhead dibutuhkan alat berat seperti pada Tabel 8.
No 1
2 3
4
Tabel 8 Alat Berat pada Pekerjaan Pierhead Nama Alat Fungsi Keterangan Mengangkat 1 Unit Roughter material besi dan Crane bekisting Sesuai volume Truck Mixer Mengangkut beton ready mix pengecoran Menyalurkan 1 Unit Concrete beton ready mix Pump ke lokasi pengecoran Mengangkut 1 Unit Flatbed Truck material shoring dan bekisting
Maka kebutuhan material dalam pekerjaan pierhead ditunjukan seperti pada Tabel 9. Tabel 9 Kebutuhan Material Pierhead Quantity Material Satuan Beton Ready Mix Mutu A1 108 m3 Tulangan D16 951.04 kg Tulangan D 19 5291.76 kg Tulangan D 22 1186.16 kg Tulangan D 25 4742.61 kg Tulangan D 32 2589.62 kg
Target waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan pierhead metode sosrobahu dan bracket+shoring adalah seperti pada Tabel 10
Tabel 10 Target Waktu Pekerjaan Pierhead (a) Metode Bracket+Shoring
(b) Metode Sosrobahu
3.2 Pelaksanaan Proyek Pelaksanaan proyek menjelaskan tentang langkah kerja dari setiap jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan terbagi menjadi tiga, yaitu pekerjaan pilecap, pier dan pierhead . Rincian langkah kerja dari jenis pekerjaan tersebut dijelaskan sebagai berikut. 3.2.1 Pekerjaan Pilecap Urutan pekerjaan pilecap adalah sebagai berikut : a. Penggalian Pekerjaan penggalian diawali dengan marking koordinat dari empat titik sudut pilecap. Setelah itu dilanjutkan dengan pemancangan SSP ( steel sheet pile) menggunakan excavator vibro yang berfungsi sebagai dinding penahan tanah. Kemudian dilanjutkan dengan penggalian tanah sesuai dengan titik koordinat dan elevasi yang telah ditentukan. b. Pembesian Pekerjaan dilanjutkan dengan pembesian dengan mengacu pada shop drawing. c. Pemasangan Bekisting Pekerjaan dilanjutkan dengan pemasangan bekisting pilecap dengan material playwood dengan tebal 12 mm. Pemasangan bekisting diperkuat dengan support beam arah vertikal, horizontal maupun diagonal. d. Pengecoran Setelah pemasangan bekisting selesai, dilanjutkan dengan pekerjaan pengecoran menggunakan alat truck mixer yang dibantu oleh concrete pump. Mutu beton yang digunakan adalah mutu B1 setara dengan nilai kuat tekan beton minimum 30 MPa pada umur 28 hari. Pekerjaan pilecap seperti pada Gambar 9. Pembongkaran bekisting akan dilakukan 2 hari setelah pengecoran.
metode bracket+shoring. Terakhir, pemasangan bottom pierhead . Gambar shoring seperti pada Gambar 11
Gambar 9 Pengecoran Pilecap
3.2.2 Pekerjaan Pier Urutan pekerjaan pier adalah sebagai berikut : a. Pembesian Pada pekerjaan pier , pekerjaan diawali dengan pembesian pier yang dilakukan bertahap sesuai dengan ketinggian dari pier tersebut. b. Pemasangan Bekisting Selanjutnya pekerjaan dilakukan dengan pemasangan bekisting yang terbuat dari pelat baja dengan tebal ± 2 mm. Agar bekisting dapat berdiri kokoh, maka diperkuat dengan pemasangan support beam yang menyangga bekisting dari keempat sisi kemudian besi tie rode dan wingnut . c. Pengecoran Setelah bekisting terpasang secara kokoh, maka dilanjutkan dengan pengecoran pier menggunakan beton mutu B1.seperti pada Gambar 10 . Pembongkaran bekisting dilakukan setelah beton berumur 2x24 jam. Pekerjaan pier dilakukan mulai dari lift satu hingga lift terakhir dengan urutan pekerjaan seperti yang telah dibahas.
(a) Full Shoring
(b) Bracket Shoring Gambar 11 Pemasangan Shoring
b. Pemasangan Sosrobahu Setelah pemasangan shoring, untuk pekerjaan pierhead dengan metode bracket+shoring langsung dilanjutkan dengan pekerjaan pembesian, sedangkan untuk metode sosrobahu dilanjutkan dengan pemasangan sosrobahu. Setelah sosrobahu terpasang, selanjutnya adalah pemasangan gap dilatasi dengan tebal ± 24 mm seperti pada Gambar 12. Gap dilatasi terdiri dari 3 lapisan, yaitu multiplek ± 6 mm, pasir ± 12 mm dan pelat baja ± 6 mm.
Ga Dilatasi
Gambar 10 Pengecoran Pier Lift 1-2
3.2.3 Pekerjaan Pierhead Urutan pekerjaan pierhead adalah sebagai berikut : a. Pemasangan Shoring Pemasangan shoring diawali dengan penimbunan galian pilecap menggunakan agregat jenis base course. Setelah itu agregat dipadatkan dengan nilai kepadatan yang disyaratkan yaitu ≥ 95% melalui sand cone test . Kemudian dilanjutkan dengan pengecoran lean concrete dengan beton mutu E (10 MPa). Setelah itu dilanjutkan dengan pemasangan shoring jenis full shoring (dipasang searah memanjang jalan) untuk pierhead metode sosrobahu dan bracket shoring (dipasang searah melintang jalan) untuk pierhead
Sosrobahu
Gambar 12 Pemasangan Sosrobahu dan Gap Dilatasi
c. Pembesian Pekerjaan selanjutnya adalah pembesian pierhead . Selain itu, pada tahap ini pula dilakukan pemasangan ducting tendon arah horizontal dan vertikal dengan masing-masing ujung tendon tersebut dipasang casting berfungsi sebagai penahan tendon seperti pada Gambar 13
Casting
Tendon Horizontal
Gambar 13 Pekerjaan Pembesian
d. Pemasangan Bekisting Selanjutnya pekerjaan dilanjutkan dengan pemasangan bekisting sideform pada bagian samping dan bekisting endform pada bagian ujung. Material bekisting dan perkuatan bekisting sama seperti bekisting pier yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya. e. Pengecoran Kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan pengecoran seperti Gambar 14 menggunakan beton dengan mutu A1 atau setara dengan 40 MPa. Setelah dilakukan pengecoran, beton dilakukan proses curing menggunakan geotextile non woven. Pembongkaran bekisting dapat dilakukan setelah beton berumur dua hari.
g. Pemutaran Pierhead Setelah pekerjaan stressing horizontal selesai, kemudian dilanjutkan dengan persiapan pemutaran pierhead . Persiapan yang dilakukan adalah dengan membongkar bottom dan platform pierhead , gap dilatasi dan terakhir adalah shoring. Setelah persiapan selesai, dilanjutkan dengan pemutaran pierhead . Mekanisme kerja sosrobahu dimulai dengan hydraulic pump memberi tekanan oli ( oil pressure) terhadap sosrobahu melalui katup saluran inlet . Tekanan oli berfungsi untuk memberikan pelumasan antara casing dan piston. Ketika tekanan oli diberikan, crane melalui hook yang terikat pada pedestal pierhead melakukan penarikan slink . Pemberian tekanan oli dan penarikan slink dilakukan secara selaras sehingga pierhead dapat berputar seperti Gambar 16
Gambar 16 Pemutaran Pierhead
Gambar 14 Proses Pengecoran Pierhead
h. Stressing U-Duct Pekerjaan stressing U-Duct dapat dilakukan setelah kekuatan beton mencapai 75%-80%. Pada tahapan ini, stressing dilakukan pada 12 titik dengan urutan stressing seperti pada Gambar 17. Gaya yang diberikan ( jacking force) sebesar 97,23 ton setara dengan 47,69 dan 46,73 MPa pada pembacaan manometer. Persen UTS yang digunakan adalah 75% dengan nilai perpanjangan elongasi ideal yang direncanakan 99 mm. Pemberian gaya stressing dilakukan secara bertahap per 25% dari total jacking force dengan penarikan dua arah.
f. Stressing Horizontal Pekerjaan stressing horizontal dapat dilakukan setelah kekuatan beton mencapai 75% yang membutuhkan waktu ± 14 hari. Pada tahapan ini, stressing dilakukan pada enam titik terlebih dahulu dengan urutan stressing seperti pada Gambar 15. Gaya yang diberikan ( jacking force) sebesar 374,93 ton setara dengan 47,11 dan 49,47 MPa pada pembacaan manometer. Persen UTS yang digunakan adalah 75% dengan nilai perpanjangan elongasi ideal yang direncanakan 126 mm. Pemberian gaya stressing dilakukan secara bertahap per 25% dari total jacking force dengan penarikan satu arah.
3
1
5 Gambar 17 Stressing U-Duct
4
2
6
Gambar 15 Urutan Stressing Horizontal
3.3 Pengawasan Pekerjaan Setiap pekerjaan yang akan dan atau telah dilaksanakan harus diawasi dari segi mutu dan waktu agar proyek dapat selesai pada waktu dan mutu yang telah disetujui
dalam kontrak. Penjelasan dari masing-masing pengawasan dijelaskan sebagai berikut ini. 3.3.1 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu dilakukan terhadap material yang digunakan pada setiap pekerjaan di lapangan. Untuk mengetahui mutu dari setiap material maka dilakukan pengujian baik di laboratorium maupun di lapangan secara langsung. Pengujjian material yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Slump Test Pengujian slump adalah pengujian yang dilakukan terhadap beton ready mix sebelum dihamparkan di area kerja yang disediakan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai kelecakan ( workability) dari suatu beton ready mix. Nilai slump dan temperatur yang disyaratkan untuk setiap mutu beton adalah 12 ± 2 cm dengan temperatur 35 ± 2ºC [4]. b. Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton dilakukan setelah beton berumur 7 dan 28 hari melalui benda uji silinder berukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Nilai kuat tekan beton yang disyaratkan seperti Tabel 11 [4]. Tabel 11 Nilai Kuat Tekan Beton yang Disyaratkan
e. Stressing Record Pada pekerjaan stressing tendon dilakukan perhitungan elongasi aktual yang terjadi di lapangan. Elongasi adalah perpanjangan strand akibat gaya prategang. Nilai elongasi aktual akan dibandingkan dengan nilai elongasi rencana yang sebelumnya sudah diperhitungkan. Nilai deviasi yang terjadi harus berada dalam interval yang diizinkan yaitu antara -7% sampai + 7% [3]. 3.3.1 Pengawasan Waktu Pengawasan waktu dilakukan dengan membandingkan kurva S rencana dan kurva S realisasi. Namun karena keterbatasan informasi yang diperoleh untuk kurva S realisasi, maka pengawasan waktu dilakukan dengan membandingkan dokumen “ Master Scheduled ” yang merupakan proyeksi dari kurva S seperti pada dengan waktu realisasi pekerjaan di lapangan [4].
Perbandingan waktu rencana dan pelaksanaan dilakukan pada pekerjaan sesuai dengan objek tinjauan seperti pada Tabel 13 untuk pekerjaan pilecap, Tabel 14 untuk pekerjaan pier , Tabel 15 untuk pekerjaan pierhead metode sosrobahu dan Tabel 16 untuk pekerjaan pierhead metode bracket+shoring. Tabel 13 Waktu Rencana dan Realisasi Pekerjaan Pilecap
c. Pengujian Besi Tulangan Besi tulangan yang akan digunakan pada masa konstruksi dilakukan beberapa pengujian yaitu dengan kuat tarik, kuat tekuk dan kandungan kimia pada besi tulangan tersebut. Mutu baja tulangan yang digunakan pada proyek ini adalah BjTP-24 dan BjTS-40, maka hasil pengujian tulangan harus memenuhi kriteria seperti pada Tabel 12 [2].
Tabel 14 Waktu Rencana dan Realisasi Pekerjaan Pier
Tabel 12 Nilai Kuat Tarik Baja yang Disyaratkan
Tabel 15 Waktu Rencana dan Realisasi Pekerjaan Pierhead
d. Inspeksi Pekerjaan Inspeksi pekerjaan/ ceklist pekerjaan dilakukan bersama antara konsultan pengawas, pelaksana dan staf QC lapangan terhadap setiap pekerjaan. Inspeksi ini dilakukan sebelum, saat dan sesudah pekerjaan dengan parameter yang harus dipenuhi untuk masing-masing pekerjaannya [4].
Tabel 16 Waktu Rencana dan Realisasi Pekerjaan Pierhead
Pekerjaan Pierhead t 30 g u n a b e d s 25 e r e S / T h 20 a a d n a u j 15 r S e g k n e 10 a P Y n 5 a k k i t a i T n 0 a s h a k l a l m Minggu Ke u e J M
Berdasarkan informasi dari pihak PT. Waskita Karya, keterlambatan waktu yang secara umum terjadi di lokasi tinjauan (zona 3) dikarenakan zona tiga merupakan zona terakhir yang dilakukan persiapan lahan area kerja. Selain itu, sebelumnya zona ini merupakan bagian dari zona 4. Namun karena cakupan wilayah yang terlalu luas menyebabkan zona ini kurang diperhatikan, sehingga diputuskan zona ini untuk menjadi bagian terpisah agar lebih efektif sehingga mampu meminimalisasi keterlambatan dalam pekerjaan. Adapun progress mingguan pekerjaan pilecap, pier dan pierhead selama masa tinjauan tercatat mulai dari tanggal 23 Juli 2018 (minggu ke 69) sampai 7 September 2018 (minggu ke 75) dapat dilihat melalui diagram batang pada Gambar 18 sampai Gambar 20 Pekerjaan Pilecap 35
g t u n 30 a b e d r e s e 25 S / T h a a 20 d n u a r S j e 15 g k n e a P 10 Y n a k i 5 k t i a T n a 0 s h a k l a l m Minggu ke u e J M
69
70
71
72
73
74
75
30
31
31
31
32
32
32
Gambar 18 Progress Pekerjaan Pilecap
Pekerjaan Pier 35
t g u n 30 a b e d r e s 25 e S T / h a n 20 d a u a r S j 15 e g k n e 10 a P Y n a k 5 i k t i a T n 0 a s h a k l a l Minggu ke m u e J M
69
70
71
72
73
74
75
29
30
31
31
31
32
32
69
70
71
72
73
74
75
24
26
28
28
28
28
29
Gambar 20 Progress Pekerjaan Pier Berdasarkan Gambar 18 sampai Gambar 20 selama masa tinjauan, progress pekerjaan pilecap, pier dan pierhead secara berturut-turut mengalami peningkatan sebesar 9,37%; 12,5% dan 18,75%. Sehingga di akhir masa tinjauan, untuk pekerjaan pilecap dan pier sudah tercapai 100%, sedangkan pierhead sudah tercapai 90,62%.
4. PERMASALAHAN Setiap proyek pembangunan konstruksi akan dihadapkan pada suatu permasalahan teknis maupun non-teknis. Berikut ini adalah permasalahan yang ditemukan pada proyek ini selama masa tinjauan. 4.1 Permasalahan Teknis Permasalahan teknis merupakan permasalahan yang berkaitan langsung dengan pekerjaan di lapangan. Permasalahan tersebut dapat mengakibatkan keterlambatan waktu pekerjaan yang berdampak pada pekerjaan setelahnya. Berikut ini adalah permasalahan teknis yang terjadi di lapangan beserta solusi penyelesaian masalah tersebut: a. Pelebaran Dimensi Kolom Pada saat pengecoran kolom lift 1 di titik pekerjaan P047, bekisting kolom salah satu sisi tidak kuat menahan beban pengecoran sehingga menyebabkan bekisting rusak (jebol). Rusaknya bekisting ini tentu berdampak pada hasil pengecoran yang tidak sesuai dengan shop drawing. Terlihat pada Gambar 21 kondisi kolom lift 1 cembung sehingga mengalami pelebaran dimensi pada sisi sebelah barat. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka solusi yang dilakukan oleh pelaksana adalah melakukan proses chipping menggunakan mesin drill pada bagian kolom yang mengalami pelebaran. Sehingga hasil akhir perbaikan kolom ini seperti pada Gambar 22
Gambar 19 Progress Pekerjaan Pier
Gambar 21 Bekisting Jebol
Gambar 23 Proses Curing Kolom Gambar 22 Hasil Perbaikan pada Kolom
b. Pembongkaran Bekisting Sebelum 2x24 Jam Berdasarkan “Spesifikasi Teknis Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Tol Divisi 10-Struktur Beton” apabila pembongkaran bekisting tidak didasarkan pada hasil kuat tekan, maka waktu yang tertera pada Tabel 17 harus dianggap sebagai batas minimum. Tabel 17 Waktu Minimum Pembongkaran Bekisting
Kenyataan yang terjadi di lapangan, pembongkaran bekisting pier lift 1 dilakukan hanya 12 jam setelah pengecoran sehingga proses pengikatan beton tidak sempurna. Pembongkaran bekisting sebelum waktunya dilakukan dengan alasan mengurangi keterlambatan waktu pekerjaan sehingga bekisting dapat digunakan pada titik pekerjaan selanjutnya. Namun, hal ini pula akan mengakibatkan beton mengalami retak susut. c. Tidak Dilakukan Proses Curing Berdasarkan “Rencana Mutu Kontrak” dan SNI 2847 2013 tentang persyaratan beton struktural , setelah pembongkaran bekisting dilanjutkan dengan proses perawatan beton ( curing) dengan menyelimuti beton menggunakan plastik seperti Gambar 23 [5].
4.2 Permasalahan Non Teknis Permasalahan non-teknis merupakan permasalahan yang tidak berkaitan langsung dengan pekerjaan di lapangan namun dapat mengakibatkan keterlambatan waktu pekerjaan yang berdampak pada pekerjaan setelahnya. Berikut ini adalah permasalahan non-teknis yang terjadi di lapangan beserta solusi penyelesaian masalah tersebut: a. Pemasangan Sosrobahu Pada saat pekerjaan pierhead di titik pekerjaan P060, pemasangan sosrobahu mengalami keterlambatan. Hal ini terjadi karena habisnya masa kontrak antara PT. Citra Angkasa Persada sebagai subkontraktor sekaligus supplier sosrobahu dan PT. Waskita Karya (Persero). Tentu hal ini menyebabkan keterlambatan pada pekerjaan setelahnya yaitu pembesian pierhead . Maka dari itu berdasarkan pengalaman di lapangan, solusi yang dilakukan adalah dengan memperpanjang kontrak diantara dua perusahaan tersebut agar pekerjaan bisa normal kembali. b. Pembesian Pierhead Permasalahan ini terjadi pada titik pekerjaan P052. Pekerjaan pembesian pierhead tidak dilakukan langsung setelah pengangkatan bottom. Penyebabnya adalah kurangnya tenaga kerja dari pihak subkontraktor. Hal ini tentu penghambat pekerjaan pada setelahnya, maka dari itu solusi yang dilakukan adalah menambah jumlah tenaga kerja agar pekerjaan dapat dilakukan. 5. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka simpulan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut: 1. Terjadi keterlambatan waktu pekerjaan pilecap, pier dan pierhead di zona 3 STA.13+483 s/d 15+373. 2. Pekerjaan yang tersisa sampai akhir masa tinjauan adalah pekerjaan pierhead sebesar 9,38%. 3. Hampir semua pekerjaan yang dilakukan di zona 3 STA.13+483 s/d 15+373 memenuhi spesifikasi dan persyaratan yang disyaratkan.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Allah subhanahu yang telah wata’ala melimpahkan rahmat serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. 2. Kedua orang tua, dan adik yang senantiasa memberikan kasih sayang, motivasi, arahan dan bimbingannya. 3. Bapak Hendry.Dipl.Ing.HTL., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung. 4. Bapak R. Desutama Rachmat Bugi Prayogo, ST., MT selaku Ketua Program Studi Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan. 5. Bapak Dr. Yackob Astor., ST., MT dan Ambar Susanto, ST.Si., MT sebagai pembimbing Praktik Kerja Lapangan (PKL) penulis. 6. Bahana Irianta, Fitri Fadillah dan Rr. Nadya Pramesti sebagai rekan PKL penulis yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani kehidupan di Bekasi. 7. Kelas 4-TPJJ Angkatan 2015 yang merupakan keluarga kecil penulis selama melaksanakan kuliah di Politeknik Negeri Bandung.
DAFTAR PUSTAKA [1] PT. Jasamarga Jalanlayang Cikampek. (2017). “Rencana Mutu Kontrak”, Bekasi. [2] Badan Standarisasi Nasional. (2002). “Baja Tulangan Beton”, Jakarta. [3] Badan Standarisasi Nasional. (2016). Tujuh Kawat Baja tanpa Lapisan Dipilin untuk Konstruksi Beton Pratekan (PC strand /KBjP-P7). Jakarta [4] PT. Jasamarga Jalanlayang Cikampek. (2017). Spesifikasi Umum. Jakarta [5] Lauwtjunji. (2015) . Curing Beton. Diperoleh 1
Oktober 2018, dari https://lauwtjunnji.weebly.com/curing-beton.html