"TINGKAT KECEMASAN (SKALA HARS)"
Ny. D P2 AO Usia 32 Tahun Post Partum Hari Ke Dua Dengan Bendungan ASI Dan Tingkat Kecemasan Sedang
Oleh :
Irma Hamdayani Pasaribu (156070400111014)
Dosen Pengampu :
Dini Latifatun Nafi'ati, M.Psi, Psikolog
PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul 'Tingkat Kecemasan (Skala Hars) Ny. D P2 AO Usia 32 Tahun Post Partum Hari Ke Dua Dengan Bendungan ASI, Dan Tingkat Kecemasan Sedang." Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dari Mata Kuliah Psikologi Persalinan pada Pascasarjana Program Studi Kebidanan Universitas Brawijaya Malang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dini Latifatun Nafi'ati, M.Psi, Psikolog selaku Dosen mata kuliah Psikologi Persalinan yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Malang, April 2016
Penulis
Irma Hamdayani Pasaribu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 4
BAB II TINJUAN PUSTAKA 5
2.1. Kecemasan 5
2.1.1. Defenisi Kecemasan 5
2.1.2. Komponen-Komponen Kecemasan 6
2.1.3. Faktor Predisposisi Kecemasan 6
2.1.4. Faktor Presipitasi Kecemasan 8
2.1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan 8
2.1.6. Tingkat Kecemasan 9
2.1.7. Macam-Macam Kecemasan 11
2.1.8. Instrumen Yang Digunakan Untuk Mengukur Tingkat Kecemasan 11
2.2. Masa Nifas 14
2.2.1. Definisi Masa Nifas 14
2.2.2. Perubahan Psikologsi Masa Nifas 15
2.2.3. Gangguan Psikologi Masa Nifas 17
2.3. Psikologi Transpersonal 22
2.3.1. Definisi Psikologi Transpersonal 22
2.3.2. Cabang-Cabang Psikologi Transpersonal 23
2.3.3. Psikoterapi Psikologi Transpersonal 24
2.4. Menangani Masalah Kecemasan Pada Masa Nifas dengan
Psikoterapi Psikologi Transpersonal 25
BAB III ANALISA KASUS 28
BAB IV KESIMPULAN 40
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masa nifas (purperium) dimulai sejak lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah persalinan. Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara mengatur jarak kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu. Secara psikologi, pada ibu pascapersalinan akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yag dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifa ini, untuk suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi.
Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah melahirkan, banyak wanita yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi diri ringan sampai berat serta gejala-gejala neonatus traumatic, antara lain rasa takut yang berlebihan dalam masa hamil, riwayat psikiatrik abnormal, riwayat perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran mati atau kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya. Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan pengobatan. Meskipun demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik ini berulang setelah persalinan berikutnya. Hal yang perlu diperhatikan yaitu adaptasi psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi keluarga muda, pasca persalinan adalah "awal keluarga baru" sehingga keluarga perlu beradaptasi dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Kecemasan (ansietas) adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh rasa ketakutan serta gejala fisik yang menegangkan serta tidak diinginkan. Kecemasan ditandai dengan gejala fisik, seperti : kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah atau tersinggung. Gejala behavior seperti berperilaku menghindar dan terguncang, serta gejala kognitif seperti : khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi. Berdasarkan gejala- gejala tersebut, kecemasan dikelompokkan menjadi kecemasan ringan, sedang, berat dan panik.
Tidak semua ibu menyadari bahwa aspek fisik dan psikis adalah dua hal yang terkait saling mempengaruhi. Jika kondisi fisiknya kurang baik, maka proses berfikir, suasana hati, tindakan yang bersangkutan dalam kehidupan sehari- hari akan terkena imbas negatifnya. Suasana hati yang tidak menentu dan emosi yang meledak- ledak dapat mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktifitas kelenjar keringat, reaksi asam lambung,
seperti marah, gelisah dan merasa malas.
Masa nifas merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan ibu maupun bayi, diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Dalam memberikan pelayanan pada masa nifas, bidan menggunakan asuhan yang berupa memantau keadaan fisik, psikologis, spiritual, kesejahteraan sosial ibu/keluarga, memberikan pendidikan dan penyuluhan secara terus menerus. Dengan pemantauan dan asuhan yang dilakukan pada ibu dan bayi pada masa nifas diharapkan dapat mencegah atau bahkan menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis. Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Salah satu pendekatan psikologis yang dapat digunakan bidan dalam menangani masalah psokologi pada ibu nifas adalah dengan pendekatan psikologi transpersonal. Psikologi transpersonal mengkaji tentang potensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan pemahaman, perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Rumusan di atas menunjukkan dua unsur penting yang menjadi telaah psikologi transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan fenomena kesadaran manusia. Psikologi transpersonal berupaya meneliti dan memupuk pengalaman spiritual kedalam konteks psikologis, sama seperti psikologi kesehatan adalah jembatan psikologi dan kedokteran atau psikologi industry sebagai jembatan psikologi dan bisnis, psikologi transpersonal adalah jembatan antara psikologi dan aspek spiritual pengalaman keagamaan (bukan aspek sosial atau politik agama). Bidang ini mengintegrasikan konsep-konsep, teori-teori dan metode-metode psikologis dengan bahan kajian dan praktek berbagai disiplin spiritual, misalnya transendensi, spiritualitas, tingkat kesadaran dan ritual shamanik.
Rumusan Masalah
Pengertian Kecemasan
Komponen Kecemasan
Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan
Tingkat Kecemasan
Definisi Masa Nifas
Perubahan dan Gangguan Psikologis Masa Nifas
Psikologi Transpersonal
Psikoterapi Psikologi Transpersonal
Menangani Masalah Kecemasan Pada Ibu Nifas Dengan Psikoterapi Psikologi Transpersonal
Tujuan
Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada ibu nifas dan cara penangannya dengan psikoterapi pdikologi transpersonal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kecemasan
2.1.1. Definisi Kecemasan
Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya.
Lefrancois dalam kartikasari 1995, menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan ketakutan, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi dan perasaan-perasaan yang tertekan yang muncul dalam kesadaran.
Kecemasan adalah reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan orang "dari dalam" secara naluri, bahwa ada bahaya dan orang yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam sistem tersebut.
Cemas atau anxietas merupakan reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundden, 1998).
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Suliswati, 2006).
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang spesifik yang secara subyektif dialami oleh dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Para ahli membagi bentuk kecemasan dalam dua tingkat, yaitu :
Tingkat Psikologis
Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar konsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.
Tingkat Fisiologis
Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
Komponen-Komponen Kecemasan
Komponen kecemasan menurut Sue dkk (dalam Kartikasari, 1995) dapat dimanifestasi dalam empat hal yaitu :
Secara Kognitif
Dapat bervariasi, dari rasa khawatir yang ringan sampai panik. Individu terus mengkhawatirkan segala mascam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan, akan menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut, dan juga akan membawa dampak kesulitan tidur (insomnia).
Secara Afektif (Perasaan)
Individu tidak dapat tenang dan mudah tersinggung, sehingga memungkinkan untuk mengalami depresi.
Secara Motorik (Gerak Tubuh)
Kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar sampai dengan goncangan tubuh yang berat. Seringkali gugup dan mengalami kesulitan dalam berbicara
Secara Somatik (Dalam reaksi fisik atau biologis)
Dapat berupa gangguan anggota tubuh, seperti keadaan mulut kering, tangan dan kaki kaku, diare, sering kencing, ketegangan otot.
Faktor Predisposisi Kecemasan
Menurut Struart dan Sundden (1998), mengemukakan bahwa faktor presdisposisi (pendukung ) terjadinya kecemasan antara lain :
Teori Psikoanalitik
Kecemasan merupakan knflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan berfungsi untuk memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
Teori Interpersonal
Kecemasan dan ketakutan atau penolakan interpersonal dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan yang sangat berat.
Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kecemasan merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindar rasa sakit. Pada individu yang pada awal kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan kecemasan yang berat pada kehidupan masa dewasanya. Sementara para ahli konflik mengatakan bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan yang bertentangan dan berhubungan timbal balik antara konflik dan daya kecemasan yang kemudian menimbulkan kecemasan.
Teori Keluarga
Menyatakan bahwa gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata dalam keluarga dan biasanya tumpang tindih antara gangguan cemas dan gangguan depresi.
Teori Biologi
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor spesifik untuk bernodiasepin. Reseptor ini mungkin mempengaruhi kecemasan
Faktor Presipitasi Kecemasan
Faktor presipitasi pada gangguan ansietas berasal dari sumber eksternal dan internal yaitu :
Mengancam terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunyaa kemampuan untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari.
Mengancam sistim dua pribadi yang dapat membahayakan identitas harga diri dan integritas fungsi sosial.
Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Stuart dan Sudden (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu:
Jenis kelamin
Stres sering dialami oleh wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Kaplan dan Sadock (1997) menyatakan bahwa kurang lebih 5% dari populasi, kecemasan pada wanita yang dialami oledua kali lebih banyak daripada pria, lebih tinggi kecemasan yang dialami oleh wanita kemungkinan disebabkan wanita lebih mempunyai kepribadian lebih labil, juga adanya peran hormon yang mempengaruhi kondisi emosi sehingga mudah meledak, mudah cemas dan curiga.
Umur
Seseorang dengan umur lebih muda lebih mudah mengalami gangguan akibat steres dari pada seseorang yang lebih tua.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang dapat mengakibatkan seseorang mengalami stres. Status pendidikan yang kurang pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah mengalami stres dibanding dengan mereka yang status pendidikan yang lebih tinggi atau baik.
Lingkungan/Sanitasi
Seseorang yang berada dilingkungan asing akan lebih mudah mengalami stres
Sosial Budaya
Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan keyakinan agama yang kuat umumnya lebih sukar mengalami stres.
Keadaan Fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera, penyakit badan, operasi, aborsi lebih muda mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami stres.
Potensi Stressor
Stresor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut melakukan adaptasi.
Maturasi (Kematangan)
Individu yang mengalami kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan terhadap stres, karena individu yang matang mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap stresor yang timbul, sebaliknya individu yang berkepribadian tidak matang yaitu yang tergantung pada peka terhadap rangsangan sehingga sangat mudah mengalami stres.
Teori Psikologis
Dua faktor pikiran utama tentang faktor psikologis yang menyebabkan perkembangan gangguan kecemasan umum adalah bidang psikoanalitik dan bidang kognitif perilaku. Teori psikoanalitik kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan super ego. Id mewakili dorongan insting sedangkan teori kognitif perilaku yaitu pandangan perilaku kecemasan yang merupakan prodk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang utnuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundden (1998) tingkat kecemasan yaitu :
Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan meyebabkan seseorang menjadi waspada serta meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Kecemasan ini normal dalam kehidupan karena meningkatkan motivasi dan membuat individu siap bertindak. Stimulus dari luar siap di internalisasi dan pada tingkat individu mampu memecahkan masalah secara efektif, misalnya seseorang yang menghadapi ujian akhir, individu yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, pasangan dewasa yang akan masuk ke jenjang pernikahan.
Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang yang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Cemas sedang ditandai dengan lapang persepsi mulai menyempit. Pada kondisi ini, individu masih bisa belajar dari arahan orang lain. Stimulus dari luar tidak mapu diinternalisasikan dengan baik, tetapi individu sangat memperhatikan hal-hal yang menjadi pusat perhatian.
Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi orang yang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Seseorang memerlukan banyak pengarahan untuk dpaat memusatkan pada suatu area lain. Lapang persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detailyang kecil (spesifik) dan tidak berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah atau arahan untuk berfokus pada area ini, misalnya individu yang mengalami kehilanga harta benda dan orang yang dicintai karena bencana alam, individu dalam penyanderaan.
Panik
Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan denga terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemmapuan untuk berhubungan dengan orang lain., persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung dala waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Individu kehilangan kendalu diri dan detail perhatian hilang karena hilangnnya kontrol, amka tidak mampu melakukan apapun meski dengan perintah, terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyiompanan persepsi dan hilangnnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.
Macam-Macam Kecemasan
Menurut Freud, cemas ada tigas jenis yaitu :
Cemas Obyektif (Obyektive Anxiety)
Apabila orang mengetahui sumber cemasnya adalah diluar dirinya dikatakan bahwa ia menderita cemas obyektif. Cemas obyektif adalah reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya luar, atau adanya kemungkinan bahaya yang disangkanya akan terjadi.
Cemas Penyakit (Neurotic Anxiety)
Freud berpendapat bahwa cemas penyalit tampak dalam tiga bentuk pokok yaitu cemas umum, cemas dalam bentuk takut penyakit terhadap hal-hal atau situasi tertentu, cemas dalam bentuk ancaman. Cemas umum adalah cemas yang paling dsederhana karena tidak berhubungan dengan sesuatu hal tertentu, yang terjadi hanyalah individu merasa takut yang samar dan umum serta tidak menentu. Cemas penyakit adalah cemas yang mencakup pengenalan terhadap objek atau situasi tertentu, sebagai penyebab dari gangguan cemas. Cemas dalam bentuk ancaman yaitu cemas yang menyertai gangguan kejiwaan.
Cemas Moral (Moral Anxiety)
Cemas moral timbul akibat tekanan dari dorongan yang tinggi seperti perasaan dosa.
Instrumen Yang Digunakan Untuk Mengukur Tingkat Kecemasan
Instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengukur skala kecemasan adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Yaitu mengukur aspek kognitif dan efektif yang meliputi (Hawari, 2001):
No
Symptom
Skor
0
1
2
3
4
1
Perasaan Cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tensinggung
2
Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gelisah, gemetar
3
Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila di tinggal sendiri dan takut pada binatang besar, pada keramaian, pada kerumunan orang banyak
4
Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak bermimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan
5
Gangguan kecerdasan : sulit konsentrasi, penurunan daya ingat, daya ingat buruk
6
Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih, bangun dini hari, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari
7
Gejala somatik (otot) : sakit dan nyeri pada otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil
8
Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, tinnitus (telinga berdenging)
9
Gejala kardiovaskuler : takikardi, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak jantung hilang sekejap
10
Gejala pemapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek
11
Gejala gastrointestinal: sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri perut sebelum dan sesudah makan, rasa terbakar di perut, rasa penuh/kembung, berat badan menurun, mual dan muntah, BAB lembek, konstipasi
12
Gejala urogenital : sering buang air kencing, tidak dapat menahan kencing, amenorhea, darah haid berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepajangan, ejakulasi dini, ereksi hilang, impotensi
13
Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, , pusing atau sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri
14
Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, tidak tenang, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah
Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil:
Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan.
Skor 14 - 20 = kecemasan ringan.
Skor 21 – 27 = kecemasan sedang.
Skor 28 - 41 = kecemasan berat.
Skor 42 – 56 = kecemasan sangat berat
Masa Nifas
2.2.1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (purperium) dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah persalinan.
Masa nifas adalah masalah setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari setelah persalinan.
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan, penyembuhan dan pengembalian alat-alat kandungan, berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari setelah persalinan.
Masa nifas dibagi menjadi tiga bagian :
Pasca nifas, merupakan masa setelah persalinan sampai 24 jam setelah persalinan (0-24 jam sesudah melahirkan).
Nifas dini, adalah 1-7 hari setelah masa persalinan (1 minggu pertama persalinan.
Nifas lanjut, terjadi pada 1 minggu sampai dengan 6 mingggu setelah ibu melahirkan bayinya
Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa nifas untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu. Secara psikologi, ibu pascapersalinan akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yag dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.
2.2.2. Perubahan Psikologis Masa Nifas
Perubahan psikologi masa nifas adalah proses secara psikologi atau jiwa seorang ibu setelah melahirkan. Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses kelahiran, maupun setelah persalinan. Pada peroide tersebut, kecemasan seorang wanita dapat bertambah. Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut :
Fase Taking In
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya, disamping nafsu makan ibu yang memang sedang meningkat.
Fase Taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena sat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
Banyak ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan terjadi akibat persoalan yang sederhana dan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya dapat dicegah oleh staf keperawatan, pengunjung dan suami, bidan dapat mengantisipasi hal-hal yang bias menimbulkan stress psikologis. Dengan bertemu dan mengenal suami serta keluarga ibu, bidan akan memiliki pandangan yang lebih mendalam terhadap setiap permasalahan yang mendasarinya.
Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold dan letting go yang merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan dan akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada keadaan normal.
Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan bayi hanya mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga stress yang dialaminya tidak bertambah berat.
2.2.3. Gangguan Psikologis Pada Masa Nifas
Post Partum Blues
Post partum blues sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby blues, sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama pasca persalinan atau merupakan kesedihan atau kemurungan pascapersalinan, yang biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar 2 hari - 2 minggu sejak kelahiran bayi. Biasanya disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu, juga karena semua perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan kehamilan.Gejala-gejalanya sebagai berikut :
Cemas tanpa sebab
Reaksi depresi/sedih/ disforia.
Menangis tanpa sebab.
Tidak sabar
Tidak percaya diri.
Sensitif, cepat marah dan mudah tersinggung (iriabilitas).
Merasa kurang menyayangi bayinya.
Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat pula gembira.
Perasaan terjebak, marah kepada pasangan dan bayinya.
Cenderung menyalahkan diri sendiri.
Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
Kelelahan
Sangat pelupa.
Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues adalah sebagai berikut:
Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen progesterone, prolaktin, serta estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara tajam setelah melahirkan dan ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim non-adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi.
Ketidaknyaman fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan emosi pada wanita pasca melahirkan misalnya, rasa sakit akibat luka jahit atau bengkak pada payudara.
Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, seperti perubahan fisik dan emosional yang kompleks.
Faktor umur dan paritas (jumlah anak).
Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinannya.
Latar belakang psikososial wanita tersebut misalnya, tingkat pendidikan, kehamilan yang tidak diinginkan, status perkawinan, atau riwayat gangguan jiwa pada wanita tersebut.
Dukungan yang diberikan dari lingkungan, misalnya dari suami, orang tua dan keluarga.
Stres dalam keluarga misalnya, faktor ekonomi memburuk, persoalan dengan suami, problem dengan mertua atau orang tua. Stres yang dialami oleh wanita itu sendiri misalnya, karena belum bisa menyusui bayinya atau ASI tidak keluar, frustasi karena bayi tidak mau tidur, rasa bosan terhadap rutinitas barunya.
Kelelahan pasca melahirkan.
Ketidaksiapan terhadap perubahan peran yang dialami ibu dan adanya rasa cemas terhadap kemampuan merawat bayi
Rasa memiliki bayinya yang terlalu dalam, sehingga timbul rasa takut yang berlebihan akan kehilangan bayinya.
Problem anak setelah kelahiran bayi, kemungkinan timbul rasa cemburu dari anak sebelumnya, sehingga hal tersebut cukup mengganggu emosional ibu.
Post Partum Depression/Neurosa Post Partum
Depresi post partum merupakan tekanan jiwa sesudah melahirkan mungkin seorang ibu baru akan merasa benar-benar tidak berdaya dan merasa serba kurang mampu, tertindih oleh beban terhadap tangung jawab terhadap bayi dan keluarganya,tidak bisa melakukan apapuan untuk menghilangakan perasaan itu. Depresi post partum dapat berlangsung selama 3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi lain lebih berat atau lebih ringan. Gejalanya sama saja tetapi di samping itu, ibu mungkin terlalu memikirkan kesehatan bayinya dan kemampuanya sebagai seorang ibu.
Walaupun banyak wanita yang mengalami depresi post partum segera setelah melahirkan, namun beberapa wanita tidak merasakan tanda depresi sampai beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Depresi dapat saja terjadi dalam kurun waktu enam bulan berikutnya. Depresi post partum mungkin saja berkembang menjadi post partum psikosis, walaupun jarang terjadi.
Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Gejala-gejala yang mungkin diperlihatkan pada penderita depresi post partum adalah sebagai berikut :
Perasaan sedih dan kecewa.
Sering menangis.
Merasa gelisah dan cemas.
Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan dan sukar konsentrasi.
Nafsu makan menurun.
Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu.
Phobia, rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangakan (paranoid).
Tidak bisa tidur (insomnia) dan terkadang mimpi buruk.
Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless), hingga pikiran mau bunuh diri.
Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus bayinya dan terkadang ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.
Faktor terjadinya depresi post partum diantaranya adalah, kurangnya dukungan sosial dan dukungan keluarga serta teman, kekhawatiran akan bayi yang sebetulnya sehat, kesulitan selama persalinan dan melahirkan, merasa terasing, masalah/perselisihan perkawinan atau keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya neurosa post partum, antara lain :
Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi post partum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
Faktor pengalaman. Depresi pasca persalinan ini lebih banyak ditemukan pada primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres.
Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi, menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktifitasnya diluar rumah dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anak mereka.
Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses pesalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pasca persalinan.
Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
Psikosis Post Partum (Post Partum Psychosis)
Insiden terjadinya psikosis port partum adalah 1-2 per 1000 kelahiran. Pada kasus tersebut sebaiknya ibu dirawat karena dapat menampakkan gejala yang membahayakan seperti, menyakiti diri sendiri atau bayinya. Hal tersebut merupakan penyakit yang sangat serius dan merupakan depresi yang paling berat, bahkan bisa sampai membunuh anak-anaknya. Gejala psikosis port partum, diantaranya :
Gangguan tidur.
Gaya bicara yang keras dan cepat marah.
Inkoheren (berbicaranya kacau).
Menarik diri dari pergaulan.
Pikiran obsesif (pikiran yang menyimpang dan berulang-ulang).
Impulsif (bertindak diluar kesadaran).
Curiga berlebihan.
Delusi dan halusinasi.
Kebingungan
Sulit konsentrasi.
Faktor pemicu psikosis post partum, antara lain :
Faktor keturunan atau adanya riwayat keluarga menderita kelainan psikiatri.
Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit psikiatri.
Adanya masalah keluarga dan perkawinan
Faktor sosial kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan atau etnik)
Faktor obstetrik dan ginekologik (kondisi fisik ibu dan kondisi fisik bayi)
Faktor psikososial (adanya stresor psikososial, faktor kepribadian, riwayat mengalami depresi, penyakit mental, problem emosional, dll)
Karakter personal seperti harga diri yang rendah.
Perubahan hormonal yang cepat.
Masalah medis dalam kehamilan (pre eklampsia, DM).
Marital disfungsion atau ketidak mampuan membina hubungan dengan orang lain yang mengakibatkan kurangnya dukungan.
Unwanted pregnancy atau kehamilan tidak di inginkan
Merasa terisolasi dan adanya ketakutan akan melahirkan anak cacat atau tidak sempurna.
Psikologi Transpersonal
2.3.1. Definisi Psikologi Transpersonal
Psikologi transpersonal mengkaji tentang potensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan pemahaman, perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Dua unsur penting yang menjadi telaah psikologi transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan fenomena kesadaran manusia. The altered states of consciousness adalah pengalaman seseorang dalam melewati kesadaran pada umunya misalnya pengalaman memasuki dimensi kebatinan, mistik, komunikasi batiniah, pengalaman meditasi. Demikian pula dengan potensi luhur manusia menghasilkan telaah seperti extra sensory perception, transendensi diri, ectasy, dimensi di atas keadaran, pengalalman puncak, daya batin.
Psikologi transpersonal berpendapat bahwa potensi tertinggi dari individu terdapat dalam dunia spiritual yang bersifat non-fisik, hal ini ditunjukkan dengan berbagai pengalaman seperti kemampuan melihat masa depan, extrasensory perception (ESP), pengalaman mistik, pengembangan spiritualitas, pengalaman puncak, meditasi dan berbagai macam kajian yang bersifat parapsikologi atau metafisik. Dengan menyadari betul tentang keadaan manusia yang bukan hanya terletak pada dunia fisik semata dan meyakini bahwa inti terpenting dari individu terletak pada dunia spiritual yang bersifat kasat mata dan abstrak. Dengan kata lain psikologi transpersonal memandang kita sebagai makhluk spiritual yang memiliki pengalaman manusia dan bukanlah manusia yang memiliki pengalaman spriritual.
2.3.2. Cabang-Cabang Psikologi Transpersonal
Kelompok Mistis Magis
Menurut kelompok ini kesadaran transpersonal bersesuaian dengan kesadaran para dukun dan shaman masa lalu. Pandangan ini dianut oleh para aktivis New Age, dan salah satunya gerakan teosofi yang dipimpin oleh Helena Blavatsky. Seringkali romantisme dari kelompok ini menyulitkannya untuk berinteraksi dengan arus utama psikologi.
Kelompok Psiko-Fisiologis
Kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang biasanya menolak konsep-konsep perkembangan, tahap-tahap dan praktik peningkatan kesadaran. Mereka lebih tertarik meneliti keadaan kesadaran, sementara secara psiko-fisiologis dengan mempelajari keadaan-keadaan fisik seseorang yang berada dalam keadaan transpersonal.
Kelompok Transpersonalis Postmodern
Kelompok inime nganggap keasadaran transpersonal, sebenarnya merupakan keadaan yang biasa. Manusia modern menganggapnya seolah luar biasa, karena membuang kondisi kesadaran seperti ini. Kelompok ini menerima kisah-kisah para dukun shamanisme dan mistikus dalam semangat relativisme pluralistik. Mereka justru mengecam filsafat perennial yang mengungkapkan pengalaman mistik sebagai totaliter dan fasistik karena mengagungkan hierarki.
Kelompok Integral
Kelompok ini menerima hampir semua fenomena kesadaran yang diteliti oleh ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga menerima konsep-konsep psikologi transpersonal dari aliran pramodern dan posmodern.
2.3.3. Psikoterapi Psikologi Transpersonal
Terapi yang dikembangkan berhubungan dengan ritual-ritual yang dijalankan dalam tradisi-tradisi keagamaan Cara pandang yang holistik, terutama dari mistik Timur, pada akhirnya membawa siginifikansi akan adanya pengaruh yang sangat kuat antara tubuh, pikiran dan jiwa. Apa yang memanifetasi dalam tubuh fisik, merupakan gambaran keadaan tubuh mentalnya. gangguan fisik yang terjadi seringkali mempengaruhi kondisi mental seseorang.
Terapi lebih lanjut dalam psikologi transpersonal adalah bagaimana agar si pasien dapat menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran dan tubuhnya. Langkah penyadaran diri ini dilakukan pasien dengan cara mengidentifikasi proses dan mekanisme di dalam tubunya secara sadar.
Psikoterapi Transpersonal Modern
Biofeedback
Pemasangan sensor elektronik, misalnya pada otot-otot tubuh.
Sinyal elektronik ini diamplikasi menjadi bunyi atau nyala lampu, sehingga klien bisa melihat dan mendengar perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam kondisi normal ataupun abnormal dirinya
sangat efektif untuk tujuan relaksasi tubuh, menurunkan tingkat stress, dan gangguan-ganguan psikosomatis
Meditasi
beberapa tingkatan meditasi, mulai dari hanya mengatur irama napas, sampai kepada meditasi tingkat tinggi yang membuka kesadaran-kesadaran di luar kondisi normal
Medan Energi
Seperti chikung, chkara, aura, yang merupakan badan energi yang juga sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan mental seseorang.
Terapi Musik
Terutama musik-musik religius, wangi-wangian (aromaterapi) dan visualisasi.
Terapi mental
zikir, bacaan Kitab Suci, mantra, doa dll
Psikoterapi Dengan Konseling Transpersonal
Konseling transpersonal dianggap sebagai terapi holistic yang mencakup semua pengalaman manusia. Pada umumnya hanya menjelaskan keadaan-keadaan transedensi diri yang sempit. Transedensi diri (self transedence) dalam psikologi transpersonal mengacu pada keadaan kesadaran (states of consciousness) dimana self berkembang melewati batas-batas wajar, identifikasi-identifikasi, dan citra diri dari kepribadian individu serta merefleksikan suatu koneksi fundamental, harmoni, atau kesatuan dengan orang lain dan dunia
Menangani Masalah Kecemasan Pada Ibu Nifas Dengan Psikoterapi Psikologi Transpersonal
Terapi Relaksasi Menggunakan Aromaterapi Lavender
Relaksasi merupakan salah satu startegi koping yang digunakan untuk mengahdapi stres dan kecemasan. Strategi koping adalah suatu proses atau upaya yang dilakukan individu untuk mengahadapi dan mengantisipasi situasi dan kondisi yang menekan yang mengancam fisik maupun psikis yang dapat membebani atau melampaui kemampuan dan ketahanan individu.
Benson (dalam Price S & Price L, 1997) mengatakan bahwa respon relaksasi dapat dipicu lewat banyak cara, termasuk membaca, mendengarkan musik yang disenangi dan dengan aromaterapi. Mackinnon (2004) memperkuat pernyataan Benson bahwa manfaat aromaterapi adalah untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologis sehingga menjadi lebih baik dengan menggunakan minyak esensial. Selain itu, manfaat aromaterapi dipercaya dapat memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang setelah lelah beraktivitas.
Dalam penggunaanya, aromaterapi dapat diberikan melalui beberapa cara, antara lain : inhalasi, berendam, pijat dan kompres. Dari keempat cara tersebut yang merupakan cara tertua, termudah dan tercepat untuk diaplikasikan adalah aromaterapi inhalasi. Bau-bauan dari aromaterapi yang dilakukan dengan cara inhalasi akan masuk ke hidung dan berhubungan dengan silia (bulu hidung). Reseptor di silia mengubah bau tersebut menjadi impuls listrik yang dipancarkan ke otak dan mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan (mood suasana hati), emodi, ingatan dan pembelajaran.
Aromaterapi merupakan salah satu terapi alternatif dengan memanfaatkan uap minyak atsiri (essential oil) yang melibatkan organ penciuman manusia. Bau yang segar dan harum dapat merangsang sensori, reseptor dan akhrinya mempengaruhi organ yang lain. Aromaterapi tidak dianggap benda asing oleh tubuh, sehingga tidak memperberat kerja organ-organ tubuh. Minyak esensial akan masuk ke sirkulasi tubuh organ sasaran untuk memberikan reaksi.
Menurut Appleton (2012) dalam Pande,dkk (2013), lavender adalah aromaterapi yang menggunakan minyak esensial dari bunga lavender, dimana memiliki komponen utama berupa Linalool dan Linali Asetat yang dapat memberikan efek relaksasi. Kandungan Linalool dan Linali Asetat yang merupakan bahan aktif utama pada minyak lavender. Yarnel and Abascal (2004) dalam Pande (2013) mengatakan bahwa penggunaan lavender dapat membantu memberikan ketenangan, mengurangi sakit kepala, anti mikroba, anti serangga, penyembuh luka ringan, antidepresan dan antiseptik.
Terapi Relaksasi Dengan Pijat Oxytosin Menggunakan Minyak Zaitun
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima- keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan. Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormone oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI otomatis keluar (Biancuzzo, 2003; Indiyani, 2006; Yohmi & Roesli, 2009). Penelitian yang dilakukan Eko (2011) menunjukkan bahwa kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin dapat meningkatkan produksi ASI.
Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmiter akan merangsang medulla oblongata langsung mengririm pesan ke hypothalamus di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin, sehingga menyebabkan payudara mengeluarkan ASI. Pijatan di daerah tulang belakang akan merileksasi dan menghilangkan stres, dengan demikian hormon oksitosin akan keluar dan membantu pengeluaran ASI.
Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex let down. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007).
Langkah pijat oxytosin :
Ibu duduk, bersandar kedepam, lipat lengan diatas meja di depannya dan letakkan kepala di atas lengannya.
Payudaratergantung lepas tanpai pakaian
Memijat sepanjang kedua isis tulang belakang dengan menggunakan dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan.
Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jari.
Pada saat bersamaan, pijat ke arah bawah pada kedua sisi tulang belakang, dari leher ke arah tulang belikat, selama dua atau tiga menit.
BAB III
ANALISA KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI DAN KECEMASAN SEDANG
NY. D UMUR 32th P2 A0 2 HARI POST PARTUM
A. PENGKAJIAN
Hari/Tgl : Minggu, 24 April 2016 Jam : 09.20 WIB
1. Data Subjektif
Biodata
Nama Klien : Ny. D Nama Suami : Tn. A
Umur : 32 tahun Umur : 31 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Terusan Piranha Atas, No. 12, Malang
Keluhan Utama
Ibu mengatakan telah melahirkan bayinya dengan normal tanggal 20 April 2016 pukul 05.00 WIB. Ibu merasakan nyeri pada payudara, ASI yg keluar sedikit, Ibu merasa kelelahan karena bayi selalu rewel di malam hari
Data Kebidanan
Riwayat kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Para : 2, A: 0, Hidup : 2
Usia Kehamilan : 38 minggu
Kelainan selama hamil: tidak ada
Tanggal persalinan : 22 April 2016, pukul : 09.20 WIB
Jenis persalinan : normal
- Penyulit dalam persalinan : tidak ada
- Penolong : Bidan
- Kelainan bawaan : tidak ada
- Anak : hidup. Tunggal
- BB : 3,4 Kg
- PB : 51 cm
- Jenis Kelamin : Laki – laki
Keadaan tali pusat : Baik, basah, dan tidak ada tanda infeksi
Kelainan Kongenital : Tidak ada
Minum ASI : segera setelah bayi lahir
Riwayat Kesehatan Dalam Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular, menahun maupun menurun seperti Hepatitis, TBC, Hipertensi, Ashma, DM dan Jantung.
Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular, menahun maupun menurun seperti penyakit Hepatitis, TBC, Hipertensi, Asma, DM, dan Jantung.
Riwayat Kesehatan Sekarang
ASI tidak keluar, ibu mersakan payudara terasa penuh, nyeri dan bengkak.
Data Psikologi
Tanggapan ibu terhadap kelahiran bayinya.
Ibu mengatakan cukup senang dengan kelahiran anak keduanya.
Tanggapan suami / keluarga atas kelahiran bayinya
Suami dan keluarganya mengatakan cukup senang dengan kelahiran bayi tersebut.
Dukungan yang diberikan suami / keluarga.
Suami dan keluarga cukup memberi perhatian pada ibu karena sebelumnya keluarga mengharapkan anak keduanya adalah laki-laki karena dikeluarga tersebut belum mempunyai cucu laki-laki
Pengetahuan ibu tentang ASI.
Ibu mengatakan belum paham betul tentang ASI, karena anak pertama juga tidak mendapat ASI sepenuhnya
Rencana mengasuh / merawat bayi.
Ibu mengatakan ingin merawat bayinya sendiri.
Kontrasepsi
Kontrasepsi yang pernah digunakan.
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.
Rencana ber-KB
Ibu mengatakan ada rencana ber-KB. Segera setelah keadaan pulih dan mendapat penjelasan bidan.
Tanggapan suami
Suami mengatakan mengikuti keputusan ibu.
Jumlah anak yang diinginkan
Ibu mengatakan menginginkan 2 anak. 1 putra dan 1 putri.
Budaya
Kebiasaan / adat yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, nifas, BBL.
Ibu mengatakan bahwa ibu mertua melarang untuk makan makanan yang masih dalam keadaan panas, karena akan menyebabkan bibir bayi menjadi kotor. Sehingga setiap akan makan, ibu disuguhi makanan yg sudah dingin.
Ibu mengatakan bahwa setelah tali pusar puput maka pusar harus diberi koin agar tidak bodong, hal ini sudah dilakukan oleh beberapa anggota keluarga sebelumnya.
Ibu selalu membawa gunting kecil kemana pun dia pergi, yang dipercayai sebagai penjaga agar tidak didekati oleh makhluk halus.
Ibu menempalkan dilingo di baju bayi yang dipercayai untuk mengusir setan.
2. Data Objektif
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Vital / tanda Vital :
TD : 120/90 mmHg
- Nadi : 80 x / menit
- Suhu : 36,80 C
- Pernafasan : 23 x / menit
Kepala dan Leher
Wajah : Tidak oedema
Mata :
Conjungtiva : Tidak anemis
Sclera : Tidak ikterik
Hidung : Tidak Polyp, Perdarahan : Tidak ada
Telinga
Simetris : Simetris
Gusi : Warna merah, Oedema tidak ada
Gigi : Karang gigi tidak ada / Caries : Tidak ada
Bibir : Warna merah muda, Bentuk : Simetris
Lesi : Tidak ada Kelembaban : Normal
Pembengkakan : Tidak ada
Leher :
Kelanjar Thyroid : Tidak ada pembengkakan
Kelanjar Limfe : Tidak ada pembengkakan
Payudara
Bentuk dan ukuran : Simetris, payudara terasa keras, nyeri tekan, pengeluaran ASI sedikit.
Keadaan putting : Menonjol
Hiperpigmentasi : Ada
Pengeluaran : Ada
Benjolan : Tidak ada
KGB Axila : Tidak ada pembesaran
Abdomen
Luka bekas operasi : Tidak ada
TFU : 3 Jari dibawah pusat
Kontraksi : Baik
Konsistensi : Sedang
Tangan dan kaki
Oedem : – –
Kuku jari : Tidak pucat
Varises : Tidak ada
Reflek patella : + / +
Genetika Eksterna Vagina
Varises : Tidak ada
Infeksi : Tidak ada
Cairan : Ada
Oedema : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Cairan : Tidak adag
Pengeluaran Pervaginam
Darah : Ada
Warna Lochea : Merah Jenis : rubra
Banyaknya : + 50 cc
Baunya : Khas (anyir)
Perineum dan Anus
Luka Episiotomi : Tidak Ada
Tanda rahang : Tidak ada
Anus : Tidak hemoroid
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan
B. ASSESMENT
pril 2016/Pukul : 09.20 WIB
Dx Kebidanan : Ny. D P2 AO usia 32 tahun post partum hari ke empat dengan bendungan ASI dan tingkat kecemasan sedang
Data Subjektif : Ibu mengatakan merasakan nyeri dan bengkak pada
Data Objektif : Payudara terasa panas dan bengkak, konsistensi keras, pengeluaran ASI tidak lancar.
Masalah : Bendungan ASI dengan tingkat kecemasan sedang dengan skor 22
Dari kasus yang ditemukan, maka skala HARS digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan pasien
No
Symptom
Skor
0
1
2
3
4
1
Perasaan Cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tensinggung
2
Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gelisah, gemetar
3
Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila di tinggal sendiri dan takut pada binatang besar, pada keramaian, pada kerumunan orang banyak
4
Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak bermimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan
5
Gangguan kecerdasan : sulit konsentrasi, penurunan daya ingat, daya ingat buruk
6
Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih, bangun dini hari, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari
7
Gejala somatik (otot) : sakit dan nyeri pada otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil
8
Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, tinnitus (telinga berdenging)
9
Gejala kardiovaskuler : takikardi, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak jantung hilang sekejap
10
Gejala pemapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek
11
Gejala gastrointestinal: sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri perut sebelum dan sesudah makan, rasa terbakar di perut, rasa penuh/kembung, berat badan menurun, mual dan muntah, BAB lembek, konstipasi
12
Gejala urogenital : sering buang air kencing, tidak dapat menahan kencing, amenorhea, darah haid berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepajangan, ejakulasi dini, ereksi hilang, impotensi
13
Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, , pusing atau sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri
14
Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, tidak tenang, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah
Kecemasan Sedang
22
TUJUAN INTERVENSI
Memastikan kesehatan fisik ibu dengan pemeriksaan tanda-tanda vital
Memberi rasa rileks, memperlancar pengeluaran ASI dan mengurangi ketegangan otot pada ibu melalui pijat oxytosin dengan menggunakan minyak zaitun dan aroma terapi lavender.
Memberikan konseling transpersonal kepada ibu bahwa bayi perempuan maupun laki-laki adalah sama dan merupakan berkah dari Allah yang harus disyukuri, konseling tentang mitos-mitos yang dipercayai oleh keluarga
E. EVALUASI
Mengukur tingkat kecemasan pasien pasca intervensi menggunakan skala HARS (26 April 2016, pukul 13.00)
No
Symptom
Skor
0
1
2
3
4
1
Perasaan Cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tensinggung
2
Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gelisah, gemetar
3
Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila di tinggal sendiri dan takut pada binatang besar, pada keramaian, pada kerumunan orang banyak
4
Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak bermimpi, mimpi buruk, mimpi menakutkan
5
Gangguan kecerdasan : sulit konsentrasi, penurunan daya ingat, daya ingat buruk
6
Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih, bangun dini hari, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari
7
Gejala somatik (otot) : sakit dan nyeri pada otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil
8
Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, tinnitus (telinga berdenging)
9
Gejala kardiovaskuler : takikardi, berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak jantung hilang sekejap
10
Gejala pemapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek
11
Gejala gastrointestinal: sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri perut sebelum dan sesudah makan, rasa terbakar di perut, rasa penuh/kembung, berat badan menurun, mual dan muntah, BAB lembek, konstipasi
12
Gejala urogenital : sering buang air kencing, tidak dapat menahan kencing, amenorhea, darah haid berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepajangan, ejakulasi dini, ereksi hilang, impotensi
13
Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, , pusing atau sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri
14
Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, tidak tenang, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah
Kecemasan Ringan
14
BAB IV
PENUTUP
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Dakam menjalani masa nifas (puerperium) ibu akan mengalami fase taking in, taking hold, dan letting go. Dalam melalui fase-fase tersebut ibu nifas memerlukan asuhan dari seorang bidan agar masa nifasnya berjalan dengan lancar. Peran bidan sangat mempengaruhi masa nifas ibu dalam mencegah maupun mengatasi gangguan psikologosi terutama pada ibu yang baru pertama kali melahirkan
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, dkk. 2004. Buku Ajar Maternitas. Jakarta : EGC
Irianti,dkk. 2009. Buku Ajar Psikologi Mahasiswa Kebidanan : EGC
Jaenuddin Ujam. 2012. Psikologi Transpersonal. Jakarta: Pustaka Pelajar
Kaplan & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Binarupa Aksara : Jakarta.
Kartikasari, B.D. 1995. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kecemasan dalam Komunikasi Interpersonal. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
Saifuddin, AB. 2001. Asuhan Kebidanan Postpartum. Pusdinakes, WHO-JHPIEGO
.....................2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP
Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3 alih bahasa Achir Yani. S. Jakarta: EGC.
Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :EGC.
Tart, C.T. 1997. Transpersonal Psychologies: Routledge and Kegan Paul
Wilber, K. 2000. Integral Psychology: Random House Incorporated
Yulianti, Erba Rozalina. Buku Pegangan Psikiologi Transpersonal jilid I: Fakultas Ushuluddin, Universitas Isalam Negeri Sunan Gunung Djati