LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
PUJA INDAH ANGGRAENI I1A0010039 Kelompok 3 TES PROVOKASI HIPERVENTILASI BAB I Identitas Probandus Nama
: Luthfi Indirawan
Umur
: 18 th
Berat badan
: 82 kg
Tinggi badan
: 168 cm
Jenis kelamin
: Laki-laki
Suku bangsa
: Banjar
BAB II Tinjauan Pustaka Oksigen dibawa oleh aliran darah ke jaringan sel-sel tubuh, termasuk selsel jantung. Pengangkutan ini dimaksudkan untuk menunjang proses metabolisme di dalam sel otot jantung, terutama dalam menggiatkan proses metabolisme aerobik yang terjadi di dalam kripta mitokondria dan khususnya beta-oksidasi pada metabolisme lipid selain proses oksidasi pada siklus krebs (1). Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas (paru) dan suatu pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi ini terdiri atas dinding dada; otot pernapasan, yang memperbesar dan memperkecil ukuran rongga dada; pusat pernapasan di otak yang mengendalikan otot pernapasan; serta jaras dan saraf yang menghubungkan pusat pernapasan dengan otot pernapasan. Pada keadaan istirahat, frekuensi pernapasan manusia normal berkisar antara 12-15 kali permenit, dihirup dan dikeluarkan oleh paru. Udara ini akan bercampur dengan gas yang terdapat di alveoli, dan selanjutnya, melalui proses difusi sederhana, O2 masuk ke dalam darah di kapiler paru, sedangkan CO2 masuk ke dalam alveoli. Dengan cara ini, 250 mL O2 permenit masuk ke dalam tubuh dan 200 mL CO2 akan dikeluarkan (2). Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan utama ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat fungsi utama: 1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru. 2. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah. 3. Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh. 4. Pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan (3).
Sistem pernapasan juga melakukan fungsi nonrespirasi lain berikut ini. 1. Menyediakan jalan untuk mengeluarkan air dan panas. Udara atmosfer yang dihirup dilembabkan dan dihangatkan oleh jalan napas sebelum udara tersebut dikeluarkan. 2. Meningkatkan aliran balik vena. 3. Berperan dalam memelihara keseimbangan asam-basa normal dengan mengubah jumlah CO2 penghasil asam (H+) yang dikeluarkan. 4. Memungkinkan kita berbicara, menyanyi, dan vokalisasi lain. 5. Mempertahankan tubuh dari invasi bahan asing. 6. Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, atau menginaktifkan berbagai bahan yang melewati sirkulasi paru (4). Pusat pernapasan terdiri dari beberapa kelompok neuron yang terletak bilateral di medula oblongata dan pons. Daerah ini dibagi menjadi tiga kelompok neuron utama: 1. Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal medula, yang terutama menyebabkan inspirasi. 2. Kelompok pernapasan ventral, yang terletak di ventrolateral medula, yang terutama menyebabkan ekspirasi. 3. Pusat pneumotoksik, terletak di bagian dorsal di bagian superior pons, yang
terutama
mengatur
kecepatan
dalam
pernapasan
dan
kedalamannya (1). Karena kontraksi otot inspirasi memerlukan energi, inspirasi adalah proses aktif, tetapi ekspirasi adalah proses pasif pada bernapas tenang karena ekspirasi terjadi melalui penciutan elastik paru sewaktu otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan energi. Untuk ekspirasi aktif yang lebih kuat, kontraksi otot-otot ekspirasi (terutama otot abdomen) semakin memperkecil ukuran rongga toraks dan paru, yang semakin meningkatkan gradien tekanan intra-alveolus terhadap atmosfer. Semakin besar gradien antara alveolus dan atmosfer (dalam kedua arah), semakin laju aliran udara, karena udara terus mengalir sampai tekanan intraalveolus seimbang dengan tekanan atmosfer (4).
Kelebihan karbon dioksida atau kelebihan ion hidrogen dalam darah terutama bekerja langsung pada pusat pernapasan itu sendiri, menyebabkan kekuatan sinyal motorik inspirasi dan ekspirasi ke otot-otot pernapasan sangat meningkat. Oksigen sebaliknya, tidak mempunyai efek langsung yang bermakna terhadap pusat pernapasan di otak dalam pengaturan pernapasan. Justru, oksigen bekerja hampir seluruhnya pada kemoreseptor perifer yang terletak di badanbadan karotis dan aorta, dan kemudian mentransmisikan sinyal saraf yang sesuai ke pusat pernapasan untuk mengatur pernapasan (3). Pada saat melakukan aktivitas luar, hipoksia dapat meningkatkan diafragma kelelahan karena 1) meningkatkan ventilasi yang berakibat pada kerja napas, 2) interaksi antara otot lokomotor dengan otot pernapasan, 3) meningkatkan tingkat sirkulasi metabolic (misalnya laktat) berhubungan dengan otot lokomotor yang bekerja dengan intensitas yang tinggi dalam hipoksia. Untuk menghindari efek gangguan ini, maka baru-baru ini diadakan perbandingan antara hipoksia dan normoxic latihan pada insentitas yang menghasilkan tingkat ventilasi yang sama yang menghasilkan bahwa kelelahan diafragma yang lebih besar ditemukan saat kondisi hipoksia. Namun, meskipun lebih kecil dibandingkan nilai absolute untuk normaxia taraf kerja selama hipoksia (bila dianggap sebagai persentase tingkat kerja maksimal hipoksia) masih dapat memiliki dampak yang lebih besar pada kelelahan otot pernapasan dari dalam normaxia dengan membatasi aliran darah yang tersedia untuk otot pernapasan atau dengan meningkatkan sirkulasi metabolic (misalnya laktat) (5).
BAB III Alat dan Bahan, serta Cara Kerja 3.1 Alat dan Bahan praktikum “Tes Provokasi Hiperventilasi” adalah : 1. Stopwatch 3.2 Cara kerja pada praktikum “Tes Provokasi Hiperventilasi” adalah : 1. Hitung frekuensi pernapasan normal seorang probandus I. 2. Lakukan inspirasi semaksimal mungkin, tahan selama 20 detik, kemudian lakukan ekspirasi. Hitung frekuensi pernapasan sekarang. 3. Lakukan inspirasi dan ekspirasi dalam dan cepat selama sekurangkurangnya 20 detik. Hitung frekuensi pernapasan sekarang.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Dari praktikum “Tes Provokasi Hiperventilasi” yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 1. Ciri-ciri individual probandus (naracoba) No
Soal
1
Frekuensi nafas
2
normal probandus Frekuensi nafas probandus setelah menahan inspirasi
3
I
II
Kelompok III IV
21
10
18
22
23
19
32
14
24
23
29
24
18
14
21
15
20
20
V
VI
selama 20 detik Frekuensi nafas probandus setelah inspirasi dan ekspirasi cepat dan dalam sekurangkurangnya 20 detik
4.2 Pembahasan Pada prinsipnya praktikum ini bertujuan agar dapat memahami mekanisme pengaturan pernapasan melalui tes provokasi hiperventilasi. Pada praktikum ini kita memerlukan alat berupa stopwatch, kemudian seorang probandus yang sebaiknya dianjurkan untuk laki-laki. Praktikum ini dilakukan dengan tiga tahap. Pada tahap pertama probandus hendaknya bernapas normal seperti yang biasa dilakukan kemudian menghitung berapa frekuensi pernapasan yang ia dapat
lakukan. Pada tahap ini diketahui bahwa rata-rata frekuensi pernapasan normal seseorang adalah 16 – 20 kali permenit. Selanjutnya pada tahap kedua, probandus diminta untuk melakukan insipirasi semaksimal mungkin kemudian menahannya selama 20 detik. Setelah itu melakukan ekspirasi dan hitunglah berapa frekuensi pernapasan yang ia lakukan sekarang. Pada tahap ini diketahui bahwa frekuensi napas probandus semakin meningkat dibanding frekuensi napas normal. Dari sini dapat diketahui penyebab mengapa frekuensi napas probandus setelah menahan napas selama 20 detik meningkat dibanding sebelumnya. Kemudian alasan mengapa probandus harus menahan napas selama 20 detik lalu baru bisa ekspirasi. Pertama diketahui bahwa dalam bernapas kita tidak akan lepas dengan namanya oksigen apalagi jika sedang melakukan suatu aktivitas atau latihan berat maka konsumsi oksigen pun akan semakin meningkat. Oksigen sangat diperlukan untuk metabolisme tubuh. Jika konsumsi oksigen berkurang tentunya akan mengganggu metabolisme tubuh itu sendiri. Pada tahap ini probandus harus melakukan inspirasi semaksimal mungkin dan menahan napas selama 20 detik. Akibatnya suplai oksigen terhadap tubuh berkurang sedangkan karbon dioksida akan terus menumpuk di dada. Diketahui bahwa karbon dioksida yang semakin banyak bertumpuk di dalam tubuh akan bersifat racun sehingga harus segera dikeluarkan. Oleh karena itu, probandus yang kembali bernapas setelah menahan napasnya akan memiliki frekuensi napas yang besar dibanding frekuensi napas probandus yang tidak melakukan kegiatan apapun. Ini bertujuan agar kadar O2 dan CO2 dalam darah kembali seimbang sehingga untuk menyeimbangkannya tersebut probandus terlihat bernapas terengah-engah. Terengah-engah disini terjadi karena adanya proses tubuh untuk membuang CO2 yang ada dalam tubuh dan mengambil O2 sebanyak-banyaknya. Jika kadar O2 dan CO2 dalam darah tidak seimbang maka terjadi yang namanya hipoksia atau kekurangan oksigen. Kedua, alasan mengapa harus menahan napas selama 20 detik adalah karena 20 detik merupakan batas waktu seseorang dapat melakukan henti napas yang diatur dengan pengendalian pernapasan volunter. Titik saat pernapasan tidak dapat dihambat lagi secara volunter disebut titik lepas. Lepasnya kendali volunter
ini disebabkan oleh peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 darah arteri. Bernapas dengan 100% oksigen sebelum menahan napas akan menaikkan PO2 alveolus awal sehingga titik lepas dapat ditunda (2). Pada tahap ketiga, probandus diminta untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi sedalam-dalamnya dan secepat mungkin dengan kurun waktu sekurangkurangnya 20 detik. Kemudian hitung frekuensi pernapasan pada saat itu. Dari tahap ini didapatkan hasil bahwa frekuensi napas probandus lebih lambat dibanding frekuensi pada tahap kedua. Hal ini disebabkan O2 yang dihisap tidak bisa diserap oleh Hb pada darah karena O2 setelah dihisap langsung dikeluarkan secara cepat. Pada tahap ini, terdapat pengaruh keseimbangan asam-basa pada tubuh dimana lebih tepatnya terjadi ketidakseimbangan asam-basa. Keseimbangan yang terjadi adalah asidosis metabolik yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi melainkan karena olahraga berlebihan. Jika otot mengandalkan glikolisis anaerobik sewaktu olahraga berat, terjadi kelebihan produksi asam laktat yang menyebabkan peningkatan (H+) (4). Oleh karena itu, pada asidosis metabolik sederhana, maka akan menemukan nilai pH yang rendah, konsentrasi HCO3- plasma yang rendah, dan penurunan PCO2 setelah kompensasi respiratorik sebagian (3). Di samping itu, dari praktikum ini dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan seseorang : 1. Umur Bertambahnya umur seseorang maka frekuensi napas akan semakin bertambah lambat karena pada usia lanjut energi yang digunakan semakin sedikit sehingga oksigen yang diperlukan juga relatif lebih sedikit. 2. Jenis Kelamin Pada
umumnya
laki-laki
lebih
banyak
membutuhkan
energi
dibandingkan perempuan sehingga oksigen yang diperlukan pun semakin banyak.
3. Aktivitas fisik Semakin tinggi aktivitas seseorang maka frekuensi pernapasan pun akan semakin cepat. 4. Suhu dan Tekanan Pada
lingkungan
yang
berhawa
panas
menyebabkan
peningkatan jumlah panas yang hilang dari tubuh yang mengakibatkan peningkatan curah jantung dan oksigen yang diperlukan pun akan bertambah. Sebaliknya pada lingkungan dingin terjadi peningkatan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan jantung sehingga kebutuhan akan oksigen pun berkurang. Sedangkan pengaruh tekanan terhadap frekuensi pernapasan adalah semakin tinggi tempat seseorang berada maka semakin kecil tekanan dan oksigen pun akan semakin berkurang. Berdasarkan hasil tes provokasi hiperventilasi di tahap kedua diketahui bahwa frekuensi napas probandus setelah menahan napas selama 20 detik akan semakin bertambah sehingga terlihat bernapas terengah-engah karena itu harus dilakukan untuk keseimbangan kadar CO2 dan O2. Jika tidak seimbang maka akan terjadi hipoksia. Sekarang diakui bahwa latihan intensif seluruh tubuh juga menyebabkan kelelahan otot pernapasan. Pada kondisi hipoksia, latihan menyebabkan kelelahan pada diafragma yang dapat dilihat dari peningkatan dibanding pada normoxia. Namun, hipoksia memiliki efek ganda dari segi fisiologi pada latihan tubuh yang dapat berinteraksi dengan lokomotor dan perkembangan kelelahan otot pernapasan dan juga alasan lain dari berkurangnya transportasi O 2 ke diafragma dapat mempengaruhi kelelahan diafragma dalam hipoksia. Pertama hipoksia meningkatkan ventilasi yang berakibat pada kerja napas sehingga berpotensi menyebabkan kelelahan otot yang lebih besar. Kedua, peningkatan aliran darah antara pernapasan dengan otot lokomotor. Ketiga, hipoksia dapat mempengaruhi jumlah sirkulasi metabolisme (contoh : peningkatan asam laktat) yang diproduksi di otot dengan intensitas yang lebih tinggi dibanding normoxia (5).
Untuk mengatasi kasus yang terjadi pada tahap kedua, tubuh kita telah memiliki mekanisme dalam menyesuaikan diri pada kondisi tersebut. Adanya jaringan special pada tubuh yang mengindikasikan terhadap tingkat oksigen bekerja sama dengan membrane potensial, potensial channel, kalsium channel type L. pada kapiler dan sel otot oksigen yang dirasakan juga diikuti dengan pelepasan kalsium, dengan cara kalsium masuk ke sel yang sedang beroperasi. Perubahan pada status redox celluer, mungkin menandakan alterasi oksigen, terapi oksigen inilah yang merupakan element utama yang akan dideterminasikan. Kadar oksigen yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kematian. Hal itu terjadi karena oksidasi terjadi lebih cepat dan besar. Namun, tubuh memiliki mekanisme untuk melawan hal ini yaitu sel tubuh Glomus dan badan karotid yang merespon cepat pada perubahan tekanan oksigen antara 40 mmHg – 100 mmHg pada orang dewasa dan 20 mmHg – 40 mmHg pada janin (6).
BAB V Kesimpulan Pada praktikum “Tes Provokasi Hiperventilasi” yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Semakin berat aktivitas seseorang maka energi yang diperlukan pun semakin besar dan tentunya kebutuhan oksigen semakin bertambah dan produksi karbon dioksida meningkat. 2. Hiperventilasi terjadi karena peningkatan kebutuhan akan O 2. Dari penjelasan yang ada di atas CO2 juga berpengaruh dalam pernapasan. 3. Kekurangan oksigen menyebabkan terjadinya hipoksia. Oleh karena itu, kadar O2 dan CO2 dalam darah haruslah seimbang. 4. Faktor yang mempengaruhi frekuensi napas seseorang dapat ditinjau dari umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, suhu, dan tekanan.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Anonymous. Petunjuk Praktikum Fisiologi Kedokteran II. Banjarbaru: FK Unlam, 2010
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 2008. 3. Guyton, AP. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 2007. 4.
Sheerwood, Lauralee. Fisiolofi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC, 2001.
5. Samuel Verges, et al. Effect of Acute Hypoxia on Respiratory Muscle Fatigue in Healthy Humans. America. 2010. 6. Kennet Weir, et al. Acute Oxygen – Sensing Mechanism. America: Messachuset Medical Society. 2005
HALAMAN PENGESAHAN TES PROVOKASI HIPERVENTILASI Banjarbaru, 15 September 2010
Asisten
Praktikan
_ Muhammad Priza__
Puja Indah Anggraeni
NIM. I1A007017
NIM. I1A010039