Palopo dan Ruang Publik Ketika ruang publik telah menjelma menjadi komoditas komersil suatu masyarakat, maka pemaknaan kewarganegaraan sebagai makhluk sosial, telah berganti menjadi pemaknaan bahwa masyarakat itu adalah konsumen belaka. -B. Herry Priyono-
Republik Tanpa Ruang Publik(2015) Publik(2015) Gagasan tentang ruang publik atau public sphere sebenarnya bukanlah gagasan yang sudah uzur. Pencetus gagasan itu yakni seorang professor dibidang filsafat dan sosiologi asal Jerman, Jurgen Habermas.
Strukturwandel der Öffentlichkeit; Öffentlichkeit; Jurgen Habermas mengenalkan gagasan ruang publik melalui bukunya Strukturwandel Untersuchungen zu einer Kategorie der Bürgerlichen Gesellschaft atau dalam edisi bahasa Inggris buku Transformation of the Public Sphere, yang diterbitkan pada 1962. ini berjudul, The Structural Transformation Bagi Habermas, ruang publik memiliki peran yang cukup berarti dalam proses berdemokrasi. Ruang publik merupakan ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif. Habermas menjelaskan bahwa ruang publik merupakan tempat untuk mengomunikasikan informasi dan juga pandangan. pandangan. Dalam keadaan keadaan masyarakat bertemu bertemu dan berdebat akan sesuatu secara secara kritis maka akan terbentuk apa yang disebut dengan masyarakat madani, yakni masyarakat yang berbudaya namun mampu berinteraksi dengan dunia luar yang modern sehingga dapat terus berkembang dan maju. Secara sederhana masyarakat madani bisa dipahami sebagian masyarakat yang berbagi minat, tujuan, dan nilai tanpa paksaan. Di Indonesia sendiri, sebenarnya penerapan ruang publik sudah jauh-jauh hari terpraktekkan. Hampir disetiap kota di Indonesia memiliki ruang publik yang senada, yakni Masjid Kota dan Alun-Alun. Termasuk di Palopo, keberadaan ruang publik telah lama ada di daerah ini, sejak Palopo dipilih untuk dikembangkan menjadi ibu kota Kedatuan Luwu menggantikan Amassangan Amassangan di Malangke setelah Islam diterima di Luwu pada abad XVII. Masjid Djami menjadi ruang publik khususnya bagi umat muslim berkumpul, berdiskusi berdiskusi masalahmasalah agama, masalah umat; persoalan politik dan ekonomi juga menjadi bagian yang tak terlewatkan. Namun sayangnya, seiring perkembangan perkembangan zaman, tidak sedikit ruang publik di Palopo yang telah berubah fungsi, bahkan dari waktu ke waktu keberadaan ruang publik menjadi semakin sedikit, yang artinya memiliki konsekuensi menciptakan jarak untuk mencapai tujuan masyarakat madani, sesuai dengan teori Hebermas tadi.
Menyadari hal itu, Pemerintah Kota Palopo dibawah kepemimpinan Judas Amir telah mengembangkan isu strategis kawasan Kota Palopo yakni dengan mengusung konsep: “Kota yang maju adalah kota yang terus mengembangkan ruang-ruang publik kota yang dimiliki.” Bahkan, pemerintah telah menetapkan titik prioritas perencanaan untuk pengembangan ruang publik di Kota Palopo, yang dibagi ke lima kawasan prioritas, yakni kawasan Kedatuan Luwu, Lapangan Gaspa, Lapangan Pancasila, Kawasan Sampoddo, dan Taman Segitiga.
Gagasan ruang publik sebenarnya merupakan gagasan yang sederhana dan biasa saja, akan tetapi ini penting dan menarik untuk dilaksanakan. Pelaksanaan ruang publik merupakan tanda telah terbentuknya masyarakat madani. Di ruang publik ini, subjektivitas, partikularitas, dan uniformitas saling bertemu. Yang paling penting dari semua itu, ruang publik harus mampu menghadirkan empat standar yakni daya serap sosial, tempat aktifitas masyarakat, memiliki aksesibilitas dan ketertarikan, dan yang terakhir adalah adanya kenyamanan.
Penulis: Wirawan Syamsuddin