[DRAFT-1]
TERAPI LINTAH TEORI DAN PRAKTEK Pengalaman dan penelitian Dokter, praktisi dan ahli biologi Jerman
Vita Sarasi
Bandung, 2011
Prakata Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah bersabda dalam QS. An Nuur ayat 45 : “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Di dunia teridentifikasi sekitar 600 jenis lintah, namun hanya sekitar 15 jenis yang dapat digunakan untuk pengobatan, di antaranya Hirudo medicinalis. Ibnu Sina (978-1037 M), dokter Arab yang sangat terkenal, percaya lintah dapat mengeluarkan darah dari bagian tubuh yang lebih dalam dibandingkan dengan bekam basah (wet cupping) yang ditulis dalam bukunya “The Canon of Medicine” (Alqanoon-fi-Tibb). Ketika menghisap darah, lintah bekerja seperti pipet kecil yang efisien, mengijeksi puluhan, bahkan dengan elektroforesis dua dimensi teridentifikasi lebih dari 100 zat kimia, melalui air liurnya ke dalam tubuh manusia. Tidak ada alat bedah mikro manapun di dunia dapat berfungsi kompleks dengan presisi tinggi seperti ini, demikian fakta yang banyak diakui para dokter, ahli biologi maupun praktisi di seluruh dunia. Memang, diperlukan model yang sangat kompleks untuk dapat menjelaskan efek pengobatan dari air liur lintah ini, yang secara bersamaan dapat mengurangi kekentalan darah, meningkatkan aliran limfe, mencegah penyatuan trombosit, menghalangi infeksi jaringan sekaligus mengeluarkan efek analgesik lokal dan anestetik, sehingga meminimasi nyeri akibat gigitannya. Subhanallah… Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 1
Terapi lintah telah dipraktekkan lebih dari 2000 tahun dalam sistem pengobatan tradisional di Eropa, Ayurveda dan Cina. Saat ini terapi dipraktekkan dengan cara yang tidak terlalu berbeda dari metode yang dijelaskan Ibnu Sina 1000 tahun yang lalu. Ibnu Sina bersikeras bahwa terapi lintah membutuhkan tidak hanya kebersihan lintah tapi juga tempat aplikasi dan tangan terapis (Robert dkk, 2000). Secara historis terdapat pergeseran dalam indikasi utama terapi. Pada masa lalu indikasi utamanya adalah penyakit jantung dan gangguan peredaran darah, namun saat ini telah berubah menjadi radang kronis dan rasa nyeri menahun. Hasil yang spektakuler juga telah terbukti untuk indikasi bedah plastik dan rekonstruktif, dan nyeri kronis karena menurunnya fungsi tulang sendi. Untuk dapat menjelaskan bagaimana efek air liur makhluk mungil dengan pola punggung berwarna cerah : oranye, merah, kuning langsat dan hitam yang berulang-ulang itu dapat begitu mujarab, kita perlu membedah struktur anatomi tubuhnya yang sangat kompleks. Perutnya adalah “ruang penyimpanan” yang sangat besar, yang dapat membuatnya bertahan untuk tidak makan hingga dua tahun. Walaupun isi perutnya dikosongkan sekalipun, lintah masih dapat hidup dengan unsur dalam tubuhnya. Dalam mulutnya terdapat tiga rahang membentuk sudut 1200, mirip simbol mobil Mercedes-Benz, dengan 180 hingga 300 gigi kecilnya. Bentuk tiga rahang di dalam mulut lintah (kiri) yang membentuk sudut 120o yang mirip simbol mobil Mercedes-Benz (kanan) Sumber: C. Morkel
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 2
Lima pasang pigmen mata dan ke-32 simpul syarafnya berkembang sangat baik untuk mendeteksi musuh dan mangsa potensialnya. Penghisap belakangnya bertekanan kuat, sekitar 0,2 atm, sehingga lintah bisa melekat pada hampir semua jenis permukaan benda. Buku ini mengambil sumber utama dari buku “Medicinal Leech Therapy” (penerbit Thieme dari Stuttgart, Jerman tahun 2007) yang diperkaya dengan informasi dari berbagai referensi tambahan lainnya. Buku utama tersebut menceritakan hasil penelitian dan pengalaman terapi lintah di Jerman dari Andreas Michalsen, MD., Gustav Dobos, MD, Manfred Roth, PhD. (masing-masing seorang profesor, seorang dokter, dan seorang ahli biologi merangkap praktisi). Buku tersebut juga menceritakan penerapan terapi lintah di berbagai negara guna memberikan gambaran yang lebih lengkap baik secara teoritis maupun praktis yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan dalam pelaksanaan terapi tersebut.
Prof. Gustav Dobos Rumah Sakit pengobatan integratif dan komplementer, Essen-Mitte, Jerman
Dr. Andreas Michalsen Departemen pengobatan penyakit dalam, Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman
Dr. Manfred Roth Ahli biologi dan praktisi peternakan lintah ZAUG, Biebertal, Jerman
Dokter, ahli biologi dan praktisi lintah dari Jerman
Rumah Sakit (Klinik) Essen-Mitte, Kota Essen di Jerman, lokasi riset medis untuk terapi lintah
Suasana di peternakan lintah ZAUG, kota Biebertal di Jerman
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 3
Seperti disebutkan di atas, buku ini juga dilengkapi dan diperkaya dengan berbagai referensi tambahan berupa paper-paper pada jurnal ilmiah dan tulisan-tulisan ilmiah popular lainnya, misalnya mengenai sejarah terapi lintah dari dulu hingga sekarang yang ditulis oleh I.S. Whitaker, J.Rao, D. Izadi, P.E. Butler, berjudul “Historical Article: Hirudo medicinalis : ancient origin of, and trends in the use of medicinal leeches throughout history”, dimuat dalam British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 2004, p.133-137 dan tulisan dari Dr. Nurdeen Deuraseh berjudul “Health and Medicine in The Islamic Tradition based on the Book of Medicine (Kitab al-Tibb) of Sahih al-Bukhari, UPM, Selangor, Malaysia. Pengayaan dengan referensi tambahan ini dituangkan pada hampir semua bab, khususnya pada Bab 1 (Pendahuluan) dan Bab 2 (Sejarah Terapi Lintah). Secara teknis penulisan, informasi dari sumber-sumber tambahan tersebut dituliskan dalam format kotak (box). Untuk menjelaskan terminologi penyakit, penulis menggunakan Kamus Kedokteran Dorland, edisi 31, 2010 yang diterbitkan oleh EGC, penerbit buku kedokteran. Salah satu efek samping terapi lintah adalah gatal-gatal sementara karena pengaruh zat histamine dalam air liur lintah. Menurut Tuan Hj. Ismail bin Hj. Ahmad, pakar herba dari Perlis, Malaysia, obat antihistamin yang sering diresepkan dokter hanya menghilangkan gejala alergi pada saat diminum. Bahkan ada yang menderita gatalgatal di seluruh badan atau bintik-bintik darah karena tubuhnya menolak antibiotik kimia sintetis. Untuk itu, beliau menganjurkan untuk mengkonsumsi herba yang mengandung akar kunyit (Coscinium blumeanum) dimana terdapat flavanoid tinggi di dalamnya yang berfungsi sebagai anti oksidan, mengurangi pengeluaran histamine dan zat-zat alergi lain, sekaligus membantu meningkatkan kadar vitamin C dalam tubuh untuk melindungi kerusakan sel akibat radikal bebas dan menguatkan sendi. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 4
Dibandingkan pengobatan alami lainnya, terapi lintah relatif lebih mudah dipelajari. Namun, pengembangannya memerlukan standar kualitas sebagai prioritas utama. Jika telah terpenuhi, pengobatan yang bermanfaat ini dapat dilanjutkan di rumah sakit maupun di klinik, mengingat minat masyarakat semakin meningkat. Allah bersabda dalam QS Yunus ayat 57 : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Pada akhirnya, hanya Allahlah yang Maha Penyembuh. Oleh sebab itu sebagai manusia kita wajib berusaha secara maksimal dengan tetap diiringi doa kesembuhan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang mendukung penyusunan buku ini, khususnya kepada: Umi Anna dari Thibbun Nabawi Center di Pesantren Al Qur’an Babussalam (Bandung) atas dorongan motivasi, diskusi, dan sharing pengalamannya serta dr. Nahdiyati Birkic yang saat ini tinggal di kota Frankfurt am Main (Jerman) atas bantuan dalam penyediaan literatur utamanya. Semoga buku ini dapat dimanfaatkan secara optimal, baik sebagai pedoman praktis maupun pengetahuan ilmiah terapi lintah. Bandung, Ramadhan 1432 H / Agustus 2011 Vita Sarasi
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 5
Daftar Isi PRAKATA .................................................................................. 1 DAFTAR ISI ................................................................................ 6 1. PENDAHULUAN .............................................................. 11 Referensi Tambahan ..................................................................................12
2.
SEJARAH TERAPI LINTAH ................................................ 13
Pendahuluan ..............................................................................................13 Terapi Lintah pada Masa Eropa Kuno ........................................................15 Terapi Lintah pada Abad Pertengahan dan Modern .................................21 Terapi Lintah pada Saat Ini ........................................................................29 Terapi Lintah pada Saat ini di Indonesia ....................................................34 Referensi Tambahan ..................................................................................35
3.
BIOLOGI LINTAH ............................................................. 36
Pendahuluan ..............................................................................................36 Sejarah Lintah ............................................................................................39 Anatomi dan Fungsi ...................................................................................43 Anatomi dan Fungsi Mulut ........................................................................46 Kulit, Otot, Syaraf dan Indra ......................................................................51 Perilaku, Habitat, dan Pemeliharaan .........................................................62 Reproduksi .................................................................................................73 Memelihara lintah dan mengembangbiakkan di pusat pembiakan ..........75 Referensi Tambahan ..................................................................................80
4.
TEKNIK TERAPI LINTAH ................................................... 81
Pengukuran Kesiapan Kulit ........................................................................83 Prosedur aplikasi terapi lintah ...................................................................83 Pemilihan lintah .................................................................................... 83 Pelaksanaan terapi lintah ...................................................................... 84 Proses Makan ........................................................................................ 87 Referensi Tambahan ..................................................................................91
5.
INDIKASI TERAPI LINTAH ................................................ 92
Varises (Varicose Vein) ..............................................................................92 Prosedur praktek ................................................................................... 95 Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 6
Radang vena akut (Phlebitis), penggumpalan darah permukaan akut ....................................................................................................... 97 Gejala pembekuan darah sekunder (Postthrombotic syndrome secondary) dan pembekuan darah di vena kaki bagian dalam (Deep Leg Vein Thrombosis (DVT).................................................................... 97 Vena tidak berfungsi secara kronis (CVI (Chronic Venous Inssuficiency) ......................................................................................... 98 Penyakit Vena tanpa pembengkakan abnormal (Spider-Burst) ............ 99 Nyeri Sendi (Arthrosis) ............................................................................ 100 Frekuensi penggunaan lintah untuk nyeri sendi ................................. 101 Titik aplikasi lintah dan teknik berbagai indikasi ................................. 102 Nyeri sendi Lutut (Gonarthrosis/Knee Arthrosis) ................................ 102 Nyeri Sendi Bahu (Shoulder Arthrosis) ................................................ 106 Nyeri Sendi Pinggul (Hip Arthrosis) ..................................................... 107 Nyeri sendi pergelangan kaki (Ankle Arthrosis) ................................... 108 Nyeri sendi di sambungan kecil (small joint Arthrosis) ....................... 109 Penyakit Rematik .................................................................................... 111 Nyeri sendi yang berhubungan dengan Rematik (Rheumatoid Arthritis) .............................................................................................. 111 Gejala nyeri dan kekakuan otot dan sendi (Fibromyalgia) .................. 112 Nyeri siku (Epicondylitis) ..................................................................... 113 Gejala nyeri tulang belakang (Vertebrogenic) ........................................ 115 Nyeri Pinggang (Lumbago) .................................................................. 115 Nyeri di titik persambungan tulang pinggul (Iliosakral) ...................... 116 Gejala nyeri leher (Cervical Spine) dan nyeri leher yang menyebar ke tulang belakang (Cervicobrachialgia) ............................................. 116 Indikasi Umum Lanjutan ......................................................................... 118 Kehilangan pendengaran tiba-tiba (Sudden Hearing Loss) ................. 118 Gangguan suara bising di telinga (Tinnitus) ........................................ 118 Peradangan telinga tengah (Media Otitis) .......................................... 119
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 7
Gangguan sirkulasi (Peripheral Circulation Disorder) dan Penyakit terhambatnya arteri (Peripheral Occlusive Arterial) di persendian yang jauh dari struktur sentral tubuh ................................................. 121 Bisul bengkak bernanah (Abscesses) ................................................... 122 Pembengkakan berisi darah (Hematoma)........................................... 123 Penyakit kulit herpes akut (Herpes Zoster) .......................................... 123 Terapi tambahan untuk penyakit radang organ dalam ....................... 124 Kebotakan (Alopecia) .......................................................................... 125 Referensi Tambahan ............................................................................... 125
6.
TERAPI LINTAH UNTUK PENYAKIT REMATIK ................ 126
Ketegangan Otot ..................................................................................... 126 Peradangan pada dan daerah jaringan penghubung ............................. 130 Referensi Tambahan ............................................................................... 135
7.
TERAPI LINTAH DALAM BEDAH PLASTIK ...................... 136
Teori ........................................................................................................ 136 Studi Kasus .............................................................................................. 137 Referensi Tambahan ............................................................................... 142
8.
KONTRAINDIKASI .......................................................... 143
Pembekuan darah tak terkendali (Hemophilia), pasien yang mengkonsumsi anti pengentalan darah ................................................. 143 Kekurangan sel darah merah (anemia) .................................................. 144 Radang lambung (gastritis) yang parah dan Perdarahan potensial pada lambung dan usus (gastrointestinal) ...................................................... 145 Infeksi akut ............................................................................................. 145 Gangguan pada organ dan imunitas tubuh yang serius (immunosuppression) ............................................................................. 146 Alergi yang sensitif dan parah (allergic diathesis) .................................. 147 Kehamilan (pregnancy) ........................................................................... 149 Gangguan penyembuhan luka umum dan lokal ..................................... 149 Tidak ada Ijin dari Pasien ........................................................................ 149
9.
KEAMANAN DAN EFEK SAMPING DARI TERAPI LINTAH .......................................................................... 151
Nyeri lokal selama terapi ........................................................................ 151 Gatal-gatal lokal ...................................................................................... 152 Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 8
Darah rendah (hypotension) dan serangan pingsan (vasovagal) ........... 154 Kehilangan darah .................................................................................... 155 Lemahnya penyembuhan luka, superinfeksi dan alergi .......................... 156 Infeksi (sepsis) ......................................................................................... 159 Transmisi penyakit infeksi ...................................................................... 160 Luka ........................................................................................................ 161
10. DASAR ILMIAH TERAPI LINTAH ..................................... 163 Mekanisme terapi lintah dan korelasi klinis ........................................... 163 Anti pengentalan darah dan Hemodilusi ............................................. 163 Efek penghilang rasa nyeri (analgesik) dan Anti peradangan ............. 164 Efek Segmental dan Anti respon nyeri (antinosiseptif) ....................... 166 Efek pada aliran limfe dan jaringan penghubung................................ 166 Konsep tradisional dan konstitusional kemujaraban .......................... 167 Bukti keberhasilan dalam indikasi klinis tertentu ................................... 168 Bedah plastik dan rekonstruktif : Penyumbatan vena akut setelah operasi ................................................................................................. 168 Peradangan vena akibat pembentukan thrombosis (Thrombophlebitis) dan Varises (Varicose Vein).................................. 169 Nyeri persendian (Arthrosis), radang sendi (Arthritis), dan gejala nyeri kronis .......................................................................................... 171 Nyeri sendi karena menurunnya fungsi (Osteoarthritis) lutut (Gonarthritis) ....................................................................................... 171 Penyakit degeneratif pada sambungan lain dan gejala nyeri otot dan jaringan (myofascial) .................................................................... 176 Peradangan sendi (arthritis) ................................................................ 177 Radang telinga tengah (Media Otitis), gangguan suara bising di telinga (Tinnitus) dan penyakit telinga lain ......................................... 178 Tekanan darah tinggi (hypertension) dan penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovascular) ....................................................... 179 Bagian khusus dari penelitian klinis dengan lintah ................................. 181 Referensi Tambahan ............................................................................... 182
11. BIOKIMIA AIR LIUR LINTAH ........................................... 183 Komponen air liur lintah medis .............................................................. 186 Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 9
Hirudin ................................................................................................. 186 Komponen lain dari air liur lintah........................................................ 187 Komponen air liur dari lintah lain ........................................................... 190 Kombinasi ulang anti pengentalan darah ............................................... 190 Referensi Tambahan ............................................................................... 191
12. BAKTERI YANG TUMBUH DALAM TUBUH LINTAH MEDIS (HIRUDO MEDICINALIS)..................................... 192 Simbiosis yang berkaitan dengan usus lintah medis .............................. 192 Aeromonas, simbion usus Lintah Medis ................................................. 195 Mikrobiologi Lintah................................................................................. 197 Ciri-ciri Antimikroba dalam usus lintah................................................... 199 Referensi Tambahan ............................................................................... 202
13. ASPEK HUKUM TERAPI LINTAH DI EROPA DAN AMERIKA ....................................................................... 203 Bagaimana status hukum dari terapi lintah? .......................................... 203 Syarat apa yang harus dimiliki oleh terapis? .......................................... 205 Apakah pasien telah diberikan informasi yang tepat mengenai risiko potensial yang dapat terjadi oleh terapis? ............................................. 206 Apakah telah dilaksanakan perlindungan terhadap hewan dan lingkungan?............................................................................................. 207 Apakah persyaratan legal digunakan terhadap lintah setelah dipakai untuk menerapi? ............................................................................................... 207
LAMPIRAN ............................................................................ 208 Daftar-1: Peralatan untuk Terapi Lintah ................................................. 208 Daftar-2: Prosedur Terapi Lintah ............................................................ 209 Catatan Rasa Nyeri untuk Dokumentasi Hasil Terapi Lintah .................. 210 Informasi untuk Pasien dan Formulir Perijinan ...................................... 212 Informasi sebelum Terapi Lintah untuk Pasien ...................................... 215 Prosedur Terapi Lintah ........................................................................... 216 Tentang Penulis ...................................................................................... 218
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 10
1. Pendahuluan Sejak dahulu sampai sekarang, penggunaan lintah medis (Hirudo medicinalis) untuk pengobatan, atau lebih dikenal dengan Terapi Lintah, sangat menarik perhatian masyarakat. Rahasianya ada pada air liur lintah yang sarat dengan obat berbagai penyakit. Terapi ini telah digunakan lebih dari 2000 tahun dalam sistem pengobatan tradisional di Eropa (Gambar 1.1), Ayurveda (India) dan Cina. Walaupun kemujarabannya telah terbukti, evaluasi secara ilmiah perlu terus dilakukan sesuai dengan pengetahuan terkini. Gambar 1.1 Seorang wanita menggunakan lintah untuk mengobati penyakitnya. Ukiran kayu ini dibuat oleh William van den Bossche, yang dipublikasikan dalam Historia Medica di Brussel, tahun 1638. Sumber: Courtesy of NLM
Menurut pengamatan terapis Jerman, I.W. Müller (2002), walaupun terapi ini telah dijalani milyaran orang, dokumentasinya sangatlah sedikit. Dokumentasi pertama ditemukan pada jaman Hippocrates, abad ke-5 SM, dimana lintah digunakan untuk mengeluarkan kelebihan darah, penyebab dari banyak penyakit. Ada dua faktor penyebab mengapa lintah sanggup bertahan sebagai hewan tertua di bumi ini. Pertama, darah yang dihisap tidak membeku, kedua, gigitan lintah tidak menyakitkan. Hirudin, zat anti pengentalan darah dalam air liur lintah telah diteliti bahkan telah direkayasa secara genetik. Kemanjurannya telah teruji dalam skala besar dan dikontrol dalam sejumlah indikasi.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 11
Terapi lintah telah diteliti dalam lima tahun terakhir. Diawali di kota Essen, Jerman, lalu menyebar ke seluruh dunia. Publikasi hasil penelitian telah dimuat antara lain di Annals of Internal Medicine dan di The New Yorker. Ratusan sukarelawan merespon, bahkan kadang jumlahnya sepuluh kali lipat dari kandidat yang dibutuhkan. Terbukti lintah bukanlah makhluk menjijikkan. Bahkan di Eropa diklasifikasikan sebagai “produk medis” dan di Amerika, US Food and Drug Administration (FDA), sebuah organisasi pengelola makanan dan obat-obatan, menggolongkannya sebagai “alat medis”. Lintah telah dianggap sebagai “hewan penyembuh”. Secara historis ada pergeseran dalam indikasi utama terapi, dimana di masa lalu berupa penyakit jantung dan gangguan peredaran darah, sedangkan saat ini berubah menjadi radang kronis dan nyeri menahun. Hasil spektakuler telah terbukti pula untuk bedah plastik dan rekonstruktif, serta nyeri kronis karena menurunnya fungsi tulang sendi. Pada kenyataannya, opini memang masih terbagi. Di satu sisi, ceritanya sukses. Namun, di sisi lain, masalah “kebersihan” masih dipertanyakan. Tatkala terapi eksotis ini dibandingkan dengan kesterilan obat, pisau bedah, dan jarum injeksi dalam pengobatan modern, seperti layaknya seekor burung di antara pesawat terbang. Akibatnya, untuk menenangkan pasien yang curiga terhadap keamanan terapi ini, terapis dituntut untuk memiliki informasi lengkap. Pengobatan yang menggunakan hewan hidup memang perlu kualifikasi khusus.
Referensi Tambahan 1. Andreas Michalsen, Manfred Roth, Gustav Dobos, “Medicinal Leech Therapy”, Thieme, Stuttgart, Germany, 2007 2. I.S. Whitaker, J.Rao, D. Izadi, P.E. Butler, “Historical Article : Hirudo medicinalis : ancient origin of, and trends in the use of medicinal leeches throughout history”, British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 2004, p.133-137 3. Müller IW. Blutegeltherapie zwischen Empirie und Wissenschaft. Erfahrungsheilkunde 2002: 51(7): 462-271
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 12
2. Sejarah Terapi Lintah Pendahuluan Pengobatan dengan cara pengeluaran darah (bloodletting) sangatlah tua usianya. Para arkeolog memperkirakan berkembang pada Jaman Batu, setelah baru-baru ini ditemukan alat terapi pada masa itu (Glasscheib, 1964). Catatan mengenai veneseksi1 ditemukan dalam koleksi Hippocrates pada abad ke-5 SM. Teknik dan peralatan veneseksi dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Titik-titik pengeluaran darah Hans von Gersdorff (ahli bedah), Field book of wound medicine, 1517 Sumber : Wikipedia
1 2
Reproduksi alat veneseksi dan kauterisasi2 pada jaman Eropa abad pertengahan, penemuan arkeolog pada masyarakat biarawan di Saint Eutizio, Italia. Legenda: A. Besi Kauter, 35 cm; B.Pisau dan mangkuk, 28 cm; C. Sendok medis, 14 cm; D. Pisau dengan mata pisau tipis untuk mengeluarkan anak panah, 20 cm.Sumber: Medieval Design.
Pengeluaran darah dengan cara penyayatan vena Penghancuran jaringan dengan instrumen panas atau dingin, arus listrik, zat kaustik atau agen lainnya
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 13
Terapi pengeluaran darah (Bloodletting), 1860, salah satu dari hanya tiga foto yang ada mengenai prosedur tersebut.
Veneseksi selama Perang Sipil Sumber : Fullergeorgefeiis
Sumber: Wikipedia
Gambar 2.1 Teknik dan peralatan untuk pengeluaran darah
Dokter pada masa itu mengeluarkan darah untuk mengurangi kelebihan humor3 dalam upaya menjaga kesehatan. Dalam sistem Yunani, Hippocrates, Galen, Avicenna, Razzes, dll., para dokter terkenal di abad pertengahan, menganggap bahwa plethora (kelebihan) humor adalah tidak sehat (Gambar 2.2). Gambar 2.2 Galen di antara Hippocrates dan Ibnu Sina, para dokter terkenal di abad pertengahan Sumber : Ambassadors
3
Cairan atau setengah cair dalam tubuh berupa darah (blood), dahak (phlegm), empedu kuning (yellow bile) dan empedu hitam (black bile)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 14
Terapi lintah termasuk teknik pengeluaran darah yang ditulis pertama kali dalam bahasa Sansekerta kuno, India (Munshi, dkk, 2008). Dalam mitologi Hindu, Dhavantari, tabib yang menyebarkan rahasia pengobatan tradisional India pada dunia, digambarkan dengan salah satu tangan memegang nektar dan tangan lain memegang lintah. Penjelasan lebih luas terdapat dalam tulisan tabib Sushruta (100-600 SM). Pada masa itu, lintah membantu mengeluarkan kelebihan darah tanpa rasa sakit. Sekitar 5000 tahun yang lalu, ahli pengobatan di Mesir percaya, membiarkan lintah menghisap darah pasien dapat menyembuhkan demam hingga perut kembung. Dokumentasi lain ditemukan di Mesir kuno, ketika dimulainya suatu peradaban. Gambar lintah terlukis di dinding makam Dinasti Faraoh (1567-1308 SM).
Terapi Lintah pada Masa Eropa Kuno Terapi lintah pada masa Yunani kuno banyak dipengaruhi India, misalnya dalam puisi berjudul Alexipharmacia, gubahan Nicandros dari Colophon (200-130 SM). Dalam pengobatan tradisional Cina, Traditional Chinese Medicine (TCM), terapi ini juga dikenal walaupun dianggap kurang begitu penting.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 15
Bangsa Roma juga mengenal terapi ini, bahkan memberi nama Hirudo, walaupun secara etimologis lintah berbeda dengan “Hirudo” dalam bahasa Latin. Nama Hirudo medicinalis diberikan oleh Linnaeus (Carl von Linné) pada tahun 1758, seorang ahli botani, dokter dan ahli hewan Swedia, peletak dasar sistematik dan terminologi biologi modern (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Carl Linnaeus (1708-1778) “Bapak Taksonomi”, yang memberi nama Hirudo medicinalis Sumber : Wikipedia
Plinius menggunakan lintah untuk mengobati nyeri rematik, gout4 dan semua tipe demam. Plinius menyebutnya sanguisuga; sanguis berarti “darah”, sugo bermakna “saya hisap”. Themisson dari Laodicea (123-43 SM), murid Aesculipius (Asciapiades) dari Siria, pada permulaan era Nasrani menganggap ruh setan adalah penyebab terjadinya penyakit dan pengeluaran darah dibutuhkan agar dapat pulih kembali (Major, 1954). Secara ilmiah, penyebab penyakit ada dua, yaitu “konstriksi” (penyempitan) dan “dilasi” (pelebaran). Karena itu, indikasi utama adalah penyakit kepala kronis, demam secara umum, penyakit jiwa, epilepsi, gangguan telinga, penyakit hati, limpa, usus, nyeri 4
Nyeri kronis yang umumnya menyerang sendi lutut, tumit dan jempol kaki
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 16
pinggul (ischialgia), radang sendi (arthritis) dan gout. Sedangkan indikasi tambahan adalah penyakit umum dengan gejala pengerasan, penebalan, pengkakuan, penegangan, pembengkakan, nyeri dan kram; semua itu dikenal dengan “status strictus”. Para pendukung teori pneumatik5 menganggap terapi lintah berguna untuk penyembuhan “putrefaksi”6 (pembusukan yang disebabkan oleh bakteri atau jamur) dan “plethora” (kelebihan) darah. Keduanya bertujuan menggantikan “darah buruk” dengan “darah baik”. Walaupun ada perbedaan antara plethora dan putrefaksi, keduanya dapat diatasi melalui pengeluaran darah, dengan cara terapi lintah atau bekam. Menurut konsep pathologi humoral, sistem organ tidak berisiko mengalami kerusakan selama cairan tubuh tetap bergerak dan dapat dikeluarkan secara alami. Namun, jika salah satu bagian tubuh terkena penyakit dan menjadi kronis, maka sebaiknya aliran humor diperbaiki. Dokter pada masa lampau menggunakan lintah untuk mengatasi demam dan peradangan lokal. Sedangkan di medan perang, dokter militer Roma menggunakannya untuk menangani luka perang. Alexander de Tralles (525-605 M) menggunakan lintah untuk mengobati kehilangan pendengaran. Selama jaman kekuasaan Roma, Galen (129-189 M), dokter dari Marcus Aurelius, mengembangkan lebih jauh konsep pathologi humoral. Konsep ini dibangun berdasarkan teori Hippocrates (460-370 SM), mengenai hukum keseimbangan, dimana semua sistem tubuh adalah seimbang. Penyakit terjadi karena adanya ketidakseimbangan.
5 6
Berhubungan dengan penggunaan udara atau gas yang sejenis Dekomposisi enzimatik, khususnya terhadap protein, dengan terbentuknya senyawa-senyawa yang berbau busuk, seperti hidrogen sulfida, amoniak, merkaptan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 17
Galen berpikir pentingnya memelihara keseimbangan keempat humor, yaitu darah (blood), dahak (phlegm), empedu kuning (yellow bile) dan empedu hitam (black bile). Setiap humor berhubungan dengan karakteristik khusus kepribadian seseorang yaitu periang (sanguine), dingin (phlegmatic), pemarah (choleric) dan pemurung (melancholic). Galen mengklasifikasikan lintah sebagai bagian dari sistem elemen yaitu api, tanah, udara dan air yang harus selalu seimbang dengan penyaluran kelebihan zat dalam tubuh. Lintah digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit kulit dan jiwa di antaranya penyakit “melankolis” yang berkaitan dengan empedu hitam. Ilmu dokter Salernitan ini berangsur-angsur menyebar dari Italia ke seluruh Eropa. Pada abad pertengahan, profesi ahli bedah dirangkap tukang cukur (barber surgeon) (Gambar 2.4.). Pada saat menerapi, mereka menyuruh pasien menggenggam sebatang tongkat kayu, agar vena di tangannya dapat terlihat. Beberapa mangkuk disediakan untuk menampung lintah dan darah, juga pembalut dari kain linen. Pembalut linen yang telah ternoda darah, membelit tongkat tukang cukur yang berkibar tertiup angin. Itu sejarahnya mengapa di luar beberapa salon saat ini terdapat tongkat berstrip merah putih. Dulu di atas tongkat ada sebuah mangkuk berisi lintah, yang sekarang berubah menjadi bola di atas tongkat (Gambar 2.4).
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 18
Ahli bedah merangkap tukang cukur, sedang membedah bisul atau mencukur rambut di leher pasien, ukiran karya Lucas van Leyden, 1524
Tongkat tukang cukur berstrip merah putih dengan bola di atasnya Sumber : Wikipedia
Peralatan yang digunakan untuk a) pengeluaran dan pembuangan seluruh jaringan atau organ (ekstirpasi) b) pengeluaran darah c) khitan (sirkumsisi) Sumber: Bravo, Julián. La međicina Espaṅola y la medicina indigena en Marruecos. Las Kábilas de Quebdana y Ulad Setut. Orense, La Industrial. 1932
Gambar 2.4. Ahli bedah merangkap tukang cukur (barber surgeon) dan peralatannya
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 19
Lintah untuk pengobatan disimpan dalam bejana khusus berisi air yang berlubang di atasnya. Awalnya bejana ini terbuat dari kaca, lalu dibuat juga dari keramik yang didesain sangat indah untuk dijadikan koleksi (Gambar 2.5). Pada saat menerima panggilan ke rumah pasien, dokter sering membawa bejana kecil yang terbuat dari gelas atau timah yang dapat berisi selusin lintah atau lebih.
Sumber : Louis E. Kelner, Dan Beckemeyer, Erdward Kwong
Gambar 2.5.Bejana lintah terbuat dari kaca atau keramik
Pada dasarnya terapi lintah lebih dapat diterima oleh pasien dibandingkan metode/alat lain, misalnya fleam7 atau scarifier8, karena gigitannya dianggap tidak menyakitkan (Gambar 2.6).
Pisau bedah terbuat dari besi (Fleam) jaman dahulu
Tiga jenis pisau bedah (Fleam)
Sumber : Wikipedia
Sumber : Wikipedia
Scarifier, sekitar 1840-1880, Sumbangan : Mrs. D. O.Bovenmyer.
Gambar 2.6 Berbagai jenis pisau bedah untuk mengeluaran darah
7 8
Pisau yang dikokang dengan pegas seperti lancet (pisau bedah yang berujung kecil dan bermata dua). Alat yang mempunyai satu atau lebih titik tajam untuk melakukan skarifikasi, yaitu membuat banyak goresan atau tusukan kecil dan dangkal pada kulit seperti ketika memasukkan vaksin cacar
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 20
Pada masa itu terapi lintah dilakukan untuk mengobati penyakit pada bagian tubuh yang tidak dapat dibekam, seperti tumor di kanal dubur (hemorrhoid), jatuh/tenggelamnya dubur (prolapses rectum) dan radang vagina (inflamed vulva). Untuk pengobatan pada organ berlubang, sebaiknya lintah diperhatikan agar tidak merayap ke dalam lubang, karena dapat berakibat fatal.
Terapi Lintah pada Abad Pertengahan dan Modern Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang sangat terkenal pada tahun 978-1037 M, percaya lintah dapat mengeluarkan darah dari bagian tubuh yang lebih dalam dibandingkan dengan bekam basah (wet cupping). Dalam bukunya “The Canon of Medicine” (Alqanoon-fiTibb) (Gambar 2.7), Ibnu Sina menulis langkah-langkah bagaimana lintah dapat digunakan untuk pengobatan (Grunner, 1930).
Gambar 2.7. Kitab 'Canon of Medicine' dari Ibnu Sina Sumber : The Aga Khan Trust for Culture
Terapi lintah juga ditemukan dalam Kitabul Umda Fi Jarahat yang ditulis oleh Ibnu Maseehi (1233-1286 M). Kitab ini membahas karakteristik lintah yang dapat digunakan untuk pengobatan, yaitu lintah yang berwarna seperti dedak, merah agak kehitaman, seperti hati, kuning, atau bertubuh kurus mirip ekor tikus.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 21
Pada akhir abad Galenisme, dokter menggunakan lintah terutama untuk mengurangi cairan merugikan langsung dari bagian tubuh yang terkena penyakit. Mereka percaya terapi ini akan menaikkan “pembakaran internal” cairan tubuh yang berasal dari penyakit secara alami. Selain itu, terapi lintah juga dijadikan sebagai pengganti penyayatan vena (veneseksi). Abraham Zacuto (15751642), pendukung utama Galen, mengembangkan kisaran indikasi dan dasar empiris selama beberapa tahun berikutnya. Pada abad ke-17, konsep pathologi humoral Galen harus berkompetisi dengan munculnya pergerakan medis baru yang memiliki cara pengeluaran darah yang berbeda. Pendukung kimia kedokteran (iatrochemistry) cenderung menolak semua bentuk pengeluaran darah. Mereka percaya hal itu dapat memperpendek usia, dan menurut kitab suci, darah adalah tempat jiwa dan sumber energi kehidupan. Mereka percaya penyakit disebabkan archeus9, yang dipengaruhi ideo morbus, sehingga pengeluaran darah tidak akan menyembuhkan pikiran tak wajar, penyebab dari segala macam penyakit. Banyak ahli kimia kedokteran kemudian menerapkan teknik berbeda dengan pembatasan yang lebih lunak. Sementara itu, opini pendukung fisika kedokteran (iatrophysic) sangat berbeda. Mereka percaya terapi ini mutlak diperlukan. Berdasarkan hukum mekanik, pengeluaran darah akan mempengaruhi tekanan, daya tahan, dan kecepatan mengalir darah, yang menghasilkan pendistribusian kembali darah secara sementara dalam tubuh, yang akhirnya kembali mempengaruhi pembuluh darah, jantung dan komposisi darah.
9
Prinsip aktif dari tubuh dan mediator di antara tubuh dan jiwa
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 22
Kombinasi teori mekanik kedokteran (iatromechanic) dan konsep pathologi humor dari Galen sangat menonjol pada abad ke-18. Berdasarkan paradigma ini, darah adalah campuran labil dari berbagai substansi yang berbeda dan cenderung membusuk, karena itu penting dijaga agar terus mengalir, sehingga terhindar dari terjadinya pengentalan (thickening). Plethora, penyebab utama penyakit dihubungkan dengan ketidakseimbangan input makanan pada darah. Oleh karena itu, mereka percaya, keseimbangan membutuhkan puasa dan latihan fisik secara teliti dan intensif agar hasilnya memadai. Karena ini sulit dilakukan, mereka lalu mencari tiruan alami yang tidak menyebabkan berkurangnya energi (asthenia), komplikasi yang sering terjadi pada veneseksi dan bekam basah (wet cupping). Mereka juga menganggap veneseksi tidak efektif untuk individu periang (plethora) atau bertubuh gemuk, karena darah mereka terakumulasi pada pembuluh kapiler. Jika kelebihan darah ada pada pembuluh utama, seperti pada pasien pemarah, bekam saja tidak cukup dan terapi lintah lebih efektif. Keuntungan khusus dari terapi lintah adalah dapat digunakan pada bagian tubuh yang tidak mungkin untuk dibekam, seperti dahi, leher/kerongkongan, belakang telinga, pelipis dan anus. Terapi lintah dianggap sebagai pengobatan handal untuk pembengkakan, kram perut, nyeri umum, rematik, radang sendi, nyeri pinggul (ischialgia), radang buah pinggang (nephritis), asam urat dan varises (varicose vein). F. Hoffmann (1660-1742) pendukung mekanik kedokteran (iatromechanic), menggunakan lintah untuk mengobati penyakit akut dan pencegahan penyakit. Berdasarkan konsep plethora, dokter menyimpulkan terapi lintah efektif untuk penyakit kejiwaan, depresi, kejang, radang selaput dada, asma, dan kulit.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 23
Terapi lintah menjadi populer pada abad ke-18-19 M, dan mencapai puncaknya tahun 1830 di Perancis ketika dipraktekkan oleh F.J.V.Broussais, dokter yang terkenal paling haus darah dalam sejarah, juga kepala Rumah Sakit Val de Grâce di Paris dan ahli bedah di Grande Armée Napoleon, (Castiglioni, 1948). Pelopor pengobatan psikologi ini percaya bahwa semua penyakit dapat ditelusuri menuju ke penyebab utamanya yaitu peradangan. Karena itu kelebihan akumulasi darah dan pengurangan rasa nyeri membutuhkan banyak terapi lintah dan rasa lapar.
François-Joseph-Victor Broussais (1772-1838) Sumber : Whitaker, 2004
“Berikan 90 lintah lagi” Sebuah karikatur abad-ke 19 Sumber : Höllander, E. Die Karikatur und Satire in der Medizin.2nd ed.Stutgart:1921. Sumber : Michalsen, 2007
Gambar 2.8 François-Joseph-Victor Broussais dan karikaturnya
Karena lintah mengeluarkan darah dari pembuluh kapiler tempat terjadinya peradangan, maka dianggap sebagai penyembuh universal, khususnya untuk penyakit perut. Broussais menggabungkan teori lama dengan konsep baru perangsangan (eksitasi) dan teori depresi dari Brown (1735-1788), yang percaya bahwa penyebab semua penyakit adalah kelebihan (sthenia) atau kekurangan (asthenia) stimulasi dan perangsangan. Pengeluaran
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 24
darah penting jika energi vital atau substansi darah berlebihan dan dapat diatasi dengan pengaturan makanan (diet). Kelebihan darah akan menyebabkan demam, radang, penyumbatan, kejang dan rasa nyeri, yang mengurangi stimulasi (asthenia) secara tidak langsung dan menghambat aliran darah pada penyakit ayan (apoplexy), asma dan kejiwaan. Sebenarnya setiap penyakit dapat dianggap indikasi, tergantung paradigma medis yang diterapkan. Banyak sekali indikasi untuk terapi lintah, di antaranya radang pangkal tenggorokan akut (laringitis), radang ginjal (nephritis), nyeri ginjal (nephralgia), radang rahim (ovaritis) subakut, perdarahan hidung (epistaxis), pembengkakan testis, gangguan mata (opthalmia) dan akumulasi kelebihan darah di otak (Adams, 1988). Pada radang lambung akut (gastritis), direkomendasikan 2040 lintah. Terapi lintah juga dapat diterapkan pada batang testis ketika terjadi radang testis (epididymitis), dan di pelipis saat terserang radang mata (ocular inflammation). Dokter Perancis ini biasanya meresepkan lintah pada setiap pasien rawat inap. Akibatnya praktek menjadi berlebihan. Beberapa rekan seangkatan menyebutnya “vampirisme”. Lebih dari 100 lintah digunakan untuk satu sesi. Akibatnya, dalam setahun beberapa juta lintah digunakan di Perancis, Inggris dan Jerman. Broussaisisme, sebutan terapi lintah pada saat itu, terilhami desain “robes à la Broussais”. Lintah menjadi agen ekselen, bahkan inspirasi mode. Gaun para wanita berasesoris bordiran lintah. Bahkan di sebuah perkumpulan wanita, lintah dijadikan dekorasi pakaian. Air liur lintah digunakan sebagai kosmetik untuk memperbaiki kulit wajah yang pucat.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 25
Perancis segera kehabisan suplai lintah. Sejak habitat alaminya secara kontinu berkurang karena meningkatnya aktivitas pertanian dan industri, pemerintah terpaksa harus mengimpor lintah. Tahun 1828, lintah menjadi artikel terpenting dalam Materia Medica. Sekitar 100 juta lintah digunakan setiap tahunnya, hanya di Perancis. Akibatnya, harga lintah naik secara drastis. Banyak dokter lalu menggunakan ulang lintah dan berusaha mengembangbiakkannya di rumah sakit yang didanai oleh Pemerintah. Di medan perang, dokter militer merasa kuatir kekurangan lintah akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam menangani luka. Di Rusia, Mudrov dan Diadkovsky melaporkan phlebotomy (penyayatan vena) dengan lintah, ekselen dalam menangani peradangan otak, hati dan ginjal, rematik, tuberkolosis, epilepsi, penyakit histeris dan seksual. Kontraindikasi terapi tidak disebutkan, tampaknya usia dan status kesehatan pasien tidak dipedulikan. Terapi lintah sangat populer, hingga spesies di Eropa terancam. Pasien diresepkan hingga 80 lintah per terapi. Rusia mengkonsumsi 30 juta lintah dalam setahun. Tahun 1833, dokter Perancis mengimpor hampir 42 juta lintah dan pemakaian setahun hampir mendekati 100 juta lintah. Permintaan yang semakin meningkat menjadikan harga naik. Pemerintah Perancis berinisiatif untuk memberikan tunjangan penghargaan pada perusahaan yang dapat meningkatkan produksi lintah, dengan pengembangan stok baru dari rawa, sungai dan kolam. Peternakan lintah menjadi cara populer untuk menghasilkan uang. Mereka akan berusaha pergi ke kolam untuk mengambil lintah, menjualnya, dan tidak mau beralih dari pekerjaan itu.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 26
Awal abad ke-19, terapi lintah menonjol dalam dunia pengobatan. Antara tahun 1829-1836 M, sekitar 5-6 juta lintah digunakan setiap tahun. Karena permintaan sangat tinggi, dokter Inggris terpaksa mengimpor lintah tahun 1810. Ini mengakibatkan kendala finansial dalam pengembangan terapi. “Booming” terapi ini dimulai di Perancis, dan segera menyebar ke seluruh Eropa. Terapi ini menggantikan plebotomi (penyayatan vena) pada hampir semua indikasi. Seni terapi lintah segera menjadi profesi. Lintah berhubungan sangat erat dengan dokter dan dokter pada masa itu disebut “lintah medis”, karena menggunakan jutaan lintah untuk menerapi pasien. Kata “lintah” (leech) diturunkan dari “lӕce” yang dalam bahasa Anglo-Saxon berarti dokter. Istilah lintah medis digunakan untuk menggambarkan dokter dari Inggris. Di Jerman, sekitar 30 juta lintah per tahun dikirim ke Amerika Serikat, dan pemerintah Jerman kuatir terhadap kemampuan negaranya dalam memenuhi kebutuhan domestik. Lintah Eropa (Hirudo medicinalis) lebih disukai dibandingkan dengan lintah Amerika (Macrobdella decora), karena lintah Amerika dianggap tidak menyayat secara dalam dan besar, sehingga hanya mengeluarkan sedikit darah (Gambar 2.9). (a)
Pola warna yang berbeda dari : Lintah Eropa : (a) Hirudo medicinalis Linnaeus 1758. (b) Hirudo verbana Carena 1820. Lintah Amerika : (c) Macrobdella decora Lintah Asia (d) Hirudo menillensis
(b)
Sumber : Canadian Museum Nature (c)
(d)
Gambar 2.9 Perbandingan pola warna dari Lintah Eropa dan Amerika Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 27
Amerika mengalami kesulitan mendapatkan lintah Eropa, sehingga tahun 1835 pemerintah menawarkan hadiah sebesar $500 bagi siapa saja yang dapat membiakkan lintah Eropa di Amerika Serikat. Tahun 1970, dalam edisi “Apotik Amerika”, terdapat artikel mengenai tata tertib pencegahan kotornya air tempat memelihara lintah (Adams, 1988). Referensi terapi lintah dari Inggris pada abad pertengahan ditulis dalam bahasa Latin oleh Aldhelm dari Malmsburh (abad 7 atau 8). Von Resenstein (1776), dalam bukunya mengenai penyakit anak, menganjurkan terapi lintah untuk penyakit gigi, radang gigi, kejang, demam berdarah, radang selaput paru-paru dan mata. Menurut Thomas, tahun 1822, perdarahan dapat terjadi karena dua hal, bekam dan terapi lintah. Menurutnya, terapi lintah dapat digunakan pada tempat yang lembut yaitu mata, gusi, buah dada, buah pelir (biji kemaluan), dimana terapi lain tidak dapat dilakukan. Karena sulit menerjemahkan sejarah, penyebab, indikasi penyakit, dan mendefinisikan pathologi humoral dalam bahasa pengobatan modern secara akurat, maka dilakukan metafor10 (menganalogikan dengan hal lain yang sejenis) seperti pada konsep pengobatan Cina (TCM) dan India yang masih berlaku hingga saat ini.
10
Mengekspresikan sesuatu dengan menganalogikannya dengan sesuatu lain yang sejenis
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 28
Terapi Lintah pada Saat Ini Pada akhir abad ke-19, popularitas lintah hilang. Berdasarkan catatan sebuah rumah sakit di Inggris, tahun 1832 digunakan hampir 100.000 lintah, namun lima puluh tahun kemudian jumlahnya menurun hingga kurang dari 2000 lintah. Efek terapisnya tidak sesuai lagi dengan konsep modern, karena metode eksperimen ditingkatkan dan metode empiris dibatasi secara ketat. Dengan berkembangnya ilmu psikologi modern, patologi dan mikrobiologi, lintah tidak diminati dokter dan pasien lagi. Selama periode ini hanya beberapa referensi ditemukan. Sekitar tahun 1850, lintah di Eropa tengah dimusnahkan, sehingga harus diimpor dari Asia tengah yang harganya sangat mahal. Konsep “pathologi sel” dari Virchow (1821-1902) pada pertengahan 1850an meragukan konsep penyakit sebelumnya sebagai justifikasi pengeluaran darah. Ia menemukan bakteri adalah penyebab penyakit, sehingga masyarakat ketakutan terhadap bakteri (bacteriophobia). Terapi lintah menurun secara drastis, terutama di rumah sakit. Karena disinfeksi atau sterilisasi tidak mungkin dilakukan tanpa membunuh lintah, sejak pendidikan pengobatan diadakan di rumah sakit, terapi lintah jarang diperkenalkan pada dokter, sehingga dilupakan. Tahun 1903/04, J.B. Haycraft (1857-1922) menemukan Hirudin, anti pengentalan darah dalam air liur lintah, yang diambil dari bahasa Latin Hirudo. Haycraft menyetujui observasi awal dari Profesor Diskonov di Rusia, yang dalam artikelnya berjudul “Changes of human blood in the leech” (perubahan darah manusia pada lintah) tahun 1809 membuktikan kurangnya pengentalan darah dan pemisahan (disolusi) sel darah merah dalam pembuluh usus lintah membuktikan adanya agen yang mencairkannya di Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 29
sana. Pada tahun 1955, Markwardt mengisolasi dan secara akurat mengkarakterisasi Hirudin dari kelenjar tenggorokan lintah dan tahun 1986 anti pengentalan darah ini pertama kali diproduksi secara rekayasa genetik. Efek khusus terapi lintah dapat didefinisikan sebagai proses kimia yang sesuai dengan prinsip rasional dari ilmu dan pengobatan modern. Berita ini menyebar secara perlahan, pertama di antara komunitas peneliti. Ekspektasi utama peneliti adalah zat anti pembekuan ini mungkin akan menghasilkan keuntungan potensial dalam transfusi darah. Ekstraksi hirudin mungkin berguna dalam mengatasi pembekuan darah (thrombosis11), penyumbatan arteri (embolism12) dan kematian sel hidup karena gangguan pada pembuluh darah (infarction). Biaya komponen yang sangat tinggi menghalangi proses penyebaran ekstraksi hirudin. Hampir 25 tahun setelah penemuannya, baru tercatat penerapannya. Namun, meletusnya Perang Dunia I dan turunnya perdagangan lintah, memaksa terapi ini sekali lagi dilupakan.
11 12
Pembekuan darah yang bersifat stasioner di sepanjang dinding pembuluh darah Penyumbatan arteri secara mendadak oleh bekuan darah atau benda asing yang terbawa oleh aliran darah ke tempat tersangkutnya
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 30
Terapi lintah akhir-akhir ini kembali digunakan dalam bedah rahang atas dan muka (maxilofascial) dan bedah mikro lainnya untuk membantu menyelamatkan vena dari penyumbatan, termasuk pada transplantasi kulit secara bebas (free flap13) dan bertangkai (pedicled flap14), amputasi jari tangan atau kaki, telinga dan ujung hidung. Berdasarkan evaluasi terbukti jaringan kulit yang mengalami penyumbatan vena (venous congestion)15 dapat segera diperbaiki pada aplikasi awal dari terapi ini. Terapi lintah kembali mengalami kebangkitan pada tahun 1920an, ketika B. Aschner (1883-1960), anggota kelompok dokter naturopatik16 menjadi pendukung utamanya. Aschner menguraikan teknik pengeluaran darah secara rinci dari sudut pandang baru berdasarkan konsep pathologi humoral. Daftar indikasi medis terapi bertambah panjang, sehingga mendorong lintah untuk masuk dalam peringkat “obat mujarab” (panacea). Daerah khusus terapi dikembangkan oleh Termier, seorang ahli bedah. Dengan berkembangnya potensi pembedahan, maka komplikasi pembekuan darah (thrombus) dan penyumbatan arteri 13
14
15
16
Jaringan, bersamaan dengan suplai darahnya, diambil dari donor kemudian ditransfer ke lokasi lain. Berbagai tipe jaringan dapat ditransfer sebagai penutup kulit termasuk, kulit dan lemak, otot, syaraf, tulang dan kombinasinya. Untuk semua jenis “free flap”, suplai darah dibentuk melalui bedah kecil untuk menghubungkan kembali arteri (suplai darah ke dalam penutup kulit) dan vena (aliran darah yang keluar dari penutup kulit). Free flap dapat menjadi sangat kompleks dan berlangsung lama, sekitar 6 hingga 12 jam, atau lebih lama tergantung dari kompleksitasnya. Pedicled flap melibatkan proses yang sama dengan free flap, namun pedicle (suplai darah) ke penutup kulit tidak dipotong. Penutup kulit dapat dipindahkan secara langsung atau melalui kanal yang dibuat di bawah kulit ke area yang rusak. Pedicled flap biasanya lebih cepat dilakukan dan lebih kuat, tetapi tidak selalu dapat dilakukan, tergantung dari kerusakan dan anatomi. Akumulasi cairan yang berlebihan atau abnormal seperti darah pada suatu bagian tubuh karena obstruksi pengeluaran darah dari bagian tersebut. Disebut juga passive congesty Suatu sistem perawatan kesehatan tanpa obat-obatan yang menggunakan banyak jenis terapi, seperti hidroterapi, panas, pemijatan, dan herba yang tujuannya untuk mengobati seseorang seutuhnya dengan merangsang dan membantu kapasitas penyembuhan dalam diri seseorang tersebut
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 31
(embolism) lebih sering terjadi pada pasca operasi. Karena sangat mahal untuk mengekstraksi hirudin, Termier merekomendasikan aplikasi langsung terapi lintah pada tahun 1922, dimana hirudin dapat diinjeksi secara alami. Termier menyebutnya “hirudinisasi darah”. Beberapa tahun kemudian, semua rumah sakit terkenal di Eropa mulai menggunakan terapi lintah sebagai indikasi medis. Indikasi terapi lintah masih sangat luas. Untuk itu Bottenberg dalam publikasinya tahun 1935 mengembangkan indikasi umum terapi lintah yaitu : • Semua proses peradangan dan penyakit rematik • Penyumbatan pasif (congesty) pada suatu bagian tubuh karena terhalangnya pengeluaran darah dan kejang-kejang (spastic) • Pembersihan dan regenerasi darah (antidyscratic) dari toksid dan penyakit kejiwaan • Pembekuan darah (thrombosis) dan penyumbatan arteri (embolism) • Keluarnya cairan rendah protein dari darah karena gaya hidronamik 17 (transudate ) dan pengeluaran cairan tinggi protein dari darah karena 18 peradangan (exudate ) • Jika veneseksi (penyayatan vena) tidak mungkin dilakukan karena berbagai alasan teknis, seperti pada pasien yang masih kanak-kanak, pasien kegemukan, mengalami kontraksi di persendian, atau jika diinginkan pengobatan pada daerah pembuluh darah tertentu.
Bottenberg juga mengkompilasi daftar mekanisme tindakan, yang diterima tanpa kritik oleh pengikutnya. Ketika heparin (zat anti pembekuan) dan phenprocoumon (Marcumar, preparat anti pembekuan) ditetapkan sebagai zat 17
18
Substansi cair yang telah melewati membran atau dikeluarkan dari darah sebagai akibat gaya hidrodinamik. Transudate berbeda dari exudate yang ditandai dengan keadaan yang sangat encer dan rendahnya kandungan protein, sel atau bahan padat yang berasal dari sel Keluarnya cairan sel dan debris sel dari pembuluh darah dan pengendapannya di atau pada jaringan, yang biasa terjadi akibat radang. Exudate berbeda dari transudate, ditandai oleh sejumlah besar kandungan protein, sel atau bahan padat yang berasal dari sel
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 32
untuk pengobatan dan pencegahan penyakit yang disebabkan pembekuan darah (thrombosis) dan penyumbatan arteri (embolism), setelah Perang Dunia II, terapi lintah sekali lagi menghilang dari beberapa rumah sakit besar di Eropa tengah dan dilupakan oleh praktisi. Tahun 1970, terapi lintah kembali diakui secara internasional, karena banyak digunakan pada bedah umum, plastik dan rekonstruktif untuk mengatasi penyumbatan vena pasca operasi dan penolakan pencangkokan. Terapi ini populer dalam naturopatik modern di berbagai negara berbahasa Jerman. Laporan kesuksesan dalam mengatasi rasa nyeri penyakit persendian secara naturopatik dari departemen naturopatik berbagai universitas secara luas diterima. Tahun 1981, ahli biologi Row Sawyer membatalkan karir akademisnya lalu menuju ke perusahaan Biopharm Ltd. di Swansea, Wales, untuk mengembangkan peternakan lintah dan pengobatan klinis baru. Biopharm mengestimasi suplai sekitar 25000 lintah ke Inggris dan Irlandia dan 60.000 lintah ke Amerika Serikat setiap tahun. Baru-baru ini, para peneliti yang dipimpin oleh ahli bedah kepala dan leher, Gregory Hartig, dari Universitas Wisconsin, Madison, AS, mengembangkan “lintah mekanis” (Gambar 2.9). Alat tersebut menyebarkan secara lebih baik anti pengentalan darah heparin untuk jaringan berbahaya. Sudut berongga kecil pada alat yang diimplantasi di bawah kulit tersebut berotasi untuk mencegah terjadinya pengentalan darah. Tim berpikir keuntungan terbesar dari lintah mekanis adalah bersifat psikologis, dimana pasien lebih menyukai untuk ditempeli sebuah mesin dibandingkan dengan seekor makhluk hidup.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 33
Gambar 2.9 Lintah mekanis
Foto: Jeff Miller.
Lintah mekanis, di UW-Madison dibandingkan pasangan “berdaging”nya, di dalam gelas kimia sebelah kanan. Lntah mekanis tidak pernah kenyang dan dapat memindahkan sejumlah besar darah, sehingga aliran arus darah akan meningkat ke jaringan yang sedang diterapi
Seni kuno dari penggunaan lintah memiliki peran penting dalam bedah rekonstruktif kontemporer, tapi apakah lintah mekanis akan memaksa saingan hidupnya untuk beristirahat? Hanya waktu yang akan menjawabnya!
Terapi Lintah pada Saat ini di Indonesia Pada saat ini terapi lintah sudah mulai banyak diterapkan di Indonesia, khususnya sebagai bagian dari “Terapi Cara Islami” (Thibbun Nabawi). Namun demikian, literatur yang berkaitan dengan terapi ini sangat jarang dijumpai. Satu di antaranya adalah yang ditulis oleh Anna Rosdiana dari Thibbun Nabawi Center, Pesantren Babussalam, Bandung. -MURI PENGOBATAN LINTAH Sejumlah pengunjung mengikuti terapi lintah untuk pemecahan rekor MURI dalam acara "Terapi Hirudo Terbanyak" yang diselenggarakan Bekam Ruqyah Centre (BRC) di lapangan KPAD Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/6/2011). BRC berhasil memecahkan rekor MURI dengan terapi lintah pada 1011 orang. Sebagian besar peserta diterapi di titik jantung di lidah
FOTO : ANTARA/Agus Bebeng (2011)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 34
Referensi Tambahan 1.
Adams, S.L., 1988. The medicinal leech. A page from Annelids of internal medicine. Ann. Int. Med., 109: 399-405. 2. Busing, K.H., W. Doll and K. Freytag, 1953. Die baklerien, flore der medizinischen Blultegel. Arch. Mikrobiol., 19: 52-86. 3. Butler,et.el. “Historical Article : Hirudo medicinalis : ancient origin of, and trends in the use of medicinal leeches throughout history, British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 2004, p..133-137 4. Castiglioni, A., 1948. History of Medicine. trans. E.B. Krumbhaar. 2nd Edn., Knopf, New York, pp: 672-698. 5. Glasscheib, H.S., 1964. The March of Medicine. 1st Edn. GP Putnam’s Sons, New York, pp: 153-166. 6. Grunner, O.C., 1930. A Treatise on the Canon of Medicine of Avicenna Incorporating a Translation of the First Book. 1st Edn., Luzac and Co., London, pp: 513-514. 7. Major, R.H., 1954. A History of Medicine. Thomas, 1: 146-146. 8. Munshi, Y., I. Ara, H. Rafique and Z. Ahmad, 2008. Leeching in the history-a review. Pak. J. Biol. Sci., 11: 1650-1653 9. Rosdiana, A., 2011. Terapi Lintah. Seri Buku-57, Thibbun Nabawi Center, Pesantren Al Qur’an Babussalam, Bandung. 10. Von Rosenstein, N.R., 1776. The Diseases of Children and their Remedies. 1st Edn., T. Cadell London pp: 313.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 35
3. Biologi Lintah Pendahuluan Ada sekitar 600 jenis lintah telah teridentifikasi, namun hanya sekitar 15 jenis yang dapat digunakan untuk pengobatan (Arndt, 1940) (Gambar 3.1).
Sumber : Department of Biological Sciences, University of Alberta
Gambar 3.1 Berbagai jenis lintah
Lintah di sini adalah “lintah medis” yang selama berabad-abad telah digunakan oleh terapis, terutama di Eropa dan Amerika. Dulu, diasumsikan hanya ada satu jenis lintah medis dengan warna berbeda, yaitu Hirudo medicinalis medicinalis dan Hirudo medicinalis officinalis. Namun, berdasarkan penelitian ilmiah, perbedaan pola permukaan tubuh lintah ternyata mengindikasikan Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 36
ada dua jenis lintah medis yang berbeda, yaitu Hirudo medicinalis Linnaeus, 1758, dan Hirudo verbana Carena, 1829, yang saat ini dapat diuji dengan analisis DNA (Gambar 3.2).
Gambar 3.2. Hirudo medicinalis dan Hirudo verbana Foto : Kutschera U, Moscow, 2004
Kedua jenis lintah selama ini tidak pernah dibedakan, karena keduanya digunakan secara bersamaan dan tidak ada perbedaan pada aktivitas dan komposisi air liurnya. Namun, karena suplai Hirudo medicinalis menjadi langka akibat eksploitasi intensif pada abad ke-19, Hirudo verbana kemudian menjadi satu-satunya jenis lintah yang digunakan selama berabad-abad di seluruh dunia. Karena kedua jenis ini dulu diasumsikan sebagai satu jenis dengan variasi warna, maka banyak penulis menyebut keduanya sebagai Hirudo medicinalis, tanpa membedakan di antara keduanya. Secara terminologi, lintah bukan cacing. Istilah “cacing” (vermis) tidak digunakan lagi dalam zoology19, karena dulu hewan yang dikelompokkan sebagai “vermis” adalah binatang seperti cacing dari kelompok yang sama sekali berbeda. Lintah saat ini diklasifikasikan sebagai Annelida atau cacing “bercincin”, yang memiliki kedekatan dengan cacing tanah (Gambar 3.3). Menurut kamus Jerman, Duden, “cacing” juga berarti “menggeliat-geliut”. 19
Ilmu tentang hewan, klasifikasi dan ciri-cirinya
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 37
Sumber : Royal Society
Gambar 3.3 Klasifikasi Hirudinidae
Pada kenyataannya banyak orang “salah konsep” mengenai lintah. Di Jerman, lintah disebut “Blutegel”, mengingatkan pada kata “Ekel” (menjijikkan), walaupun memiliki akar kata yang sangat berbeda. “Egel” diturunkan dari bahasa Yunani “echis”, yang berhubungan dengan “Igel” (landak). “Igel” artinya “bukan ular”, berarti sesuatu yang baik, atau “ular berdarah”. Walaupun secara zoology tidak dapat dibuktikan, penyebutan ini mungkin dapat memperbaiki image terhadap lintah. Dalam bahasa Swedia lintah Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 38
disebut “igle”. Peran lintah sebagai penghisap darah ditekankan pada berbagai bahasa, contohnya “sangsue” di Perancis, “sanguijuela” di Spanyol, “sanguisuga” di Italia, “bloedzuiger” di Belanda, dan “sanguisugolam” di Latvia, nama yang terdengar melodis dan merdu. Di Inggris, lintah diturunkan dari kata Inggris kuno, “lӕce” yang berarti dokter di abad pertengahan.
Sejarah Lintah Lintah diasumsikan telah digunakan lebih awal dari yang terdokumentasi, termasuk bukan oleh manusia. Karena lintah adalah makhluk tanpa tulang belakang, penemuan Hirudinea dalam fosil menjadi jarang. Hanya ada dua penemuan pada periode Jurassic (sekitar 145 juta tahun lalu), yaitu Epitrachys rugosus (Ehlers, 1869) dan Palaeohirudo eichstaettensis (Kozur, 1970), yang membuktikan struktur umum dari lintah pada jaman Jurassic sama dengan lintah modern. Berdasarkan penelitian, ternyata darah lintah dan manusia secara mengejutkan memiliki kesamaan yaitu mengandung hemoglobin, pembawa oksigen, yang larut dalam cairan pernafasan lintah, namun disimpan dalam lapisan sel darah merah (erythrocyt) manusia. Pada saat lintah menggigit manusia, ia akan memasukkan kombinasi sekitar 30 zat kimia. Saat ini baru delapan zat yang teridentifikasi struktur dan mekanismenya. Calin adalah zat lain dalam air liur lintah. Fungsi utama dari protein ini menimbulkan perdarahan lanjutan yang dapat berlangsung hingga 12 jam. Sepintas, kita merasa heran mengapa lintah perlu memproduksi cairan yang mengakibatkan perdarahan relatif lama. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 39
Lintah akan melepaskan diri dalam satu jam atau kurang dan tidak lagi terhubung dengan suplai darah pasien, sehingga tidak memiliki keuntungan langsung dari aliran darah tersebut. Namun Allah menciptakan segala sesuatu pasti ada manfaatnya. Jawaban teka-teki ini mungkin adalah perdarahan lanjutan didesain untuk menarik lintah lain, sebagai alat pemelihara kelangsungan hidup populasi lintah. Namun, pergerakan air adalah tanda yang telah dikenal untuk tujuan itu, sehingga tidak ada perlunya memproduksi protein dengan fungsi yang sama. Jawaban lain adalah perdarahan ditujukan untuk membantu pasien membersihkan lukanya atau sebagai alat disinfeksi. Hal tersebut dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi (sepsis20). Hewan dan manusia memerlukan jutaan tahun untuk belajar menghargai lintah sebagai terapis. Binatang ternak yang sendi tulangnya sakit terlihat pergi ke tempat berair yang dikerumuni lintah. Berdasarkan laporan dari Yunani dan India, binatang ternak membiarkan dirinya digigit lintah selama beberapa lama, agar dapat pergi dengan langkah yang lebih ringan. Banyak anjing berdiam diri (Gambar 3.4) ketika lintah ditaruh di tubuhnya, karena secara instinct21 tahu lintah akan menolongnya. Pada jaman batu, manusia mengembangkan berbagai teknik mengeluarkan darah, dengan atau tanpa lintah. Mereka menganggapnya sebagai metode sederhana untuk “mengeluarkan ruh jahat”.
20
21
Adanya mikroorganisme patogen (pembawa penyakit) atau toksin di dalam darah atau jaringan lain yang dapat masuk melalui infeksi, misalnya Aeromonas, atau melalui kontaminasi kedua. Pola bawaan berupa perilaku responsif terhadap rangsangan khusus
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 40
Sumber : Biebertaler Blutegelzucht
Gambar 3.4. Terapi lintah pada hewan (Vaterinary)
Suplai lintah medis tidak pernah bermasalah serius sebelum abad ke-19, dimana seluruh populasi lintah dibinasakan. Hal ini didukung oleh pengajaran Broussais, seorang dokter Perancis, dimana terapi lintah meledak pada abad ke-19, yang dikenal sebagai “lintah mania” atau “vampirisme” di Eropa. Pada masa itu, lintah dikembalikan ke dekat kolam setelah dipakai. Tidak ada ketakutan terhadap transfer penyakit melalui mikroorganisme, karena orang tidak tahu mikroba itu ada. Lalu terjadilah pengurangan drastis suplai lintah domestik. Tidak ada pembatasan perpindahan lintah dengan kapal dari habitat alaminya, dari Hamburg ke Perancis, Amerika, Australia dan Inggris. Diasumsikan banyak lintah mati setelah pengobatan dan tidak pernah kembali ke siklus alaminya. Pebisnis Jerman pernah mengusulkan dibentuknya perusahaan yang menjual lintah, “the Actiengesellschaft Hirudinea” tahun 1863. Peluang bisnisnya menjanjikan, sayang idenya terlambat. Pada jaman Koch, Pasteur, dan Virchow, terapi lintah menghilang hingga akhir abad ke-19. Menurunnya populasi lintah menyebabkan perlu waktu untuk mengembalikan popularitasnya selama abad ke-20. Minat dokter akhirnya muncul lagi pada dua pertiga abad tersebut.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 41
Saat ini mekanisme terapi lintah relatif dikenal, selektif dan biasanya dalam jumlah sedikit. Selang waktu selama abad ke-20 tidak cukup untuk mengembalikan populasi lintah Eropa, karena tanah basah untuk sementara waktu hilang melalui sistem pengairan atau tidak sesuai lagi untuk kehidupan lintah. Sejumlah besar biotop22 telah dimusnahkan, dan lintah yang tersisa tidak menemukan mamalia lagi untuk reproduksi. Selain itu, racun lingkungan membuat lebih sulit bagi organisme sensitif ini untuk berkembang di Eropa. Jumlah habitat lintah di alam yang saat ini masih ada di Eropa sangat sedikit. Kebanyakan lintah di Eropa tengah diimpor dari Turki dan jarang dikembangkan. Karena unsur aktif dalam air liur lintah adalah ramuan efektif pembuatan salep dan produk lokal lainnya, maka populasi lintah Turki dimonitor sangat ketat, hidup atau mati. Beberapa ton lintah, segar maupun beku, diimpor ke Eropa setiap tahun. Bagian konservasi berharap kombinasi hirudin yang dihasilkan dari bakteri yang dimodifikasi secara genetik dan ragi akan segera mengurangi tekanan populasi lintah, tetapi harapan ini belum terpenuhi, karena variasi unsur dan mekanisme kompleks air liur lintah hidup lebih efektif daripada hirudin murni dalam sejumlah kasus. Jumlah lintah hidup yang dipakai di Jerman sekitar 300.000-400.000 per tahun. Jika diasumsikan setiap lintah memiliki berat sekitar 3 g, maka dibutuhkan sekitar 1,2 ton lintah per tahun. Pada 24 Juli 2004, FDA (American Food and Drug Administration) secara resmi menyetujui lintah medis sebagai “alat pengobatan” berdasarkan pengamatan ilmiah kemujaraban terapi ini pada penyakit seperti radang sendi (osteoarthritis) lutut. Ironisnya, adaptasi pada manusia akhirnya merugikan bagi lintah. Berdasarkan pertimbangan efek menguntungkan dari terapi ini, 22
Kolam dangkal di padang rumput
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 42
muncul diskusi apakah lintah lebih tepat diklasifikasikan sebagai “simbiotis” dibandingkan dengan “parasitis” atau “ektoparasitis”. Peran lintah memang telah berubah: saat ini lintah diparasiti manusia. Dengan pertimbangan hampir punahnya lintah berulang kali, maka diperlukan pengembangan strategi baru untuk meyakinkan kelangsungan hidupnya, sehingga Hirudo medicinalis dimasukkan dalam Appendiks II dari undang-undang mengenai jenis hewan langka dalam Washington Endangered Species, yang didesain untuk pajak penjualan lintah. Setiap orang yang membeli atau menjual lintah wajib menyerahkan laporan pada CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesices of Wild Fauna and Flora). Ijin tertulis untuk melaksanakan transaksi harus didokumentasikan pada CITES kapanpun lintah diimpor atau diekspor. Di Jerman, undang-undang yang berlaku dikontrol dan dilaksanakan oleh agen Pemerintah untuk Konservasi Alam (BfN=Federal Agency for Nature Conservation). Cara melindungi jenis makhluk langka penting ketika berhadapan dengan kebutuhan kita sendiri, termasuk dukungan untuk peternakan pembiakan Hirudo medicinalis dan Hirudo verbana. Pengembangan strategi untuk kelangsungan hidup mereka, dan perencanaan kebijaksanaan terapi lintah sebaiknya dilakukan dengan penuh rasa kemanusiaan.
Anatomi dan Fungsi Agar dapat mengerti konsep struktur anatomi lintah dari sudut pandang biologi, maka sebaiknya melihat perilaku alaminya di kolam berisi air dengan siklus kejadian berulang berikut ini: a. Secara diam-diam lintah akan mencari makanan dan mengamati mangsa sambil berenang perlahan dan mengambang dekat permukaan air selama beberapa waktu: ini bisa terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun; Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 43
b. Lintah menempel pada mangsa dan menghisap darah dalam rangkaian gerakan yang cepat; proses makan biasanya selesai dalam beberapa menit; c. Lintah membenamkan diri pada tempat tersembunyi di kedalaman air untuk beristirahat dan mencerna makanan: periode istirahat mungkin berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Biasanya perubahan dari bagian (c) ke (a) terjadi sangat halus dan perlahan. Setiap kali makan, lintah dapat menghisap banyak darah, hingga 10 kali berat badannya. Ini membuat lintah dapat bertahan hingga dua tahun di antara waktu makan. Cara makan yang hemat ini berhubungan dengan keterbatasan suplai mamalia dan direfleksikan melalui struktur tubuh yang sederhana namun sangat menguntungkan (Gambar 3.5). Tubuh Hirudo hampir seluruhnya terdiri dari dinding ganda berupa “tabung pencernaan”.
Sumber : What-when-how, in depth informatin
Gambar 3.5.Anatomi lintah medis
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 44
Usus depan, usus tengah (perut) dan usus belakang adalah organ yang memiliki volume terbesar, dalam keadaan kosong maupun penuh. Usus depan meliputi mulut, kerongkongan, dan esophagus (antara kerongkongan dan perut), panjangnya kira-kira dua persepuluh tubuh. Usus tengah (perut) terdiri dari 10 pasang kantung tidak berlubang yang panjangnya lima persepuluh tubuh. Bagian ketiga, usus belakang, panjangnya tiga persepuluh tubuh. Hanya ada satu jenis bakteri dalam perut lintah yang dapat hidup untuk jangka panjang, yang diperlukan lintah untuk mencerna makanannya yaitu Aeromonas biovar sobria veronii (dulu disebut Pseudomonas hirudinis dan beberapa nama lain). Perut lintah adalah “ruang penyimpanan” yang sangat besar, sehingga memungkinkan lintah bertahan selama beberapa tahun tanpa makanan. Ini berhubungan dengan usus belakang, tempat pencernaan berenergi rendah dilakukan tanpa memerlukan oksigen bebas (anaerobik). Walaupun isi perut lintah dikosongkan, ia dapat hidup beberapa bulan dengan unsur di dalam tubuhnya. Lintah memiliki penghisap kecil di bagian depan yang mengelilingi mulutnya sebagai titik tertinggi. Anus ada di bagian atas penghisap belakangnya. Lintah juga memiliki organ pengeluaran (nephridia) dan organ reproduksi hermaphrodit (jantan dan betina). Pernafasan dilakukan melalui dinding tubuh. Hemoglobin larut dalam oksigen yang diangkut ke seluruh tubuh melalui jaringan kapiler yang dapat mengerut. Sebagai hewan invertebrata, lintah memiliki tubuh lembut tanpa tulang belakang. Struktur tubuh dari Hirudinea mirip dengan cacing tanah (Annelida, Oligochaeta), menunjukkan adanya segmentasi. Tubuh lintah terdiri dari 34 segmen. Segmen ke 9-11 membentuk clitellum, organ yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan kepompong yang hanya terjadi pada musim panas. Tujuh segmen terakhir membentuk penghisap besar di bagian belakang. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 45
Lapisan cincin kedua, terdiri dari 105 cincin luar (annuli) yang menutupi segmen dalam. Setiap segmen diselubungi lima cincin luar, yang dapat membentang seperti akordion, terdiri dari kulit untuk menampung sejumlah besar darah yang dihisap selama proses makan. Annuli juga membantu lintah bergerak. Dari luar terlihat pembagian segmen dalam berupa pola oranye merah, kuning langsat, hitam yang berulang-ulang dari Hirudo verbana dan Hirudo medicinalis. Tidak ada dua pola yang benar-benar sama. Di bagian dalam, pembagian segmen ditunjukkan oleh pengaturan 32 syaraf, kandung kemih, organ pengeluaran (nephridia) dan kantung berisi benih (seminal vesicle). Tidak seperti anatomi besar lintah yang sederhana, ternyata struktur individunya sangat kompleks. Sistem syaraf pusat penting untuk keberhasilan perburuan, menentukan lokasi musuh, dan koordinasi umum yang dikembangkan dengan spesialisasi sangat sempurna. Bagian kepala bertugas untuk melekat, menggigit, mengeluarkan, menghisap, juga berfungsi sebagai penggerak yang terdiri dari indra perasa, penerima suhu, dan mata, yang terhubung dengan syaraf kerongkongan yang letaknya lebih rendah. Otot dinding tubuh yang kuat membantu lintah untuk berenang, merayap, bernafas dan melekat pada mangsa dan struktur lainnya.
Anatomi dan Fungsi Mulut Anatomi dan fungsi mulut lintah memiliki peran penting dalam terapi. Agar dapat menentukan titik tepat untuk menggigit, lintah perlu untuk menyelidiki kulit mangsanya. Lintah menggunakan zat kimia sangat sensitif dan panas serta indra penyentuh di daerah bibir atas untuk memeriksa kulit agar sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Lintah akan merasakan kadar darah, gula darah, Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 46
peluh, temperatur antara 350-400 dan pergerakan denyut arteri, sampai menemukan titik yang tepat. Rongga mulut utama (penghisap mulut) dipisahkan oleh langit-langit mulut (velum), yang terdiri dari rahang (Gambar 3.6). Gambar 3.6 Penampang melintang penghisap mulut j rahang r otot radial c otot annular berbentuk cincin l ruangan hampa (lacuna) ph kerongkongan (pharynx) s pembuluh air liur (saliva duct) lm otot longitudinal ns sistem syaraf (nervous) v langit-langit mulut (velum) Sumber : Michalsen, dkk, 2007
Sebelum makan, lintah mulai memompa udara kedalam dan keluar rongga dan memposisikan rahang pada mangsanya. Selama proses makan, lintah meluncurkan rahang yang banyak giginya, lalu menyayat kulit mangsanya dengan gerakan menggergaji. Sementara itu lubang kerongkongan berkontraksi dan melebar secara berirama. Gerakan memompa menciptakan kevakuman yang menghasilkan daya hisap darah. Ini dapat dilihat terutama pada tahap akhir penghisapan. Penghisap mulut membentuk bibir atas (prostomium), yang terdiri dari indra perasa. Zat pelekat (mucus=lendir) yang dikeluarkan penghisap mulut dan mekanisme memompa kerongkongan membantu penghisap depan dan belakang mencapai tekanan hisap yang kuat (sekitar 0,2 atm23). Akibatnya lintah dapat melekat pada setiap jenis permukaan yaitu amplas, kaca, kain, kawat kasar atau halus, plastik, bahkan memanjat pada permukaan vertikal yang dilapisi vaselin. 23
Atmosfer adalah satuan tekanan yang dihasilkan oleh atmosfer bumi pada permukaan laut, 1 atm 5 setara dengan 1,01325x10 pascal (sekitar 760 mm Hg)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 47
Lintah yang sedang makan mengunci rahangnya sangat erat, sehingga sangat sulit dicabut dan sebaiknya tidak dilakukan, karena berisiko terkena infeksi. Dengan sistem pelekatan efisien, tidak mudah bagi mangsanya untuk mengusir lintah yang tubuhnya ditutupi berbagai lapisan. Usaha sekuat tenaga untuk menarik atau menghentikan lintah yang sedang makan dapat menyebabkan tubuh lintah pecah. Lintah dapat memuntahkan (regurgitasi) zat yang baik, termasuk bakteri lintah, Aeromonas, kedalam luka, yang dapat berakibat infeksi. Penyebab infeksi, bukan karena pemisahan seluruh giginya secara paksa, namun lebih mungkin karena pecahnya gigi yang tertinggal dalam luka. Mulut lintah ada di penghisap depan. Dalam mulut ada tiga rahang yang ketiga sisinya membentuk sudut 1200, mirip simbol mobil Mercedes-Benz. Gambar 3.7.a menunjukkan penghisap mulut lintah yang sedang melekat di kaca. Daerah cembung pada kedua sisinya, berwarna oranye kuning, adalah bibirnya yang terdiri dari gumpalan keras otot rahang. Rahangnya berbentuk seperti mata pisau, dengan 60-100 gigi kecil pada setiap sudutnya, sehingga total giginya berjumlah 180-300 (Gambar 3.7.b). Dengan mikroskop elektron, pori-pori gigi tempat keluarnya air liur lintah dapat diidentifikasi (Gambar 3.7.c).
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 48
Gambar 3.7.a Penghisap mulut menempel di kaca. Otot kerongkongan berkontraksi berirama menciptakan tekanan menghisap. Foto : C. Morkel
Gambar 3.7.b Gambar 3.7.c Segmen rahang lintah memiliki hingga 80-100 gigi kecil yang kuat, dilihat dari sudut pandang belakang.
Segmen rahang lintah, memperlihatkan pori-pori antar gigi, tempat air liur dan zat-zat yang dikeluarkan Foto : C. Morkel
Foto : E. Schulte
Air liur lintah diproduksi dalam sel kelenjar yang terpancar dan terpisah membentuk kelenjar besar. Pembukaan luar yang bersilangan dengan pertemuan gigi di antara pasangan gigi adalah pori-pori akhir saluran pusat, yaitu bagian akhir pembuluh pengeluaran sel kelenjar. Otot yang berlawanan pada dasar rahang bekerja bersama menggerakkan bagian belakang rahang dengan gerakan setengah lingkaran. Melalui aktivitas otot ini, daerah kontak relatif kecil dari rahang berbentuk lengkungan setengah lingkaran menembus kulit semakin dalam dan dalam. Penembusan yang berturutan ini memiliki dua keuntungan berbeda : pertama, membutuhkan tenaga lebih sedikit dibandingkan dengan rahang yang berbentuk lurus. Kedua, mangsanya merasa lebih nyaman dan tidak merasakan gigitan, sehingga ada kesempatan lebih besar bagi lintah untuk pergi tanpa terlihat. Air liur lintah juga mengandung zat bius (anestetik). Secara mekanis, struktur anatomi bekerjanya seperti pipet kecil efisien, mengijeksi zat kimia ke dalam luka. Tidak ada alat bedah mikro dapat berfungsi kompleks dengan presisi tinggi seperti ini. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 49
Kerongkongan menghubungkan rongga mulut dengan esophagus24. Kelompok otot ini berinteraksi menghasilkan aktivitas otot kerongkongan yang berirama pada saat makan. Pada fase pertama makan (menghisap), otot berbentuk seperti roda memperlebar kerongkongan. Pada fase kedua (pengangkutan), otot berbentuk cincin yang memfasilitasi kerongkongan untuk berkontraksi, memulai pergerakan dengan frekuensi 2,4 Hz25 atau kurang, menuju akhir proses makan. Lintah kadang-kadang terlihat “ketiduran” ketika sedang makan. Sentuhan lembut pada kepala atau kerongkongan dapat membantu mereka untuk “bangun”. Karena lintah biasanya akan membebaskan mangsanya secara sukarela dalam waktu sekitar 2060 menit, maka lebih baik menunggu proses alami makan ini sampai selesai. Jika tidak terjadi, sebaiknya pertama kali pisahkan penghisap belakang untuk menipu lintah agar ia berpikir akan jatuh. Dalam banyak kasus, lintah akan segera melepaskan penghisap mulutnya. Namun jika tidak, maka penghisapnya dapat secara hati-hati dilepaskan dengan menggunakan alat yang datar (atau kuku yang dilindungi sarung tangan dari karet). Ketika lintah telah merasa kenyang, biasanya ia akan membuka rahangnya dan melepaskan diri dari mangsanya. Jika hal ini terjadi, sebaiknya handuk, kapas atau sejenisnya telah ada di tangan terapis. Sebaiknya disediakan sebuah tempat tidak tembus air yang diisi dua pertingganya dengan air (disarankan berupa air suling yang ditambah 1 g garam laut per liter), beserta penutup yang rapat untuk menyimpan lintah yang sekarang ukuran tubuhnya telah bertambah menjadi 10 kali lipat ukuran semula. 24
25
Lapisan otot/urat yang terdiri dari urat/otot yang berbentuk annular (cincin), longitudinal (memanjang/garis bujur) dan radial (roda), yang memiliki konsentrasi tertinggi dari tipe otot yang berbeda dalam tubuh lintah. 1 Hertz yaitu 1 siklus tiap detik
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 50
Kulit, Otot, Syaraf dan Indra Dinding tubuh lintah memiliki bentuk yang mudah dikenali, sesuai dengan kebutuhan hidupnya yaitu : • • • • • • • • • •
sangat elastis berfungsi untuk pernafasan sebagai penghalang untuk melawan zat merugikan dan infeksi berwarna untuk tujuan penyamaran 26 untuk osmoregulasi dan regulasi pertukaran zat kimia dan gas berfungsi seperti organ tunggal indra yang sempurna untuk melawan serangan mekanis pelindungi lapisan luar (cuticula) alat untuk mengenali jenis untuk menghindari dehidrasi dan melindungi lintah selama hibernasi di musim dingin dan periode istirahat di musim panas
Keseluruhan tubuh termasuk kerongkongan, rongga mulut dan rahang, sebagian ditutupi lapisan lendir (epithelium). Sel epithelial terhubung erat, sehingga dapat bertahan terhadap tekanan kuat selama dan setelah proses makan. Kulit lintah terlipat seperti akordion pada saat perut kosong, tapi dapat membentang besar sekali untuk menampung darah yang dihisap selama makan. Lapisan kulit bagian luar (kulit epidermis) terdiri dari matriks collagen berongga kecil, ditutupi lapisan yang mengeluarkan jaringan tanduk (cuticula), memancar setiap 3-10 hari dengan gerakan seperti gelombang (peristaltis). Frekuensi berganti kulit ditentukan oleh temperatur, kualitas air dan makanan. Kulit lintah mengelupas seperti selubung putih, mengambang di air, menempel pada tumbuhan, atau seperti cincin putih di dasar. 26
Pemeliharaan konsentrasi partikel yang bersifat osmosis aktif di dalam suatu larutan dinyatakan dalam bentuk osmol solut per liter larutan oleh organisme sederhana atau oleh sel tubuh dengan menjaga medium sekelilingnya
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 51
Lapisan lendir terdiri dari mucopolysaccharides, terletak di atas serat sangat halus dari lapisan luar (cuticula), yang ikut berganti selama proses penggantian kulit. Lapisan lendir rangkap ini melindungi lintah dari bakteri tumbuhan air yang langsung menempel pada kulit epidermis. Bakteri juga dikurangi setiap ganti kulit sebagai cara alami untuk menjaga kebersihan. Lintah sebaiknya diberikan alat untuk proses pergantian kulitnya. Ketika mengganti air, semua kulit terkelupas harus dibuang. Pergantian kulit yang tidak sempurna dapat mengakibatkan luka serius bahkan kematian. Sisa kulit tua dapat menyebabkan luka pada kulit epidermis dan bakteri dapat masuk melalui bagian bawah cincin keras lapisan luar tubuh. Luka yang telah sembuh, akan berbentuk seperti cincin. Benda keras, seperti batu berujung tajam dan tanaman berdaun keras perlu diletakkan untuk membantu proses pergantian kulit. Kadang-kadang kulit tuanya dapat dibantu untuk ditarik secara lembut. Dahulu, seikat rambut kuda ditaruh di tempat lintah untuk membantu pergantian kulit. Pernafasan dan pertukaran gas hampir seluruhnya dilakukan melalui dermis dan jaringan kapiler cuticula. Kulit mengatur masuk dan keluar air dan pertukaran ion dan garam, sebagai organ pengeluaran. Transportasi dapat dilakukan secara pasif (dengan perubahan konsentrasi) dan aktif (melawan perubahan konsentrasi). Fungsi osmoregulasi kulit, yang berhubungan dengan nephridial (organ pengeluaran), sangat penting karena perubahan konsentrasi ekstrim antara lingkungan dalam dan luar harus diatur selama proses makan. Lintah yang sedang makan harus memeras dan mengurangi air dari darah yang telah dihisap, karena menghalangi aliran masuk air. Karena itu memelihara lintah dalam cairan yang mengandung garam secara tepat adalah penting.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 52
Ketika dipenuhi darah, rongga dalam harus dilindungi dari semua jenis musuh. Sel tunggal mucopolysaccharide yang memproduksi sel lendir dan didistribusikan secara tidak teratur melalui kulit adalah elemen penting bagi perlindungan diri. Menurut Sawyer (1985), lendir yang diproduksi sel ini memiliki beberapa fungsi penting yaitu menghindarkan dehidrasi, melindungi dari serangan fisik dan mikroba, membantu pernafasan, osmoregulasi, hibernasi di musim dingin, istirahat di musim panas dan organ pengeluaran. Zat kimia khusus dalam lendir membantu lintah untuk saling mengenali satu sama lain dari jenis yang sama. Produksi lendir yang meningkat dapat merupakan tanda lintah sedang berusaha untuk melindungi dirinya dari sesuatu, seperti ketidakseimbangan zat kimia luar dalam parameter yang sensitif (pH, amoniak, kekerasan air, dll.), perubahan temperatur, adanya gangguan, stres karena tempat dipindahkan, panasnya cahaya matahari, kelebihan mikroba, dll. Produksi lendir yang berlebihan biasanya terjadi pada akhir hibernasi di musim dingin. Sikap pengeluaran lendir yang berlebihan bukan berarti penyakit, tetapi tanda bahwa ada sesuatu dalam lingkungan yang mengganggu dan sebaiknya dipindahkan. Pada banyak kasus, ada beberapa solusi sederhana, misalnya mencuci lintah di aliran air suam-suam kuku atau mengganti air (1g garam laut per liter air suling). Kulit lintah terdiri dari sejumlah sel sensor dengan berbagai kualitas penerimaan. Walaupun terdistribusi pada seluruh tubuhnya, sebagian besar tersentralisasi di bagian kepala. Kulit lintah dapat dianggap sebagai organ indra tunggal, karena rangsangan diterima melalui struktur syaraf yang terintegrasi dan terkoordinasi. Dengan indra yang sangat tajam tersebut, lintah dapat menemukan mangsanya.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 53
Kulit epidermis dicirikan dengan segmentasi pola yang membedakan antar individu dan mudah dikenali dengan alat pembesar. Sebagian besar pigmen adalah hasil samping pengeluaran. Karena pewarnaan eksternal ini, kulit lintah dapat disesuaikan dengan warna lantai kolam atau daun di permukaan air. Kamuflase (penyamaran) membantu lintah untuk bersembunyi dari musuh alami dan mangsa potensialnya (Gambar 3.8). Ketika mengkonsumsi darah hingga 10 kali berat badannya, lintah akan terasa lezat dan bergizi bagi burung dan hewan pengerat. Jadi, kamuflase adalah penting. Namun, lintah dapat membalikkan keadaan walaupun lawannya lebih besar dari tubuhnya. Ketika penyerang dilukai lintah, bekas darah di air akan menarik perhatian lintah-lintah lapar, yang pada akhirnya dapat membunuhnya.
Gambar 3.8 Pola kamuflase dari Hirudo verbana. Foto : M. Roth
Warna kuning langsat, coklat kemerah-merahan, oranye, dan hitam bergantian membentuk pola umum bagian belakang lintah. Hirudo medicinalis cenderung didominasi oleh warna kuning kemerahan, sedangkan Hirudo verbana cenderung lebih hijau gelap. Pewarnaan dari kedua tipe ini sangat jelas dibagian perut : Hirudo medicinalis memiliki noda hijau kehitaman yang tidak beraturan, dimana daerah perut Hirudo verbana homogen hijau kuning langsat dengan dua strip sepanjang tepinya (Gambar 3.9). Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 54
Gambar 3.9 Hirudo verbana (kiri)dapat dibedakan secara jelas denganHirudo medicinalis (kanan)berdasarkan pada perbedaan pola warna pada permukaan tubuhnya Sumber : Michalsen, dkk, 2007
Daya hisap dan daya pompa kerongkongan sangat kuat, karena otot yang mengelilingi dinding tubuh didesain dengan sangat sempurna (Gambar 3.6). Rahang lintah dibentuk dengan lapisan kalsium yang memperkeras otot, menunjukkan bentuk lain dari spesialisasi otot. Pembuluh otot dinding tubuh biasanya terdiri dari empat lapisan (Gambar 3.11): • • • •
Lapisan paralel dari otot longitudinal (membujur) Lapisan ganda dari otot diagonal (sudut-menyudut) Lapisan otot transversal (melintang) Lapisan otot dorsoventral (membentang sepanjang punggung hingga perut, digunakan untuk membuat tubuh rata)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 55
Foto : Müller IW., 2000
Gambar 3.11 Diagram bagian tengah tubuh lintah medis
Konfigurasi otot menunjukkan adanya empat jenis pergerakan : • Pada permukaan keras, lintah mengulurkan dan mengerutkan seluruh badannya secara bergantian. Penghisap besar belakangnya melekat pada suatu benda, penghisap depannya mengulur ke depan dan bergerak maju membuat gerakan mencari pada benda/zat atau di udara. Lintah dapat mengulurkan tubuhnya memanjang hingga beberapa kali panjang tubuhnya saat beristirahat. Ketika bergerak maju, penghisap depan menempel kembali dan penghisap belakang meluncur ke depan melewati kepala, lalu menempel kembali. • Tipe gerakan kedua seperti cara pertama yaitu menempelkan penghisap depan, kemudian menggerakkan penghisap belakangnya maju, membentuk loop selama fase pendek. Ini mirip dengan cara “ulat pengukur” merayap. Karena lintah selalu bergerak maju, “kepala”nya mudah dikenali, berupa penghisap depan yang lebih kecil tetapi berkembang lebih baik.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 56
• Pada saat berenang, lintah menggerakkan tubuhnya naik dan turun seperti lumba-lumba atau kurva sinus. Lumba-lumba berenang dengan penyeimbang di ekornya, sedangkan lintah meratakan dan mengulurkan tubuhnya agar dapat memindahkan sebanyak mungkin air selama bergerak ke bawah dengan daya tahan minimal. • Dalam air yang oksigennya sedikit, lintah mengguncang air yang menuju dan melewati tubuhnya, lalu membuat gerakan seperti cambuk dengan tubuhnya, dimana frekuensinya disesuaikan dengan kebutuhan, agar dapat bergerak cepat dan lincah, sehingga lebih banyak air kaya oksigen menuju tubuhnya. Ini juga berfungsi untuk membangkitkan peredaran udara (undulating ventilation).
Lintah dapat mengubah ukuran tubuhnya secara dramatis, karena kulitnya dapat berkerut dan konfigurasi otot leher sangat elastis. Otot dorsoventral membuat lintah dapat meratakan tubuhnya ketika bersembunyi di celah yang sempit. Tubuhnya memiliki kapasitas mengagumkan untuk mengulur di dalam dan di luar air. Ia dapat mengangkat seluruh tubuhnya kecuali penghisap belakang ke permukaan air, misalnya ketika sedang “menghirup udara” untuk memeriksa sekelilingnya. Ketika lintah telah menggigit korbannya, ia dapat membesar dua bahkan tiga kali panjang normal tubuhnya dengan menarik ujung ekornya. Ini menunjukkan kekuatan luar biasa dari penghisap untuk bertahan dan berubah. Lintah dapat mengubah bentuknya secara dramatis, karena itu tempat penyimpanan sebaiknya selalu tertutup dan lubang udaranya berukuran kecil, sehingga lintah tidak dapat dapat melarikan diri melalui celah kecil tersebut. Sistem syaraf Hirudinea mewarisi sistem syaraf seperti tangga dari cacing tanah. Sistem itu terdiri dari simpul syaraf otak, rangkaian simpul syaraf ventral yang terdiri dari 21 pasang simpul syaraf yang masing-masing terdiri dari 200 pasang neuron, dan simpul syaraf posterior pada penghisap belakang. Rangsangan diterima berbagai Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 57
penerima sensor yang terintegrasi dan tersentralisasi dalam 21 segmentasi simpul syaraf, simpul syaraf pharyngeal besar bagian bawah dan simpul syaraf caudal. Simpul syaraf pharyngeal bagian bawah terdiri dari empat simpul syaraf gabungan, sedangkan simpul syaraf caudal terdiri dari tujuh simpul syaraf gabungan. Neuron besar lintah telah dipelajari dan digunakan sebagai model kinerja dari syaraf hewan yang kelasnya lebih tinggi. Sangatlah mudah untuk menghubungkan aktivitas biokimia di dalam dan di antara sel lintah dengan perilakunya di luar. Pada tingkat tertentu, proses biokimia, struktur, tipe sel dan syaraf pengangkut lintah identik dengan beberapa mamalia, termasuk manusia. Serotonin, dapat ditemukan dalam sel retzius, syaraf terbesar dan sebagai media perilaku berburu lintah. Kadar serotonin yang tinggi menyebabkan lintah mengkonsumsi banyak makanan (hingga sepertiga lebih banyak), lebih berhasrat untuk menggigit, melembutkan dinding tubuh, merangsang produksi air liur, dan mengurangi waktu respon lintah untuk mengakhiri waktu istirahatnya dan berenang menuju pusat rangsangan (mangsa). Penemuan bahwa syaraf lintah dapat “memecahkan masalah matematika” membangkitkan sedikit perasaan mendebarkan. Dalam sebuah penelitian, sebuah komputer dihubungkan dengan syaraf dua ekor lintah hidup, sehingga mereka dapat berkomunikasi satu sama lain melalui komputer. Ketika satu syaraf memberikan masalah penambahan sebagai input, syaraf tersebut mengirimkan pada syaraf kedua, solusi sebagai output. Kemampuan ini adalah dasar utama modulasi dan transmisi dorongan elektrik dalam bentuk potensial tindakan, misalnya, saat lintah mengatur tekanan darah melalui detak jantungnya. Lintah memiliki lima pasang pigmen mata berbentuk mangkuk (ocelli) untuk mendeteksi bayangan, dan yang paling penting, Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 58
pergerakan bayangan. Ocelli tertanam dalam kulit di bagian belakang daerah kepala. Sel ocelli memiliki sikat berdampingan (microvilli) dan lubang pada pusat tubuh yang transparan. Setiap sel ringan berpori ini seluruhnya dikelilingi cincin pigmen hitam. Adanya konfigurasi sel membuat lintah dapat mengidentifikasi sudut datangnya cahaya dan pergerakan bayangan di sekitarnya. Sebagai bukti, naikkan satu tangan untuk membuat bayangan di atas kepala lintah yang sedang beristirahat. Sebagai respon terhadap rangsangan ini, dalam beberapa detik lintah akan maju menuju bayangan. Pada daerah mulut, khususnya pada kulit bibir atas (prostomium), terdapat indra penerima panas dan dua tipe indra sensor lain yang berfungsi sebagai indra kimia untuk berbagai perbedaan zat. Para ahli menemukan zat tertentu yang juga menyebabkan reaksi pertahanan spontan ketika mereka menyentuh kulit bagian belakang lintah. Asap rokok, contohnya, dikenal menyebabkan reaksi ketakutan pada lintah jika ditaruh di tempat yang berdekatan dengan penghisap depan. Jika kulit belakang diberi asap rokok, lintah juga akan segera kembali ke dalam air, bahkan jika kepalanya tenggelam dalam air. Penjelasan untuk respon ini adalah distribusi luas indra penerima bahan kimia (chemoreceptor) yang membuat lintah seperti “lidah mengambang” dan menjadi alat orientasi dalam menentukan secara kasar lokasi mangsanya. Sensor papilla (pucuk) yang merespon cahaya dan juga sentuhan, pergerakan air, dan rasa nyeri (noniceptive tangoreceptor) tertanam dalam annuli. Sel sensor didistribusikan melalui seluruh permukaan tubuh dan dihubungkan dengan tombol simpul syaraf, yang mengumpulkan semua sinyal sensor. Karena sensor papilla berlokasi di sepanjang pertemuan annuli, sensor tersebut menerima sinyal bahkan kalau lintah dalam posisi berkontraksi penuh. Namun, kontraksi dapat membuat lipatan kulit mendesak Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 59
tenaga memotong dari indra penyentuh yang terletak dalam lipatan, sehingga dapat mengirimkan sinyal informasi yang salah. Indra pendeteksi gerakan (vibrasi) dapat digunakan lintah untuk berburu. Memukul air dengan tangan atau tongkat akan membuat ombak kecil sepusat. Lintah akan merasakan vibrasi, kadangkadang bahkan dari jarak yang relatif jauh (beberapa meter) dan akan bergerak bergerombol langsung menuju daerah gerakan air. Mereka secara cepat bertemu pada satu pusat kegaduhan, yang mungkin merupakan mangsanya. Lintah tidak akan menggigit temuannya dengan segera, melainkan akan mengevaluasi terlebih dahulu apakah mangsanya itu dapat dimakan. Hanya objek bergerak yang sesuai dengan kriteria (yang berbeda tergantung usia lintah), akan dipilih sebagai mangsa. Lintah muda puas dengan hewan berdarah dingin selama temperatur tubuhnya sesuai dengan temperatur yang menyelubunginya, sedangkan lintah tua lebih menyukai mangsa berdarah hangat seperti mamalia. Lintah adalah makhluk unik dalam dunia kerajaan hewan, karena satu-satunya jenis dengan kepala yang didesain untuk makan sekaligus sebagai fungsi penggerak (lokomotif). Kepala lintah terdiri dari taktil (indra perasa), indra kimia, indra panas, untuk merayap, dan organ yang sangat efisien untuk menempel. Ini konfigurasi anatomi yang sangat berguna bagi hewan yang harus makan dengan cepat. Jika lintah memerlukan waktu lama untuk menggigit dan makan, mangsa akan meninggalkan air sebelum lintah selesai. Struktur kepalanya yang berbentuk khusus membuat lintah dapat menggigit mangsanya dan menempelkan dirinya, dan dengan segera sensornya akan memberikan tempat tepat untuk menggigit. Spesialisasi meningkat daerah chepalic (bagian kepala) dengan koneksi pada sistem syaraf pusat adalah hasil dari proses evolusi chepalization.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 60
Karena memiliki sistem syaraf yang berkembang dengan baik, lintah adalah hewan yang sangat sensitif. Penanganan yang kurang tepat dan gangguan lingkungan, seperti perubahan tiba-tiba pada cuaca, temperatur ekstrem, variasi cahaya dan masuknya berbagai bahan kimia dapat mengakibatkan efek sangat merugikan. Lintah tidak akan menggigit jika terapis atau pasien sangat gelisah. Terapis yang kurang berpengalaman biasanya menggunakan cara yang kasar dengan tangan atau tang penjepit untuk menghindarkan lintah melarikan diri atau berusaha agar lintah menghisap pada titik tertentu. Penanganan yang kasar sebaiknya dihindari, karena hanya akan memicu indra rasa nyeri dan membangkitkan respon berkelahi atau melarikan diri pada arah yang berlawanan. Terapis sebaiknya tidak menyentuh bagian chepalic (kepala) lintah, khususnya titik mata dan daerah bibir atas, tapi sebaiknya menggenggam sekurang-kurangnya 2 cm di bawah kepala dan membujuknya untuk makan pada titik yang tepat. Berapa tetes gula seringkali dilakukan sebagai trik. Sebagai alternatif, kulit pasien dapat ditusuk dengan jarum/lancet untuk mengeluarkan beberapa tetes darah atau mengusap daerah target dengan handuk basah yang hangat. Bau saripati minyak dapat membuat lintah melepaskan pegangannya dan bereaksi bertahan. Jika beberapa tetes minyak pohon teh diberikan pada sebatang kaca dan meletakkannya dekat bibir atas, yang dilengkapi indra sensitif terhadap bau dan rasa, lintah akan segera meninggalkan mangsanya. Namun, rangsangan yang kuat sekali dapat membuat lintah muntah, sehingga dapat mengkontaminasi luka dengan bakteri Aeromonas. Sebelum terapi, daerah gigitan yang diinginkan sebaiknya dibersihkan dengan air biasa. Sabun tanpa parfum dapat digunakan Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 61
jika diperlukan. Nikotin yang meresap ke dalam kulit dapat merintangi gigitan, demikian juga bau alkohol dan bawang putih (bagaimanapun lintah adalah “vampir”) Untuk mengetahui seberapa sensitifnya indra pengecap (gustatory) pada lintah, coba teteskan parfum dekat kepala lintah. Lintah akan segera membuka rahangnya, menggeliat kesakitan, membalikkan atau menjatuhkan daerah chepalic (kepala) jauh ke belakang, dan melepaskan penghisap belakangnya. Kegagalan lintah untuk makan tidak selalu berarti lintah tidak lapar (pusat pembiakan biasanya mengirimkan lintah yang lapar). Keengganan ini dapat berhubungan dengan aroma menjijikkan (parfum, nikotin, dll) atau tidak berselera makan (di musim panas, biasanya lintah memilih untuk bereproduksi). Jika semua usaha gagal, maka sebaiknya tidak memaksa lintah untuk makan tetapi mencoba keberuntungan dengan lintah yang lain. Agar lintah berhenti makan, dapat dibantu dengan meletakkan beberapa kristal garam pada cairan yang dikeluarkan dekat kepala lintah, tapi hindari dosis berlebihan yang akan menyebabkan lintah memuntahkan zat baiknya. Untuk memelihara atau meningkatkan nafsu makan, lintah sebaiknya dipelihara di tempat yang dingin, gelap dan sedapat mungkin tanpa gangguan. Ini akan menenangkan perasaannya, sehingga mereka dapat bereaksi dengan lebih intensif terhadap rangsangan (kimia, temperatur, cahaya) yang memicu instink berburu ketika telah mengetahui tempat mangsa yang sesuai.
Perilaku, Habitat, dan Pemeliharaan Memahami perasaan lintah penting untuk proses terapi yang tepat dan sukses. Sebaiknya tidak memegang lintah dengan tang penjepit atau memperlakukan mereka tidak lebih hanya sebagai Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 62
“alat terapi”. Tidaklah cukup untuk memelihara hewan pada tingkat penghidupan yang minimum jika seseorang menginginkan hasil terapi yang optimal dengan efek samping yang minimal. Untuk menjaga vitalitas, kuantitas dan komposisi air liur lintah dengan kadar bakteri yang rendah, pemeliharaan secara tepat dan persiapan terapi yang cukup sangatlah penting. Namun, persyaratan terapi harus sesuai dengan kebutuhan hewan. Menurut pengalaman pusat pembiakan lintah di Jerman, memelihara lintah dengan kondisi yang tepat adalah kunci sukses terapi. Karena polusi lingkungan dan kelebihan panen, terutama pada abad ke-19, habitat alami lintah menjadi agak jarang. Di Eropa tengah, hanya ada beberapa tempat yang tersisa dimana lintah dapat ditemukan di alam bebas. Suasana sepi, kolam eutropik27 dangkal, kedalaman sekitar 1-1,5 m, dasar yang subur (misalnya tanah dekat sungai), dan berlokasi jauh dari jalan yang biasa dilalui adalah biotop28 yang ideal untuk lintah. Lintah menyimpan kepompong, terdiri dari 10-30 telur pada tanah di pinggir kolam, karena itu profil, komposisi mineral, flora dan fauna pematang kolam berperanan penting dalam reproduksi lintah. Peletakan kepompong di daerah pematang dilakukan agar lintah terlindungi dari dehidrasi dan kemungkinan tenggelam (Gambar 3.12), dapat diinterpretasikan sebagai bentuk awal perlindungan anak. Setelah menetas, lintah muda awalnya hidup dari zat makanan dalam kepompong, lalu kembali ke tempat darimana mereka menetas untuk mencari makan. Lintah muda mulai makan organisme plankton dari dasar sungai, lalu menjadi amphibi, dan akhirnya berkembang menjadi pemangsa mamalia.
27 28
Kolam dengan kadar nutrisi yang normal/baik Kolam dangkal di padang rumput
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 63
Gambar 3.12
Foto : M.Roth
Kepompong baru tergeletak di tepi kolam pembiakan. Di sampingnya diletakkan uang €1 untuk perbandingan ukuran. Warnanya coklat kekuningan, kenyal dan berongga, berisi 10-30 30 telur, yang akan menjadi lintah muda dalam beberapa minggu.
Lintah menyukai tempat empat teduh untuk beristirahat dan d berburu. Lintah yang lapar mencari mangsa di permukaan ukaan air. Ia suka menempel di daun mengambang, tangkai, atau daun tumbuhan yang tenggelam. Ketika berburu, lintah menggunakan indra penerima vibrasi dan lima pasang matanya untuk menentukan lokasi pergerakan air atau bayangan. Karena berganti kulit beberapa kali sebulan (tiap 3--10 hari), lintah memerlukan tanaman berdaun keras seperti alang-alang alang air Kanada (Elodea canadiensis) atau benda keras lain (cabang, karang, dll) di dasar kolam untuk membantu melepaskan kulitnya. Jika proses ganti kulit tidak berhasil, cincin tajam cuticula ula yang sudah tua dapat mengencangkan tubuhnya seperti sabuk, mengoyak dan mencekik, dan dapat mengancam kehidupan. Jika proses ini belum terlalu jauh, kita dapat secara hati-hati hati menarik keluar kulit tuanya tua dengan tangan dan kuku. Pengencangan akan menjadi kronis dan membentuk formasi luka yang dalam, tapi bukan berarti lintah akan mati. Ketika tubuhnya berbentuk “jam pasir” (mengecil di tengah), lintah masih dapat bertahan beberapa waktu walaupun kemampuan berenangnya Vita Sarasi, 2011. [Draft-1]] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 64
melemah dan sempoyongan dalam air. Ini tergantung pada tingkat kerusakan sistem syaraf, juga tanda kelumpuhan. Bagian atas pengencangan biasanya relatif lengkap, sedangkan bagian bawah pengencangan mungkin lumpuh sama sekali. Luka ini segera akan berakhir dengan kematian, dimana pengencangan anatomi khususnya dapat merusak pencernaan. Beberapa luka dapat diterapi dengan meninggalkan lintah terluka tanpa diganggu di lingkungan yang sesuai. Karena lintah memiliki kapasitas tinggi untuk regenerasi, banyak yang hampir sembuh total dari luka ringan ini. Tanpa terduga, istirahat berperan penting dalam menerapi hampir semua penyakit lintah. Dalam masalah makan dan reproduksi, kolam lintah yang “ideal” sebaiknya berisi beberapa tipe amphibi dan ikan, dan sebaiknya berfungsi sebagai tempat berair untuk hewan darat bertulang belakang berdarah hangat. Bagi lintah, zat organik tinggi tidak bermasalah, seperti halnya produk pengeluaran (termasuk dari lintah), seperti amonium dan nitrit, atau logam berat dan racun lingkungan lainnya. Karena lintah sangat sensitif pada logam berat, lintah dapat digunakan sebagai indikator dari tingkat keracunan air. Lintah juga sangat sensitif terhadap disinfektan (obat pembasmi kuman). Kandungan chlorin yang sangat rendah dapat berakibat fatal. Air kolam sebaiknya memiliki ph<7 dan selembut mungkin. Jika kandungan oksigen terlalu rendah, lintah dapat memperoleh oksigen melalui pernafasan kulit (di udara terbuka, oksigen dapat masuk melalui dinding tubuhnya). Selama proses pemeliharaan, lintah biasanya tinggal dekat permukaan air, penghisap depan menempel di luar air dan penghisap belakang di bawah permukaan (pada saat istirahat atau merasa lapar). Lintah dapat merayap mencari makanan atau menempel pada dinding bejana. Lintah sering menempelkan diri pada permukaan horisontal (seperti penutup bejana) beberapa jam Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 65
pada suatu waktu. Lalu, mereka memposisikan dua penghisapnya dengan kejauhan berbeda-beda satu sama lain, sehingga mirip seperti lingkaran atau ayunan yang bergantung (Gambar 3.13.a). Belum diketahui apakah aktivitas bergantung ini karena pengeluaran energi pompa vakum penghisap dan kerongkongan atau efek melekat khusus karena pengeluaran lendir yang lengket. Namun, kelihatannya lintah relaks pada saat sedang bergantung.
Gambar 3.13.a
Gambar 3.13.b
Bentuk lintah saat baru saja menggigit. Panjang totalnya kira-kira 4 cm. Penghisap depan (kanan) menghisap dan penghisap belakang (kiri) hanya berfungsi untuk melekat.
Penampakan selama proses makan. Penghisap depan (kanan) tegak lurus (perpendicular) terhadap permukaan kulit, seperti kail. Darah ditranspor ke dalam perut dengan ritme kontraksi gelombang. Pada tahap awal makan, kulit masih berlipat seperti akordion. Permukaannya bercahaya karena pengeluaran komponen cairan dari darah.
Foto : E.Schulte
Gambar 3.13.c Penampakan lintah saat hampir selesai makan. Panjang total kira-kira 10 cm. Diameter penghisap depan (kiri) kira-kira 0,6 cm. Kulit menggelembung dan lembut karena makanan yang dihisap. Permukaan kulit basah, karena tetesan kecil lembab dari cairan serum manusia. Ketika perutnya penuh, berat lintah dapat sepuluh kali berat semula
Lintah tidak hanya meningkatkan aktivitas berenangnya pada saat berburu, tetapi juga jika kandungan oksigen atau temperatur air berubah. Pada masa lalu, ini dianggap sebagai respon atas turunnya tekanan udara sebelum terjadi perubahan cuaca mendadak dan lintah karenanya dipuji sebagai “barometer Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 66
hidup”(Gambar 3.14). Tahun 1851 di London, lintah dijadikan “peramal topan badai” pada pameran besar peralatan industri dari beberapa negara. Sayangnya, sejauh ini tidak seorang pun dapat membuktikan pengakuan tersebut. Terapis melaporkan lintah biasanya lebih aktif sebelum terjadi hujan lebat yang disertai angin dan kilat dan jelas lebih ketakutan selama hujan angin tersebut. Gambar 3.14 Lintah dapat merasakan ketika badai akan datang. Berdasarkan hal itu (belum dibuktikan sepenuhnya), Dr. George Merrywheather mempresentasikan “barometer lintah” pada pameran besar di London. Barometer ini terdiri dari 12 toples berisi lintah. Ketika tekanan atmosfer berubah tiba-tiba, lintah akan merayap ke atas dan menyentuh pengungkit yang dihubungkan dengan bel melalui mekanisme perangkap tikus. Sayangnya sistem peringatan cuaca ini tidak begitu populer. Foto : M. Packer
Aktivitas fisik dan pencernaan hewan poikilotermis (berubah-ubah sesuai lingkungan) ini pada dasarnya seperti fungsi temperatur. Pergerakan bayangan juga membuat lintah menjadi lebih aktif, dipicu oleh instink berburu. Terlalu lama terkena cahaya matahari dapat mematikan bagi lintah. Ironisnya, mereka kadang-kadang tinggal di daerah yang terkena terangnya cahaya matahari pada tepi sungai yang setengah kering hingga mereka menjadi kering dan mati. Kelihatannya setelah mereka terkena radiasi dan temperatur di ambang batas tertentu, instink perlindungan terhadap diri sendiri melemahkan mereka. Seperti halnya semua Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 67
hewan poikilotermis, lintah menyukai terkena radiasi matahari. Namun, sebaiknya dalam dosis sedang untuk menghindari kematian yang tidak pada waktunya. Lintah kadang-kadang naik ke permukaan tanpa alasan jelas dan berenang bergelombang di daerah yang terkena matahari (jika air kolam dan vegetasi mengizinkan). Ketika berenang, lintah tidak menciptakan gelombang horisontal seperti kebanyakan ikan melakukannya, tetapi seperti lumba-lumba, yaitu gelombang sinus yang vertikal dengan tubuh mereka yang diulur panjang dan mendatar. Aktivitas berenang ini adalah tanda lintah sedang lapar. Lintah kenyang berperilaku sangat berbeda dari lintah lapar. Setelah makan, lintah akan segera kembali ke dasar kolam dan merayap ke bawah daun atau karang atau menyelip ke dalam celah gelap untuk mencerna makanannya dengan tenang. Lintah yang telah penuh darah memerlukan tempat bersembunyi yang aman dan gelap untuk melindunginya dari musuh lapar dari jenisnya atau jenis yang berbeda. Jika seseorang ingin memelihara lintah yang telah selesai makan, lintah harus dipisahkan letaknya untuk melindunginya dari temannya yang lapar. Karena terpisah dari kolam, bejana sebaiknya menyediakan tempat bersembunyi (karang, dll) untuk lintah. Sebagai tambahan untuk mendeteksi pergerakan, temperatur, dan bayangan, pancaran cairan khusus dari darah tampaknya berperan penting bagi lintah dalam menentukan lokasi mangsa. Ini didukung oleh pengamatan kira-kira dua hingga tiga minggu setelah makan, lintah yang telah kenyang tidak lagi diserang oleh lintah lain. Diasumsikan karena mereka tidak lagi mengeluarkan zat. Perilaku kanibal mungkin berfungsi untuk menolong pembiakan lintah pada saat makanan yang tersedia terbatas. Jika diserang hanya oleh satu lintah, lintah yang diserang memiliki kesempatan baik untuk Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 68
bertahan, karena kapasitas regenerasi yang istimewa. Setelah atau selama penyerangan, lintah yang menyerang secara tiba-tiba biasanya memuntahkan darah yang dihisapnya. Lintah itu berbuat demikian mungkin karena menciptakan pengalihan untuk melarikan diri cepat-cepat. Strategi sama dapat diamati pada lintah yang lebih tua ketika berusaha melindungi diri dari serangan kasar lintah muda. Ini merupakan salah satu alasan mengapa tas linen atau air dimana lintah ditransportasikan mungkin berlumuran darah. Jika ada lebih dari satu penyerang, yang dapat terjadi pada populasi padat, lintah biasanya mati karena luka atau komplikasi yang terjadi setelahnya. Fase awal pencernaan dapat berlangsung selama tiga bulan yang diakhiri dengan muncul kembalinya nafsu makan dan produksi air liur yang mencapai puncaknya. Jika telah betul-betul kenyang, lintah akan bertahan hingga dua tahun atau lebih tanpa makan lagi. Tergantung usia lintah, perlu sekitar 3-18 bulan untuk menyelesaikan proses pencernaan dan 4-21 bulan untuk mengosongkan perut. Cara hidup tenang memungkinkan lamanya periode lapar. Pemanfaatan makanan secara optimal dicapai melalui divertikulasi perut yang menghasilkan daerah ekstrim besar untuk menyimpan makanan dan merendahkan metabolisme pada periode istirahat. Suasana yang aman dan tenang penting untuk daya tahan dan reproduksi lintah. Jika dipelihara di akuarium bulat seperti bola, lintah biasanya mencari tempat bersembunyi yang terlindung, gelap, tenang di antara karang di dasar akuarium. Mereka juga lebih menyukai tempat teduh ketika mencari mangsa. Pada pandangan sekilas, kolam lintah kelihatan kosong hingga seseorang membuat gelombang di air. Dalam beberapa detik, ratusan lintah akan mulai berenang menuju sumber gangguan.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 69
Lintah harus makan dan menjatuhkan diri secepatnya sebelum mangsanya meninggalkan kolam. Jika tidak, ada risiko terdampar di tanah kering dan lintah akan mati karena dehidrasi yang terjadi dalam waktu relatif pendek (beberapa jam). Akibatnya, lintah harus cepat membandingkan rasa, temperatur, dan karakteristik gerakan dari mangsa potensialnya dengan “profil mangsa target” untuk menentukan apakah dapat dimakan. Lintah harus merasakan panas saat menggigit. Temperatur ideal adalah sekitar 35-400C, tergantung temperatur tubuh mamalia. Jika ukuran parameter telah sesuai dengan profil mangsa yang diinginkan, lintah akan langsung menggigit target. Lintah menempelkan penghisap mulutnya tegak lurus dengan kulit dari sisa tubuhnya yang menggantung ke bawah, membentuk karakteristik pengait. Bentuk pengait ini tanda pasti bahwa lintah telah menggigit. Berikutnya akan terlihat tiga rahang ovalnya bergerak berirama ke depan dan belakang menyayat kulit, rata-rata dua kali per detik, dibantu gerakan peristaltis yang sinkron dengan kerongkongan. Lintah terus makan hingga reseptor di dinding tubuhnya memberikan tanda saatnya untuk berhenti. Sulit untuk menghentikan lintah yang sedang makan, walaupun dengan menarik atau rangsangan keras lainnya. Jika seseorang menghentikan lintah yang sedang makan, maka darah dapat mengalir keluar tubuhnya. Lintah akan terus makan untuk beberapa jam. Tindakan ini digunakan dalam bdellotomy29. Pertama praktek ini kejam. Kedua, nilai terapi dipertanyakan, karena tidak meningkatkan kuantitas air liur yang keluar dan membuat luka terbuka selama beberapa jam, apapun yang terjadi.
29
Aplikasi bedah lintah; praktek memotong lintah untuk mengosongkan darahnya ketika mereka sedang terus menghisap
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 70
Setelah terapi, atau waktu makan, lintah dapat memuntahkan darah atau bahkan mati. Tidak ada korelasi antara kejadian ini dan komposisi darah yang dihisap berdasarkan literatur yang tersedia atau laporan yang diterima para ahli. Salah satu alasan mungkin karena pengaturan klinik mengijinkan lintah makan dengan aman, lebih daripada di habitat alaminya. Akibatnya, lintah cenderung makan lama dan kelebihan. Kelebihan makan dihubungkan dengan risiko gumpalan besar darah yang terbentuk di dalam perut lintah. Karena air liur anti pengentalan darah tidak cukup tersisa untuk melarutkan gumpalan darah, lintah harus memuntahkannya. Jika tidak berfungsi, gumpalan darah sering membentuk noda keras dan kencang, yang sering berakibat fatal bagi lintah. Pada saat memeriksa air dalam bejana, perubahan merah darah karena muntah harus dibedakan dengan coklat kehijauan karena pengeluaran kotoran. Untuk membantu pencernaan lintah, pemelihara dapat melarutkan 1-2 g garam laut dalam air bejana. Penolakan untuk makan tidak berarti lintah tidak lapar. Setelah kenyang lintah merubah perilakunya secara keseluruhan. Ia akan menghindari tempat yang hangat, tidak bereaksi pada pergerakan air dan perangsang kimia seperti darah atau keringat, dan mencari tempat yang gelap di dasar air. Lintah membutuhkan temperatur minimum 280C untuk bereproduksi. Fluktuasi temperatur yang besar sebaiknya dihindari. Di alam, lintah bertahan terbakar pada musim panas dan dingin ekstrem di musim dingin di kolam pegunungan. Variasi temperatur beraturan berguna bagi lintah. Revitalisasi populasi sering diamati setelah dingin di musim dingin. Aktivitas lintah yang meningkat dan menurun tergantung temperatur, sebaiknya dipertimbangkan dalam perencanaan terapi. Dianjurkan untuk melaksanakan terapi di tempat dingin pada saat hari panas dan sebaliknya. Panas dapat Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 71
membuat lintah sangat aktif, sedangkan dingin membuatnya lamban. Temperatur optimal untuk perawatan jangka panjang dan tujuan terapi adalah 4-80C, temperatur ruangan juga dapat diterima. Fakta bahwa tingkat tumbuh bakteri juga meningkat dan menurun sesuai temperatur adalah faktor lain untuk dipertimbangkan. Lintah dapat belajar. Jika kita mendorongnya ke dalam air pada saat mereka berusaha keluar dari bejana, mereka pada akhirnya akan berhenti untuk melarikan diri. Proses belajar ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama, ketika pertama kali diletakkan dalam bejana, mereka akan gelisah dan terus berusaha keluar. Lintah benar-benar “artis melarikan diri”. Mereka dapat merubah ukuran tubuhnya, sehingga pas melalui lubang dan celah kecil. Tutuplah bejana erat-erat pada tahap ini. Tahap kedua, lintah tidak terlalu gelisah. Usaha untuk melarikan diri gagal dan mereka belajar bahwa tidak mungkin melarikan diri, walaupun tetap berusaha saat kesempatan ada di depan mata. Ketiadaan penutup biasanya tidak diperhatikan. Jika mereka berusaha untuk melarikan diri, kepala lintah akan berada pada tempat persembunyian yang gelap, dimana mereka akan mati karena dehidrasi jika tidak cepat ditemukan. Karena menyusut ketika kehilangan air, mereka jadi mudah terlihat. Pada tahap ketiga, lintah telah hampir sepenuhnya putus asa terhadap ide melarikan diri. Sekarang kita dapat membiarkan bejana terbuka, walaupun seharian, lintah tidak akan berusaha melarikan diri. Memori mereka menghapus fakta ada jalan keluar. Jika ditinggalkan tanpa gangguan dalam akuarium untuk satu atau dua bulan, walaupun lapar dan sangat aktif lintah akan melupakan ada kesempatan walaupun kita membuat gelombang di air. Lintah akan berenang mengelilingi akuarium. Jika salah satu lintah tiba-tiba punya ide berenang ke atas, yang lain akan mengikuti. Jadi, jangan pernah meninggalkan bejana dalam keadaan terbuka. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 72
Reproduksi Hirudo medicinalis dan Hirudo verbana tidak bersifat hermaphroditic secara simultan, namun protandrous. Dengan kata lain, lintah pertama kali berkelamin jantan, kemudian betina. Lintah mencapai kematangan seksualnya pada usia dua hingga empat tahun, tergantung frekuensi dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Darah mamalia penting untuk kematangan seksualnya. Lintah tidak bereproduksi dengan menghamili diri sendiri tapi bersetubuh dengan lintah lainnya. Persetubuhan biasanya terjadi di bulan musim panas, baik di dalam maupun di luar air dan dapat berlangsung selama 18 jam. Karena lintah dapat menyimpan sperma di dalam kandung telurnya, waktu antara persetubuhan dan peletakan telur dapat berkisar antara satu hingga sembilan bulan. Telur diletakkan dalam kepompong, biasanya disimpan dalam lubang yang digali di tanah pinggir kolam. Kepompong diproduksi oleh clitellum, daerah kaya kelenjar yang berlokasi di depan tubuh lintah. Dengan kontraksi otot yang cepat, cairan berlimaph yang keluar dari clitellum dikocok dan berubah jadi krim. Lintah lalu menginjeksi 10-30 telur dan zat putih telur hirudoin yang bergizi ke dalam kepompong. Setelah lintah mencabut injeksinya, hirudoin berangsur-angsur menjadi keras dan berubah menjadi putih dan coklat kekuningteluran. Kepompong yang tersimpan memiliki lapisan yang halus dan terisi oleh zat protein kenyal berwarna coklat kekuningteluran. Kepompong menyimpan air dan melindungi embrio dari dehidrasi. Ketika bermunculan dari kepompong, ibu lintah membuat dua lubang kecil pada masing-masing kepompong yang sekarang berbentuk oval. Lubang berdiameter sekitar 0,5-1 mm, menolong lintah muda untuk membebaskan diri dari kepompong. Setelah perkembangan mencapai kesempurnaan, lintah yang baru menetas memiliki panjang 1-2 cm dan diameter 1-1,5 mm. Mereka tidak Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 73
mengalami metamorphosis (perubahan bentuk) setelah menetas. Ketika lintah menetas, tubuhnya sama dengan tubuh lintah dewasa, namun tanpa organ seks. Lamanya kejadian embrio tergantung dari temperatur, dan berakhir selama beberapa hari atau selama musim dingin. Pada usia sekitar tiga minggu, lintah muda telah dapat menusuk kulit mangsanya. Para ahli telah melihat bagaimana lintah muda dapat bertahan tanpa makanan hingga enam bulan setelah menetas. Lintah muda akan kembali ke dekat kepompong, mungkin untuk makan kuning telur. Sekelompok lintah muda kadang-kadang membentuk klaster (kelompok) dalam tanah di pinggir kolam, mungkin merupakan lanjutan dari kebiasaannya (Gambar 3.15).
Gambar 3.15 Klaster lintah muda berusia kira-kira 4 minggu. Panjangnya 2 cm. Mereka telah berkembang sempurna, walaupun belum memiliki organ seks. Mereka tidak akan mengalami metamorphosis. Lintah muda dan tua membentuk klaster berdasarkan kondisi yang berbeda. Foto : M.Roth
Lintah dewasa meletakkan delapan atau lebih kepompong dalam periode 5-12 hari selama satu musim panas. Seperti semua parasit, mereka memproduksi banyak keturunan, karena akan mengalami beberapa kali serangan yang membahayakan hidupnya. Jika seekor lintah dapat meletakkan empat kepompong berisi 15 telur setiap tahun, maka akan ada 60 keturunan per tahun, yang akan mati sebelum sempurna perkembangannya karena kelaparan, perburuan dan penyakit. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 74
Memelihara lintah dan mengembangbiakkan di pusat pembiakan • Lintah sebaiknya dipesan lebih awal, sehingga cukup waktu untuk beristirahat, dua hingga tiga hari sebelum dipergunakan untuk terapi. Pemesanan suplai lintah yang berlebihan tidak direkomendasikan, kecuali tersedia orang atau peralatan untuk memelihara secara tepat • Lintah mati atau sakit harus dikeluarkan pada saat datang. Gejalanya yaitu berbau busuk, berkulit lembek dan kendur, pucat, bernoda keras, berkutil kecil, tubuhnya mengecil secara abnormal, kepala membengkak, berbisul, berjerawat, berbibir merah, diselubungi lendir putih, ada bekas luka atau darah. • Ketika akan dipindahkan dari tempat pengiriman, lintah sebaiknya dicuci dengan semprotan lembut air suam-suam kuku • Ukuran lintah awal tergantung status usia dan makannya. Lintah berukuran sedang, 5-7 cm dipilih untuk terapi pada manusia. Lintah yang lebih kecil biasanya digunakan untuk terapi pada bagian wajah, untuk mengindari terjadinya luka. Lintah yang lebih besar digunakan untuk pengobatan pada hewan, misalnya kuda. • Peralatan yang direkomendasikan untuk memelihara lintah :
1. Bejana lintah dan asesorisnya Bejana dapat dibeli atau dibuat sendiri. Bejana dari kaca memudahkan untuk memeriksa lintah, sedangkan bejana dari tanah liat dapat disterilisasi dengan cara dipanaskan. Setiap kali dicuci, semua sisa disinfektan atau deterjen harus dihilangkan. Bejana dengan volume dua hingga tiga liter diisi tiga perempatnya dengan air dapat dijadikan tempat penyimpanan sementara. Satu liter air cukup untuk penyimpanan 15-20 lintah dalam jangka pendek (maksimum dua hingga tiga minggu Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 75
dengan penggantian air yang sering). Untuk penyimpanan jangka panjang, jumlah lintah harus dikurangi. Batu bebas kalsium berujung tajam sebaiknya diletakkan di dasar tempat penyimpanan, untuk membantu lintah berganti kulit. Karena lintah dapat melarikan diri melalui celah kecil, penutup sebaiknya dari terbuat dari kain kasa yang ujungnya diikat erat dengan plester elastis. Perusahaan peternakan lintah ZAUG, di Biebertal, Jerman menyediakan dua jenis bejana lintah. Pertama terbuat dari gelas, dinamakan “Leach Eye” (mata lintah) (Gambar 3.16.a), kedua terbuat dari tanah liat dinamakan “Leach Pot” (bejana lintah) (Gambar 3.16.b).
Gambar 3.16.a Akuarium lintah bernama “Mata Lintah” buatan perusahaan ZAUG, Biebertal, Jerman dapat menampung hingga 20 lintah. Sistem yang terbuat dari lensa ini selain indah dilihat juga cocok untuk penyimpanan jangka panjang. Foto : M.Roth
Gambar 3.16.b Bejana lintah terbuat dari tanah liat, dapat menampung hingga 30 lintah. Lubang-lubang di dalamnya memiliki permukaan tajam, untuk membantu lintah berganti kulit. Bagian luarnya diisi air, bagian dalamnya dapat dimasukkan dan dikeluarkan sesuai kebutuhan, sehingga mudah mengganti air. Foto : M.Roth
Alas akuarium berfungsi seperti lensa optis. Sistem ini dilengkapi batu-batuan dan alang-alang air, tanaman berdaun keras, untuk memfasilitasi proses ganti kulit. Tanaman juga menyerap produk Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 76
metabolisme lintah dan memproduksi oksigen. Di dalamnya dapat diisi dengan 30 lintah untuk jangka panjang dengan sedikit atau tanpa perawatan sama sekali. Keuntungannya melalui lensa kita dapat selalu memandang lintah dengan warna warni yang indah. Ini membantu pasien merubah kecurigaan atau kekuatirannya terhadap lintah. Akuarium ini juga merupakan hiasan yang menarik perhatian. Bejana lintah direkomendasikan karena kepraktisan dengan kapasitas yang besar. Keuntungannya dapat lebih mudah dalam membersihkan dan memindahkan lintah. Lubang-lubang di dalamnya berujung tajam untuk membantu lintah menggosok dan melucuti kulit tuanya. Karena ada kecenderungan kanibalistis, status makan dari semua lintah yang disimpan dalam satu tempat sebaiknya sama. Air yang kualitasnya harus memenuhi persyaratan : -bebas chlorin -kekerasan karbon < 9dGH (sistem Jerman) -ph < 7 -kadar ammonium<0,5 mg?L -kadar nitrat <25mg/L, nitrit <0,4 mg/L -tidak mengandung logam berat Air hujan adalah sumber air yang baik sekali, karena biasanya memiliki pH rendah dan kurang kalsium. Mata air dan air sumur mungkin memiliki konsentrasi kalsium tinggi, karena itu sebelum digunakan, harus diuji kandungan kimia dan mikrobiologinya. Jika air pancuran di rumah tidak sesuai untuk lintah, tanyalah pada perusahaan pensuplai mengenai komposisi air. Kita dapat membuat air yang kandungannya tepat untuk lintah sebagai berikut : air yang dideionisasi atau disuling dapat digunakan, namun perlu ditambah mineral. Tambahkan sekitar 0,3-0,5 gr garam laut (di toko akuarium) pada setiap liter air suling. Hasilnya akan sama dengan air kolam buatan. Jika tingkat Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 77
penyerapan oksigen dari air sangat rendah, lintah akan naik ke permukaan. Bagian tubuh bawahnya akan tetap berada dalam air, sedangkan bagian atas tubuhnya berada di udara terbuka untuk pernafasan kulit. Karena lintah dapat beralih ke pernafasan kulit pada saat kekurangan oksigen, maka tidak diperlukan pompa oksigen
2. Pembersihan dan penggantian air Status mikrobiologi lintah juga penting untuk terapi. Semakin rendah jumlah bakteri, semakin baik untuk pasien. Namun, jumlah bakteri yang semakin tinggi, semakin sehat untuk lintah. Semakin besar tingkat sterilisasi, semakin tinggi stres biologis hewan. Aeromonas biovar sobria, bakteri utama lintah, penting bagi pencernaan lintah. Lintah mengeluarkan bakteri hidup di dinding bejana. Jika akan digunakan satu hingga tiga hari setelah kedatangan, lintah sebaiknya dicuci di bawah pancuran air suamsuam kuku ketika dipindahkan dari bejananya, dua hingga tiga jam sebelum terapi. Jika lintah akan dipelihara untuk periode waktu yang lama, air sebaiknya diganti tiap keesokan harinya. Bersihkan bejana sebelum pengisian kembali agar mengurangi kepadatan bakteri. Gunakan bejana lain (misalnya satu digunakan untuk mengisolasi lintah sebelum digunakan) untuk memudahkan prosedur. Gantilah air sekurang-kurangnya keesokan harinya untuk meminimasi jumlah bakteri (khususnya Aeromonas). Untuk penyimpanan lintah jangka panjang, awalnya cukup diganti seminggu sekali, lalu setiap hari dan lakukan disinfeksi secara teratur (sekali seminggu). Jika memungkinkan, gunakan air mendidih untuk mensterilisasi bejana.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 78
Kulit luar lintah yang mengelupas saat berganti kulit membentuk selubung abu-abu hingga putih, tergantung pada kandungan lendir dalam air, yang kadang-kadang dapat dilihat ketika mengganti air. Kulit ini dapat secara mudah dibuang dengan menuangkan air melalui penyaring kecil. Hindari memasukkan lintah pada air dengan perbedaan temperatur yang tinggi setelah mengganti air. Perubahan warna air menjadi merah darah mungkin berhubungan dengan darah yang dimuntahkan atau terjadinya kanibalisme (lintah sebaiknya ditempatkan dengan lintah lain yang memiliki status makan yang sama untuk menghindari kanibalisme). Air sebaiknya diganti, jika masalah ini terdeteksi. Jika kanibalisme terjadi, lintah yang melakukannya harus diidentifikasi dan dipindahkan. Perubahan air menjadi coklat kehijauan (hijau rumput) terjadi karena pembuangan kotoran lintah. Dalam kasus ini, air juga sebaiknya diganti.
3. Makanan lintah Karena lintah dapat bertahan hingga dua tahun tanpa makanan, umumnya tidak perlu memberi makan mereka.
4. Temperatur dan cahaya Perubahan ekstrem temperatur dan cahaya dapat merugikan lintah. Mereka akan hidup tenang dan sehat di tempat yang agak gelap dan dingin (idealnya sekitar 8oC) untuk penyimpanan jangka panjang.
5. Suasana sepi adalah penting bagi lintah Jika dibiarkan tanpa gangguan, lintah dapat berkembang biak sangat cepat, membutuhkan lebih rendah oksigen, berkembang biak lebih sering, dan lebih mau makan. Lintah menghasilkan Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 79
kotoran lebih sedikit di air karena metabolisme terbatas. Setelah menyelesaikan tugasnya, terapis dapat mengembalikan lintah ke pusat pembiakan yang memiliki “kolam peristirahatan”. Jika lintah yang telah digunakan akan dibunuh, para ahli merekomendasikan metode lembut pembekuan makhluk berdarah dingin. Setelah dibekukan, lintah dapat diletakkan dalam larutan alkohol 90% jika diinginkan.
Referensi Tambahan 1. Arndt W., Die Rohstoffe des Tierreichts- Als Heilmittel gebrauchte Stoffe (Bd.2. Blutegel). Berlin : 1940. 2. Kutschera U. Species concepts: leeches versus bacteria. Lauterbornia : 52 :1-5. 3. Müller IW. Handbuch der Blutegeltherapie. Heidelberg : Haug : 2000
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 80
4. Teknik Terapi Lintah Terapi lintah tidak perlu dilakukan pada waktu yang khusus. Namun lebih baik dilakukan pada pagi atau tengah hari, karena lintah memerlukan waktu hingga dua jam untuk menyelesaikan proses makannya. Terapi pagi hari juga memudahkan dalam memonitor pasien selama beberapa jam, menjawab berbagai pertanyaan, dan menyediakan perawatan tambahan jika dibutuhkan. Pasien yang telah dapat diandalkan dan berpengalaman memonitor lintah sendiri dapat diskedulkan pada siang hari, jika hanya beberapa lintah yang digunakan. Kondisi cuaca tertentu dapat mempengaruhi perilaku lintah. Lintah tidak mau makan saat cuaca sangat lembab atau terjadi badai. Kelembaban dan perubahan tekanan udara juga dapat mempengaruhi pasien dengan tekanan darah rendah, yang bermasalah dalam pengaturan sistem syaraf otonomi dan sirkulasi. Prosedur terapi sebaiknya diatur sehingga dapat dilakukan secara tenang dan efisien tanpa diburu-buru waktu, karena kegelisahan terapis dapat menyebar ke semua proses terapi. Dalam melakukan persiapan, pasien perlu mengetahui prosedur terapi secara detail, sehingga dapat mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan dan apa yang harus dilakukan selama dan setelah terapi. Pengukuran dan pengenduran syaraf pasien juga dapat dilakukan untuk menentramkan. Sifat terlalu cemas dapat menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah dan temperatur secara ekstrem (sympatheticotonia). Sulit membuat lintah mau menghisap pada bagian yang jauh dari struktur utama tubuh, misalnya pada bagian sambungan tangan dan kaki. Terapi panas untuk menghangatkan daerah target dapat membantu.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 81
Peralatan berikut dibutuhkan dan sebaiknya disiapkan sebelum memulai terapi (Gambar 4.1.): • Lintah yang segar, belum pernah dipakai dan bersih (dikirim sekurang-kurangnya 24 jam sebelumnya) • Bejana kecil dengan penutup untuk lintah yang telah digunakan; sebaiknya sebagian diisi air • Handuk dan kapas tahan air • Alas dari kain, gulungan pembalut dengan daya serap cairan tinggi • Plester yang melekat • Air panas dan dingin • Gunting, pisau cukur sekali pakai • Sarung tangan bedah • Pipa dari kaca, mangkuk kecil atau alat penyemprot sekali pakai jika dibutuhkan • Alat pengukur tekanan darah • Obat-obatan alergi, alat injeksi, pisau bedah/lancet, atau jarum
Sumber : Michalsen, dkk, 2007
Gambar 4.1. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk terapi lintah, yang harus dikumpulkan sebelum terapi dimulai Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 82
Pengukuran Kesiapan Kulit Parfum, obat kimia dan obat luar sebaiknya tidak digunakan pada kulit yang akan diterapi minimal dua hari sebelumnya. Bau disinfektan (obat pembasmi kuman) dapat membuat lintah tidak mau menggigit. Kondisi aseptik (steril) tidak mungkin dicapai tanpa membunuh lintah. Rambut di tempat aplikasi perlu dicukur, janggut sebaiknya dicukur bersih, karena rambut yang masih pendek dan tajam dapat menghalangi lintah. Gosoklah kulit hingga kering dan kemerah-merahan, kelebihan darah pada suatu organ (hiperemisasi) membantu lintah cepat menggigit. Alat untuk merangsang aliran darah dan memperlembut kulit (spons atau alas kain panas, cahaya merah, merendam tangan atau kaki pada air hangat atau panas) dapat membujuk lintah untuk menggigit, tetapi jarang diperlukan kecuali jika terapi dilakukan pada tempat yang jauh dari bagian tengah tubuh (peripheral) seperti pada sambungan tangan atau kaki (misalnya nyeri tulang sendi tangan rhizarthrosis30). Terapi bekam (cupping) juga tepat untuk menstimulasi aliran darah sebelum terapi. Kulit yang basah memudahkan lintah untuk menempelkan penghisapnya, dan memfasilitasi proses makannya. Tidak perlu memakai air bergula untuk memikat lintah.
Prosedur aplikasi terapi lintah Pemilihan lintah Terapis sebaiknya hanya menggunakan lintah yang sehat dan aktif, tidak sedang berganti kulit atau istirahat tanpa energi pada dasar bejana. 30
Berkurangnya fungsi sambungan tulang sendi tangan, cirinya adalah goresan yang mengakibatkan kemerosotan secara cepat permukaan sambungan dengan tulang baru di persambungan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 83
Lintah yang ideal adalah: • • •
Berenang dengan cepat dan aktif dalam air Segera menempel jika diletakkan dalam bejana Segera membentuk huruf “O” jika disentuh, dan mengulurkan kepala maju untuk mencari arah gerakan
Lintah berukuran kecil dan sedang sebaiknya digunakan, karena gigitan lintah kecil biasanya tidak menyakitkan dan cenderung lebih cepat sembuh.
Pelaksanaan terapi lintah Terapi lintah saat ini tidak terlalu berbeda dari metode yang dijelaskan Ibnu Sina 1000 tahun yang lalu. Ibnu Sina bersikeras tidak hanya pada kebersihan lintah, tapi juga tempat aplikasi dan tangan terapis (Robert et al., 2000). Lintah sebaiknya dikeluarkan dari bejana dengan tangan. Sarung tangan dapat melindungi tangan dari gigitan lintah. Alas dari kain dapat memudahkan untuk menggenggam lintah. Jika lintah menempel pada sarung tangan, pindahkan secara perlahan penghisapnya. Jangan menggunakan pinset atau alat tajam yang dapat melukai lintah. Jika akan menerapi daerah yang relatif besar, misalnya nyeri di bagian punggung, beberapa lintah dapat digunakan pada satu waktu. Pegang alas kain yang besar pada satu tangan dan letakkan satu hingga tiga lintah pada kain, letakkan lintah secara lembut pada daerah target dan turunkan sudut kain. Lepaskan kain setelah pasien merasakan gigitan beruntun atau nyeri lokal yang berirama. Gerakan berdenyut dapat dilihat pada lengkungan leher lintah. Jaga agar daerah target tetap hangat dan gelap dengan menutupnya memakai handuk atau material lain. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 84
Jika akan menerapi daerah yang kecil, lintah yang digunakan hanya satu ekor. Genggam bagian ekor lintah di antara jempol dan jari telunjuk secara lembut, dengan kain jika diperlukan, dan rendahkan kepalanya (lebih sempit dan ujungnya lancip) ke arah target. Kemudikan lintah kembali pada target sampai ia menggigit dan mulai makan. Tempat aplikasi yang basah, kadang-kadang membantu lintah menggigit lebih cepat. Jika lintah menempelkan penghisap pada tempat yang salah tetapi belum menggigit, terapis dapat dengan hati-hati memasukkan kuku jari di pinggir bawah penghisap untuk melepaskannya. Tipuan lain adalah potongan lubang film dan plester yang diatur hingga lubang berada di atas tempat yang diinginkan (misalnya persambungan jempol pada pasien dengan rhizarthrosis). Pipa kaca kecil, alat semprot sekali pakai yang bagian bawahnya dipotong (Gambar 4.2) atau mangkuk kecil dapat digunakan, agar dapat menyeleksi satu atau lebih lintah pada satu atau lebih daerah target secara selektif. Sebelum memindahkan mangkuk, terapis perlu memeriksa apakah lintah sudah mulai makan.
Sumber : Clinic of immunology and allergology "Forpost"
Gambar 4.2 Alat semprot sekali pakai untuk membantu lintah menggigit di titik yang tepat
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 85
Jika akan menggunakan pipa penyemprot terbuka (2 ml, atau 5 ml, tergantung pada ukuran lintah), potonglah bagian bawahnya, apa adanya atau serong, lalu perhaluslah ujungnya di bawah api. Tarik keluar pipa penyemprot dan biarkan lintah merayap di punggung. Gunakan pipa penyemprot atau potongan kain kasa untuk membantu lintah yang telah merayap jauh agar kepalanya masih menyentuh daerah aplikasi. Ketika lintah mulai makan, lepaslah alat penghisap, sehingga ada cukup ruangan untuk membesar pada saat makan. Jika lintah gagal untuk menggigit tanpa alasan yang jelas, tusuklah kulit pasien dengan jarum atau lancet steril untuk mengeluarkan beberapa tetes darah yang dapat menarik lintah untuk makan. Catatan : Jika lintah telah ada kontak dengan darah pasien tetapi gagal menggigit, maka sebaiknya, dengan alasan apapun, tidak menggunakannya pada pasien lain dan juga jangan dikembalikan pada bejana tempat penyimpanan lintah segar lainnya. Menurut Ibnu Sina dan al-Baghdadi dalam kitabnya al-Qanun fi alTibb dan al-Mukhtarat fi al-Tibb, lintah dapat dipakai secara berulang tetapi harus berhati-hati terhadap risiko infeksi-silang. Karena ada kemungkinan risiko menggunakan lintah secara berlebihan, al-Baghdadi dan dokter muslim lainnya menyarankan lintah perlu dibersihkan. Kotoran atau debu yang melekat pada tubuh lintah sebaiknya diseka sebelum terapi. Ketika lintah telah menghisap darah dan akan jatuh ke bawah, garam sebaiknya ditaburkan di bagian tubuh yang luka. Berikut ini kata-kata alBaghdadi : “Ketika lintah akan digunakan, mereka harus disimpan selama sehari baru dipakai. Jika lintah tidak mau menempel, darah segar sebaiknya dituangkan atau dialirkan atau tanah liat yang diremukkan atau dilumatkan dipercikkan di bagian luka dan jika tubuh telah bebas dari luka, tubuh sebaiknya diusap hingga merah”.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 86
Proses Makan Lintah sebaiknya tidak diganggu pada saat makan. Jika memungkinkan, sebaiknya ditutupi kain dan kapas untuk melindungi lintah dari dingin dan cahaya, juga melindungi kulit pasien dari kedinginan. Material yang menutupi juga menyerap cairan encer yang dikeluarkan lintah pada saat makan (air dan kelebihan serum darah). Pasien sebaiknya berada dalam posisi yang nyaman dan lintah memiliki cukup tempat untuk makan tanpa risiko lepas atau remuk. Catatan : serum darah yang dikeluarkan lintah berpotensi untuk menyebabkan infeksi sebagaimana darah itu sendiri. Karena itu, terapis sebaiknya melakukan pencegahan yang diperlukan. Setelah selesai makan, lintah akan segera meninggalkan pasien, biasanya memerlukan waktu sekitar 20-60 menit. Pada bagian tubuh yang berlimpah dengan darah, lintah dapat selesai makan dalam waktu 10 menit, tetapi pada kondisi yang tidak diinginkan, lintah dapat makan lebih dari dua jam. Kadang-kadang lintah yang telah kenyang akan tetap menempel dan tanpa gerakan. Tepukan atau sentuhan lembut dengan kain dapat menolong lintah untuk bangun dan meneruskan makan atau melepaskan diri. Jangan menggunakan kekerasan untuk membuat lintah melepaskan gigitannya. Ini dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Kekerasan juga dapat membuat lintah memuntahkan isi perutnya ke dalam luka, yang menyebabkan infeksi. Cara yang tepat untuk membuat lintah melepaskan diri adalah menggoyangkan dengan lembut seluruh tubuhnya beberapa kali atau melepaskan penghisap belakangnya dengan kuku jari secara lembut, sehingga lintah akan terdorong ke bawah dengan berat badannya. Lintah lalu menjatuhkan diri dari pasien dengan kemauannya sendiri. Para ahli menyarankan tidak menggunakan garam atau bahan lain untuk Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 87
membuat lintah pergi, melukai atau mengejutkannya. Hal ini dapat membuat lintah memuntahkan isi perutnya ke dalam luka, yang dapat menyebabkan luka menjadi infeksi.
Setelah terapi Tiga rahang lintah membuat bekas luka tiga gigitan. Setelah lintah melepaskan diri, biasanya terjadi perdarahan akibat luka bekas gigitan, yang akan berhenti sekitar 3-12 jam. Perdarahan lanjutan dapat terjadi lebih dari 24 jam jika digunakan lintah yang lebih besar. Pengeringan darah secara perlahan adalah bagian penting dari terapi. Menurut pengalaman pada ahli, pemberhentian perdarahan lebih dini biasanya akan membawa efek terapi yang lebih buruk dan tingkat infeksi yang lebih tinggi. Aliran darah mengurangi penyumbatan vena dan mencegah komplikasi dengan mengeluarkan bakteri yang mungkin memasuki luka. Jika aliran darah yang keluar lancar, maka terapis dapat menutup luka secara longgar, dan memeriksa tingkat perdarahan 15-30 menit kemudian. Jika memuaskan, pasien dapat mengenakan pembalut longgar. Pengurangan dan peningkatan gejala sebagai respon terapi menyebabkan pasien bergerak berlebihan dan dapat meningkatkan perdarahan. Sebagai pencegahan, pasien disarankan agar tidak mengkonsumsi cairan, karena dapat merangsang aliran darah, sehingga meningkatkan pengeluaran air. Pasien juga diperingatkan bahwa tekanan darahnya akan sedikit lebih rendah setelah terapi, karena pengaruh istirahat dan terjadinya perdarahan pada luka. Pembalut utama sebaiknya terdiri dari kain steril yang ditutupi dengan beberapa cm kain kasa yang cukup besar dan tebal untuk dapat menyerap semua darah yang keluar dari luka. Lapisan kain sebaiknya longgar dengan pembalut kasa yang tidak ketat agar Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 88
tidak menghalangi aliran darah. Ketika akan menerapi daerah yang luas, khususnya di bagian tubuh, lebih mudah untuk menguatkan pembalut dengan handuk yang dikaitkan dengan peniti atau plester tambahan. Pasien sebaiknya disarankan untuk mengenakan pakaian yang mudah digunakan dan cukup longgar. Biasanya perdarahan akan berhenti pada hari berikutnya, dan pakaian normal dapat digunakan. Perdarahan kecil dapat terjadi jika pakaian mengenai kerak luka yang telah mengering dan dapat tibatiba terlepas ketika berganti pakaian. Kerak kering luka akan terlepas dengan sendirinya setelah satu minggu atau lebih. Luka sebaiknya ditutup dengan plester untuk menghindarkan terjadinya infeksi karena garukan jika luka mulai terasa gatal dan untuk melindungi luka dari tarikan dan ikatan pakaian. Pasien juga sebaiknya menghindari pemakaian air yang berlebihan dalam beberapa hari agar kerak kering pada luka tidak lepas sebelum waktunya. Plester kedap air terbukti efektif untuk pasien yang melakukan terapi air atau berenang beberapa hari setelah pelaksanaan terapi lintah. Setelah itu plester kedap air dapat diganti dengan plester normal. Para ahli merekomendasikan untuk memberikan surat edaran berisi instruksi (lihat Lampiran) yang menjelaskan apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan; terapis juga sebaiknya memperhatikan surat edaran instruksi pada catatan pasien. Sebagai tambahan, pasien diberikan telepon emergensi agar dapat menelepon jika terjadi efek yang merugikan. Luka gigitan tentunya adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan dari terapi lintah, dan mungkin meninggalkan luka pada pasien yang cenderung mengembangkan keloid31. Tergantung 31
Jaringan parut dengan bentuk tidak teratur yang jelas meninggi dan membesar secara progresif, akibat pembentukan kolagen yang berlebihan dalam lapisan korium selama perbaikan jaringan ikat
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 89
pada jenis kulit, hilangnya zat pewarna tubuh (depigmentasi32) biasanya terjadi di daerah gigitan dan berlangsung dalam periode waktu tak tentu. Sisi luka bekas tiga gigi akan mengalami pembengkakan selama 12-48 jam, dimana pasien mungkin merasakan sedikit kenaikan tekanan darah, panas dan kemerahan, karena pelebaran pembuluh darah. Sedikit koyakan dan denyutan mungkin akan juga dirasakan. Daerah luka akan berubah warna seperti luka memar. Pada awalnya menjadi merah pudar dan ungu, lalu berubah menjadi kuning setelah sekitar dua minggu. Perubahan warna adalah normal dan bukan merupakan tanda infeksi, jadi tidak memerlukan terapi. Luka bekas gigitan akan segera mengecil ukurannya, menjadi pudar dan tidak dapat dilihat lagi setelah beberapa minggu. Gigitan lintah yang menyembuhkan seringkali berhubungan dengan tingkat rasa gatal, sama dengan gigitan nyamuk besar. Kain yang dicelup dengan cuka, rendaman air atau dadih susu kental untuk dibuat keju dapat menghindarkan rasa gatal (Gambar 4.3).
Gambar 4.3. Dadih (curd) Foto : David B. Fankhauser, Ph.D
Perdarahan yang berlebihan adalah komplikasi yang jarang terjadi pada terapi lintah. Kasus-kasus yang dapat dikenal secara historis 32
Pembuangan atau hilangnya pigmen (zat pewarna yang normal atau abnormal pada tubuh)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 90
dapat disebabkan oleh penggunaan lintah yang berlebihan dan kontraindikasi yang tidak dipedulikan. Lintah besar dapat menyebabkan kehilangan banyak darah jika ditempatkan di pembuluh darah utama dekat permukaan tubuh. Cara sederhana dan dapat dipercaya untuk menghentikan perdarahan adalah dengan menekan plester luka. Jika dibutuhkan, penjahitan atau kauterisasi (penempelan besi panas, pembakaran atau pembekuan) adalah lebih efisien. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi sekunder, karena pemberhentian perdarahan lebih dini atau kerak kering luka lepas akibat pasien berganti pakaian atau digaruk, dimana bakteri kulit dapat masuk ke dalam luka. Jadi, mental pasien disiapkan agar tidak menggaruk dan menghindarkan garukan dengan memakai baju yang sesuai. Peringatan khusus dibutuhkan jika luka berlokasi di bagian tempat yang merangsang keinginan untuk menggaruk, misalnya di tempat pakaian seringkali menyapu kulit.
Referensi Tambahan 1. 2.
Dr. Nurdeen Deuraseh, Health and Medicine in The Islamic Tradition based on the Book of Medicine (Kitab al-Tibb) of Sahih al-Bukhari, UPM, Selangor, Malaysia E. Wittke-Michalsen, “The Technique of Leech Therapy”, Medicinal Leech Therapy, Thieme, Germany, 2007.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 91
5. Indikasi Terapi Lintah Varises (Varicose Vein) Penyakit varises33 (Gambar 5.1) adalah salah satu indikasi terapi lintah yang paling tepat. Banyak kasus dan penelitian telah dilaporkan termasuk kemujaraban terapi lintah untuk pencegahan terjadinya pembekuan darah (trombosis34) setelah operasi. Ini terjadi sebelum adanya obat kimia sintetis, heparin, yang saat ini menjadi standar untuk pencegahan varises.
Sumber : Wikipedia
Gambar 5.1 Varises (Varicose Vein)
Terapi lintah yang dilakukan setelah operasi untuk pencegahan pembekuan darah diusulkan oleh ahli bedah Perancis, Termier, tahun 1920an. Rekomendasinya diadopsi pertama kali di Perancis, kemudian diimplementasikan secara sukses di beberapa rumah sakit di seluruh dunia. Selain memiliki efek menghilangkan 33
34
Varicose vein adalah vena yang bengkak dan berkenjal-kenjal, biasanya terjadi di kaki (paha dan betis), pergelangan kaki dan telapak kaki. Penyebabnya adalah sirkulasi darah yang melalui anggota tubuh yang lebih rendah tidak kembali lagi ke jantung dan berkumpul di vena yang menggelembung. Dialami oleh 40% wanita dan 20% pria yang menderita kelelahan, nyeri dan bengkak di tubuh bawah. Pembentukan thrombus (bekuan darah yang bersifat stasioner di sepanjang dinding pembuluh darah)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 92
penggumpalan darah (fibrinolitis35) dan pengentalan darah (viskositas), air liur lintah juga berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab terjadinya infeksi (bakterisidal) dan mengurangi kontraksi otot yang mendadak dan keras yang disertai dengan rasa nyeri dan pengurangan fungsi organ tubuh (spasmolitis). Karena berefek positif pada pasien secara umum, walaupun relatif membutuhkan banyak waktu, terapi lintah menjadi permanen dilakukan pada banyak rumah sakit selama beberapa tahun (Gambar 5.2).
Sumber : Alicja Kolyszko and ALA-MED Hirudotherapy
Gambar 5.2 Perbandingan hasil terapi lintah, laser dan bedah pada varises
Walaupun tidak ada studi perbandingan mengenai efek air liur lintah pada pencegahan penyumbatan pembuluh darah (tromboembolis36) pada periode ini, namun dapat diasumsikan berdasarkan ilmu obat-obatan (farmakokinetis37), terdapat efek anti pengentalan darah pada air liur lintah.
35 36
37
Pelarutan fibrin oleh kerja enzimatik, menghilangkan gumpalan darah Menghalangi pembuluh darah dengan bahan trombotik yang dibawa oleh aliran darah dari tempat asalnya untuk menyumbat pembuluh darah lainnya Aktivitas atau nasib obat di dalam tubuh dalam satu periode waktu, termasuk proses penyerapan, distribusi, lokalisasi di dalam jaringan, perubahan kimia suatu senyawa dalam tubuh (biotransformasi) dan pengeluaran.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 93
Setelah ada obat kimia sintetis, heparin, terapi lintah kehilangan tempat berpijak dalam pencegahan penyakit penggumpalan darah dan tidak digunakan lagi. Untuk mengatasi penggumpalan darah pada vena bagian dalam, efek sistemik pelarutan fibrin pada terapi lintah tidaklah cukup. Pada pengobatan modern, penggunaan terapi lintah untuk penyakit tersebut tidak dapat dijustifikasi, karena obat-obatan anti pengentalan darah yang dikonsumsi pasien sebelumnya adalah kontraindikasi untuk terapi lintah. Selain varises, terapi lintah juga dapat direkomendasikan untuk pengobatan peradangan vena di permukaan yang akut (phlebitis) dan tidak bekerjanya vena secara kronis (CVI : chronic venous insufficiency) yang berhubungan dengan varises dan gejala kompleks yang terjadi setelah penggumpalan darah. Walaupun tidak dapat menghilangkan pelebaran vena dan mengatasi tidak bekerjanya katup karena pembengkakan abnormal, terapi lintah berguna untuk menghilangkan nyeri secara cepat pada gejala penyakit. Pada banyak kasus, pembengkakan, nyeri, terasa berat di daerah pelebaran atau jaringan sekitar vena (perivenus), meningkat signifikan setelah terapi. Para dokter menekankan, terapi sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pengobatan lain, khususnya untuk melegakan penyumbatan vena. Dasar pengobatan tidak bekerjanya vena secara kronis (CVI) adalah normalisasi berat (untuk pasien yang gemuk sekali), terapi fisik dan terapi air (hidroterapi) Kneipp38. Untuk hasil optimal, diperlukan syarat tambahan, seperti kaos kaki dan pembalut yang tepat. 38
Penggunaan air untuk meregenerasi, merawat, dan memulihkan kesehatan, meliputi sauna, mandi uap, berendam sambil duduk, merendam kaki dan aplikasi kompres air panas dan air dingin. Father Sebastian Kneipp, rahib Bavaria abad ke-19, disebut sebagai Bapak Hidroterapi. Kneipp percaya penyakit dapat disembuhkan dengan air untuk mengeliminasi sampah tubuh. Hidroterapi populer di Eropa dan Asia dimana orang mengambil air pada pemandian air panas dan mineral. Di Amerika Utara direkomendasikan sebagai perawatan tubuh oleh dokter naturopatik
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 94
Spider burst39 (pelebaran vena tanpa pembengkakan abnormal) perlu dibedakan dari varises. Kebanyakan pasien adalah wanita dengan alasan kosmetik yang mengharapkan adanya peningkatan penampilan. Terapi lintah sebenarnya dapat meningkatkan penampilan vena yang melebar, tapi tidak ada data pendukung hasil terapi yang dapat dipercaya. Pasien perlu diperingatkan, terapi lintah tidak akan merubah penampilan dan gigitan lintah bahkan dapat menghasilkan luka kecil atau hilangnya pigmen (depigmentasi). Pada banyak kasus, terapi lintah berefek positif signifikan pada radang vena permukaan (phlebitis). Pasien seringkali merasakan penyembuhan gejala penyakit segera setelah terapi. Efek yang segera tersebut berupa penyembuhan radang, pengenceran darah, peningkatan cairan limfe, pengurangan pembengkakan dan nyeri dan pelonggaran pembuluh darah di tempat penyumbatan. Pada radang vena akut (phlebitis), pengalaman para dokter di Rumah Sakit Essen-Mitte menunjukkan terapi dengan banyak lintah pada satu kali perawatan akan mencapai hasil terbaik. Namun pada penyakit vena kronis lainnya, lebih baik menggunakan sejumlah kecil lintah pada rangkaian terapi yang berurutan.
Prosedur praktek Identifikasi target tubuh yang akan diterapi sebaiknya dilakukan ketika pasien dalam posisi berdiri, agar pembuluh darah berada pada kondisi maksimum. Lintah tidak dianjurkan digunakan pada vena yang terlihat jelas atau dapat diraba, tetapi sebaiknya di tempat yang hampir mendekati (proksimal) atau di samping 39
Garis-garis yang memancar pada kapiler-kapiler di ekstremitas bawah, disebabkan oleh dilatasi (pelebaran) vena, namun tanpa varikositas (pembengkakan abnormal) yang tegas
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 95
(lateral) vena. Setelah target teridentifikasi, lintah dapat digunakan ketika pasien berbaring. Segera setelah perdarahan berhenti dan permukaan keras berwarna gelap terbentuk, sepotong kapas dingin dapat diletakkan pada bekas gigitan. Para dokter di Rumah Sakit Essen Mitte, Jerman menemukan curd (dadih susu yang mengental untuk dibuat keju) dan potongan jeruk limun (Gambar 5.3.a) atau (di Indonesia parutan kunyit (5.3.b)) efektif untuk mengurangi atau menghilangkan gatal dan bengkak yang sering terjadi setelah terapi. Pasien sebaiknya menjaga agar kakinya terangkat selama dua hari pertama setelah terapi dan tidak menggaruk pada atau sekitar gigitan, karena dapat mengakibatkan peradangan dan hilangnya zat pewarna tubuh (depigmentasi) pada bekas gigitan.
Sumber : Lemon Law for California
Sumber : Ramuan Obat Tanaman Herbal Tradisional Indonesia
Gambar 5.3.a
Gambar 5.3.b
Jeruk limun
Kunyit
Selanjutnya, dosis terapi di bawah ini dapat dijadikan referensi, namun perlu disesuaikan dengan kebutuhan tiap pasien, misalnya berdasarkan pengalaman para dokter, terapi lintah sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan penyakit vena ketika hari sedang panas terik, kecuali jika sangat diperlukan.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 96
Radang vena akut permukaan akut
(Phlebitis),
penggumpalan
darah
Enam sampai sepuluh lintah yang saling berdekatan diletakkan dekat vena. Terapi sebaiknya dilakukan dua hingga tiga kali dalam periode kira-kira satu minggu hingga gejala penyakit berkurang sepenuhnya. Perhitungan mengenai jumlah darah sebaiknya dipertimbangkan sebelum pengulangan terapi dilaksanakan.
Gambar 5.4 Phlebitis akut Foto : Maryland Vein Professionals
Gejala pembekuan darah sekunder (Postthrombotic syndrome secondary) dan pembekuan darah di vena kaki bagian dalam (Deep Leg Vein Thrombosis (DVT)) Penyakit DVT adalah penggumpalan darah di vena kaki bagian dalam, yang terjadi di dalam otot (Gambar 5.5).
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 97
Sumber : Maryland Vein Professionals
Gambar 5.5. Radang vena yang disertai thrombosis (DVT)
Lintah sebaiknya diletakkan pada daerah keluhan sebagai terapi tambahan ringan, setelah terapi dengan obat-obatan (farmakologi40) selesai dilakukan. Pengulangan terapi dipertimbangkan jika terapi pertama telah menghasilkan penyembuhan gejala penyakit dan bersifat jangka panjang. Lintah sebaiknya tidak diletakkan langsung pada daerah yang terkena penyakit kulit (dermatitis) atau bisul (ulceration).
Vena tidak berfungsi secara kronis (CVI (Chronic Venous Inssuficiency) CVI (Gambar 5.6) terjadi jika darah di vena kaki tidak dapat mengalir kembali ke jantung. Gejalanya berupa perasaan berat, nyeri, bengkak, dan gatal, biasanya terjadi setelah tekanan posisi berdiri tegak (ortostatis). Kebutuhan terapi tergantung dari menghebatnya gejala, kecuali penampilan kosmetik.
40
Ilmu yang mempelajari asal, sifat kimia, efek dan penggunaan obat
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 98
Gambar 5.6. Chronic Venous Insufficiency Ketidakmampuan katup vena untuk menghindari arus balik darah menyebabkan terjadinya pengumpulan darah dan peningkatan tekanan, yang akhirnya bisa menjadi varises atau bisul vena (venous ulcers) Sumber : Scientia Advisors LLC
Empat hingga enam lintah disebarkan di samping (lateral) vena yang nyeri. Terapi sebaiknya diulang dengan interval empat hingga enam minggu, setelah efek terapi berkurang. Pada kasus pembengkakan abnormal (varikosis), perlu ditambah beberapa lintah (10-12) di sekeliling vena agar cukup untuk menutupi daerah gejala. Jumlah darah sebaiknya diperhatikan pada saat dilakukan terapi awal, terapi kedua atau pengulangan terapi. Rekomendasi khusus diberikan untuk bisul vena pada betis dan kaki depan, dimana terapis sebaiknya tidak meletakkan lintah langsung pada bisul, walaupun keberhasilan telah dilaporkan pada kasus terpisah. Sebaiknya lintah diletakkan pada kulit yang sehat 210 cm mendekati (proksimal) dan di samping (lateral) luka bisul.
Penyakit Vena tanpa pembengkakan abnormal (Spider-Burst) Beberapa lintah digunakan tergantung pada tingkat pelebaran vena. Menurut aturan, tidak lebih dari empat hingga lima lintah Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 99
dibutuhkan untuk area titik vena spider burst41 (Gambar 5.7). Lintah dapat diletakkan langsung pada atau di sekitar spider burst. Gambar 5.7 Vena Spider-Burst Sumber : Michael A. Jazayeri, M.D. Plastic and Reconstructive Surgery
Nyeri Sendi (Arthrosis) Gejala nyeri kronis berhubungan dengan penurunan fungsi sendi yang ditandai dengan rusaknya tulang rawan yang disertai peradangan sendi, juga rusaknya sejumlah struktur di sekelilingnya yang mendukung fungsi sendi, sistem otot, dan perubahan lanjutan dalam jaringan penyambung sekitar sendi (periartikular). Dua terapi fisik yang telah terbukti efektif untuk penyakit degeneratif sendi ini adalah terapi panas (termoterapi42) dan pengurutan, yang targetnya adalah bagian luar tubuh. Injeksi zat kimia dalam air liur lintah pada jaringan yang nyeri di sekeliling persendian meningkatkan efek anti peradangan lokal dan sirkulasi air liur lintah pada jaringan yang nyeri dan proses metabolisme. Sebagai tambahan, pengaliran darah dan limfe43 ke pelebaran lokal adalah efek menguntungkan lainnya.
41
Garis-garis yang memancar pada kapiler-kapiler di ekstremitas bawah, disebabkan oleh dilatasi (pelebaran) vena, namun tanpa varikositas (pembengkakan abnormal) yang tegas 42 0 Terapi penyakit menggunakan panas, biasanya dengan cara menaikkan suhu tubuh sampai di atas 45 C 43 Cairan bening dan sedikit kekuningan dalam pembuluh limfatik dan berasal dari cairan jaringan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 100
Model Pischinger dapat menjelaskan terapi lintah. Menurut Pischinger, protein disimpan dalam bentuk dasar seperti collagen, proteoglycan, glycosaminoglycan. Jika jumlah simpanan protein melebihi kapasitas, alternatif pengangkutan ekstraselular harus digunakan, dan penyakit pembuluh darah atau sistem limfatik di pembuluh darah kecil (microangiopathy), pembuluh darah besar (macroangiopathy), dan peradangan harus dikembangkan. Penyimpanan tersebut meliputi metabolisme protein yang tidak dapat dipecah lagi. Faktor ini berperan penting dalam penyakit degeneratif kronis yang berhubungan dengan pemompaan cairan ke dalam organ (perfusi) kapiler yang rusak dan pembuluh darah (vaskular44) yang berkurang, yaitu fungsi endothelial45. Akibatnya, pengaruh terapi lintah pada perubahan menjadi spekulatif. Namun, kita dapat berasumsi bahwa efek kombinasi dari zat yang berbeda dalam air liur lintah dan efek dekongesti lokal terapi lintah berpengaruh positif pada lingkungan sel, dan air liur lintah berefek positif pada aktivitas metabolisme di daerah sekitar sendi.
Frekuensi penggunaan lintah untuk nyeri sendi Frekuensi terapi lintah ditentukan berdasarkan respon pasien pada terapi pertama. Pada sebagian besar pasien, gejala meningkat setelah terapi pertama. Terapi diulang setelah efek terapi pertama menghilang. Penelitian ilmiah dilakukan di Rumah Sakit EssenMitte, Jerman, dimana sekitar 400 pasien dengan nyeri sendi (arthrosis) lutut diterapi. Terapi pertama tidak signifikan pada 15% pasien, efek positif yang berakhir pada tiga hingga empat bulan terjadi pada 35% pasien, dan efek positif yang berakhir enam hingga lebih dari 12 bulan terjadi pada 50% pasien. Pada porsi kecil pasien (< 10%) efek signifikan terapi pertama diteliti setelah terapi kedua. Jika respon pertama adalah tidak puas, maka terapi diulang 44 45
Berkenan dengan pembuluh, khususnya pembuluh darah, disebut juga vasal Lapisan sel epitel yang melapisi rongga jantung, lumen pembuluh darah dan limfe, serta rongga tubuh.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 101
satu atau dua kali, tidak lebih dari delapan minggu setelah terapi pertama. Jika pasien tidak merespon pada usaha terapi ketiga, terapi selanjutnya juga tidak akan direspon, maka sebaiknya tidak dilakukan. Karena lintah dapat digunakan beberapa kali (dua atau tiga kali, tapi tidak lebih) pada pasien yang merespon terapi, maka terapi dapat digunakan untuk menangani gejala nyeri sendi jangka panjang. Namun tidak ada studi klinis yang membandingkan keefektifan terapi lintah dibandingkan dengan terapi konvensional. Pada prakteknya, sering pasien memberitahu terapis saat efek terapi pertama telah hilang dan membuat perjanjian untuk terapi selanjutnya. Interval antar terapi dua kali setahun adalah efektif untuk banyak pasien dengan penyakit sendi. Alergi jarang ditemukan, tapi dapat merupakan efek samping, jadi penting melihat tanda-tandanya. Jika reaksi kulit meningkat setelah beberapa terapi, maka interval terapi perlu ditambah dan sebelumnya pasien diberikan anti alergi. Jika reaksi kulit semakin buruk, terapi lintah harus dihentikan.
Titik aplikasi lintah dan teknik berbagai indikasi Nyeri sendi Lutut (gonarthrosis/knee arthrosis) Sebanyak empat hingga enam lintah digunakan di sekitar persendian yang terasa nyeri (Gambar 5.8.a,b).
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 102
Gambar 5.8.a.b Lintah medis diletakkan di “mata” lutut Foto : Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman
Satu atau dua lintah diletakkan di titik nyeri maksimum yang spontan dirasakan atau yang dapat diraba. Kebanyakan terapis menggunakan empat titik yang berjarak sama disebut “mata lutut” sebagai titik aplikasi. Titik aplikasi juga dapat merupakan jaringan penghubung yang terasa nyeri ketika dicubit. Untuk alasan praktis, teknik menggulung kulit dari Kibler sebaiknya dilakukan sebelum memilih titik aplikasi (Gambar 5.9).
Gambar 5.9 Palpasi dan menggulung lipatan kulit (tes lipatan kulit Kibbler) Foto: Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman
Posisi sambungan juga menentukan tempat yang paling nyeri. Pasien penderita nyeri sendi lutut (gonarthritis) dengan genu valgum (berbentuk “X”) (Gambar 5.10.a) cenderung memiliki nyeri yang lebih besar pada struktur sambungan di samping sendi
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 103
(periartikular lateral) dan ketika terjadi “salah urat” (muscle insertion), sehingga lebih banyak lintah diletakkan di titik ini. Pasien dengan genu varum (berbentuk “O”) (Gambar 5.10.a) memiliki rasa nyeri pada struktur sambungan dalam (medial), khususnya pes anserinus46 (Gambar 5.10.b), karena itu bagian inilah yang menjadi target. Jika di bagian mangkuk lutut terasa nyeri (retropatellar47), lintah dapat digunakan di sepanjang ujung tempurung lutut (patella48) (Gambar 5.10.c). Jaringan di bawah kulit epidermis, yaitu subkutaneus, harus cukup tebal untuk keberhasilan terapi.
Gambar 5.10.a Kaki genu valgum dan genu varum Sumber : Oxford
Gambar 5.10.b Pes anserinus (daerah nyeri ada dalam lingkaran) Sumber : Core Concept
Gambar 5.10.c Titik terapi lintah untuk Gonarthritis Sumber : Dr.Meher Prakash
Pasien dengan nyeri sendi lutut sebaiknya disarankan melakukan latihan fisik untuk keberhasilan terapi. Latihan lutut didesain untuk memperkuat otot kuadriseps49 (Gambar 5.11), yang biasanya berkurang ukuran dan kekuatannya karena penggunaan yang 46
Disebut juga "kaki angsa" yaitu gabungan tiga otot dalam permukaan tibia (dua tulang kaki yang paling dalam dan tebal di antara lutut dan pergelangan kaki) Retro Patellar Knee Pain adalah nyeri fisik dan atau perubahan biomekanikal pada persambungan lutut, area di belakang lutut dimana patella (tulang berbentuk segitiga di depan lutut) dan femur (tulang paha) bertemu. Nyeri ini dapat memburuk dengan aktivitas fisik dan duduk terlalu lama. 48 Patella, juga dikenal dengan pelindung lutut (knee cap) atau (knee pan) adalah tulang tebal berbentuk lingkaran segitiga yang bergabung dengan tulang paha (femur) dan menutupi serta melindungi di sekitar permukaan depan dari persambungan lutut. Ini adalah tulang lingkaran terbesar dalam tubuh. 49 Otot berkepala empat yang terletak di paha 47
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 104
terbatas. Hilangnya rasa nyeri setelah terapi biasanya disertai peningkatan fungsi sambungan, sehingga meningkatkan kondisi umum untuk melakukan latihan. Pasien sebaiknya diingatkan pentingnya meneruskan olah raga untuk kesuksesan jangka panjang, namun tetap menahan diri agar tidak terlalu banyak menggerakkan sambungan pada beberapa hari pertama setelah terjadi peningkatan, karena mengurangi efektivitas pengobatan.
Gambar 5.11 Otot berkepala empat (kuadriseps) Sumber : MendMeShop
Walaupun lokalisasi nyeri penting pada saat memilih titik aplikasi, namun terapi tetap dapat dilakukan dengan nyaman tanpa rasa nyeri. Pada kasus ini, empat titik di sekeliling lutut sebaiknya digunakan sebagai tempat aplikasi standar. Saat ini, tidak ada data penelitian yang menghubungkan antara kasus nyeri sendi lutut dengan keefektifan terapi lintah. Pada kasus pengobatan dengan radiasi (radiologikal50), tingkat keberhasilan yang dicapai pasien pada nyeri sendi lutut berat dan ringan atau pada permulaan dan ketika terasa nyeri adalah sama baiknya. Sebelum memulai terapi, penelitian keberhasilan terapi sebaiknya dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pengalaman menunjukkan pasien dengan nyeri lutut yang berkaitan dengan penyebab lain,
50
Cabang ilmu kesehatan yang berkaitan dengan zat radioaktif dan energi pancaran serta diagnosis dan pengobatan dengan memakai radiasi pengion (mis sinar X) maupun bukan pengion (mis ultrasound)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 105
khususnya trauma peradangan sendi meniscopathy) kurang memberi respon.
lutut
(traumatic
Cyst (kantung) Baker51 adalah kasus kedua yang sering ditemukan pada pasien dengan nyeri sendi lutut. Praktek klinis menunjukkan terapi lintah sering secara signifikan mengurangi ukuran kantung dan meningkatkan penyembuhan gejala ketika diaplikasikan dekat (proksimal) atau langsung pada kantung (cyst) (Gambar 5.12).
Gambar 5.12 Kantung Baker dengan MRI (magnetic resonance imaging) Sumber : Wikipedia
Nyeri Sendi Bahu (shoulder arthrosis) Karena struktur yang kompleks pada persambungan bahu, jadi tidak cukup hanya dengan istilah peradangan bahu dan siku (humeroscapular periarthritis52). Pada terapi lintah, dapat direkomendasikan pengobatan nyeri secara terbatas pada daerah tertentu. Sebanyak empat hingga delapan lintah diletakkan di sekitar persambungan bahu dimana titik target adalah nyeri maksimum dan titik pemicu. Titik nyeri biasanya berasal dari kapsul depan (anterior) dan belakang (posterior) dan dekat (proksimal) 51
52
Juga dikenal dengan popliteal cyst, yaitu pembengkakan tidak kronis dari semi membran atau synovial bursa yang terletak di belakang sambungan lutut. Ini diberi nama sesuai nama belakang seorang ahli bedah yang pertama kali mengenalkannya, William Morran Baker (1838-1896) Humerus : tulang yang memanjang dari bahu ke siku; scapula : tulang pipih berbentuk segitiga di belakang bahu; periarthritis : peradangan jaringan di sekitar aorta (pembuluh darah yang keluar dari ventrikel kiri jantung ke arteri cabang)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 106
urat biseps depan. Lintah didistribusikan di depan dan belakang bahu (Gambar 5.13). Ketika melakukan terapi pada pasien rawat jalan, teknik baju yang tepat sulit dilakukan karena kompleksitas persambungan bahu.
Gambar 5.13 Tempat terapi lintah pada bahu Foto : Schünke M., dkk, Stutgart, Jerman, 2005
Nyeri Sendi Pinggul (hip arthrosis) Sambungan pinggul sulit diakses sekresi lintah, karena tertanam dalam jaringan otot. Terapi di pinggul biasanya berhasil jika pasien bertubuh kurus atau ada keterlibatan otot dan urat permukaan pada gejala nyeri secara keseluruhan. Untuk pasien yang sangat gemuk, sekresi lintah tidak dapat masuk ke jaringan di bawah kulit epidermis yang tebal untuk sampai ke dekat tempat persambungan. Berdasarkan ukuran sambungan pinggul (dan tes darah awal), delapan hingga sepuluh lintah dapat diletakkan di sambungan pinggul dan tulang paha (trochanter53) yang lebih besar (Gambar 5.14). Dua terapi awal cukup untuk memeriksa respon pasien.
53
Salah satu dari kedua cuatan di bawah leher femur (tulang paha yang memanjang dari pelvis ke lutut) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dalam tubuh
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 107
Gambar 5.14 Titik terapi lintah pada pinggul Foto : Schünke M., dkk, Stutgart, Jerman, 2005
Nyeri sendi pergelangan kaki (ankle arthrosis) Terapi pada pergelangan kaki terbukti sukses. Tiga atau enam lintah diletakkan di bagian dalam dan luar pergelangan kaki (Gambar 5.15).
Gambar 5.15 Titik terapi lintah pada pergelangan kaki Foto : Ullrich+Company, Renningen, Jerman), Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 108
Nyeri sendi di sambungan kecil (small joint arthrosis) Pada prinsipnya, terapi lintah dapat digunakan pada persambungan yang jauh dari struktur sentral atau bagian tengah tubuh (peripheral), yaitu nyeri sendi tangan dan kaki (arthrosis). Lintah sebaiknya tidak diletakkan di daerah sambungan jari tangan dan kaki yang tidak ditutupi oleh sejumlah jaringan subkutaneus di bawah kulit epidermis yang cukup. Jika diterapkan di daerah yang memiliki kutaneus dan subkutaneus tipis, efek terapi biasanya tidak memadai, penyembuhan luka tertunda dan mungkin terjadi komplikasi. Terapi pada persambungan pergelangan tangan (metacar-pophalangeal54) yang kurang dari digit kedua hingga kelima, satu atau dua lintah adalah normal digunakan. Terapi lintah bekerja baik pada nyeri sendi di persambungan sadel ibu jari (rhizartrosis). Satu hingga tiga lintah diletakkan di jempol, dan satu atau dua lintah langsung dekat struktur berbentuk pelana (saddle joint55) (Gambar 5.16) atau pertemuan antara pertengahan pertama dan kedua titik akupunktur L1-4 (Gambar 5.17).
Gambar 5.16 Titik terapi lintah pada saddle joint di jempol (untuk rhizarthrosis) Foto : Schünke M., dkk, Stutgart, Jerman, 2005 54
Metacarpus : bagian tangan antara pergelangan tangan dan jari, yang kerangkanya berupa lima tulang silindris (metacarpal) dari carpus (persendian antara lengan bawah dan tangan yang terbentuk dari delapan buah tulang) hingga phalanges (setiap tulang jari tangan atau jari kaki) 55 Saddle : struktur berbentuk pelana; joint : sambungan antara dua atau lebih tulang rangka terutama tempat sambungan yang memungkinkan pergerakan satu atau lebih tulang
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 109
Gambar 5.17 Tulang belakang bagian pinggang: Jumlahnya ada 5, strukturnya lebih besar dan lebih kuat dibanding tulang lain. Tulang tersebut diberi nama L1, L2, L3, L4, dan L5. Sumber : Sasikhrisna
Terapi lintah juga efisien untuk nyeri sendi di sambungan pergelangan kaki (metatarsophalangeal56) dan gout (podagra57). Penting untuk menghangatkan dan menstimulasi aliran darah pada bagian sekitar sendi sebelum terapi dengan merendam tangan atau kaki dalam air hangat. Terapi lintah tidak terlalu efektif dalam meningkatkan gejala polyarthrosis di jari (herberden arthrosis58) dan biasanya tidak direkomendasikan untuk daerah jari karena kulitnya sangat tipis.
56
Metatarsus : bagian kaki antara tarsus (daerah persendian antara kaki dan tungkai bawah) dan jari kaki, kerangkanya merupakan lima tulang panjang mulai dari tarsus sampai phalanges 57 Podagra atau gout (juga disebut “penyakit orang kaya” atau “penyakit raja” adalah penyakit yang terjadi berhubungan dengan meningkatnya asam uric dalam darah yang ditandai serangan arthritis kronis yang cirinya adalah berulang-ulangnya pembengkakan, halus dan merah. Biasanya menyerang jempol kaki. Selain jari kaki, lutut, dan tumit, area lain yang diserang adalah jari dan pergelangan tangan. Penyakit ini juga dapat terjadi dalam bentuk tophi (kristal asam uric yang keras dan tidak menyakitkan), batu ginjal atau pembentukan batu asam urat kronis (urate nephropathy) 58 Pembengkakan pada persambungan interphalangeal, terdekat dengan ujung jari tangan dan kaki. Ini merupakan tanda osteoarthritis dan disebabkan pembentukan osteophytes (tonjolan bertulang berkapur) dari sambungan tulang rawan sebagai respon dari trauma sambungan yang berulang
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 110
Gambar 5.18 Polyarthrosis di jari (Herbenden arthrosis) di jari kedua tangan kanan Sumber : Wikipedia
Penyakit Rematik Nyeri sendi karena rematik (rheumatoid arthritis) Nyeri sendi karena rematik (polyarthritis kronis) bukan merupakan indikasi jelas untuk terapi lintah. Penelitian yang lebih tua tidak cukup membedakan antara peradangan dan pengaktifan daerah yang fungsi sambungannya menurun, sedangkan penelitian yang lebih baru menyarankan lintah sebaiknya tidak digunakan untuk peradangan sambungan akut pada pasien dengan nyeri sendi karena rematik. Gejala awal berupa pembengkakan dekat (proksimal) sambungan yang lebih besar, tanpa ada peradangan yang jelas terlihat dalam tes laboratorium, adalah indikasi potensial untuk terapi lintah.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 111
Gejala nyeri dan kekakuan otot dan sendi (Fibromyalgia) Terapi lintah dilaporkan berhasil baik pada pasien dengan keluhan nyeri dan kekakuan otot dan sendi (fibromyalgia59) berulang kali. Namun, karena nyeri terjadi di banyak lokasi dan penyebab penyakit yang tidak jelas, terapi lintah secara lokal kurang diprioritaskan. Alternatif pengobatan utama adalah metode naturopatik klasik seperti olah raga sedang, terapi air (hidroterapi), dan “pengobatan pikiran dan tubuh (psikosomatis60) dengan teknik relaksasi, pengurangan stres, dan terapi kesadaran pada penyakit. Terapi lintah berguna pada pasien dengan beberapa penyakit ringan terlokalisasi, misalnya pes anserinus (kaki angsa) pada sambungan lutut atau sambungan tulang pinggul (iliosacral61). Diagnosis fibromyalgia dengan 18 lokasi (Gambar 5.19) tidak harus selalu berhubungan dengan lokasi optimal lintah. Terapi lintah sebaiknya selalu dihubungkan dengan keseluruhan konsep terapi sebagai pelengkap dari terapi utama.
Gambar 5.19 Lokasi sembilan pasang titik yang ditentukan pada tahun 1990 oleh American College of Rheumatology untuk fibromyalgia Sumber : Teresa Kaldis, MD
59
60
61
Nyeri dan kekakuan otot dan sendi yang bersifat difus (menyebar luas melalui jaringan atau struktur) atau mempunyai beberapa titik picu Berkenaan dengan hubungan jiwa tubuh, memperlihatkan gejala-gejala jasmaniah yang berasal dari psikis, emosional ataupun mental. Ilium dan sacrum, tiga tulang yang membentuk tulang pinggul
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 112
Peradangan otot dan sarungnya (Tendovaginitis/ Lateral Epicondylitis) dan Radang sendi (Tendinitis) Nyeri siku (Epicondylitis) Nyeri siku samping (Epicondylitis lateral62) adalah masalah umum yang sering kurang direspon pada pengobatan konservatif biasa. Tindakan baru dilakukan jika penyakit kambuh dengan cara meningkatkan pembatasan fungsi lengan. Terapi lintah biasanya akan berpengaruh dalam beberapa hari, dan mencapai peningkatan gejala signifikan dan tahan lama dibandingkan dengan terapi konvensional. Untuk nyeri siku akut, tiga hingga enam lintah dapat diletakkan langsung di seluruh tonjolan tulang (condyle63) siku samping yang meradang dan jaringan di sekitarnya untuk menghindari vena-vena di sekelilingnya (Gambar 5.20). Setelah terapi, pasien sebaiknya menahan diri untuk menggunakan tangan selama beberapa hari dan tangan terangkat sesering mungkin untuk menghindarkan efek samping lokal.
Gambar 5.20 Terapi lintah di siku (untuk epicondylitis lateral) Foto : Ulrich+Company, Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman
62
63
Radang pada tonjolan pada tulang di sebelas atas kondilusnya (tonjolan bulat pada tulang biasanya untuk membentuk sambungan dengan tulang lainnya) Tonjolan bundar tulang yang terbentuk dari gabungan dengan tulang lainnya
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 113
Jika nyeri siku samping menjadi kronis, pengencangan dapat menyebarkan nyeri dan akhirnya melibatkan radang pada tonjolan tengah tubuh (medial epicondyle), tulang bahu dan siku (humeral) dan otot tulang lengan (ulnar). Jadi, daerah ini juga sebaiknya diterapi untuk pasien dengan nyeri siku kronis (chronic tennis elbow). Keefisienan terapi lintah tidak begitu jelas dalam nyeri siku tengah murni (golver’s elbow)64. Terapi lintah adalah pengobatan lokal yang efektif sederhana untuk radang sendi (insertion tendopathies65) yang menyakitkan. Peradangan pada tulang paha (trochanter) yang lebih besar, umum terjadi. Gejala ketegangan pada otot paha (tensor fasciae latae66) (Gambar 5.21) juga secara mudah diterapi dengan meletakkan beberapa lintah pada daerah jaringan di bawah kulit (fascia67) yang nyeri hebat.
Gambar 5.21 Tensor fasciae latae dan otot di sekitarnya Sumber : Wikipedia
64
Siku Golfer, atau medial epicondylitis, adalah kondisi peradangan siku yang mirip dengan tennis elbow. Lateral epicondylitis, juga dikenal dengan tennis elbow, shooter's elbow dan archer's elbow, yaitu kondisi dimana bagian luar dari siku menjadi nyeri dan rapuh. Biasanya berhubungan dengan permainan tenis dan olah raga dengan raket lainnya, yang dapat terjadi pada setiap orang 65 Reaksi peradangan otot pada titik masuknya, dengan kerapuhan regional 66 Otot paha. Tensor : setiap otot yang meregangkan atau membuat tegang; Logat daerah menyebutnya the coffee muscle (otot kopi) karena "latae" bunyinya seperti "latte” 67 Selembar atau sehelai jaringan fibrosa seperti yang membentang di bawah kulit atau membentuk pembungkus bagi otot dan berbagai organ tubuh
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 114
Gejala nyeri tulang belakang (Vertebrogenic) Terapi lintah adalah alternatif ekselen untuk gejala nyeri tulang belakang (vertebrogenic68), khususnya jika dilakukan uji fisik terhadap rasa nyeri yang menghebat pada otot dan jaringan penghubung di samping tulang belakang (paravertebral). Terapi lintah sering dapat meringankan penderitaan nyeri tulang belakang dengan segera, sehingga meningkatkan kondisi tubuh untuk melakukan terapi fisik atau latihan pasif dan aktif (kinesiterapi69). Pada pasien rawat inap sebaiknya tidak melakukan terapi fisik basah atau terapi panas (termoterapi70) lokal untuk beberapa hari setelah terapi lintah. Jika lintah diletakkan pada tulang belakang (vertebral), terapis sebaiknya menjelaskan secara hati-hati teknik terapi pada pasien yang merasa tidak aman karena tidak dapat melihat lintah.
Nyeri Pinggang (Lumbago) Pasien dapat berbaring tengkurap atau miring secara nyaman, dan terapis meletakkan enam hingga delapan lintah pada pinggang, sehingga dapat mencapai otot yang mengeras paling hebat (Gambar 5.22). Terapi lintah dapat menjadi tambahan untuk mengatasi nyeri pinggang (lumboischialgia) dan nyeri kronis yang berhubungan dengan pecahnya jaringan otot halus karena penonjolan struktur tubuh (lumbar disc herniation). Pada kasus ini efek anti radang (antiphlogistic) yang kuat dari air liur lintah dapat sangat menguntungkan. 68
Timbul di dalam tulang belakang atau columna vertebralis, mulai dari cranium (tempurung kepala) sampai coccyx (tulang ekor) Kinesitherapy : pengobatan penyakit dengan gerakan pasif dan aktif seperti pengurutan dan olah raga, juga disebut kinesiatric 70 Terapi panas, juga disebut thermotherapy, adalah penerapan panas pada tubuh untuk menghilangkan nyeri dan meningkatkan kesehatan, dapat berbentuk kain panas, air panas, ultrasound, bantalan yang dipanaskan, kemasan hydrocollator, pemandian pusaran air, dll 69
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 115
Gambar 5.22 Terapi lintah pada pinggang (lumbago) Foto : Schünke M., dkk, Stutgart, Jerman, 2005
Nyeri di titik persambungan tulang pinggul (Iliosakral) Dua hingga empat lintah diletakkan pada kedua sisi tubuh secara identik (bilateral) pada sambungan tulang pinggul (iliosacral) yang menyakitkan (biasanya pasien dalam keadaan berbaring).
Gejala nyeri leher (Cervical Spine) dan nyeri leher yang menyebar ke tulang belakang (Cervicobrachialgia) Terapi lintah sangat tepat untuk pasien yang mengalami kelebihan tekanan elastis otot rangka (muscular hypertonia71) dan nyeri yang memancarkan panas pada daerah lengan (brachial) juga nyeri leher dan kepala (cervical chephalalgia). Pasien duduk secara nyaman dan lintah-lintah diletakkan pada kedua sisi tubuh secara identik (bilateral) pada otot sabuk bahu yang nyeri dan di samping tulang belakang (paravertebral) sampai level C3-C5 (Gambar 5.23).
71
Berlebihnya tonus otot rangka, sehingga terjadinya peningkatan tahanan otot terhadap peregangan pasif dan seringkali timbul refleks yang berlebihan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 116
Gambar 5.23 Lintah diletakkan secara bilateral pada otot sabuk bahu yang nyeri dan secara paravertebral sampai level C3-C5 Sumber : Quizlet
Sebelum meletakkan lintah pada daerah nuchal (belakang leher), terapis memeriksa ketebalan jaringan di bawah kulit epidermis. Pada saat menerapi nyeri bahu hingga siku (brachialgia)72 dan gejala nyeri lengan karena syaraf terjepit (tunnel carpal73) disertai dengan beberapa nyeri otot (muscular) pada daerah sabuk bahu, biasanya berhasil diatasi dengan meletakkan lintah pada dan sekitar titik akupuntur GB-21 (Gambar 5.24).
Gambar 5.24 Titik akupunktur GB-21 Sumber : Lakarhandboken 72
Rasa nyeri pada leher yang menyebar ke ekstremitas atas akibat penekanan akar syaraf pada medulla spinalis cervicalis 73 Carpal tunnel syndrome adalah kondisi nyeri yang hebat pada lengan dan pergelangan tangan yang disebabkan oleh syaraf terjepit. Sejumlah faktor dapat berkontribusi termasuk anatomi pergelangan tangan seseorang, dan pola penggunaan tangan.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 117
Indikasi Umum Lanjutan Kehilangan pendengaran tiba-tiba (Sudden Hearing Loss) Terapi lintah dapat dipertimbangkan untuk pengobatan kehilangan pendengaran tiba-tiba (Gambar 5.25), walaupun tidak ada data ilmiah pada subjek ini yang dipublikasikan hingga saat ini. Pada beberapa kasus, dua lintah diletakkan, satu di belakang telinga (Gambar 5.26), yang lain di sudut rahang depan telinga (Gambar 5.27). Seluruhnya dua hingga tiga kali terapi dapat dilakukan dengan interval tiga-empat hari.
Gambar 5.25 Kehilangan pendengaran dapat terjadi jika gelombang suara tidak mencapai telinga dalam dan tidak diproses secara tepat
Gambar 5.26 Titik terapi lintah untuk gangguan telinga di belakang telinga
Gambar 5.27 Titik terapi lintah untuk gangguan telinga di sudut rahang depan telinga
Sumber : Mehdi leech therapist, Sydney
Gangguan suara bising di telinga (Tinnitus) Data yang tersedia mengenai hubungan terapi lintah dan terapi komplementer tidak cukup karena respon pasien terhadap gejala Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 118
sulit dilakukan dan penyebab penyakit yang tidak jelas. Banyak terdengar laporan keberhasilan terapi lintah, namun, mekanisme tindakan terapi tidak jelas, dan efek tidak spesifik (efek placebo) juga sebaiknya dipertimbangkan. Dengan pertimbangan adanya fakta kemungkinan pengobatan gangguan suara bising di telinga (tinnitus74) terbatas, maka terapi dapat dilakukan pada beberapa kasus. Tempat aplikasi terapi sama dengan pada terapi kehilangan pendengaran tiba-tiba. Terapi dapat dilakukan dengan enam lintah dan interval satu hingga dua minggu. Gambar 5.28 Kebanyakan tinnitus berkaitan dengan kerusakan cochlea (nomer 9) Sumber : Timothy C. Hain, M.D
Peradangan telinga tengah (Media Otitis) Praktek terapi lintah untuk otitis dan media otitis (Gambar 5.29) khususnya tersebar di Eropa Timur dan sebagian didukung data penelitian. Aplikasi untuk peradangan telinga tengah sama dengan pada gangguan kehilangan pendengaran dan suara bising (tinnitus). Terapi dilakukan dua kali yang diselingi tiga sampai empat hari.
74
Suara bising di telinga seperti deringan, dengung, raungan atau bunyi klik, biasanya bersifat subjektif
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 119
Gambar 5.29
Gambar 5.29.b
Perbandingan antara bagian tengah telinga yang normal dan yang terkena infeksi (otititis media)
Telinga bagian tengah
Sumber: Mehdi, leech therapist, Sydney
Gangguan sirkulasi mata (ocular circulation disorder) Untuk gangguan mata, jika pasien tidak mengkonsumsi pengencer darah, dua hingga tiga lintah dapat diletakkan pada pelipis (Gambar 5.30). Untuk penyakit pada pembuluh darah kecil (microangiopathy), rangkaian tiga terapi perlu dilakukan dengan interval tiga hingga empat hari. Terapi dapat dilakukan dengan interval dua minggu, kemudian empat minggu untuk kelancaran peredaran darah di mata (ocular perfusion) dalam jangka panjang,
Gambar 5.30 Titik terapi lintah untuk gangguan mata Foto : Mehdi, leech therapist, Sydney
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 120
Gangguan sirkulasi (peripheral circulation disorder) dan terhambatnya arteri (peripheral occlusive arterial) di persendian yang jauh dari struktur sentral tubuh Penyakit terhambatnya arteri di sekitar sendi yang jauh dari struktur sentral tubuh (peripheral occlusive arterial75) adalah salah satu dari indikasi pengerasan/penebalan jaringan dinding arteri (arteriosclerosis). Terapi lintah tidak menghasilkan peningkatan signifikan pada luka pembuluh darah (vascular), penyebab terjadinya gangguan ini. Efek sementara dari terapi lintah pada kekentalan (viskositas) darah dan fisik (rheology76) darah, akan muncul minor dibandingkan pilihan terapi obat-obatan kimia sintetis. Pasien melaporkan terapi lintah meningkatkan kondisi kelumpuhan yang tidak kontinu (intermittent), sehingga akan memperpanjang jarak berjalan. Terapi lintah berfungsi untuk mengatasi peningkatan nyeri secara abnormal (hyperalgesia) atau nyeri pinggang yang turun ke kaki (pseudoradicular77). Empat hingga enam lintah hanya dilakukan untuk pasien pada tahap Fontane I-II78 (Tabel 5.1) dan sebaiknya tidak digunakan untuk pasien tahap IV dengan kematian jaringan (gangren79). Jika digunakan untuk penyakit kulit (dermatosis) dengan kekurangan darah (ischemia80) sekunder, lintah dapat diletakkan dekat 75
Penghalangan arteri besar tidak di dalam koronari, aorta atau otak, dapat terjadi akibat atherosclerosis, proses peradangan karena penyumbatan abnormal, pembentukan thrombus, embolis yang menyebabkan kekurangan suplai darah (ischemia) kronis/akut 76 Ilmu perubahan bentuk dan aliran bahan seperti aliran darah melalui jantung dan pembuluh darah 77 Nyeri pinggang yang turun ke kaki biasanya dibagi dua: radicular dan pseudoradicular. Radicular adalah tekanan pada akar syaraf yang menyebabkan nyeri syaraf. Jenis nyeri ini menjalar hingga ke lutut. Pada pseudoradicular, nyeri turun ke kaki tapi tidak melewati lutut. Sumber nyeri tidak menekan syaraf, tapi karena menurunnya fungsi atau peradangan karena perubahan sambungan. 78 Prosedur Fontane, atau Fontane/Kreutzer, adalah prosedur bedah yang dapat meringankan nyeri tanpa pengobatan, digunakan untuk anak dengan kerusakan jantung bawaan kompleks. Ini meliputi pengalihan darah vena dari atrium kanan ke arteri pulmonary tanpa melewati struktur ruang paruparu. Prosedur ini dijelaskan tahun 1971 oleh Dr René Fontaine dan Dr Kreutzer secara terpisah sebagai teknik bedah katup tidak normal antara ventrikel kanan dan atrium kanan (tricuspid atresia) 79 Kematian jaringan, biasanya dalam jumlah besar, umumnya disebabkan oleh kehilangan suplai vascular (nutrisi) dan diikuti invasi bakteri dan pembusukan 80 Defisiensi darah biasanya disebabkan konstriksi fungsional atau obstruksi aktual pembuluh darah
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 121
(proximal) daerah penyakit. Terapis harus berhati-hati pada obat kimia sintetis, seperti clopidogrel, phenprocoumon (Marcumar), yang sering diresepkan untuk penyakit ini (Gambar 5.31). Tabel 5.1 Tahap Fontane
Sumber : the American Academy of Family Psysicians
Penjelasan: 1. Nyeri ringan ketika berjalan (claudication), gangguan pembuluh darah yang tidak sempurna; 2. Nyeri hebat ketika berjalan dalam jarak pendek, (intermittent claudication), nyeri dipicu oleh jalan “setelah jarak >150 m pada tahap II-a dan setelah <150 m pada tahap II-b; 3. Nyeri di kaki ketika beristirahat (rest pain), meningkat ketika anggota badan dinaikkan; 4. Jaringan biologis hilang (gangrene) dan sulit berjalan.
Gambar 5.31 Peripheral Occlusive Arterial Sumber : Wikipedia
Bisul bengkak bernanah (Abscesses) Beberapa kasus dilaporkan mengenai keberhasilan penggunaan tiga hingga empat lintah yang diletakkan pada bisul yang merah dan meradang dengan interval beberapa hari (Gambar 5.32).
Gambar 5.32.a
Gambar 5.32.b
Terapi lintah untuk bisul
Perbandingan antara kulit normal dan terjadi abses
Sumber : Klinik Multi Hirudo, Jakarta
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 122
Pembengkakan berisi darah (Hematoma) Jika luka memar besar tidak hilang dalam beberapa minggu dan menyebabkan ketidaknyamanan, maka terapi lintah dapat dipertimbangkan.
Gambar 5.33 Hematoma Sumber : Graphicshunt
Pada beberapa kasus hematoma (Gambar 5.33) satu kali pengobatan dengan empat hingga enam lintah diletakkan langsung pada luka memar telah mencukupi.
Penyakit kulit herpes akut (herpes zoster) Terapi lintah dapat dijadikan alternatif bagi penyakit kulit herpes zoster81 (Gambar 5.34.a,b), walaupun data penelitian ilmiah tidak tersedia. Terapi ini dilakukan hendaknya tidak lebih dari tujuh hari setelah kemunculan gejala penyakit. Jika tidak, kemungkinan keberhasilannya relatif kecil. Terapi lintah dilakukan di samping tulang belakang pada daerah terkena penyakit kulit (dermatom) dan hanya di bagian punggung, walaupun luka berada pada tubuh 81
Herpes zoster (nama lain: shingles atau cacar ular, cacar api) adalah penyakit yang disebabkan virus varicella-zoster. Setelah menderita cacar air, virus varicella-zoster akan menetap dalam kondisi dorman (tidak aktif atau laten) pada satu atau lebih ganglia (pusat saraf) posterior (belakang). jika imunitas seluler menurun, maka virus aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit . Di kulit, virus akan memperbanyak diri (multiplikasi) dan membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan menggembung pada daerah sekitar kulit yang dilalui virus. Herper zoster cenderung menyerang orang lanjut usia dan penderita penyakit imunosupresif (sistem imun lemah) seperti penderita AIDS, leukemia, lupus, dan limfoma.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 123
depan. Pengobatan dilakukan empat hingga lima kali secara berurutan dengan interval tiga hingga empat hari, di bagian yang jauh dari tengah tubuh (dorsal) atau dekat tengah tubuh (ventral).
Gambar 5.33.a Herpes zoster melepuh di leher dan bahu Sumber : Wikipedia
Gambar 5.33.b Perkembangan herpes zoster. Kelompok benjolan kecil (1) berubah melepuh (2).Lepuhan yang berisi limfe pecah (3), berkerak (4), dan akhirnya hilang Postherpetic neuralgia kadang terjadi yang berhubungan dengan kerusakan syaraf (5)
Terapi tambahan untuk penyakit radang organ dalam Terapi lintah dapat dilakukan sebagai terapi tambahan terhadap terapi utama. Empat sampai enam lintah diletakkan pada daerah organ besar khususnya di organ cutivisceral82 (perut) yang terkena penyakit. Tergantung dari kekerasan penyakit dan respon pasien, terapi lintah dapat diulangi setiap tiga sampai tujuh hari.
82
Cutis : kulit; viscus : berbagai organ dalam besar pada salah satu di antara tiga rongga tubuh khususnya abdomen (perut)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 124
Kebotakan (Alopecia) Alopecia (Gambar 5.34), atau kebotakan, tidak berkaitan dengan usia, tapi karena infeksi jamur atau ketombe. Sekitar 100 rambut secara alami hilang dari kepala setiap hari, meskipun kulit kepala manusia rata-rata berisi antara 100.000 dan 150.000 rambut. Kebotakan genetik disebabkan kegagalan tubuh menghasilkan rambut yang memadai. Penyakit ini umumnya lebih mempengaruhi pria dibandingkan wanita, meskipun wanita juga dapat memiliki pola karakteristik rambut rontok. Sekitar seperempat pria telah mengalami kerontokan saat berusia 30 tahun, sekitar dua pertiganya menjadi gundul atau botak.
Gambar 5.34 Terapi lintah untuk kebotakan
Terapi lintah dapat memperbaiki sirkulasi darah pada titik botak (bald spot), karena perkembangbiakan jamur di daerah tersebut. Terapi lintah secara umum tidak terkait dengan perawatan terhadap alopecia, tetapi tetap sangat efektif untuk meningkatkan sirkulasi darah sebagai hasil dan pertahanan alami tubuh terhadap infeksi jamur. Sumber : Klinik Multi Hirudo, Jakarta
Referensi Tambahan 1. 2.
Pischinger A. Das System der Grundregulation. Stuttgart: Haug:2004. Klinik Multi Hirudo Jakarta, Terapi Lintah untuk Alopecia.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 125
6. Terapi Lintah untuk Penyakit Rematik Terapi lintah juga direkomendasikan untuk pengobatan penyakit rematik dan gejala nyeri kronis pada sistem pergerakan organ melalui otot dan rangka (musculoskeletal83), sebagaimana pengalaman selama 35 tahun dengan terapi ini.
Ketegangan Otot Otot membentuk 42% berat tubuh. Sekitar 424 jaringan otot melintang membentuk organ jaringan utama (parenchymatous) tubuh manusia. Dalam kerangka mekanis, otot membentuk hubungan antara aktivitas statis (diam) dan motor (bergerak). Hampir semua penyakit pada sistem kerangka otot ditandai dengan rusaknya fungsi otot. Ketegangan otot dapat didefinisikan sebagai variasi abnormal antara ketegangan dan pola otot. Klasifikasi kuantitatif dari ketegangan otot dapat berguna untuk menilai kecocokan terapi lintah pada pasien dengan nyeri kronis dan ketegangan otot tulang belakang (vertebrogenik) (Tabel 6.1). Tabel 6.1 Klasifikasi dari ketegangan otot Tingkat
Klasifikasi
Penemuan uji fisik
0 I
Normal Ketegangan otot ringan
II
Ketegangan otot menengah
Lembut, tidak ada ketegangan Perlawanan ketegangan agak meningkat Ditandai dengan perlawanan ketegangan Keras, perlawanan ketegangan maksimum
III
Ketegangan otot berat
Sumber : Michalsen, dkk, Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman, 2007
Dalam terminologi medis, lokasi daerah pengerasan otot disebut myogelosis, sebaiknya dibedakan dengan ketegangan otot 83
Sistem musculoskeletal (juga dikenal sebagai sistem lokomotor) adalah sistem organ yang memberikan kemampuan untuk bergerak melalui sistem rangka dan otot. Sistem musculoskeletal menyediakan bentuk, dukungan, kestabilan, dan pergerakan pada tubuh
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 126
sebenarnya, dimana kelompok otot atau tali otot menunjukkan tingkat ketegangan otot yang bervariasi. Ketegangan otot diklasifikasikan menurut otot utama, dekat permukaan tubuh yang terkena penyakit. Kekerasan ketegangan otot biasanya berhubungan dengan respon terhadap terapi lintah lokal. Titik pemicu nyeri otot (myofascial84) penting untuk daerah target terapi. Ada dua jenis titik pemicu : aktif dan tersembunyi (laten). Pemicu aktif menunjukkan nyeri spontan tanpa rangsangan luar, sedangkan pemicu tersembunyi akan terasa sakit jika ditekan. Titik pemicu harus dibedakan dari ke-18 titik sensitif yang digunakan untuk mendiagnosis nyeri dan kekakuan otot dan sendi (fibromyalgia) yang bukan merupakan titik khusus untuk aplikasi lintah (Gambar 5.19). Daerah nyeri otot berguna untuk menentukan lokasi nyeri dan sebaiknya dievaluasi sebelum terapi. Pengerasan otot (myogelosis) ditandai dengan perubahan dua sisi substansi partikel kecil dan tak larut (colloidal85) dalam otot. Jika pengerasan otot terus ada selama periode waktu lama, perusakan serabut otot terjadi yang ditandai dengan peningkatan inti, kehilangan pita melintang dan penurunan fungsi tali pembentuk karakter otot (myofibril86). Ketika mengevaluasi seorang pasien, penting untuk dicatat bahwa otot tonik87 dan phasik88 berbeda berdasarkan tipe kontraktilitas
84
85 86 87
Myofascial pain syndrome (MPS), juga dikenal sebagai Chronic myofascial pain (CMP), adalah kondisi yang ditandai dengan kronis, pada beberapa kasus, nyeri yang sangat hebat. Ini berhubungan dengan benjolan “titik pemicu” yang terlokalisasi dan kadang-kadang sangat nyeri dalam otot tubuh atau jaringan penghubung yang dikenal dengan fascia. Gejala lain termasuk yang berkaitan dengan nyeri, gerakan yang terbatas, dan gangguan tidur Yang bersifat seperti koloid, berupa zat yang terdiri partikel yang kecil dan tak larut Salah satu dari tali yang berkontraksi membentuk karakter otot Otot tonic lebih lambat dari otot kejang sejak dimulai rangsangan hingga terjadinya tindakan, waktu oto untuk beristirahat penuh akan menghentikan rangsangan dan kecepatan perpendekan maksimal
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 127
dan metabolisme yang berhubungan dengannya. Nyeri, tidak aktif, terlalu aktif, penggunaan tidak tepat, gaya tidak teratur, trauma dapat menyebabkan pemendekan otot tonik dan pelemahan otot phasik. Ketegangan otot yang mengalami perangsangan tapi tanpa gerakan maksimum (isometrik89) dalam kelompok serabut otot tonik lebih besar dibandingkan dengan otot phasik. Namun, peningkatan ketegangan lebih cepat pada otot phasik. Kehilangan elastisitas seringkali terjadi pada kelompok otot tonik, sedangkan otot phasik lebih cepat lelah. Kebanyakan otot kerangka memiliki fraksi otot tonik dan phasik yang kira-kira sama besarnya. Otot pinggul belakang atau dalam (iliopsoas90) adalah contoh yang baik dari kecenderungan pemendekan otot tonik. Karena letaknya berdekatan dengan banyak organ di perut (abdomen) dan tulang pinggul (pelvis), maka respon dipercepat terhadap gangguan fungsi fisiologis (functional disorder) dari suatu organ (misalnya penyakit di usus besar dan daerah pengeluaran (urogenital91). Otot pinggul belakang dapat dites dengan mudah tapi sulit dipalpasi (diraba) dan dokter sering lupa untuk memeriksa terjadinya pemendekan tulang pinggul belakang. Pemendekan ini berperanan penting pada banyak proses nyeri. Di daerah pinggang (lumbar spinal) pemendekan tulang (psoas) dapat menyebabkan tulang berayun kebelakang (hyperlordosis92) secara kronis, yang disertai dengan gejala nyeri 88
Otot phasic bekerja pada panggul (menggerakkan kaki bagian bawah dari bagian tengah ke sisi) dan pemutaran bagian dalam. Otot phasic terdiri dari serabut otot kejang-cepat, dan lebih sesuai untuk bergerak. Namun mudah mengalami hambatan dan cepat merasa lelah 89 Otot terangsang, tapi tidak ada pergerakan pada persambungan. Pada tipe konstraksi otot ini, tidak ada perubahan panjang otot, dan tidak ada gerakan pada persambungan tetapi serabut otot terangsang. Contoh dari gerakan isometric adalah mendorong dinding. 90 Iliopsoas adalah kombinasi dari tiga tulang: psoas major, psoas minor, iliacus. Otot ini berbeda dalam abdomen (perut) tapi tidak berbeda pada paha. Kadang disebut “otot pinggul belakang" atau"otot pinggul dalam " 91 Berhubungan dengan sistem pengeluaran (air seni) dari tubuh 92 Lumbar hyperlordosis adalah kondisi yang terjadi jika punggung mengalami stres atau berat ekstra dan ditahan di titik nyeri atau kejang otot. Lumbar lordosis adalah posisi postur tubuh yang biasa dimana
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 128
karena tulang memendek (facet93) dan penyakit Baastrup94 (pembesaran tulang bokong) pada orang yang sudah tua. Nyeri lokal pada daerah pinggul umum terjadi. Pada pengamatan lebih detail, beberapa kasus berubah menjadi nyeri pinggul depan (iliopectineal bursitis95).
Gambar 6.1 Perbandingan antara tulang belakang normal dan Lordosis Sumber : Innova Pain Clinic
Gambar 6.2 Facet syndrome
Gambar 6.3 Iliopectineal bursa Sumber : Elsevier
Sumber : NeckSolutions
.
Otot di leher dan daerah pinggang sering digunakan untuk memelihara postur tubuh, sehingga mengakibatkan nyeri dan kaku di leher dan bahu (cervicobraschialgia96). Mekanisme postural daerah pinggang memiliki ruang yang lebih besar untuk diatasi. Otot yang didesain untuk kontraksi secara aktif dan mendukung tubuh menghalangi efek pengungkit normal pada tulang belakang yang terjadi selama aktivitas harian. kurva alami dari daerah pinggang tertekan secara sedikit atau dramatis. Biasanya dikenal sebagai swayback (berayun ke belakang) yang umum pada penari balet 93 Tulang bagian depan biasanya mulai mengalami penurunan fungsi. Tinggi tulang yang semakin berkurang menempatkan persambungan tidak pada tempatnya, sehingga menyebabkan peradangan tambahan dan rasa sakit jika bergerak 94 Gejala Baastrup, atau mencium tulang belakang “kissing spine”, adalah gangguan ortopedis dan radiografis pada orang tua, dicirikan dengan pembesaran proyeksi tulang belakang bagian bokong 95 Iliopsoas atau iliopectineal bursitis adalah nyeri pinggul depan atau celah kangkang. Penyebab nyeri adalah iritasi dari otot iliopsoas pada iliopectineal eminence. 96 Cervicobrahial syndrome biasanya ditunjukkan dengan nyeri, kaku, bengkak di daerah leher dan bahu. Ini dapat disebabkan oleh tekanan pembuluh darah, atau tekanan serabut.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 129
Jika sistem otot rusak, maka postur pasif dan mekanisme dukungan harus mengarah pada penanggungan sepenuhnya tindakan pengungkit tersebut. Pada semua gejala nyeri, tujuan utama terapi adalah memutuskan lingkaran setan dari gejala yang terus memburuk (Gambar 6.4). Kontraksi sebagian dari bagian tubuh yang bergerak
Rasa nyeri
Penghindaran gerakan yang menambah nyeri
Merangsang ketegangan otot Reaksi otomatis jaringan segmental
Gambar 6.4 Lingkaran setan dari gejala yang terus memburuk Sumber : Michalsen, dkk, Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman, 2007
Mekanisme otomatis memiliki efek penahan nyeri yang membatasi kisaran gerakan dan nyeri yang terus ada setelah penyebab dihilangkan, misalnya disc hernation (pecahnya jaringan otot). Jika dimasukkan sebagai bagian terapi fisik seimbang dan program latihan, terapi lintah dengan gejala khusus dan lokal sering mencapai efek sangat lama, yang dapat berguna pada tahap awal terapi multidisiplin. Gejala nyeri tulang belakang (vertebrogenik) kronis dan nyeri pada sambungan yang berhubungan dengan gangguan rematik degeneratif dan luka olah raga adalah beberapa area praktis dari aplikasi lintah.
Peradangan pada dan daerah jaringan penghubung Jaringan penghubung berperanan penting dalam proses kekronisan rasa nyeri, jadi penting juga dalam perencanaan terapi. Gangguan Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 130
metabolisme lokal sering dianggap sebagai penyebab terjadinya pengerasan otot (myogelosis), gejala khas yang sering menemani. Proses nyeri kronis tidak hanya mempengaruhi otot, tapi juga jaringan penghubung di bawah kulit epidermis (subkutaneus) dan jaringan lemak. Gejala nyeri syaraf yang mendalam dan ketegangan (karena misalnya penyakit organ perut) juga dapat mengakibatkan perubahan rasa nyeri (indurasi) dalam jaringan penghubung, sebagaimana dalam otot. Penyebab dari nyeri karena pengerasan jaringan penghubung dan peran dari gerakan spontan pembuluh darah (vasomosi97) yang dikendalikan oleh ketegangan elastis dari sistem syaraf yang meningkat (simpatikotonik98) belum sepenuhnya dimengerti. Perubahan trophik dalam jaringan menghasilkan gejala klinis kurangnya suplai cairan (perfusi) kapiler. Pengerasan pes anserinus yang berhubungan dengan nyeri sendi lutut (gonarthrosis) adalah contoh umum dari jaringan penghubung kronis atau perubahan nyeri pada jaringan penghubung. Keadaan saling mempengaruhi antara jaringan otot aktif dan pasif yang bebannya berlebihan di lutut mengakibatkan iritasi konstan. Ini khususnya terjadi pada daerah lutut tibial, dimana daerah lutut tengah yang mengeras dapat diraba. Daerah ini menunjukkan pengurangan gerakan, pengerasan dan nyeri bahkan dengan tekanan lembut. Nyeri lebih sering terjadi sebagai respon untuk mengangkat atau menggulung lipatan kulit pada daerah tersebut. Ini disebut sebagai respon positif dari tes lipatan kulit Kibler (Gambar 5.9). Melalui inspeksi visual, kulit di daerah yang terkena penyakit, terlihat berwarna ungu kehitaman dan pucat serta berbeda jelas dari sekitarnya. Proses yang sama dapat diteliti pada insersi otot panggul yang lebih besar dan dapat diraba.
97
98
Gerakan berkontraksi dan melebar yang spontan dari pembuluh darah, tidak tergantung dari detak jantung, syaraf atau pernafasan. Vasomosi pertama kali diteliti oleh Jones tahun 1852 Kondisi dimana ketegangan elastis dari sistem syaraf simpatetik (pusat) meningkat, ditandai dengan ketegangan pembuluh darah
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 131
Suatu hal yang mengejutkan ketika banyak pasien dengan nyeri pinggul (coxarthrosis) satu sisi tidak mengalami nyeri hebat di sisi pinggul yang sakit, tapi di sisi “salah” sebaliknya. Ini mengkonfirmasi asumsi bahwa nyeri yang berhubungan, tidak terlalu banyak disebabkan oleh perubahan morfologi dalam sambungan sebagaimana elemen aktif dan pasif pergerakan pada sisi yang menyebabkan ketegangan tambahan. Perubahan penyakit spesifik dalam jaringan penghubung, khususnya pada daerah di samping tulang belakang (paravertebral), adalah indikasi tepat untuk terapi lintah. Secara empiris, banyak terapis akan mengkonfirmasi nyeri pada jaringan penghubung yang berhubungan dengan keberhasilan tinggi terapi lintah. Prosedur klinis untuk diagnosis daerah jaringan penghubung dapat dilihat ringkasannya pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Diagnosis zona jaringan penghubung 1. Pemeriksaan warna kulit dan vasomosi (gerakan syaraf dan otot yang menyebabkan pembuluh darah berkontraksi atau membesar) : penampakan biru kehitaman, pucat, penyumbatan, pembengkakan (edema) atau pengecilan jaringan (atrophy) 2. Palpasi (misalnya tes lipatan kulit Kibler) • Cek apakah ada pelekatan jaringan yang memisahkan otot/organ • Bandingkan volume lipatan kulit dari kedua sisi tubuh • Penilaian konsistensi lipatan kulit 3. Penilaian nyeri • Nyeri cubitan (keras, epikritis), kadang-kadang “nyeri yang nyaman/menyenangkan”
Pada prakteknya, perabaan pada daerah tulang belakang (vertebrogenik) atau di sekitar sendi (periartikular) umumnya memberikan petunjuk tepat dimana lintah sebaiknya diletakkan, dibantu dengan tes lipatan kulit Kibler. Pasien dengan nyeri sendi akut, khususnya yang berhubungan dengan rematik, di Rumah Sakit Essen-Mitte belum diterapi dengan lintah sampai saat ini, karena secara rasional tidak mungkin Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 132
ada penambahan keenceran atau pelebaran pembuluh darah (vasodilator) di tempat pengisian pembuluh darah. Bottenberg (1983) menjelaskan metode terapi lintah untuk infeksi bakteri pada kulit epidermis (erysipelas) yang layak diterapkan untuk menerapi pasien dengan nyeri sendi (arthritis) akut. Menurut metode Bottenberg, lintah diletakkan 5 cm di bagian kepala dekat otak pada batas daerah proses agar meningkatkan pengembalian vena dan limfe. Setelah gejala kemerahan dan panas berkurang sebagai respon dari terapi fisik dan farmakoterapi, terapi lintah dapat sangat berguna untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri pada pasien dengan peradangan sendi (arthritis) karena rematik. Namun, terapi antirematik primer sebaiknya tidak diinterupsi selama terapi. Penebalan dan pengerasan jaringan (indurasi) yang diawali peradangan juga mendapat respon baik setelah diterapi dengan empat hingga enam lintah. Bahu adalah sambungan dengan kisaran gerak terbesar, dimana otot dan urat bergerak dalam beberapa arah yang berbeda. Proses peradangan lokal sering terjadi pada sambungan sistem kerangka otot aktif, yang menghasilkan kisaran terbatas dari gerak bahu. Terjadinya peradangan disertai dengan pengembangan segmen kapsul caudal pasif dan aktif, yang terlipat dan tidak terlipat seperti akordion. Pada penamaan secara universal (nomenclature), kondisi ini disebut periarthropathia humeroscapularis99. Penamaan universal dibutuhkan karena keragaman penyebab dan masalah pengistilahan dapat terjadi ketika mendiagnosis lebih detail. Area pengerasan dapat diraba sepanjang sisi kelompok otot yang telah dijelaskan di atas. Periarthropathia humeroscapularis dapat 99
Periarthropathia humeroscapularis (PHS) adalah malfungsi (gagal berfungsi normal) dari sabuk bahu karena penyakit pada jaringan periartikular dan kapsul sambungan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 133
diterapi dengan kombinasi pengurutan, terapi fisik dan pengukuran yang meningkatkan sirkulasi. Terapi lintah juga dapat digabungkan dengan konsep terapi dan keefektifannya minimal sama. Titik sensitif dalam insersi nyeri otot yang melingkar pada bahu (deltoid100) (Gambar 6.2.a) disebut sebagai gejala fibromialgia. Otot pectoral (Gambar 6.2.b) berkembang dari scapula (tulang pipih berbentuk segitiga di belakang bahu) melintasi persambungan bahu, dan struktur tubuh membentuk pelindung lembut dari persambungan bahu. Gangguan biomekanis dari persambungan bahu menyebabkan struktur tubuh pektoral dan rotator (Gambar 6.2.c) sensitif terhadap peradangan. Terapi lintah dapat direkomendasikan untuk terapi peradangan seperti ini jika otot yang nyeri dapat dicapai oleh lintah.
Gambar 6.2.a
Gambar 6.2.b
Otot deltoid
Otot pectoral
Gambar 6.2.c Otot rotator
Sumber : Wikipedia
Sumber : Wikipedia
Sumber : MedlinePlus
Ketidakcukupan gerakan otot menyebabkan terjadinya pengerasan atau ketebalan jaringan (indurasi). Indurasi mungkin terjadi pada sistem kerangka otot, juga vena permukaan dan jaringan sekelilingnya. Terapi lintah adalah metode efisien untuk menerapi radang vena (phlebitis) dan indurasi residual dalam kedekatan sedang dengan proses peradangan. Pelegaan vena dari tekanan 100
Dalam anatomi manusia, otot deltoid adalah otot yang membentuk kontur melingkar pada bahu.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 134
ortostatis (karena proses berdiri tegak) selama dan hingga 24 jam penting dilakukan setelah terapi lintah. Ini dapat dicapai dengan menempelkan plester elastis pada atau dengan mengangkat kaki. Pasien diinstruksikan untuk mengaktifkan pompa otot dengan mengkontraksi dan merelaksasikan otot betis dan paha selama 10 menit setiap jam ketika kaki diangkat. Daerah indurasi terlihat lebih lembut dan berwarna ungu kehitaman yang gelap serta menjadi lebih pucat setelah tiga hingga empat kali terapi dengan paling banyak enam lintah. Efek analgesik (penghilang rasa nyeri) sebaiknya diperhatikan setelah sesi pertama. Secara ringkas, gejala nyeri kerangka otot yang berhubungan dengan ketegangan otot sekunder, daerah jaringan penghubung, dan myogelosis (pengerasan otot) adalah indikasi sesuai untuk terapi lintah. Pada terapi yang komprehensif sebaiknya secara ideal terapi lintah dikombinasikan dengan terapi fisik dan latihan olah raga fisik. Efek analgesik (penghilang rasa nyeri) yang cepat dari terapi lintah akan menghasilkan prasyarat fungsional yang lebih baik untuk pengukuran terapi fisik. Daerah aplikasi lintah sebaiknya dipilih berdasarkan penemuan lokal, khususnya di titik pemicu dan daerah nyeri yang disebabkan ketegangan otot dan pengerasan otot (myogelosis).
Referensi Tambahan Bottenberg H. Die Blutegelbehandlung, 3rd ed. Stutgart: Hippokrates, 1983.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 135
7. Terapi Lintah dalam Bedah Plastik Teori Pada pengobatan modern, bedah plastik adalah indikasi utama untuk merekonstruksi kerusakan kulit akibat kecelakaan, terbakar, reseksi tumor atau gangguan penyembuhan luka pasca operasi. Dalam sejarah, kesuksesan penggunaan lintah, khususnya Hirudo medicinalis untuk menerapi terhambatnya aliran darah pada kulit yang ditransplantasi (flap) setelah operasi plastik, terutama pada bedah wajah, telah dikenal selama lebih dari satu abad. Laporan pertama mengenai keberhasilan penerapan lintah adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah dalam tranplantasi kulit hidung (nasal skin graft) (Blandin, 1836) dan kulit yang ditransplantasi (skin flap) karena penyumbatan vena (Derganc, 1960). Dieffenbach (17921847) ahli bedah Berlin, Jerman dipercaya sebagai salah satu bapak ahli bedah wajah modern, menjelaskan 17 kasus keberhasilan penggunaan lintah setelah bedah plastik. Saat ini lintah medis sering digunakan untuk menyembuhkan komplikasi pasca operasi di kulit yang ditransplantasi secara lokal (free plap), transplantasi kulit bertangkai (pedicle flap) dan transplantasi bedah kecil yang biasanya dilakukan di daerah wajah. Lintah digunakan jika penyembuhan transplantasi berisiko karena komplikasi hemodinamis atau tidak berfungsinya vena. Penyumbatan vena adalah komplikasi kritis yang membutuhkan perhatian, biasanya terjadi segera setelah operasi. Terapi lintah berguna untuk memulihkan aliran darah di jaringan yang rusak. Jika pemompaan darah lokal telah diperbaiki, penyembuhan luka dan integrasi dari transplantasi dapat berproses.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 136
Studi Kasus Kasus 1 Seorang pasien wanita menderita tumor ganas (carcinoma) dekat ujung hidung. Terapi yang dilakukan terdiri dari pembedahan dan perbaikan lokasi kulit yang ditransplantasi (flap island). Setelah pembedahan, terdapat tanda-tanda penyumbatan vena. Dua ekor lintah diletakkan pada ujung hidung yang ditransplantasi untuk mengalirkan kelebihan darah. Sirkulasi darah segera meningkat secara signifikan dan pasien sembuh total tanpa ada komplikasi lebih lanjut (Gambar 7.1-7.3).
Gambar 7.1-7.3. Dua lintah diletakkan pada ujung hidung yang ditransplantasi (Kiri). Pada tahap penyembuhan, bekas di daerah terapi masih terlihat, situasi sirkulasi dinormalkan dan transplantasi dijalankan secara penuh (tengah). Setelah enam bulan proses penyatuan berjalan sempurna (kanan) Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 137
Kasus 2 Seorang gadis pipi kanannya terluka karena digigit kuda. Gigi depan kuda mengoyak penuh kekuatan penutup jaringan kulit di pipi kanan dan meremukkan jaringan di daerah penutup tengah. Luka langsung diterapi dan dijahit. Namun, penyumbatan vena berkembang, menjadi ungu kehitaman, karena kekurangan darah pada jaringan yang remuk. Terapi dengan satu gigitan lintah segera dilakukan dan situasi sirkulasi menjadi normal kembali (Gambar 7.4-7.7). Setelah beberapa tahun, syaraf muka berfungsi normal dan tidak ada kontraksi luka pada saat gadis itu tersenyum.
Gambar 7.4. Seekor kuda menggigit pipi kanan seorang gadis hingga terkoyak dan remuk
Gambar 7.6. LIntah diletakkan di daerah bermasalah pada penutup kulit (skin flap)
Gambar 7.5. Perubahan ungu kehitaman di sepanjang sisi luka, karena kekurangan darah secara serius dan kematian sel (necrosis) pada jaringan yang terluka
Gambar 7.7. Setelah beberapa tahun, seluruh penutup kulit dan fungsi syaraf wajah utuh kembali. Tidak ada kontraksi pada saat pasien tersenyum
Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 138
Kasus 3 Kulit penutup bertangkai (flap pedicle) digunakan untuk memperbaiki bagian tubuh pasien yang cacat. Penyumbatan vena dapat terjadi bahkan sebelum dilakukan penggantian kulit. Setelah terapi lintah dilakukan beberapa kali, sirkulasi darah meningkat dan kondisi transplantasi menjadi terkendali. Teknik transplantasi jaringan kulit bertangkai (flap pedicled tubed), dimana jaringan suplai darah tidak dipotong tapi dibiarkan tetap melekat di tubuh donor, dijelaskan oleh dokter gigi asal Berlin, Hugo Ganzer, pada tahun 1917. Teknik ini saat ini jarang digunakan, tapi masih berguna dalam sejumlah kecil indikasi (Gambar 7.8).
Gambar 7.8 Setelah terjadi perubahan warna ungu kehitaman, dua lintah diletakkan di daerah terjauh dari jaringan kulit penutup Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman
Kasus 4 Seorang pasien yang terkena kanker ganas (sarcoma) dibedah kaki kanannya. Kerusakan pada kaki kanan ditutupi oleh kulit penutup yang dirotasi secara lokal. Kekurangan suplai darah menuju luka (hypoperfusion) terjadi setelah operasi dalam daerah kritis transplantasi. Terapi lintah segera dilakukan, menghasilkan sirkulasi yang kembali normal. Keseluruhan organ yang ditransplantasi berada dalam kondisi terkendali (Gambar 7.9 dan 7.10).
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 139
Gambar 7.9 Pemompaan darah yang buruk di daerah kulit sepanjang batas transplantasi
Gambar 7.10 Terapi lintah menghentikan pembatasan progresif karena proses transplantasi dan menghindarkan kematian jaringan (flap necrosis).
Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman
Kasus 5 Pasien memiliki kanker ganas (carcinoma) di daerah wajah bagian kanan (Gambar 7.11). Terapi yang dilakukan terdiri dari pemotongan dan rekonstruksi. Penutup kulit multilapis digunakan untuk merekonstruksi bagian pipi dan pulau penutup kulit diambil dari garis tawa (nasolabial)101 untuk merekonstruksi daerah dekat lubang hidung dimana pipi bertemu dengan ujung hidung (nasal alar)102. Suplai darah ke dalam “pulau” menjadi terhambat setelah pembedahan. Lintah kemudian diletakkan di daerah “pulau” yang suplai darahnya kurang. Akhirnya, penyembuhan luka dapat diproses dengan signifikan, tanpa adanya kehilangan kulit.
101
Lipatan nasolabial, biasanya dikenal dengan "garis senyum" atau "garis tawa ", adalah bagian wajah. Terdisi dari dua lipatan kulit yang ada di masing-masing sisi hidung menuju ke sudut mulut. Lipatan itu memisahkan pipi dari bibir atas. Istilah nasolabial diturunkan dari bahasa Latin nasus yang berarti "hidung" dan labium yang berarti "bibir" 102 Nasal alar adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan daerah dekat lubang hidung dimana pipi bertemu dengan ujung hidung. Biasanya itu ditempat garis senyum atau tawa (nasolabial) dimulai
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 140
Gambar 7.11 Seekor Lintah medis diletakkan di bekas operasi jaringan flap Foto : University hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman
Kasus 6 Pasien yang sedang dimasukkan pipa ke dalam saluran rongga tubuhnya (intubasi), atau tracheostoma (Gambar 7.12) menjalani pembedahan tumor besar di daerah kepala dan leher. Kekurangan suplai darah menuju lidah terjadi setelah pembedahan, yang berhasil diatasi dengan meletakkan seekor lintah pada lidah. Lubang mulut dihalangi dengan sebuah tampon untuk menghindarkan lintah masuk ke dalam perut dan usus. Seorang petugas mengawasi secara kontinu tempat diletakkannya lintah.
Gambar 7.12 Hipoperfusi (kurangnya sulai darah) dengan perubahan warna biru kehitaman pada lidah. Lintah diletakkan dekat dengan ujung lidah. Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 141
Referensi Tambahan 1. Derganc M.Zdravic F. Venour congestion of flaps treated by application of leeches, British Journal of Plastic Surgery 1960; 13:187-192 2. Sawyer RT. Johann Friedrich Dieffenbach. Successful use of leeches in plastic surgery. British Journal of Plastic Surgery 2000; 63:245-247
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 142
8. Kontraindikasi Pengetahuan mengenai kontraindikasi, atau jika pada pasien ditemukan ada indikasi atau gejala penyakit berikut ini, maka terapi lintah tidak dianjurkan, untuk menghindarkan terjadinya kesalahan praktek yang dapat berakibat negatif.
Pembekuan darah tak terkendali (Hemophilia), pasien yang mengkonsumsi anti pengentalan darah Terapi lintah tidak dapat diterapkan pada pasien yang menderita hemophilia, yaitu perdarahan yang tidak terkendali, baik bawaan sejak lahir maupun adopsi. Terapi lintah juga tidak dapat diterapkan pada pasien yang mengkonsumsi obat kimia sintetis anti pengentalan darah seperti Marcumar, warfarin, heparin atau heparinoid. Pasien sebaiknya secara khusus ditanya apakah mereka memiliki kecenderungan memiliki perdarahan secara tidak normal. Sebuah penelitian pernah dilakukan di Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman, dimana pasien mengalami perdarahan ekstrem yang berlangsung lama akibat gigitan lintah. Penelusuran ke belakang membuktikan bahwa pasien tidak memperhatikan kecenderungan perdarahan yang meningkat pada dirinya. Pasien yang mengkonsumsi aspirin dan clopidogrel secara terpisah dapat menjalani terapi lintah, tetapi jumlah lintah yang digunakan sebaiknya dikurangi pada sesi pertama pengobatan, dan pasien perlu ditanya mengenai kecenderungan perdarahan yang dialaminya. Namun jika pasien mengkonsumsi clopidogrel dan aspirin bersamaan, maka clopidogrel harus dihentikan lima hari sebelum terapi lintah, jika secara medis memungkinkan.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 143
Jika pasien mengkonsumsi minyak ikan dosis tinggi (Gambar 8.1.a) atau produk gingko biloba103 (Gambar 8.1.b), perdarahan setelah terapi lintah dapat sangat signifikan lamanya. Pasien tersebut untuk sementara waktu sebaiknya menghentikan konsumsi obatobatan ini sebelum menjalani terapi lintah.
Gambar 8.1.a
Gambar 8.1.b
Minyak ikan
Daun Ginko
Sumber : Media Indonesia
Sumber : Wikipedia
Kekurangan sel darah merah (anemia) Pasien yang menderita kekurangan sel darah merah (anemia) atau penyakit penekanan sum-sum tulang belakang (bone-marrow suppression), tidak dapat menjalani pengobatan yang sifatnya melakukan perpindahan darah, seperti terapi lintah.
103
Ginkgo (Gingko Biloba) merupakan spesies tunggal dari salah satu divisio anggota tumbuhan berbiji terbuka yang pernah tersebar luas di dunia. Pada masa kini tumbuhan ini diketahui hanya tumbuh liar di Asia Timur Laut, namun telah tersebar luas di berbagai tempat beriklim sedang lainnya sebagai pohon penghias taman atau pekarangan. Bentuk tumbuhan modern ini tidak banyak berubah dari fosil-fosilnya yang ditemukan.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 144
Radang lambung (gastritis) yang parah dan perdarahan potensial pada lambung dan usus (gastrointestinal) Perdarahan pada lambung dan usus bagian atas terjadi pada pasien keesokan hari setelah menjalani terapi lintah di sebuah rumah sakit di Jerman, dimana pasien tersebut menderita radang lambung parah. Kejadian merugikan ini juga dilaporkan pada pasien lain dengan penyakit coronary artery104, yang mengelilingi jantung. Pasien tersebut mengkonsumsi aspirin untuk mencegah pengumpulan trombosit. Terapi lintah sebaiknya tidak dilakukan pada pasien yang menderita peradangan lambung yang parah karena efek sistemik dari hirudin pada air liur lintah berpotensi meningkatkan risiko perdarahan pada lambung dan usus. Gambar 8.2 Gambar mikro dari coronary artery dengan bentuk yang paling umum yaitu penyakit atherosclerosis ditandai dengan penyumbatan dinding arteri. Sumber : Wikipedia
Infeksi akut Pengalaman menunjukkan terapi lintah pada penyakit infeksi akut akan mengakibatkan kelemahan pada pasien dan gangguan dalam penyembuhan lukanya. Berdasarkan konsep yang lebih luas dari 104
Coronary artery disease (CAD); atau penyakit jantung atherosclerotic adalah hasil akhir dari akumulasi bercak karena pengumpulan lemak secara tidak normal di selaput arteri (atheromatous plaques) yang mensuplai myocardium (otot jantung) dengan oksigen dan nutrisi. Kadang-kadang disebut juga dengan coronary heart disease (CHD), walaupun CAD adalah penyebab utama CHD dan bukan satu-satunya
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 145
pengobatan naturopatik dan patologi humoral, setiap pengobatan yang mengeluarkan darah pada pasien yang menderita infeksi biasanya bersifat kontraproduktif dan tidak direkomendasikan. Pada bedah plastik dan rekonstruktif, dimana terapi lintah dilakukan pada pasien dengan beberapa infeksi, maka pasien juga dianjurkan untuk menggunakan antibiotik bersamaan dengan terapi lintah.
Gangguan pada organ dan imunitas tubuh yang serius (immunosuppression) Terapi lintah tidak direkomendasikan pada pasien yang memiliki beberapa gangguan atau ketidakstabilan organ (chemotherapy)105, penyakit keras dan kronis yang menyerang organ statis seperti cirrhosis106 (penyakit hati kronis, gangguan pengentalan darah), gangguan jaringan penghubung, yang sedang menjalani cuci darah (dialysis107), tidak berfungsinya kekebalan tubuh (imunitas), dan gangguan pada organ penghasil darah.
105
Chemotherapy (kadang disebut cancer chemotherapy) adalah penanganan kanker dengan obat antineoplastic atau dengan kombinasi obat ke dalam regimen penanganan yang terstandarisasi. Umumnya chemotherapy membunuh sel yang berkembang sangat cepat, salah satu ciri kebanyakan sel kanker. Ini berarti juga sel yang merugikan dan berkembang di dalam lingkungan normal yaitu sel tulang belakang, saluran pencernaan dan kantung rambut. Efek samping berupa myelosuppression (produksi sel darah berkurang), saat ini juga berkurangnya kekebalan tubuh (immunosuppression), mucositis (peradangan dalam jalur pencernaan) dan alopecia (kerontokan rambut). 106 Sirosis hati adalah jenjang akhir dari proses fibrosis hati yang merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous, sehingga sel-sel hati akan kehilangan fungsinya. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh minuman keras, hepatitis B dan C dan gemuk penyakit hati tetapi telah banyak kemungkinan penyebab lain. 107 Dalam dunia pengobatan, dialysis (dari bahasa Latin "dialusis", berarti disolusi, "dia", artinya melalui, and "lysis" artinya membebaskan, adalah proses untuk membuang sampah dan kelebihan air dalam darah, dan digunakan untuk penggantian buatan dari fungsi ginjal pada orang yang gagal ginjal. Dialysis dapat digunakan pada orang yang mengalami gangguan ginjal akut stadium 5. Bentuk selanjutnya dapat berkembang selama bulanan atau tahunan hingga transplantasi ginjal dapat dilaksanakan atau kadang-kadang ini adalah satu-satunya dukungan pengukuran bagi orang yang tidak dapat menerima transplantasi ginjal
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 146
Terapi lintah dapat dilakukan bersamaan dengan terapi antibiotik jika pasien memiliki kekentalan darah yang normal, kecuali jika pasien menderita anemia atau kurangnya respon imunitas pada tubuhnya, jika ada indikasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Terapi lintah adalah kontraindikasi untuk penderita infeksi HIV, cachexia108, yaitu kelainan kesehatan karena keadaan malnutrisi yang buruk. Terapi lintah dapat dilakukan pada pasien yang sedang mengkonsumsi corticosteroid dosis rendah dan sedang, dan jika pasien tidak memiliki sejarah gangguan pada penyembuhan luka atau perubahan kulit yang berhubungan dengan cortisone, dikenal dengan “cortisone skin”.109
Gambar 8.3 Kulit cortisone Sumber : Dermaclub
Alergi yang sensitif dan parah (allergic diathesis) Pada pasien yang alergi terhadap protein tertentu, kemungkinan akan bereaksi juga terhadap protein asing pada air liur lintah. Terapi lintah tidak direkomendasikan pada pasien dengan sejarah alergi yang sensitif dan reaksi sistemik yang parah. Terapi lintah dapat dilakukan bersamaan dengan terapi antihistamin, jika pasien hanya memiliki reaksi yang ringan atau intoleransi (ketidaksabaran terhadap gangguan) yang tidak pasti.
108
109
Cachexia berasal dari bahasa Yunani κακός kakos "buruk" and ἕξις hexis "kondisi")[1] atau gejalanya adalah kehilangan berat badan, pengecilan otot, kelelahan, kelemahan dan kehilangan nafsu makan. Cortisone adalah hormon steroid. Salah satu dari hormon utama yang dilepaskan oleh kelenjar adrenalin sebagai respon terhadap stres
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 147
Alergi Alergi merupakan gangguan kepekaan atau reaksi yang berlebihan dari tubuh terhadap benda-benda tertentu (alergen). Alergi sering menyerang orang yang tubuhnya sensitif terhadap rangsangan-rangsangan dari luar ataupun dari dalam tubuh. Reaksi yang berlebihan tersebut terulang kembali jika tubuh kemasukan lagi benda asing (alergen) yang sama. Penyebab Alergen berupa bahan makan tertentu, debu, serbuk sari bunga, bulu binatang, bantal kapuk, atau obat-obatan tertentu. Bahan allergen masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan, suntikan atau terpapar kulit. Gejala dan tanda-tanda 1. Gatal-gatal di kulit dengan bentol-bentol yang besar, atau kulit merah, panas pada mata, rangsangan pada tenggorokan, sesak nafas, atau asma 2. Alergi yang berat menimbulkan kejutan alergi yang dapat membuat penderita pingsan Perawatan : Hindari benda-benda yang dapat menyebabkan alergi. Jika disebabkan oleh makanan atau obat-obatan tertentu, hentikan pemakaiannya Pengobatan herba: Untuk diminum : 15 g sambiloto, 30 g temulawak, kupas, potong-potong, 30 g meniran, cuci bersih rebus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc lalu saring, minum dua kali sehari. Atau 100 cc cuka beras hitam (rice vinegar), 30 g jahe ditumbuh, gula merah secukupnya. Rebus semua bahan dengan 300 cc air hingga mendidih, minum hangat-hangat. Pemakaian luar : 60 g patikan Cina, 10 lembar daun sirih, cuci bersih, lalu rebus dengan 600 cc air hingga mendidih, setelah dingin, gunakan untuk mencuci ruam kulit yang gatal karena alergi. Atau 25 g kunyit yang tua, kupas, 30 g sambiloto segar, cuci kunyit dan sambiloto hingga bersih, haluskan. Oleskan pada bagian kulit yang gatal karena alergi. Sumber : Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma, “Ramuan lengkap herbal taklukkan penyakit”, Pustaka Bunda, 2008.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 148
Kehamilan (pregnancy) Terapi yang melibatkan pengambilan darah secara umum bersifat kontraindikasi pada kehamilan. Selain itu, terapi lintah dapat mengakibatkan efek samping yang membutuhkan penanganan dengan obat kimia sintetis.
Gangguan penyembuhan luka umum dan lokal Gigitan lintah dapat menjadi komplikasi lokal pada pasien dengan gangguan pada penyembuhan luka, misalnya diabetes mellitus (kencing manis). Sejarah pasien harus dievaluasi untuk menentukan apakah ada kontraindikasi. Pada pasien dengan area terlokalisasi yang mengalami gangguan penyembuhan luka, misalnya bisul di kaki, lintah tidak dianjurkan untuk diletakkan langsung pada luka, karena berpotensi munculnya bisul baru.
Tidak ada Ijin dari Pasien Terapi lintah tidak dapat dilakukan tanpa ijin dari pasien, sebab itu direkomendasikan untuk menggunakan bentuk ijin tertulis yang sama dengan pada pengobatan yang bersifat pelukaan lainnya. Pada konsultasi pertama, terapis perlu mendapatkan tanda tangan pasien dan memberikan pasien informasi tertulis yang menjelaskan mengenai prosedur terapi lintah (lihat Lampiran).
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 149
Binahong : Obat luka super ampuh !! Cara pemakaian : daun dan batang ditumbuk halus kemudian dioleskan pada bagian yang sakit. Bahan ini dapat digunakan untuk menyembuhkan memar karena terpukul, kena api (panas), rheumatik, pegal linu, nyeri urat, perawatan kulit.
Anredera cordifolia tanaman menjalar famili basellaceae yang lebih dikenal dengan nama Binahong sejak lama telah digunakan masyarakat luas untuk membantu proses penyembuhan berbagai penyakit. Antara lain untuk mengeringkan luka, menambah stamina, mengobati rheumatic, mempercepat penyembuhan stroke, dll. Beberapa penelitian mendapati kandungan saponin triterpenoid, flavonoid-senyawa yang memiliki berbagai bioaktivitas, termasuk analgesik dan antiinflamasi-, dan minyak atsiri dalam daun binahong. Terlebih tanaman binahong juga terbukti mengandung anti bakteri dan antivirus.
Jauh di Vhavenda Afrika Selatan, Binahong dipercaya memiliki daya sembuh yang luar biasa khususnya untuk pengobatan penyakit seksual (PMS) dan AIDS. Sedangkan di daratan Cina sejak ribuan tahun lalu tanaman yang dikenal dengan nama Dheng San Chi ini telah dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Konon tanaman ini juga wajib dikonsumsi oleh warga Vietnam ketika melawan tentara Amerika Serikat. Mereka percaya mengkunsumsi binahong secara rutin ternyata dapat meningkatkan stamina dan menyembuhkan luka luar maupun dalam akibat tembakan maupun goresan senjata tajam. Dari berbagai sumber
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 150
9. Keamanan dan efek samping dari terapi lintah Komplikasi yang serius jarang ditemukan pada terapi lintah. Jika prosedur terapi dijalankan secara tepat dan memperhatikan kontraindikasi, maka efek sampingnya akan minimal. Efek samping yang biasanya terjadi adalah rasa nyeri lokal dan rasa gatal sementara. Karena itu sebelum diterapi, pasien sebaiknya menandatangani formulir perijinan yang menjelaskan efek samping terapi. Analisis berikut disusun berdasarkan dokumentasi keberhasilan, laporan kasus dan pengamatan pribadi, termasuk data pengendalian kualitas beberapa efek samping terapi pada penyakit persendian karena menurunnya fungsi organ tubuh.
Nyeri lokal selama terapi Persepsi dari nyeri lokal ini bervariasi. Kebanyakan pasien menggambarkan rasa nyeri yang berlarut-larut segera setelah lintah menggigit dan lamanya sekitar satu hingga lima menit. Semakin banyak air liur memasuki jaringan, efek anestetis (mati rasa) mulai bereaksi. Kuatnya nyeri gigitan lintah biasanya digambarkan sebagai “terasa lembut” atau “dapat diabaikan”, tergantung ambang rasa sakit tiap orang. Beberapa pasien merasakan nyeri yang semakin hebat, mirip sengatan lebah. Kisaran penilaian nyeri mulai dari “sulit dirasakan”, “terasa lembut” (seperti terkena tanaman berdaun gatal) hingga “sama dengan sengatan lebah” (sangat jarang). Sedikit (kadang-kadang lebih kuat) sensasi menarik secara ritmis biasanya dirasakan dalam satu hingga tiga menit pertama gigitan.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 151
Apakah gigitan dirasakan sebagai “nyeri” atau “tidak dirasakan sama sekali” tergantung dari kepribadian masing-masing, namun juga konsentrasi pada gigitan atau pendapat mengenai terapi lintah. Ukuran rahang, kuatnya gigitan dan hisapan, volume dan komposisi air liur lintah, semua sangat berperan. Kebanyakan orang bahkan tidak memperhatikan gigitan lintah, misalnya ketika digigit di dalam air dan perhatiannya terfokus pada sesuatu yang lain. Seringkali, semakin pasien terfokus pada kekuatiran terhadap gigitan lintah, semakin tinggi persepsi nyerinya. Terapis sebaiknya mengingat hal ini selama tahap persiapan dan selama terapi. Pengalihan terhadap sesuatu yang lain kadang-kadang dapat membantu atau dapat juga membiarkan pasien mengenal lintah terlebih dulu dan diyakinkan pada kehandalan terapi.
Gatal-gatal lokal Gatal-gatal sementara pada bekas gigitan lintah dalam beberapa hari pertama setelah terapi adalah biasa dan jangan dianggap sebagai reaksi alergi. Pada penelitian mengenai keberhasilan terapi lintah terhadap pasien penderita nyeri karena menurunnya fungsi sendi (osteoarthritis110) lutut, kira-kira 70% pasien yang diterapi merasakan gatal-gatal lokal yang berakhir rata-rata dua hari setelah terapi. Frekuensi gatal-gatal lebih kuat terjadi pada persendian yang jauh dari struktur sentral atau bagian tengah tubuh (peripheral), misalnya jempol. Berdasarkan penilaian empiris, terjadinya gatal-gatal ini lebih berkurang pada persendian besar dan daerah tulang belakang (vertebrogenik). Pasien sebaiknya diberitahu efek samping terapi, sehingga tidak menggaruk bekas gigitan lintah, khususnya setelah penutupan luka 110
Kerusakan tulang rawan yang kronis pada persambungan terjadi biasanya di usia pertengahan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 152
awal, karena sering dapat menunda penyembuhan. Para ahli merekomendasikan obat lokal yang mendinginkan (seperti diberi dadih (bagian kental susu untuk dibuat keju), pembalut lembab yang dingin, atau cuka. Untuk beberapa rasa gatal, produk antigatal atau obat antihistamin dapat digunakan. Beberapa terapis memberi resep antihistamin untuk pasien dengan sejarah reaksi gatal dan kulit merah. Laporan terpisah menjelaskan adanya pengulangan gatal-gatal ringan pada situasi tertentu (misalnya temperatur tinggi) dalam beberapa bulan setelah rangkaian terapi.
Habbatussauda (Jinten Hitam) anti Histamin alami Habbatussauda/jinten hitam diresepkan oleh Nabi Muhammad SAW. Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: "Sungguh dalam habbatus sauda' itu terdapat penyembuh segala penyakit, kecuali as-sam." Saya bertanya, "Apakah as-sam itu?" Beliau menjawab, "Kematian". Manfaat Habbatussauda: • Menguatkan sistem kekebalan tubuh • Meningkatkan daya ingat dan konsentrasi • Menetralkan racun dalam tubuh • Mengatasi gangguan tidur dan stress • Anti histamin. Histamin adalah sebuah zat yang dilepaskan oleh jaringan tubuh yang memberikan reaksi alergi seperti pada asthma bronkial. Minyak yang dibuat dari Habbatussauda' dapat mengisolasi dithimoquinone. Minyak ini sering disebut nigellone yang berasal dari volatile nigella. Pemberian minyak ini berdampak positif terhadap penderita asthma bronkial. • Memperbaiki saluran pencernaan • Melancarkan air susu ibu • Memiliki zat anti tumor dan anti kanker Sumber : Thibbun Nabawi dan HPA
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 153
Darah rendah (hypotension) dan serangan pingsan (vasovagal) Pasien dengan sejarah serangan vasovagal111 atau sinkop (pingsan) sebelum dilakukan metode terapi pelukaan (invasif) lainnya mungkin juga akan bereaksi sama di awal atau selama terapi lintah. Sebuah survei menunjukkan serangan vasovagal terjadi pada satu dari 1000 terapi lintah yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Jerman. Jadi, terapis sebaiknya selalu bertanya mengenai sejarah serangan pingsan sebelumnya pada pasien sebelum prosedur seperti pengambilan sampel darah atau akupunktur. Untuk mencegah terjadinya serangan pingsan, pasien sebaiknya minum banyak cairan sebelum dan selama terapi, dan terapi sebaiknya dilakukan pada situasi yang tenang ketika pasien sedang berbaring. Kasus dua pasien rawat jalan yang memiliki tekanan darah rendah dan kehilangan kesadaran sementara waktu (vasodepresor sinkop112) setelah terapi lintah juga diteliti. Kedua pasien diketahui memiliki tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan penyumbatan arteri, dan minum obat antihipertensi tiga buah, dimana mereka meminumnya seperti biasa. Beberapa jam setelah terapi, kedua pasien mengalami serangan pingsan ringan. Penting untuk diingat, terapi lintah memiliki efek antihipertensi. Pasien sebaiknya minum banyak cairan. Jika arus darah yang keluar dari bekas gigitan lintah kuat, tekanan darah pasien sebaiknya dimonitor dan obat antihipertensi dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan. 111
112
Vasovagal episode atau vasovagal response atau vasovagal attack (juga disebut neurocardiogenic syncope) adalah ketidaknyamanan fisik karena adanya pengaruh syaraf campuran (vagus nerve). Jika mengarah pada syncope (pingsan) dinamakan vasovagal syncope, tipe pingsan paling umum terjadi Vasodepressor syncope: kehilangan kesadaran sementara waktu dalam jenis situasi yang khusus. Situasi yang memicu terjadinya reaksi ini adalah berbeda-beda termasuk ketika diambil darah, ketegangan sampai membuang air seni (urinating), gerakan usus atau batuk. Reaksi ini dapat juga berhubungan dengan stres emosional atau nyeri
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 154
Kehilangan darah Terapi lintah selalu berhubungan dengan tingkat kehilangan darah tertentu, dimana secara medis tidak berbahaya dalam banyak kasus. Pada percobaan klinis oleh Michelsen dkk, rata-rata kehilangan hemoglobin adalah 0,7 mg/dL. Namun, pengamatan yang diteliti secara terpisah berupa terjadinya perdarahan lanjutan (afterbleeding) yang kuat dan turunnya hemoglobin113, karena lintah secara tidak sengaja diletakkan langsung di vena permukaan. Berdasarkan catatan Rumah Sakit Essen-Mitte, penurunan hemoglobin yang secara klinis berbahaya adalah >3 mg/dL terjadi setelah terapi lintah pada dua pasien, dimana salah satu pasien membutuhkan transfusi darah (setelah diterapi dengan enam lintah untuk nyeri karena penurunan fungsi (osteoarthritis) lutut. Setelah ditelusuri ke belakang, salah satu pasien mengatakan pernah mengalami perdarahan lama akibat luka di masa lalu. Pada kasus yang lain, perdarahan lanjutan dari gigitan lintah berakhir setelah 36 jam dan harus dihentikan dengan jahitan di kulit. Tes pengentalan darah yang panjang lebar dilakukan tapi tidak memperlihatkan adanya gangguan spesifik pengentalan darah. Anamnesa (pengetahuan riwayat pasien) atas kejadian sebelumnya mengenai gangguan perdarahan adalah penting, dan pasien sebaiknya secara khusus ditanya mengenai hal itu. Jika anti pengentalan darah diresepkan, maka sejumlah kecil lintah (tiga hingga empat) sebaiknya digunakan pada awal terapi. Tekanan darah sebaiknya selalu diukur sebelum melakukan terapi lintah dan terapis sebaiknya tidak menggunakan lebih dari 12 lintah dalam satu kali terapi.
113
Senyawa protein yang terdiri dari heme dan globin yang memberikan karakteristik warna ada sel darah merah, berfungsi utama mentransfer oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 155
Lemahnya penyembuhan luka, superinfeksi dan alergi Setelah lintah menjatuhkan diri, luka berbentuk tiga gigitan biasanya akan membengkak selama 24-48 jam disertai dengan perasaan ketegangan lokal, panas, dan memerah. Noda darah kecil (ecchymoses)114 berkembang di bawah kulit di sekeliling gigitan lintah. Pengumpulan darah yang lebih besar biasanya jarang terjadi. Seperti pada luka memar di permukaan, noda darah diawali dengan ungu kemerahan, lalu berubah menjadi kuning dan akhirnya hilang dalam waktu sekitar dua minggu. Peradangan lokal kadang-kadang disertai adanya puncak jerawat pada gigitan, biasanya merupakan masalah yang relatif umum terjadi disertai dengan rasa gatal. Peradangan ini biasanya reda secara cepat ketika didinginkan dan tidak diganggu. Penyebab gangguan penyembuhan luka ini tidak diketahui. Penanganan tidak tepat, khususnya pemberhentian dini perdarahan luka lanjutan, pemijitan kepala lintah dengan tang penjepit, pemindahan lintah dengan kekerasan sebelum selesai makan, dan pemeliharaan lintah di air yang tidak segar, seringkali menjadi penyebab potensial. Namun, ini telah diteliti terjadi setelah penanganan lintah secara tepat dalam kasus terpisah. Secara teoritis, infeksi lokal dengan Aeromonas hydrophilla adalah penyebab potensial, namun tidak ada kejadian mikrobiologi sejauh ini dari keberadaan Aeromonas hydrophilla dalam luka pasien yang diterapi. Beberapa peradangan lokal sering disebabkan kontaminasi luka lanjutan atau iritasi mekanis, seperti garukan dan gosokan. Berdasarkan survei rumah sakit, banyak peradangan lokal terjadi dalam tiga kasus terpisah: satu pasien menderita infeksi 114
Istilah medis untuk perdarahan di subkutaneus lebih besar 1 cm atau hematoma, biasanya disebut luka memar, dapat berlokasi di kulit atau dalam jaringan lendir
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 156
bakteri terhadap kulit epidermis (erysipelas115) (Gambar 9.1.a) dan dua pasien menderita peradangan saluran limfatik 116 (lymphangitis ) (Gambar 9.1.b) menengah. Semua kasus diselesaikan dengan cepat dengan terapi antibiotik cephalosporin dan atau anti gyrase. Pematuhan yang ketat terhadap peraturan kontraindikasi dan rekomendasi tempat aplikasi yang tepat akan meminimasi risiko peradangan lokal. Pada kasus yang kurang jelas dimana pasien mengalami kulit memerah yang nyeri dan berkelanjutan, khususnya jika berhubungan dengan peningkatan temperatur, terapis sebaiknya memberikan antibiotik secepatnya. Penyakit yang tergolong tidak ganas, tapi memiliki gambaran klinis dan historis yang ganas (pseudolymphomas) mungkin jarang terjadi, pengkristalisasian jerawat disebabkan reaksi gigitan serangga (arthropod reaction) pada gigitan lintah. Saat ini, tidak ada data untuk menilai frekuensi akurat dari efek samping ini. Menurut para ahli, tiga dokumentasi dan konfirmasi kasus telah dilaporkan. Sulit untuk membedakan gangguan penyembuhan luka lanjutan dari reaksi alergi potensial. Data akurat mengenai frekuensi reaksi alergi pada gigitan lintah tidak tersedia. Rasa gatal lokal, efek samping yang biasa terjadi, sebaiknya tidak diinterpretasikan sebagai reaksi alergi. Reaksi alergi yang pasti seperti gigitan serangga dan pembengkakan pada organ penggerak (lokodistan) dilaporkan pada kasus terpisah yang sedikit. Namun, gejala terlokalisasi, misalnya kemerahan kulit karena luka, infeksi atau radang (reflex erythema117) (Gambar 9.1.c), kulit cepat memerah 115
Infeksi bakteri streptococcus terhadap epidermis dalam dengan penyebaran Lymphatic Peradangan saluran lymphatic yang terjadi sebagai hasil dari infeksi pada jarak yang jauh dari saluran. Kasus yang umum terjadi untuk lymphangitis pada manusia ialah Streptococcus pyogenes (Group A strep). Lymphangitis juga kadang-kadang disebut "keracunan darah” (blood poisoning) 117 Dari bahasa Yunani erythros artinya merah, yaitu kemerahan pada kulit, disebabkan hyperemia dari kapiler dalam lapisan kulit yang lebih rendah, terjadi jika kulit mengalami luka, infeksi atau peradangan. Erythema tidak berkaitan dengan wajah menjadi merah karena malu (nervous blushes) 116
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 157
(urticarial dermographism118) (9.1.d) pada individu yang memiliki emosi abnormal (psychovegetative119) atau labil telah diteliti lebih sering terjadi. Kasus yang lebih lama menjelaskan kejadian alergi yang hipersensitif (shock anaphylastic120) (Gambar 9.1.e) jangka pendek setelah aplikasi enam lintah pada pelipis.
Gambar 9.1.a. Erysipelas di wajah karena serbuan bakteri Streptococcus
Gambar 9.1.c Gambar 9.1.b. Lymphangitis Sumber : Academic of Lymphatic Study
Sumber : Wikipedia
Sumber : Wikipedia
Gambar 9.1.d Dermatographic urticaria kadang-kadang disebut "skin writing" (tulisan kulit) Sumber : Wikipedia
Karakteristik ruam “mata sapi” dari erythema
Gambar 9.1.e Ruam di punggung orang yang menderita anaphylaxis.Sumber : Wikipedia
118
Dermatographic urticaria juga dikenal dengan dermographism, dermatographism, atau "skin writing" adalah gangguan kulit pada 4–5% dari populasi dan salah satu tipe urticaria (kulit gatal) paling umum, dimana kulit menjadi naik dan meradang jika dipukul, digores, digosok dan kadang ditampar 119 Menurut beberapa peneliti penderita gangguan psikovegetatif adalah 10-20% dari populasi. Gejala yang umum adalah gelisah, tegang, gangguan tidur, lekas marah, dan reaksi emosi yang tidak normal. 120 Anaphylaxis adalah multisistem yang akut, reaksi alergi hipersensitif tipe I. Istilah berasal dari bahasa Yunani ἀνά ana, melawan, dan φύλαξις phylaxis, perlindungan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 158
Beberapa terapis lintah memberikan antihistamin secara sistemik untuk mengatasi reaksi alergi lokal (secara empiris) dan berhasil dengan baik. Namun, tingkat respon keberhasilan antihistamin tidak terbukti pada setiap penyebab alergi, tingkat tertentu dari respon placebo pada antihistamin juga perlu dipertimbangkan. Kemungkinan adanya pujian (hanya iklan) terhadap antibiotik alergi pada terapi lintah juga dinyatakan dalam sebuah kasus. Jika hendak menginterpretasikan reaksi lokal yang terjadi setelah terapi lintah, penting diingat bahwa enzim protease dalam air liur lintah menyingkirkan berbagai jenis mediator nonimunologis. Lebih jauh, reaksi diperburuk oleh faktor emosi abnormal (psikovegetatif). Hanya beberapa kasus yang menghubungkan antara terapi lintah dan kejadian reaksi alergi dibuktikan dengan cukup pasti. Namun, reaksi alergi mungkin potensial terjadi setelah dimasukkan suatu protein asing. Penyakit kulit (dermatitis) juga telah diteliti setelah penggunaan salep lintah. Reaksi pembengkakan jangka pendek dan atau mudah rusaknya kelenjar sel darah di daerah yang dekat lokasi penyakit (proksimal) telah dilaporkan pada suatu saat, tapi lebih umum terjadi pada pasien dengan penyembuhan luka yang lama. Gejala ini terjadi paling sering di selangkangan setelah penggunaan lintah untuk menerapi sambungan lutut, sambungan pinggul atau varises. Hilangnya pembengkakan kelenjar sel darah secara cepat dan tidak terperhatikan dijelaskan pada semua laporan kasus tersebut.
Infeksi (sepsis) Sepsis yang disebabkan oleh infeksi sistemik dari Aeromonas hydrophila telah berulang-ulang diteliti yang terjadi setelah penerapan terapi lintah dalam indikasi bedah rekonstruktif, tetapi tidak dalam masalah terkait lain. Hal ini mendukung kesimpulan Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 159
bahwa risiko infeksi Aeromonas hydrophila meningkat hanya pada pasien dengan beberapa penyakit yang dideritanya atau tekanan terhadap imunitas tubuh, yang biasanya merupakan kasus dalam kandidat pembedahan. Para ahli merekomendasikan penggunaan antibiotik secara bersamaan pada semua pasien bedah yang menerima terapi lintah. Pada bidang penggunaan lain, terapi antibiotik utama tidak diperlukan berdasarkan status pengetahuan saat ini tetapi kontraindikasi yang relevan harus diteliti.
Antibiotik pada terapi lintah Terapi antibiotik minimal enam jam sebelum terapi direkomendasikan untuk semua pasien bedah. Dalam semua indikasi, pengalaman menunjukkan terapi antibiotik saat ini tidak dibutuhkan. Pasien dengan berbagai penyakit tambahan (comorbidity121) dapat mengkonsumsi antibiotik selama tiga hari (anti gyrase122 seperti ciprofloxacin atau Ciprobay). Anti gyrase juga indikasi peradangan parah atau radang jaringan penghubung (phlegmonous123) atau radang kelenjar limfatik (limphangitis).
Transmisi penyakit infeksi Saat ini lintah biasanya hanya digunakan sekali, sehingga tidak ada risiko transfer langsung penyakit infeksi dari satu pasien ke pasien lain. Infeksi utama oleh Aeromonas hydrophila secara klinis hanya berbahaya jika lintah digunakan untuk bedah pencangkokan. Penggunaan antibiotik secara bersamaan direkomendasikan untuk
121
Dalam dunia pengobatan, comorbidity adalah kehadiran satu atau lebih gangguan (penyakit) sebagai tambahan pada penyakit atau gangguan primer, atau efek dari gangguan atau penyakit tambahan 122 DNA gyrase, sering disebut gyrase saja, adalah enzim yang membebaskan dari ketegangan ketika DNA strip ganda dibebaskan oleh kelompok enzim 123 Phlegmonous abscess berhubungan dengan peradangan jaringan penghubung subkutaneus akut
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 160
pencegahan infeksi (prophylaxis124). Transmisi dari bakteri lain atau penyakit vital pada manusia dalam terapi lintah belum diteliti sampai sejauh ini. Terapis sebaiknya membeli lintah dari pensuplai yang membiakkan lintah pada kondisi tertentu (misalnya perusahaan ZAUG di Jerman).
Luka Jika luka akibat gigitan lintah tidak diganggu, maka biasanya cepat mengering hingga sulit dilihat atau hanya berupa tanda bekas tiga gigitan yang tidak terlihat dan akan hilang sama sekali dalam satu hingga tiga minggu. Namun, jika penyembuhan luka terganggu karena garukan atau infeksi luka lanjutan, maka luka akan tetap terlihat untuk periode waktu yang lama. Perubahan kulit berjerawat untuk beberapa bulan juga telah dilaporkan dalam kasus terpisah. Pada suatu kasus, reaksi arthropod125 (Gambar 9.2) permanen juga dilaporkan terjadi setelah terapi lintah.
Gambar 9.2 Reaksi gigitan serangga Sumber : Skinsight
Luka yang parah mungkin terjadi terutama jika lintah digunakan pada area dengan kulit yang tipis dan lapisan tipis dari jaringan sub kulit epidermis atau daerah persambungan dimana kulit bergerak secara konstan. Penggunaan pakaian yang membatasi gerak
124
125
Bahasa Yunani "προφυλάσσω" artinya menjaga atau melindungi sebelum terjadi adalah prosedur medis atau kesehatan publik dimana tujuannya adalah untuk mencegah daripada mengobati penyakit Reaksi seperti gigitan atau sengatan serangga (arthropods)
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 161
setelah terapi, misalnya di sekitar lutut, juga dapat menghasilkan luka. Untuk alasan estetika, penahanan diri disarankan jika menggunakan lintah di daerah muka atau yang dapat jelas terlihat dan bagian yang berhubungan secara kosmetik (kecantikan) dari tubuh. Disini, para ahli menegaskan bahwa perlu untuk memberitahu secara keseluruhan dan mendapatkan ijin tertulis dari pasien sebelum melanjutkan terapi.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 162
10. Dasar ilmiah terapi lintah Pada bab ini, indikasi klinis akan dikelompokkan berdasarkan mekanisme utama yang terlibat. Tipe klasifikasinya murni teoritis. Lebih jauh, data terkini menunjukkan tindakan simultan dari mekanisme ganda mungkin bertanggung jawab pada keefektifan terapi lintah secara klinis dalam indikasi non bedah.
Mekanisme terapi lintah dan korelasi klinis Anti pengentalan darah dan Hemodilusi Ketika lintah menggigit, luka gigitannya segera mulai berdarah dan terus berdarah hingga beberapa jam. Perdarahan yang lama ini disebabkan oleh hirudin dan zat anti pengentalan darah lainnya dalam air liur lintah dan itu adalah mekanisme yang paling berhubungan dari terapi lintah dalam bedah plastik dan rekonstruktif. Terapi lintah meningkatkan pengaliran vena lokal secara ekstensif dan meningkatkan karakteristik perdarahan (hemoreologis), sehingga menghalangi secara efektif pelebaran vena pasca operasi dan kematian lokal jaringan yang dapat terjadi. Walaupun hirudin hanya menunjukkan injeksi jaringan lokal, efek sistemik dari hirudin juga dianggap terjadi. Pada percobaan yang terdiri dari 23 pasien, pengurangan dari kecenderungan pengentalan dan elastisitas (viskoelastisitas) dan pengelompokan (agregasi) dari darah diteliti selama empat minggu setelah diterapi dengan satu lintah di area pinggang (lumbar), antara tulang rusuk dan pinggul, dimana nilai proporsi (hematokrit)126 dan viskositas (kekentalan) plasma tidak berubah. 126
Proporsi volume sampel darah dengan sel darah merah yang padat diukur dalam ml per dl dari darah keseluruhan atau dalam persen
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 163
Dengan mempertimbangkan daur kehidupan plasma yang singkat dari hirudin, para ahli menyarankan rangsangan yang berbeda dilakukan pada pembuatan eritrosit di sum-sum tulang (erythropoiesis) yang bertanggungjawab sebagai parameter modulasi jangka panjang dari terjadinya perdarahan (hemoreoligis). Namun, efek sistemik seperti ini tidak begitu penting dalam indikasi bedah terapi lintah. Terapi lintah tidak direkomendasikan lagi untuk mencegah dan mengobati pembekuan darah (thrombosis). Obat modern seperti heparin dan coumarin memiliki efek yang dapat dipercaya dan dapat dikontrol dan sekarang lebih disukai untuk indikasi ini.
Efek penghilang rasa nyeri (analgesik) dan Anti peradangan Studi terkini mengenai hirudin dan anti-thrombin menghasilkan efek anti peradangan langsung pada zat ini ditambahkan pada efek anti pengentalan yang diketahui. Studi eksperimen di Universitas Lausanne mengundang banyak perhatian. Investigator awalnya memproduksi antigen yang diinduksi pada peradangan di daerah sambungan dalam percobaan pada hewan dan kemudian menerapi hewan pada subkutaneus dengan kombinasi ulang PEG hirudin selama 13 hari. Pengurangan skintigrafik127 signifikan pada peradangan dan reduksi struktur mikroskopik jaringan (histological) penebalan synovial128 terjadi dalam 7 hari. Penemuan ini membuktikan efek pencegahan dari hirudin tidak hanya bereaksi pada sistem thrombin tapi juga proses peradangan pada tingkat sel. Pada studi yang lain, mereka menunjukkan hirudin
127
128
Timbulnya bayangan dua dimensi distribusi radioaktivitas dalam jaringan setelah pemberian radionuklida internal, bayangan diperoleh dengan kamera skintilasi Cairan kental transparan alkalis yang menyerupai putih telur, disekresi oleh membran sinovial dan terdapat di dalam rongga-rongga sendi, bursa, dan selubung tendo
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 164
menghambat sejumlah cytokine129 pro peradangan pada cairan synovial. Pada terapi lintah, penting untuk diingat gigitan lintah merepresentasikan hanya sekali injeksi hirudin dan separuh masa hidup hirudin alami lebih pendek dari kombinasi ulang hirudin PEG. Seperti telah dijelaskan, hirudin normal bekerja dalam kombinasi dengan banyak zat anti peradangan lain dalam air liur lintah. Efek aditif ini diasumsikan sangat sifnifikan. Rahang lintah menyayat kulit, sehingga zat aktif biologi dapat masuk hingga ke jaringan yang lebih dalam. Hyaluronidase (faktor penyebar), enzim dalam air liur, kemudian memfasilitasi penetrasi dan difusi dari zat aktif farmakologi ke dalam jaringan. Data penelitian eksperimen pada penggunaan biasa obat anti radang dan demam (antiflogistik topikal130) dapat digunakan untuk menggambarkan kesimpulan umum tertentu mengenai akumulasi zat yang dihasilkan secara lokal dalam jaringan tubuh. Setelah aplikasi pada daerah tertentu (topical) dari gel diclofenac pada lutut pasien yang mengalami pengaliran cairan (efusi) pada sambungan lutut, maka obat dapat dideteksi dalam jaringan sekitar sendi (periartikular) dalam dan ruang tubuh. Dengan tambahan efek menyebar (hyaluronidase), sangat mungkin zat anti radang (antiflogistik) dalam air liur lintah dapat masuk cukup dalam untuk menghasilkan efek signifikan dalam struktur sekitar sendi yang berhubungan dengan jaringan otot (myofascial131 periarticular), bahkan mungkin pada struktur di dalam sendi (intra-articular). Studi terkini menunjukkan struktur sekitar sendi yang berhubungan dengan jaringan otot (myofascial periarticular) penting dalam pengembangan nyeri sambungan kronis dan gejala nyeri regional pada pasien dengan nyeri sendi 129
Protein nonantibodi yang dilepaskan oleh satu populasi sel ketika berkontak dengan antigen spesifik yang bertindak sebagai perantara antar sel seperti pada pembentukan respon imun 130 Mengatasi radang dan demam di daerah permukaan tertentu 131 Berkenaan atau dengan melibatkan fasia sekitarnya dan berhubungan dengan jaringan otot
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 165
karena menurunnya fungsi organ (osteoarthritis). Efek anti peradangan sistemik pada terapi lintah kurang masuk akal, terutama pada efek perdarahan yang lama dari satu gigitan lintah.
Efek Segmental dan Anti respon nyeri (antinosiseptif) Sesuai aturan, setiap terapi yang menyebabkan iritasi pada kutis dan subkutis akan memicu pada efek lokal anti respon nyeri (antinosiseptif132) dan segmental. Ini alasan rasional di belakang penggunaan capsaicin (merica Spanyol) untuk menerapi rasa nyeri. Mekanisme ini juga terlibat dalam akupunktur dan teknik stimulasi kulit yang digunakan dalam pengobatan Eropa tradisional (Teknik Braunscheidt, bekam, dll). Tingkat dimana satu gigitan lintah dapat mengaktifkan mekanisme tersebut tidak diketahui dan sulit untuk ditentukan model eksperimennya. Namun, kelihatan masuk akal bahwa efek anti respon nyeri pada gigitan lintah meningkatkan mekanisme primer lain dalam terapi lintah.
Efek pada aliran limfe dan jaringan penghubung Beberapa peneliti membuktikan terapi lintah meningkatkan aliran limfe. Data tersedia untuk studi ini tersebar dan berasal dari studi yang lebih tua. Tidak ada laporan empiris dari efek spesifik terapi lintah pada penyakit yang berkaitan dengan (concomittan) pembengkakan (edema) satu atau dua sisi (lymphedema133). Beberapa terapis mengatakan terapi lintah lokal secara khusus efektif untuk pasien dengan radang pada daerah jaringan penghubung. Namun, analisis lanjutan pada dua studi besar mengenai terapi lintah untuk nyeri karena menurunnya fungsi (osteoarthritis) lutut tidak menunjukkan korelasi antara tingkat 132 133
Menghalangi atau menurunkan sensitivitas terhadap stimulus nyeri Edema unilateral atau bilateral kronis pada ekstremitas yang disebabkan oleh penimbunan cairan interstisial statis pada limfe sekunder, obstruksi pembuluh limfe atau gangguan kelenjar getah bening
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 166
zona jaringan penghubung lokal dan kemanjuran klinis dari terapi. Berdasarkan tingkat pengetahuan terkini, efek terapi lintah pada aliran limfe dan jaringan penghubung kelihatannya sedikit relevan dibandingkan rasa nyeri, tetapi perangsangan pada aliran limfe mungkin lebih penting pada terapi gejala varises. Penelitian klinis lanjutan dibutuhkan untuk menilai efek ini secara handal.
Konsep tradisional dan konstitusional kemujaraban Dalam sistem pengobatan Eropa, Arab, juga di Ayurveda dan Cina tradisional (TCM), terapi lintah sangat berhubungan erat dengan teori konstitusional dan konsep penyakit. Pada sistem pengobatan tersebut, pernyataan sistemik dan lokal dari surplus dan defisit, panas dan dingin, dipertimbangkan jika menilai pasien. Semua sistem ini menjelaskan terapi yang melibatkan iritasi kulit lokal dan penyayatan vena (veneseksi) sebagai pengaliran kelebihan cairan. Secara teoritis, dengan menggunakan metodologi ini sulit untuk menganalisis pasien. Pertama-tama kecukupan standardisasi dari terminologi yang relevan dan klasifikasi klinis yang kurang. Kedua, analisis responden memerlukan sejumlah besar kasus dan desain studi yang memungkinkan untuk analisis. Pada studi Rumah Sakit Essen-Mitte, para ahli tidak dapat mendemonstrasikan korelasi antara kemujaraban terapi lintah dan tingkat proporsi sampel darah (hematokrit) awal, tingkat darah yang dihisap lintah, atau indeks ukuran tubuh (Body Mass Index), yang digunakan sebagai parameter untuk pembentukan dasar pengobatan. Namun, tidak ada teknik spesifik dalam pengobatan dasar (misalnya diagnosis lidah) digunakan untuk mengevaluasi pasien. Jadi, tidak memungkinkan untuk menilai respon terapi lintah berdasarkan konsep tradisional dari pengobatan dasar pada saat ini. Walaupun konsep tradisional yang mendasari model saat ini memiliki kebijakan dalam mengekspresikan sesuatu dengan Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 167
menunjuk pada yang lain (metaforikal), lebih banyak yang tidak memenuhi konsep gangguan fungsi (patofiologis) modern dan prinsip tindakan, fakta bahwa pasien dilayani sebagai basis untuk terapi lintah yang lebih tepat dan sukses selama berabad-abad perlu ditekankan. Analisis ilmiah yang komprehensif untuk terapi lintah sebaiknya mempertimbangkan aspek tersebut jika memungkinkan.
Bukti keberhasilan dalam indikasi klinis tertentu Bedah plastik dan rekonstruktif : Penyumbatan vena akut setelah operasi Terapi lintah digunakan untuk mengatasi penyumbatan vena akut setelah operasi sejak 1960an. Pada indikasi ini, terapi lintah adalah teknik internasional yang dapat diklasifikasikan sebagai metode pengobatan standar. Penggunaan yang sukses dari terapi lintah untuk menerapi penyumbatan vena setelah bedah plastik dan rekonstruktif disebutkan oleh Dieffenbach awal tahun 1827. Publikasi internasional yang komprehensif pertama kali pada subjek ini ditulis oleh Derganc dan Zuravic, yang mendeskripsikan hasilnya pada rangkaian perawatan 20 pasien pada tahun 1960. Pembuktian tujuan dari peningkatan aliran darah dibuktikan kemudian oleh studi laser134 Doppler yang dilakukan oleh Hayden. Berbagai eksperimen terhadap hewan, beberapa diantaranya adalah desain studi yang acak, membuktikan bahwa terapi lintah meningkatkan pemompaan cairan (perfusi) pada daerah penutup kulit yang ditransplantasi dan unggul dibandingkan terapi lain yang 134
Singkatan dari Light amplification by stimulated emission of radiation, suatu alat yang memancarkan cahaya dengan frekuensi berbeda—beda menjadi sinar yang sangat kuat, kecil dan hampir tidak berpencar dari radiasi monokromatik pada daerah yang dapat dilihat dengan semua gelombangnya dalam satu fase. Digunakan sebagai alat pada tindakan pembedahan, diagnosis dan penelitian fisiologi
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 168
digunakan untuk menyediakan suplai darah normal dan pengalirannya. Namun, studi klinis yang dikontrol masih kurang. Kemungkinan untuk menyediakan percobaan yang terkontrol terbatas, karena sulit menstandarisasi indikasi dan prosedur terapi untuk penyumbatan vena pasca operasi. Karena terapi lintah saat ini adalah bentuk yang valid untuk indikasi ini, kelihatannya secara etis tidak dapat dipertahankan untuk tidak menginformasikan terapi dari pasien dalam kelompok kontrol suatu studi. Akibatnya, tidak dapat dipercaya bahwa studi seperti ini pernah dilaksanakan. Situasi yang sama terdapat pada sejumlah indikasi bedah dimana terapi dipandang sebagai metode terapi standar walaupun, kurang pembuktian berkualitas tinggi dari keberhasilan yang didefinisikan dengan kriteria pengobatan berdasarkan fakta (kesaksian). Sejumlah studi observasi dan rangkaian kasus dari penggunaan terapi lintah untuk penyumbatan vena akut dipublikasikan dalam literatur internasional sejak 1960. Meskipun studi yang dikontrol kurang jumlahnya, namun dapat disimpulkan bahwa ada bukti klinis yang cukup dari kemujaraban terapi lintah untuk indikasi ini.
Peradangan vena akibat pembentukan thrombosis (Thrombophlebitis) dan Varises (Varicose Vein) Sebelum kedatangan heparin, terapi lintah adalah metode yang ditetapkan untuk terapi akut pada pembekuan darah (thrombosis) vena kaki dalam dan peradangan vena akibat pembentukan thrombosis (thrombophlebitis) di permukaan. Banyak dokter dan suster dari departemen yang berbeda-beda mengingat telah menggunakan lintah untuk menangani kasus ini. Dengan kedatangan heparin, sebelum masa studi yang dikontrol tersebut, terapi lintah yang dulunya signifikan dengan cepat menghilang, tapi masih bertahan signifikan sebagai aplikasi yang sesuai untuk
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 169
gejala varises dan peradangan vena akibat pembentukan thrombosis permukaan dalam praktek medis. Buku Bottenberg mengenai terapi lintah adalah buku yang “berkuasa” pada saat itu. Peneliti dari India menggunakan metode berbasis teknologi untuk mengklasifikasi efek terapi lintah pada percobaan klinis tidak terkontrol yang lebih baru, pada 20 pasien dengan bisul vena (venous ulcer) dan varises yang kompleks. Aplikasi satu ekor lintah dilaporkan memiliki efek antipembengkakan dengan akumulasi cairan berlebihan (edema) pada 19 dari 20 pasien dan menghasilkan penyembuhan pada bisul vena yang sulit disembuhkan (refraktori) sebelumnya pada semua pasien yang diteliti. Karena kurangnya kelompok kontrol, tidak mungkin untuk menentukan apakah efek dari terapi lintah adalah efek yang spesifik. Tidak ada studi yang terkontrol atau tidak terkontrol lain mengenai subjek ini. Seperti banyak penyakit lainnya, kesuksesan tahunan dari praktek tradisonal menyediakan kejadian empiris yang luas dari kemujaraban terapi, tetapi hanya sedikit kejadian yang memenuhi kriteria pengobatan berdasarkan fakta (evidencebesed medicine). Studi terkontrol perlu dilakukan untuk mengumpulkan lebih banyak penilaian kemujaraban yang spesifik. Karena terapi lintah tidak memiliki efek kosmetik pada varises dan karena metode fisik efektif untuk edema telah tersedia, studi ini sebaiknya terfokus pada kemujaraban dari terapi lintah untuk menghindari gejala varises dan mengobati bisul vena. Namun, studi ini tidak dapat dilaksanakan tanpa dukungan finansial. Pendanaan penelitian yang cukup adalah penting untuk mencapai bukti ilmiah dari kemujaraban terapi lintah.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 170
Nyeri persendian (Arthrosis), radang sendi (Arthritis), dan gejala nyeri kronis Ini adalah indikasi paling dominan untuk terapi lintah dalam praktek medis modern. Dalam sejarah, lintah digunakan terutama untuk menerapi gout (arthritis urica) dan pembengkakan penyakit pada sambungan yang terinfeksi. Berdasarkan alasan transmisi dan kontrol penyakit (epidemiologi), maka penyakit pada daerah sambungan karena menurunnya fungsi organ tubuh (degeneratif) lazim di populasi Eropa pada saat ini. Karena frekuensinya meningkat secara teratur, maka penyakit ini menjadi lebih dan lebih dominan pada terapi lintah klinis dalam dekade terakhir.
Nyeri sendi karena menurunnya fungsi (Osteoarthritis) lutut (Gonarthritis) Gejala gonarthritis adalah salah satu indikasi yang diteliti paling baik untuk terapi lintah. Klinik rawat jalan dan rumah sakit seperti Departemen Pengobatan Naturopatik (Naturopathic Medicine) pada Rumah Sakit Moabit di Berlin, terapi lintah mencapai kesuksesan sangat tinggi setelah aplikasi sekali terapi pada daerah di sekitar sendi (periartikular) pada pasien dengan nyeri sendi (osteoarthritis) di lutut. Tim penelitian mempublikasikan studi awal dari kemujaraban terapi lintah dalam mengobati rasa nyeri sendi (osteoarthritis) di lutut tahun 2001. Enam belas pasien berturut-turut, yang memberi konfirmasi pada kasus jangka panjang nyeri gonathrosis yang memburuk pada satu sisi tubuh, dimasukkan dalam studi. Terapi tunggal dengan empat hingga enam lintah dilakukan pada 10 pasien, dan pengobatan standar diteruskan pada enam lainnya. Pada studi yang dikontrol tapi tidak random ini, terapi lintah mencapai pengurangan rasa nyeri yang cepat dan signifikan (kiraVita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 171
kira 60%) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perbedaan dalam pengurangan rasa sakit secara statistik signifikan tiga hari setelah terapi dan bahkan lebih tegas dinyatakan terjadi empat minggu setelah terapi. Pada akhir studi, intensitas nyeri dari kelompok terapi lintah diberi nilai “1” dari skala 0-10. Rangkaian nyeri pada daerah sambungan yang diteliti sepanjang waktu dapat dilihat pada Gambar 10.1.
Gambar 10.1 Hasil dari studi awal terkontrol dari pasien dengan osteoarthritis pada lutut. Rangkaian nilai nyeri pasien yang diterapi dengan lintah dibandingkan dengan terapi standar Sumber : Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman
Didorong oleh hasil yang menjanjikan, para peneliti memulai studi random yang lebih besar pada Rumah Sakit Essen-Mitte dengan dana dari “the Karl and Veronica Carstens Foundation”. Ke-51 pasien yang terlibat dalam studi, secara radiologis (dengan sinar X atau alat radiasi lain) dan klinis telah dikonfirmasi memiliki nyeri sendi (osteoarthritis) pada lutut untuk jangka waktu yang lama. Pasien secara random dimasukkan ke dalam kelompok yang menerima terapi lintah saja (n=24 orang) atau terapi gel anti radang lokal diclofenac (n=27). Terapi dengan diclofenac yang standar dan konvensional dilakukan beberapa kali dalam sehari Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 172
selama total empat minggu. Pasien menjalaninya selama total tiga bulan. Gejala didokumentasi secara detail dan menggunakan kuesioner yang telah disusun dan divalidasi, menggunakan skala analog visual WOMAC (the Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index), sebuah indeks nyeri sendi di Universitas McMaster dan Ontario bagian barat. Kuesioner WOMAC diselesaikan pada hari ketiga, ketujuh, 28 dan 90. Nilai total WOMAC juga dianalisis. Kuesioner ini digunakan untuk mendapatkan nilai rasa nyeri, nilai fungsi sambungan, nilai kekakuan pada pagi hari, dan nilai total. Pengurangan signifikan pada rasa nyeri terjadi tiga hari setelah terapi, dan maksimum kelegaan nyeri diukur pada hari ke tujuh. Pada akhir bulan ketiga, nilai nyeri masih lebih rendah daripada nilai dasar. Terapi lintah jelas unggul dibandingkan terapi yang direkomendasikan pada dua tanggal sampling pertama, walaupun signifikansi perbedaan secara statistik menurun setelah itu. Selama periode studi secara keseluruhan, fungsi sambungan, kekakuan pagi hari dan nilai total dari pasien yang menerima terapi lintah secara konsisten dari WOMAC lebih baik daripada pasien dalam kelompok kontrol. Kualitas kehidupan, yang dinilai selama satu bulan, juga signifikan lebih baik pada kelompok terapi lintah. Tidak ada efek samping yang serius terjadi. Gatal lokal sedang yang berakhir pada dua hingga tiga hari sering dilaporkan. Rangkaian dari nilai nyeri dan nilai fungsi sambungan WOMAC sepanjang waktu dapat dilihat pada Gambar 10.2 dan 10.3.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 173
Gambar 10.2
Gambar 10.3.
Studi mengenai keberhasilan terapi lintah pada 51 pasien dengan osteoarthritis pada lutut. Penilaian nyeri dari WOMAC
Studi mengenai keberhasilan terapi lintah pada 51 pasien dengan osteoarthritis pada lutut. Penilaian fungsi sambungan WOMAC
Sumber : Rumas Sakit Essen-Mitte, Jerman
Studi random mendemonstrasikan terapi lintah merupakan metode yang sangat efektif dan handal untuk menerapi nyeri sendi (osteoarthritis) pada lutut. Fakta bahwa pengurangan nyeri absolut agak lebih rendah dibandingkan pada studi awal dapat dihubungkan dengan desain studi yang bersifat acak. Pada studi awal, pasien diberikan metode terapi yang mereka inginkan untuk diterima, dimana pada studi kedua pasien secara random diberikan terapi yang berbeda. Untuk menguji hipotesis, semua pasien pada studi lebih lanjut ditanya mengenai ekspektasinya pada hasil terapi langsung setelah diatur secara acak (randomisasi). Tidak mengejutkan pasien pada kelompok terapi lintah memiliki ekspektasi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok diclofenac. Hasil ekspektasi termasuk dalam analisis statistik yang telah disesuaikan, yang menunjukkan bahwa pasien tidak dipengaruhi hasil terapi atau perbedaan kelompok yang diobservasi. Ini membuat peneliti dapat menyimpulkan bahwa efek placebo atau sugestif tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada hasil terapi.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 174
Studi intervensi ketiga dengan perbandingan desain studi yang dikontrol dan diacak dilakukan peneliti di Universitas Free di Berlin, Jerman. Sejumlah total 52 pasien (umur rata-rata : 68 tahun) terlibat dalam studi ini. Pasien dalam kelompok terapi lintah (n=26) menerima terapi lintah, sedangkan pada kelompok kontrol (n=26) menerima terapi Transcutaneous Electrical Neuromuscular Stimulation (TENS) (stimulasi otot dan syaraf dengan alat listrik yang ditempelkan pada kulit). Peneliti menggunakan desain studi silang dimana periode dua-tiga minggu terapi dipisahkan dari periode tiga minggu berikutnya yang meletihkan. Gejala dievaluasi dengan menggunakan indek Lequesne yang telah divalidasi, dibandingkan dengan indeks WOMAC. Studi Universitas Free juga mendemonstrasikan bahwa terapi lintah menyebabkan pengurangan nyeri yang signifikan dan peningkatan pada fungsi sambungan dan efek terapi lintah masih diukur sembilan bulan setelah terapi. Sebagai ringkasan, tiga studi mendemonstrasikan keberhasilan klinis yang baik dari terapi lintah untuk nyeri sendi (osteoarthritis) pada lutut yang telah dilakukan sejauh ini. Dua dari tiga penelitian diacak, percobaannya dikontrol. Berdasarkan kriteria pengobatan berdasarkan fakta, ini dapat diklasifikasikan sebagai fakta yang sangat dapat dipercaya. Studi tinjauan ke belakang (retrospektif) dilakukan di Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman, dimana kira-kira 400 pasien dengan nyeri sendi (osteoarthritis) di lutut menerima satu kali terapi lintah sebagai data awal untuk efek jangka panjang dari terapi lintah. Sembilan puluh persen dari pasien mengalami penurunan nyeri yang signifikan, dimana berlangsung satu hingga tiga bulan pada 27% kasus, empat hingga sembilan bulan pada 33% kasus, dan 10 bulan ke atas pada 26% kasus. Kebutuhan akan obat penghilang
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 175
rasa nyeri (analgesik) menurun pada 72% dari keseluruhan pasien, dan menurun untuk durasi lebih dari satu tahun sebesar 32%. Di samping rasa gatal secara lokal yang sering terjadi dan kulit yang kadang-kadang memerah, efek samping lain jarang terjadi. Saat ini dapat disimpulkan terapi lintah berguna dan merupakan metode yang aman untuk menerapi gejala nyeri sendi lutut (gonarthrosis). Keterkaitan klinis dari terapi lintah menjadi yang terpenting dalam efek samping yang telah dikenal yang berhubungan dengan penggunaan jangka panjang dari obat anti radang nonsteroid (NSAIDs) dan anti COX-2.
Penyakit degeneratif pada sambungan lain dan gejala nyeri otot dan jaringan (myofascial) Pada praktek klinis, lintah digunakan untuk menerapi penyakit sambungan degeneratif dalam banyak lokasi lain selain lutut. Berdasarkan survei terhadap terapi lintah, sambungan utama yang diterapi pada kondisi ini adalah bahu, jempol, dan pergelangan kaki. Terapi pada nyeri pinggul (coxarthrosis) memungkinkan tapi kurang menjanjikan karena pinggul kurang dapat dicapai oleh lintah. Lebih jauh, peradangan otot (insersi tendinopati) dan penyakit otot (miopati) kurang berperan penting sebagai penyebab penyakit pada nyeri pinggul (coxarthrosis) dibandingkan nyeri sendi lutut (gonarthrosis). Terapi lintah di jari tangan dan jari kaki umumnya tidak direkomendasikan, karena risiko tertundanya penyembuhan luka. Namun memungkinkan, jika jaringan di bawah kulit kulit epidermis (subkutaneus) cukup tebal dan risiko potensial dan keuntungan dari terapi dipertimbangkan. Percobaan dilakukan juga di University of Moscow, Rusia, tahun 2002 yang dipresentasikan pada Kongres Rematologis Eropa, menganalisis efek terapi lintah pada nyeri sekitar sendi Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 176
(periartikular)/titik pemicu, nyeri sendi (arthralgia), kualitas sambungan, kekakuan pagi hari pada 51 pasien dengan nyeri karena penurunan fungsi sambungan di berbagai lokasi dan pada 51 pasien dengan radang (arthritis) karena rematik. Terapi lintah mencapai peningkatan signifikan pada fungsi, nyeri sendi (arthralgia), dan kekakuan pagi hari pada hampir semua pasien dalam kedua kelompok diagnosis. Situasinya sama untuk gejala nyeri otot dan jaringan (myofascial). Gejala nyeri punggung bagian bawah dan gejala nyeri sambungan tulang pinggul (iliosakral) adalah dua kondisi yang secara umum dan sukses (secara subjektif) diterapi dengan lintah, tetapi data yang berhubungan dari percobaan klinis adalah kurang. Radang pada tulang bahu hingga siku (Humerolateral epikondilitis) adalah indikasi yang sering terjadi lainnya untuk terapi lintah. Tidak ada penilaian klinis/ilmiah dari kemujaraban dari terapi lintah pada penyakit ini yang memungkinkan saat ini. Pada literatur klasik, terapi lintah sering direkomendasikan untuk luka memar (kontusi) dan keseleo (sprain). Pengurangan bengkak dan nyeri sebagai respon dari terapi lintah diteliti dalam studi kasus dan pengalaman praktis. Penggunaan lintah dalam pengobatan olah raga (misalnya sepak bola profesional) meningkat. Berdasarkan observasi ini, secara aman dapat disimpulkan bahwa terapi lintah efektif, tetapi percobaan klinis yang dikontrol harus dilakukan untuk mendapatkan bukti ilmiah dari kemujarabannya.
Peradangan sendi (arthritis) Gout (Arthritis urica) adalah satu dari indikasi utama terapi lintah yang ditentukan pada literatur tua. Bottenberg menjelaskan sejumlah kasus berhasil yang mendukung penggunaan lintah untuk Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 177
indikasi ini. Pada saat itu obat seperti ibuprofen dan allopurinol, yang jadi standar pengobatan saat ini, belum tersedia. Di sisi lain, studi klinis modern mengenai keefektifan terapi lintah untuk radang sendi (arthritis) adalah kurang. Akibatnya, penggunaan lintah hanya untuk kasus kronis dan penyakit yang sulit diatasi. Artikel pada literatur tua dan yang lebih baru bertentangan satu sama lain dalam hubungan dengan penggunaan terapi untuk polyarthritis kronis (cP) dan arthritis rematik (rA). Sebuah pusat penyakit rematik yang mengkhususkan pada terapi lintah mengambil pendekatan yang tepat dalam menggunakan lintah untuk menerapi cP. Pada studi yang telah disebutkan sebelumnya terapi lintah menghasilkan peningkatan signifikan pada penyakit pada daerah sambungan karena rematik dan pengurangan yang menyertainya dalam parameter peradangan. Pada saat ini, data dalam literatur tidak menyediakan bukti yang cukup dari kemujaraban terapi. Para dokter di Rumah Sakit Essen-Mitte menyarankan untuk menggunakan lintah langsung pada daerah sambungan yang terkena peradangan akut, tetapi terapi lintah dapat dicoba dengan tahap berselang setelah peradangan akut mereda.
Radang telinga tengah (Media Otitis), gangguan suara bising di telinga (Tinnitus) dan penyakit telinga lain Penyakit telinga, khususnya radang telinga tengah (media otitis), adalah indikasi utama untuk terapi lintah pada literatur tua dan buku Bottenberg. Lintah diaplikasikan pada daerah belakang telinga (mastoid) atau tonjolan di sebelah depan lubang telinga luar (tragus). Tim Baskova dari University of Moscow melakukan studi klinis terapi lintah pada penyakit telinga. Pada studi yang menarik ini, Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 178
273 pasien yang memiliki penyakit radang telinga tengah (media otitis), radang telinga (otitis) luar, gangguan suara bising di telinga (tinnitus) dibagi dalam tiga kelompok terapi. Kelompok 1 diterapi dengan lintah saja. Kelompok 2 menerima injeksi lokal dari ekstrak air liur lintah segar. Kelompok 3 menerima terapi standar normal (antibiotik untuk infeksi telinga, hemodilusi135 untuk tinnitus). Terapi lintah menunjukkan keunggulan signifikan dalam meringankan penderitaan gejala otitis luar dan tinnitus tapi tidak dalam kasus media otitis. Efek dari injeksi ekstrak air liur lintah sekitar sepertiga lebih rendah dibandingkan terapi lintah alami. Meskipun hasil positif dicapai dalam otitis luar dan tinnitus, hasil studi ini sebaiknya diinterpretasikan secara hati-hati, khususnya pada kasus tinnitus. Sangat sering, keberhasilan yang didemonstrasikan pada studi obat dan akupunktur sebelumnya tidak dapat dikonfirmasi kemudian dalam percobaan klinis yang diatur secara acak dalam skala besar. Namun, laporan dari efek positif pada terapi lintah dalam tinnitus sering terdengar dalam praktek. Studi klinis pada subjek ini sangat diharapkan.
Tekanan darah tinggi (hypertension) dan penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovascular) Penyakit cardiovascular (Gambar 10.4) adalah indikasi utama dari terapi lintah selama berabad-abab. Pada setengah bagian pertama abad ke-20, adalah normal melakukan terapi lintah untuk serangan stroke dan jantung. Mekanisme dasar yang terlibat adalah efek anti pengentalan yang sistemik dari hirudin dan stimulasi dari mekanisme refleks segmental dari gigitan lintah. Setelah kedatangan aspirin yang digunakan untuk pelarutan atau pemecahan trombus (thrombolisis) dan pencegahan penyatuan 135
Peningkatan kandungan cairan darah sehingga menurunkan konsentrasi eritrositnya
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 179
trombosit, arti penting dari terapi lintah secara cepat menurun. Kombinasi ulang hirudin kemudian digunakan dan diinvestigasi dalam terapi pembentukan area berhentinya pembekuan jaringan (infarksi) pada jaringan otot tengah dinding jantung (myocardial) modern. Tidak seperti heparin, anti thrombin langsung seperti hirudin tidak memerlukan antitrombin III sebagai kofaktor. Hirudin juga dapat menonaktifkan thrombin yang terikat pada fibrin. Karena potensi anti pengentalan yang kuat dari zat biokimia ini, peristiwa berjangkitnya efek samping perdarahan terjadi pada studi awal yang menggunakan analog kombinasi ulang hirudin yang pertama (desidurin, lepidurin). Hirudin oleh sebab itu pada mulanya tidak dapat menjadi obat primer yang ditentukan untuk menerapi myocardial infarction. Hirudin asing (bivalirudin) sementara itu mencapai hasil yang sangat menjanjikan dalam percobaan klinis. Thrombocytopenia tipe II (HIT-2) yang ditimbulkan oleh heparin adalah indikasi untuk hirudin saat ini. Anti thrombin untuk menerapi dan mencegah pembekuan darah (thrombosis) pada vena dan arteri (ximelagatran, melagatran) juga merupakan turunan hirudin. Sehubungan dengan penggunaan terapi lintah alami untuk gejala serangan jantung (coronary) dan pembekuan darah (thrombosis), kurangnya bukti keberhasilan, standarisasi farmakologi dan kontrol pencegahan menghalangi penggunaan terapi ini pada pasien.
Gambar 10.4 Terapi lintah untuk gangguan jantung Sumber : Mehdi leech therapist, Sydney
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 180
Di masa lalu, terapi lintah umumnya digunakan untuk menerapi hipertensi arteri. Efek antihipertensi akut jangka menengah dari veneseksi menengah yang berulang diketahui dan didokumentasi dalam berbagai studi. Terapi antihipertensi modern meliputi sejumlah obat antihipertensi yang handal dan efektif, juga perubahan gaya hidup. Akibatnya, terapi lintah saat ini dianggap sebagai terapi tambahan daripada terapi utama. Literatur yang lebih tua menunjukkan keuntungan khusus dari terapi lintah pada terapi tekanan darah tinggi (hipertensi) dengan dasar kelebihan cairan dalam tubuh (“konstitusi pletoris”). Aplikasi dari lintah pada area khusus dari tubuh (zona hipertensi segmental, daerah leher, dll) juga dideskripsikan. Namun, data studi pada subjek ini tidak tersedia. Pada prinsipnya, pertimbangan aspek pengklasifikasian penyakit (nosologikal) dalam studi keberhasilan potensial dari terapi lintah pada pasien dengan hipertensi arteri yang sulit diatasi juga diharapkan.
Bagian khusus dari penelitian klinis dengan lintah Fakta bahwa saat ini tidak mungkin untuk melakukan percobaan klinis buta pada terapi lintah merupakan masalah prinsip dalam hal menilai keberhasilan. Karakteristik alami dan berlarut-larut dari terapi lintah tidak memberikan kemungkinan untuk melakukan terapi buta. Pada penelitian klinis modern, percobaan buta tidak lagi menjadi prasyarat mutlak sepanjang percobaan acak dilakukan. “Efektivitas” adalah jumlah dari keseluruhan efek spesifik dan tidak spesifik (seperti placebo). Tidak seperti “keberhasilan”, maka “efektivitas” sangat valid dalam menjelaskan tingkat klinis sebenarnya dari efek metode terapi sebagaimana juga dinilai dalam praktek. Studi yang tidak buta mendefinisikan efektivitas Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 181
dari metode terapi. Untuk mendefinisikan efek placebo, pasien sebaiknya ditanyakan mengenai ekspektasinya sebelum terapi. “Ekspektasi hasil” kemudian dapat dimasukkan dalam analisis statistik mengenai efek terapi. Hal itu juga berguna untuk membandingkan intensitas terapi lintah dalam studi yang berbeda. Ini akan menghasilkan data dosis yang lebih presisi dan berguna untuk menilai efek spesifik dan tidak spesifik dari terapi lintah.
Referensi Tambahan Bottenberg H. Die Blutegelbehandlung. Stuttgart: Hippokrates, 1935.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 182
11. Biokimia air liur lintah Ketika melakukan atau menjalani terapi lintah, tentunya kita perlu mengetahui secara ilmu pengobatan (farmakologi) mengenai zat aktif yang terkandung dalam air liur lintah. Efek paling jelas dari gigitan lintah adalah penyayatan vena (veneseksi). Namun, dibandingkan dengan efek pengobatan (farmakologi), maka pengeluaran darah adalah kepentingan sekunder. Selama proses makan, lintah mengeluarkan campuran kompleks dari berbagai zat aktif secara biologis dan farmakologis ke dalam luka. Komponen air liur diproduksi dalam sel kelenjar air liur yang terpencar yang tidak menyatu untuk membentuk kelenjar yang lebih tepat. Tubuh sel berlokasi di daerah kerongkongan. Saluran pengeluaran dari sel kelenjar didistribusikan melintasi punggung gigi dalam rahang dan menyatu di antara setiap gigi-gigi kecil keras lintah yang mengandung kapur. Tidak ada mikroorganisme teridentifikasi dalam air liur lintah selama ini. Berbagai zat aktif dalam air liur lintah menghasilkan berbagai efek pada tubuh yang dihisapnya (Gambar 11.1 dan Tabel 11.1) Selain manusia, mangsa lintah sebagian besar adalah mamalia, burung dan hewan poikilotermik (yang temperatur tubuhnya mengikuti lingkungan). Efek karakteristik gigitan lintah pada manusia adalah timbulnya perdarahan yang lama, yang membersihkan luka bekas gigitan. Walaupun perdarahan bekas gigitan lintah ini berhenti setelah 30 menit pada kebanyakan hewan berdarah hangat, pada manusia rata-rata baru berhenti setelah 12 jam.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 183
Tabel 11.1 Komponen dalam air liur lintah medis Zat Hirudin Calin (saratin)
Efek pada tubuh pasien
Eglins
• • •
Anti Faktor Xa
•
Anti komplemen
•
Anti carboxipeptidase A Zat yang diperkirakan komponen air liur Zat seperti histamine
•
Mencegah pengentalan darah dengan mengikat pada thrombin Mencegah pengentalan darah dengan menghalangi pengikatan faktor Willebrand pada collagen Menghambat penyatuan thrombocyt yang dimediasi collagen Aktivitas monomerasi Melarutkan fibrin Efek thrombolytic (Serine proteinase) Anti kallikrein, trypsin, chymotrypsin, dan neutrophilic chatepsin G Anti peradangan Anti trypsin, plasmin, dan acrosin “Efek menyebar” Meningkatkan kekentalan struktur kecil di antara jaringan atau bagian organ tubuh (interstitial) Antibiotik Anti Tryptase, sumber dan pengembangan penyakit berupa reaksi peradangan dan alergi yang berhubungan dengan fungsi sel yang rusak. Triptase juga terlibat dalam penyakit asma, arthritis rematik, dan sakit kulit kronis (psoriasis). Menghambat enzim proteolitis pada sel tubuh pasien Anti peradangan Menghambat aktivitas α-chymotrypsin, chymase, subtilisin, elastase, dan cathepsin G. Mencegah aktivitas pengentalan faktor Xa dengan membentuk jumlah molekul atau molaritas yang sama (equimolar complex) Mungkin menggantikan anti komplemen natural jika tidak mencukupi Meningkatkan aliran darah pada daerah gigitan
•
Memiliki efek pada tubuh yang dihisap
Destabilase
Hirustasin
Bdellins Hyaluronidase
LDTI (Leechderived tryptase inhibitor)
• • • • • • • • • • • • • •
Mengandung zat yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilator) • Meningkatkan aliran darah pada daerah gigitan. Acetylcholine • Mengandung zat yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilator) Zat anesthetic • Mengandung zat pemati rasa Data : Baskova, 2001; Müller, 2000; Harsfalvi, 1995; Sawyer, 1986 •
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 184
(10)
(5) Kerongkongan (Ph) berkontraksi secara ritmis (peristalsis) memompa darah melalui tiga luka gigi ke dalam perut. Zat kimia dalam air liur lintah diproduksi sel air liur yang memancar (Sz) berlokasi di jaringan penghubung. Pembuluh berbentuk tabung dari air liur menghubungkannya dengan rahang
(5)
(10) Hyaluronidase berfungsi sebagai “faktor penyebar”. Zat ini memfasilitasi perpindahan mucopolysaccharides dari struktur antar jaringan/organ, sehingga membuka pintu untuk biokemikal. Hyaluronidase juga memiliki efek antibiotik. (11) Carboxypeptidase, sebuah zat anti seperti histamine melebarkan kapiler di sekitar gigitan, sehingga meningkatkan aliran darah ke dalam daerah gigian (12) Zat anti peradangan, eglins dan bdellins turut mendukung penyembuhan (9) Air liur lintah mengandung hirudin, zat kimia pencegah pengentalan darah. Juga mengandung calin, zat yang menjaga luka terbuka sekitar 12 jam dengan mengikat faktor Willebrand (membuat tidak aktif). Rembesan darah dari luka (efek veneseksi), mengeluarkan efek pembersihan luka tambahan.
(9)
(8)
(7) Gigi lintah adalah struktur kalsium tertanam dalam otot keras dari rahang lintah. Mereka menunjukkan bentuk hati dalam sisi melintang seperti tetesan air mata yang memanjang
(7)
(6) (8) Pori-pori di antara pasangan gigi individu membentuk pembukaan pembuluh pengeluaran sel air liur, dilalui berbagai zat kimia air liur yang dikeluarkan ke dalam luka gigitan.
(4) (3)
(4) Rahang 3 bagian dari lintah dilihat dari atas, pusat mekanisme terapi
(2) (3) Dalam waktu 2 tahun, darah telah dicerna dan lintah mulai mengkonsumsi cairan dalam tubuhnya. Koloni Aeromonas sebagian besar hilang dan bakteri lain mungkin membuat koloni di perut dan usus lintah
(6) Sel air liur tidak bersatu membentuk sel kelenjar lain. Sel tersebut bebas kuman
(1)
Ph = Faring Sz = Sel air liur (2) Serum dan Amoniak dikeluarkan selama darah dikonsumsi. Produksi air liur dan nafsu makan lintah mencapai titik tertinggi pertama kira-kira 3 bulan setelah mengkonsumsi darah. Perlu waktu 2 tahun untuk mencerna makanan. Lintah yang telah digunakan sebaiknya tidak digunakan lagi
Darah mamalia dipercaya penting untuk memproduksi keturunan dan kepompong lintah. Lintah meletakkan kepompongnya di tanah basah pada pinggir air. Setiap kepompong terdiri dari 10 hingga 30 lintah muda, yang tidak lagi mengalami metamorfosis
(1). Efek veneseksi (penyayatan vena) dari lintah terdiri dari pengeluaran/ pengambilan 10 hingga 50 mililiter darah dalam kisaran 20 hingga 120 menit. Kirakira dalam jumlah yang sama darah keluar dari luka selama sekitar 12 jam setelah fase perdarahan. Darah disimpan dalam 10 pasang usus besar lateral (ke samping) dalam perut lintah. Lintah dapat mengkonsumsi darah hingga 5-10 kali berat tubuhnya Sumber : Michalsen, dkk, 2007
Gambar 11.1 Interaksi biologis antara lintah dan pasien
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 185
Komponen air liur lintah medis Hirudin Hirudin adalah zat terkenal yang terkandung dalam air liur lintah. Zat ini diberi nama oleh Jakobj sekitar tahun 1903-1904 (Müller, 200). Hirudin kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan semua zat aktif dalam air liur lintah. Pada kenyataannya, hirudin hanya menunjuk pada satu zat aktif spesifik (Gambar 11.1). Kemampuan air liur lintah untuk mencegah pengentalan darah ditemukan hampir satu abad yang lalu (Kraemer, 1988). Pertama kali diisolasi dan diidentifikasi oleh Markwardt (Graf, 2000) pada pertengahan 1950-an. Molekul hirudin terdiri dari rantai 65 asam amino dengan proporsi tinggi dari asam aspartik dan asam glutamik, keduanya adalah asam aminodikarbonik. Zat ini mencegah pengentalan darah dengan cara pengikatan secara selektif pada trombin (Markwardt, 1985). Hirudin bertindak sama dengan heparin (zat kimia sintetis anti pengentalan darah), tapi hirudin memiliki beberapa keunggulan : 1. Tidak seperti antitrombin III dan heparin, hirudin tidak memerlukan kofaktor (zat yang harus bergabung dengan zat lain untuk memproduksi hasil yang ditentukan) 2. Hirudin dipilih secara eksklusif untuk trombin (zat anti pengentalan darah) 3. Hirudin tidak dipengaruhi peptida dan enzim lain dalam darah 4. Hirudin dikeluarkan dalam bentuk yang tidak berubah melalui air seni Kekurangan dari hirudin adalah tidak diketahui antagonisnya. Jika dosis hirudin terlalu banyak, artinya tidak ada penangkalnya. Namun, dosis hirudin tidak akan terlalu banyak jika lintah digunakan berdasarkan standar yang direkomendasikan. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 186
Komponen lain dari air liur lintah Zat anesthetik (pemati rasa) dan zat yang berfungsi seperti histamine dalam air liur lintah mulai bekerja melebarkan pembuluh darah sebelum hirudin dimasukkan ke dalam luka. Zat tersebut melebarkan pembuluh darah di sekitar luka bekas gigitan, sehingga meningkatkan volume darah yang dihisap di daerah tersebut. Air liur lintah juga mengandung calin, protein yang berfungsi: (a) menghambat atau menghentikan penyatuan dan pelekatan trombosit136 yang dimediasi kolagen (protein dalam tulang, tulang rawan, otot dan jaringan) (b) menghentikan pelekatan trombosit, yang bergantung pada faktor Willebrand, dengan kolagen dalam dinding pembuluh darah, sehingga mencegah penutupan luka (Gambar 11.2).
Gambar 11.2 Diagram yang menunjukkan titik serang Calin. Pengikatan dengan penghalang calin dari faktor Willebrand menghasilkan perdarahan luka yang lama. Sumber : Michaelsen, dkk, 2000 , Rumah Sakit Essen-Mitte
Ini merupakan dasar biokimia terjadinya perdarahan lanjutan dari bekas gigitan lintah, yang normalnya sekitar 12 jam. Secara teoritis perdarahan ini memiliki fungsi membersihkan luka, sehingga
136
Protoplasma dalam tubuh makhluk bertulang belakang yang berguna untuk penggumpalan darah
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 187
melindungi pasien dari potensi terjadinya sepsis (infeksi) yang mematikan. Destabilase, enzim monomer yang juga terkandung dalam air liur lintah, yang menghambat fungsi fibrin137, sejenis enzim protein. Enzim proteinase138 dan antinya, seperti dijelaskan Baskova dan Zavalova (2001), sebagian berkumpul di permukaan pembuluh darah pasien yang rusak, dan sebagian lagi bercampur dengan darah yang keluar dari luka. Beberapa enzim protein juga dikeluarkan bakteri simbiotis (Aeromonas sobria) dalam pencernaan lintah. Dinding usus lintah juga memproduksi dan mengeluarkan anti enzim proteolitis. Anti protein dari lintah medis termasuk kelompok protein yang menghalangi aktivitas katalitis dari enzim proteolitis yang berbeda. Beberapa protein (misalnya bdellins), ditemukan dalam usus lintah dan mirip air liur. Protein ini menghambat fungsi tripsin, plasmin dan akrosin. Tergantung dari sulit tidaknya ditangkap dalam perubahan ion kromatografi maka bdellins dibagi ke dalam dua tipe utama, bdellin A dan B, keduanya dapat membentuk banyak sub tipe. Bdellin, juga bdellostasin dan eglin, dapat merangsang peradangan syaraf, kadang-kadang disertai rasa nyeri dan tidak berfungsinya organ tubuh. Hirustatin adalah enzim anti proteinase dalam air liur lintah medis. Komponen ini termasuk kelompok protein asam amino, yang terbentuk dalam dua jenis dan dibedakan hanya oleh satu asam amino. Hirustatin menghentikan fungsi kalikrein, tripsin, kimotripsin dan neutrofilis katepsin G.
137
Protein putih berbentuk selaput yang tidak mudah larut dibentuk oleh aktivitas thrombin pada fibrinogen ketika darah menggumpal, ia membentuk jaringan yang memerangkap sel darah merah dan trombosit. 138 Setiap enzim yang mengkatalisasi (percepatan reaksi kimia yang ditimbulkan keberadaan material yang secara kimiawi tidak berubah pada akhir reaksi) pemisahan protein ke dalam fraksi peptide dan asam amino yang lebih kecil dengan proses proteolisis
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 188
Anti Triptase juga diisolasi dari ekstrak lintah medis. Triptase berfungsi sebagai sumber dan pengembangan penyakit berupa reaksi peradangan dan alergi yang berhubungan dengan fungsi sel yang rusak. Triptase juga terlibat dalam penyakit asma, arthritis rematik, dan sakit kulit kronis (psoriasis). LDTI (Leech-derived tryptase inhibitor = anti triptase yang diperoleh dari lintah) adalah salah satu anti triptase yang dianalisis lebih baik. Fungsi biologis LTDI dapat digambarkan sebagai berikut: lintah mengeluarkan LTDI untuk menghambat enzim proteolitis (triptase) yang dikeluarkan oleh sel pasien ketika lintah menggigit kulit. Ini adalah cara lintah melindungi dirinya dari enzim proteolitis di daerah mulut ketika sedang makan. Eglins adalah kelompok protein lain dengan berat molekul rendah dan anti radang yang diisolasi dari air liur lintah. Eglins menghambat aktivitas enzim yang mempercepat proses ikatan αkimotripsin, kimas, subtilisin, neutrofilis protein elastase dan katepsin G. Anti Faktor Xa adalah komponen air liur lintah yang bereaksi pada pengentalan. Faktor Xa merubah konversi protrombin menjadi trombin selama proses pengentalan darah. Faktor Za membentuk kompleks ekuimolar stabil dengan Faktor Xa, sehingga menghentikan aktivitasnya. Anti karboksipeptidase A meningkatkan darah yang mengandung kinin selama lintah makan. Zat ini juga membantu menghalangi pengentalan darah yang terbentuk ketika lintah makan. Anti komplemen juga diisolasi dari air liur lintah. Zat ini berguna untuk pasien dengan kekurangan zat anti (inhibitor) alami. Juga bisa menghalangi aktivasi komplemen yang tidak diinginkan seperti Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 189
terjadi dalam reaksi alergi hipersensitif (shock anafilastis), peradangan kronis dan infeksi (sepsis). Hyaluronidase (orgelase) enzim lain air liur lintah, termasuk dalam pencernaan asam hyaluronis. Sebagai “faktor penyebar”, enzim ini membuka struktur antar jaringan atau organ, menyediakan jalan bagi zat aktif lain untuk mencapai jaringan yang lebih dalam. Dalam percobaan dengan tikus, hyaluronidase juga ditemukan memiliki antibiotik. Baskova dkk, 2004, menggunakan metode yang berbeda-beda untuk mendemonstrasikan sejumlah zat yang belum teridentifikasi dalam air liur lintah. Dengan elektroforesis dimensi satu, mereka mengidentifikasi lebih dari 60 zat dengan berat molekul berkisar antara 11 hingga 483 kD. Elektroforesis dua dimensi mengindikasikan lebih dari 100 zat. Perbandingan dari data spektrometri dengan data protein mengindikasikan ada delapan protein dalam air liur lintah yang diketahui.
Komponen air liur dari lintah lain Air liur lintah jenis lain juga mengandung beberapa anti pengentalan darah, misalnya Haementaria, namun mencegah pengentalan darah dengan cara yang berbeda dengan Hirudo.
Kombinasi ulang anti pengentalan darah Selama beberapa tahun, hirudin alami diekstraksi (Gambar 11.3) dari Hirudo medicinalis, dimana suplainya sangat terbatas. Hirudin adalah komponen yang relatif kecil dengan komposisi sederhana. Jadi, para peneliti berhasil mengkloning molekul dalam ragi roti dan memproduksi kombinasi hirudin. Hirudin sintetis ini Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 190
diharapkan dapat identik fungsinya dengan hirudin alami, memiliki karakteristik biokimia dan farmakologi yang diharapkan sama dengan hirudin dari Hirudo medicinalis.. Modifikasi komposisi asam amono dari hirudin yang dikombinasi ulang meningkatkan karakteristik farmakologikanya. Enzim protein rotein dari air liur lintah lain juga direkayasa, misalnya dari jenis Haementeria ghillianii. ghillianii
Gambar 11.3 Ekstrak hirudin dan industri pengguna Foto : Agrotek BK Enterprise
Masih perlu diteliti apakah komponen yang disintesa dari lintah medis akan sama dengan lintah hidup. Namun yang pasti air liur lintah medis mengandung banyak zat bioaktif yang berkhasiat, karena itu dideskripsikan sebagai kombinasi obat alami.
Referensi Tambahan 1. 2. 3.
4.
Baskova IP, Zavalova II. Proteinase inhibitors from the medicinal leech Hirudo medicinalis. Biochemistry 2001: 66 : 703-714. Kraemer BA, et.al. Use of leeches in plastic and reconstructive surgery : a review: J. Reconstr Mocrosurg 1988 : 4: 381-386 Markwardt F. Pharmacology of hirudin : One hundred years after the first report of the anticoagulant agent in medicinal leeches. Biomed Biochim Acta 1985: 44:1007-1013. Müller IW. Handbuch der Blutegeltherapie.. Heidelberg: Haug:2000
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1]] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 191
12. Bakteri yang tumbuh dalam tubuh lintah medis (Hirudo medicinalis) Kemujaraban dan keamanan terapi lintah pada berbagai penyakit yang berbeda merupakan isu penting. Pengalaman klinis dan studi ilmiah menunjukkan, rasa nyeri terapi umumnya ringan dan efek samping dari air liur lintah jarang terjadi. Demikian juga, kemungkinan transfer bakteri atau infeksi virus saat ini merupakan pertimbangan klinis yang relevan. Kewajiban untuk membuang lintah setelah digunakan, efektif untuk mengurangi kemungkinan pasien terkena penyakit yang disebabkan transfer mikroba dari satu pasien ke pasien lainnya. Namun, bakteri normal yang ada di dalam pencernaan lintah juga dapat ditransfer ke pasien dan mungkin mengakibatkan risiko potensial dari infeksi bakteri. Karena itu pada bab ini akan dijelaskan mengenai mikrobiologi lintah medis dan didiskusikan diagnosis dan pengaruh penyembuhan dari mikrooganisme ini.
Simbiosis yang berkaitan dengan usus lintah medis Dokter modern menyukai pelaksanaan pengobatan dengan kondisi yang presisi dan steril. Namun, jika dilaksanakan dengan menggunakan hewan hidup, tidak mungkin untuk mencapai tingkat sterilisasi yang biasa karena semua hewan dikolonisasi (hidup bersama) bakteri alami. Simbiosis139 ini membantu hewan dalam menghasilkan nutrisi yang penting untuk mencerna makanan dan membunuh bakteri yang merugikan (Hooper, 2001; Vollaard, 1990). Usus manusia mengandung berbagai macam bakteri yang mengagumkan. Ratusan jenis kelompok bakteri yang berbeda 139
Hubungan di antara dua makhluk yang saling bergantungan, dimana satu sama lain saling memberikan keuntungan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 192
dipisahkan dari usus manusia berdasarkan metode yang tergantung pengembangan kuman dan metode yang tidak tergantung dari pengembangan kuman, menunjukkan jumlah kelompok bakteri yang ada dalam usus dua kali lipat lebih banyak (Hayashi, 2002; Hooper, 2001). Usus lintah medis juga dikolonisasi oleh bakteri tetapi dengan keragaman yang sangat kecil dibandingkan dengan hewan lainnya (Graf, 2000). Dalam bab ini akan dijelaskan perkembangan ilmu bakteri dan mekanisme anti mikroba dari usus Hirudo medicinalis. Perut (tembolok) lintah yang sebagian besar merupakan ruang pencernaan, berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah yang dihisap (Sawyer, 1986). Perut lintah tidak sama dengan hewan bertulang belakang, dimana menyerap air dan garam dari darah. Cara bekerja usus lintah sama dengan usus manusia, dimana terjadi penyerapan cairan dan garam. Perut lintah juga dapat menyimpan sel darah merah yang dihisap. Proses sebenarnya dari pencernaan dan penyerapan nutrisi terjadi di usus (Roters, 1992), yang jauh lebih kecil dari perut. Hal ini tidak selalu pasti dapat ditentukan, karena singkatnya penjelasan metode studi. Hal yang mengejutkan adalah hanya ada satu jenis bakteri yang diisolasi dari perut lintah pada studi mikrobiologi pertama yang dilaporkan. Bakteri simbiosis ini dinamakan Bacterium hirudinicolum oleh Lehmensick dan Hornborstel pada tahun 1941 (Lehmensick, 1941). Sepuluh tahun kemudian, Büssing, dkk. memberi nama bakteri itu dengan Pseudomonas hirudinis (Büssing, 1951, 1953). Keberadaan hanya satu jenis bakteri dalam perut lintah sangat kontras dengan keberagaman bakteri dalam pencernaan sebagian besar hewan lainnya. Bakteri yang diisolasi dari lintah diuji dengan hemolisis140-beta dan hasilnya positif, serta 140
Peleburan dari eritrosit dengan pelepasan hemoglobin
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 193
ditemukan lintah memproduksi enzim protease dan lipase di luar sel. Karena pengembangan yang murni dari enzim ini, yang diperlukan untuk pencernaan darah, maka bakteri ini diklasifikasikan sebagai simbion (saling menguntungkan). Peran yang tepat dari bakteri simbiotis dalam simbiosis ini belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada tiga fungsi potensial yang telah pasti (Büssing, 1953; Graf, 2000, 2002) yaitu: 1. 2. 3.
Bakteri tersebut membantu pencernaan darah yang dihisap Bakteri tersebut memproduksi nutrisi penting untuk lintah Bakteri tersebut mencegah tumbuhnya bakteri lain
Pembuktian klasik bahwa bakteri terlibat dalam pencernaan darah atau produksi nutrisi adalah tidak berfungsinya antibiotik pada bakteri. Uji kepekaan antibiotik dapat digunakan untuk menentukan apakah bakteri terlibat dalam produksi nutrisi seperti vitamin B12, yang ada dalam konsentrasi rendah dalam darah. Dua kelompok peneliti menyelidiki efek dari antibiotik yang berbeda pada psikologi pencernaan lintah. Büssing dkk (1953), yang memberikan chloramphenicol pada lintah medis (1 mg per ml darah), memperlihatkan adanya pengurangan kehilangan air dan pengeluaran nitrogen setelah proses makan. Dua faktor yang dipertimbangkan yaitu : 1. 2.
Chloramphenicol menghilang relatif cepat dari usus ke dalam darah (setidaknya pada manusia) Hewan diberikan dosis relatif tinggi dari obat tersebut.
Akibat, tidak mungkin untuk memastikan apakah antibiotik sebenarnya memiliki efek langsung pada lintah. Zebe, dkk, meneliti pengurangan penerimaan oksigen dan pengeluaran NH3 pada lintah yang dberikan kanamycin (Zebe, 1986). Dosis yang sangat tinggi dari obat diberikan (1 mg per ml kanamycin). Namun, tidak seperti chloramphenicol, kanamycin kurang diserap oleh usus,
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 194
sehingga efeknya lebih kecil pada hewan (Graf, 2002). Penemuan ini setidaknya menyimpulkan bahwa simbion141 mempengaruhi metabolime dan psikologi dari lintah medis.
Aeromonas, simbion usus Lintah Medis Pada tahun 1960an, simbion dari lintah medis ditemukan oleh Lehmensick dan diberi nama Aeromonas hydrophila (Jennings, 1967). Taksonomi Aeromonas telah mengalami perubahan kompleks dan banyak species baru ditemukan. Identifikasi biokimia klasik tidak selalu jelas dan perbedaan yang nyata dalam urutan gen 16S rRNA dari kelompok yang berbeda harus dideteksi. Masalah lain yang umum terjadi adalah identifikasi yang tidak tepat dari jenis Aeromonas lain dengan alat tes komersial, khususnya dengan sistem yang lebih tua. Sebagian besar investigator yang mempelajari bakteri dari lintah medis di masa lalu hanya menggunakan alat tes komersial untuk mengidentifikasi simbion, dan kebanyakan mengidentifikasinya sebagai Aeromonas hydrophila (Buiting, 1990; Eroglu, 2001; Lineaweaver, 1991, 1992; Mackay, 1999; Nonomura, 1996; Sartor, 2002; Snower, 1989); Di beberapa tempat dinamakan Aeromonas sobria (Fenollar, 1999; Mackay, 1999), mungkin sebaiknya diklasifikasikan sebagai Aeromonas veronii biovar sobria karena urutan gen 16S rRNA-nya berbeda. Kelompok ahli dari Jerman mengidentifikasi simbion sebagai Aeromonas veronii biovar sobria dengan menggunakan alat tes komersial didukung dengan tes tambahan; identifikasi tersebut dikonfirmasi dengan urutan gen 16S rRNA. Analisisnya memperlihatkan banyak jenis yang diisolasi dari perut lintah memiliki reaksi tes biokimia tidak teratur yang konsisten dengan Aeromonas hydrophila. Sebagai contoh, satu kelompok simbion menguji positif untuk hidrolisis esculin, dimana karakteristiknya 141
Makhluk yang hidup dalam keadaan simbiosis
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 195
adalah Aeromonas hydrophila, tetapi urutan gen 16S rRNA identik dengan Aeromonas veronii biovar sobria. Penelitian lain baru-baru ini melaporkan kesulitan yang sama dalam identifikasi biokimia dari kelompok Aeromonas. Lebih jauh, lintah dari tempat pembiakan lain atau dari daerah lain mungkin dikolonisasi jenis bakteri lain. Identifikasi taksonomi yang tepat sebenarnya kurang begitu penting dalam pengobatan klinis, karena Aeromonas hydrophila dan Aeromonas veronii biovar sobria menyebabkan infeksi yang sama pada manusia dan pencegahan keamanan yang sama diterapkan untuk kedua jenis lintah. Selama ini tidak ada laporan mengenai infeksi yang penting untuk diperhatikan terjadi setelah terapi lintah pada bagian yang pemompaan cairannya (perfusi) baik dari tubuh individu dengan sistem imun lengkap. Jika suplai darah pada bagian yang diterapi kurang, maka risiko infeksi luka meningkat, namun dapat dihindari dengan penerapan antibiotik yaitu prophyilastic. Antibiotik quinolone seperti ciprofloxacin dan ofloxacin atau cephalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone sebaiknya digunakan untuk tujuan ini. Generasi pertama penicillin dan cephalosporin tidak direkomendasikan karena kekebalan terhadap antibiotik ini merupakan masalah yang luas. Kekebalan dari antibiotik yang direkomendasikan dapat juga berkembang. Pembedaan akurat antara kedua jenis Aeromonas penting untuk ahli mikrobiologi karena investigator belum berhasil membedakan mana jenis Aeromonas yang mematikan dan mana jenis yang tidak membahayakan. Kedua jenis Aeromonas tersebar luas. Keduanya berkembang di dalam air dan endapan sungai dan danau. Keduanya dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Dari 15 jenis Aeromonas yang diketahui, tiga yang paling sering menyebabkan penyakit pada manusia adalah : 1. Aeromonas hydrophila Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 196
2. Aeromonas media 3. Aeromonas veronii biovar sobria (sering dikelirukan dengan Aeromans sobria). Dibandingkan dengan jenis bakteri penyebab penyakit lainnya, jenis Aeromonas bukan merupakan kepentingan klinis utama. Penyakit yang biasa terjadi akibat infeksi Aeromonas adalah diare dan infeksi luka. Diare biasanya dapat disembuhkan tanpa antibiotik, sedangkan infeksi biasanya terjadi pada luka yang kecil yang terjadi karena air danau atau sungai terkontaminasi. Walaupun relatif tidak biasa, rangkaian infeksi yang berat dapat terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah karena pembedahan, trauma berulang kali, penyakit hati kronis (cirrhosis), atau alasan lain. Penelitian yang lebih luas dari data tersedia pada subjek ini telah dipublikasikan.
Mikrobiologi Lintah Bakteri dalam usus Hirudo medicinalis dapat dinilai dengan mengembangkan bakteri atau analisis DNA dari sampel yang diambil dari usus lintah. Pada sebagian besar studi yang dijelaskan dalam literatur, alat tes komersial digunakan untuk mengidentifikasi aspek biokimia dari bakteri yang dikembangkan. Aeromonas diisolasi dari lintah medis pada semua studi yang relevan. Jenis yang diisolasi biasanya diidentifikasi sebagai Aeromonas hydrophila kemudian diikuti oleh Aeromonas veronii biovar sobria. Pada studi yang dilakukan di Klinik Essen-Mitte, Jerman, 99,5% dari bakteri yang dikembangkan diidentifikasi sebagai Aeromonas veronii biovar sobria. Pada beberapa studi pengembangan bakteri, Aeromonas adalah satu-satunya jenis yang diidentifikasi, tetapi beberapa investigator menemukan lain. Tanpa data kuantitatif Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 197
pada jumlah yang diisolasi, sulit untuk menilai peran bakteri ini bagi lintah. Untuk menentukan apakah risiko infeksi disebabkan oleh bakteri potensial, maka perlu diketahui apakah bakteri ini berkoloni di usus lintah, permukaan tubuh, atau organ lain. Untuk itu perlu dikumpulkan data kuantitatif bakteri. Walaupun mereka secara metabolis aktif, sebagian besar jenis bakteri tidak dapat dikembangkan di laboratorium. Sebagai contoh, hanya 0,1% dari jenis bakteri yang ada di air danau dapat diisolasi dengan dikembangkan. Walaupun sebagian besar penyebab penyakit pada manusia dapat dikembangkan, “hanya” 30-50% dari semua bakteri usus dapat dikembangkan dalam kondisi laboratorium. Akibatnya, bakteri lain yang sulit hingga tidak mungkin untuk dikembangkan dalam kondisi laboratorium, mungkin ada di lintah. Para ahli di klinik Essen Mitte mengisolasi DNA dari usus dan perut lintah, diberi keterangan lebih detail gen 16S rRNAnya dan dibiakkan dalam plasmid. Dengan pengaturan plasmid individual, para ahli dapat mengetahui secara mendalam mengenai bakteri dari lintah tanpa pengembangan bakteri. Analisis awal menyarankan, sebagai tambahan pada A.veronii biovar sobria, perut lintah mungkin juga dikolonisasi oleh jenis bakteri lain yang berhubungan jauh dengan simbion pada usus manusia, yaitu Bacteroides. Penemuan ini membuktikan perut lintah mungkin dikolonisasi lebih dari jumlah mikroorganisme yang sebelumnya diasumsikan. Tapi, jumlah jenis bakteri secara mengejutkan sangat kecil. Jenis bakteri lain yang berkolonisasi dalam usus lintah yang mendominasi adalah A.veronii dan Bacteroides yang disebutkan di atas. Laporan mengenai penggunaan baru dari lintah medis untuk mengobati kerusakan pada pemompaan cairan (perfusi) vena, meningkat sebagaimana komplikasi dari bedah plastik dan Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 198
pembuluh darah kecil (microvascular) yang telah dipublikasikan sejak awal 1980an. Konsekuensi utama dari aliran darah yang terganggu adalah pelemahan sistem imun lokal dari pasien. Karena tekanan imun lokal, bakteri dapat dengan mudah mengkolonisasi luka bedah dan menyebabkan infeksi. Infeksi bakteri yang mengikuti terapi lintah pada jaringan yang pemompaan cairannya lemah telah dilaporkan dalam beberapa kasus. Infeksi ini dapat dihindari dengan pemakaian antibiotik secara bersamaan. Dua hal penting perlu diingat : 1. Gangguan pada peredaran darah membuat pasien peka terhadap infeksi luka. 2. Banyak lintah perlu diterapkan pada banyak sesi pengobatan. Pada indikasi ini, tidak ada pengobatan yang seefisien terapi lintah. Ini membuat perfusi jaringan yang rusak secara jelas dibedakan dari banyak indikasi lainnya dari terapi lintah. Tes mikrobiologi mengidentifikasi A. hydrophyla atau A.veronii biovar sobria adalah penyebab dari infeksi luka yang ada hubungannya dengan lintah pada hampir semua kasus yang dilaporkan. Vibrio fluvialis dan Serratia marcescens dipertimbangkan sebagai penyebab dalam masing-masing kasus.
Ciri-ciri Antimikroba dalam usus lintah Kontras dengan keragaman bakteri dalam usus sebagian besar hewan, data terbaru membuktikan hanya sedikit sekali jenis bakteri yang berkolonisasi dalam usus lintah medis. Kurangnya keragaman ini berfungsi untuk peningkatan keamanan terapi lintah pada manusia. Lebih jauh, penemuan terkini menyarankan zat tertentu dalam perut lintah mencegah tumbuhnya banyak bakteri atau bahkan membunuh bakteri, yang sangat menarik dari perspektif terapi. Zat anti bakteri mungkin diproduksi oleh lintah Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 199
itu sendiri atau simbionnya. Sebagai alternatif, zat anti bakteri mungkin juga telah ada dalam darah yang dihisap. Indergand dan Graf meneliti kemampuan isolasi klinis dari Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus untuk mengkolonisasi lintah medis. Lintah diberi makan bakteri yang dikembangkan murni (dilarutkan dalam darah), dan konsentrasi bakteri dalam lintah diukur pada berbagai waktu sampling. Menariknya, konsentrasi E.coli dalam usus lintah menurun sepanjang waktu. Dalam eksperimen terkendali, darah yang sama tidak diberikan pada hewan tapi diinkubasi dalam lingkungan sintetis dan diselidiki dengan kondisi tes identik yang lain. Ini membuktikan zat antimikroba dalam darah hewan senantiasa aktif. Sistem komplemen, pertahanan yang penting melawan infeksi, dapat diaktivasi dengan cara komplemen alternatif atau klasik. Karena komplemen bersifat labil terhadap pemanasan, maka terapi panas pada darah membuat komplemen tidak aktif dan mengizinkan E.coli untuk tumbuh dalam tubuh lintah dan darah yang dihisap. Studi yang berkaitan membuktikan komplemen (dalam darah yang dihisap) terus aktif dan membunuh bakteri sensitif dalam pencernaan lintah untuk periode waktu tertentu. Hipotesis ini didukung kejadian dari studi eksperimental dengan mutan A.veronii yang dibuat tidak mampu mensintesis lipopolysaccharides, sehingga membuat mereka sensitif untuk pembunuhan yang dimediasi komplemen. Mutan tidak dapat mengkolonisasi lintah kecuali jika darah dipanaskan, dan komplementasi mutan dengan keseluruhan operon dipulihkan kemampuannya untuk mengkolonisasi lintah. Hasil ini mengindikasikan komplemen dalam darah segar yang dihisap terus aktif dalam sistem pencernaan lintah dan membunuh bakteri sensitif. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 200
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus, dua jenis bakteri lain diinvestigasi oleh Indergand dan Graf, dapat bertahan dalam usus lintah tetapi perkembangannya dihambat secara signifikan. Penemuan ini membuktikan darah yang dihisap harus dimodifikasi oleh lintah, simbion usus lintah, atau keduanya dan modifikasi ini mencegah pertumbuhan bakteri, setidaknya bakteri yang diinvestigasi. Segera setelah penghisapan, pengeluaran air dan garam dari darah yang dihisap terjadi dalam pencernaan lintah, porsi yang diambil kemudian dikeluarkan melalui nephridia (organ pengeluaran). Secara teoritis, semua proses dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang diinvestigasi. Sebagai alternatif, atau penambahan, lintah atau simbionnya dapat memproduksi zat yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Salah satu tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan efek dari proses ini pada bakteri dari lintah dan mengidentifikasi setiap zat anti mikroba yang mungkin terlibat. Para ahli kemudian melakukan eksperimen berdasarkan perkembangan cepat dari A.veronii dalam perut lintah. Jumlah simbion Aeromonas dalam perut lintah naik dua kali lipat kira-kira satu kali setiap jam pada suhu 210C, yang sama dengan tingkat pertumbuhan dalam media pengembangan yang kaya. Pengembangan berakhir pada konsentrasi akhir 5x1071x108 unit pembentukan koloni (CFU = colony-forming unit) per mL. Penemuan ini membuktikan simbion resistan (bertahan) pada zat antimikroba. Jika mutan yang tidak dapat mengkolonisasi usus lintah dapat ditemukan, maka petunjuk penting untuk mengindentifikasi zat aktif yang berhubungan dalam usus lintah dapat diperoleh dengan menganalisis mutan. Studi yang tersedia mengindikasi bahwa ada penghalang untuk mengkolonisasi pada beberapa level dimana kejadian secara alami simbion lintah dapat mengatasinya tapi banyak jenis bakteri lain Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 201
tidak dapat mengatasinya. Jenis bakteri lain dapat mengkolonisasi usus lintah dengan kondisi tertentu, misalnya jika darah yang dihisap tidak segar atau lintahnya sedang lemah, karena periode kelaparan yang diperpanjang. Penelitian ini disponsori oleh Swiss National Fund, The National Science Foundation dan Sandoz Foundation.
Referensi Tambahan 1.
Buiting AG, Horbach JM, Petit PL, An unusual hospital infection : Aeromonas hydrophila due to the use of leeches. Ned Tijdschr Geneeskd 1990; 134 : 21032105. 2. Büssing KH. Pseudomonas hirudinis ein bakterieller Darmsymbiont des Blutegels (Hirudo officinalis). Zentralbi Bakteriol 1951: 157:478-585. 3. Eroglu C et.al. Bacterial flora of Hirudo medicinalis and their antibiotic sensitivities in the middle Black Sea region, Turkey. Ann Plast Surg 2001”47:7073. 4. Graf J. The effect of the symbionts on the physiology of Hirudo medicinalis,the medicinal leech, Int J. Reprod Biol 2002; 41:269-275 5. Hayashi H, Sakamoto M, Benno Y Phylogenetic analysis 16S rDNA clon libraries and strictly anerobic culture-based methods. Microbiol Immunol 2002; 46:535548 6. Indergand S, Graf J. Ingested blood contributes to the specificity of the symbiosis of Aeromonas veronii biovar sobria and Hirudo medicinalis, the medicinal leech. Appl Environ Microbiol 2000: 66:4735-4741. 7. Lehmensick R. Ueber einen neuen bakteriellen Symbionten im Darm von Hirudo officinalis L. Zentralbi Bakteriol 1941 : 317-321. 8. Mackay DR et.al. Aeromonas species isolated from medicinal leeches. Ann Plas Surg 1990; 42:275-279. 9. Sawyer RT : Leech biology and behavior. Oxford : Clarendon Press; 1986. 10. Zebe E. Roters FJ, Kaiping B, Metabolic changes in the medicinal leech Hirudo medicinalis following feeding Comp Biochem Physiol 1986; 84A:49-55.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 202
13. Aspek hukum terapi lintah di Eropa dan Amerika Sebagaimana kita ketahui ada perbedaan antara klasifikasi lintah di Amerika dan Eropa. Di Amerika lintah dianggap sebagai “alat medis” sedangkan di Eropa dikategorikan sebagai “obat/produk medis”. Standar kedua sistem terhadap hukum pengobatan memang berbeda. Sistem medis di Amerika dan Eropa dibentuk secara berbeda, demikian juga di berbagai negara di Eropa. Aturan khusus hanya dapat diterapkan di negara tertentu. Untuk itu terapis harus mempertimbangkan aspek hukum tertentu yang penting dari terapi, karena terapis dapat dihadapkan pada masalah tanggung jawab, peraturan, hukum kriminal, yang mengemukakan risiko hukum pada profesi. Di sisi lain, pasien mengharapkan menerima terapi yang terbaik dengan keamanan dan keefektifan pengobatan. Untuk melindungi pasien dan terapis dari akibat tidak langsung dari hukum, beberapa pertanyaan berikut sebaiknya dijawab sebelum memulai terapi lintah:
Bagaimana status hukum dari terapi lintah? Amerika Pada tahun 2004 lintah medis disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai “tambahan dalam pengobatan jaringan transplantasi jika masalah penyumbatan vena akan menunda penyembuhan atau mengatasi masalah penyumbatan vena karena perdarahan lokal yang berlangsung lama”. Keputusan untuk mengklasifikasi lintah medis sebagai alat medis didasarkan pada penggunaan lintah medis pada tahun sebelum tahun 1976, pada percobaan klinis, proses manufaktur, dan penggunaan klinis di Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 203
masa lalu. Penggunaan lintah untuk penelitian, pendidikan atau ekstraksi dari zat aktif tidak diatur oleh FDA. Lintah dapat dibeli dari Amerika berdasarkan alasan ilmiah atau pensuplai medis seperti Leeches USA. Karena Hirudo medicinalis termasuk jenis yang langka, proses import tidak hanya berada di bawah kekuasaan hukum Amerika tapi juga US Fish and Wildlife Service (Jasa pengurusan ikan dan hewan liar). Kedua agen harus dikontak sebelumnya untuk mengimpor hewan agar dapat dijamin keselamatannya.
Eropa (Jerman sebagai contoh) Lintah medis tidak secara komprehensif diklasifikasikan sebagai alat medis hingga tahun 2004. Di Jerman, penjualan lintah medis dikontrol oleh pemerintah. Jika efek samping terjadi selama terapi, perusahaan obat diwajibkan untuk mencatat dan mengevaluasi, dan jika perlu melaporkan pada kantor monitor obat negara. Perusahaan tersebut juga wajib untuk menginformasikan terapis dan pasien terhadap perkembangan baru dan efek samping potensial.
Mengapa hukum obat di Amerika dan Eropa mengklasifikasikan lintah medis secara berbeda? Definisi yang berbeda tidak berarti pengklasifikasian lintah media yang berbeda dalam hukum perobatan. Salah satu pendekatan yang dapat dijelaskan adalah mungkin penguasa pengobatan di Amerika dan Eropa memiliki pandangan yang berbeda mengenai mekanisme terapi lintah. Daya hisap atau fungsi membiarkan dari lintah medis cenderung pada klasifikasi sebagai alat medis di Amerika. Di sisi lain, fungsi medis dari agen aktif mendukung klasifikasi lintah medis sebagai produk medis, di Eropa. Dengan
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 204
semakin berkembangnya minat terhadap terapi lintah dan potensial lintah sebagai terapi alami yang efektif, maka harmonisasi pandangan internasional diharapkan pada beberapa tahun ke depan.
Syarat apa yang harus dimiliki oleh terapis? Profesional perawat kesehatan, dokter dan praktisi non medis terdidik memiliki autorisasi formal (dalam hukum Jerman) untuk menyelenggarakan terapi lintah pada pasien jika pasien menyetujui untuk diterapi. Namun, terapi lintah belum termasuk dalam kurikulum nasional (di Jerman) untuk dokter, tidak ada peraturan pelatihan nasional untuk praktisi nonmedis. Pelatihan untuk praktisi nonmedis dalam hal teknik terapi lintah berada pada kebijaksanaan dari institusi pelatihan. Dengan mempertimbangkan tanggung jawab dan isu malpraktek, dokter dan praktisi nonmedis disarankan untuk menyelesaikan program pelatihan yang dapat dipercaya dalam terapi lintah sebelum menyelenggarakan terapi pertama jika di sekolah tidak menyediakan pelatihan yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai terapi llintah. Mereka kemudian dapat memberikan bukti kualifikasinya jika diperdebatkan. Banyak terapis fisik juga berminat dalam menyelenggarakan terapi lintah sebagai terapi tambahan. Namun, terapis fisik tidak diijinkan untuk menyelenggarakan terapi yang sifatnya menusuk/ menyayat pada pasien, mereka akan terkena risiko hukum yang tidak terhitung jika melakukan hal itu. Dalam hukum Jerman dinyatakan bahwa jika seorang bekerja sebagai praktisi nonmedis tanpa lisensi maka dapat didenda atau dipenjara selama satu tahun.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 205
Apakah pasien telah diberikan informasi yang tepat mengenai risiko potensial yang dapat terjadi oleh terapis? Terapi lintah dihubungkan dengan risiko tertentu, dan terapis diwajibkan secara komprehensif menginformasikan pasien mengenai potensi terjadinya risiko kerugian. Semua pasien harus diinformasikan mengenai risiko umum yang berkaitan dengan terapi lintah (reaksi alergi, peradangan primer dan sekunder, bekas luka) sebelum menyelenggarakan terapi. Risiko spesifik harus dijelaskan kasus demi kasus jika memungkinkan, khususnya jika lintah diletakkan di tempat kritis di daerah wajah atau leher. Terapis harus mendapatkan ijin secara jelas pada terapi yang diusulkan dengan bukti bahwa pasien telah diinformasikan mengenai risiko potensial terapi (lihat Lampiran “Informasi untuk Pasien”).
Apakah pasien telah diinformasikan secara tepat bagaimana mengenali efek samping yang potensial terjadi? Sebagai tambahan untuk menjelaskan efek samping yang potensial terjadi pada terapi lintah, terapis harus menginstruksikan pada pasien bagaimana cara berekasi jika efek samping tersebut terjadi. Pasien sebaiknya selalu dapat mengontak terapis sehingga reaksi efek samping dapat diperiksa dan diatasi secepat mungkin. Beberapa reaksi efek samping yang membutuhkan resep dokter adalah jarang. Obat-obatan yang dibutuhkan untuk menerapi komplikasi ini hanya dapat diresepkan oleh dokter. Untuk itu, jika terapis adalah praktisi nonmedis, ia harus menginformasikan dan memperoleh asisten seorang dokter dengan segera. Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 206
Apakah telah dilaksanakan perlindungan terhadap hewan dan lingkungan? Lintah medis adalah alat medis (Amerika) dan produk medis (Eropa). Walaupun hukum perlindungan terhadap hewan berada pada posisi lebih rendah, namun tidak dapat dilalaikan atau diabaikan, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perlindungan lingkungan, kebersihan dan pengendalian penyakit. Melepaskan lintah medis ke daerah liar merupakan pelanggaran dalam hukum obat, hukum perlindungan lingkungan dan peraturan pembuangan sampah yang berbahaya (hukum Jerman).
Apakah persyaratan legal digunakan terhadap lintah setelah dipakai untuk menerapi? Pada dasarnya ada tiga cara untuk membuang lintah yang telah digunakan sesuai hukum (hukum Jerman). Lintah yang telah digunakan dapat: 1. Dikembalikan ke kolam “peristirahatan lintah” (telah dilarang pemerintah sejak Juli 2006) 2. Dibunuh dengan dibekukan 3. Dibunuh dengan dicelupkan dalam alkohol Setelah lintah dibunuh, lintah sebaiknya dibuang sebagai material sampah berbahaya karena berpotensi menyebabkan infeksi. Klinik kecil yang tidak memiliki sistem pembuangan sampah dapat menempatkan lintah di tempat tertutup rapat dan membuangnya bersamaan dengan sampah umum mereka.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 207
Lampiran Daftar-1: Peralatan untuk Terapi Lintah • Lintah yang segar, belum pernah dipakai dan bersih (dikirim sekurang-kurangnya 24 jam sebelumnya) • Bejana kecil dengan penutup untuk lintah yang telah digunakan; sebaiknya sebagian diisi air • Handuk dan kapas tahan air • Alas dari kain, gulungan pembalut dengan daya serap cairan tinggi • Plester yang melekat • Air panas dan dingin • Gunting, pisau cukur sekali pakai • Sarung tangan bedah • Pipa dari kaca, mangkuk kecil atau alat penyemprot sekali pakai jika dibutuhkan • Alat pengukur tekanan darah • Obat-obatan alergi, alat injeksi, pisau bedah/lanset, atau jarum
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 208
Daftar-2: Prosedur Terapi Lintah • Setelah menginformasikan pasien dengan seksama mengenai terapi, periksa kontraindikasi dan pasien diminta untuk menandatangani formulir persetujuan • Antarlah pasien ke kamar mandi sebelum mulai prosedur • Bukalah daerah target dan posisikan pasien pada permukaan yang dilindungi bahan tahan air • Lokasikan dan awasi tempat aplikasi lintah. Tandai batas aplikasi dengan plester jika dibutuhkan • Gunakan lampu yang redup untuk menciptakan lingkungan yang sepi dan temaram • Pilihlah lintah dan aplikasikan dengan bantuan mangkuk bekam atau alat penyemprot yang dimodifikasi • Jika lintah tidak mau mengigit dalam waktu lima menit, basahi dan hangatkan kulit pasien (celupkan dalam air hangat atau gunakan handuk hangat, dll). • Jika lintah tetap tidak mau menggigit, gunakan lancet untuk menusuk kulit pasien • Monitor pasien secara kontinu sampai lintah menjatuhkan diri, atau berikan pasien bel untuk dibunyikan jika lintah jatuh. Sediakan tempat untuk lintah yang telah selesai digunakan. • Tutuplah luka secara longgar, dan periksalah tingkat perdarahan 15-30 menit kemudian, jika memuaskan, tutuplah dengan pembalut penghisap yang tebal • Ingatkan pasien mengenai perdarahan lanjutan dari bekas gigitan lintah dan yakinkan pasien memiliki nomer telepon terapis yang dapat dihubungi.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 209
Catatan Rasa Nyeri untuk Dokumentasi Hasil Terapi Lintah Alamat praktek medis :………………………………………………………………. Nama pasien : ……………………………………………………………… Alamat : ……………………………………………………………… Jenis penyakit yang diderita: ……………………………………………………………. Jumlah dan lokasi lintah : ………………………………………………………………
Hasil Terapi: 1. Apakah ada keluhan setelah terapi lintah dilakukan? Jika ada, maka: Jenis keluhan : 1. .………………………………………………………………. 2. ..……………………………………………………………… 3. ……………………………………………………………….. Waktu terjadi : …………………………………………………………………………… Lamanya : …………………………………………………………………………… Catatan lain : …………………………………………………………………………… 2. Apakah terasa ada penyembuhan setelah terapi lintah dilakukan? Jika ada, maka : Jenis penyembuhan : 1. ……………………………………………………………… 2……………………………………………………………….. 3. ……………………………………………………………… Waktu terjadi : …………………………………………………………………………. Catatan lain : ………………………………………………………………………….
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 210
Kuesioner Intensitas Rasa Nyeri Bapak, ibu yang terhormat, mohon memasukkan data berikut selama tiga hari setelah terapi lintah dilakukan. Isilah tingkat rasa nyeri yang dirasakan setiap hari dengan menandai (“X”) angka dalam skala nyeri berikut : Contoh : Tidak ada rasa nyeri 0 1 2 3
4
5
6
7
Nyeri sekali 8 9 10
CATATAN : Angka 0 = tidak ada rasa nyeri; Angka 10 = rasa nyeri maksimum atau nyeri sekali
Hari pertama (waktu diterapi lintah) Tidak ada rasa nyeri 0 1 2 3 4 5 Hari kedua 0 1 2 3 4 5 Hari ketiga 0 1 2 3 4 5
Nyeri sekali 9 10
6
7
8
6
7
8
9
10
6
7
8
9
10
Terima kasih atas kerjasamanya. Semoga data ini dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas terapi selanjutnya.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 211
Informasi untuk Pasien dan Formulir Perijinan Bapak, Ibu yang terhormat, Anda telah dijadualkan untuk melakukan terapi lintah. Terapi ini dapat memiliki efek samping sementara. Efek samping yang mungkin dapat terjadi adalah : Efek samping yang umum : • Nyeri ringan selama terapi • Perdarahan lanjutan akibat gigitan lintah • Gatal-gatal dan kulit memerah di sekitar gigitan lintah (seperti reaksi alergi) Efek samping yang jarang terjadi : • Infeksi kulit • Pembesaran kelenjar limfatik untuk sementara waktu • Gangguan pigmentasi/luka pada bekas gigitan lintah • Pembengkakan sementara pada tubuh, tangan atau kaki yang diterapi Beberapa efek samping membutuhkan penanganan (pembalut untuk mengompres luka, obat-obatan untuk infeksi dan alergi). Jika efek samping semakin berkembang, silakan mengontak kami dengan telepon atau dapat datang langsung ke klinik.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 212
Kontraindikasi Terapi lintah sebaiknya tidak dilakukan untuk pasien dengan : • Kebiasaan mengkonsumsi obat-obat pengencer darah • Penyakit Hemofili (perdarahan tidak terkendali) atau penyakit yang berkaitan dengan darah atau organ pembentuk darah lainnya • Bisul akut atau radang lambung yang parah • Penyakit Anemia (kekurangan darah) • Kekurangan imun tubuh karena AIDS, kemoterapi, dll • Penyakit kronis yang berat (kanker stadium tinggi, cuci darah, dll) • Sejarah penyembuhan luka yang lama (karena penyakit kencing manis, kegemukan, terapi kortison jangka panjang) • Alergi terhadap salah satu zat dalam air liur lintah • Berkencerungan mengalami keloid atau luka Setelah Terapi Kami merekomendasikan pada Anda untuk datang pada hari Anda menjalani Terapi Lintah. Anda sebaiknya datang lagi untuk pemeriksaan tiga hingga tujuh hari setelah terapi atau lebih cepat jika terjadi komplikasi.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 213
Formulir Perijinan Saya menyetujui untuk melakukan Terapi Lintah dan Pengukuran setelah Terapi Lintah. Dr/Bapak/Ibu ………………………. telah menjelaskan pada saya efek samping yang potensial terjadi. Berdasarkan pengetahuan saya, saya tidak memiliki kontraindikasi sebagaimana yang telah disebutkan di atas. …………………………………………………………………………………. Tempat dan tanggal penandatanganan
………………………………………………………………………………….. Tanda tangan pasien ………………………………………………………………………………….. Tempat dan tanggal penandatanganan
………………………………………………………………………………….. Tanda tangan dokter/terapis
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 214
Informasi sebelum Terapi Lintah untuk Pasien Bapak, Ibu yang terhormat, Anda telah dijadualkan untuk melakukan Terapi Lintah pada hari/ tanggal …………………… jam ……… Informasi penting berikut ini sebaiknya dibaca sebelum terapi dilakukan. • Jangan menggunakan semua jenis parfum, lotion, sabun mandi dan salep atau obat sehari sebelum terapi atau pada saat terapi dilakukan. • Anda harus memberitahu terapis jika mengkonsumsi obatobatan pengencer darah. • Keseluruhan prosedur terapi akan berlangsung selama dua hingga tiga jam. Silakan mengatur waktu Anda. Pada saat terapi dilakukan, Anda sebaiknya beristirahat dan sedapat mungkin meninggikan posisi tubuh yang terkena penyakit. Lanjutkan sekurang-kurangnya dua hari setelah terapi. • Kami merekomendasikan untuk membawa pakaian ganti dan hadir untuk pemeriksaan tiga hingga tujuh hari setelah terapi. • Ketika lintah telah melepaskan diri, gigitan lintah akan ditutupi oleh pembalut tebal yang menyerap yang mungkin akan membatasi gerak Anda. Gunakan baju longgar dan sepatu yang terbuka bagian depannya. • Tidak disarankan untuk menyetir kendaraan setelah terapi. • Asuransi biasanya tidak akan mengganti biaya terapi. • Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, silakan menghubungi kami pada jam kerja: Telepon : ………………………… Salam,
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 215
Prosedur Terapi Lintah Bapak/Ibu yang terhormat, Anda telah mempercayai kami untuk melakukan Terapi Lintah pada Anda, dan dokter/terapis yang akan melakukannya telah menjelaskan pada Anda mengenai efek samping dan kontraindikasi. Informasi berikut ini akan memberikan Anda data penting mengenai penanganan lebih lanjut. Setelah lintah selesai menghisap darah, luka bekas gigitan akan dibungkus dengan pembalut tebal, yang sebaiknya digunakan hingga keesokan harinya. Kami merekomendasikan Anda untuk menjauhkan diri dari semua aktivitas yang membutuhkan banyak tenaga pada hari terapi dan tinggikan posisi tubuh yang diterapi sesering mungkin. Anda akan diberikan material pembalut tambahan. Jika pembalut pertama telah penuh dengan rembesan darah, gantilah pembalutnya dengan pembalut tambahan. Kontaklah klinik jika perdarahan terus berlangsung atau jika Anda kuatir terhadap salah satu efek samping. Teleponlah ke nomer berikut ini selama jam kerja: ……………………………. Pembalut sebaiknya diganti pada keesokan harinya setelah terapi dan sebaiknya dilakukan di klinik. Rasa gatal dan kulit yang memerah di sekitar gigitan lintah mungkin terjadi. Gejala ini biasanya merugikan dan dianggap sebagai bagian dari efek terapi. Gejala ini biasanya akan hilang dengan metode sederhana yaitu mengkompresnya dengan dadih (susu kental untuk dibuat keju), atau jeruk lemon.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 216
Kontaklah kami atau terapi lainnya segera ketika efek samping semakin memburuk (demam, kedinginan, masalah sirkulasi, dll). Kira-kira satu minggu setelah terapi, kami akan mengontak Anda untuk meyakinkan bahwa terapi telah dilakukan secara tepat. Pengukuran kualitas dilakukan untuk keamanan Anda dan sebagai data untuk penelitian kami. Jika Anda masih memiliki pertanyaan lanjutan mengenai rangkaian terapi, silakan mengontak kami di nomer : …………………………………… Hormat kami, Terapis
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 217
Tentang Penulis
Vita Sarasi dilahirkan di Balikpapan tanggap 17 September 1968. Gelar Sarjana Ekonomi bidang Manajemen dan Magister Teknik bidang Manajemen Industri diraihnya di Unpad dan ITB. Penulis saat ini sedang menyelesaikan program doktornya di Universitas Johann Wolfgang Goethe, Frankfurt am Main, Jerman. Ibu dari dua anak ini sejak 2002 hingga saat ini mengajar ilmu-ilmu manajemen dan ekonomi syariah di Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran, Bandung. Penulis menekuni bidang pengobatan cara Islam (Thibbun Nabawi) sejak Februari 2011 ketika mengikuti Pelatihan Bijak Cemerlang (PBC) yang dilaksanakan oleh Herba Penawar Alwahida (HPA) di Hotel Poster Mice, Bandung. Berbagai pelatihan dan seminar pengobatan Islam telah diikutinya. Penulis juga aktif menjadi anggota ABI (Asosiasi Bekam Indonesia) untuk wilayah Jawa Barat mulai tahun 2011. Terapi lintah termasuk salah satu jenis pengobatan yang dijalankannya di “Warung Sehat Konstitusi”, Jalan Konstitusi no 2, Bandung, yang Alhamdulillah, dengan ijin Allah cukup berhasil menangani beberapa pasien dengan berbagai keluhan, mulai dari nyeri persendian hingga stroke.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 218
Terapi Lintah telah mengalami jaman keemasan selama beberapa tahun, dan hingga kini kemujaraban dari air liurnya dalam mengobati berbagai macam penyakit terus digali dan diteliti oleh para ahli. Ibnu Sina, dokter Arab yang sangat terkenal pada periode 9781037 M, percaya lintah dapat mengeluarkan darah dari bagian tubuh yang lebih dalam dibandingkan dengan bekam basah (wet cupping) yang ditulis dalam bukunya “The Canon of Medicine” (Alqanoon-fi-Tibb). Terapi lintah pada saat ini tidak terlalu berbeda dari metode yang dijelaskan Ibnu Sina 1000 tahun yang lalu. Ibnu Sina bersikeras tidak hanya pada kebersihan lintah tapi juga tempat aplikasi dan tangan terapis (Robert dkk, 2000). Buku ini mengenalkan prinsip dasar penggunaan lintah dalam praktek klinis, dan secara jelas menerangkan tahap demi tahap metodologi dan aplikasinya yang sangat potensial. Instruksi yang ekselen dalam penggunaan lintah meliputi spektrum penuh kemungkinan aplikasinya, tentunya juga mendorong pengembangan baru dalam bidang penelitian. Petunjuk yang berharga mengenai terapi yang penting ini diperoleh dari para ahli yang sangat berpengalaman dalam bidangnya.
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 219
HERBA JAWI Herba akar kunyit (Coscinium blumeanum) hidup menjalar dan tinggi tidak melebihi 10 kaki. Kandungan flavanoid yang tinggi menjadikan herba ini sebagai antioksidan yang mengurangi pengeluaran histamin dan zat-zat alergi lainnya, membantu meningkatkan kadar vitamin C dalam tubuh untuk melindungi kerusakan sel akibat radikal bebas serta menguatkan sendi. Bagi penderita alergi, hindari sementara makanan sumber alergi seperti: cumi, ayam, udang, terasi, kepiting, dan lain-lain. Madu asli memiliki aroma khas dan tingkat kekentalan yang sangat tinggi, kaya akan protein dan karbohidrat. Khasiat madu : sebagai antibiotik alami, meningkatkan stamina dan vitalitas, pencegahan penyakit, mempercepat penyembuhan penyakit, mengeluarkan racun tubuh, sumber energi, sumber vitamin dan mineral yang lengkap Omega 3 dihasilkan dari ikan yang memiliki kadar Omega 3 tinggi. Fungsi utama adalah nutrisi otak dan pembersih darah. Manfaat lain : mencegah radang sendi (rhematoid arthritis), asma, serangan kanker penyakit kulit, migren, kesemutan, dingin di kaki dan tangan, mencegah serangan jantung akibat penyumbatan (artherosklerosis) dan darah tinggi, menjaga penglihatan, meningkatkan kandungan oksigen dalam darah, sehingga metobolisme optimal Teh herba mengandung Hydrocotyle asiatica dan Hydrocotyle sibthorpiodes, keduanya dari keluarga pegagan. Khasiatnya antara lain : meredakan peradangan sendi (arthritis), menurunkan asam urat (gout), membuang racun terutama di hati, ampasnya jika ditempelkan di kulit dapat menyembuhkan gangren, kandungan glycosidesnya berfungsi sebagai penawar luka, kandungan asiaticoside (triterpene glycoside) dalam pegagan dapat merangsang pembentukan lipid dan protein yang amat berfungsi untuk kesehatan kulit, Asiaticosides diklasifikasikan sebagai antibiotik, anti radang, mengandung seponin yang menghambat keloid pada jaringan bekas luka, mencegah varises dan salah urat. Rimpang kunyit secara umum mengandung minyak atsiri, zat damar, dan pati serta tannin, yang berkhasiat menjaga kesehatan kulit, antiseptik. Ini adalah agen antiseptik dan antibakteri alami, berguna dalam desinfektan luka dan luka bakar, mengurangi resiko leukemia, racun hati alami, mencegah dan memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer dengan menghilangkan penumpukan plak amyloyd di otak, mencegah metastasis dari terjadi dalam berbagai bentuk kanker, anti-inflamasi tanpa efek samping, menghambat multiple sclerosis, penghilang rasa sakit alami dan cox-2 inhibitor, membantu dalam metabolisme lemak, pengobatan alami untuk arthritis dan rheumatoid arthritis, meningkatkan efek paclitaxel kemoterapi obat dan mengurangi efek samping, menghentikan pertumbuhan pembuluh darah baru pada tumor,mempercepat penyembuhan luka dan membantu dalam perbaikan kulit rusak,membantu dalam pengobatan psoriasis dan kondisi kulit inflamasi.
Rosella mengandung Hibiscus sabdariffa, vitamin C dosis tinggi. Rosella berkhasiat sebagai antibodi alami dari kuman atau virus. Khasiat lain : pencegah penyakit kardiovaskular, kanker, alergi, demam, masalah kulit.
Habbatussauda (jinten hitam) berkhasiat membantu meningkatkan sistem imunitas tubuh, anti histamine, anti tumor, anti bakteri
Sumber: Tn. Haji Ismail bin Haji Ahmad, Jawi Medicinal Herbs. HPA Industries SDN. BHD, 2009
Vita Sarasi, 2011. [Draft-1] Terapi Lintah: Teori dan Praktek - 220