DAFTAR ISI TERAPI FEMINIS A. PENDAHULUAN Sejarah dan Perkembangan Perkembangan B. KONSEP UTAMA 1. Pandangan Terhadap Manusia 2. Perkembangan Manusia dalam Perspektif Feminis 3. Tantangan Peran Tradisional Bagi Wanita 4. Prinsip-Prinsip Psikologi Feminis C. PROSES KONSELING 1. Tujuan Konseling 2. Fungsi dan Peran Konselor 3. Pengalaman Klien dalam Konseling 4. Hubungan Antara Klien dan Konselor D. APLIKASI: Teknik dan Prosedur Konseling 1. Assesmen dan Diagnosis 2. Teknik dan Strategi 3. Peran Laki-laki dalam Konseling Feminis E. EVALUASI Kelemahan dan Keterbatasan Konseling Feminis
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
A. PENDAHULUAN Konseling Feminis adalah proses konseling yang menempatkan gender dan kekuatannya sebagai inti konseling. Dibangun berdasar asumsi bahwa permasalah seseorang sangat terkait dengan konstek sosial dan budaya di mana ia tinggal dari pada memahaminya sebagai individu. Selain itu, dalam kenyataannya, kebanyakan klien adalah seorang wanita. Begitu pula, para konselor kebanyakan juga wanita. Sehingga perlu ada sebuah konseling yang disusun berdasar proses berfikir dan pengalaman wanita. Namun teori-teori konseling (Psikoanalisis, Alderian, Gestalt, REBT, Realitas, PCT) disusun oleh para lelaki kulit putih dari Amerika atau Eropa (Eurocentris). Karenanya muncul pertanyaan, apakah benar wanita lebih cenderung depresi, atau lebih mudah didiagnosis menderita depresi? A pakah konseling yang ada dapat memberikan layanan yang tepat bagi mereka? Sejarah dan Perkembangan Terapi Feminis Awal munculnya konsep ini dimulai dari gerakan wanita pada 1960-an. Pada saat itu, muncul kesadaran bahwa selama ini wanita dibatasi dalam kultur yang ada. Namun gerakan itu tidak bertujuan untuk membuat suatu proses konseling dengan perpektif wanita. Saat para terapis wanita bergabung dalam gerakan ini, mereka mulai menyusun sebuah proses terapi, berdasar pengelaman mereka, yang berpihak pada gender. Meski apa yang mereka lakukan dianggap bukan sebagai proses terapi dalam konsep terapi yang ada. Pada 1970-an, banyak diadakan penelitian tentang bias gender dalam kehidupan. Namun belum disusun sebuah konsep terapi khusus. Baru pada 1980-an mulai ada usaha untuk menyusunnya secara spesifik. Pada masa itu terdapat empat dasar filosofi dalam terapi feminis: liberal, kultural, radikal dan sosialis. Feminisme Liberal fokus pada membantu wanita mengatasi batasan dalam pola sosialisasi mereka pada kultur yang ada. Tujuan utama terapi menurutnya adalah pemberdayaan individual wanita, gengsi/martabat, pemenuhan diri dan kesetaraan. Feminisme Kultural percaya bahwa penindasan gender terjadi karena masyarakat menilai wanita sebagai makhluk yang lemah. Mereka percaya bahwa wanita dan pria memang diciptakan berbeda, sehingga solusi untuk ini adalah membangun kerjasama yang baik antara keduanya. Tujuan utama terapi adalah untuk mengajak masyarakat bersosialisasi berdasar nilai-nilai kerjasama. Bagi Feminisme Radikal, penindasan wanita tejadi karena kultur patriarkal masyarakat. Sehingga perlu dirubah dengan pergerakan. Terapi dalam paham ini adalah bagian dari gerakan untuk merubah kultur masyarakat. Tujuan terapi adalah untuk merubah hubungan gender, institusi sosial dan meningkatkan determinasi diri wanita dalam peran seksual dan lebih proaktif. Feminisme Sosialis mirip dengan feminisme radikal dalam tujuannya untuk merubah masyarakat. Bedanya, menurut sosialis perubahan masyarakat j uga harus mempertimbangkan mempertimbangkan rasial, kelas sosial dan bentuk diskriminasi lain. Tujuan terapi adalah untuk merubah pola hubungan sosial. Sejak awal 1970-an telah banyak kritik untuk teori feminisme klassik oleh para terapis perempuan. Perspektif baru bagi terapi feminis memberikat perhatian khusus pada keragaman, komplesitas seksual, dan konteks dalam pemahaman isu gender. Pada 1993 di Amerika Serikat diadakan Konferensi Nasional tentang Pendidikan dan Pelatihan dalam Perspektif Gender. Pertemuan ini menghasilkan rumusan tentang dasardasar dan premis-premis utama dalam praktek feminism.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Artinya, perbedaan perilaku manusia (laki-laki dan wanita) adalah hasil dari proses sosialisasi dan interaksi dengan lingkungannya lingkungannya bukan sebuah sifat alamiah, dan perubahan perilaku dapat berlangsung berlangsung sepanjang rentang kehidupannya. Karenanya, konsep dan strategi terapi mesti mengesampingkan mengesampingkan ras, budaya (agama), usia, jenis kelamin dan orientasi seksualnya. Perkembangan Manusia dalam Perspektif Feminis Teori perkembangan yang ada banyak menekankan pada usaha manusia untuk menjadi independen dan mandiri. Namun dalam pandangan feminis, wanita berkembang berkembang dengan mencari keterhubungan dengan orang lain. Dalam terapi feminis, kualitas hubungan wanita dengan orang lain dilihat sebagai sebuah kekuatan dan jalan menuju perkembangan dan pertumbuhan yang sehat, bukan sebagai sebuah kelemahan dan kekurangan. Beberapa teori berkenaan dengan ini antara lain: Self-in relation Theory, Gillian (1977) menyatakan bahwa konsep diri dan moralitas wanita berdasar pada isu tanggungjawab tanggungjawab dan perhatian pada orang lain, dan hal ini tertanam dalam konsteks kultur. Gillian menempatkan konsep keterhubungan dan interdependensi sebagai pusat perkembangan wanita. Menurut Surrey (1991), wanita menginginkan menginginkan hubungan yang empatik dan saling menguntungkan akan meningatkan perkembangan, perkembangan, pemberdayaan dan pengetahuan pengetahuan diri; Gender Schema Theory oleh Sandra Bem (1981, 1983, 1993) menyatakan bahwa gender adalah set persepsi yang paling kuat yang membentuk pola pandang kita terhadap masyarakat dan diri kita sebagai bagian didalamnya. Menantang Peran Tradisional Wanita Para terapis feminis mendidik klien kli en mereka bahwa penerimaan tanpa kritik terhadap peran sosial gender akan membatasi mereka dalam mencapai kemerdekaan pribadi. Dan, jika mereka mau, mereka dapat memilih dan mengembangkan karakteristik perilaku saling menguntungkan, menguntungkan, baik tergantung maupun saling tergantung dengan lainnya, saling memberi dan menerima, berfikir dan merasa, menjadi lembut dan tangguh. Sehingga dapat memberikan respon yang kompleks dan tepat dalam menghadapi berbagai situasi. Prinsip-Prinsip Psikologi Feminis Beberapa prinsip psikologis feminis yang telah dirumuskan sebagai dasar untuk melaksanakan konseling feminis antara lain: 1. Masalah Pribadi bersifat Politis (berpengaruh (berpengaruh terhadap masyarakat luas). Tujuan dari terapi/konseling feminis adalah untuk merubah tatanan sosial yang bias gender. Sehingga proses konseling berarti tidak hanya untuk membantu penyelesaian pribadi klien tapi sebagai bagian dari proses perubahan tatanan sosial. 2. Egaliter, proses konseling harus bersifat egaliter, bahwa klien memiliki kapasitas untu berubah dan menciptakan perubahan. Terapis/konselor bersifat sebagai sumber informasi lain alih-alih sebagai seseorang yang lebih ahli daripada klien. 3. Pengalaman Wanita sangat Dihargai, dalam proses terapi/konseling, pengelaman wanita menjadi pusat pertimbangan dalam memahami masalah yang mereka hadapi dan menyelesaikannya. Ketimbang memandang masalah mereka sebagai masalah umum sesuai konstruksi patriarkal. 4. Definisi Sakit jiwa/Stress harus disusun ulang. Bagi feminist, stress dipandang sebagai proses komunikasi dalam sistem yang tidak tepat. Penderitaan dianggap sebagai bukti
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Dan keduanya (klien dan terapis) sama-sama memiliki peluang untuk melawan tekanan diskriminasi baik oleh ras, kelas sosial, budaya, kepercayaan religius (agama), orientasi orientasi seksual, usia maupun ketidakmampuan. ketidakmampuan. C. PROSES KONSELING Tujuan Konseling Tujuan utama terapi feminis adalah sebuah transformasi (perubahan) (perubahan) baik secara individu maupun masyarakat secara menyeluruh. Dalam level individual, terapi bertujuan untuk membantu, baik pria maupun wanita, mengenali dan menggunakan menggunakan kekuatan personal mereka. Dengan demikian, klien dapat membebaskan diri mereka dari tekanan sosial (peran gender) dan mengembangkan alternatif dan pilihan hidup. Terapi feminis adalah sebuah kesadaran politis. Bertujuan untuk merubah sistem patriarkal dalam masyarakat dengan kesadaran feminist. Sehingga hubungan hubungan dalam masyarakat bersifat saling tergantung, kooperatif dan saling menguntungkan. Secara khusus, menurut Worell dan Remer (1992) terapis feminis membantu klien untuk : 1. Sadar akan peran gender mereka dalam proses sosialisasi. 2. Mengidentifikasi internalisasi peran gender dalam diri mereka dan mengubahnya mengubahnya dengan konstruksi kepercayaan mereka sendiri. 3. Memahami bagaimana tekanan sosial dan seksis berpengaruh negatif bagi diri mereka. 4. Memiliki ketrampilan yang memadai untuk merubah masyarakat mereka. 5. Mengembangkan Mengembangkan perilaku yang luas yang secara bebas dapat dipilih.
1. 2. 3. 4. 5.
Dengan tujuan khusus tadi, proses terapi dilakukan untuk: Membantu, baik pria maupun wanita, untuk percaya pada pengalaman dan intuisi mereka. Mengajak klien untuk mengapresiasi hubungan dengan wanita Membantu wanita untuk memperhatikan diri mereka sendiri. Membantu wanita untuk menerima dan menyukai tubuh mereka. Membantu wanita untuk berbuat sesuai dengan kebutuhan seksual mereka sendiri bukan berdasar kebutuhan seksual orang lain.
Fungsi dan Peran Konselor Terapi feminis bersifat keterbukaan diri “dengan tujuan dan kebijaksanaan”. Sehingga konselor berperan sebagai individu yang setara dengan klien alih-alih sebagai seseorang yang lebih ahli. Terapis dan klien berperan aktif dan setara, bekerja bersama untuk menentukan menentukan tujuan terapi. Terapi feminis dapat diaplikasikan dengan berbagai teori terapi yang lain. Dengan terapi psikonalaisis, terapi feminis mengajak klien untuk memahami bagaiman tekanan dan peran sosial dibentuk dan kenapa sulit untuk dirubah. Dengan terapi Gestalt, feminis meningkatkan kesadara pribadi klien, daam hal ini, terapi berfungsi sebagai fasilitator bagi percobaan percobaan perilaku klien terhadap peran dan perilaku baru. Dengan terapi Kognitif-Behavioral, terapi feminis sama-sama membuat proses terapi sebagai proses yang kolaboratif, di mana klien berperan aktif dalam penentuan tujuan dan strategi s trategi yang akan dilakukan. Namun terapi feminis bukanlah sekedar alternatif cara penyelesaian masalah psikologi seseorang sebagaimana paham terapi yang lain. Namun, terapis feminisme telah menjadikan teori feminisme sebagai bagian dari kehidupannya. Terapis feminis berkomitmen untuk selalu
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Pengalaman Klien dalam Proses Konseling/Terapi Dalam terapi feminis, klien bertindak sebagai peserta yang aktif. Alih-alih diam dan menerima nasehat dari terapis, klien aktif bercerita dan menyuarakan pikirannya. Klien boleh meminta pendapat atau saran dari terapis. Terapis mengembalika tanggungjawab tanggungjawab penyelesaian masalah pada klien, sehingga klien yakin bahwa dirinya mampu mengatasi masalah yang ia hadapi. Hubungan Antara Klien dan Konselor Dalam terapi feminis, hubungan antara klien dan d an konselor/terapis didasarkan pada prinsip pemberdayaan dan kesetaraan. Terapis harus cermat dalam memposisikan diri jangan sampai klien merasa terapis lebih berkuasa dalam proses terapi tersebut, misal dengan memberi diagnosa yang tidak perlu/berlebihan, nasihat dan perilaku lain yang menunjukkan terapis lebih ahli daripada klien. Terapis fokus pada kekuatan diri yang dimiliki oleh klien. Terapis memberi klien tanggungjawab tanggungjawab dan kebebasan untuk memilih apa yang dimaui oleh klien. Terapis harus mampu mendemistifikasi proses terapi, dengan sharing mengenai bagaimana persepsi terapis terhadap konteks hubungan yang dialami klien. Terapis menjadikan klien sebagai partner yang aktif dalam menentukan diagnosa terhadap masalah mereka sendiri. Ketika mengajukan suatu teknik tertentu ia menjelaskannya dengan gamblang, gamblang, dan menerima dengan sadar jika klien memakai atau menolak anjurannya. Dalam beberapa kasus, terapis dapat membuat sebuah kontrak yang terbuka dan jelas dengan klien mengenai tujuan terapis.
D. APLIKASI: Teknik dan Prosedur Konseling Assesmen dan Diagnosis Terapi feminis tidak menggunakan menggunakan (menggunakan dengan ogah-ogahan) DSM sebagai standar diagnosis. DSM dianggap terlalu bias gender. Bukan berarti DSM-IV ditolak sama sekali. Dalam melakukan diagnosa, terapis menentukannya bersama dengan klien secara aktif. Alternatif lain proses asesmen dilakukan dengan dengan analisis peran gender. Menggunakan Menggunakan eksplorasi kooperatif klien dan terapis pada pengaruh bias gender terhadap masalah klien. Teknik dan Strategi Beberapa teknik dan strategi konseling/terapi dikembangkan para terapis feminis. Sebagian mengakomodir mengakomodir teknik tradisional dan diadaptasi sesuai teori feminis. Salah satu yang utama adalah teknik meningkatkan kesadaran diri. Dengan teknik ini, klien diharapkan mempu membedakan apa yang telah ia pelajari dari pandangan sosial terhadap gendernya dan apa yang benar-benar baik menurut dirinya. teknik-teknik yang digunakan antara lain: Analisa Peran Gender. Teknik digunakan untuk membantu klien memahami bagaimana pengaruh harapan-peran gender terhadap keyakinannya. Mengajak klien memahami apa implikasi positif dan negatif yang mungkin muncul dalam struktur peran sosial. Berikutnya mengajak klien untuk memilih bagaimana merubah keyakinan tersebut. Intervensi Peran Gender. Dengan teknik ini, terapis mengajak klien membawa masalahnya sebagai masalah sosial dan bukan masalah individual. Memberinya infomesi bahwa harapan sosial terhadap peran gender telah mempengaruhi mempengaruhi psikologi klien sehingga mengalami masalah yang ia hadapi. Dan mengajaknya berfikir lebih positif dengan adanya/banyaknya
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
i ni, terapi menyarankan beberapa buku (berperspektif Bibliotherapy. Dalam teknik ini, gender) yang berguna untuk meningkatkan meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi dihadapi klien. Sehingga klien memiliki pengetahuan yang lebih baik dan membuatnya lebih setara dengan terapis. Sehingga pada sesi berikutnya, klien dan terapis mendiskusikan masalah yang dihadapi klien. Dalam teknik ini, klien akan belajar lebih banyak tentang stereotipe gender, pandangan seksis dalam kehidupan, perbedaan kekuatan antara lelaki dan wanita dan ketidaksetaraan gender. Lebih jauh klien dapat d apat belajar strategi koping yang spesifik terhadap masalahnya Keterbukaan diri. Keterbukaan terapis akan mendemistifikasi proses terapi. Membantu klien untuk merasa setara dengan terapis, sehingga ia merasa terapis adalah seseorang yang nyata dan ikut merasakan penderitaannya. Terapis mendiskusikan dengan klien bagaimana terapi akan dilakukan. Mengklarifikasi harapan klien, mengidentifikasi tujuan dan menentukan kontrak terapi yang akan dilakukan. Terapis memberi kebebasan kepada klien setelah mendapat semua informasi tersebut untuk memilih melanjutkan terapi atau membatalkannya. Pelatihan Asertif. Teknik ini membantu klien untuk sadar akan hak interpersonal yang ia miliki, melampaui stereotip s tereotip gender, merubah keyakinan negatif dan mengimplementasikan perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Perlu diperhatikan, pelatihan ini harus menyesuaikan kultur klien. Artinya asertif bukanlah sebuah perintah, sehingga klien dapat memilih untuk tidak asertif dalam kondisi terntentu. Reframing dan Relabeling. Teknik ini juga bukan teknik murni dari teori feminis. Reframing memberi implikasi dari stigma “blamming the victim” menuju pemahaman akan faktor sosial yang berpengaruh pada problem yang dialami klien. Sedang relabeling adalah teknik yang membantu klien merubah label yang ia berikan pada maslah yang ia hadapi dengan pemahaman baru. Kerja Kelompok. Sebagai tambahan bagi terapi individual. Teknik ini sering dipilih pada beberapa isu sosial tentang wanita dalam konteks budaya. Dengan teknik ini, klien dikelompokkan dengan klien-klien lain yang mengalami masalah yang sama. Sehingga dengan bantuan kelompoknya, klien mampu mengatasi masalah yang ia hadapi. Aksi Sosial. Teknik ini, mengikutkan klien pada suatu kelompok aksi yang konsern dalam dengan masalahnya dan mendorongnya berpartisipasi aktif dalam kelompok tersebut. Sehingga ia mampu memberdayakan diri dan mengatasi masalah yang ia hadapi. Peran Laki-laki dalam Konseling Feminis Dalam terapi feminis, laki-laki dapat pula menjadi terapis/konselor maupun sebagai sebagai klien. Sebagai terapis, laki-laki harus merubah pola berfikirnya sesuai dengan falsafah feminisme. Sedang sebagai klien, laki-laki pun dipandang sebagai bagian dari produk budaya sosial. Dalam proses terapi, klien laki-laki dibantu untuk meningkatkan kapasitas keintiman, keintiman, mengekspresikan emosi dan belajar terhadap keterbukaan, menyeimbangkan antara prestasi dan hubungan interpersonal, dan menciptakan hubungan yang kolaboratif dengan sesama temannya.
E. EVALUASI
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
The world’s largest digital library
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Sebagaimana telah disebut, feminis hendak merubah kultur terhadap posisi wanita. Nah, bagaimana jika ada klien yang merasa bahwa apa yang “dilakukan” masyarakat terhadapnya adalah wajar dan dia dengan sadar memilih mengikutinya? Jika dihadapkan pada masalah seperti ini, maka terapis sebaiknya menanyakan dasar dari proses terapi, Apa yang dikehendaki klien, sehingga mendatangi konselor/terapis? Dan tugas terapis hanya membantu klien untuk menentukan pilihan dan bertanggungjawab atas apa yang telah ia pilih. Kelemahan lain adalah karena feminis berfokus pada faktor ekternal klien yang menyebabkan masalah yang dialaminya. Sehingga bisa menimbulkan diagnosis yang kurang menyeluruh. Beberapa kritik terhadap terapi femini juga muncul. Ada yang mempertanyakan mempertanyakan apakah terapi feminist hanya orientasi filsafah saja atau sebuah teori. Dan karena dibentuk oleh para aktivis wanita kulit putih, bagaimana dengan perspektif wanita dari kulit berwarna yang kemudian membuat kelompok “womanist”? Beberapa riset dan pertemuan-pertemuan pertemuan-pertemuan telah dilakukan untuk menjawab kritik-kritik tersebut.