BAB I PENDAHULUAN
Rumitnya kasus infertilitas dan terapi medis sangat mempengaruhi mereka yang kurang beruntung ini. Keturunan, yang sangat menyakitkan dan menjadi beban, sering tidak dibahas. Dibantu oleh kemajuan cepat inovasi kedokteran, pasangan yang dulunya tidak dapat memiliki keturunan kini dapat hamil. Namun, beberapa pertanyaan etik terkait teknik baru ini masih banyak yang belum terjawab (!R",#$%#&. !ejak keberhasilan teknik in vitro fertili'ation ()*& sebagai salah satu teknik teknik reprod reproduks uksii bantua bantuan n pada pada manusi manusiaa yang yang dilapo dilaporkan rkan oleh oleh !tepto !teptoee dan +dwa +dward rdss (%(%-& &,, tekni teknik k ini ini telah telah memic memicu u perk perkemb emban anga gan n tekn teknik ik lain lain yang yang mendukung keberhasilan fertilisasi, seperti teknik induksi ovulasi, pengambilan sel telur, kultur oosit dan embrio, kriopreservasi embrio dan transfer embrio (/+&. Demiki Demikian an pula pula dengan dengan teknik teknik fertili fertilisasi sasi itu sendiri sendiri telah telah berkem berkemban bang g kearah kearah fertilisasi mikro yang ditujukan untuk mengatasi masalah gangguan reproduksi pada pasangan suami istri (!aili et al , #$$0&. Kemajuan yang dicapai oleh teknik )* dan /+ telah banyak mengatasi persoalan infertilitas pada pria dan penyumbatan saluran tuba pada wanita dalam upaya memperoleh kehamilan dan kelahiran anak, namun beberapa kasus yang berhubungan dengan kegagalan fertilisasi belum dapat tertangani dengan baik. oleh oleh karena karena itu beberap beberapaa teknik teknik fertilis fertilisasi asi mikro mikro telah telah dikemb dikembang angkan kan untuk untuk meng mengat atasi asi masal masalah ah ini, ini, antar antaraa lain lain Zona Thinning (1/ (1/&, Zona Drilling (1D&, Partial
Zona Dissection
(21D&,
Sub
Zonal
Inse Insem mination
(!31 (!31&, &, dan dan
Intracytoplasmic Sperm Injection (4!& (4!&.. Dianta Diantara ra teknik teknik tersebu tersebutt hanya hanya 4! 4! yang yang berk berkem emba bang ng baik baik dan dan meng mengha hasi silk lkan an peru peruba baha han n yang yang nyata nyata terh terhad adap ap keberhasilan fertilisasi secara mikro. !uatu hal yang menarik adalah teknik ini awalnya dikembangkan hanya untuk membuktikan bahwa peristiwa dekondensasi sper sperma mato to'o 'oaa
dan dan pemb pemben entu tuka kan n pron pronuk ukle leus us jant jantan an tida tidak k terj terjad adii sebe sebelu lum m
spermato'oa masuk ke dalam sel telur (!aili et al, #$$0&.
1
Dewasa ini, teknik 4! telah banyak diaplikasikan pada manusia dengan berbagai capaian keberhasilan yang menggembirakan. !umber spermato'oa yang digu diguna naka kan n dalam dalam tekn teknik ik 4! 4! sang sangat at bera beraga gam m bahk bahkan an sperm spermato ato'o 'oaa yang yang immotilpun dapat digunakan untuk menghasilkan kehamilan. 5al ini merupakan kelebihan yang dimiliki teknik 4! dibanding teknik fertilisasi bantuan yang lain. /eknik eknik 4! 4! merupa merupakan kan teknik teknik manipu manipulas lasii pembua pembuahan han secara secara in vitro vitro yang menyalahi aturan pembuahan alami sehingga potensi hambatan fertilisasi yang dibawa oleh spermato'oa sangat besar. 5al ini disebabkan oleh hilangnya kesempatan kesempatan bagi spermato'oa spermato'oa untuk melangsungk melangsungkan an proses pendewasaan pendewasaan secara alami alamiah ah seper seperti ti kapa kapasi sitas tasii dan dan reaks reaksii akro akroso som. m. Namu Namun n demi demiki kian an,, dalam dalam perkembangannya kedua peristiwa tersebut telah dapat dilakukan secara in vitro sehingga spermato'oa yang diinjeksikan mampu melangsungkan proses fertilisasi (!aili et al , #$$0&. njeksi njeksi sperma intrasitoplasmik intrasitoplasmik,, meski sementara efektif efektif untuk untuk mengatasi mengatasi rendahnya atau tidak adanya fertilisasi dengan parameter semen, saat ini sering diguna digunakan kan bersama bersamaan an dengan dengan teknol teknologi ogi reprod reproduks uksii berban berbantu tu untuk untuk etiolog etiologii inferti infertilita litass lain dengan dengan paramet parameter er semen semen yang yang normal normal.. 2endap 2endapat at komite komite ini menyaj menyajikan ikan tinjau tinjauan an kritis kritis dari dari literatu literaturr untuk untuk mengid mengident entifik ifikasi asi keadaa keadaan n ini sebagai keadaan yang menguntungkan atau tidak (2ollack, #$$#&.
2
BAB II ISI
2erkembangan mikromanipulasi dari sperma telah memberikan peluang untuk pria dengan jumlah sperma sangat sedikit dan pasangannya untuk dapat mencapai kehamilan klinis. 2rosedur ini melibatkan injeksi suatu sperma tunggal secara langsung ke dalam sel telur (oosit&. !etelah fertilisasi dicapai, embrio yang dihasilkan diperkenalkan kepada uterus yang dipengaruhi hormon untuk implantasi dan berlanjut pada kehamilan. Kehamilan klinis pertama dari 4! dilaporkan pada %# (2alermo, %#&, secara luas dianggap telah mengantarkan pada era baru terapi infertilitas (2ollack, #$$#&. njeksi sperma intrasitoplasma atau intracytoplasmic sperm injection (4!& diperkenalkan pertama kali pada tahun %# untuk meningkatkan fertilisasi pada pasangan dengan infertilitas yang disebabkan faktor pria yang menjalani fertilisasi in vitro ()*& atau pada pasangan dengan kegagalan fertilisasi sebelum menjalani )* tanpa abnormalitas semen yang tidak diketahui. !ementara kriteria diagnosis yang digunakan untuk mengidentifikasi infertilitas yang disebabkan faktor pria gagal untuk memperkirakan rendah atau tidak adanya fertilisasi secara akurat dalam teknologi reproduksi berbantu (/R6&, beberapa penelitian terbaru mendukung keamanan dan efektivitas 4! dalam mengobati beberapa keadaan faktor infertilitas pada pria (!R", #$%#&. 2alermo et al. (%#& memberikan komentar bahwa setelah belasan tahun mengerjakan )* dan gamet pada manusia, tidak ada teknik lebih memuaskan selain dari 4!. /eknik tersebut secara nyata mampu memecahkan persoalan dalam membantu pembuahan, khususnya yang berhubungan dengan masalah ketidaksuburan pada pria (!aili et al , #$$%0&. 6erdasarkan penelitian 2atri'io dan 6roomfield (%& didapatkan sekitar 7$89$: kasus ketidaksuburan pada pasangan suami istri disebabkan oleh ketidaksuburan
pada
pria.
!elanjutnya
dijelaskan
bahwa
secara
umum
ketidaksuburan pria dapat disebabkan karena kelainan pada spermato'oa seperti azoospermia (gagalnya proses spermatogenesis yang menyebabkan tidak adanya spermato'oa dalam semen&, oligozoospermia (subnormal konsentrasi spermato'oa
3
yang diejakulasikan&, asthenozoospermia (hilangnya atau terjadinya penurunan motilitas spermato'oa&, teratozoospermia (suatu kondisi dimana terdapat spermato'oa dengan bentuk tidak normal dalam semen& atau karena kombinasi diantaranya (!aili et al, #$$0&. 4ohen et al.(%9& mengemukakan bahwa pasangan yang gagal memperoleh pembuahan setelah )*, maka peluang terjadinya pembuahan jika )* dilakukan untuk kedua kalinya kurang dari #0:. 2ada penelitian yang lain, 2alermo et al. (%7& melaporkan tngkat kehamilan yang tinggi (9$:& ketika melakukan 4! pada 7 pasangan yang telah gagal totaldengan )*. 5asil ini memperlihatkan bahwa 4! mampu menolong pasien yang telah gagal dengan )* (!aili et al , #$$0&. 4! sebagai suatu teknik yang memungkinkan seseorang untuk memasukkan spermato'oon ke dalam sel telur untuk tujuan fertilisasi dengan bantuan alat mikromanipular telah mampu meningkatkan angka fertilisasi spermato'oa yang berasal dari pria infertil. Kelebihan utama teknik ini adalah dapat menggunakan spermato'oa tanpa mempertimbangkan motilitasnya yang merupakan syarat mutlak pada )* (!aili et al, #$$0&. Pelaksanaan ICSI 2asien 4! umumnya adalah pasangan suami isteri yang telah diperiksa
kondisi reproduksinya dan dipastikan bahwa suami tidak dapat menghasilkan spermato'oa yang memenuhi syarat untuk melakukan fertilisasi baik secara alami maupun melalui fertilisasi in vitro. 3ntuk mendapatkan jumlah sel telur yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas untuk tujuan 4! maka istri diberi perlakuan induksi hormon. "ansour et al. (%9& mengemukakan bahwa pengambilan sel telur paling baik dilakukan 7; jam setelah injeksi hormone human chorionic gonadotrophin (h4<&. 5al ini dimaksudkan agar sel telur yang diambil sudah cukup matang sehingga siap dibuahi oleh spermato'oa. !ebelum 4! dilakukan cumulus sel telur dibebaskan dengan mengikubasi sel telur beberapa saat didalam medium penyangga 5+2+! yang mengandung $ m3=ml hyaluronidase. !el telur selanjutnya dipindahkan ke medium kultur dan di inkubasi sambil menunggu saat menipulasi. 5anya sel telur yang mempunyai polar bodi pertama (268& yang dipilih untuk 4!. !elanjutnya dilakukan seleksi 4
terhadap spermato'oa yang akan digunakan melalui berbagai macam metode seleksi, seperti swim up atau side migration (!R", #$%#&. !elain melakukan seleksi spermato'oa sebelum penerapan 4! juga dilakukan imobilisasi atau menghentikan pergerakan spermato'oa. 5al ini dilakukan agar mudah memasukkan atau mengambil spermato'oa ke dalam pipet injeksi dan spermato'oa yang telah terambil tidak melakukan pergerakan lebih lanjut dalam pipet injeksi. !elain itu imobilisasi juga dapat mendukung terjadinya proses dekondensasi spermato'oa. "engimmobilisasi spermato'oa umumnya dilakukan dengan menekan ekor spermato'oa sampai ke dasar petri atau dengan memisahkan kepala dan ekor dengan cara sonikasi. !elanjutnya, 4! dilakukan dengan cara memasukkan satu spermato'oa ke dalam sel telur secara mekanik dengan menggunakan alat micromanipulator dibawah mikroskop inverted (!R", #$%#&.
5
ebih lanjut dilakukan bahwa kemungkinan #D bersifat toksik terhadap embrio yang dapat mengakibatkan penahanan pada pembelahan
6
dan perkembangan embrio selanjutnya. kan tetapi, Nagy et al. (%0& mengemukakan bahwa peningkatan jumlah spermato'oa yang abnormal dalam semen bukan merupakan faktor kritis yang menurunkan tingkat fertilisasi seteleh 4!. !elain itu, !aili dan !aid (#$$0& melaporkan bahwa spermato'oa yang nyata telah matipun karena perlakuan pembekuan tanpa kroprotektan dan perlakuan pemisahan kepala
spermato'oa
dengan ekor masih mampu mendukung
pembentukan pronukleus jantan dan betina setelah diinjeksikan ke dalam sel telur tikus. 5al ini merupakan bukti tambahan bahwa untuk tujuan fertilisasi melalui teknik 4!, spermato'oa yang digunakan tidak perlu motil dan utuh (!aili, et al , #$$0&.
7
yang tidak dapat dijelaskan, kualitas oosit yang buruk, hasil oosit yang rendah, usia ibu yang lanjut, kegagalan fertilisasi sebelumnya dengan inseminasi konvensional,
penggunaan
preimplantasi,
fertilisasi
rutin
setelah
pada
seluruh
maturasi
in
siklus vitro,
)*,
uji
genetik
dan fertilisasi
oosit
kriopreservasi. lasan rasional dari indikasi ini, kecuali pada uji genetik preimplantasi, adalah untuk menghindari kegagalan fertilisasi. Ketika akan menggunakan 4! pada keadaan yang telah disebutkan di atas, kemungkinan kegagalan fertilisasi harus seimbang dengan risiko yang mungkin muncul saat prosedurnya dan dampak yang akan ditimbulkan (!R", #$%#&. A. Injeksi Sperma Intrasitoplasma pada Infertilitas yang idak Dapat Dijelaskan njeksi sperma intrasitoplasma telah dianjurkan untuk digunakan pada
pasien dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan, sejak penggunaannya dapat menembus sawar infertilitas yang dapat saja menjadi sebab infertilitas yang tidak dapat dijelaskan ini. Dua penelitian pada pasien dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya membandingkan inseminasi konvensional dengan 4! menggunakan sibling oocyte. /ingkat fertilisasi setelah 4!, meski oosit imatur yang tidak termasuk dalam 4! dimasukkan, lebih tinggi dibanding kelompok inseminasi buatan? ;0,7: vs. 9,%:, P @$.$$% dan ;%,$: vs. 0%,;:, P$$.$$% untuk masing8masing kedua studi. Kegagalan fertilisasi muncul terutama pada kelompok inseminasi dibandingkan kelompok 4!? $: vs. %;,-:, P$$.$$# dan $,: vs. %,#:, P$$.$$% masing8masing. 2enelitian lain telah membenarkan temuan ini. "eski demikian, dikarenakan penelitian ini menggunakan sibling oocytes dan embrio yang dipindahkan merupakan campuran dari kelompok inseminasi dan 4!, tidak ada informasi mengenai dampak inseminasi atau 4! terhadap keluaran klinis seperti implantasi, kehamilan, atau angka kelahiran hidup yang dapat ditentukan dari penelitian ini. !ebuah studi yang terdiri dari ;$ perempuan dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan mengkategorikan pasien secara acak untuk menjalani )* dengan inseminasi
konvensional
atau injeksi
sperma intrasitoplasma. !tudi
ini
menemukan tidak ada perbedaan signifikan dalam hasil primer (tingkat fertilisasi 8
--,#: vs #,9:& atau pada hasil sekunder? kualitas embrio, tingkat implantasi (7,#: vs 99,9:&, tingkat kehamilan klinis (0$: pada tiap kelompok&, atau angka kelahiran hidup (9;,-: vs. 0$:&./erdapat dua kasus kegagalan fertilisasi pada kelompok inseminasi konvensional. !tudi ini terbatas dengan jumlah sampelnya yang kecil. !tudi serupa, yaitu sebuah percobaan acak yang membandingkan inseminasi konvensional dengan injeksi sperma intrasitoplasma pada %$$ pasangan dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya menunjukkan tidak ada perbedaan dalam tingkat kehamilan antara dua kelompok tersebut ()* 7#:, 4! 7:A risiko relatif (RR& $ 0: $
9 8 %
7 Binterval kepercayaan
90C&. Kegagalan fertilisasi muncul hanya pada satu pasangan
(dari 9 pasangan& pada kelompok inseminasi konvensional. !ecara keseluruhan, bukti terbaru terkait penggunaan rutin 4! pada infertilitas yang tidak dapat dijelaskan adalah terbatas dan tidak menunjukkan peningkatan hasil keluaran klinis.!tudi lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan peran injeksi sperma intrasitoplasma pada populasi ini. B. Injeksi Sperma Intrasitoplasma pada !osit "#alitas $enda% osit dengan (morfologi abnormal abnormalitas pada nuklear, sitoplasmik,
atau 'ona pelusida& dengan parameter semen yang normal menimbulkan tantangan klinis./idak ada studi yang berhasil kami identifikasi yang menunjukkan penggunaan injeksi sperma intrasitoplasma pada kasus tersebut meningkatkan hasil keluaran klinis. C. Injeksi Sperma Intrasitoplasma pada mla% !osit $enda% njeksi sperma intrasitoplasma umum digunakan pada kasus jumlah oosit
rendah, dalam teori disebutkan bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah embrio yang berhasil dibanding dengan yang diperkirakan pada inseminasi konvensional.!ebuah percobaan terkontrol acak pada ; pasien tanpa faktor pria yang memiliki enam atau kurang oosit pada injeksi sperma intrasitoplasma atau inseminasi
konvensional.
Ketika
membandingkan
4!
dan
inseminasi
konvensional, rata8rata usia pasien (70,7 dan 7;,- tahun, masing8masing& dan rata8 rata jumlah oosit yang diambil (9,9 dan 9,0 oosit, masing8masing& serupa. njeksi sperma intrasitoplasma menyajikan hasil yang serupa secara statistik ketika
9
dibandingkan dengan kelompok inseminasi konvensional dalam hal tingkat fertilisasi (--,-: vs. -$,#:&, kegagalan fertilitas (%%,0: vs. %%,0:&, kualitas embrio, rata8rata embrio per pasien (#,0 vs. #,#&, tingkat kehamilan klinis (%-,7: vs. #%,%:&, dan tingkat keguguran (77,7: vs. 7;,9:&. !ebuah studi anal4! retrospektif besar membenarkan temuan ini. D. Injeksi Sperma Intrasitoplasma pada Usia 'aternal Lanj#t osit yang diambil dari perempuan berusia lebih tua secara teori akan
memiliki defek struktural pada 'ona pelusida atau sitoplasma yang dapat menurunkan keberhasilan fertilitas dengan inseminasi konvensional. 2ada praktiknya, tingkat fertilitas oosit pada perempuan di atas usia 70 tahun yang menggunakan inseminasi konvensional mirip dengan tingkat fertilitas pada perempuan yang lebih muda. /idak ada penelitian berhasil diidentifikasi untuk studi ini yang menguji keuntungan injeksi sperma intrasitoplasma pada kelompok spesifik ini terhadap hasil keluarannya seperti kualitas embrio atau keberhasilan implantasi. E. Injeksi
Sperma
Intrasitoplasma
pada
"egagalan
(ertilitas
Se)el#mnya dengan Inseminasi "on*ensional 2enggunaan injeksi sperma intrasitoplasma pada )* sebelum adanya
kegagalan fertilitas total dengan anal4! semen normal pada siklus )* sebelumnya dianjurkan untuk mengurangi risiko kegagalan fertilitas berikutnya. 6eberapa studi retrospektif menunjukkan bahwa pada siklus dengan kegagalan fertilitas total pada )*=inseminasi konvensional, tingkat fertilitas berikutnya menggunakan )*=inseminasi konvensional sekali lagi berada pada rentang 7$8 -:. Kegagalan fertilisasi total berikutnya berhubungan dengan jumlah folikel, oosit yang diambil, dan oosit matur. 2ada sebuah studi prospektif, sister oocytes ditempatkan pada inseminasi konvensional dan 4! dalam siklus )* setelah kegagalan fertilisasi total dengan )*=inseminasi konvensional. 2ada studi ini inseminasi konvensional berikutnya menghasilkan %#=%$ oosit yang difertilisasi dengan )*=inseminasi konvensional dan -=%;# yang difertilisasi dengan )*=4!."eski kegagalan fertilisasi berikutnya dapat berhubungan dengan kualitas stimulasi )*, penggunaan )*=4! dapat menurunkan risiko kegagalan
10
fertilisasi yang buruk berikutnya. (. Injeksi Sperma Intrasitoplasma pada Pengg#naan $#tin 2enggunaan rutin 4! untuk seluruh oosit, terlepas dari etiologi
infertilitasnya telah diajukan . lasannya adalah untuk mengurangi kemungkinan kegagalan fertilisasi dan berpotensi untuk meningkatkan jumlah embrio. !ebuah percobaan terkontrol acak yang diadakan oleh beberapa sentra penelitian terbaik membandingkan hasil setelah inseminasi konvensional atau 4! pada 9%0 pasangan dengan faktor infertilitas yang tidak disebabkan oleh pria. /ingkat fertilitas untuk setiap oosit yang diambil lebih tinggi pada keompok inseminasi konvensional dibandingkan dengan 4! (0: vs 9-:, P @$.$$$%&. Kegagalan fertilisasi terdapat pada 0: (%%=#$;& dan #: (9=#$& pada kelompok inseminasi konvensional dan kelompok 4!, masing8masingnya.6erdasarkan data ini, jumlah yang perlu ditangani dengan 4! untuk mencegah satu kasus kegagalan fertilisasi dengan inseminasi konvensional adalah 77. !ebagai tambahan, penelitian ini melaporkan tingkat kehamilan klinis yang serupa antara inseminasi konvensional dan 4! (77: vs. #;:, RR %.#- B0: 4 $.0 E %.-#C&. !tudi ini menyimpulkan bahwa penggunaan 4! harus dilakukan hanya untuk infertilitas faktor pria. 6eberapa studi tidak acak yang membandingkan penggunaan inseminasi konvensional dengan 4! rutin menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam tingkat fertilisasi, kegagalan fertilisasi, tingkat kehamilan, atau angka kelahiran hidup (#87%&."eski risiko kegagalan fertilisasi rendah, hal ini muncul dalam frekuensi serupa pada kedua kelompok inseminasi konvensional dan 4!.6iaya finansial dan emosional kegagalan fertilisasi harus dipertimbangkan. 2enggunaan 4! rutin pada seluruh oosit tidak dapat dibenarkan pada kasus tanpa infertilitas faktor pria atau riwayat kegagalan fertilisasi sebelunya berdasarkan bukti yang ada. +. Injeksi Sperma Intrasitoplasma #nt#k Uji +enetik Preimplantasi njeksi sperma intrasitoplasma digunakan pada kasus yang membutuhkan
uji genetik preimplantasi embrio. lasan penggunaan 4! adalah untuk memastikan fertilisasi monospermia dan eliminasi kontaminasi paternal yang
11
mungkin ada dari sperma lain (e"traneous sperm& yang melekat pada 'ona pelusida. !ementara tidak ada percobaan terkontrol acak, perhatian mengenai hasil yang tidak tepat akibat kontaminasi sperma lain dengan uji genetik preimplantasi membenarkan penggunaan 4! pada keadaan ini. H. Injeksi Sperma Intrasitoplasma Setela% 'at#rasi In ,itro 2roses maturasi in vitro dapat menyebabkan perubahan dalam 'ona
pelusida yang mengurangi potensi fertilisasi oosit menggunakan inseminasi konvensional. !ebuah penelitian yang secara acak memasukkan oosit matur setelah kehilangan sel kumulusnya (denuded oocyte& ke dalam inseminasi konvensional atau 4!. osit yang dibiarkan untuk matur in vitro dengan atau tanpa kompleks kumulusnya memliki tingkat fertilitas yang jauh lebih rendah dibanding dengan 4! (0;,7: vs. 9,%:, P @.$% and 7,0: vs. 9,0:, P @.$%, masing8masing&. !ebuah studi tambahan secara serupa menunjukkan tingkat fertilisasi inseminasi konvensional dari oosit matur adalah 7-,-: (meskipun maturitas oosit tidak dinilai hingga uji fertilisasi % jam setelah inseminasi&, dibandingkan dengan tingkat fertilisasi ;,7: menggunakan 4! oosit metafase . !ementara tingkat kehamilan mirip diantara kedua kelompok inseminasi konvensional dan 4! (#7,: dan %-,%: masing8masing, P% tidak signifikan&, implantasi oosit yang difertilisasi dengan teknik inseminasi standar lebih tinggi dibanding dengan yang menggunakan 4! (#9,#: vs. %9,:, P @.$0&. !ementara 4! memungkinkan peningkatan tingkat fertilisasi dari oosit matur in vitro, studi lebih lanjut diperlukan untuk menguji hipotesis ini.
I. Injeksi Sperma Intrasitoplasma Unt#k !osit "riopreser*asi !ecara umum, kriopreservasi oosit melibatkan pelepasan sel kumulus
sebelum dibekukan. 5al ini dapat menyebabkan perubahan dalam 'ona pelusida yang dapat menurunkan tingkat fertilisasi dengan inseminasi konvensional.3ntuk alasan ini, 4! merupakan metode yang lebih dipilih pada fertilisasi oosit yang dilakukan kriopreservasi. /erdapat keterbatasan data yang membandingkan inseminasi konvensional dan 4! pada oosit yang dilakukan kriopreservasi. &. Pertim)angan Lain Injeksi Sperma Intrasitoplasma Pada Infertilitas
12
(aktor Non-Pria Keamanan 4! pada infertilitas faktor yang tidak disebabkan oleh pria
belum pernah diuji. "eski demikian, pada penelitian mengenai infertilitas faktor pria, 4! telah dikaitkan dengan sedikit peningkatan risiko hasil yang tidak diinginkan pada keturunan. Risiko ini secara umum dikaitkan dengan faktor pria yang mendasari. /idak diketahui bagaimana risiko ini dapat berhubungan dengan 4! pada pasien dengan faktor non8pria. !ebuah studi kohort populasi besar dengan 7$.$$$ kelahiran, dengan lebih dari ;%$$ dari R/, menyatakan bahwa risiko kelainan kelahiran utama setelah )* (dengan atau tanpa 4!& memiliki odds ratio %,# (0: 4, %.$ hingga %.9%& setelah penyesuaian untuk beberapa pecampuran . Ketika perempuan yang menjalani )* sendiri dipisahkan dengan yang juga menjalain 4!, hanya yang menjalani 4! yang masih memiliki peningkatan odds ratio defek kelahiran (%.0-A 0: 4, %.7$ hingga %.$&."eski demikian, studi ini memasukan laki8laki dengan dan tanpa hitung sperma normal.2eningkatan defek kelahiran setelah )* pada laki8laki dengan anal4! semen abnormal telah cukup diketahui, dengan pertimbangan adanya abnormalitas kromosom yang diketahui pada laki8laki tersebut, dan tidak diharapkan pada studi ini.Namun, studi ini memberikan catatan peringatan tambahan dalam penggunaan 4! yang sembarangan pada semua siklus )*. njeksi sperma intrasitoplasma membutuhkan keahlian laboratorium tambahan, sumber daya, usaha, dan waktu.Dengan demikian, penggunaan luas 4! meningkatkan kompleksitas dan biaya )*.
'ASALAH E$"AI IN&E"SI SPE$'A IN$ASI!PLAS'I"
Penerobosan Sawar &lami /erdapat asumsi biologis (>ee et al., %;& bahwa rintangan anatomi dan fisiologi terhadap fertilisasi normal memiliki makna mencegah inseminasi sel telur dengan sperma yang memiliki kromosom abnormal. 2ada intinya, terdapat sawar intrinsik untuk mencapai fertilisasi manusia normal yang didesain untuk mengeliminasi sel germ yang menyebabkan perkembangan abnormal. "ekanisme kontrol kualitas yang kompleks ini dimulai dengan atresia sel germ pada testis,
13
kemudian di epididimis, traktus reproduksi wanita (yaitu sawar mukus serviks dan jarak perjalanan yang relatif jauh&, dan akhirnya, peleburan sperma8oosit. Normalnya, sperma yang bertahan hidup akan melakukan penetrasi terhadap sawar yang melingkupi sel telur? sel granulosa dari korona radiata dan 'ona pelusida. !awar ini (terlepas dari peleburan sperma8oosit& juga tidak dilewati oleh teknik reproduksi lain, termasuk fertilisasi in vitro ()*&, yang secara luas diterima sebagai suatu prosedur yang aman. Dengan 4!, sawar selektif ini terlewatkan dengan injeksi langsung spermato'oa (sel sperma matur& ke dalam sel telur. 6eberapa telah menyatakan bahwa (2rasad et al., #$$$A )an Dyk et al., #$$$& 'ona pelusida memiliki peran penting dalam seleksi terhadap sel8sel sperma dengan defek genetik. Dengan 4!, terdapat penerobosan artifisial dari 'ona pelusida. borsi spontan masih menjadi pencegahan alami dari kelainan genetik mayor. *aktanya, 0$: abortus spontan disebabkan oleh kelainan genetik.
'ompresi pada (arum Inje)si 2ertimbangan lain adalah kompresi sel sperma dan kemungkinan trauma terjadi pada lubang jarum mikroinjeksi. Dengan fertilisasi normal, sperma yang sukses tidak akan mengalami hambatan dalam perjalanan di traktus reproduksi wanita. Ketika ada kelainan morfologi, sel leukosit yang ada di cairan semen dapat memusnahkannya, yang akan mencegah sperma abnormal ini mencapai tempat tujuan (/omlinson, et al., %#&. ni merupakan metode fisiologis untuk mengeksklusi sperma yang hancur secara struktural. Kompresi pada lubang jarum dapat menyerupai perubahan morfologis tanpa pengawasan dari leukosit cairan semen.
'ontaminasi *eneti) 2ertimbangan lain adalah bahwa DN asing dapat dimasukkan ke dalam sel telur oleh sperma. >avitrano et al. (%& telah mendemonstrasikan bahwa makromolekul homolog dan heterolog dapat bersatu dengan spermato'oa epididimis tikus, yang kemudian ditransfer ke dalam sel telur untuk memproduksi tikus transgenik dengan angka 7$:. Falaupun pertimbangan ini dapat
14
memberikan hasil yang mengerikan, transfer DN asing ke dalam sperma manusia yang berhasil belum pernah dilaporkan. 2ada penelitian terbaru, peneliti melaporkan bahwa spermato'oa dari spesies mamalia tertentu memiliki kemampuan untuk mengikat DN eksogen. Namun, spermato'oa manusia, tidak dapat berikatan dengan DN asing. 5asil ini menunjukkan bahwa faktor8faktor tertentu mungkin melindungi spermato'oa dari transfeksi tidak disengaja dengan benda asing dari sumber bakteri atau virus (4amaioni et al., %#&. Data ini dapat mengurangi ketakutan produk gen infeksius yang memasuki sel sperma selama prosedur 4!.
'ontaminasi +io)imia 6eberapa juga mengkhawatirkan injeksi kontaminan biokimia tidak disengaja dari media prosedur. Namun, temuan terkait hal ini belum pernah dilaporkan dan mungkin spermato'oa manusia melindungi diri sendiri dari media asing dengan cara yang sama dalam menghindari kontaminasi infeksi dan kontaminan lain. Kontaminan biokimia lain yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi keamanan prosedur ini adalah pajanan oosit terhadap hialuronidase, cahaya intens, dan fluktuasi suhu ruangan. /idak ada data tersedia mengenai apakah ini hanya spekulasi semata, atau apakah pada kenyataan ini merupakan suatu peringatan terang8terangan bahwa pemahaman mengenai prosedur ini masih belum cukup untuk layak dilakukan. 5al yang juga berhubungan dengan kecemasan ini adalah injeksi spermato'oa dalam polivinilpirrolodin (2)2& konsentrasi %$:. /erdapat kemungkinan potensi karsinogenik pada senyawa ini. Namun, analisis pertukaran kromatid sister telah menunjukkan bahwa 2)2 ataupun metilselulosa tidak dapat menyebabkan penyimpangan kromosom dalam kondisi in vitro (Ray et al, %0&.
Partenogenesis "asalah terkait 4! lain adalah aktivasi oosit mekanis (partenogenesis&. ni mencakup fertilisasi abnormal yang menyebabkan pembentukan embrio abnormal dan induksi partenogenesis. 2eneliti telah menjelaskan bahwa (Kola and
15
Filton, %%& seorang ahli embriologi dapat menghilangkan kecemasan8 kecemasan tersebut setelah observasi mikroskopik secara teliti, yang dapat mendeteksi induksi partenogenesis melalui adanya pronuklei pada 'igot. 1igot ini kemudian dapat dibuang sebelum pembelahan. Falaupun beberapa pertimbangan etik muncul terkait pembuangan 'igot, diskusi mengenai topik ini di luar lingkup artikel ini.
Penggunaan Spermatid dalam Inje)si Sperma Intrasitoplasmi) 2ertimbangan potensi kromosomal lain adalah penggunaan 4! pada spermatid (walaupun kebanyakan prosedur 4! tidak menggunakan spermatid&. !permatid secara normal menjalani proses spermatogenesis hingga menghasilkan sperma matur (spermato'oa&. 6eberapa pria memiliki hambatan maturasi sperma dimana hanya memiliki sperma bentuk imatur ini. nvestigasi terkini telah menunjukkan bahwa pada manusia, sel sperma matur memiliki sentrosom, organi'er mikrotubulus yang mengarahkan ketepatan peleburan sperma dan sel telur. !elama interfase, sentrosom membelah menjadi dua kutup spindel, yang memberikan kerangka untuk mitosis yang terjadi selanjutnya. Namun, pada spermatid, tidak ada sentrosom. "eskipun demikian, kelahiran sehat telah dilaporkan pada penggunaan spermatid. 6eberapa teori telah diajukan (Navara et al., %9& untuk menjelaskan fungsi organi'er mikrotubulus pada kasus ini. Namun, masih ada pertimbangan dan keraguan besar dalam penggunaan spermatid (1ech et al., #$$$&. kankah pembelahan abnormal dan pertumbuhan menyimpang terjadi pada embrioG Data sebelumnya tampak cukup meyakinkan (l85asani et al., %&. Namun tetap saja, beberapa merasa terlalu dini untuk menyatakan bahwa penggunaan spermatid aman dalam 4!, karena anak yang lahir dengan bantuan 4! masih belum tumbuh dan berkembang secara sempurna.
D& -ito)ondria Kini diketahui bahwa DN mitokondira (mtDN& diturunkan secara maternal. kankah prosedur ini memberikan hasil DN mitokondria diturunkan
16
secara paternal (!t. Hohn et al., #$$$&G Hika hal tersebut terjadi, akankah pergeseran penurunan genetik ini menyebabkan kejadian tak terdugaG njeksi langsung mtDN sperma ke pusat sel telur dapat menghindari mekanisme normal penghancuran mtDN paternal. mtDN memiliki peluang sangat tinggi untuk menyebabkan mutasi dan delesi karena mtDN kurang memiliki mekanisme perbaikan yang efektif. mtDN paternal dapat bergabung dengan DN yang hancur, atau lebih penting lagi, dapat menghambat rantai transpor elektron atau mempengaruhi fungsi sel oksidatif lainnyaA ini dapat menyebabkan akumuasi radikal bebas yang memfasilitasi proses penuaan sel yang prematur (2atri'io, %0&. Falaupun prospek ini cukup mengerikan, verifikasi tidak mungkin dilakukan hingga pengumpulan data bertahun8tahun lagi. !elain itu, kemungkinan bahwa beberapa infertilitas pria dapat disebabkan oleh defek genetik mtDN maternal kemudian peleburan DN paternal dapat menjadi nilai medis yang korektif (4ummins et al., %9&.
Inje)si Sperma Intrasitoplasmi) /asil Periode &wal pakah faktor8faktor ini menyebabkan peningkatan defek kongenitalG Falupun suatu studi kasus mandiri, #.7: anak lahir dengan bantuan 4! memiliki kelainan kongenital berat (6onduelle et al., %&. ngka kelainan ini yang diperkirakan pada populasi normal adalah di antara satu dan dua persen (6onduelle et al., %;&. *aktanya, lebih dari #$ juta penduduk merika didiagnosis dengan penyakit genetik. !atu persen dari seluruh bayi baru lahir memiliki kelainan "endelian, setengah persen memiliki sindroma kromosomal, dan dua persen memiliki kelainan multifaktorial poligenik (Fard, %&. Hadi, ada kemungkinan sedikit peningkatan pada kelainan berat ketika menggunakan 4!. Di sisi lain, mereka yang pro terhadap 4! menjawab bahwa defek motilitas dan morfologis dari sperma telah dieliminasi pada traktus genitalia wanita, tampaknya tidak ada peningkatan signifikan dalam hal frekuensi kelainan. Hika kurangya seleksi fisiologis merupakan masalah utama, kita tentunya akan memperkirakan angka kelainan jauh lebih besar daripada angka tersebut. !elain itu, kelainan
17
kongenital yang telah terjadi tampaknya sama dengan yang terjadi di populasi umum. 2ada intinya, tidak ada kelainan atau anomali aneh yang muncul. Respon pertama yang diberikan oleh mereka yang mendukung 4! adalah bahwa resiko ini spekulatif pada hakikatnya. "ereka menekankan pada hasil fase awal dari anak 4!, yang pada titik ini dapat meyakinkan bahwa peningkatan malformasi mayor, yang didefinisikan sebagai yang menyebabkan perburukan fungsional atau membutuhkan koreksi surgikal, tidak disebabkan oleh 4!. "empertimbangkan data dari suatu program infertilitas luas di New Iork (2alermo et al., %;&? anak 4! dari 0- (%.;:& mengalami malformasi mayor jika dibandingkan dengan keseluruhan bayi di negeri ini adalah 7.;:. !elain itu, beberapa ahli infertilitas pria ()an !teriteghem et al., %9& melaporkan pada analisis genetik dari #7 keturunan dan hanya mendeteksi satu kariotip abnormal dan sepuluh malformasi kongenital mayor (sekitar %.#:&. 2erlu dicatat bahwa, meskipun demikian, tidak ada kesepakatan umum dalam hal ini. Ketika dua kelompok investigator memeriksa malformasi pada anak yang dilahirkan dengan bantuan 4! di suatu program 6elgia, hasilnya justru bertolak belakangJ /im pertama (6onduelle et al., %;& melaporkan tidak adanya peningkatan, namun observer yang lain (Kurinc'uk and 6ower, %-& menemukan kemungkinan peningkatan malformasi dua kali lipat. Kesenjangan ini dapat dijelaskan dengan perbedaan kriteria klinis yang digunakan untuk mendiagnosis malformasiL. Kelompok kedua menyatakan bahwa tim 6elgia membandingkan data mereka dengan kelahiran fertilisasi in vitro dari &ustralian ational Perinatal Statistics 0nit . !istem ini memiliki definisi yang lebih luas dari apa yang dikelompokkan dalam defek mayor daripada kelompok 6elgia, sehingga merendahkan prevalensi perbandingan dari defek kelahiran mayor pada kohort mereka. "isalnya, kelainan kongenital seperti patent ductus arteriosus, dianggap hanya malformasi minor oleh kelompok 6elgia namun mayor oleh unit ustralia yang disebutkan di atas. "eskipun demikian, hal di atas menggambarkan kontroversi dari penggunaan 4!. khirnya, pendukung 4! menyatakan bahwa penelitian hewan lebih lanjut tidak akan membantu dalam mengevaluasi kemanan jangka panjang 4! pada
18
hewan, yang tidak hidup selama manusia hidup. 4ukup jelas bahwa belum ada konsensus mengenai keamanan 4!.
'ASALAH
IDA"
LAN+SUN+
IN&E"SI
SPE$'A
IN$ASI!PLAS'I"
"asalah tidak langsung 4! muncul dari potensi menurunkan sperma abnormal secara genetik kepada anak terkait teknik 4!.
Sindroma Silia Imotil "asalah tidak langsung 4! yang paling terkenal adalah gamet pria yang membawa kelainan genetik. "isalnya, peneliti (lmedo et al., %-& melaporkan fertilisasi berhasil dengan spermato'oa imotil dari seorang pria muda dengan kombinasi displasia sarung fibrosa dan defisiensi dinein, yang kini dideskripsikan sebagai sindroma silia imotil, yang mana merupakan suatu kondisi autosomal resesif yang sangat jarang. 2asien ini, selain memiliki sel sperma imotil, juga menderita beberapa kondisi medis, yaitu situs inversus dan penyakit pulmoner berat. Ketika gamet tersebut digunakan, hasil pada keturunan biasanya hetero'igot untuk gen tersebut, dan biasanya bermanifestasi spermato'oa motil dan asimtomatik secara medis. Dengan skrining genetik menyeluruh dari calon pasangan, walaupun cukup mahal, penurunan sindroma dari ayah ke anak laki8laki dapat dicegah. 1ibrosis 'isti) dan &genesis 2as De#erens +ilateral 'ongenital Kondisi agenesis vas deferens bilateral kongenital (46)D&, pada mayoritas pasien,
berhubungan dengan defek pada
gen
cystic #ibrosis
transmembrane conductance regulator (4/*R& (>issens et al., %;&. Dengan adanya 4!, kebanyakan pria dengan 46)D dapat menjadi seorang ayah dari anaknya sendiri. 2ada pria dengan 46)D terkait mutasi gen 4*/R tanpa adanya riwayat fibrosis kistik (4*& yang dilaporkan dari kerabat pasangannya, resiko memiliki anak dengan 4* hanya dua persen (+ngel et al., %;&. 5ingga kini, lebih dari 0$$ mutasi berbeda telah dilaporkan ("ickle et al., %0& pada gen 4/*R paling banyak (sekitar -$:& dengan total 0$ mutasi. nalisis genetik kini
19
dapat mendeteksi $: hingga $: dari seluruh mutasi. Konseling genetik dengan skrining lengkap dapat menentukan ada atau tidaknya mutasi pada gen 4*/R. !elain itu, biopsi blastomir, yang dilakukan pada preembio hasil, dapat meyakinkan apakah mutasi 4*/R diturunkan atau tidak. khirnya, teknisi kini dapat melakukan skrining 4* pada embio dan janin trimester pertama ("cntosh et al., %&, namun ini meningkatkan intervensi teknologi dan meingkatkan dilema lain dari kemungkinan terminasi kehamilan.
-i)rodelesi 'romosom 3 2eneliti ("a et al., %7& telah melaporkan bahwa beberapa bentuk dari hambatan maturasi sperma inkomplit yang muncul sebagai a'oospermia disebabkan oleh mikrodelesi di sepanjang lengan kromosom I. Kini, suatu studi dengan ruang lingkup dunia (2rotokol !immy& untuk memonitor pasangan ayah=anak laki8laki dengan analisis 24R kromosom I sedang dilakukan untuk menguji kemungkinan ini. 5anya setelah studi ini selesai, pernyataan lebih lanjut dapat diberikan. Namun, biaya skrining ini sangat mahal. !elain itu, ahli genetik tidak sepenuhnya mengerti mekanisme kontrol genetik spesifik yang muncul pada kromosom I.
Penuaan Testis 5ubungan antara usia paternal yang cukup tua dan kelainan genetik berat pada manusia telah dilaporkan dalam beberapa waktu (urouM et al., %7&. ni mencakup akondroplasia, myositis osifikans, sindroma pert, sindroma "arfan, distrofi muskular Duchenne, hemofilia , dan retinoblastoma bilateral kelainan resesif terkait gen seks. Kemungkinan ini didukung oleh laporan (4ummins and Heuier, %9& adanya hubungan antara infertilitas pria yang tidak dapat dijelaskan, dengan percepatan penuaan testis, yang mana muncul pada delesi mtDN, kelainan fosforilasi oksidatif, dan produksi radikal bebas. leh karena itu, kelainan ini yang normalnya berhubungan dengan peningkatan usia paternal,
20
dapat berhubungan dengan infertilitas pria. "eskipun demikian, insiden kondisi ini sangat rendah hingga butuh data beberapa tahun lagi untuk mengkaji ulang pertimbangan ini.
$ESI"! IN&E"SI SPE$'A IN$ASI!PLAS'I" PE$I'BAN+AN EI"
6anyak yang mempertanyakan, apakah masalah langsung atau tidak langsung 4!
mempengaruhi kebijaksanaan biologis dari penggunaan 4!.
Dengan proliferasi cepat 4!, banyak pertanyaan ini dapat dijawab tanpa keraguan ketika peneliti melakukan penelitian anak dari 4! saat mereka sudah tumbuh dan berkembang. "enilai 4! dari segi moral cukup sulit, karena banyak resiko prosedur ini bersifat spekulatif. 5ingga kini, anak yang lahir dengan bantuan 4! masih terlalu muda untuk diteliti apakah ada pertimbangan terkait prosedur ini atau tidak. !elain itu, pasien yang diterapi dengan 4!, menerima resiko tidak hanya untuk mereka, tapi juga untuk anak8anak mereka. Namun, perkembangan cepat dari 4! mengharuskan adanya diskusi terkait penggunaan dan resiko dari sisi moral. 6eberapa penulis menyatakan bahwa inti dari pertarungan etik adalah hak untuk reproduksiL dan batasan yang harus membebani hak ini. hli etik telah membedakan antara hak positif untuk bereproduksi dan yang negatif. 5ak negatif adalah prinsip dasar masyarakat yang mengi'inkan individu untuk memiliki keturunan tanpa campur tangan apapun. 5ak positif menyatakan bahwa pria dan wanita memiliki tidak hanya
kebebasan untuk bereproduksi tanpa hambatan,
namun juga hak untuk mendapatkan bantuan untuk mencapai tujuannya. "ungkin pertanyaan etik dapat dirumuskan sebagai berikut. Dalam kondisi apakah adanya kewajiban moral untuk berhenti bereproduksiG !ecara spesifik, bolehkah reproduksi berbantu dilakukan untuk memberikan manfaat pada orang tua walaupun beresiko untuk anaknya nantiG /entunya, karena pertanyaan bergantung pada derajat dan keadaan resiko yang diambil oleh pasangan, dokter, dan
21
masyarakat untuk seorang anak, batasan etik dari resiko ini harus diperjelas. !iapa yang membatas ini dan dimana dibatasiG 6agaimana kita dapat mulai mengetahui bagaimana anak nantinya akan beradaptasi dengan kondisi bawaannyaG 2enyakit yang mematikan dan mengerikan pada anak nantinya akan menjadi tantangan berikutnya. Kesulitan ini hanya diperbesar oleh banyak pertanyaan tak terjawab pada bagian biologis. 6eberapa ahli bioetik (!teinbock and "c4lamrock, %9& menyatakan bahwa kelahiran seperti ini tidak adil untuk anak 4!. "ereka menggarisbawahi prinsip tanggung jawab orangtua, yang akan membuat orang tua menahan diri dari memiliki anak kecuali mereka tetap puas dengan kondisi minimal tertentu. Kondisi ini mencakup awal dari kehidupan yang adil yang tidak terbebani dengan penyakit yang mengerikan. rangtua sebaiknya tidak hanya tertarik dalam memenuhi keinginannya untuk bereproduksi saja. Di sisi lain, keinginan utama mereka sebaiknya adalah kesejahteraan dari anak yang akan mereka miliki. "ereka seharusnya menanyakan diri sendiri, hidup seperti apa yang anak saya inginkanGL rang tua yang benar8benar
memiliki rasa cinta dan peduli akan
menginginkan anaknya memiliki hidup yang baik dan akan berusaha keras untuk mencapai hal tersebut. Namun apa yang terjadi jika orang tua tidak dapat menjamin anaknya memiliki kehidupan yang baikG 2rinsip dari rasa tanggung jawab orang tua menegaskan bahwa dengan kondisi seperti ini, seperti penggunaan 4!, lebih baik untuk tidak memiliki anak, karena tidak adil untuk melahirkannya ke dunia dengan mengetahui bahwa mereka akan hidup dengan penuh kerugian. pakah ini berbeda dengan pasangan yang tidak tahu apa8apa dan melahirkan anak dengan cacat berat dan rasa sakit yang ekstrim seperti penyakit /ay8!achs, namun meskipun demikian anak tersebut tetap hidup bahagiaG 6erdasarkan prinsip rasa tanggung jawab orang tua, bukankah seharusnya orang tua menghentikan seluruh terapi medis non8paliatif karena tidak berguna dan hanya memperlama penderitaanG Namun, dalam hal ini, anak memang telah hidup, dan bukan menjadi tanggung jawab orang tuanya untuk memutuskan apakah anak ini sebaiknya hidup atau tidak. 2ilihan ini sepenuhnya ada di tangan sang anak. /entunya, jika anak terlalu muda, orang tua yang memiliki rasa
22
tanggung jawab akan melakukan konseling dengan dokter dan bersama8sama menentukan apa yang terbaik untuk sang anak. Namun ketika tidak ada anak sama sekali, pertanyaan yang menjadi masalah dari calon orang tua ini bukan lagi apa yang terbaik untuk anakkuGL, namun apakah akan membuat anak yang memiliki kemungkinan besar menjalani hidup dengan nyeri dan menghadapi perbedaan yang nyata. Dalam hal ini, orang tua
dengan rasa tanggung jawab akan
mengesampingkan keinginannya. Rasa tanggung jawab pada orang tua membuat mereka memilih untuk tidak memiliki anak yang ditakdirkan untuk hidup dengan kesengsaraan. !elain itu, bahkan jika seorang anak menjalani hidup bahagia nantinya, tidak ada kewajiban moral yang mengharuskan orang tua untuk memiliki seorang anak. Hika pasangan memutuskan untuk tidak memiliki anak, tidak akan ada masalah yang muncul. 3ntuk lebih sederhananya, tidak ada masalah dalam ketidakadaan. !eperti yang dikatakan "ary nne Farren? Kegagalan memiliki seorang anak, bahkan ketika kamu mungkin akan memiliki anak yang bahagia, tidaklah benar atau salah. Namun hal yang sama tidak bisa dikatakan pada konsep memiliki anak, karena tindakan ini akan melahirkan seorang individu yang keinginannya perlu dipertimbangkan. "emiliki anak dalam kondisi dimana dapat diprediksi bahwa anak tidak akan bahagia dapat dinilai objektif dari sisi moral, bukan karena hal ini melanggar hak dari anak yang akan dilahirkan, namun karena hal ini akan menghasilkan frustasi dan kebingungan terhadap keinginan anak di kemudian hari (Farren, %-&. Ketika mendaftar untuk tindakan 4!, prinsip tanggung jawab orang tua akan menahan keinginan ini sampai penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa tindakan ini tidak akan memberikan masalah kepada anak nantinya. "asalah disini bukanlah yang bersifat substansial atau mematikan. Namun lebih kepada masalah baik secara langsung maupun tidak langsung dari tindakan 4! yang akan menyebabkan anak hidup dalam kerugian. Falaupun seorang dokter kini dapat melakukan konseling kepada pasien, dan memberitahu pasien, bahwa dengan skrining genetik yang teliti, tidak akan ada resiko mereka menurunkan kondisi genetik kepada keturunan mereka, hingga kini masih banyak pertanyaan8
23
pertanyaan dan berbagai spekulasi mengenai prosedur ini. 5ingga penelitian hewan lebih lanjut menjawab keraguan ini, pasangan yang bertanggung jawab akan menarik diri dari 4!. da banyak pemikir yang beranggapan bahwa 4! sebaiknya dilakukan untuk membantu pasangan infertil. !alah satu pemikir kebebasan prokreatif, Hohn Robertson, menyatakan bahwa apakah seseorang bereproduksi atau tidak adalah pusat dari identitas, harga diri, dan arti hidup bagi seseorang.L 6agi Robertson, hak untuk bereproduksi adalah milik seluruh pasangan, baik yang fertil maupun infertil. !eperti seorang tunanetra yang memiliki hak untuk membaca, begitu pula hak pasangan infertil untuk memiliki keturunan. Robertson menulis, !emakin tinggi insiden kelainan kongenital pada seorang anak tidak dapat membenarkan larangan teknik ini dengan pertimbangan untuk melindungi keturunan, karena tanpa teknik ini anak ini tidak akan lahir sama sekali. Kecuali hidup mereka penuh dengan penderitaan akan lebih buruk daripada tidak ada kehidupan sama sekali, yang mana merupakan suatu anggapan yang sangat tidak mungkin, anak dengan kelainan bawaan tidak akan dirugikan jika mereka memang tidak dilahirkan dalam kondisi sehat (Robertson, %9&. 6agi Robertson dan pemikir yang serupa, doktrin tanggung jawab orang tua, yaitu untuk melindung anaknya dari kerugian yang tidak perlu, secara fundamental salah berdasarkan hidup penuh penderitaan yang akan dijalani sang anak nantinya. 3ntuk hidup dengan penyakit tidaklah menyenangkan sama sekali, namun jika dihadapkan pada pilihan tidak hidup sama sekali, hidup dengan penyakit tidak seburuk itu. 5al ini tidak menyiratkan bahwa keputusan untuk bereproduksi tidak perlu dibatasi. /entu saja, memiliki keturunan lebih kepada hak konstitusional yang mana di bawah keadaan memaksaL tertentu akan memiliki batasan. "isalnya ketika reproduksi akan jelas8jelas membuat anak nantinya berharap untuk tidak pernah dilahirkan sama sekali. 5al ini dapat dicontohkan dengan, ketika 4! akan menghasilkan kembar siam yang sangat fatal (
24
memiliki keturunan dalam situasi tertentu, pasangan yang bijaksana, bersama ahli infertilitas dan genetik akan memilih untuk tidak mengusahakan kehamilan ini. 2engikut kebebasan prokreatif akan mendukung penggunaan 4! hampir di seluruh kasus. Namun serupa dengan pandangan tanggung jawab orang tuaL, pernyataan ini tidak memberikan rekomendasi apapun kepada pasangan infertil dan dokter.
BAB III "ESI'PULAN
-
njeksi sperma intrasitoplasma merupakan terapi yang aman dan efektif untuk
penatalaksanaan infertilitas faktor pria. - njeksi sperma intrasitoplasma dapat meningkatkan tingkat fertilisasi ketika harapan fertilisasi rendah atau kegagalan fertilisasi yang telah ada dengan
-
inseminasi konvensional. njeksi sperma intrasitoplasma pada infertilitas yang tidak dapat dijelaskan
-
tidak meningkatkan hasil keluaran klinis. "asalah terkait etik dalam pelaksanaan 4! masih terus diteliti seiring dengan keberhasilan teknik tersebut dalam mengahsilkan keturunan yang
25
normal.
26