DIKTAT KULIAH
MEKANIKA TEKNIK
DISUSUN OLEH :
AGUNG KRISTANTO, ST., MT.
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2010/2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan Rahmat serta Hidayah‐Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan diktat Mata Kuliah Mekanika Teknik ini tepat pada waktunya. Diktat Mata Kuliah Mekanika Teknik ini berisikan materi‐materi tentang gaya pada bidang datar, statika benda tegar, titik berat, analisa struktur, sambungan mesin, dan poros & pasak. Diktat ini berisi materi ‐materi yang akan diajarkan pada perkuliahan di Program Studi Teknik Elektro Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada semester genap 2010/2011. Bahan‐bahan penyusunan diktat ini penulis peroleh dari beberapa referensi buku tentang mekanika teknik. Penulis menyadari bahwa diktat ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya diktat ini di masa yang akan datang.
Yogyakarta, Februari 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
Bab I
1
Gaya Pada Bidang Datar
Bab II Statika Benda Tegar Dalam Dua Dimensi
21
Bab III Titik Berat
38
Bab IV Analisis Struktur
49
Bab V Sambungan
73
Bab VI Poros dan Pasak
104
Daftar Pustaka
117
ii
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Pada bab ini, kita akan mempelajari pengaruh gaya ‐gaya yang bekerja pada suatu partikel. Pemakaian kata “partikel” tidak berarti bahwa kita membatasi pelajaran kita pada benda yang kecil. Yang dimaksud di sini adalah ukuran dan bentuk benda yang ditinjau tidak banyak mempengaruhi penyelesaian masalah. Gaya termasuk besaran vektor. vektor. Sehingga pada materi ini kita akan lebih sering menggunakan istilah vektor sebagai pengganti besaran gaya. Karena gaya merupakan besaran vektor, maka sebuah gaya akan ditentukan oleh besar besar dan dan arahnya arahnya.. Besarnya suatu gaya ditentukan oleh suatu satuan. Dalam SI, gaya mempunyai satuan Newton(N), sedang sistem satuan Amerika menggunakan satuan pound(lb). Arah gaya ditentukan dengan suatu tanda panah. Perjanjian tanda yang lazim untuk menyatakan arah gaya dapat dilihat pada gambar 1.
Y(+)
X(+)
X(-)
Y(-)
Gambar 1. Perjanjian tanda arah gaya
A. GAYA PADA BIDANG DATAR
Dua buah vektor , seperti tampak pada gambar 2a dan b, yang mempunyai besar dan garis aksi yang sama tetapi arah berbeda, akan memberikan efek yang berlawanan bila bereaksi pada sebuah benda.
1
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
30°
30°
(a)
(b)
Gambar 2 Dua buah vektor P dan Q yang bekerja pada sebuah benda A (gambar 3a) dapat digantikan dengan sebuah vektor tunggal R yang akan memberikan efek yang sama pada benda tersebut (gambar 3c). Vektor ini disebut vektor resultan dari resultan dari vektor P dan Q. P
P
R
R
Q A
Q
A (a)
(b)
A
(c)
Gambar 3 Dua buah vektor yang besar dan arahnya sama disebut kedua vektor itu sama, tidak tergantung apakah keduanya mempunyai titik aksi yang sama atau berbeda (gambar 4). Dua vektor yang besarnya sama, garis aksi sejajar tetapi berlawanan arah disebut kedua tersebut berbeda (gambar 5).
Gambar 4. Dua vektor yang sama
Gambar 5. Dua vektor yang berbeda
2
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
B. PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN GAYA
Dua buah vektor gaya A dan B bekerja pada satu titik tangkap dan membentuk sudut apit θ. Resultan atau jumlah kedua vektor tersebut dicari menggunakan hukum jajaran genjang (gambar 6a dan b).
B
B
θ
R
θ
A
A
(a)
(b) Gambar 6.
Besarnya resultan dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : R = |A B| = √ A
B 2AB cos θ
(1)
Dari hukum jajaran genjang, dapat diturunkan cara lain untuk menentukan jumlah dua buah vektor gaya. Metode ini dikenal dengan hukum segitiga (gambar 7a, b, dan c)
B
A
B
A+B A+B A (a)
B
ATAU
A (b)
(c)
Gambar 7.
3
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Gambar 8
Gambar 9
Pengurangan vektor gaya didefinisikan sebagai penjumlahan suatu vektor yang sama dengan arah berlawanan. Gambar 10 memperlihatkan pengurangan dua vektor A dan B.
B
α
-B
θ
A
A-B Gambar 10
Besarnya A‐B dihitung menggunakan persamaan berikut ini : A‐B =√ A
B 2AB cos α
(2)
Dimana α = 180 ‐ θ dan cos (180 ‐ θ) = ‐ cos θ, sehingga persamaan 2 dapat diubah menjadi : A‐B =
√ A B 2AB cos θ
(3)
Rumus hukum segitiga yang sering digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut :
4
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
a sin β
c β
α
b sin α
c sin γ
b
a γ
Contoh 1. Dua buah gaya P dan Q beraksi pada suatu paku A. Tentukan resultannya.
Penyelesaian :
R
Q = 60 N
P = 40 N
25° 20° R = P = √ 40
Q 2PQ cos α 60 2 · 40 · 60 · cos 25°
= 97.73 N
5
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Contoh 2.
30
Sebuah tiang pancang ditarik dari tanah dengan memakai dua tali seperti tampak pada gambar. a. tentukan besar gaya P sehingga gaya resultan yang timbul pada tiang mengarah vertikal. b. Berapa besar resultan tersebut ?.
Penyelesaian :
Karena resultan kedua gaya pada tiang harus vertikal, maka gambar gaya di samping dapat diubah seperti tampak pada gambar berikut.
a. Dengan menggunakan persamaan hukum segitiga diperoleh persamaan sebagai berikut. P 120
sin 25
=
sin 30
sehingga : P = 120 x b.
120 sin 30
=
sin 25 sin 30 R
= 101,43 N
sin 125
R = 196,6 N
6
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Contoh 3. Tentukan dengan trigonometri besar dan arah resultan dua gaya seperti tampak pada gambar di samping.
Penyelesaian : 2 2 R = 200 + 300 + 2 ⋅ 200 ⋅ 300 ⋅ cos 70 = 413,57 lb
45
25
300 lb 200 lb
R
45
α
a
R
300 lb
Untuk menghitung arah digunakan hukum segitiga.
200
110
sin a 25
=
resultan
gaya
413,57 sin 110
diperoleh a = 27 ° sehingga arah resultan gaya α = 45 + 27 = 72°
200 lb
7
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Contoh 4.
Sebuah mobil mogok ditarik dengan dua tali seperti tampak pada gambar. Tegangan di AB sebesar 400 lb dan sudut α sebesar 20°. Diketahui resultan dari dua gaya tersebut bekerja di A diarahkan sepanjang sumbu mobil. Tentukan dengan trigonometri (a) tegangan pada tali AC, (b) besar resultan kedua gaya yang beraksi di A. Penyelesaian :
a. Gunakan hukum segitiga : AC 400
=
sin 30 sin 20 AC = 584,76 lb b. Gunakan hukum segitiga : R 400
=
sin 130 sin 20 R = 895,9 lb
C.
KOMPONEN TEGAK LURUS SUATU GAYA
Sebuah vektor gaya dapat diuraikan dalam sebuah bidang Cartesian dalam komponen Fx sepanjang sumbu x dan F y sepanjang sumbu y seperti tampak pada gambar 11.
Dimana : Fx = Fcos θ Fy = Fsin θ
(4) (5)
Gambar 11
8
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Begitu juga sebaliknya, jika diketahui dua komponen gaya F x dan Fy yang saling tegak lurus, maka dapat dihitung resultan kedua gaya dan arah resultan gaya tersebut menggunakan persamaan berikut :
tan θ =
Fy
Fx
(6)
F = Fx 2 + Fy 2
(7)
D. RESULTAN GAYA DENGAN MENAMBAH KOMPONEN X DAN Y
Tiga buah gaya F1, F2, dan F3 bekerja pada suatu bidang kartesian pada satu titik tangkap seperti ditunjukkan pada gambar 12. Y
F2
F2y
F1
F1y θ2
F2x
θ1 θ3
F3y
F1x
F3x
X
F3
Gambar 12.
Untuk mencari resultan ketiga gaya tersebut, maka harus diuraikan masing ‐ masing gaya terhadap sumbu x dan y sehingga terdapat komponen gaya‐gaya : F1x = F1cos θ1 F1y = F1sin θ1 F2x = F2cos θ2
9
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
F2y = F2sin θ2 F3x = F3cos θ3 F3y = F3sin θ3 Dari komponen‐komponen gaya di atas, dapat dijumlahkan secara aljabar terhadap sumbu x dan y, yaitu :
ΣFx = F1x ‐ F2x + F3x
(8)
ΣFy = F1y + F2y ‐ F3y
(9)
dan
sehingga resultan ketiga gaya dicari menggunakan persamaan :
R =
∑F
x
2
+ ∑ Fy 2
(10)
Contoh 5.
Tentukan komponen x dan y setiap gaya pada gambar di samping.
Penyelesaian :
Y
Besar(lb) 60 45 75
45 lb 60 lb
Sumbu X(lb) 60cos 35° = 49,15 45cos 55° = 25,81 75cos 50° = 48,21
Sumbu Y(lb) 60sin 35° = 34,41 45sin 55° = 36,86 75sin 50° = 57,45
X
75 lb
10
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Contoh 6.
Silinder hidrolik GE menimbulkan suatu gaya P diarahkan sepanjang garis GE pada bagian DF. Diketahui P harus mempunyai komponen tegak lurus DF sebesar 600 N. Tentukan : a. besar gaya P. b. komponennya yang sejajar terhadap DF.
Penyelesaian : P F 600 N E 30 D
a. Py = Psin 30° 600 = 0,5P P = 1200 N b. Px = Pcos 30 ° = 1200 cos 30° = 1039,23 N
56 G
Contoh 7.
Tegangan pada kabel penguat tiang telepon sebesar 370 lb. Tentukan komponen horizontal dan vertikal gaya yang ditimbulkan pada penambat di C.
11
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Penyelesaian :
R=
6 2 + 17,5 2 = 18,5 ft
Tx = - Tcos θ = - 370 x
6
= - 120 lb 18,5 = 120 lb (ke kiri) Ty = Tsin θ 17,5 = 370 x = 350 lb 18,5
E.
KESETIMBANGAN SUATU PARTIKEL
Bila resultan semua gaya yang bekerja pada suatu partikel adalah nol, maka partikel tersebut dalam keadaan setimbang. Syarat untuk mencapai keadaan setimbang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut ini :
ΣFx = 0 dan ΣFy = 0
(11)
contoh 8.
Dua kabel diikatkan bersamasama di C dan diberi beban seperti terlihat pada gambar. Tentukan tegangan di AC dan BC.
12
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Penyelesaian : Y T ACSIN 50
T AC
TBC TBCSIN 30
50
30
X
T ACCOS 50
TBCCOS 30
400
ΣFx = 0 TBC Cos 30 – TAC Cos 50 = 0 0,87 TBC = 0,64 TAC TBC = 0,74 TAC
(a)
ΣFy = 0 TAC Sin 50 + T BC Sin 30 – 400 = 0 0,77 TAC + 0,5 TBC = 400
(b)
Substitusikan (a) ke dalam (b) : 0,77 TAC + 0,5 (0,74 TAC) = 400 1,14 TAC = 400 TAC = 350,88 lb Masukkan TAC ke dalam (a) : TBC = 0,74 x 350,88 = 259,65 lb
13
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Contoh 9 : Hitung tegangan tali T1, T2, dan T3 pada gambar berikut ini jika titik A setimbang. W adalah berat benda.
30
60
A
W = 20 N
Penyelesaian : Diagram gaya‐gaya yang bekerja : 30
60
T2
T1 A
T3
W = 20 N
Tinjau benda W : Benda ini berada pada keadaan setimbang sehingga : T3 = W = 20 N Tinjau titik A : Karena titik ini setimbang, maka berlaku syarat kesetimbangan.
14
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Y T1sin 30
T1
T2sin 60 30
T2 X
60
T1cos 30
T2cos 60
T3
ΣFX = 0 T2cos 60° ‐ T1cos 30° = 0 T2
1 2
1
= T1
2
T2 = T1
3
3
(1)
ΣFY = 0 T1sin 60° + T2sin 30° ‐ T3 = 0 T1
1 2
3 +T2
1 2
= T3
(2)
Substitusikan persamaan (1) ke persamaan (2), kita peroleh : T1
1 2
3 + (T1 3 )
1 2
= 20
T1 3 = 20 T1 =
20 3
N
Subtitusikan nilai T1 ke persamaan (1) untuk mendapatkan nilai T2 T1 = 20 N
15
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
Contoh 10.
Suatu kotak yang dapat digerakkan berikut isinya mempunyai 960 lb. Tentukan panjang rantai terpendek ACB yang dapat digunakan untuk mengangkat beban kotak tersebut bila tegangan pada rantai tidak melebihi 730 lb.
Penyelesaian :
Karena berbentuk simetris, maka T AC = TBC = T. ΣFy = 0 2T sin θ - 960 = 0 2 x 730 x sin θ = 960 sin θ = 0,658 θ = 41,1° 13,75 sehingga R = = 18,33 in cos 41,1 maka panjang rantai minimum =2 x 18,33 = 36,67 in
16
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
LATIHAN
1.
Determine the magnitude of the resultant force FR = F1 + F3 and its direction, counterclockwise
measured from
the
positive x‐axis.
2.
Determine the magnitude of the resultant force FR = F1 + F2 and its direction, counterclockwise
measured from
the
positive x‐axis
3.
Resolve the force F 1 into components acting the and v axes and determine the magnitudes of
u
the components
17
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
4.
The plate is subjected to the two forces at A and B as shown. If θ = 60°, determine the magnitude of the resultant of these forces and its direction measured from the horizontal
5.
Determine the magnitudes of F 1 and F2 so that the particle P is in equilibrium
6.
Determine the magnitude and direction θ of F so that the particle is in equilibrium
18
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
7.
The device shown is used to straighten the frames of wrecked autos. Determine the tension of each segment of the chain, i.e., AB and BC if the force which hydraulic cylinder DB exerts on point B is 3,50 kN, as shown
8.
Determine the force in cables AB and AC necessary to support the 12 kg traffic light
9.
Coeds AB and AC can each sustain a maximum tension of 800 lb. If the drum has a weight of 900 lb, determine the smallest angle θ at which they can be attached to the drum
19
BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR
10.
The 500 lb crate is hoisted using the ropes AB and AC. Each rope can withstand a maximum tension 2500 lb before it breaks. If AB always remains horizontal, determine the smallest angle θ to which the crate can be hoisted
20
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
Benda tegar adalah elemen kecil yang tidak mengalami perubahan bentuk apabila dikenai gaya. Struktur dua dimensi dapat diartikan sebuah struktur pipih yang mempunyai panjang dan lebar tetapi tidak mempunyai tebal, atau secara lebih umum , sebuah struktur yang mempunyai simetri bidang. A. SISTEM EKIVALEN GAYA
Gaya yang beraksi pada benda tegar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Gaya luar, aksi dari benda lain pada benda yang sedang dibahas. Contohnya berat, gaya dorong, gaya normal. 2. Gaya dalam, gaya yang mengikat semua partikel yang membentuk benda tegar tersebut. Contohnya gaya pada kerangka batang. Pada bab ini hanya akan dibicarakan gaya luar. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 15a sebuah truk yang ditarik oleh beberapa orang. Gaya luar yang bekerja pada truk tersebut ditunjukkan pada diagram benda bebas ( free body diagram) seperti tampak pada gambar 15b.
(b)
(a) Gambar 15
21
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
B. PRINSIP TRANSMISIBILITAS GAYA EKIVALEN
Prinsip transmisibilitas menyatakan bahwa persyaratan kesetimbangan gerak benda tegar akan tetap tidak berubah jika gaya F yang beraksi pada titik tertentu pada benda tegar itu diganti oleh gaya F’ yang besar dan arahnya sama tetapi beraksi pada titik yang berbeda, jika kedua gaya itu memiliki garis aksi yang sama (gambar 16)
Gambar 16
Kembali pada contoh truk itu, mula ‐mula kita amati garis aksi gaya F ialah garis horizontal yang melalui kedua bumper belakang dan depan truk itu (gambar 17a). Dengan memakai prinsip transmisibilitas, kita boleh mengganti F dengan gaya ekivalen F’ yang beraksi pada bumper belakang(gambar 17b).
Gambar 17
22
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
C. MOMEN GAYA TERHADAP SUMBU
Kecenderungan sebuah gaya untuk memutar sebuah benda tegar di sekitar sebuah sumbu diukur oleh momen gaya terhadap sumbu itu. Momen M A dari suatu gaya F terhadap suatu sumbu melalui A, atau dengan singkat, momen F terhadap A, didefinisikan sebagai perkalian besar gaya F dengan jarak tegak lurus d dari A ke garis aksi F: MA = Fd Di mana :
(21)
MA = momen gaya (Nm, lb ft, lb in) F = gaya (N, lb) d = jarak dari sumbu putar (m, ft, in)
Momen gaya tidak hanya memiliki besar tetapi juga arah. Pada pembicaraan ini kita akan mengambil momen searah jarum jam sebagai positif dan momen berlawanan jarum jam sebagai negatif.
D. TEOREMA VARIGNON
Suatu
teorema
yang
sangat
penting
dalam
statika
ditemukan
oleh
matematikawan Perancis yang bernama Varignon (1654 ‐1722). Teorema ini menyatakan bahwa momen sebuah gaya terhadap setiap sumbu sama dengan jumlah momen komponen gaya itu terhadap sumbu yang bersangkutan. ΣMO =
M1 + M2 + M3 + M4 +..........
= F1d1 + F2d2 + F3d3 + F4d4 +...........
(22)
23
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
Contoh 1.
Gaya vertikal 100 lb diterapkan pada ujung lengan yang terikat pada poros di O. Tentukan (a) momen gaya 100 lb tersebut terhadap O; (b) besar gaya horizontal yang diterapkan di A yang menimbulkan momen yang sama terhadap O; (c) gaya terkecil yang diterapkan di A yang menimbulkan momen yang sama terhadap O; (d) berapa jauhnya dari poros sebuah gaya vertikal 240 lb harus beraksi untuk menimbulkan momen yang sama terhadap O. Penyelesaian:
a. Momen terhadap O. Jarak tegak lurus dari O ke garis aksi gaya 100 lb adalah Mo = F x dcos 60 ° = 100 x 24cos 60° = 1200 lb in.
b. Gaya horizontal. Karena momen terhadap O harus 1200 lb in, kita tulis: Mo = F x dsin 60 ° 1200= F x 24sin 60 ° F = 57,7 lb
24
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
c. Gaya terkecil. Karena Mo = Fd, harga F terkecil terjadi ketika d maksimum. Kita pilih gaya tegak lurus OA dan dapatkan d = 24 in, sehingga: Mo = Fd 1200 = F x 24 in F = 50 lb
d. Gaya vertikal. Mo = F x dcos 60° 1200 = 240 x dcos 60° d = 10 in
Contoh 2.
Batang sepanjang 4,8 m mengalami gaya seperti pada gambar. Hitunglah : a. Besar momen terhadap ujung A. b. Besar momen terhadap ujung B 1,6 m
1,2 m
2m
25
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
Penyelesaian:
a. Momen terhadap ujung A. ΣM A = (600 x 1,6)-(100 x 2,8) + (250 x 4,8) = 1880 Nm
b. Momen terhadap ujung B. ΣM A = (100 x 2)-(600 x 3,2) + (150 x 4,8) = -1000 Nm
E. Kesetimbangan Benda Tegar
Sebuah benda tegar dalam kesetimbangan jika gaya ‐gaya luar yang beraksi padanya membentuk sistem gaya ekivalen dengan nol, ini berarti sistem tersebut tidak mempunyai resultan gaya dan resultan kopel. Syarat kesetimbangan adalah: ΣFx =
0
ΣFy =
0
ΣMA
=0
(23)
F. Reaksi Pada Tumpuan dan Sambungan Untuk Struktur Dua Dimensi
Reaksi yang ditimbulkan pada suatu struktur dua dimensi tegar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, sesuai dengan tiga jenis tumpuan atau sambungan, yaitu: 1. Reaksi yang ekivalen dengan sebuah gaya yang diketahui garis aksinya. Dukungan dan sambungan yang menimbulkan reaksi dalam kelompok ini termasuk gelindingan (roller ), goyangan (rocker ), permukaan tak bergesekan, penghubung (link ) dan kabel pendek, kerah pada batang tak bergesekan dan pin (jarum) tak bergesekan pada celah. 2. Reaksi yang ekivalen dengan gaya yang arahnya tak diketahui. Dukungan dan sambungan yang menimbulkan reaksi dalam kelompok ini termasuk pin tak bergesekan pas pasak lubang, engsel, dan permukaan kasar.
26
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
3. Reaksi yang ekivalen dengan suatu gaya dan suatu kopel. Reaksi sejenis ini ditimbulkan oleh dukungan tetap yang melawan setiap jenis gerak benda bebas sehingga mengekang geraknya sepenuhnya.
Contoh 3.3.
Gambar 18
Gambar 19
27
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
Kita tinjau truss yang terlihat pada gambar 19(a) di atas yang mengalami gaya tertentu P, Q, dan S. Truss tersebut terikat pada tempatnya oleh pin di A dan gelindingan di B. Pin mencegah titik A untuk bergerak dengan menimbulkan gaya pada truss, gaya ini dapat diuraikan menjadi komponen Ax dan Ay. Gelindingan menjaga truss itu supaya tidak berotasi sekitar A dengan menimbulkan gaya vertikal B. Diagram benda bebas truss tersebut diperlihatkan pada gambar 19(b), termasuk reaksi A x, Ay, dan B serta gaya P, Q, S serta berat W dari truss itu. Contoh 4.
Gambar 20 Dalam kasus truss seperti gambar 20(a) dipegang oleh gelindingan di A dan B serta hubungan pendek di D. Uraian gaya ‐gaya yang bekerja pada truss dapat dilihat pada gambar 20(b) Contoh 5.
Kerek tetap yang bermassa 1000 kg dipakai untuk mengangkat peti seberat 2400 kg. Kerek itu dipegang tetap pada tempatnya oleh pin A dan goyangan di B. Pusat gravitasi kerek terletak di G. Tentukan komponen reaksi pada A dan B (g = 9,8 m/s2)
28
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
Penyelesaian:
Ay 23,5 kN A
Ax 1,5 m
9,8 kN B
B
2m
4m
W1 = 2400 x 9,8 = 23520 N = 23,5 kN W2 = 1000 x 9,8 = 9800 N = 9,8 kN ΣFy =
0
Ay – W2 – W1 = 0 Ay = 9,8 + 23,5 = 33,3 kN ΣMA =
0
(W2 x 2) + (W1 x 6) – (B x 1,5) = 0 (9,8 x 2) + (23,5 x 6) –(B x 1,5) = 0 19,6 + 141 = 1,5B B = 107,1 kN ΣFx =
0
Ax + B = 0 Ax = ‐ B = ‐ 107,1 kN = 107,1 kN (ke kiri)
29
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
Contoh 6.
Tiga beban diterapkan terhadap sebuah balok seperti terlihat pada gambar. Balok tersebut didukung oleh sebuah gelindingan di A dan sebuah pin di B. Abaikan berat balok, tentukan reaksi di A dan B jika P = 15 kips Penyelesaian:
ΣFx =
0 Bx = 0 ΣMB = 0 (A x 9) + (6 x 2) + (6 x 4) – (15 x 6) = 0 9A = 90 – 12 – 24 A = 6 kips ΣFy = 0 A – 15 + By – 6 – 6 = 0 6 – 15 + B y – 6 – 6 = 0 By = 21 kips
30
BAB II STATIKA BENDA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI DIMENSI
Contoh 7.
Seorang lelaki mengangkat tonggak 10 kg yang panjangnya 4 m dengan menariknya dengan tambang. Carilah tegangan T dari tambang dan reaksi di A
Penyelesaian : Tsin 70
B 25 70
T
Tcos 70
F W
A
45 Fcos 45
ΣMA =
0
(W x 0,5AB x cos 45 °) + (Tcos 70 ° x AB x cos 45 °) – (Tsin 70° x AB x sin 45°) = 0 0,5W + Tcos 70° ‐ Tsin 70° = 0 (0,5 x 98) + (0,342 x T) –(0,9397 x T) = 0 49 = 0,5977 T T = 81,98 N
ΣFx =
0
Fcos 45° ‐ Tsin 70° = 0 0,7F = (81,98 x sin 70 °) 0,7F = 77 F = 110 N
31
BAB II STATIKA BENDA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI DIMENSI
Contoh 8
Kerangka yang diperlihatkan mendukung sebagian atap bangunan kecil. Diketahui tegangan pada kabel sebesar 150 kN. Tentukan reaksi pada ujung E.
Penyelesaian :
D A
B
C
Ex
α
E
F
M
E
Ey
ΣFx =
0 150cos α + Ex = 0 Ex = - 150 x 4,5/7,5 = - 90 kN = 90 kN (kiri) ΣFy = 0 Ey – 20 – 20 – 20 – 20 – 150sin α = 0 Ey = 80 + (150 x 6/7,5) = 200 kN ΣME =
0
(Tcos α x 6) – (20 x 1,8) – (20 x 3,6) – (20 x 5,4) – (20 x 7,2) – ME = 0 (150 x 4,5/7,5 x 6) – 360 = ME ME = 180 kNm
32
BAB II STATIKA BENDA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI DIMENSI
LATIHAN :
1.
a. Determine the magnitude and directional sense of the moment of the force at A about point O b. Determine the magnitude and directional sense of the moment of the force A about point P.
2. The boom has a length of 30 ft, a weight of 800 ib, and mass center at G. If the 3
maximum moment that can be developed by the motor at A is M = 20(10 ) lb.ft, determine the maximum load W, having a mass center at G, that can be lifted. Take θ =
30°.
33
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
3.
Determine the moment of each of the three forces about point A.
4. The towline exerts a force of P = 4 kN at the and of the 30 m long crane boom. If
θ
= 30°, determine the placement x of the hook at A so that this force creates a maximum moment about point O. What is this momen ?
34
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
5. The crane can be adjusted for any angle 0
≤ θ ≤ 90° and
any extension 0 ≤ x ≤ 5 m.
For a suspended mass of 120 kg, determine the moment develop at A as a function of x and θ. What values of both x and θ develop the maximum possible moment at A ? Compute this moment. Neglect the size of the pulley at B
6.
Determine the reactions at the supports for the truss
35
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
7.
Determine the reactions at the supports for the truss
8.
Determine the reactions at the pin A and at the roller at B of the beam.
9.
Determine the reactions at the supports A and B of the frame
36
BAB II STATIKA BENDA TEGAR DALAM DUA DIMENSI
10.
Determine the tension in the cable and the horizontal
and
vertical
components
of
reaction of the pin A. The pulley at D is frictionless and the cylinder weights 80 lb.
37
BAB III TITIK BERAT
BAB III TITIK BERAT
A. TITIK BERAT
Dua benda bermassa m1 dan m2 dihubungkan dengan batang kecil yang massanya diabaikan (gambar 23). Gaya F diberikan dekat dengan m 1. Ternyata sistem berputar terhadap suatu titik (misal titik A) searah dengan putaran jarum jam, sambil bergerak translasi (gambar 24)
Gambar 23
Gambar 24
Jika kita pindahkan gaya F dekat dengan massa m2, sistem akan berotasi terhadap titik A berlawanan putaran jarum jam, sambil bergerak translasi (gambar 25) Jika gaya F dipindahkan ke titik A, ternyata sistem hanya bergerak translasi, tidak berotasi (gambar 26)
Gambar 25
Gambar 26
38
BAB I II TITIK BE RAT
Dari ilustr si di atas d pat digunakan untuk Titik
enerangka mengenai titik berat.
dinamaka titik berat atau titik pusat massa. Ada dua kesimpulan ang dapat
diper leh dari ilustrasi di atas, yaitu : •
Ti ik berat atau titik pusa massa dapat dianggap sebagai su tu titik dimana sistem di onsentrasi an.
•
G ya yang bekerja di titik pusat massa atau titik bera t suatu sistem, akan m ngakibatkan sistem be gerak translasi murni ( anpa rotasi .
Jika kita mempu yai sistem yang terdiri dari n bu h massa y ng bermassa masing‐ masing
m1,
2,
m3,.....
n
dan
erletak
p da
koordinat
(x1,y ),
(x2,y2),
(x3,y3),..........(xn,y ), maka koordinat titik erat siste tersebut a alah : X0
Y0
x1m1 + x2
2+
x3m3 + ........... + xnm
m1 +
2+
m3 + ......... + mn
m1 + y2
y1
m1 +
2+ 2+
(24)
y3m3 + ........... + ynmn
m3 + ......... + mn
(25)
B. TI IK BERAT BENDA TEG R 1. B nda beraturan
Titik berat benda y ng beratu an dan se erhana seperti segie pat atau segiti a terletak
ada perpotongan garis beratnya seperti ditunjukkan pada gambar
dibawah ini.
Step 1
St p 2
St p 3
Cara menentukan letak itik berat s cara konvesional
Untuk m nentukan letak titik berat ben a yang tidak beraturan dapat dilakukan secara ederhana, aitu sebagai berikut
39
BAB I II TITIK BE RAT
Tabel 1 berikut ini menyajika titik berat berbagai m cam bentu benda teg r.
2. G bungan be erapa ben a
Untuk ga ungan dari beberapa benda te ar titik beratnya dic ri dengan menggunakan persamaan ( 4) dan (25) dimana ( 1,y1), (x2,y ), (x3,y3)
enyatakan
koordinat titik be at masing‐ asing benda tegar.
Ilustrasi untuk men ntukan let k titik bera t gabungan beberapa benda
Langkah‐langkah : 1. Akan ditentukan letak titi berat sebu ah benda y ng berbentuk L seperti gambar. 2. Bagilah benda menjadi d a bagian s perti ditun ukkan pad fig 2. Ten ukan letak titik berat
asing‐masing bangu dengan
menggam ar
diagonal‐diagonal
bi angnya se ingga men apatkan ti ik A dan B. Hubungka titik A da B dengan sebuah garis lurus. Titik
erat bend L pasti terletak disua u tempat disepanjang
garis AB. 3. Bagilah benda menjadi d a bagian s perti ditun ukkan pad fig 3. Ten ukan letak titik berat
asing‐masing bangu dengan
menggam ar
diagonal‐diagonal
bi angnya se ingga men apatkan ti ik C dan D. Hubungka titik C dan D dengan sebuah garis lurus. Titik
erat bend L pasti terletak disua u tempat disepanjang
garis CD. 4. Perpotongan aris AB dan CD adalah itik berat b nda L (titik O).
40
BAB III TITIK BERAT BERAT
Tabel 1 GAMBAR
NAMA Garis lurus
Yo A
TITIK BERAT
Yo =
B Z
Busur lingkaran Yo =
Z
A
1 2
KETERANGAN Z = ditengah ‐tengah AB
AB
AB R ^ AB
AB = tali busur AB ^ AB = busur AB R = jari ‐ jari jari lingkaran
B
Yo
Busur setengah lingkaran
R = jari ‐ jari jari lingkaran
2R
Yo =
π
Z yO
B
A
Juring lingkaran Yo =
Z
AB 2 R ⋅ ^ 3 AB
AB = tali busur AB ^ AB = busur AB R = jari ‐ jari jari lingkaran
Yo
Setengah lingkaran
Yo =
Z
4R
R = jari ‐ jari jari lingkaran
3π
yO
Selimut setengah lingkaran
Yo =
1 2
R = jari ‐ jari jari lingkaran R
Z Yo
41
BAB III TITIK BERAT BERAT
Selimut limas Yo =
1 3
t = tinggi limas t
t Z Yo
Selimut kerucut Yo =
1 3
t = tinggi kerucut t
t Z Yo
Setengah bola Yo =
3 8
R = jari ‐ jari jari bola R
Z Yo
Limas Yo =
1 4
t = tinggi limas t
t Z Yo
42
BAB III TITIK BERAT
Kerucut Yo =
1 4
t = tinggi kerucut t
Contoh 1 :
Benda berbentuk L ditempatkan pada suatu sumbu koordinat. Tentukan titik berat benda itu.
Penyelesaian : Benda kita bagi dua bagian seperti gambar di bawah ini Cari titik berat masing ‐masing bangun:
2
Benda
X
Y
Luas (A)
1
4
1
8
43
BAB III TITIK BERAT
2
1
4
16
Koordinat titik berat : X0 =
Y0 =
x1A1 + x2A2 A1 + A2 A1 + y2A2
y1
A1 + A2
=
=
(4 x 8) + (1 x 16) 8 + 16 (1 x 8) + (4 x 16) 8 + 16
=
=
48 24
72 24
=
=
2
3
Jadi koordinat titik beratnya adalah Z 0 (2,3)
Contoh 2 :
Hitung titik berat bangun berikut ini :
Penyelesaian : Kita tempatkan sistem batang di atas ke dalam sumbu kartesius X ‐Y. Kita bagi menjadi 4 buah batang seperti gambar berikut ini:
Benda
X
Y
Panjang (L)
1
2
5
4
2
3
3
6
3
6
6
4
4
6
3
6
44
BAB III TITIK BERAT
(2 x 4) + (3 x 6) + (6 x 4) + (6 x 6) X0 = x 1 L 1 + x 2 L 2 + x 3 L 3 + x 4 L 4 = L1 + L2
+
4+6+4+6
L3 + L4
(5 x 4) + (3 x 6) + (6 x 4) + (3 x 6) Y0 = y 1 L 1 + y 2 L 2 + y 3 L 3 + y 4 L 4 = 4+6+4+6 L1 + L2 + L3 + L4
=
=
86 20 80 20
=
=
4,3 cm 4 cm
Jadi koordinat titik beratnya adalah Z 0 (4,3 ; 4) cm Contoh 3 :
Sebuah bola pejal jari‐ jarinya 2R, di mana pada bagian dalam bola terdapat sebuah rongga yang juga berupa bola berpusat di A dengan jari ‐ jari R seperti gambar. Dimanakah titik berat bola berongga tersebut ?
2R
A O
Penyelesaian : Lubang atau rongga berfungsi sebagai pengurang Benda
X
Y
Volume (V)
1
0
0
32π R 3 3
2R
A
2
O
2
‐R
0
3
4π R 3
X0 =
x1V1 + x2V2 V1 + VA2
(0 x =
32π R 3
) + (-R x (-
3 32π R 3 3
-
4π R 3 3
4π R 3 3
4π R 4
)) =
3 28π R 3
=
1 7
R
3
45
BAB III TITIK BERAT
Y0 = 0 Sehingga titik berat sistem adalah Z 0 (
1 7
R, 0)
LATIHAN SOAL :
1. Locate the centroid of the uniform wire bent in the shape shown.
2. A rack is made from roll ‐formed sheet steel and has the cross section shown. Determine the location of the centroid of the cross section. The dimensions are indicated at the center thickness of each segment. Given a = 15 mm, c = 80 mm, d = 50 mm and e = 30 mm.
46
BAB III TITIK BERAT
3. Determine the location of the centroid C of the area. Given a = 6 in, b = 6 in, c = 3 in and d = 6 in.
4. Locate the centroid of the shaded area. Given a = 1 in, b = 3 in, c = 1 in, d = 1 in, and e = 1 in.
47
BAB III TITIK BERAT
5. Determine the location of the centroid of the solid made from a hemisphere, cylinder, and cone. Given a = 80 mm, b = 60 mm, c = 30 mm, and d = 30 mm.
6. The buoy is made from two homogeneous cones each having radius r. Find the distance ZC to the buoy’s center of gravity G. Given r = 1,5 ft, h = 1,2 ft, and a = 4 ft.
48
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Persoalan yang dibahas dalam mata kuliah prasyarat terdahulu adalah mengenai kesetimbangan suatu benda tegar dan semua gaya yang terlibat merupakan gaya luar terhadap benda tegar tersebut. Sekarang kita akan meninjau persoalan yang menyangkut kesetimbangan struktur yang terdiri dari beberapa bagian batang yang bersambungan. Persoalan semacam ini bukan saja memerlukan penentuan gaya luar yang beraksi pada struktur tetapi juga penentuan gaya yang mengikat bersama berbagai bagian struktur itu. Dari sudut pandang struktur sebagai keseluruhan, gaya ini merupakan gaya dalam. Sebagai contoh, tinjau sistem yang diperlihatkan pada gambar 1(a) yang membawa beban w. Sistem ini terdiri dari batang balok AD, CF, dan BE yang disambung pada pin tak bergesekan, sistem tersebut didukung oleh pin di A dan kabel DG. Diagram benda bebas dari sistem tersebut digambarkan pada gambar 1(b) Gaya luar yang terdapat pada sistem tersebut adalah berat w, kedua komponen Ax dan Ay dari reaksi di A, dan gaya T yang ditimbulkan oleh kabel di D. Jika sistem itu diuraikan dan diagram benda bebas untuk masing ‐masing komponen dibuat, maka akan terdapat gaya dalam yang mengikat sambungan ‐ sambungan batang kerangka sistem. (gambar 1(c)) Perlu diperhatikan bahwa gaya yang ditimbulkan di B oleh bagian BE pada bagian AD sudah dinyatakan sebagai gaya yang sama besar dan berlawanan arah dengan gaya yang timbul pada titik yang sama oleh bagian AD pada bagian BE. Demikian juga gaya yang ditimbulkan di E oleh BE pada CF telah diperlihatkan sama dan berlawanan arah dengan gaya yang ditimbulkan oleh CF pada BE. Dan komponen gaya yang ditimbulkan di C oleh CF pada AD ditunjukkan sama dan berlawanan arah dengan komponen gaya yang ditimbulkan oleh AD pada CF.
49
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Gambar 1
Dalam bab ini dan bab berikutnya, kita akan meninjau tiga bagian besar struktur teknik, yaitu : 1. Rangka batang (truss) yang dirancang untuk menumpu beban dan biasanya berupa struktur yang dikekang penuh dan stasioner. Rangka batang terdiri dari batang‐batang lurus yang berhubungan pada titik‐titik kumpul yang terletak di ujung‐ujung setiap batang. 2. Portal ( frame) yang juga dirancang untuk menumpu beban dan biasanya juga berupa struktur yang dikekang penuh dan stasioner. Namun, portal selalu terdiri dari paling kurang satu batang dengan pelbagai gaya, yaitu batang yang mengalami tiga atau lebih gaya yang umumnya tidak searah. 3. Mesin yang dirancang untuk menyalurkan dan mengubah gaya ‐gaya dan merupakan struktur yang terdiri dari bagian‐bagian yang bergerak. Mesin, seperti portal, selalu terdiri dari paling sedikit satu batang dengan pelbagai gaya.
50
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
A.
TRUSS (RANGKA
BATANG)
1. DEFINISI RANGKA BATANG (TRUSS) Truss (penunjang) merupakan salah satu jenis umum dari struktur teknik. Truss terdiri dari bagian berbentuk lurus dan sambungan (sendi) penghubung.
Bagian‐bagian truss dihubungkan pada ujung‐ujungnya saja dengan memakai sambungan paku keling atau las atau memakai pin. Contoh truss sederhana diperlihatkan pada gambar 2 dan 3 berikut.
Gambar 2
Gambar 3
51
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Batang‐batang penyusun truss dapat mengalami aksi gaya tarik atau gaya
tekan seperti ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4 Beberapa jenis truss diperlihatkan pada gambar 5.
Gambar 5
52
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
B. ANALISA RANGKA BATANG DENGAN METODE SAMBUNGAN Truss dapat dipandang sebagai kelompok pin dan bagian dua‐gaya. Truss
dalam gambar 2, diagram benda bebasnya diperlihat pada gambar 6(a). Gaya ‐ gaya tersebut dapat diuraikan lagi menjadi bagian ‐bagian batang penyusun trussnya seperti diperlihatkan pada gambar 6(b).
Gambar 6
Karena keseluruhan truss dalam keseimbangan, maka setiap pin harus dalam keseimbangan pula. Ketika
kita
menggunakan
metode
sambungan
maka
kita
harus
menggambar diagram benda bebas masing ‐masing sambungan sebelum menerapkan persamaan kesetimbangan. Konsep pada metode sambungan adalah sebagai berikut : 1. Selalu asumsikan gaya yang tidak diketahui nilainya yang bekerja pada sambungan dalam keadaan tarik. Jika ini dilakukan, maka solusi numerik dari persamaan kesetimbangan akan menghasilkan nilai positif bagi batang yang berada pada kondisi tarik (tension) dan nilai negatif bagi batang yang berada pada kondisi desak (kompresi). Setelah gaya batang yang tidak diketahui ditemukan, gunakan besar dan arahnya yang benar (T atau C) pada diagram benda bebas untuk menganalisa sambungan berikutnya.
53
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
2. Penentuan arah yang benar dari suatu gaya yang belum diketahui kadangkala harus dilakukan dengan menggunakan cara inspeksi atau pengecekan. Untuk kasus yang lebih kompleks, penentuan arah gaya dilakukan dengan menggunakan
asumsi.
Kemudian
setelah
menerapkan
persamaan
kesetimbangan, asumsi arah yang kita ambil akan diverifikasi dengan hasil perhitungan. Jawaban positif menunjukkan asumsi arah yang kita ambil benar, jawaban negatif menunjukkan asumsi arah yang kita ambil harus dibalik. Prosedur
berikut
menyediakan
sarana
untuk
menganalisis
truss
menggunakan metode sambungan : •
Gambarkan diagram benda bebas untuk pada sambungan yang memiliki setidaknya satu gaya yang diketahui nilainya dan paling banyak dua gaya yang tidak diketahui nilainya. (Jika sambungan tersebut terletak di salah satu tumpuan truss, mungkin perlu untuk menghitung reaksi eksternal di tumpuan tersebut dengan menggambar diagram benda bebas dari keseluruhan truss).
•
Gunakan salah satu dari dua konsep tentang metode sambungan yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menentukan jenis dari gaya yang tidak diketahui.
•
Sumbu x dan y harus berorientasi bahwa gaya ‐gaya pada diagram benda bebas dapat dengan mudah diuraikan menjadi komponen ‐komponen x dan y. Terapkan persamaan kesetimbangan dua gaya ΣFX = 0 dan ΣFY = 0, selesaikan anggota gaya yang tidak diketahui, dan verifikasi benar arah mereka yang benar.
•
Lanjutkan untuk menganalisa sambungan yang lain, di mana perlu untuk memilih lagi sambungan yang memiliki paling banyak dua gaya yang tidak diketahui dan paling sedikit satu gaya yang diketahui.
•
Satu gaya yang telah diselesaikan dari analisis pada salah satu ujung tumpuan, hasilnya dapat digunakan untuk menganalisa gaya ‐gaya lain yang bekerja pada sambungan ujung yang lain. Ingat, batang dalam keadaam
54
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
kompresi akan menekan pada sambungan dan batang dalam keadaan tension akan menarik pada sambungan. Sebagai contoh, kita akan menganalisis truss pada gambar 6 dengan meninjau keseimbangan masing‐masing pin secara berturut ‐turut. Diagram benda bebas dan polygon gaya ditabelkan pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Diagram benda bebas
Poligon gaya
Garis kerja gaya
F AC
Sambungan A
F AC
A
F AC
A
AY
F AD
AX
AX AY
AX
AY
FDC
Sambungan D
FDC FDB FDA
D
FDB
D
P
FDA
FDC
P
P
FDA
C
Sambungan C
FDB
FCA
FCB
FCA FCB
FCB
FCD FCA FCD
FCD
FBC
Sambungan B FBD
FBD
B
B
FBC B
B
Dari tabel 1 dapat digambarkan secara lengkap gaya ‐gaya yang timbul pada tiap ujung batang penyusun truss seperti terlihat pada gambar 7.
55
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
C
FAC
FAC
A
FCD
FBC
FCD FAD
FAD
FBC
D FBD FBD
AX P
AY
B B
Gambar 7. Sehingga dapat disimpulkan bahwa : Batang AD mengalami tarik Batang BD mengalami tarik Batang AC mengalami tekan Batang BC mengalami tekan Batang CD mengalami tarik
56
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Contoh 1.
2000 lb
1000 lb
Dengan menggunakan metode sambungan, tentukan gaya pada masing-masing bagian batang dari rangka batang (truss ) yang terlihat pada gambar
Penyelesaian :
Keseimbangan seluruh rangka batang: ΣFx = 0 Cx = 0 ΣMC =
0 (E x 6) – (1000 x 12) – (2000 x 24) = 0 6E = 60000 E = 10000 lb (ke atas) ΣFy =
0 E + Cy – 2000 – 1000 = 0 10000 + Cy – 3000 = 0 Cy = - 7000 lb = 7000 lb (ke bawah)
57
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Sambungan A:
2000
2000
F AD
2000
10
8
F AB F AB
A
6
A
F AB
F AD
F AD
FAD : 2000 = 10 : 8
FAB : 2000 = 6 : 8
8FAD = 20000
8FAB = 12000
FAD = 2500 lb (tekan)
FAB = 1500 lb (tarik)
Sambungan D: FDE FDB
F AD
8
10
FDB
FDE
8
10
6
6 F AD
FDB
F AD FDE
D
FAD : FDE = 10 : 12
FAD : FDB = 10 : 10
2500 : FDE = 10 : 12
2500 : FDB = 10 : 10
10FDE = 30000
FDB = 2500 lb (tarik)
FDE = 3000 lb (tekan)
Sambungan B: Diasumsikan bahwa gaya FBC menjauhi titik B dan FBE menuju titik sambungan B
58
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
1000
F AB
B 10
FBC – (FBE x
FBC – (FBE x
(FBE x
(FBE x
(FBE x
6
FBE
0
FBC – FAB – (FBE x
ΣFy =
10
8
8
6
FDB
ΣFx =
FBC
6 10 6 10
6 10
) – (FDB x
6 10
)=0
) = 1500 + (2500 x
) = 3000
6 10
)
(1)
0 8 10 8 10 8 10
) ‐ (FDB x
8 10
) – 1000 = 0
) = 1000 + (2500 x
8 10
)
) = 3000
FBE = 3750 lb (positif berarti asumsi arah gaya yang kita ambil benar) = 3750 lb (tekan)
59
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
masukkan ke persamaan (1) : FBC = 3000 + (3750 x
6
) = 5250 lb (positif berarti asumsi benar)
10
= 5250 lb (tarik)
Sambungan E: Diasumsikan arah FEC menuju titik sambungan E
FBE 6
6 10
8
8
FEC
10
E
FDE
10000 ΣFx =
(FBE x
(FEC x
0 6 10
6 10
) + FDE – (FEC x
) = (3750 x
6 10
6 10
)=0
) + 3000 = 5250
FEC = 8750 lb (positif berarti arah gaya yang diasumsikan benar) FEC = 8750 lb(tekan)
60
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Contoh 2. Dengan sambungan,
menggunakan tentukan
metode gayadalam
masing‐masing bagian batang truss yang terlihat pada gambar.Nyatakan apakah masing‐masing dalam keadaan tarik atau desak.
Penyelesaian : A y
ΣMA =
0
(C x 5,25) – (105 x 3) = 0 A x
C = 60 kN
ΣFx =
0
Ax – C = 0 Ax = 60 kN
ΣFy =
C
0
Ay – 105 = 0 Ay = 105 kN
61
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Sambungan B :
F AB 3 1,25
B
F AB
F AB B
3,25 5,25 105
FBC
5
105
4 105
FBC
3
FBC
105 : FAB = 5,25 : 3,25
105 : FBC = 5,25 : 5
5,25FAB = 341,25
5,25FBC = 525
FAB = 65 kN (tarik)
FBC = 100 kN (desak)
Sambungan A: Asumsi : arah FAC diambil menjauhi titik A ΣFy =
Ay
0
Ay – FAC – (FAB x 3 1,25
A Ax
3,25
F AB F AC
105 – (65 x
1,25 3,25
1,25 3,25
)=0
) = FAC
FAC = 80 kN( positif berarti asumsi yang diambil benar) FAC = 80 kN (tarik)
62
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
C. ANALISA RANGKA BATANG DENGAN METODE PEMBAGIAN Metode sambungan (sendi) sangat efektif bilamana harus menentukan semua gaya‐gaya dalam suatu truss. Tetapi, bilamana hanya ingin mencari satu buah gaya saja atau hanya gaya‐gaya pada bagian tertentu saja, maka metode lain yaitu metode pembagian, akan ternyata lebih efisien. Sebagai contoh kita ingin menentukan gaya dalam bagian BD dari truss yang diperlihatkan dalam gambar 8(a). Untuk mengerjakan ini, kita harus menggambarkan suatu garis yang membagi truss menjadi dua bagian yang terpotong sempurna, tetapi tidak memotong lebih dari tiga bagian. Tiga bagian truss tersebut salah satunya adalah bagian yang diinginkan. Kedua bagian dari truss yang diperoleh setelah pemotongan dipisahkan dan salah satunya
digunakan untuk menyelesaikan persoalan kita. Seperti pada metode sambungan, ada beberapa konsep yang dapat membantu kita dalam mengerjakan metode pembagian, yaitu : 1. Selalu asumsikan gaya yang tidak diketahui nilainya yang bekerja pada bagian yang dipotong dalam keadaan tarik. Jika ini dilakukan, maka solusi numerik dari persamaan kesetimbangan akan menghasilkan nilai positif bagi batang yang berada pada kondisi tarik (tension) dan nilai negatif bagi batang yang berada pada kondisi desak (kompresi). 2. Penentuan arah yang benar dari suatu gaya yang belum diketahui kadangkala harus dilakukan dengan menggunakan cara inspeksi atau pengecekan. Untuk kasus yang lebih kompleks, penentuan arah gaya dilakukan dengan menggunakan
asumsi.
Kemudian
setelah
menerapkan
persamaan
kesetimbangan, asumsi arah yang kita ambil akan diverifikasi dengan hasil perhitungan. Jawaban positif menunjukkan asumsi arah yang kita ambil benar, jawaban negatif menunjukkan asumsi arah yang kita ambil harus dibalik. Prosedur
berikut
menyediakan
sarana
untuk
menganalisis
truss
menggunakan metode pembagian :
63
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Diagram benda bebas : •
Buat keputusan tentang bagaimana harus memotong truss yang melalui batang yang ingin dihitung besar gayanya.
•
Sebelum mengisolasi bagian yang tepat, pertama kali mungkin diperlukan untuk menentukan reaksi eksternal truss, sehingga tiga persamaan kesetimbangan hanya digunakan untuk memecahkan gaya batang di bagian yang dipotong.
•
Gambarkan diagram benda bebas dari bagian dari truss yang dipotong yang memiliki jumlah gaya paling sedikit.
•
Gunakan salah satu dari dua konsep tentang metode sambungan yang telah dijelaskan sebelumnya untuk menentukan jenis dari gaya yang tidak diketahui.
Persamaan kesetimbangan : •
Momen harus dijumlahkan terhadap titik yang terletak di persimpangan dari garis‐garis aksi dari dua gaya yang tidak diketahui, dengan cara ini, gaya ketiga yang tidak diketahui ditentukan langsung dari persamaan.
•
Jika dua gaya yang tidak diketahui sejajar, gaya ‐gaya itu dapat kita jumlahkan secara tegak lurus terhadap arah gaya‐gaya yang tidak diketahui ini untuk menentukan gaya ketiga yang tidak diketahui. Dalam gambar 8(a). garis nn telah dilewatkan melalui bagian BD, BE, dan
CE. Bagian ABC (sebelah kiri) dipilih untuk menyelesaikan persoalan ini (gambar 8(b)). Gaya yang beraksi pada bagian ABC adalah beban P1 dan P2 pada titik A dan B dan tiga gaya yang tidak diketahui FBD, FBE, dan FCE. Karena belum diketahui gaya‐gaya tersebut berada dalam keadaan tegang atau tekan, maka diambil asumsi bahwa gaya‐gaya tersebut dalam keadaan tegang.
64
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Gambar 8.
Contoh 3.
Tentukan gaya pada bagian EF dan GI pada rangka batang (truss ) seperti yang diperlihatkan pada gambar dengan metode pembagian
Penyelesaian :
Sebuah diagram benda bebas dari seluruh truss digambarkan; gayagaya luar yang beraksi pada benda bebas ini terdiri dari beban-beban terapan dan reaksireaksi pada B dan J.
Kesetimbangan seluruh rangka batang: ΣMB =
0
(28 x 8) + (28 x 24) + (16 x 10) – (32 x J) = 0 J = 33 kips.
65
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
ΣFX =
0
ΣFY =
0
BX + 16 = 0
BY + 33 – 28 – 28 = 0
BX = ‐ 16 kips
BY = 23 kips
= 16 kips (kiri) Gaya pada bagian EF:
Garis nn dilewatkan truss melalui sehingga memotong bagian EF dan dua tambahan bagian. ΣF Y = 0 23 – 28 – F EF = 0 FEF = - 5 kips FEF = 5 kips (tekan)
Gaya pada bagian GI:
Garis mm dilewatkan melalui truss sehingga memotong bagian GI dan dua tambahan bagian. ΣMH = 0 (16 x 10) – (33 x 8) – (F GI x 10)= 0 FGI = - 10,4 kips FGI = 10,4 kips (tekan)
66
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Contoh 4.
Tentukan gaya-gaya pada bagian FH, GH, dan GI dari rangka batang atap seperti yang diperlihatkan pada gambar menggunakan metode pembagian
Penyelesaian :
Kesetimbangan seluruh rangka batang: ΣMA =
0
(1 x 5) + (1 x 10) + (1 x 15) + (1 x 20) + (1x25) + (5 x 5) + (5 x 10) + (5 x 15) – (L x 30)= 0 J = 7,5 kN ΣFX =
0
AX = 0 kN
ΣFY =
0 AY + 7,5 – 1 – 1 – 1 – 1 – 1 – 5 – 5 ‐ 5 = 0 AY = 12,5 kN
67
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Gaya pada bagian FH:
Gaya FFH digeser sampai ke titik F. Kemudian diuraikan menjadi komponen X dan Y ΣMG = 0 (1 x 5) + (1 x 10) – (7,5 x 15) (FFH cos 28,07 x 8)= 0 FFH = - 13,9 kN FFH = 13,9 kN (tekan)
Gaya pada bagian GH:
Gaya FGH digeser sampai ke titik G. Kemudian diuraikan menjadi komponen X dan Y ΣML = 0 - (1 x 10) - (1 x 5) – (FGH cos 43,15 x 15)= 0 FGH = - 1,37 kN FGH = 1,37 kN (tekan)
Gaya pada bagian GI: ΣMH =
0 (FGI x 5,33) + (1 x 5) – (7,5 x 10) = 0 FGI = 13,13 kN (tarik)
68
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Contoh 5. Rangka batang pada contoh 1, Tentukan gaya‐gaya pada bagian BC, BE, dan DE dengan metode pembagian. Penyelesaian : Telah dihitung pada contoh 1 :
E = 10000 lb ( ke atas ) CX = 0 CY = 7000 lb ( ke bawah )
n
Kita lewatkan garis nn memotong bagian BC, BE, dan DE. Gunakan bagian kiri (segitiga ABD) untuk menghitung FBC, FBE, dan FCE.
n
1000 lb
2000 lb
B
FBC
A
FBE
FDE D
E
Gaya pada bagian BC: ΣME =
0 (FBC x 8) ‐ (1000 x 6) – (2000 x 18) = 0 FBC = 5250 lb (tarik)
69
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
Gaya pada bagian DE: ΣMB =
0 ‐(FDE x 8) ‐ (2000 x 12) = 0 FDE = ‐3000 lb = 3000 lb (desak) Gaya pada bagian BE: Uraikan FBE menjadi komponen X dan Y. ΣFY = 0 ‐ FBE sin θ ‐ 1000 – 2000 = 0 FDE = ‐3750 lb = 3750 lb (desak)
LATIHAN 1. Determine the force in each member of the truss and state if the members are in tension or compression. Given P 1 = 7 kN and P 2 = 7kN.
70
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
2. The truss, used to support a balcony, is subjected to the loading shown. Approximate each joint as a pin and determine the force in each member. State whether the members are in tension or compression. Set P 1 = 600 lb, P2 = 400 lb, a = 4 ft, and θ = 45°.
3. The Howe Bridge truss is subjected to the loading shown. Determine the force in members DE, EH, and HG, and state if the members are in tension or compression. Given F1 = 30 kN, F2 = 20 kN, F3 = 20 kN, F4 =40 kN, a = 4 m, and b = 4 m.
71
BAB IV ANALISIS STRUKTUR
4. Determine the force in members BE, EF, and CB, and state if the members are in tension or compression. Set F1 = 5 kN, F2 = 10 kN, F3 = 5 kN, F4 = 10 kN, a = 4 m and b = 4 m.
5. The Pratt Bridge truss is subjected to the loading shown. Determine the force in members LD, LK, CD, and KD, and state if the members are in tension or compression. Given F1 = 50 kN, F2 = 50 kN, F 3 = 50 kN, a = 4 m and b = 3m.
72
BAB V SAMBUNGAN
BAB V SAMBUNGAN
Suatu mesin merupakan perpaduan atau penggabungan dari banyak elemen mesin di mana elemen yang satu dihubungkan dengan elemen yang lain dengan cara menggunakan sambungan. Sambungan yang digunakan dapat berbentuk “sliding” atau “fixed”. Contoh sambungan bentuk “sliding” dapat berupa connecting rod, crank pin, poros dan bantalannya, roda gigi, belt dan rantai. Sambungan yang berbentuk “fixed” biasanya berupa bentuk pengikatan antara elemen yang satu dengan yang lain. Cara pengikatan elemen ‐elemen ini dapat bersifat sambungan permanen (permanent joints) atau bersifat sambungan dapat dilepas (detachable joints). Untuk mendapatkan sambungan permanen dapat ditempuh dengan metode mekanis (misal sambungan keling, susut tekan) dan metode physico ‐chemical adhesion(misal sambungan las, solder, patri, adhesive bonding). Gambar 12 memperlihatkan pembagian sambungan elemen‐elemen mesin yang banyak dijumpai di lapangan.
Sambungan elemen mesin
Sambungan tetap
Las, brazed, solder, adhesive‐ bonded
Paku keling, flanged
Sambungan tak tetap
Susut‐tekan
Ulir sekrup
Cotter, pin
Pasak, spline
Gambar 12. Jenis sambungan elemen mesin
73
BAB V SAMBUNGAN
A. SAMBUNGAN PAKU KELING. Sambungan dengan paku keling sebagai sambungan permanen banyak dijumpai pada konstruksi ketel uap, kapal laut, jembatan dan lain ‐lain. Tipe paku keling yang banyak dijumpai di lapangan disajikan pada tabel‐tabel berikut ini. Tabel 2. British Standard Hot ‐forged rivets
74
BAB V SAMBUNGAN
Tabel 3. British Standard Cold ‐forged rivets
75
BAB V SAMBUNGAN
Tabel 4.
76
BAB V SAMBUNGAN
Tabel 5.
Secara umum paku keling dibedakan atas paku keling pejal dan paku keling berongga. Paku keling pejal biasanya digunakan untuk keperluan yang umum sedang paku keling berongga sering digunakan pada pesawat udara, precision machenery, dan pada mesin industri logam ringan. Bahan paku keling dibuat dari baja lunak dan kadang ‐kadang juga dibuat dari baja paduan. Ada juga paku keling yang dibuat dari tembaga, kuningan, aluminium. Proses pemasangan paku keling dapat dilakukan dalam keadaan dingin atau keadaan panas.
77
BAB V SAMBUNGAN
Gambar 13. Paku keling sebelum dan sesudah dipasang Sambungan dengan paku keling dapat berupa kampuh berimpit (lap joint) atau berupa kampuh bilah (butt joint). Bilah yang digunakan dapat berupa bilah tunggal atau bilah ganda.
Gambar 14. Jenis‐ jenis sambungan paku keling
78
BAB V SAMBUNGAN
1. Perhitungan Kekuatan Sambungan Paku Keling untuk Beban Terpusat. Sambungan kelingan harus diperiksa kekuatannya terhadap kemungkinan putus dan rusaknya paku keling atau plat sambungan. Pemeriksaan kekuatan paku terutama terhadap : a. Kemungkinan putus geser batang paku. b. Kemungkunan putus geser bidang silinder kepala paku. c. Tekanan bidang pada telapak kepala dan batang paku. Sedangkan pemeriksaan plat sambungan terhadap : a. Kemungkinan putus tarik penampang plat antara lubang dengan lubang. b. Kemungkinan putus geser penampang pada bagian pinggir plat yang menahan batang paku. Tinjauan kekuatan sambungan keling untuk kampuh berimpit adalah sebagai berikut (lihat gambar 15). Kekuatan terhadap gaya tarik : F = Ap σt F = (b – i . d) S σt
1
Kekuatan terhadap gaya geser : F = n A r τS
2
F = n ( ) d τS
2
Kekuatan terhadap gaya desak : F = n Ab σC F = n d S σC
3
Dimana : F = Gaya/beban (N) 2
Ap = luas penampang plat diantara lubang paku keling (m ) = (b – i . d) S
79
BAB V SAMBUNGAN
2
Ar = luas penampang paku keling (m )
=( )d
2 2
Ab = luas proyeksi paku keling (m ) =dS S = tebal plat (m) b = lebar plat (m) i = jumlah paku keling dalam satu baris vertikal n = jumlah keseluruhan paku keling d = diameter paku keling (m)
σt = tegangan tarik yang diijinkan (N/m 2) τS = tegangan geser yang diijinkan (N/m 2) σC = tegangan desak yang diijinkan (N/m2) Pada gambar 15 di atas : nilai i = 3 dan n = 6. Efisiensi sambungan paku keling dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
η =
beban aman terkecil tegangan tarik maksimum pada area yang tidak berlubang
4
80
BAB V SAMBUNGAN
F F
F
F
Gambar 15 Tinjauan kekuatan sambungan keling untuk kampuh bilah berganda dapat dituliskan sebagai berikut (lihat gambar 16). Kekuatan terhadap gaya tarik : F = (b – i . d) S σt
5
Kekuatan terhadap gaya geser :
2
F = 2n ( ) d τS
6
Kekuatan terhadap gaya desak : F = n d S σC
7
81
BAB V SAMBUNGAN
Plat I
bilah
F
F
bilah
Plat II
F
F
Gambar 16 Dimana : n = jumlah paku keling pada satu plat = jumlah paku keling pada plat I = jumlah paku keling pada plat II Pada gambar 16 nilai i = 3 dan n = 6 Tinjauan kekuatan paku keling yang telah diuraikan di atas didasarkan pada pemisalan bahwa gaya F terdistribusi merata pada tiap paku keling. Tetapi pada kenyataannya, gaya F tidak terdistribusi merata pada tiap paku keling. Paku keling yang paling dekat dengan gaya F akan menerima gaya yang lebih besar dari paku keling lainnya.
82
BAB V SAMBUNGAN
Contoh 1 Determine the safe tensile, shear, compressive loads and the efficiency for a 300 mm section of single‐riveted lap joint made from ¼” plates using six 16‐mm diameter rivets. Assume that the drilled holes are 1.5 mm larger in diameter the the rivets. The value for the design limits for tensile, shear, and compressive stress can be taken as 75 MPa, 60 MPa, and 131 MPa, respectively. Penyelesaian : Diketahui dari soal :
n = 6 buah d = 16 mm = 0.016 m 6
σt = 75 MPa = 75 x 10 Pa τS = 60 MPa = 60 x 106 Pa ‐3
S = ¼ inchi = 6.35 x 10 m
σC = 131 MPa = 131 x 106 Pa b = 300 mm = 0.3 m Ukuran lubang 1.5 mm = 0.0015 m lebih besar dari ukuran diameter paku keling. Beban yang diijinkan karena geseran pada paku keling adalah :
F = 6 x x 0.016 x 60 x 10 = 90.48 kN 2
F = n ( ) d τS
2
6
Beban yang diijinkan karena tegangan desak adalah sebagai berikut : F = n d S σC ‐3
6
F = 6 x 0.016 x 6.35 x 10 x 131 x 10 = 79.86 kN Beban yang dijinkan karena tarikan pada paku keling adalah : F = (b – i . d) S σt ‐3
F = (0.3 – 6(0.016 + 0.0015)) x 6.35 x 10 x 75 x 10
6
F = 162,2 kN
83
BAB V SAMBUNGAN
Beban terkecil adalah 79.48 kN sehingga efisiensi sambungan paku keling dapat dihitung sebagai berikut :
beban aman terkecil tegangan tarik maksimum pada area yang tidak berlubang 79.86 x = 0.56 = 56% η = 0.00635 x 0.3 x 75 x η =
Contoh 2. Determine the maximum safe tensile load that can be supported by a 1 m section of double riveted butt joint with 15 mm thick main plates and two 8 mm thick cover plates. There are six rivets in each of the outer rows and seven rivets in each of the inner rows. The rivets are all 20 mm in diameter. Assume that the drilled holes are 1.5 mm larger in diameter than the rivets. The values for the design limits for tensile, shear, and compressive stress can be taken as 75, 60 and 131 MPa, recpectively. Penyelesaian : Diketahui dari soal :
n = 6 + 7 = 13 buah d = 20 mm = 0.02 m S = 15 mm = 0.015 m
τS = 60 MPa = 60 x 106 Pa σC = 131 MPa = 131 x 106 Pa Untuk analisa sambungan keling ganda hanya diperlukan menganalisa salah satu sisi saja karena bentuknya yang simetris. Beban tarik yang diijinkan karena gaya geser ganda pada paku keling sama dengan jumlah paku keling dikali jumlah bidang geser/paku keling dikali luas penampang dari paku keling dikali tegangan geser yang diijinkan. F = n x 2 x A r τS F = 13 x 2 x π
. x 60 x 10
6
F = 490.1 kN
84
BAB V SAMBUNGAN
Beban tarik karena tegangan desak dihitung menggunakan rumus : F = n d S σC F = 13 x 0.02 x 0.015 x 131 x 10
6
F = 510.9 kN Beban tarik akibat tegangan tarik dihitung menggunakan rumus : F = (b – i . d) S σt ‐3
F = (1 – 6(0.02 + 0.0015)) x 15 x 10 x 75 x 10
6
F = 980.3 kN Untuk melengkapi analisis maka diperlukan untuk meninjau jumlah beban yang akan menyebabkan sobekan antara paku ‐paku keling di bagian dalam ditambah beban yang disebabkan oleh paku‐paku keling di bagian luar. Beban pada bagian dalam karena tegangan desak : F = n d S σC 6
F = 6 x 0.02 x 0.015 x 131 x 10 F = 235.8 kN Beban tarik pada bagian luar karena tegangan tarik : F = (b – i . d) S σt
‐3
F = (1 – 7(0.02 + 0.0015)) x 15 x 10 x 75 x 10
6
F = 955.7 kN Jumlah total adalah 235.8 kN + 955.7 kN = 1.191 MN. Beban terkecil adalah 490.1 kN sehingga efisiensi sambungan dapat dihitung sebagai berikut :
beban aman terkecil tegangan tarik maksimum pada area yang tidak berlubang 490.1 x = 0.436 = 43.6% η = 0.015 x 1 x 75 x η =
85
BAB V SAMBUNGAN
2. Perhitungan Kekuatan Sambungan Paku Keling untuk Beban Eksentrik. Pada pembahasan beban terpusat terlihat bahwa garis gaya F bekerja melalui titik berat kelompok paku keling. Dalam praktek sering dijumpai garis gaya F bekerja tidak melalui titik berat kelompok paku tetapi secara eksentrik terhadap titik berat kelompok paku keling tersebut. Gambar 17 memperlihatkan konstruksi sambungan paku keling dengan beban eksentrik sebesar F pada jarak e terhadap titik berat kelompok paku keling.
F1
1
F n 4
F7
F2
2
F n
r 1 F4 r 4
F n 7
F n
r 3 r 2
r 8 F8
F3
F n 6
r 6
5
r 7
3
F n
F6 r 9
8
F n
F9
F n 9
F
F n
Gambar 17 Langkah pertama yang perlu ditempuh dalam menyelesaikan persoalan di atas adalah menentukan titik berat kelompok paku keling. Garis kerja gaya F dapat dipindah secara vertikal ke titik berat kelompok paku, sehingga tiap paku akan menerima gaya vertikal sebesar F/n, dengan n = jumlah keseluruhan paku.
86
BAB V SAMBUNGAN
Gaya F akan menimbulkan momen gaya terhadap paku sebesar T = F.e yang akan berusaha memutar plat pada titik berat kelompok paku dan selanjutnya momen ini akan ditahan oleh kelompok paku. Besarnya gaya yang bekerja pada tiap paku akibat momen gaya T tergantung dari jarak titik pusat masing ‐masing paku terhadap titik berat kelompok paku. F.e = F1.r1 + F2.r2 + ………..+ Fn.rn
8
Gaya F1, F 2, ………..Fn berbanding langsung dengan jarak r 1, r 2,………rn sehingga dapat ditulis :
Atau
F2 = F1
F = F = …………………Fn r r rn r ; F = F r ; ………………….; F = F r r 3
1
n
1
9
rn r
10
Substitusikan persamaan 10 ke dalam persamaan 8 sehingga diperoleh :
r r
r r
rn r
F.e = F1.r1 + F1 .r2 + ………..+ F1 .rn F.e =
F (r r
1
2
2
F.e.r r r ……………….r n F.e.r F2 = ∑ rk
Atau
2
+ r2 + …………..rn )
F1 =
dan dengan cara yang sama akan diperoleh :
Secara umum dapat ditulis : F j =
F.e.rj ∑ rk
11
Resultan gaya yang bekerja pada paku keling adalah : R j =
nF Fj 2FnFjcos θ
12
Dimana : θ = sudut antara garis gaya F/n dan F j. Diameter paku keling dapat dicari dari rumus : d j =
RτSj
13
87
BAB V SAMBUNGAN
Contoh 3. Consider the joint construction as shown below. The load F = 500 kg acts in the 2
middle of construction. Allowable shear stress τS 900 kg/cm . All length units is in centimeters. Determine the diameter of the rivet assume that all rivets have the same diameter.
500 kg
Penyelesaian : F1 F2 r 1
F n r 5
F5
F n
r 2
r 3
r 4
F n
F4
F n
F3
F n 88
BAB V SAMBUNGAN
Titik berat kelompok paku keling dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut : X=
A X A X A X A A X A A AA A
Karena A1 = A2 = A3 = A4 = A5 maka :
X X X X = = 8 cm A Y A Y A Y A A Y Y= A A AA A Y Y Y Y = = 5 cm X= X=
Jadi titk berat kelompok paku keling adalah (8,5) cm Gaya vertikal tiap paku = F/n = 500/10 = 50 kg. Dari bab mekanika teknik terdahulu maka bisa dihitung besarnya momen gaya yang timbul diujung‐ujung konstruksi. T1 =
F a
b
T1
F . a . b L
;
T2 =
F . b . a L
Untuk a = b = L/2 berarti :
T2
T1 = T2 =
L
F.L
Dari gambar soal diketahui L = 125 + (2 X 20) = 165 cm
500 x 165 = 10312.5 kg.cm = r = √ 8 5 √ 89 = 9.434 cm = r = √ 2 5 √ 29 = 5.3852 cm
F . e = T1 = T2 = r1 r2
5 4
r3 = 10 + 2 = 12 cm Dari persamaan 11 diperoleh :
. x 9.434 = 256 kg . x 5.3852 = 146.14 kg F = F = . x 12 = 325.66 kg F = F1 = F5 = 2
4
1
89
BAB V SAMBUNGAN
Dari persamaan 12 diperoleh :
50 256 250256cos 147.995 = 215.2374 kg R = R = 50 146.14 250146.14cos 68.199 = 171.1266 kg R1 = R5 = 2
4
R3 = 50 + 325.66 = 375.66 kg Gaya terbesar pada paku keling 3 yaitu R 3 = 375.66 kg Dari persamaan 13 dapat dihitung diameter paku keling :
RτS3 x 375.66 = 0.729 cm = 7.29 mm ≈ 7 mm d = x 900 d3 =
3
Contoh 4. Shown as below is a 15 by 200 mm rectangular steel bar cantilevered to a 250 mm steel channel using four tightly fitted bolts located at A, B, C, and D. For a F = 16 kN load find : a. The resultant load on each bolt. b. The maximum shear stress in bolt.
90
BAB V SAMBUNGAN
Penyelesaian :
a. Titik O diambil sebagai titik berat kelompok baut karena susunannya yang simetris. Momen gaya yang timbul terhadap titik berat adalah T = F . e = 16000 x 0.425 = 6800 Nm rA = rB = rC = rD =
√ 60 75 = 96 mm = 0.096 m
Gaya vertikal tiap paku = F/n = 16/4 = 4 kN = 4000 N
x 0.096 = 17000 N .... R = R = 4000 17000 2400017000cos 38.62 = 21000 N R = R = 4000 17000 2400017000cos 128.62 = 14800 N FA = FB = FC = FD =
A
B
C
D
b. Gaya terbesar dialami paku A dan B yaitu 21000 N Tegangan geser maksimum bisa dihitung menggunakan rumus : d=
RτAS 91
BAB V SAMBUNGAN
atau
4 RA d2 4 x 21000 = 104.45 MPa 0.0162
τS = τS =
B. SAMBUNGAN ULIR SEKRUP 1. Tinjauan Pembebanan dan Torsi Pada Ulir Sekrup Sambungan ulir sekrup termasuk sambungan yang dapat dilepas setiap saat sesuai kehendak operatornya. Keuntungan‐keuntungan penggunaan sambungan ulir sekrup ini antara lain : 1. Mudah dipasang dan dilepas. 2. Kuat dan relatif murah. 3. Efisiensi proses pembuatannya tinggi. Kelemahan penggunaan sambungan ulir adalah pada permukaan ulir terjadi konsentrasi tegangan yang lebih besar sehingga bagian ini lebih mudah patah. Bentuk ulir pada umumnya dapat berupa ulir kanan (right ‐hand thread) dan ulir kiri (left‐hand thread) seperti ditunjukkan pada gambar 18.
Gambar 18
92
BAB V SAMBUNGAN
Beberapa terminologi pada ulir adalah sebagai berikut :
Gambar 19. Terminologi pada ulir Pitch adalah jarak antara titik ‐titik yang bersesuaian yang letaknya pada ulir yang saling berdekatan berdekatan. Ukuran pitch harus sejajar dengan sumbu ulir. Diameter luar (Outside/Major diameter) adalah diameter diukur dari puncak ulir ke sumbu ulir. Puncak (crest) ulir adalah bagian paling menonjol dari ulir baik ulir luar atau ulir dalam. Root terletak pada bagian bawah alur antara dua ulir yang saling berdekatan. Flank dari sebuah ulir adalah sisi miring pada ulir diantara root dan puncak ulir. Diameter Root(Root/minor/core Diameter) adalah diameter terkecil dari ulir diukur dari root ke sumbu ulir. Diameter Efektif(Effective/pitch diameter) adalah diameter teoritis yang terletak diantara diameter major dan minor. Lead sebuah ulir adalah pergerakan secara aksial dari ulir di dalam satu putaran. Standar kode untuk sekrup yang dikenal secara luas adalah UNS (Unified national standard) dan ulir metrik ISO. Penulisan ulir metrik ISO menggunakan huruf kapital M yang merupakan singkatan dari metrik diikuti dengan nominal diameter
93
BAB V SAMBUNGAN
dan pitch dalam milimeter. Contohnya adalah M12 x 1.75 adalah ulir metrik ISO dengan diameter major 12 mm dan pitch 1.75 mm. Tabel ulir metrik dengan sistem ISO disajikan pada tabel 6. Tabel 6
Sistem UNS dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu UNC (unified coarse) yaitu seri ulir dengan pitch kasar dan UNF (unified fine) yaitu seri ulir dengan pitch halus. Penulisan ulir sistem UNS dengan notasi nominal diameter major, jumlah ulir
94
BAB V SAMBUNGAN
per inchi, dan seri ulir secara berurutan. Contohnya 0.625 in ‐18 UNF. Tabel 7 dan 8 menyajikan daftar ulir dengan sistem UNC dan UNF.
Tabel 7
95
BAB V SAMBUNGAN
Tabel 8
96
BAB V SAMBUNGAN
Beberapa bentuk sekrup untuk pemesinan yang dikenal secara luas dapat dilihat pada gambar 20.
Gambar 20
97
BAB V SAMBUNGAN
Pengencang berulir cenderung digunakan sedemikian sehingga mereka menerima beban dalam bentuk regangan secara dominan. Tegangan pada sekrup yang disebabkan oleh beban tarik dapat dihitung dengan rumus berikut :
F At
σt = Dimana :
(14) 2
At = rata‐rata antara diameter minor dan diameter pitch(m ) At =
(d + d ) p
r
2
(15)
dp = diameter pitch (m)
0.649519 N
untuk ulir UNS :
dp = d –
untuk ulir ISO :
dp = d – 0.649519p
(16) (17)
dr = diameter minor
1.299038 N
untuk ulir UNS :
dr = d –
untuk ulir ISO :
dr = d – 1.226869p
(18) (19)
N = jumlah ulir/inchi p = pitch (m) d = diameter baut (m)
σ = tegangan karena beban tarik (N/m2) F = gaya/beban (N) Baut secara normal dikencangkan dengan memberikan torsi pada kepala baut atau mur yang mengakibatkan baut meregang. Hasil peregangan pada saat peristiwa mengencangkan baut dikenal dengan istilah beban awal (preload). Beban awal yang direkomendasikan untuk sambungan yang bisa dibongkar ‐pasang (re‐ useable joint) adalah : Fi = 0.75Atσp
(20)
Dan untuk sambungan permanen (permanent joint) adalah : Fi = 0.9 Atσp
(21)
98
BAB V SAMBUNGAN
dimana
2
: σp = kekuatan baut berdasarkan material baut (N/m )
Besarnya torsi yang dibutuhkan untuk mengencangkan baut dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut : T = K x Fi x d dimana :
(22)
Fi = pembebanan awal (preload) (N) T = torsi (Nm) K = konstanta, tergantung pada ukuran dan bahan baut
Tabel 9
Contoh 5. An M10 bolt has been selected for a re‐useable application. The proof stress of the low carbon steel bolt material is 310 MPa. Determine the recommended preload on the bolt and the torque setting. Penyelesaian: Dari tabel 6 diperoleh picth untuk baut M10 adalah 1.5 mm. dp = 10 – (0.649519 x 1.5) = 9.026 mm dr = 10 – (1.226869 x 1.5) = 8.160 mm At =
(9.026 + 8.160) = 57.99 mm = 57.99 x 10‐ m 2
2
6
2
99
BAB V SAMBUNGAN
Untuk re‐useable joint, preload yang direkomendasikan adalah :
Fi = 0.75Atσp ‐6
= 0.75 x 57.99 x 10 x 310 x 10
6
= 13482.68 N = 13.48 kN Dari tabel 9, K = 0.2 sehingga torsi yang dibutuhkan adalah : T = K x Fi x d = 0.2 x 13482.68 x 0.01 = 26.96 Nm
2. Efisiensi Ulir Sekrup Ulir sekrup banyak dimanfaatkan alat ‐alat bantu yang kita gunakan pada kehidupan sehari‐hari. Prinsip kerja ulir sekrup ini adalah mengubah gerak rotasi menjadi
gerak
lurus(translasi)
dan
biasanya
disertai
dengan
pengiriman
daya(power). Aplikasi alat bantu yang menggunakan ulir sekrup antara lain adalah dongkrak seperti pada gambar 21. Gambar 21. Prinsip kerja dongkrak menggunakan ulir sekrup
100
BAB V SAMBUNGAN
Untuk keperluan pesawat sederhana lebih cocok ulir yang digunakan adalah ulir kotak(square thread) dan ulir Acme yang bentuknya dapat dilihat pada gambar 22 dan 23
Gambar 22
Gambar 23
101
BAB V SAMBUNGAN
Beberapa besaran penting pada ulir sekrup adalah sebagai berikut ini : 1. Torsi yang diperlukan untuk pengangkatan beban. Untuk ulir kotak : Tu =
F dp dp L F dc c dp L
(23)
Untuk ulir acme : Tu =
F dp dp L cos α F dc c dp cos α L
(24)
2. Torsi yang diperlukan untuk penurunan beban. Untuk ulir kotak : Td =
F dp dp L F dc c dp L
(25)
Untuk ulir acme : Td =
F dp dp L cos α F dc c dp cos α L
(26)
3. Efisiensi ulir sekrup.
η =
FL T
(27)
Dimana : F = beban/gaya (N) L = lead(m) dc = diameter kerah(collar diameter) (m)
µ = koefisien gesek antara ulir dan baut µc = koefisien gesekan pada collar α = sudut(lihat gambar 24)
102
BAB V SAMBUNGAN
Gambar 24
103
BAB VI POROS DAN PASAK
BAB VI POROS DAN PASAK
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama ‐sama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Dalam bab ini akan dibicarakan hal poros penerus daya dan pasak yang dipakai untuk meneruskan momen dari atau kepada poros. 1. Macam‐macam poros.
Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut :
•
Poros transmisi. Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli, sabuk atau sproket rantai.
•
Spindel. Poros transmisi yang relatif pendek seperti poros utama mesin perkakas dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
•
Gandar. Poros seperti yang dipasang di antara roda ‐roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang ‐kadang tidak boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami bendan puntir juga.
Menurut bentuknya poros dapat digolongkan seperti pada gambar 25 berikut ini.
104
BAB VI POROS DAN PASAK
Gambar 25
2. Hal‐hal Penting Dalam Perencanaan Poros.
Untuk merencanakan sebuah poros, hal ‐hal berikut ini perlu diperhatikan.
•
Kekuatan poros. Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur. Selain itu ada juga poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling ‐baling kapal atau turbin.Kelelahan, tumbukan, atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil(poros berongga) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan beban ‐beban di atasnya.
•
Kekakuan poros. Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak ‐efektifan atau getaran dan suara. Oleh karena itu disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.
105
BAB VI POROS DAN PASAK
•
Putaran kritis. Bila putaran suatu mesin dinaikkan pada suatu harga putaran tertentu dapat
terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian ‐bagian lainnya. Jika mungkin poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.
•
Korosi. Bahan‐bahan tahan korosi(termasuk plastik) harus dipilih untuk poros
propeler dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula untuk poros‐poros yang terancam kavitasi dan poros ‐poros mesin yang sering berhenti lama. Sampai batas‐batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.
•
Bahan poros. Berikut ini disajikan beberapa tabel yang memperlihatkan bahan ‐bahan yang
cocok untuk pembuatan poros. Tabel 10. Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinish dingin untuk poros Standar dan macam Baja karbon konstruksi mesin(JIS G 4501)
Batang baja yang difinis dingin
Lambang
Perlakuan panas
S30C S35C S40C S45C S50C S55C S35C‐D S45C‐D S55C‐D
Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan Penormalan ‐ ‐ ‐
Kekuatan tarik(kg/mm2) 48 52 55 58 62 66 53 60 72
Keterangan
Ditarik dingin, digerinda, dibubut, atau gabungan antara hal‐hal tersebut
106
BAB VI POROS DAN PASAK
Tabel 11. Baja paduan untuk poros Standar dan macam
Lambang
Perlakuan panas
Baja khrom nikel(JIS G 4102)
SNC 2 SNC 3 SNC21 SNC22 SNCM 1 SNCM 2 SNCM 7 SNCM 8 SNCM22 SNCM23 SNCM25 SCr 3 SCr 4 SCr 5 SCr21 SCr22 SCM 2 SCM 3 SCM 4 SCM 5 SCM21 SCM22 SCM23
‐
Baja khrom nikel molibden(JIS G 4103)
Baja khrom(JIS G 4104)
Baja khrom molibden(JIS G 4105)
‐
Pengerasan kulit Pengerasan kulit ‐ ‐ ‐ ‐
Pengerasan kulit Pengerasan kulit Pengerasan kulit ‐ ‐ ‐
Pengerasan kulit Pengerasan kulit ‐ ‐ ‐ ‐
Pengerasan kulit Pengerasan kulit Pengerasan kulit
Kekuatan tarik(kg/mm2) 85 95 80 100 85 95 100 105 90 100 120 90 95 100 80 85 85 95 100 105 85 95 100
Tabel 12. Bahan poros untuk kendaraan rel Kelas
Lambang
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
A B A B A B
SFA 55A SFA 55B SFA 60A SFA 60B SFA 65A SFA 65B
Kelas 4
A
SFAAQA
B
SFAQB
Pemakaian utama Poros pengikut Gandar yang digerakkan dan poros pengikut
Perlakuan panas Penormalan atau celup dingin dan pelunakan
Batas mulur(kg/mm2) 28
Kekuatan tarik(kg/mm2) 55
30
60
Celup dingin dan pelunakan Celup dingin dan pelunakan pada bagian tertentu
35
65
30
60
107
BAB VI POROS DAN PASAK
3. Poros Dengan Beban Puntir
Berikut ini akan dibahas rencana sebuah poros yang mendapat pembebanan utama berupa torsi, seperti pada poros motor dengan sebuah kopling. start
a
1.Daya yang ditransmisikan : P(kW) Putaran poros : n 1 (rpm)
10.Faktor konsentrasi tegangan pada poros bertangga β, pada pasak α
2.Faktor koreksi f c 11.Tegangan geser τ(kg/mm2) 3.Daya rencana P d (kW)
4.Momen puntir rencana T(kg mm)
5.Bahan poros, perlakuan panas, kekuatan tarik σB(kg/mm2), apakah poros bertangga atau beralur pasak, faktor keamanan Sf 1 dan Sf 2
N
12.
≥ c b K t τ
Y 13. Diameter poros ds (mm) Bahan poros. Perlakuan panas. Jari jari filet dari poros bertangga. Ukuran pasak dan alur pasak.
6.Tegangan geser yang diijinkan τa(kg/mm2)
7.Faktor koreksi untuk momen puntir K t. Faktor lenturan C b.
8.Diameter poros d s (mm)
End
Gambar 26. Diagram alir untuk merencanakan poros dengan beban ulir
9.Radius filet dari poros bertangga r (mm). Ukuran pasak dan alur pasak
a
108
BAB VI POROS DAN PASAK
Pertama kali, ambillah suatu kasus dimana daya P (kW) harus ditransmisikan dan putaran poros n 1 (rpm) diberikan. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan terhadap daya P tersebut. Jika P adalah daya rata ‐rata yang diperlukan maka harus dibagi dengan efisiensi mekanis η dari sistem transmisi untuk mendapatkan daya penggerak mula yang diperlukan. Jika P adalah daya nominal output dari motor penggerak maka berbagai macam faktor keamanan biasanya dapat diambil dalam perencanaan sehingga koreksi pertama dapat diambil kecil. Besarnya faktor koreksi ditunjukkan tabel 13. Daya rencana P d (kW) dihitung sebagai berikut : Pd = f c x P (kW)
(28)
Tabel 13. Faktor‐faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan f c Daya yang akan ditransmisikan
f c
Daya rata‐rata yang diperlukan
1,2 – 2,0
Daya maksimum yang diperlukan
0,8 – 1,2
Daya normal
1,0 – 1,5
Jika momen puntir (disebut juga sebagai momen rencana) adalah T (kg mm) maka T = 9,74 x 10
5
P
(29)
Bila momen rencana T dibebankan pada suatu diameter poros d s (mm), maka 2
tegangan geser τ (kg/mm ) yang terjadi adalah :
τ =
,
(30) 2
Tegangan geser yang diijinkan τa (kg/mm ) untuk pemakaian umum pada poros dapat diperoleh dengan rumus berikut :
τa =
(31)
Dimana :
σB = kekuatan tarik (kg/mm2)
109
BAB VI POROS DAN PASAK
Sf 1 = Faktor keamanan karena pengaruh kelelahan puntir, 5,6 untuk bahan SF dan 6,0 untuk bahan S‐C dan
baja paduan.
Sf 1 = Faktor keamanan karena pengaruh konsentrasi tegangan yang diakibatkan oleh alur pasak, antara 1,3 – 3,0. Kemudian keadaan momen puntir itu sendiri juga harus ditinjau. Faktor koreksi yang dianjurkan oleh ASME digunakan di sini. Faktor ini dinyatakan dengan Kt, dipilih sebesar 1,0 jika beban dikenakan secara halus, 1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, dan 1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar. Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terdiri atas momen puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada kemungkinan pemakaian dengan beban lentur di masa pendatang. Jika memang diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan beban lentur maka dapat dipertimbangkan pemakaian faktor C b yang harganya antara 1,2 – 2,3. Jika diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb = 1,0. Diameter poros dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
, ds =
(32)
Diameter poros harus dipilih dari tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Diameter poros standar (satuan mm) 4
10 11
4,5
5
*5,6
*11,2 12 *12,5
14 (15)
*22,4 24 25
40
28 30 *31,5 32
45
35 *35,5
55 56
42
48 50
100 (105) 110
400
125 130
*224 240 250 260 280 300 *315 320 340
140 150
*355 360
560
*112 120
420 440 450 460 480 500 530
110
BAB VI POROS DAN PASAK
6 *6,3
16 (17) 18 19 20 22
7 *7,1 8 9
38
60 63
65 70 71 75 80 85 90 95
160 170 180 190 200 220
380
600 630
Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari bil angan standar. Bilangan di dalam kurung hanya dipakai untuk bagian dimana akan dipasang bantalan gelinding.
4. Pasak dan Alur Pasak.
Selanjutnya ukuran pasak dan alur pasak dapat ditentukan dari tabel 15 berikut ini.
Penampang pasak
Penampang alur pasak
111
BAB VI POROS DAN PASAK
Tabel 15. Ukuran‐ukuran utama pasak dan alir pasak (satuan mm) Ukuran nominal pasak bxh
Ukuran standar b, b1, dan b2
2x2 3x3 4x4 5x5 6x6 7x7 8x7 10 x 8
2 3 4 5 6 7 8 10
Ukuran standar h Pasak Pasak prismatis tirus Pasak luncur 2 3 4 5 6 7 7,2 7 8
12 x 8
12
8
14 x 9
14
9
15 x 10
15
16 x 10
16
10
18 x 11
18
11
20 x 12
20
12
22 x 14
22
14
24 x 16
24
25 x 14
25
14
28 x 16
28
16
32 x 18
32
18
10
C
L
Ukuran standar t1
0,16‐ 0,25
6‐20 6‐36 8‐45 10‐56 14‐70 16‐80 18‐90 22‐ 110 28‐ 140 36‐ 160 40‐ 180 45‐ 180 50‐ 200 56‐ 220 63‐ 250 70‐ 280 70‐ 280 80‐ 320 90‐ 360
1,2 1,8 2,5 3,0 3,5 4,0 4,0 5,0
0,25‐ 0,40
0,40‐ 0,60
10,2
16
0,60‐ 0,80
16,2
Ukuran standar t 2 Pasak Pasak Pasak prismatis luncur tirus
Diameter poros
0,08‐ 0,16
6‐8 8‐10 10‐12 12‐17 17‐22 20‐25 22‐30 30‐38
3,3 3,3
0,5 0,9 1,2 1,7 2,2 3,0 2,4 2,4
5,0
3,3
2,4
38‐44
5,5
3,8
2,9
44‐50
5,0
50‐55
5,0
1,0 1,4 1,8 2,3 2,8
r1 dan r2
3,0
3,5
5,0
5,5
0,16‐ 0,25
0,25‐ 0,40
6,0
4,3
3,4
50‐58
7,0
4,4
3,4
58‐65
7,5
4,9
3,9
9,0
5,4
4,4
75‐85
8,0
80‐90
8,0
8,0
8,5
0,40‐ 0,60
65‐75
9,0
5,4
4,4
85‐95
10,0
6,4
5,4
95‐110
11,0
7,4
6,4
110‐130
Harga faktor konsentrasi tegangan untuk alur pasak α dan untuk poros bertangga β dapat diperoleh dari diagram R. E. Peterson (gambar 27 dan 28). Bila α atau β dibandingkan dengan faktor keamanan sf 2 untuk konsentrasi tegangan pada poros bertangga atau alur pasak yang diasumsikan terdahulu, maka α atau β sering kali menghasilkan diameter poros yang lebih besar. Periksalah perhitungan tegangan, mengingat diameter yang dipilih dari tabel 14 lebih besar dari d s yang diperoleh dari perhitungan. Bandingkan α atau β, dan pilihlah yang lebih besar. Lakukan koreksi pada sf 2 yang diasumsikan sebelumnya untuk konsentrasi tegangan dengan mengambil
sebagai tegangan yang diijinkan yang dikoreksi.
112
BAB VI POROS DAN PASAK
Bandingkan harga ini dengan c b Kt τ dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor lenturan, dan faktor koreksi tumbukan, dan tentukan masing‐masing harganya jika hasil yang terdahulu lebih besar serta lakukan penyesuaian jika lebih kecil.
Gambar 27. Faktor konsentrasi tegangan α untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat dengan alur pasak persegi yang diberi filet.
113
BAB VI POROS DAN PASAK
Gambar 28. Faktor konsentrasi tegangan β untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi filet
114
BAB VI POROS DAN PASAK
Contoh Tentukan diameter sebuah poros bulat untuk meneruskan daya 10 kW pada 1450 rpm. Disamping beban puntir, diperkirakan pula akan dikenakannya beban lentur. Sebuah alur pasak perlu dibuat dan dalam sehari akan bekerja selama 8 jam dengan tumbukan ringan. Bahan diambil baja batang difinis dingin S45C.
Penyelesaian : 1. P = 10 kW, n1 = 1450 rpm. 2. f c = 1,0 3. Pd = 1,0 x 10 = 10 kW. 4. T = 9,74 x 10
5
1450
= 6717 kg.mm 2
5. S45C, σB = 58 kg/mm , sf 1 = 6,0 dan sf 2 = 2,0. 6. τa =
58 6,0 2,0
2
= 4,83 kg/mm
7. Cb = 2,0 dan Kt = 1,5 8.
, 1,5 2,0 ds = 4,83
6717
= 27,2 mm ≈ 28 mm
9. Anggaplah diameter bagian yang menjadi tempat bantalan adalah 30 mm Jari‐ jari filet = (30 – 28)/2 = 1,0 mm Alur pasak 7 x 4 x filet 0,4. 10. Konsentrasi tegangan pada poros bertangga adalah 1,0/28 = 0,034 ; 30/28 = 1,07 ; β = 1,37 Konsentrasi tegangan pada poros dengan alur pasak adalah 0,4/28 = 0,014 ; α = 2,8 ; α > β 11. τ =
, = 1,56 kg/mm
2
2
12. 4,83 x 2,0/2,8 = 3,45 kg/mm
2
1,56 x 2,0 x 1,5 = 4,68 kg/mm
115
BAB VI POROS DAN PASAK
∴
< cb Kt τ berarti kembali ke no 8.
8’
anggaplah diameter ds = 31,5 mm
9’
Diameter bagian bantalan 35 mm Jari‐ jari filet = (35 – 31,5)/2 = 1,75 mm Alur pasak 10 x 4,5 x filet 0,6.
10’
Konsentrasi tegangan pada poros bertangga adalah 1,75/31,5 = 0,056 ; 35/31,5 = 1,11 ; β = 1,30 Konsentrasi tegangan pada poros dengan alur pasak adalah 0,6/31,5 = 0,019 ; α = 2,7 ; α > β
, = 1,10 kg/mm ,
2
11’
τ =
12’
4,83 x 2,0/2,7 = 3,58 kg/mm
2
1,10 x 2,0 x 1,5 = 3,3 kg/mm
∴
≥ cb Kt
2
τ berarti baik.
13. ds = 31,5 mm bahan S45C diameter poros : ∅31,5 x ∅35 Jari‐ jari filet 1,75 mm Pasak 10 x 8 Alur pasak 10 x 4,5 x 0,6
116