Tauhid dan Urgensi-nya bagi Kehidupan Muslim
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Mubtadiah A Nama : Nistia Nurfasiah Sasole NIM : 201110170311073 Kelas : Akuntansi II B
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Pengertian Tauhid
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya. Urgensi Tauhid: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT semata, Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha Pencipta, Maha Pengatur alam semesta. Hanya Dia lah yang berhak disembah, tiada sekutu bagiNya. Dan setiap yang disembah selain-Nya adalah batil. Sesungguhnya Dia SWT bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Maha Suci dari segala aib dan kekurangan. Dia SWT mempunyai nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi. Pembagian Tauhid
Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan kitab-kitab karenanya ada dua : 1) Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan dinamakan dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan hakekat zat Rabb SWT dan mentauhidkan (mengesakan) Allah SWT dengan asma (nama), sifat, dan perbuatan-Nya. Pengertiannya : seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT sematalah Rabb yang Menciptakan, Memiliki, Membolak-balikan, Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma dan Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu, di Tangan-Nya kerajaan, dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia SWT mempunyai asma‟
(nama-nama) yang indah dan sifat yang tinggi. Dalam QS. QS. Asy-Sura ayat 11 :
Artinya : “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya
kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat”. (QS. Asy-Sura : 11) 2) Tauhid dalam tujuan dan permohonan, dinamakan tauhid uluhiyah dan ibadah, yaitu mengesakan Allah SWT dengan semua jenis ibadah, seperti: doa, shalat, takut, mengharap, dll. Pengertiannya : Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT saja yang memiliki hak uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Dia SWT yang berhak untuk disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti: berdoa, shalat, meminta tolong, tawakkal, takut, mengharap, menyembelih, bernazar dan semisalnya melainkan hanya untuk Allah SWT semata. Siapa yang memalingkan sebagian dari ibadah ini kepada selain Allah SWT maka dia adalah seorang musyrik lagi kafir. Firman Allah SWT (QS. Al-Mukminun : 117) yang Artinya : “Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang- orang yang kafir itu tiada beruntung”. Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini. Oleh sebab itulah Allah SWT mengutus para rasul kepada umat manusia, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar mereka beribadah kepada Allah SWT saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. 1) sebagaimana dalam firman allah surat Al-Anbiya` :25 .yang artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya :
“Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”
2) sebagaimana Firman surat an - nahl 36Allah SWT yang artinya : Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap- tiap
umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasulrasul).(QS. An-Nahl :36). Thaghut adalah syaitan dan apa saja yang disembah kecuali selain dari Allah SWT. Makna Kaliat Laa Ilaaha ill al-Allah dan Konsekuensinya dalam Kehidupan
Kalimat laailaaha illallah adalah bentuk kesaksian seorang muslim yang terformulasi dalam kalimat syahadat.
Sebuah kalimat pendek namun esensial dalam kehidupan seorang
muslim. kalimat yang menjadikannya masuk dalam komunitas muslim dan mengantarkannya kepada Allah dalam keadaan tunduk patuh kepadaNya. kalimat ini adalah ruh mkati dan hidupnya seorang muslim ( walatamuutunna illa waantum muslimun ) Menurut Muhammad Said Al Qathani (1994 :30-1 ), kalimat laailaaha illallahu mencakup beberapa pengertian.
a. Hanya Allah yang patut disembah ( La Ma‟buda Illallah ) b. Hukum mutlak bersumber dariNya ( La Hukma Illallah ) c. Tiada penguasa mutlak kecuali Allah, Dia lah Rabb semesta alam, penguasa dan pengatur ( La Malika Illallah ) d. Tiada pencipta kecuali Allah ( La Kholiqo Illallah ) e. Tidak ada yang memberikan rizki selain Allah ( La Raziqo Illallah )
f. Tidak ada yang menghidupkan dan mematikan kecuali Allah g. Tidak ada yang dapat mendatangkan kemanfaatan dan kemedharatan kecuali Allah h. Tidak ada daya dan upaya kecuali Allah i. Tidak bertawakal kecuali kepada Allah j. Allah sebagai pusat orientasi dan kerinduannya. Melihat pengertian Laailaaha illallah ini dapat dipahami bahwa seluruh pusat orientasi kehidupan seorang muslim adalah Allah. namun kesaksian yang benar dalam Islam tidak hanya terhenti pada pengucapan lisan dan pembenaran dalam hati, begitu juga tidak hanya memahami maknanya secara benar, tapi harus disertai dengan mengamalkan segala ketentuannya, baik secara lahiriyah maupun bathiniyyah. Dengan Laailaaha illallah seoarang muslim tidak hanya meniadakan sesembahan selain Allah semata. kalimat tauhid ini sekaligus mencakup loyalitas
dan bersih diri ( Al wala‟ wal bara‟ ) serta negasi dan afirmasi ( Al Nafy wal itsbat ). Konsep Al Wala‟ dalam kalimat tauhid adalah aspek kepatuhan dan kesetiaan secara tulus ( loyal ) terhadap Allah, kitab, sunnah dan nabiNya, sedangkan al bara‟ adalah bersih diri dari segala kendali thagut dan hukum jahiliyyah. Adapun An Nafiy ( peniadaan atau negasi ) bermakna meniadakan sesuatu yang menyaingi pengesaan kepada Allah, misalnya sesembahan perantara, tuan, tandingan dan thagut. dan Itsbat ( penetapan, afirmasi ) terhadap empat perkara yaitu tujuan akhir ( yang kita tuju adalah Allah ), kecintaan kepada Allah, takut dan berpengharapan kepadaNya (al Qathani, 1994:6-8 ) 1- Berilmu dan memahami kandungan makna dan rukun syahadat ini sehingga hilang kebodohan terhadap kandungan makna dan rukun
kalimat ini. Rasulullah Shallallahu „alahi wa
sallam bersabda yang artinya:“Barangsiapa yang mati dalam keadaan ia mengetahui (kandungan makna) „laa ilaha illallah‟ (bahwa tiada yang berhak disembah kecuali Allah), pasti masuk surga (HR. Muslim). 2- Meyakini segala yang ditunjukkan oleh kalimat ini tanpa ada keraguan sedikitpun.
Allah Ta‟ala berfirman yang artinya:”Sesungguhnya orang mukmin itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul- Nya kemudian mereka tidak ragu”. (QS. Al-Hujurat:15). 3- Menerima konsekuensi (tuntutan) kalimat ini berupa beribadah hanya kepada Allah semata dan meninggalkan beribadah kepada selain-Nya tanpa adanya penolakan yang didasari
keengganan,
pembangkangan,dan
kesombongan.
Allah
Ta‟ala
berfirman
yang
artinya:”Sesungguhnya mereka (orang- orang kafir) apabila diucapkan kepada mereka “laa ilaha illallah (Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah) maka merekapun
menyombongkan diri(35). Dan mereka berkata,“Apakah kita akan meninggalkan sesembahansesembahan ki ta karena penyair yang gila”.(QS. Ash-Shaffat:35-36). 4- Tunduk dan berserah diri terhadap segala tuntutan kalimat ini tanpa mengabaikannya.
Allah Ta‟ala berfirman yang artinya:”Dan barangsiapa yang berserah diri kepada Allah dalam keadaan berbuat kebajikan, maka sungguh dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat
(kalimat Laa ilaha illallah).” (QS.Luqman:22) 5- Jujur dalam mengucapkan kalimat ini dengan disertai hati yang membenarkannya. Jika seseorang mengucapkan kalimat ini namun hatinya mengingkari dan mendustai nya, maka dia
orang munafik tulen. Allah Ta‟ala berfirman yang artinya:”Dan diantara manusia ada yang mengucapkan,”Kami beriman kepada Allah dan hari akhir”, padahal mereka tidak beriman(8). Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beiman. Tidaklah mereka menipu kecuali
diri mereka sendiri sementara mereka tidak meyadari(9). Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit mereka. Dan mereka mendapat azab yang pedih karena kedustaan yang mereka lakukan. (QS. Al-Baqarah:8-10). 6- Ikhlas dalam mengucapkannya dan memurnikan amal dari segala kotoran syirik, bukan karena riya, atau untuk ketenaran, maupun tujuan- tujuan
duniawi. Rasulullah Shallallahu „alahi
wa sallam bersabda yang artinya:“Sesungguhnya Allah mengharamkan nerak a bagi orang yang mengucapkan”laa ilaha illallah” dengan tujuan mengharap wajah Allah.”(HR. Bukhari dan Muslim) 7- Mencintai kalimat ini dan segala tuntutannya serta mencintai orang yang
melaksanakan tuntutannya. Allah Ta‟ala berfirman yang artinya:”Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan yang mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Sedangkan orang- orang
yang beriman sangat cinta kepada Allah.”(QS. Al-Baqarah:165). Orang
– orang yang benar dalam imannya mencintai Allah dengan cinta yang tulus dan murni. Adapun para pelaku kesyirikan memiliki cinta ganda. Mereka mencintai Allah sekaligus mencintai tandingan-Nya. Konsekuensi (tuntutan) syahadat ini adalah meninggalkan peribadatan dan penyembahan
kepada selain Allah Ta‟ala. Dewasa ini,banyak orang yang megucapkan kalimat ini namun menyalahi tuntutannya. Mereka menujukan ibadah (beribadah) atau memberikan persembahan kepada makhluk, seperti menyembelih dan bernadzar untuk kuburan dan penghuninya, meletakkan sesajian sebagai tumbal di tempat-tempat keramat dan angker, di sekitar pepohonan, dan bebatuan, serta bentukbentuk persembahan lainnya. Mereka menyakini tauhid sebagai hal yang baru dan mereka juga
mencela orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata. Mereka juga mengingkari serta memusuhi orang-orang yang mendakwahi mereka, padahal ajakan dan dakwah yang dilakukan orang-orang tersebut adalah sebagai wujud kecintaan, perhatian dan kepedulian serta keprihatinan mereka terhadap saudara seagama mereka. Mereka tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa saudaranya disebabkan ketidaktahuan saudaranya tersebut terhadap sesuatu yang berbahaya bagi mereka. Untuk itu,-dengan didasari kecintaan- mereka bangkit mengingatkan saudara-saudara seagama mereka dari bahaya-bahaya yang bisa menimpa. Sikap mereka ini
merupakan bentuk implementasi dari sabda Nabi Muhammad Shallallahu „alahi wa sallam yang maknanya: “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya. ” (HR. Bukhari dan Muslim). Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan
Seseorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk.
Allah Ta‟ala menegaskan dalam firman-Nya, {82} “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. Al An‟am:82) Kezaliman meliputi tiga perkara : 1. Kezaliman terhadap hak Allah yaitu dengan berbuat syirik 2. Kezaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat maksiat 3. Kezaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya orang lain
Kezaliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Kesyirikan disebut kezaliman karena menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya. Ini merupakan kezaliman yang paling zalim. Hal ini karena pelaku syirik menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya, mereka menyamakan Al Khaaliq (Sang Pencipta) dengan makhluk, menyamakan yang lemah dengan Yang Maha Perkasa. Manakah kezaliman yang lebih parah dari ini. Yang dimaksud dengan kezaliman dalam ayat di atas adalah adalah syirik, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu „alaihi wa salaam ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas‟ud
radhiyallahu „anhu mengatakan, “Ketika ayat ini turun, terasa beratlah di hati para sahabat, mereka mengatakan siapakah di antara kita yang tidak pernah menzalimi dirinya sendiri (berbuat
maksiat), maka Rasulullah shalallahu „alaihi wa salaam bersabda, “Tidak demikian, akan tetapi yang dimaksud (dengan kezaliman pada ayat tersebut) adalah kesyirikan. Tidakkah kalian pernah
mendengar ucapan Lukman kepada anaknya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah,
Sesungguhnya
mempersekutukan
(Allah)
adalah
benar-benar
kezaliman yang besar” (QS Lukman: 13)”[2.] [3] Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezaliman (kesyirikan), merekalah ahli tauhid. Mereka akan mendapatkan rasa aman di dunia dan akhirat seta mendapatkan petunjuk baik di dunia maupun di akhirat. Mereka akan mendapatkan keamanan di dunia berupa ketenangan hati, dan juga keamanan di akhirat dari halhal yang ditakuti yang akan terjadi di hari akhir. Petunjuk yang mereka dapatkan di dunia berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sedangkan petunjuk di akhirat berupa petunjuk menuju jalan yang lurus. Tentunya kadar keamanan dan petunjuk yang mereka dapatkan sesuai dengan
kadar tauhidnya. Semakin sempurna tauhid seseorang, semakin besar keamanan dan petunjuk yang akan diperoleh. Jaminan Allah bagi orang yang bertauhid
Rasululla h shalallahu „alaihi wa salaam bersabda,
ش ه ا ش، ه ع، ر س ى ع ي ا ع ر س ك ى حر ، ة ج ،ق ر ق دخ ة ا ج ى ع ك ل “Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul- Nya, dan „Isa adalah hamba dan rasul-Nya, dan kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah
dikerjakakannya” Ini merupakan janji dari Allah Ta‟ala untuk ahli tauhid bahwa Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga. Ahlu tauhid adalah mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan persaksian yang disebut dalam hadist di atas. Maksud syahadat yang benar harus terkandung tiga hal yaitu mengucapkannya dengan lisan, mengilmui maknanya, dan mengamalkan segala konsekuensinya, tidak cukup hanya sekadar mengucapknnya saja.
Yang dimaksud dengan
„alaa maa kaana minal „amal (sesuai amal yang telah
dikerjakannya) ada dua tafsiran: Pertama: Mereka akan masuk surga walaupun memiliki dosa-dosa selain syirik karena dosa-dosa selain syirik
tersebut tidak menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik masuk
surgasecara langsung maupun pada akhirnya masuk surga walau sempat diadzab di neraka. Ini merupakan keutamaan tauhid yang dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah dan menghalangi seseorang kekal di neraka. Kedua: Mereka akan masuk surga, namun kedudukan mereka dalam surga sesuai dengan amalan mereka, karena kedudukan seseorang di surga bertingkat-tingkat sesuai dengan amal shalihnya.