1.
Tahapan Riwayat Alamiah Penyakit Riwayat alamiah penyakit merupakan perjalanan penyakit yang alami dan tanpa pengobatan apapun, yang terjadi mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit. Meskipun setiap penyakit mempunyai riwayat alamiah yang berbeda, karena kerangka konsep yang bersifat umum perlu dibuat untuk menjelaskan riwayat perjalanan penyakit pada umumnya. Riwayat alamiah penyakit dibagi menjadi lima kategori, yaitu: a.
Tahap prapatogenesis: Manusia (host) masih dalam keadaan sehat namun pada saat ini pula manusia telah terpajan dan berisiko terhadap penyakit yang ada di sekelilingnya. Adapun penyebabnya karena telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent), bibit penyakit belum masuk ke manusia (host), manusia masih dalam keadaan sehat atau belum ada tanda penyakit, dan belum terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium. laboratorium.
b.
Tahap inkubasi: tahap ini bibit penyakit telah masuk ke manusia, namun gejala belum tampak. Jika daya tahan pejamu tidak kuat, akan terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh.
c.
Tahap penyakit dini: tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih ringan, dan umumnya masih dapat beraktivitas.
d.
Tahap penyakit lanjut: tahap ini penyakit makin bertambah hebat, penderita tidak dapat beraktivitas sehingga memerlukan perawatan.
e.
Tahap akut penyakit: tahap akhir perjalanan penyakit ini, manusia berada dalam lima keadaan yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karrier, kronis, atau meninggal dunia. (Rajab, 2009: 17)
Namun, ada beberapa penyakit yang tidak sesuai dengan bagan diatas, sehingga dikenal dengan istilah atau kejadian seperti dibawah ini: a.
Self limiting desease: proses penyakit berhenti sendiri dan semua fungsi tubuh normal kembali.
b.
Penyakit inapparent: penyakit yang berlangsung tanpa gejala klinis, penderita penyakit tertentu sudah mulai menularkan penyakitnya sebelum masa inkubasi selesai (misal campak, polio, rubella, cacar air), atau penderita penyakit tertentu menularkan penyakitnya setelah gejala klinis muncul (misal filariasis, batuk rejan, malaria).
c.
Masa latent: masa antara masuknya agent sampai penderita dapat menularkan penyakitnya.
d.
Periode menular: penderita mampu menularkan penyakit ketika keadaan penderita
pulih (konvalesens)
dan
pulih sesudah
penyakit
tidak
menunjukkan gejala klinis (penderita menjadi karrier). e.
Periode akut: penyakit berlangsung dalam waktu singkat (beberapa hari atau minggu saja). Misalnya, influenza, rabies, cacar, atau campak.
f.
Periode kronis: penyakit ini berlangsung beberapa tahun (misal TBC, leprae,AIDS).(Rajab, 2009: 18)
Epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi. Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh dan sel (cell entry), lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan menimbulkan perubahan patologis yang dapat dideteksi secara laboratoris atau terwujud secara klinis, maka individu tersebut dikatakan mengalami infeksi. Riwayat alamiah penyakit infeksi, proses terjadinya infeksi, penyakit klinis, maupun kematian dari suatu penyakit tergantung dari berbagai determinan, baik intrinsik maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi penjamu maupun agen kausal. Tergantung tingkat kerentanan (atau imunitas), individu sebagai penjamu yang terpapar oleh agen kausal dapat tetap sehat, atau mengalami infeksi (jika penyakit infeksi) dan mengalami perubahan patologi yang ireversibel. Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk mempengaruhi riwayat alamiah penyakit sebagai berikut: (1) infektivitas, (2) patogenesitas, dan (3) virulensi. virulensi.
a.
Infektivitas adalah kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi. Dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi dengan jumlah individu yang terpapar.
b.
Patogenesitas adalah kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit klinis. Dihitung dari jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu yang terinfeksi.
c.
Virulensi adalah kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian. Indikator ini menunjukkan kemampuan agen infeksi menyebabkan keparahan (severety) penyakit. Dihitung dari jumlah kasus yang mati dibagi dengan jumlah kasus klinis.(Murti, 1997)
Contoh, kanker serviks merupakan kanker bagian bawah (leher) uterus yang berhubungan dengan vagina. Kanker tersebut merupakan kanker kedua terbanyak pada wanita dan penyebab kematian karena kanker paling utama di negara-negara berkembang. Sekitar 466,000 kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita di seluruh dunia setiap tahun, sebagian besar di negara berkembang. Dari 231,000 wanita yang meninggal karena kanker serviks setiap tahun, sekitar 80 persen berasal dari negara berkembang (Alliance for Cervical Cancer Prevention, 2007). Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks Virus Tipe 2 (HSV 2) (Rasjidi, 2009, Vol. III No. 3). Lebih spesifik, sekitar 70 % adalah HPV tipe 16/18 yang ditularkan melalui kontak genital. Sebagian besar kanker serviks dimulai dengan infeksi awal oleh HPV, tetapi sebagian besar infeksi HPV tidak berkembang menjadi kanker serviks. Infeksi awal HPV dapat berlanjut dan menjadi displasia atau hilang dengan spontan (Bosch et al., 1994). Sebagian besar wanita yang terinfeksi HPV akan mengalami displasia tingkat rendah, disebut CIN 1 (cervical intraepithelial neoplasia 1), dalam beberapa bulan atau tahun terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari CIN 1 mengalami regresi dan menghilang dengan spontan dalam tempo 2-3 tahun terutama pada wanita usia di bawah 35 tahun. Displasia tingkat rendah (CIN 1) perlu dimonitor tetapi tidak perlu diobati Sebagian kecil kasus CIN 1 akan mengalami progresi menjadi displasia tingkat tinggi, disebut CIN 2/3 (Murti, 1997)
Sekitar 15% infeksi HPV yang persisten akan berkembang menjadi CIN 2/3 dalam tempo 3-4 tahun, baik dengan atau tanpa melalui CIN 1. CIN 2/3 merupakan prekursor kanker serviks, karena itu harus diobati. Perjalanan kanker serviks memiliki masa laten sangat panjang, hingga 20 tahun. Risiko perkembangan dari lesi prekanker (CIN 2/3) menjadi kanker invasif adalah sekitar 30-70% (rata-rata 32 persen) dalam tempo 10 tahun. Kanker serviks paling sering terjadi pada wanita setelah usia 40 tahun, lebih-lebih wanita di usia 50 dan 60 tahunan (Parkin et al., 1997). Walaupun
semua
virus
herpes
simpleks
tipe
2
(HPV-2)
belum
didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan. Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker serviks invasive dan lebih dari 60% pasien dengan neoplasia intraepithelial serviks (CIN) mempunyai antibodi terhadap virus (Rasjidi, 2009, Vol. III No. 3).
Jenis-Jenis Penyakit Menular serta Masa Inkubasinya Jenis Penyakit
Masa Inkubasi
AIDS
2 bulan – 10 tahun
Amoebiasis
2 – 4 minggu
Antraks
2 – 7 hari
Botulism
12 – 36 jam
Chikungunya
3 – 12 hari
Kholera
1 – 5 hari
Filariasis
3 – 12 bulan
Hepatitis A
15 – 50 hari
Hepatitis B
7 – 26 minggu
Leptospirosis
4 – 18 hari
Campak
10 – 14 hari
Poliomyelitis
5 – 30 hari
Tetanus
4 – 21 hari
(Bustan, 2006 : 43)
2. Pola Penyebaran Penyakit Suatu penyakit (menular) tidak hanya selesai setelah membuat seseorang sakit, tetapi cenderung untuk menyebar. Setelah menyelesaikan riwayatnya pada suatu rangkaian kejadian sehingga seseorang jatuh sakit, pada saat yang sama penyakit bersama dengan kumannya dapat berpindah dan menyebar kepada orang lain/masyarakat. Proses perjalanan penyakit, kuman memulai aksinya dengan memasuki pintu masuk tertentu ( portal of entry) calon penderita baru dan
kemudian jika ingin berpindah ke penderita baru lagiakan ke luar melalui pintu tertentu ( portal of exit ). Kuman penyakit tidak masuk dan ke luar begitu saja tetapi harus melalui “pintu” tubuh tertentu sesuai dengan jenis masing-masing penyakit misalnya melalui: kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih. Dalam memilih pintu masuk-keluar ini setiap jenis kuman mempunyai jalan masuk dan ke luar tersendiri dari tubuh manusia. Ada yang masuk melalui mulut ( oral ) dan ke luar melalui dubur (sistem pencernaan), seperti yang dilakukan oleh kebanyakan cacing. Namun ada pula yang masuk melalui kulit tetapi ke luar melalui dubur, misalnya cacing Ankylostoma. Pengetahuan tentang jalan masuk ini penting untuk epidemiologi karena dengan pengetahuan itu dapat dilakukan ‘penghadangan’ perjalanan kuman masuk ke dalam tubuh manusia. Cacing yang ingin masuk melalui mulut dicegah dengan upaya cuci tangan sebelum makan. Sedangkan pengetahuan tentang jalan keluar bermanfaat untuk menemukan kuman itu untuk tujuan identifikasi atau diagnosis. Misalnya kuman TBC keluar melalui batuk maka penemuan kuman TBC dilakukan dengan penangkapan kumannya di batuk/dahak. (Bustan, 2006 : 45) 3. Manfaat Riwayat Alamiah Penyakit Berdasarkan riwayat alamiah penyakit diperoleh beberapa informasi penting seperti: a.
Masa inkubasi atau masa latent, masa atau waktu yang diperlukan selamaperjalanan suatu penyakit untuk menyebabkan seseorang jatuh sakit.
b.
Kelengkapan keluhan ( symptom) yang menjadi bahan informasi dalam menegakkan diagnosis.
c.
Lamanya dan beratnya keluhan dialami oleh penderita.
d.
Kejadian penyakit menurut musim ( season) kapan penyakit itu lebih frekuen kejadiannya.
e.
Kecenderungan lokasi geografis serangan penyakit sehingga dapat dengan mudah dideteksi lokasi kejadian penyakit.
f.
Sifat-sifat biologis kuman patogen sehingga, menjadi bahan informasi untuk pencegahan penyakit, khususnya untuk pembunuhan kuman penyebab.
Selain itu, dengan mengetahui riwayat alamiah dapat ditarik beberapa manfaat seperti: a.
Untuk diagnostik: masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis penyakit, misalnya jika terjadi KLB (kejadian luar biasa).
b.
Untuk pencegahan: dengan mengetahui kuman patogen penyabab dan rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit.
c.
Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit itu terapi tepat sudah perlu diberikan. (Bustan, 2006 : 45)
5 Tingkat Pencegahan Penyakit Upaya
pencegahan
yang
dapat
dilakukan
akan
sesuai
dengan
perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu dibagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit. Dikenal ada empat tingkat utama pencegahan penyakit, yaitu: a.
Pencegahan tingkat awal (Primordial Prevention) Pencegahan tingkat awal diperkenalkan oleh WHO (Beaglehole, WHO 1993) sebagai salah satu bentuk upaya pencegahan yang didapatkan berdasarkan pengalaman kardiovaskuler.
epidemiologis Ditemukan
dalam bahwa
menangani terjadinya
masalah
penyakit
penyakit
jantung
pada
masyarakat luas hanya jika terdapat kausal dasar (basic underlying cause) yang berupa makanan tinggi lemak jenuh binatang. Jika bentuk penyebab dasar ini tidak ada, seperti halnya di China dan Jepang, penyakit jantung
jarang ditemukan meskipun ditemukan banyak faktor resiko lainnya seperti merokok dan tekanan darah tinggi. Tujuan primordial prevention ini adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup sosial – ekonomi dan cultural yang mendorong peningkatan resiko penyakit. Upaya ini terutama sesuai untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular yang dewasa ini cenderung menunjukkan peningkatannya. Upaya primordial juga diperlukan dalam hal pengendalian peningkatan polusi udara (green house effect, hujan asam, ozone – layer depletion) dan pengaruh asap di daerah perkotaan dalam pencegahan penyakit jantung dan paru. Perhatian dapat ditujukan pada pengendalian peningkatan konsentrasi sulfur diokside di atmosfer pada beberapa kota besar metropolitan seperti di Paris, London, Newyork dan Tokyo yang melebihi nilai ambang maksimum yang direkomendasikan oleh WHO. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pencegahan awal ini diarahkan kepada mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat yang bersifat positif yang dapat mengurangi kemungkinan suat u penyakit atau faktor resiko dapat berkembang atau memberikan efek patologis. Faktor-faktor itu tampaknya banyak bersifat sosial atau berhubungan dengan gaya hidup dan pola makan. Upaya awal terhadap tingkat pencegahan primordial ini merupakan upaya mempertahankan kondisi kesehatan yang positif yang dapat melindungi masyarakat dari gangguan kondisi kesehatan. (Bustan, 2006: 50-53) b.
Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) menjauhkan agen untuk dapat kontak atau memapar pejamu, dan (2) menurunkan kepekaan pejamu (host susceptibility). Intervensi ini dilakukan sebelum perubahan patologis terjadi (fase prepatogenesis). Jika suatu penyakit lolos dari pencegahan primordial, maka saatnya pencegahan tingkat pertama ini digalakkan terhadap penyakit. Apabila lolos dari upaya maka penyakit itu akan segera dapat timbul secara epidemiologis, tercipta sebagai suatu penyakit
yang endemis atau yang lebih berbahaya apabila timbul dalam bentuk KLB (Bustan, 2006: 53). Adapun
dalam
lain:a.Promosi
pencegahan
primer
kesehatan/health
dilakukan
promotion
yang
upaya-upaya
antara
ditujukan
untuk
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan. b.Perlindungan khusus (specific protection): upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, peningkatan ketrampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik dan untuk menanggulangi stress dan lain-lain (Rivai, 2005, Vol. I No. 1). c.
Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) Pencegahan tingkat keua ini dilakukan dalam fase patologis dengan cara mengetahui perubahan klinik atau fisiologis yang terjadi dalam awal penyakit (early symptoms) atau semasa masih dalam presymtomatic, masa sangat awal kelainan klinik. Pencegahan ini ditunjukkan untuk meneteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian, pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progresifitas penyakit, mencegah komplikasi penyakit, dan membatasi kemungkinan kecacatan. Bentuk utama pencegahan tingkat kedua adalah penyaringan (skrening). Adapun dengan skrening diharapkan dapat dideteksi indikator fisiologi awal yang ada sebelum orang menunjukkan keluhan. Contoh skrening adalah hapusan Pap (pap smear) untuk kanker serviks, tes pendengaran untuk kerusakan ketulian, skin test untuk tuberkulin, VDRL untuk sifilis, dan Phenylalanine test untuk phenylketonuria (PKU) untuk retardasi mental bayi.
(Bustan, 2006: 54) d.
Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tingkat ketiga atau upaya rehabilitasi ditujukan untuk membatasi kecacatan sehingga tidak menjadi tambah cacat dan melakukan rehabilitasi dari mereka yang punya cacat atau kelainan akibat penyakit. Keadaan ini, kerusakan patologis sudah bersifat irreversible, tidak bias diperbaiki lagi. Oleh
karena itu, upaya-upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan misalnya, terapi latihan untuk mempertahankan kondisi otot, pergerakan, mencegah kontraktur bagi penderita paralise akibat stroke. (Bustan, 2006: 54) Tingkat pencegahan
Fase penyakit
Primordial
Kondisi
Kelompok target normal Populasi
kesehatan Primary
Keterpaparan
total
kelompok terpilih faktor Populasi
penyebab khusus
kelompok
total terpilih
idividu sehat Secondary
Fase
patogenesitas Pasien
awal Tertiary
Fase lanjut penyakit Pasien (pengobatan rehabilitasi)
dan
dan
dan dan
Tabel 1: Tingkat Pencegahan dan Kelompok Targetnya Menurut Fase Penyakit Sumber: Beoglehole, WHO 1993 Riwayat Penyakit
Tingkat Pencegahan
Upaya Pencegahan
Pre-patogenesis
Primordial Prevention
Underlying Condition Health
Primary Prevention
Promotion Specific Protection
Secondary Prevention
Early diagnosis and Prompt Treatment
Patogenesis
Disability Limitation Tertiary Prevention
Rehabilitation
Tabel 2: Hubungan Kedudukan Riwayat Perjalan Penyakit, Tingkatan Pencegahan dan Upaya Pencegahan Sumber: Beoglehole, WHO 1993
6. Tingkat pencegahan Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan. Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta perubahan yang terjadi di setiap masa/fase tersebut, dapat dipikirkan upaya-upaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit itu dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu di bagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit. Dalam epidemiologi dikenal ada empat tingkat utama pencegahan penyakit, yaitu : 1.
Pencegahan tingkat awal (Priemodial Prevention)
2.
Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
3.
Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
4.
Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan
penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam keadaan pathogenesis atau penyakit sudah tampak. Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang dilakukan pada setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai berikut : 1.
Pencegahan tingkat awal (primodial prevention) a. Pemantapan status kesehatan (underlying condition)
2.
Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) a. Promosi kesehatan (health promotion) b. Pencegahan khusus
3.
Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) a. Diagnosis awal dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment) b. Pembatasan kecacatan (disability limitation)
4.
Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention) a. Rehabilitasi (rehabilitation) Tingkat pencegahan dan kelompok targetnya menurut fase penyakit Tingkat pencegahan primordial
Fase penyakit Kondisi
normal Populasi
kesehatan Primary
Kelompok target
Keterpaparan
total
dan
kelompok terpilih factor Populasi
penyebab khusus
total
dan
kelompok terpilih dan individu sehat
secondary
Fase patogenesitas awal
Pasien
Tertiary
Fase lanjut (pengobatan Pasien dan rehabilitasi)
Sumber : Beoglehole, WHO 1993 Hubungan kedudukan riwayat perjalanan penyakit, tingkat pencegahan dan upaya pencegahan Riwayat penyakit
Tingkat pencegahan
Upaya pencegahan
Pre-patogenesis
Primordial prevention
Underlying condition
Primary prevention
Health promotion Specific protection
patogenesis
Secondary prevention
Early
diagnosis
and
prompt treatment Disability limitation Tertiary prevention
Rehabilitation
Sumber : Beoglehole, WHO 1993
Salah satu teori public health yang berkaitan dengan pencegahan timbulnya penyakit dikenal dengan istilah 5 Level Of Prevention Against Diseases. Leavel dan Clark dalam bukunya Preventive Medicine For The Doctor In His Community mengemukakan adanya tiga tingkatan dalam proses pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua tingkatan utama tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) Fase sebelum sakit Fase pre-pathogenesis dengan
tingkat
pencegahan
yang
disebut
pencegahan primer ( primary prevention). Fase ini ditandai dengan adanya keseimbangan antara agent (kuman penyakit/ penyebab), host (pejamu) dan environtment (lingkungan). 2) Fase selama proses sakit Fase pathogenesis, terbagi dalam 2 tingkatan pencegahan yang disebut pencegahan sekunder ( secondary prevention) dan pencegahan tersier (tertiary prevention).
Fase ini dimulai dari
pertama kali seorang terkena sakit yang pada akhirnya memiliki kemungkinan sembuh atau mati. Pada dasarnya ada 4 tingkat pencegahan penyakit secara umum, yakni pencegahan tingkat dasar ( primordial prevention), pencegahan tingkat pertama ( primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua ( secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga ( tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya cacat dan terakhir adalah
rehabilitasi. Keempat tingkat pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih. 1. Pencegahan tingkat Dasar ( Primordial Prevention) Pencegahan tingkat dasar merupakan usaha mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Tujuan primordial prevention ini adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup social-ekonomi dan cultural yang mendorong peningkatan risiko penyakit . upaya ini terutama sesuai untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular yang
dewasa ini cenderung menunjukan
peningkatannya. Pencegahan
ini
meliputi
usaha
memelihara
dan
mempertahankan
kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola atau kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat risiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum.Contohnya seperti memelihara cara makan, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat risiko yang rendah terhadap berbagai penyakit tidak menular. Selain itu pencegahan tingkat dasar ini dapat dilakukan dengan usaha mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah generasi yang sedang tumbuh untuk tidak melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan risiko terhadap berbagai penyakit seperti kebiasaan merokok, minum alkhohol dan sebagainya. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia muda dan remaja dengan tidak mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pencegahan awal ini diarahkan kepada mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat yang bersifat positif yang dapat mengurangi kemungkinan suatu penyakit atau factor risiko dapat berkembang atau memberikan efek patologis. Factorfaktor itu tampaknya banyak bersifat social atau berhubungan dengan gaya hidup atau pola makan. Upaya awal terhadap tingkat pencegahan
primordial ini merupakan upaya mempertahankan kondisi kesehatan yang positif yang dapat melindungi masyarakat dari gangguan kondisi kesehatan yang sudah baik. Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa usaha pencegahan primordial ini sering kali disadari pentingnya apabila sudah terlambat. Oleh karena itu, epidemiologi sangat penting dalam upaya pencegahan penyakit. 2. Pencegahan Tingkat Pertama ( Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit (Eko budiarto, 2001). Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) dilakukan dengan dua cara : (1) menjauhkan agen agar tidak dapat kontak atau memapar penjamu, dan (2) menurunkan kepekaan penjamu. Intervensi ini dilakukan sebelum perubahan patologis terjadi (fase prepatogenesis). Jika suatu penyakit lolos dari pencegahan primordial, maka giliran pencegahan tingkat pertama ini digalakan. Kalau lolos dari upaya maka penyakit itu akan segera dapat timbul yang secara epidemiologi tercipta sebagai suatu penyakit yang endemis atau yang lebih berbahaya kalau tumbuldalam bentuk KLB. Pencegahan tingkat pertama merupakan suatu usaha pencegahan penyakit melalui usaha-usaha mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu. Tujuan pencegahan tingkat pertama adalah mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan mengendalikan agent dan faktor determinan. Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan interaksi antara pejamu (host ), penyebab (agent atau pemapar), lingkungan (environtment ) dan proses kejadian penyakit. Pejamu
(host )
: Penyebab :
perbaikan status gizi, status kesehatan dan pemberian imunisasi.
(agent )
menurunkan pengaruh serendah mungkin seperti
dengan
pasteurisasi,
penggunaan desinfeksi, sterilisasi,
penyemprotan
insektisida
yang
dapat
memutus
rantai
penularan. Lingkungan
perbaikan lingkungan fisik yaitu dengan
(environment ):
perbaikan air bersih, sanaitasi lingkungan dan perumahan.
Usaha pencegahan penyakit tingkat pertama secara garis besarnya dapat dibagi dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan usaha pencegahan khusus. Usaha peningkatan derajat
kesehatan
(health
promotion) atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko serta meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal. contohnya makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya, menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi
dan
mencegah
polusi
udara,
menghilangkan
tempat
berkembang biaknya vektor penyakit misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes atau terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotic untuk membunuh kuman. Adapun usaha pencegahan khusus ( specific protection) merupakan usaha yang ter-utama ditujukan kepada pejamu dan atau pada penyebab untuk meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu. Contohnya yaitu imunisasi atau proteksi bahan industry berbahaya dan bising, melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan Flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptic sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan untuk mencegah penyakit diare. Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer, yakni : (1) strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan dan (2) strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi.
Strategi pertama memiliki sasaran lebih luas sehingga lebih bersifat radikal, memiliki potensi yang besar pada populasi dan sangat sesuai untuk sasaran perilaku. Sedangkan pada strategi kedua, sangat mudah diterapkan secara individual, motivasi subjek dan pelaksana cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan tingkat risiko cukup baik. Pencegahan pertama dilakukan pada masa sebelum sakit yang dapat berupa : a)
Penyuluhan kesehatan yang intensif.
b)
Perbaikan gizi dan penyusunan pola menu gizi yang adekuat.
c)
Pembinaan dan pengawasan terhadap pertumbuhan balita
d)
khususnya anak-anak, dan remaja pada umumnya.
e)
Perbaikan perumahan sehat.
f)
Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk memungkinkan
g)
pengembangan kesehatan mental maupu sosial.
h)
Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
i)
Pengendalian terhadap faktor lingkungan yang dapat
j)
mempengaruhi timbulnya suatu penyakit.
k)
Perlindungan terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik karena dilakukan sebelum kita jatuh sakit dan ini adalah sesuai dengan “konsep sehat” yang kini dianut dalam kesehatan masyarakat modern.
3. pencegahan tingkat kedua ( secondary prevention) Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit at au yang terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini untuk menemukan status patogeniknya serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah meluasnya penyakit menular dan untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut, mencegah komplikasi hingga pembatasan cacat. Usaha pencegahan penyakit tingkat kedua secara garis besarnya dapat
dibagi dalam diagnosa dini dan pengobatan segera ( early diagnosis and promt treatment ) serta pembatasan cacat. Tujuan utama dari diagnosa dini ialah mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan tujuan utama dari pengobatan segera adalah untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadin ya komplikasi dan cacat. Cacat yang terjadi diatasi terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya kecacatan yang lebih baik lagi. Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adalah menemukan penderita secara aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi : (1) pemeriksaan berkala pada kelompok populasi tertentu seperti pegawai negeri, buruh/ pekerja perusahaan tertentu, murid sekolah dan mahasiswa serta kelompok tentara, termasuk pemeriksaan kesehatan bagi calon mahasiswa, calon pegawai, calon tentara serta bagi mereka yang membutuhkan surat keterangan kesehatan untuk kepentingan tertentu ; (2) penyaringan ( screening ) yakni pencarian penderita secara dini untuk penyakit yang secara klinis belum tampak gejala pada penduduk secara umum atau pada kelompok risiko tinggi ; (3) surveilans epidemiologi yakni melakukan pencatatan dan pelaporan sacara teratur dan terusmenerus untuk mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada dalam masyarakat, termasuk keterangan tentang kelompok risiko tinggi. Selain itu, pemberian pengobatan dini pada mereka yang dijumpai menderita atau pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang dalam proses patogenesis termasuk mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit menular tertentu. 4. pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) Pencegahan pada tingkat ketiga ini merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti pengobatan dan perawatan khusus penderita
kencing manis, tekanan darah tinggi, gangguan saraf dan lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi. Rehabilitasi
merupakan
usaha
pengembalian
fungsi
fisik,
psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis
(seperti
pemasangan
protese),
rehabilitasi
mental
( psychorehabilitation) dan rehabilitasi sosial, sehingga setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berdaya guna.
Daftar Pustaka Budiarto, Eko & Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta : EGC. C.Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar edisi 2. Jakarta : EGC. Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Kebidanan. Jakarta : EGC. Ryadi, slamet & T. Wijayanti. 2010. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba Medika. Soemirat, Juli. 1999. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Yogyakarta.