1
1
1
29
28
v
Konsentrasi TiO2
AbsorbansI
Konsentrasi PO43-
AbsorbansI
Konsetrasi TiO2 Bijih Besi
Absorbansi
PENENTUAN KOMPOSISI BIJIH BESI DAN PASIR BESI SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BESI BAJA
RESTU FAUZIA ADILA
PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ABSTRACT
RESTU FAUZIA ADILA. Determination of Composition of Iron Ore and Iron Sand as The Main Material To Produce Iron Steel. Supervised by SRI MULIJANI and ELVI RACHMAWATI.
Iron ore and iron sand are abundant in Indonesia. The content of source of mineral could be evaluated trought by analiysis of mineral composition. The methods of analysis were graphimetric, spectofotometry visible and titrimetry. Based on the experiment, the chemical composition of iron ore containing Fe, TiO2, S, P and SiO2, are 62.30%-65.80%, 0.41%-1.14%, 0%, 0% and 2.65%-5.85%. Mean while the composition of Fe, TiO2, SiO2, P dan totally S of iron sand 18.90%-55.30%, 2.73%-9.30%, 0%-0.09%, 0.01%-0.20% dan 6.25%-36.65%
keywords: Graphimetry, Iron Ore, Iron Sand, Spectrofotometry, Titrimetry.
RINGKASAN
RESTU FAUZIA ADILA. Penentuan Komposisi Bijih Besi dan Pasir Besi sebagai Bahan Baku Pembuatan Besi Baja. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ELVI RACHMAWATI.
Industri penambangan banyak dimiliki negara-negara di dunia, baik negara berkembang maupun negara maju. Hasil tambang merupakan salah satu pendapatan devisa negara dari bidang industri. Bijih besi dan pasir besi merupakan salah satu bagian dari bahan tambang di Indonesia yang dieksploitasi secara besar-besaran serta bekerjasama dengan negara luar yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologinya. Kebanyakan penambangan bijih besi dan pasir besi saat ini bertujuan untuk memperoleh bahan baku berbagai macam logam yang akan di ekspor dan diolah di luar negeri. Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini. Karakter dari endapan besi ini bisa berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Besi mengandung logam tanah (residual), namun jarang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Analisis laboratorium meliputi analisis kimia dan fisika. Analisis fisika antara lain analisis mineral butir, analisis ayak, dan analisis sifat magnetik, sedangkan analisis unsur kimianya antara lain: Fe total, TiO2, S, P dan SiO2. Penentuan komposisi kimia bijih besi dan pasir besi ini dapat dilakukan secara gravimetri, spektrofotometri sinar tampak dan titrimetri. Berdasarkan hasil percobaan, komposisi kimia bijih besi mengandung kadar Fe total, TiO2, S, P, dan SiO2 , berturut-turut berkisar antara 62.30%-65.80%, 0.41%-1.14%, 0.00%, 0.00%, dan 2.65%-5.85%, Sedangkan kadar Fe total, TiO2, S, P dan SiO2 pada pasir besi yaitu 18.90-55.30%, 2.73%-9.30%, 0.00%-0.09%, 0.01%-0.20% dan 6.25%-36.65%. Hasil analisis komposisi kimia yang diperoleh kadar Fe pada bijih besi memenuhi persyaratan sebagai bahan baku pembuatan besi baja dan termasuk kedalam jenis bijih limonit. Sedangkan kadar Fe pada pasir besi belum memenuhi persyaratan sebagai bahan baku pembuatan besi baja dan perlu dilakukan peningkatan kadar besi dan proses penurunan kadar pengotornya.
Kata kunci : Bijih besi, Gravimetri, Pasir besi, Spektrofotometri, Titrimetri.
PENENTUAN KOMPOSISI BIJIH BESI DAN PASIR BESI SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BESI BAJA
RESTU FAUZIA ADILA
Laporan Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya
pada
Program Keahlian Analisis Kimia
PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Tugas Akhir : Penentuan Komposisi Bijih Besi dan Pasir Besi sebagai Bahan Baku Pembuatan Besi Baja
Nama : Restu Fauzia Adila
NIM : J3L110009
Disetujui oleh
Dr Sri Mulijani
Pembimbing I
Elvi Rachmawati, SSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir M. Zairin Junior, MSc
Direktur
Armi Wulanawati, SSi MSi
Koordinator Program Keahlian
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir (TA) dengan judul "Penentuan Komposisi Bijih Besi dan Pasir Besi Sebagai Bahan Baku Pembuatan Besi Baja". Pembuatan laporan tugas akhir bertujuan mendapatkan gelar Ahli Madya pada Program Keahlian Analisis Kimia. Laporan tugas akhir disusun berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, yang beralamat di Jl. Jendral Sudirman No. 623, Bandung – 40211 dilakasanakan selama 2 bulan mulai tanggal 4 Februari sampai 5 april 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Sri Mulijani sebagai pembimbing instansi, Bapak Raden Irwan Darmansyah, AMd dan Ibu Elvi Rachmawati, SSi sebagai pembimbing lapang yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan demi kelancaran tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dan Ibu Ani Suryani, Ibu Tutik Astutik, Ibu Ernawati, Ibu Novadilah Alamanda serta seluruh karyawan dan rekan-rekan PKL bagian laboratorium kimia mineral dan laboratorium lingkungan PUSLITBANG tekMIRA yang telah membantu selama proses PKL. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada ayahanda Bapak Dasril Dt Rajo Gambero (alm) dan Ibunda Elniviat, kakak dan adik tersayang, keluarga tercinta dan teman-teman, terutama teman-teman Analisis Kimia angkatan 47 yang turut mendukung dan memberikan doa selama pembuatan laporan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumya bagi semua pembaca.
Bogor, juni 2013
Restu Fauzia Adila
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Waktu dan Tempat 2
2 KEADAAN UMUM PUSLITBANG tekMIRA 2
2.1 Sejarah Perusahaan 2
2.2 Visi dan Misi 3
2.3 Fungsi dan Tugas 3
2.4 Struktur Organisasi 4
2.5 Sumber Daya Manusia 4
2.6 Kegiatan Laboratorium 4
2.6.1 Laboratorium Pengujian Kimia Mineral 4
2.6.2 Laboratorium Pengujian Kimia Lingkungan 5
2.6.3 Laboratorium Batubara 5
2.6.4 Laboratorium Pengujian Fisika Mineral 5
2.6.5 Laboratorium Pengolahan Mineral dan Teknologi Bahan 5
3 TINJAUAN PUSTAKA 6
3.1 Pasir Besi 6
3.2 Bijih besi 6
3.3 Analisis Gravimetri 7
3.4 Oksidireduktometri 7
3.5 Spektrofotometri Sinar Tampak 8
4 METODE 9
4.1 Alat dan Bahan 9
4.2 Metode Analisis 9
4.2.1 Preparasi Sampel 9
4.2.2 Pelarutan Sampel dengan Aqua Regia dan Asam Sulfat (1:1)
dan Aqua Regia 10
4.2.3 Pelarutan Sampel dengan HCl-HClO4-HNO3 10
4.2.4 Penentuan Kadar SiO2 Total secara Gravimetri 10
4.2.5 Penentuan S Total Pasir Besi secara Gravimetri 10
4.2.6 Penetuan Kadar TiO2 secara Spektrofotometri 11
4.2.7 Penetuan Kadar P secara Spektrofotometri 11
4.2.8 Penentuan Fe Total secara Volumetri 11
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
5.1 Preparasi Sampel 12
5.2 Pelarutan Sampel 13
5.3 Penentuan Kadar SiO2 13
5.4 Penentuan Kadar S Total 14
5.5 Penentuan Kadar TiO2 15
5.6 Penetuan Kadar Fosfor 16
5.7 Penentuan Kadar Besi Total 17
6 SIMPULAN DAN SARAN 18
6.1 Simpulan 18
6.2 Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 21
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia pasir besi 6
2 Cadangan bijih besi di Indonesia 7
3 Komposisi Kimia Pasir Besi 15
4 Komposisi Kimia Bijih Besi 16
5 Kandungan Fe dan Klasifikasi Komersil Mineral Bijih Besi 17
6 Klasifikasi Kimia Jenis Pasir Besi 18
DAFTAR GAMBAR
1 Skema Peralatan Spektrofotometer Single Beam 8
2 Kurva Standar PO43- 26
3 Kurva Standar TiO2 Bijih Besi 27
4 Kurva standar TiO2 pasir besi 28
DAFTAR LAMPIRAN
1 Struktur Organisasi PUSLITBANG tekMIRA 21
2 PenetuanKadar SiO2 Total pada Bijih Besi secara Gravimetri 23
3 Penetuan Kadar SiO2 Total pada Pasir Besi secara Gravimetri 23
4 Penetuan Fe Total Bijih Besi dengan K2Cr2O7 0.05 M 24
5 Penetuan Fe Total Pasir Besi dengan K2Cr2O7 0.05 M 24
6 Penetuan Kadar Sulfur Total secara Gravimetri 25
7 Penetuan Kadar Sulfur Total secara Gravimetri 25
8 Penentuan Kadar Posfat Pasir Besi secara Spektrofotometri 26
9 Deret Standar TiO2 Bijih Besi secara Spektrofotometri 26
10 Penentuan Kadar TiO2 Bijih Besi secara Spektrofotometri 27
11 Deret Standar TiO2 Pasir Besi Secara Spektrofotometri 27
12 Penentuan Kadar TiO2 Pasir Besi Secara Spektrofotometri 28
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produktivitas dari alam mempunyai banyak ragam, salah satunya adalah bahan mineral. Bahan mineral memiliki sifat dan karakter tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kehidupannya. Salah satu contoh dari bahan mineral adalah pasir besi dan bijih besi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan besi baja. Rekayasa prasarana dan sarana sistem industri umumnya, industri baja khususnya sangat diperlukan sehingga memungkinkan sinergi antar pelaku industri baja dari hulu hingga hilir dan peningkatan nilai tambah sehingga mempunyai daya saing tinggi dan mampu mendukung industri-industri andalan pada masa depan. Peran serta industri besi baja dalam pembangunan nasional, hampir semua sektor kegiatan seperti industri konstruksi (Ishlah 2005).
Mengingat kebutuhan besi baja di masa depan akan sangat tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, maka upaya pengembangan industri besi baja dalam negeri mutlak diperlukan dan harus menjadi perioritas dalam pembangunan nasional. Pengembangan industri besi baja nasional itu tentunya harus didukung oleh ketersediaan bahan baku dalam negeri yang cukup sehingga tidak tergantung kepada bahan baku impor sebagaimana yang terjadi saat ini. Untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi ketergantungan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya pemanfaatan bahan baku lokal semaksimal mungkin, karena pada industri baja biaya bahan baku merupakan komponen terbesar dari struktur biaya produksi. Kenaikan harga bahan baku baja di pasar internasional memicu pemerintah dan para Kuasa Pertambangan (KP) untuk mulai memanfaatkan bahan baku lokal (Hidayat 2009).
Besarnya kadar Fe yang terkandung pada bijih besi dan pasir besi sangat berpengaruh terhadap kualitas besi baja yang dihasilkan, sehingga perlu diketahui kadarnya. Pasir besi mengandung mineral besi utama yaitu titanomagnetit dengan sedikit hematit yang disertai dengan mineral pengotor yang memiliki unsur dominan alumunium, silikat dan vanadium. Unsur-unsur ini biasa disertifikat dengan Al2O3, SiO2 dan V2O5. Pengotor lainnya yang biasa terdapat dalam pasir besi ialah fosfor dan sulfur. Sedangkan bijih besi mengandung pengotor seperti Ni, Cr, dan Ti dengan mineral utamanya adalah besi (Muta'alim 1994). Pengotor-pengotor yang terkandung di dalam mineral ini harus diketahui kadarnya dengan metode tertentu. Teknik penentuan komposisi mineral pada bijih besi dan pasir besi dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri, gravimetri dan titrimetri. Perkembangan metode analisis saat ini dibutuhkan metode yang mudah, cepat, akurat dan bahan yang digunakan sedikit.
1.2 Tujuan
Menentukan komposisi mineral pada bijih besi dan pasir besi meliputi Fe total, fosfor, silikat, sulfur, dan titan yang akan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan besi baja.
1.3 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang dilakukan mulai tanggal 4 Februari 2013 sampai dengan tanggal 5 April 2013 yang dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, yang beralamat di Jln. Jendral Sudirman No. 623, Bandung - 40211.
2 KEADAAN UMUM PUSLITBANG tekMIRA
2.1 Sejarah Perusahaan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan BatuBara, disingkat PUSLITBANG tekMIRA, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.548 Tahun 1976, tanggal 11 November 1976 Pusat Pengembangan Teknologi Mineral Bandung diresmikan, yang merupakan gabungan atas Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP) dengan Balai Penelitian Tambang dan Bahan Galian (BPTBG) yang telah berjalan sejak tahun 1960.
Bergabungnya kedua balai ini menjadi Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) diresmikan pada tanggal 11 November 1976 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.548 tahun 1976. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1092 tahun 1984 yang merupakan penyempurnaan atas Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 132 tahun 1979, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral adalah unit pelaksana teknis di bidang pengembangan teknologi mineral di lingkungan Departemen Pertambangan dan Energi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pertambangan Umum. Selanjutnya, pada Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.1748 tahun 1992, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) dipecah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) dan Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan (PPTP) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.1748 tahun 1992.
Pada tahun 2000 terjadi perubahan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, menyusul era reformasi yang diikuti oleh demokratisasi di berbagai bidang dan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Melalui Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 1999 dan Keputusan Presiden Nomor 165 tahun 2000, Departemen Pertambangan dan Energi (DPE) secara resmi berganti nama menjadi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM). Atas dasar Kepres tersebut, selanjutnya dikeluarkan SK Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 150 tahun 2000 yang keduanya mengatur tentang organisasi di lingkungan DESDM. Restrukturisasi yang terus berlanjut, antara lain menghasilkan rektualisasi visi dan misi DESDM, pembentukan Badan Litbang ESDM berikut visi dan misinya, serta pergantian nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara (PUSLITBANG tekMIRA) yang kini berada di bawah Badan Litbang ESDM.
2.2 Visi dan Misi
Visi PUSLITBANG tekMIRA menjadi pusat litbang terdepan, unggul dan terpercaya dalam pemanfaatan mineral dan batubara. Adapun misi yang dilakukan untuk mencapai visi tersebut antara lain melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan rancang bangun dibidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan mineral dan barubara yang efektif, efisien dan berwawasan lingkungan. Melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan rancang bangun dibidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan mineral dan batubara yang sesuai dengan kaidah good mining practices. Melaksanakan pengkajian tekno ekonomi dan kebijakan mineral dan batubara terkini. Melaksanakan pengolahan keuangan, sumber daya manusia, sarana prasarana program, kerjasama, dan system informasi yang sesuai dengan kaidah kepemerintahan atau kelembagaan yang baik (good governance).
2.3 Fungsi dan Tugas
Tugas pokok PUSLITBANG tekMIRA ialah melaksanakan penelitian dan pengembangan dengan fungsi perumusan rencana strategis dan program penelitian dan pengembangan teknologi mineral, batubara dan air tanah. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi mineral, batubara dan air tanah. Pemberian pelayanan penelitian dan pengembangan teknologi mineral, batubara dan air tanah. Pengolahan dan pengembangan sarana dan prasarana penelitian, laboratorium, informasi, dan dokumentasi, pengembangan sistem informasi, serta penyebarluasan hasil penelitian dan pengembangan teknologi mineral, batubara dan air tanah. Pelaksanaan pengembangan kerjasama kemitraan, penanganan masalah hukum dan hak atas kejayaan intelektual, perumusan kebijakan mutu bidang penelitian dan pengembangan teknologi mineral, batubara dan air tanah. Evaluasi pelakasanaan penelitian dan pengembangan teknologi mineral, batubara dan ait tanah serta pengelolaan ketata-usahaan, rumah tangga, keuangan dan kepegawaian.
Fungsi PUSLITBANG tekMIRA antara lain melakukan penelitian dan pengembangan teknologi tambang terbuka, tambang dalam, geomekanika tambang, keselamatan kerja dan reklamasi tambang, serta melakukan pelayanan jasa teknologi penambangan, pengujian kimia, dan fisika mineral, penelitian dan pengembangan pengolahan mineral industri, mineral logam, teknologi pengolahan atau ekstraksi mineral, dan pengujian kimia dan fisika gambut, penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan konservasi terhadap batubara dan gambut.
2.4 Struktur Organisasi
PUSLITBANG tekMIRA memiliki empat kelompok fungsional kelitbangan yang tergabung kedalam kelompok Pelaksanaan Penelitian dan pengembangan Teknologi yaitu: Kelompok Litbang Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral. Kelompok Litbang Pengolahan dan Pemanfaaatan Batubara, Kelompok Penerapan Teknologi Penambangan Mineral dan Barubara, Kelompok Kajian Kebijakan Pertambangan Mineral dan Batubara serta bagian Tata Usaha, bidang Program, Bidang Penyelenggaraan dan Sarana Penelitian dan Pengembangan, serta Bidang Afiliasi dan informasi. Stuktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.5 Sumber Daya Manusia
Jumlah karyawan PUSLITBANG tekMIRA sampai dengan bulan Desember 2010 tercatat 348 orang terdiri atas 232 orang dengan berbagai keahlian yang berkecimpung dalam kelitbangan dan 106 orang tenaga administratif.
2.6 Kegiatan Laboratorium
PUSLITBANG tekMIRA melayani jasa pengujian dan penelitian. Laboratorium pengujian terdiri dari Laboratorium Kimia Mineral dan Lingkungan, Laboratorium Fisika Mineral, Laboratorium Batubara dan Geomekanika, sedangkan Laboratorium Penelitian terdiri atas Laboratorium Pengolahan mineral. Laboratorium Piro/Hidro/Elektrometalurgi, Laboratorium Bioteknologi, Laboratorium Teknologi Bahan, Laboratorium Batubara, Laboratorium GIS dan Remote Sensin, Laboratorium Penelitian Lingkungan Pertambangan, Laboratorium Penelitian Swabakar batubara, Laboratorium Desain dan Permodelan Penambangan, dan Laboratorium Otomatisasi Peralatan Eksplorasi dan Penambangan.
2.6.1 Laboratorium Pengujian Kimia Mineral
Laboratorium pengujian kimia mineral melakukan analisis komposisi kimia bahan baku maupun hasil pengolahan atau produk berbagai mineral dan bahan galian. Hasil analisis tersebut berguna untuk menunjang kegiatan penelitian, kegiatan eksplorasi dan kegiatan bahan tambang, bahkan sampai kegiatan pemasaran. Analisis yang dilakukan meliputi pengujian mineral lempung (kaolin, zeolit, bentonit, bola lempung, feldspar, tufa, tras, perlit, mika, diatome, toseki, dan batu apung). Batuan atau bijih sulfida (emas, perak, galena, pirit, kalkopirit, spalerit, dan antimon), kapur (batu gamping, kalsit, dolomite, kapur tohor, dan marmer), batuan fosfat, pasir kuarsa, pasir zirkon, bijih bauksit, bijih besi, bijih mangan, barit, barium karbonat, batuan bijih timah dan bismuth. Fasilitas peralatan yang tersedia dilaboratorium ini diantaranya spektrofotometer UV-Vis CARY 50 Conc, AAS SpektrAA 220FS lengkap dengan VGA dan GTA, Auto Titrator, Peralatan Fire Assay, Microwave Digeter, Muffle Furnace, Drying Oven dan lain sebagainya.
2.6.2 Laboratorium Pengujian Kimia Lingkungan
Laboratorium kimia lingkungan digunakan untuk melakukan analisis dampak lingkungan. Analisis yang dilakukan meliputi pengujian air, tanah, udara, debu, dan suara. Khusus analisis limbah dan air permukaan yang telah terakreditasi adalah parameter Fe, Zn, Cu, Pb, Cr, COD, PH, DHL dan TTS serta pengujian kesuburan tanah dengan parameter PH (H2O dan KCL), C organik, P dan O (HCl 25% dan asam sitrat 2%), kation yang diperlukan (Na, Ca, Mg) dan kapasitas tukar kation. Laboratorium kimia lingkungan meliputi kemampuan untuk pengujian kualitas air atau limbah, kesuburan tanah, dan udara. Selain itu, laboratorium ini juga melakukan uji toksisitas limbah pertambangan seperti TCLP (toxicity characteristic leacing procedur).
2.6.3 Laboratorium Batubara
Laboratorium batubara menyiapkan layangan teknologi karakterisasi batubara melalui analisis proksimat (air lembab, zat terbang, dan kadar abu), analisis ultimat (C, H, N, Cl, dan O), pengujian nilai kalor, titik leleh abu, dan analisis komposisi batubara (SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, K2O, Na2O, TiO2, MnO2,dan LOI). Fasilitas peralatan yang digunakan ialah minimum Free space oven, Spektroskopi Serapan Atom (SSA), spektrofotometri UV-VIS, kromatografi gas, Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) dan lain-lain.
2.6.4 Laboratorium Pengujian Fisika Mineral
Laboratorium pengujian fisika mineral menyiapkan teknologi analisis komposisi mineral yang meliputi uji mikroskopi, difraksi sinar-x (XRD), serta melakukan pengujian sifat-sifat fisika mineral lainnya seperti distribusi ukuran butir, daya serap air atau minyak, dan kapasitas tukar kation. Pengujian yang dilakukan yaitu identifikasi mineral dengan XRD untuk mengetahui jenis-jenis mineral yang terkandung dalam contoh batuan. Fasilitas peralatan yang digunakan ialah X-Ray Difraction , SEM, dan lain sebagainya.
2.6.5 Laboratorium Pengolahan Mineral dan Teknologi Bahan
Laboratorium pengolahan mineral melakukan pengujian dan penelitian pengolahan mineral. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemisahan jenis, floatasi, pemisahan elektrostatik, pemisahan magnetit, sedimentasi, metalurgi pelarutan, metalurgi fisik, dan metalurgi panas. Sementara itu, laboratorium teknologi melakukan pengujian teknologi bahan yang meliputi bahan-bahan paduan logam, keramik, dan bahan-bahan lainnya serta penyusun standardisasi metode pengujian bahan-bahan tersebut.
3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pasir Besi
Pasir besi merupakan salah satu bahan baku dasar dalam industri besi baja dimana keterdapatannya di Indonesia banyak dijumpai di daerah pesisir seperti di pesisir Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Nusa tenggara. Salah satu indikasi adanya pasir besi tersebut yaitu tetdapat di daerah pantai selatan Ende, Nusa Tenggara Timur. Pasir besi mengandung unsur besi, vanadium, dan titan oksida yang cukup tinggi (Wicaksono et al. 2011). Adapun nilai mineral tersebut sangat bergantung pada kandungan besi didalamnya (Yudhi 2006). Pasir besi terbentuk dari hasil pelapukan dan biasanya diendapkan dalam bentuk pasir. Pembentukan pasir besi merupakan produk dari proses kimia dan fisika dari batuan berkomposisi menengah hingga basa atau dari batuan bersifat andesitik hingga basaltik (Bambang dan Widi 2006). Endapan pasir besi memiliki mineral-mineral seperti magnetit, hematit dan maghemit. Mineral tersebut mempunyai potensi untuk dikembangan sebagai bahan industri (Yulianto et al. 2002). Wicaksono et al. (2011) komposisi kimia pasir besi ditunjukan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia pasir besi
Komponen
Kadar (%)
Al
2.00
Si
5.91
P
0.21
K
0.37
Ca
2.18
Ti
2.26
Cr
0.01
Mn
0.57
Fe
69.07
Bi
12.00
3.2 Bijih besi
Mineral merupakan bahan-bahan anorganik alam yang ditemukan dalam kerak bumi sedangkan mineral yang digunakan sebagai sumber untuk produksi bahan-bahan secara komersial disebut bijih besi (Keenan et al. 1992). Menurut Aziz et al. (2006) cadangan bijih besi di Indonesia ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2 Cadangan bijih besi di Indonesia
Jenis senyawa
Cadangan bijih besi (ton)
Komposisi (%)
Fe
Fe2O3
P2O5
TiO2
Pasir besi
127869.957
50-60
71-86
-
6-22
Batu pasir besi
20172.105
21-70
30-100
-
1-10
Non lateristik
1051.000
30-60
43-86
20
-
lateristik
980455.100
49-68
70-97
0.9
0.2-0.6
metasoatik
27428.42
50-69
71-98
-
0.01
Bijih besi biasanya kaya besi oksida dan mempunyai warna yang bervariasi mulai dari abu-abu gelap, kuning terang, ungu, dan berkarat merah. Besi itu sendiri biasanya ditemukan dalam bentuk magnetit (Fe3O4), bijih besi (Fe2O3), goethite, limonit (FeO(OH)), dan siderit (FeCO3). Bijih besi dapat berupa karang yang keras sekali, butiran kecil, dan tanah yang gembur dengan warna yang beragam dari hitam hingga merah bata. Besi adalah suatu logam yang sangat kuat dan keras. Namun, kekerasannya tidak melebihi nikel dan kobalt sehingga perlu diberi zat aditif atau dibentuk paduan logam dengan nikel, kobalt, atau logam lain (Meyer 1980). Bijih besi dari tambang biasanya masih bercampur dengan pasir, tanah liat, dan batu-batuan dalam bongkah-bongkahan yang tidak sama besar (Hismawadi 2010).
3.3 Analisis Gravimetri
Analisis gravimetri merupakan bagian dari analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan atau analit yang dianalisis terhadap pereaksi tertentu (Widodo dan Ariadi 2010). Berat unsur dihitung berdasarkan rumus senyawa, berat atau unsur-unsur yang menyusunnya. Pemisahan senyawa yang terkandung dilakukan dengan beberapa cara seperti metode pengendapan, metode penguapan, metode elektrolisis, atau berbagai metode analisis lainnya. Syarat umum dalam gravimetri pengendapan adalah kelarutan zat yang akan dijadikan endapan harus kecil, sehingga zat tersebut mudah mengendap secara kuantitatif. Endapan harus mudah untuk dipisahkan dengan cara penyaringan, komponen yang diinginkan harus dapat diubah menjadi senyawa murni dengan susunan kimia yang tepat. Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor koreksi dapat digunakan (Khopkar 1983).
3.4 Oksidireduktometri
Oksidireduktometri merupakan suatu metode kuantitatif berdasarkan pada prinsip perpindahan elektron. Reaksi melibatkan unsur yang mengalami perubahan tingkat oksidasi. Oksidasi ialah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh atom, molekul, atau ion, sedangkan reduksi merupakan perolehan elektron (Day & Underwood 2002). Kalium dikromat merupakan salah satu bagian dari sistem redoks selain Ce (IV) sulfat, kalium permanganat, kalium brommat dan kalium iodat. Zat ini memiliki keterbatasan dibandingkan KMnO4 atau Ce (IV) sulfat yaitu kekuatan oksidasinya lebih lemah dan reaksinya lambat. K2Cr2O7 besifat stabil dan stabil terhadap HCl (Khopkar 1983). Keuntungan utamanya adalah ketersediaan sebagai standar primer dan stabilitas jangka panjang (Harvey 2000) dan sebagai oksidator dengan daya pengoksidasi yang relatif kuat. Titrasi dengan K2Cr2O7 sebagai titran digunakan indikator-indikator yang berubah warna bukan karena pH yang berubah, akan tetapi karena daya oksidasi larutan yang meningkat. Indikator yang digunakan harus zat yang dapat dioksidasi atau direduksi (Harjadi 1986).
3.5 Spektrofotometri Sinar Tampak
Spektrofotometri merupakan suatu alat yang dapat mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Pada analisa kuantitatif dengan menggunakan metode spektroskopi sinar tampak, dari spektrum absorpsi dapat diketahui panjang gelombang dengan absorbansi maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan mudah dapat dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan absorbansi maksimum. Skema alat spektrofotometer sinar tampak ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1 Skema Peralatan Spektrofotometer Sinar Tampak (Harvey 2000)
Prinsip kerja spektrofotometer ialah berdasarkan hukum Lambert Beer. Bila cahaya monokromatik melalui suatu media, maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantukan dan sebagian lagi dipancarkan. Radiasi yang diserap sebanding dengan konsentrasi, yang artinya semakin besar konsentrasi maka absorban akan semakin besar. Spektrofotometer berdasarkan sistem optiknya terbagi menjadi dua spektrofotometer single beam dan double beam. Pada spektrofotometer single beam, pengukuran blanko dan sampel tidak dapat dilakukan dalam waktu bersamaan. Sedangkan pada spektrofotometer double beam sinar dari sumber cahaya akan dibagi menjadi dua berkas oleh cermin yang pada bagian dalam spektrofotometer. Berkas pertama akan melewati kuvet berisi blanko, sementara berkas kedua akan melewati kuvet berisi sampel. Blanko dan sampel akan diperiksa secara bersamaan. Adanya blanko, berguna untuk menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase dari sumber cahaya (Harvey 2000).
Syarat senyawa yang dapat dianalisis dengan menggunakan teknik sinar tampak ini adalah senyawa tersebut harus berwarna, jernih dan stabil untuk jangka waktu yang cukup lama. Selain itu ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan yang mengikuti hukum Lambert-Beer yaitu, konsentrasi, larutan yang dianalisis harus encer. Pada konsentrasi tinggi jarak rata-rata di antara zat pengabsorbsi menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan. Syarat kimia, zat pengabsorbsi tidak boleh terdisosiasi atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan suatu produk yang berbeda dari zat yang dianalisis. Syarat cahaya, hukum Lambert-Beer berlaku untuk cahaya yang benar-benar monokromatik (cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang). Syarat kejernihan, larutan yang dianalisis harus jernih karena kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid akan dihamburkan oleh partikel-partikel koloid akibatnya kekuatan cahaya yang diabsorbsi berkurang dari yang seharusnya (Khopkar 1983).
4 METODE
4.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan ialah alat-alat gelas, lemari asam kotteraman, cawan platina, cawan porselen, gegep besi , hot plate (Thermo 2000), neraca analitik, neraca teknis, bulp flame maker, kasa, kaki tiga, spektrofotometer Uv-Vis CARY 50 Conc, kuvet, tanur, desikator dan oven.
Bahan-bahan yang digunakan ialah HCl p.a (38% b/b), HNO3 p.a (65% b/b), HF p.a (40% b/b), K2S2O7, H2SO4 (1:1), KClO3, NH4OH (1:1), indikator merah metil, BaCl2 10%, HgCl2 5%, SnCl2 5%, asam campur (H2SO4 dan H3PO4), ammonium vanadat 0.25%, ammonium molibdat 5%, H3PO4 p.a , H2O2 3%, HClO4, K2Cr2O7 0.0500M, indikator natrium difenioaminasulfonat 0.30% dan kertas saring Whatman No. 40, kertas saring Whatman No. 42.
4.2 Metode Analisis
Metode analisis dilakukan dengan tahap preparasi dan pelarutan sampel dengan asam untuk analsisis kadar SiO2, Fe Total, P, TiO2 dan S total.
4.2.1 Preparasi Sampel
Preparasi diperlukan sebelum dilakukan analisis komposisi pada bijih besi , pasir besi, dan mineral lainnya. Tahap preparasi dapat dilihat pada lampiran 2.
4.2.2 Pelarutan Sampel dengan Aqua Regia dan Asam Sulfat (1:1) dan Aqua Regia
Sampel bijih besi sebanyak 2 g dimasukan ke dalam gelas piala 500 mL, kemudian sampel dibasahkan dengan akuades. Sampel kemudian dilarutkan dengan 5 mL H2SO4 (1:1) dan 20 mL aqua regia (3:1). Sampel dipanaskan sampai benar-benar kering. Setelah itu ditambahkan 10 mL HCl pekat. Gelas piala di tutup dan sampel dipanaskan sampai mengental. Sampel kemudian diencerkan dengan akuades kira-kira 50 mL. Larutan sampel dipanaskan kembali selama 30 menit. Larutan di saring dengan kertas saring Whatman No. 42 ke dalam labu takar 250 mL sebagai larutan induk. Endapan hasil penyaringan digunakan untuk penetuan SiO2. pelarutan untuk pasir besi digunakan campuran asam aqua regia dan Asam Sulfat (1:1).
4.2.3 Pelarutan Sampel dengan HCl-HClO4-HNO3
Sampel pasir besi dan bijih besi sebanyak 2 g ditimbang dan dimasukan ke dalam gelas piala teflon kemudian dibasahkan dengan akuades. Sampel dilarutkan dengan 5 mL HNO3, 10 mL HF dan dipanaskan sampai benar-benar kering. Setelah kering sampel dilarutkan kembali dengan 5 mL HNO3 dan 2,5 mL HClO4 dan dipanaskan lagi mengental. Sampel dilarutkan kembali dengan 5 mL HNO3 dan dipanaskan selama 15 menit, kemudian diencerkan dengan 50 mL akuades. Larutan disaring kedalam labu takar 100 mL dan ditera dengan akuades.
4.2.4 Penentuan Kadar SiO2 Total secara Gravimetri
Endapan pada hasil pelarutan dengan aqua regia dan asam sulfat dibilas dengan akuades panas kemudian dimasukan ke dalam cawan platina, diarangkan dan dipijarkan didalam tanur selama 1 jam. Endapan kemudian didinginkan di dalam desikator, ditimbang dan diperoleh bobot sebagai A gram. Sisa pemijaran di larutkan kembali dengan 3 mL HF sebanyak 3 kali dan diuapkan sampai kering. Endapan dipijarkan di dalam tanur selama 15 menit, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sebagai B gram. Sisa HF di lebur dengan K2S2O7 dan dilarutkan kembali dengan akuades dan HCl encer. Larutan tersebut dimasukan ke dalam labu induk. Larutan induk kemudian ditera dengan akuades. Perhitungan kadar SiO2 ialah sebagai berikut:
%[SiO2]=A-BWX 100 %
Keterangan:
A = Bobot cawan dan endapan sebelum penambahan HF (gram)
B = Bobot cawan dan endapan setelah penambahan HF (gram)
W = Bobot sampel awal (gram)
4.2.5 Penentuan S Total Pasir Besi secara Gravimetri
Sebanyak 1 g sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam gelas piala 500 mL yang berisi 5 gram KClO4. Sampel kemudian dilarutkan dengan HNO3 (1:1) dan 3 tetes HF. Sampel dipanaskan sampai benar-benar kering dan ditutup dengan kaca arloji. Setelah kering, sampel dilarutkan kembali dengan 10 mL HCl pekat dan dipanaskan kembali sampai buihnya hilang. Larutan kemudian diencerkan dengan akuades dan dipanaskan kembali selam 30 menit. Larutan diendapkan dengan NH4OH dan dipanaskan selam 15 menit. Larutan disaring dan dicuci dengan akuades panas. Filtrat kemudian ditambahan 3 tetes indikator merah metil sampai berwarna kuning dan kemudian ditambahkan HCl sampai asam (terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah). Larutan diencerkan sampai volume 200 mL. Larutan kemudian dipanaskan dan ditambahkan 10 mL sampai 15 mL BaCl2 10%. Larutan didiamkan semalam dan dilihat apakah terbentuk endapan. Jika terbentuk endapan dapat ditentukan secara gravimetri.
Larutan yang terdapat endapan disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dan diarangkan dengan cawan porselen yang telah diketahui bobotnya sebagai A gram. Kertas saring pada cawan porselen diabukan di dalam tanur selama 1 jam. Hasil pengabuan kemudian didinginkan dan ditimbang sebagai B gram. Kadar S total dihitung sebagai BaSO4 dan S Total dapat diketahui dengan faktor kimia sebagai berikut :
% [BaSO4] = B-AW X 100 %
% S Total=Ar SMr BaSO4 x BaSO4
Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot cawan dan abu (gram)
W = Bobot sampel (gram)
4.2.6 Penetuan Kadar TiO2 secara Spektrofotometri
Sebanyak 10 mL larutan hasil pelarutan asam dipipet ke dalam labu takar 25 mL (pengenceran 2.5 kali). Kemudian ditambahkan 1.5 mL H2SO4 (1:1), 2.5 mL H3PO4 dan 2.5 mL H2O2 3%. Larutan ditera dengan akuades, larutan diinkubasi selama 15 menit dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400 nm.
4.2.7 Penetuan Kadar P secara Spektrofotometri
Sebanyak 10 mL larutan hasil pelarutan asam dipipet ke dalam labu takar 25 mL (pengenceran 2.5 kali). Kemudian larutan diasamkan dengan HNO3 dan ditambahkan 2.5 mL ammonium vanadat 0.25% dan 2.5 mL amonium molibdat 5% dan ditera akuades. Larutan kemudian diingkubasi selama 15 menit dan diukur serapannya pada panjang gelombang 460 nm.
4.2.8 Penentuan Fe Total secara Volumetri
Sebanyak 50 mL larutan hasil pelarutan asam dipipet ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 5 mL HCl pekat dan dipanaskan. Larutan ditambahkan SnCl2 sampai larutan menjadi tidak berwarna. Larutan didinginkan dan ditambahkan 5 mL HgCl2 dan 5 mL asam campur (H2SO4 dan H3PO4). Larutan ditambahkan indikator natrium difenilaminosulfonat dan dititrasi dengan K2Cr2O7 0.0500 M sampai terjadi perubahan warna menjadi violet. Perhitungan kadar Fe Total ialah sebagai berikut:
% Fe Total=V x Mx FPx Ar Femg Contoh x 100%
Keterangan:
V = Volume K2Cr2O7 (mL)
M = Molaritas K2Cr2O7
Fp = Faktor pengenceran
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu bahan tambang yang banyak terdapat di bumi dan sampai saat ini telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai keperluan adalah besi yang biasa terkandung pada pasir besi dan bijih besi. Penentuan kandungan atau unsur yang terdapat pada mineral dianalisis dengan analisis basah yaitu dengan melarutkan reagen tertentu pada kondisi tertentu pula. Komposisi kimia bijih besi dan pasir besi biasanya ditulis dalam bentuk oksida. Jadi penulisan senyawa oksida yang terdapat pada sertifikat hasil uji komposisi kimia sampel bijih besi dan pasir besi merupakan konversi dari unsur-unsurnya. Pengujian dilakukan terhadap beberapa unsur meliputi Fe sebagai unsur utama, SiO2, S total, TiO2, dan P sebagai elemen-elemen pengotor yang harus diketahui untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pengolahan. Proses penentuan komposisi kimia pada pasir besi dan bijih besi diperlukan tahap preparasi, pelarutan sampel dan analisis kadar.
5.1 Preparasi Sampel
Proses preparasi sampel merupakan proses yang paling penting dalam analisis dan sangat berpengaruh terhadap hasil. Proses preparasi bijih besi dan pasir besi dilakukan dengan beberapa proses yaitu pengeringan, peremukan, sampling dan penggerusan. Sampel pasir besi dan bijih besi yang akan dianalisis awalnya berbentuk bongkahan dan dilakukan pengeringan pada suhu 50oC selama 2 hari. Setelah bongkahan sampel kering selanjutnya dilakukan peremukan (Crushing). Peremukan adalah proses merubah ukuran contoh yang relatif masih kasar, besar atau dalam bentuk bongkahan, menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus. Peremukan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap peremukan bongkahan menjadi partikel yang lebih kecil, biasanya berukuran ± 5 cm dan tahap penghalusan partikel kecil menjadi ukuran ± 10 mesh. Peremukan dilakukan secara fisik dengan menggunakan alat. Alat yang digunakan adalah Jaw Crusher dan Roll Crusher. Jaw Crusher adalah alat yang mengubah bongkahan menjadi pertikel kecil, sedangkan Roll Crusher adalah alat yang mengubah partikel kecil menjadi halus. Setelah halus, barulah contoh dapat memasuki tahap selanjutnya. Proses berikutnya yaitu sampling. Proses sampling dilakukan dengan beberapa cara diantaranya cone dan quartening (perempatan), quoning, splitting, random, grab sampling dan hexa samling. Proses preparasi selanjutnya yaitu penggerusan (grinding). Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan material pada ukuran maksimum. Penggerusan pasir besi dan bijih besi dilakukan sampai berukuran 200 mesh.
5.2 Pelarutan Sampel
Pelarutan mineral bijih besi dan pasir besi dilakukan dengan berbagai pelarutan asam, seperti pelarutan dengan HCl-HNO3 (3:1), HF-HClO4-HNO3 dan HCl-HNO3 (3:1)-H2SO4 (1:1). Pelarutan dengan HCl-HNO3 (3:1) digunakan untuk melarutkan mineral yang dapat larut dalam asam biasa yang memerlukan oksidasi. Bijih besi dilarutkan dengan campuran asam HCl-HNO3, sedangkan pasir besi menggunakan campuran HCl-HNO3 (3:1)-H2SO4 (1:1). Hal ini disebabkan karena pasir besi memerlukan oksidator untuk bisa larut dalam asam. Oleh karena itu perlu ditambahkan H2SO4. Pelarutan dengan HF-HClO4-HNO3 digunakan untuk mineral yang sukar larut dalam asam biasa dan memerlukan oksidasi dan mineral yang banyak mengandung silikat. Asam florida berfungsi untuk merusak ikatan antara silika dengan senyawa lain yang terkandung di dalam sampel, seperti aluminium, oksida atau pun klorida, karena jika silika masih berikatan dengan seyawa-senyawa tersebut maka akan mengganggu pengukuran, baik itu pengukuran senyawa pengotor, ataupun pengukuran kadar silika. Pelarutan dengan campuran asam HCl-HNO3-H2SO4 digunakan untuk mineral lempung seperti pasir besi dan bijih besi.
Proses pelarutan dengan asam ini dapat melarutkan semua logam. Proses pelarutan dilakukan dengan pemanasan karena pada suhu yang sedikit tinggi ikatan Si-O-Al menjadi lemah. Setelah ikatan Si-O-Al lemah, dengan penambahan asam diharapkan Si dapat terpisah sehingga diperoleh endapan SiO2 dan larutan berwarna kuning (sebagai larutan induk) yang mengandung senyawa Al, Fe, Ti, Mn, Mg, P dan Ca yang terdapat di dalam mineral.
5.3 Penentuan Kadar SiO2
SiO2 yang dianalisis dipisahkan dengan cara penyaringan dan pemijaran. Sisa silika kemudian dilarutkan dengan HF sehingga berubah menjadi senyawa yang mudah menguap SiF4. Silika yang terlarut pada HF dipijarkan pada suhu 900oC sehingga diperoleh kadar SiO2. Reaksi yang terjadi ialah:
SiO2 + 6 HF H2 (SiF6) + 2H2O
H2(SiF6) SiF4 + 2HF (Svehla 1990).
Hasil peleburan silikat dengan HF kemudian dilebur dengan K2S2O7 dan dilarutkan dengan akuades dan HCl. Peleburan dengan K2S2O7 bertujuan membentuk logam-logam oksida yang diduga masih berikatan kuat pada silikat sehingga dapat dimasukkan kembali pada labu induk untuk dianalisis kandungan utama dan pengotor yang terkandung didalamnya. Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan kadar SiO2 pasir besi lebih tinggi dari pada SiO2 pada sampel bijih besi. Hal ini menunjukan bahwa bijih besi memiliki kualitas yang lebih baik digunakan sebagai bahan baku dibandingkan dengan pasir besi karena pada SiO2 pada mineral ini merupakan komponen pengotor. Semakin besar unsur SiO2 yang terkandung maka mineral ini semakin sukar ditempa.
5.4 Penentuan Kadar S Total
Penentuan kadar sulfur total yang dilakukan secara gravimetri. Penentuan kadar sulfur pada pasir besi disebabkan karena sulfur merupakan salah satu komponen non logam yang tidak diharapkan pada pembuatan besi baja. Penentuan kadar sulfur dilakukan dengan analisis gravimetri metode pengendapan. Dalam metode ini, analat direaksikan sehingga terbentuk suatu endapan dan endapan itulah yang ditimbang sebagai BaSO4. Endapan gravimetri yang disaring dengan kertas saring tidak dapat dipisahkan secara kuantitatif, karenanya harus dihilangkan dengan mengabukannya. Endapan itu biasanya berupa senyawa, dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi. Sulfur dapat diendapkan dengan menambah larutan BaCl2 ke dalam keadaan panas dan telah diasamkan dengan HCl.
Ba2+ + SO42- BaSO4
Pengendapan dilakukan dalam keadaan panas untuk memperbesar kelarutan BaSO4. Penambahan BaCl2 dilakukan secara berlebih agar pengendapan BaSO4 dapat berlangsung sempurna. Pengadukan pada saat penambahan BaCl2 juga dilakukan secara perlahan-lahan dan teratur yang bertujuan untuk membentuk partikel endapan yang besar sehingga mempermudah proses filtrasi.
Analisis sulfur total dilakukan dalam suasana asam untuk memperbesar kelarutan BaSO4 . Jika dilakukan dalam suasana basa atau netral CO2 diudara akan larut dan Ba2+ akan membentuk BaCO3 yang saat dipijarkan akan membentuk BaO yang akan menambah berat endapan BaSO4. Sebelum diarangkan, diabukan dan dipijarkan endapan harus dicuci terlebih dahulu dengan akuades panas sampai endapan bebas ion klorida. Ion klorida yang berasal dari penambahan asam tidak akan mempengaruhi bobot karena akan menguap saat pemijaran, sedangkan ion klorida yang berasal dari pereaksi (BaCl2) akan tersisa saat pengeringan akan mengkristal lagi menjadi BaCl2 yang akan menambah bobot sulfur yang diperoleh. Pemanasan dilakukan pada temperatur yang cukup rendah secara perlahan-lahan ubtuk menghindari terjadinya penguraian BaSO4. Hal ini tidak diharapkan. Selain itu, dengan adanya karbon dari kertas saring pada temperatur rendah dapat terjadi reduksi sebagian BaSO4 seperti di bawah ini:
BaSO4 + 4C BaS + 4 CO2 (Harjadi 1986).
Setelah endapan dikeringkan (dipijarkan), tahapan selanjutnya yaitu mendinginkan endapan agar suhunya menyamai suhu neraca sebelum ditimbang. Perbedaan suhu yang terlalu besar dapat menyebabkan kerusakan neraca, bahkan dapat pula menyebabkan penimbangan menjadi tidak teliti akibat adanya arus konveksi udara. Pendinginan ini harus dilakukan di dalam eksikator yang berisi bahan pengering yang masih aktif. Pendinginan di udara terbuka menyebabkan terjadinya penyerapan uap air oleh endapan dan cawan yang sangat kering itu, sehingga hal ini akan berpengaruh pada berat endapan tersebut. (Harjadi 1986). Berdasarkan hasil analisis hanya sebagian sampel yang mengandung sulfur dengan kadar yang kecil (Tabel 3). Kecil nya kadar sulfur yang terdapat pada sampel menunjukan adanya kemungkinan tingginya kadar Fe tetapi hal ini juga sangat tergantung pada kandungan unsur penyusun lainnya. Unsur S dapat menaikkan kekuatan baja, tetapi jika kadar terlalu tinggi dapat meningkatkan kemungkinan retak.
Tabel 3 Komposisi Kimia Pasir Besi
No sampel
Komposisi kimia (%)
Fe
TiO2
S Total
P
SiO2
1054
18.90
2.73
0
0.08
36.65
1055
39.90
5.45
0
0.17
24.30
1056
33.60
5.13
0
0.10
23.85
1057
39.90
6.34
0
0.13
18.75
1058
53.20
8.74
0.03
0.01
6.25
1059
55.30
9.30
0.04
0.02
6.40
1060
45.50
6.37
0.07
0.09
15.80
1061
42.70
4.73
0.09
0.20
19.85
5.5 Penentuan Kadar TiO2
Unsur logam yang terikat dalam mineral bijih besi dan pasir besi ialah titan. Adanya kandungan unsur titan dalam kedua mineral ini dapat membatasi kandungan maksimum dari unsur besi. Penentuan kadar TiO2 dilakukan menggunakan metode spektrofotometer. Larutan sampel dioksidasi oleh H2O2 yang akan membentuk senyawa kompleks berwarna kuning yaitu peroksodisulfatotitanat (IV) yang dapat diukur serapannya pada panjang gelombang 400 nm (Amelia et al. 1998). Adanya unsur Fe3+ pada sampel yang menggangu pengukuran karena Fe dengan HCl akan membentuk FeCl3 yang berwarna kuning. Untuk menghilang FeCl3 perlu ditambahkan H2SO4 dan H3PO4. H3PO4 berfungsi mengkompleks Fe3+ menjadi yang tidak berwarna sedangkan H2SO4 berfungsi mengilangkan Cl-. Reaksi yang terjadi ialah:
Fe3+ + Cl- FeCl3 kuning
2 FeCl3 + 3 H2SO4 Fe2(SO4)3 + 6 HCl
Fe3+ + H3PO4 FePO4 tidak berwarna + 3 H+
Ti2+ + 2 H2O2 + 2 SO4 [TiO2(SO4)2]2- kuning + 2 H2O (Svehla1990).
Kadar TiO2 yang diperoleh menunjukan bahwa pasir besi mengandung kadar TiO2 yang lebih besar dibandingkan dengan kadar TiO2 pada bijih besi (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena proses terbentuknya bahan galian sangatlah kompleks. Meskipun dari satu jenis bahan galian logam, apabila terbentuk oleh proses yang berbeda-beda, maka akan menghasilkan tipe endapan yang berbeda pula (Hismawadi 2010). Keberadaan TiO2 dan pengotor lain yang terkandung didalam mineral bijih besi dan pasir besi dapat berpengaruh terhadap spesifikasi produk besi baja sehingga pengotor-pengotor yang ada harus dipisahkan terlebih dahulu (Muta'alim 1994).
5.6 Penetuan Kadar Fosfor
Penentuan kadar fosfor dilakukan secara spektrofotometer. Serapannya di ukur pada panjang gelombang 460 nm. Ion ortofosfat yang ada pada sampel direaksikan dengan amonium vanadat dan amonium molibdat akan menghasilkan endapan amonium fosfomolibdat (NH4)3PO4.12MoO3) berwarna kuning (Svehla 1990). Larutan yang akan diukur harus dalam suasana asam kuat dengan asam nitrat. Reaksi yang terjadi ialah :
PO43- + NH4VO3 + (NH4)6 MoO24. 24H2O (NH4)6 PO4NH4VO3 16 MoO3
(Svehla 1990).
Kurva standar dapat dilihat pada lampiran 8. Kurva standar yang diperoleh sangat baik dengan koofisien korelasi yang diperoleh sebesar 0.9993 dan persamaan garis linear y = 0.00075×-0.0003. Sampel bijih besi tidak ditemukan adanya kandungan fosfat yang ditandai dengan absorbansi dibawah 0, sedangkan pada sampel pasir besi terkandung fosfor dengan kadar yang kecil (Tabel 4). Kecilnya kadar fosfor yang terdapat pada sampel menunjukan adanya kemungkinan tingginya kadar Fe tetapi hal ini juga sangat tergantung pada kandungan unsur penyusun lainnya. Unsur – unsur non logam yang umumnya dibatasi jumlahnya didalam produk baja adalah Sulfur (S) dan Fosfor (P). Tinggi kadar kedua unsur tersebut bisa menurunkan keliatan (ductility) baja dan meningkatkan kemungkinan retak pada sambungan las.
Tabel 4 Komposisi Kimia Bijih Besi
No sampel
Komposisi kimia (%)
Fe
TiO2
S Total
P
SiO2
1062
65.10
0.73
0
0
2.65
1063
62.30
1.04
0
0
6.40
1064
64.75
0.66
0
0
3.95
1065
65.70
0.53
0
0
4.35
1066
62.30
0.57
0
0
5.85
1067
63.00
0.80
0
0
5.10
1068
64.40
0.80
0
0
4.20
1069
62.30
1.18
0
0
5.15
1070
63.00
0.92
0
0
4.35
1071
63.35
0.41
0
0
4.10
1072
62.30
1.07
0
0
4.90
1073
65.80
1.14
0
0
4.20
5.7 Penentuan Kadar Besi Total
Besi merupakan komponen utama yang dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan besi dan baja. Adapun kandungan besi yang terkandung didalam mineral ini berbeda-beda sehingga perlu diketahui berapa kadar besinya. Penentuan kadar besi dalam hal ini dilakukan dengan metode konvensional yaitu titrasi oksidireduktometri dengan titran K2Cr2O7. Larutan sampel dilarutkan dengan asam klorida untuk melarutkan besi oksida yang terkandung didalam sampel. Pada saat larutan mendidih, Fe3+ akan direduksi menjadi Fe2+ oleh SnCl2 sehingga warna berubah menjadi larutan tidak berwarna. SnCl2 merupakan salah satu pereduksi yang kuat. Reaksi yang terjadi ialah
Sn2 + 2 Fe3+ Sn4+ + 2 Fe2+
2 HgCl2 +Sn2+ Hg2Cl2 (endapan putih) + Sn4+ + 2 Cl-
Cr2O72- + 6 Fe2+ +14 H 2Cr3+ + 6 Fe3+ + 7H2O
(Day & Underwood 2002).
Saat titrasi ion Cr6+ direduksi menjadi ion Cr3+ yang berwarna hijau. Warna hijau yang ditimbulkan oleh ion-ion Cr3+ yang terbentuk oleh reduksi kalium dikromat. Titik akhir suatu titrasi dengan dikromat hanya dilihat secara visual sehingga harus digunakan suatu indikator redoks yang memberi perubahan warna yang kuat. Indikator yang digunakan ialah natrium difenilaminsulfonat dengan perubahan warna menjadi violet. Untuk mengaktifkan indikator dan menurunkan Titik ekivalen maka ditambahkan H3PO4 dan H2SO4 untuk memberikan suasana asam (asam campur). Besi termasuk unsur utama pembentuk kerak bumi dengan kadar rata-rata di kerak bumi mencapai 5,4%. Penambangan besi saat ini membutuhkan bijih besi yang berkadar 55-65% Fe atau memiliki faktor pengkayaannya (enrichment factor) yang mencapai 10-12 kali dari kadar rerata kerak bumi. Secara komersial, bijih besi yang ditambang mempunyai komposisi mineral seperti yang ditunjukan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kandungan Fe dan Klasifikasi Komersil Mineral Bijih Besi
No
Mineral
Susunan Kimia
Kadar Fe (%)
Klasifikasi Komersil
1
Magnetik
FeO. Fe2O3
72.40
Bijih Hitam
2
Hematik
Fe2O3
70.00
Bijih Merah
3
Limonit
Fe2O3.n H2O
59-63
Bijih Coklat
4
Siderit
FeCO3
48.2
Spathic,Black Band, Iron ston
Sumber: (Jansen 1981).
Berdasarkan Tabel 5 sampel bijih besi yang dianalisis termasuk pada klasifikasi mineral limonit (bijih coklat) karena memiliki kadar Fe 59-65%. Pada umumnya industri besi baja membutuhkan kadar Fe 60-69% (Aziz 2006). Perolehan kadar Fe bijih besi beberapa sampel telah memenuhi kadar Fe yang dibutuhkan dalam industri besi baja sedangkan Fe pada pasir besi masih berada di bawah kadar yang dibutuhkan sehingga perlu dilakukan peningkatan kadar Fe-nya. Berdasarkan jenis senyawanya, kandungan Fe pada pasir besi yang dianalisa, menunjukan bahwa mineral ini tergolong pada jenis limenit dan ulvospinel (Tabel 6).
Tabel 6 Klasifikasi Kimia Jenis Pasir Besi
Jenis senyawa
Rumus senyawa
Besi (%)
Titanium (%)
Fe
FeO
Fe2O3
Ti
TiO2
Magnetit
Fe3O4
73.36
31.03
68.97
-
-
hematit
Fe2O3
69.94
-
100
-
-
ulvospinel
Fe2TiO4
49.96
64.27
-
21.42
35.73
limenit
FeTiO3
36.81
47.35
-
31.56
52.65
sumber: (Suratman 2008).
Kandugan besi jenis ulvospinel lebih baik dibadingkan jenis limenit karena kandungan Fe yang lebih besar.
6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil percobaan, komposisi kimia bijih besi mengandung kadar Fe total, TiO2, S, P, dan SiO2 , berturut-turut berkisar antara 62.30%-65.80%, 0.41%-1.14%, 0.00%, 0.00%, dan 2.65%-5.85%, Sedangkan kadar Fe total, TiO2, S, P dan SiO2 pada pasir besi yaitu 18.90-55.30%, 2.73%-9.30%, 0%-0.09%, 0.01%-0.20% dan 6.25%-36.65%. Berdasarkan kadar Fe yang diperoleh bijih besi memenuhi persyaratan sebagai bahan baku pembuatan besi baja dan termasuk kedalam jenis bijih limonit.
6.2 Saran
Penentuan komposisi kimia pada bijih besi dan pasir besi sebaiknya menggunakan CRM agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia R, Desi Y, Eko Tr. 1998. Penerapan Metode Jis Dalam Analisis Batu Gamping Asal Tasikmalaya, Jawa Barat. Prosiding Seminar II Kimia Dalam Pembangunan Holoday Yogyakarta. Bandung: Puslitabang Geoteknologi LIPI.
Aziz M, Pramusanto, Nuryadi Saleh, Yuhelda Dahlan, Amalia Dessy, Somantri Soma. 2006 . Pengolahan Mineral Besi Laterit, Pomala. Bandung: Puslitbang Tekonologi Mineral dan Batubara.
Bambang N, Widi. 2005. Kajian Endapan Pasir Besi Di Daerah Pantai Selatan kab. Ende, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Laporan Hasil Penyelidikan Tinjau Endapan Pasir Besi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. PT. Ever Mining.
Bijaksana S. 2002. Kajian Sifat Magnetik Pada Endapan Pasir Besi Di Wilayah Cilacap dan Upaya Pemanfaatan Untuk Bahan Industri. Laporan penelitian hibah bersaing: Bandung. ITB.
Day RA, Underwood AL. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Ed 6. Sopyan I, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Quantitative Analysis Six Eddition
Direktorat Pertambangan Departemmen Pertambangan. 1969. Bahan galian Indonesia Jakarta: Direktorat Pertambangan
Franklin. 2007. Eksplorasi Umum Endapan Pasir Besi di Kabupaten Minahasa Selatan. Provinsi Sulawesi Utara. Proceeding Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan Tahun 2007 Pusat Sumber Daya Geologi.
Harjadi W. 1987. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Harvey D.2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McFraw Hill.
Hismawadi. 2010 Bahan Galian Besi. [Skripsi] Mataram: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram.
Hidayat D. 2009. Reduksi Bijih Besi Laterit Dari Bayah Provinsi Banten dengan Reduktor Batubara [Skripsi]. Bogor: Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Ishlah T. 2005. Potensi Bijih Besi Indonesia dalam Kerangka Pengembangan Klaster Industri Baja . Perekayasa Madya Pusat Sumber Daya Geologi.
Jensen ML, Bafeman AM. 1981. Iron & Ferroalloy Metals in (ed) Economic Mineral Deposits, P. 392.
Keenan CW et al. 1992. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Pudjaatmaka, AH penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: General College Chemistry.
Khopkar SM. 1983. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.
Muta'alim. 1993. Proses Reduksi Bijih Besi Dan Pembuatan Besi Baja Terpadu Yang Pertama Di Indonesia. Bandung: Puslitbang Teknologi Mineral Dan Batubara.
Muta'alim. 1994. Bijih Besi Sebagai Alternatif Bahan Baku Pebuatan Besi Baja. Bandung: Puslitbang teknologi mineral dan batubara.
Meyer K. 1980. Pelletizing Of Iron Ores. Germany : Springer-Verlag Berlin.
Suratman. 2008. Benefisiasi Pasir Besi Jene Gumanti, Sulawesi Selatan, jurnal bahan galian industri NO 34: 8-13. Bandung: Puslitbang Teknologi Mineral Batubara .
Svehla G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Setiono L, Penerjemah. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka. Terjemahan dari: Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.
Wicaksono HS. 2001. Analisis Ukuran Partikel Campuran (Pasir Besi, Batubara Dan CaO) dan Lama Penyinaran Gelombang Mikro pada Reduksi Besi Oksida. Jurnal Teknik Material Dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
Widodo Ds, Ariadi R. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Semarang: Graha Ilmu.
Yudhi N 2006. Penentuan Kandungan Besi di Dalam Pasir Besi dengan Menggunakan Alat Titroprocessor. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN.
Yulianto A, Bijkasana, Loeksamato. 2002. Karakteristik Magnetik Dari Pasir Besi Cilacap, jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia Vol A5 052.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi PUSLITBANG tekMIRA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONALPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARABAGIANTATA USAHASubbagianKeuanganSubbagian Umum dan KepegawaianBIDANGPROGRAMSubbidang Penyiapan RencanaSubbidang Analisis dan EvaluasiBAGIANPENYELENGGARAAN DAN
SARANA PENELITIAN DANPENGEMBANGANSubbidangPenyelenggaraan Penelitian dan PengembanganSubbidangSaranaPenelitian dan PengembanganBIDANGAFILIASI DANINFORMASISubbidangAfiliasiSubbidangInformasiKELOMPOK JABATAN FUNGSIONALPUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARABAGIANTATA USAHASubbagianKeuanganSubbagian Umum dan KepegawaianBIDANGPROGRAMSubbidang Penyiapan RencanaSubbidang Analisis dan EvaluasiBAGIANPENYELENGGARAAN DAN
SARANA PENELITIAN DANPENGEMBANGANSubbidangPenyelenggaraan Penelitian dan PengembanganSubbidangSaranaPenelitian dan PengembanganBIDANGAFILIASI DANINFORMASISubbidangAfiliasiSubbidangInformasi
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
PUSAT
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
BAGIAN
TATA USAHA
Subbagian
Keuangan
Subbagian
Umum dan Kepegawaian
BIDANG
PROGRAM
Subbidang Penyiapan Rencana
Subbidang Analisis dan Evaluasi
BAGIAN
PENYELENGGARAAN DAN
SARANA PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
Subbidang
Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan
Subbidang
SaranaPenelitian dan Pengembangan
BIDANG
AFILIASI DAN
INFORMASI
Subbidang
Afiliasi
Subbidang
Informasi
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
PUSAT
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
BAGIAN
TATA USAHA
Subbagian
Keuangan
Subbagian
Umum dan Kepegawaian
BIDANG
PROGRAM
Subbidang Penyiapan Rencana
Subbidang Analisis dan Evaluasi
BAGIAN
PENYELENGGARAAN DAN
SARANA PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
Subbidang
Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan
Subbidang
SaranaPenelitian dan Pengembangan
BIDANG
AFILIASI DAN
INFORMASI
Subbidang
Afiliasi
Subbidang
Informasi
Lampiran 2 Tahap Preparasi Berbagai Macam Mineral
sampel Sampling DryingCrushing Pertama:
Jaw Crusher I
Jaw Crusher IICrushing Kedua:
Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-10#) Sampling Crushing Kedua:
Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-200#) Contoh SiapArsip ContohArsip Contoh sampel Sampling DryingCrushing Pertama:
Jaw Crusher I
Jaw Crusher IICrushing Kedua:
Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-10#) Sampling Crushing Kedua:
Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-200#) Contoh SiapArsip ContohArsip Contoh
sampel
Sampling
Drying
Crushing Pertama:
Jaw Crusher I
Jaw Crusher II
Crushing Kedua:
Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-10#)
Sampling
Crushing Kedua:
Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-200#)
Contoh Siap
Arsip Contoh
Arsip Contoh
sampel
Sampling
Drying
Crushing Pertama:
Jaw Crusher I
Jaw Crusher II
Crushing Kedua:
Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-10#)
Sampling
Crushing Kedua:
Roll Crusher
(ukuran yang dihasilkan-200#)
Contoh Siap
Arsip Contoh
Arsip Contoh
Lampiran 3 Penetuan kadar SiO2 Total pada Bijih Besi secara Gravimetri
No
No Label
A (gram)
B (gram)
SiO2 (%)
1
1062
35.3756
35.3703
2.65
2
1063
36.1957
36.1829
6.40
3
1064
35.7258
35.7179
3.95
4
1065
36.1891
36.1804
4.35
5
1066
35.7288
35.7171
5.85
6
1067
35.3818
35.3716
5.10
7
1068
36.2276
36.2192
4.20
8
1069
36.4271
36.4168
5.15
9
1070
36.2276
36.2189
4.35
10
1071
35.7259
35.7177
4.10
11
1072
35.3759
35.3698
4.90
12
1073
36.1895
36.1811
4.20
Lampiran 4 Penetuan Kadar SiO2 Total pada Pasir Besi secara Gravimetri
NO
No Label
A (gram)
B (gram)
SiO2 (%)
1
1054
35.5040
35.4307
36.65
2
1055
36.3148
36.2662
24.30
3
1056
36.2747
36.2270
23.85
4
1057
35.7929
35.7554
18.75
5
1058
36.4407
36.4282
6.25
6
1059
35.3895
35.3767
6.40
7
1060
35.7704
35.7388
15.80
8
1061
36.2798
36.2401
19.85
Contoh perhitungan kadar SiO2
% SIO2=A-BWX 100 %
Keterangan:
A = Bobot cawan dan endapan sebelum penambahan HF
B = Bobot cawan dan endapan setelah penambahan HF
W= Bobot sampel awal
% SIO2 =35.500-35.43070.2000x 100%
=36.65%
Lampiran 5 Penetuan Fe Total Bijih Besi dengan K2Cr2O7 0.0500 M
No Sampel
Volume K2Cr2O7 (mL)
% Fe Total
Volume awal
Volume akhir
Volume terpakai
1062
0.00
9.30
9.30
65.10
1063
9.10
18.00
8.90
62.30
1064
9.30
18.55
9.25
64.75
1065
0.00
9.10
9.10
65.70
1066
0.00
8.90
8.90
62.30
1067
0.00
9.00
9.00
63.00
1068
8.90
18.10
9.20
64.40
1069
0.00
8.90
8.90
62.30
1070
9.00
18.00
9.00
63.00
1071
8.90
17.95
9.05
63.35
1072
0.00
8.90
8.90
62.30
1073
0.00
9.40
9.40
65.80
Lampiran 6 Penetuan Fe Total Pasir Besi dengan K2Cr2O7 0.05 M
No Sampel
Volume K2Cr2O7 (mL)
% Fe Total
Volume awal
Volume akhir
Volume terpakai
1054
0.00
2.70
2.70
18.90
1055
2.70
7.40
4.70
39.90
1056
7.40
12.20
4.80
33.60
1057
0.00
5.70
5.70
39.90
1058
5.70
13.30
7.60
53.20
1059
0.00
7.90
7.90
55.30
1060
7.90
14.40
6.50
45.50
1061
0.00
6.10
6.10
42.70
Contoh perhitungan kadar Fe Total (Bijih Besi)
% Fe Total=V x M titran x FPx Ar Femg Contoh x 100%
Keterangan:
V = Volume K2Cr2O7 (mL)
M = Molaritas K2Cr2O7 (0.0500 M)
Fp = Faktor Pengenceran
% Fe Total=9.30x0.0500x56x25050200x100%
= 65.10%
Lampiran 7 Penetuan Kadar S Total secara Gravimetri
NO
No Label
A (gram)
B (gram)
BaSO4
S Total
1
1054
-
-
-
-
2
1055
-
-
-
3
1056
-
-
-
4
1057
-
-
-
-
5
1058
19.3838
19.3864
0.26
0.03
6
1059
16.2570
16.2606
0.36
0.04
7
1060
20.5890
20.5946
0.56
0.07
8
1061
20.3628
20.3694
0.66
0.09
Contoh perhitungan kadar S Total
% BaSO4 = B-AW × 100%
% S Total =Ar SMr BaSO4 × BaSO4
Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot cawan dan abu (gram)
W = Bobot sampel (gram)
% BaSO4 = 16.2606-16.25701.000 X 100%
= 0.36%
% S Total=32233.24 ×0.36= 0.04%
Lampiran 8 Kurva Standar PO43-
Larutan
Konsentrasi
Absorbansi
Standar 1
5.0000
0.0366
Standar 2
10.0000
0.0771
Standar 3
15.0000
0.1120
Standar 4
20.0000
0.1491
Standar 5
25.0000
0.1862
Standar 6
30.0000
0.2209
Standar 7
35.0000
0.2573
Standar 8
40.0000
0.2961
Standar 9
45.0000
0.3321
Standar 10
50.0000
0.3792
Gambar 2 kurva standar PO43-
Lampiran 9 Penentuan Kadar Posfat Pasir Besi Secara Spektrofotometri
No Label
Absorbansi
PO43- (%)
P
1054
0.0134
0.2249
0.0073
1055
0.0303
0.5093
0.1661
1056
0.0185
0.3102
0.1012
1057
0.0246
0.4129
0.1347
1058
0.0026
0.0443
0.0144
1059
0.0036
0.0597
0.0194
1060
0.0174
0.2919
0.0952
1061
0.0365
0.6132
0.2000
Lampiran 10 Deret Standar TiO2 Bijih Besi secara Spektrofotometri
Larutan
Konsentrasi
Absorbansi
Standar 1
0.5000
0.0042
Standar 2
1.0000
0.0112
Standar 3
1.5000
0.0190
Standar 4
2.0000
0.0269
Standar 5
2.5000
0.0336
Standar 6
3.0000
0.0402
Standar 7
3.5000
0.0477
Standar 8
4.0000
0.0551
Standar 9
4.5000
0.0619
Standar 10
5.0000
0.0692
Gambar 3 Kurva Standar TiO2 Bijih besi
Lampiran 11 Penentuan Kadar TiO2 Bijih Besi secara Spektrofotometri
No Label
Absorbansi
Ti (%)
TiO2
1062
0.0175
0.4383
0.7312
1063
0.0261
0.6255
1.0426
1064
0.0156
0.3971
0.6626
1065
0.0121
0.3211
0.5356
1066
0.0132
0.3450
0.5755
1067
0.0193
0.4774
0.7964
1068
0.0194
0.4796
0.8001
1069
0.0300
0.7079
1.1838
1070
0.0228
0.5533
0.9230
1071
0.0086
0.2452
0.4090
1072
0.0270
0.6445
1.0752
1073
0.0288
0.6835
1.1402
Lampiran 12 Deret Standar TiO2 Pasir Besi secara Spektrofotometri
Larutan
Konsentrasi
Absorbansi
Standar 1
5.0000
0.0704
Standar 2
10.0000
0.1430
Standar 3
15.0000
0.2150
Standar 4
20.0000
0.2856
Standar 5
25.0000
0.3543
Standar 6
30.0000
0.4250
Standar 7
35.0000
0.4950
Standar 8
40.0000
0.4952
Standar 9
45.0000
0.6364
Standar 10
50.0000
0.7080
Gambar 4 Kurva Standar TiO2 Pasir Besi
Lampiran 13 Penentuan Kadar TiO2 Pasir Besi Secara Spektrofotometri
No Label
Absorbansi
Ti (%)
TiO2
1054
0.0755
1.6356
2.7286
1055
0.1492
3.2690
5.4538
1056
0.1405
3.0762
5.1320
1057
0.1732
3.8009
6.3410
1058
0.2382
5.2415
8.7443
1059
0.2533
5.5762
9.3027
1060
0.1742
3.8231
6.3780
1061
0.1161
2.5354
4.7292
Contoh perhitungan kadar % TiO2 (Bijih Besi)
y = 0.0144 - 0.0027 ×
×=0.0175+0.00270.014421.4042 ppm
% bb Ti =Ti ppm x faktor pengenceran ×volume sampel L×11000g sampel× 100%
1.4042×2.5×0.250×110000.2=0.4383
%TiO2= TiO2Ti× % Ti
79.8347.88× 0.4383=0.7318 %
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solok, Sumatera Barat pada tanggal 27 Juli 1992 yang merupakan anak ke-9 dari 12 bersaudara dari pasangan Bapak Dasril Dt Rj Gambero (alm) dan Ibu Elnifiat. Penulis menyelesaikan sekolah di SMAN 1 Bukit Sundi dan lulus pada tahun 2010. Penulis diterima kuliah pada tahun 2010 di Program Keahlian Analisis Kimia Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kepanitiaan di beberapa kegiatan yaitu Anggota Divisi Medis Malam Keakraban analisis Kimia 48, Divisi danus bakti sosial Analisis Kimia Diploma IPB tahun 2011, pengurus organisasi AROMATIK bagian KESMA tahun 2011. Penulis berkesempatan melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara.