SYARAT SEKOLAH STANDAR NASIONAL Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria kr iteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah huku m Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari : * Standar Kompetensi Lulusan * Standar Isi * Standar Proses * Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan * Standar Sarana dan Prasarana * Standar Pengelolaan * Standar Pembiayaan Pendidikan * Standar Penilaian Pendidikan
Fungsi dan Tujuan Standar * Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu * Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. * Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Standar Kompetensi
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pe ndidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Pend idikan Dasar dan Menengah. Lampiran Per men ini meliputi: * SKL Satuan Pendidikan & Kelompok Mata Pelajaran * SKL Mata Pelajaran Pe lajaran SD-MI * SKL Mata Pelajaran SMP-MTs * SKL Mata Pelajaran SMA-MA * SKL Mata Pelajaran Pe lajaran PLB ABDE * SKL Mata Pelajaran SMK-MAK
Pelaksanaan SI-SKL Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2006 menetapkan tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Panduan Penyusunan KTSP Buku Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah ini dimaksudkan sebagai pedoman sekolah/madrasah dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Panduan Penyusunan KTSP terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa Panduan Umum dan bagian kedua berupa Model KTSP.
Satuan Pendidikan yang telah melakukan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh diperkirakan mampu secara mandiri mengembangkan kurikulumnya berdasarkan SKL, SI dan Panduan Umum. Untuk itu Panduan Umum diterbitkan lebih dahulu agar memungkinkan satuan pendidikan tersebut, dan juga sekolah/madrasah lain yang mempunyai kemampuan, untuk mengembangkan kurikulum mulai tahun ajaran 2006/2007. Bagian kedua Panduan Penyusunan KTSP akan segera menyusul dan diharapkan akan dapat diterbitkan sebelum tahun ajaran baru 2006/2007. Waktu penyiapan yang lebih lama disebabkan karena banyaknya ragam satuan pendidikan dan model kurikulum yang perlu dikembangkan. Selain dari pada itu, model kurikulum diperlukan bagi satuan pendidik yang saat ini belum mampu mengembangkan kurikulum secara mandiri. Bagi satuan pendidikan ini, mempunyai waktu sampai dengan tiga tahun untuk mengembangkan kurikulumnya, yaitu selambat-lambatnya pada tahun ajaran 2009/2010. Perubahan Permen No 24 Tahun 2006 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Isi
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai ko mpetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan: * Standar Isi * Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SD-MI, SDLB, SMP-MTs, SMPLB, SMA-MA, SMALB, SMKMAK)
Standar Isi Kesetaraan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C Standar Proses
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpart isipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Proses Pendidikan. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: * Kompetensi pedagogik; * Kompetensi kepribadian; * Kompetensi profesional; dan * Kompetensi sosial.
Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan. Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 27 Tahun 2008 tentang Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
Standar Sarana dan Prasarana
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media p endidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Sarana dan Prasarana. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Seko lah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Standar Pengelolaan
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.
Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Standar Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi: * Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, * Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan * Biaya operasi pendidikan t ak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Standar Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: * Penilaian hasil belajar oleh pendidik; * Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan * Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: * Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan * Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Penilaian Pendidikan. * Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
BAB
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4 dinyatakan bahwa Negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan tersebut, setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran seperti tercantum pada Pasal 31 ayat 1 UUD 1945. Secara operasional, implementasinya tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab III ayat 5, bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tentang Kewenangan Pusat dan Daerah, telah mendorong perubahan besar pada sistem pengelolaan pendidikan di Indonesia. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah, sementara pemerintah pusat sebatas menyusun acuan dan standar yang bersifat nasional. Walaupun pengelolaan pendidikan menjadi kewenangan kabupaten/kota, tetapi pengelolaan tersebut harus mengacu pada standar yang ditetapkan secara nasional dalam konteks desentralisasi pendidikan. Implikasi desentralisasi manajemen pendidikan adalah pemberian kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya (Sa¶ud dan Makmun, 2005 : 37). 2. Terkait dengan itu pasal 35 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan agar kita memiliki Standar Nasional Pendidikan (SNP). Artinya, SNP sebagai acuan perkembangan dan pengendalian pendidikan, antara lain pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dalam kerangka itu, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (Dit. PLP) melakukan rintisan pengembangan Sekolah Standar Nasional (SSN). Dalam hal ini diharapkan dapat menjadi contoh wujud nyata dari sekolah yang dimaksudkan dalam SNP dan menjadi acuan atau rujukan sekolah lain dalam mengembangkan diri, sesuai dengan standar nasional. Sekolah lain sejenis diharapkan dapat bercermin untuk memperbaiki diri dalam menciptakan iklim psikp-sosial sekolah untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan sekaligns mencerdaskan. Selain itu dengan adanya SSN, diharapkan sekolah sekolah lain yang berada pada daerah yang sama dapat terpacu untuk terus mengembangkan diri dan mencapai prestasi dalam berbagai bidang yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing sekolah, SSN diharapkan juga berfungsi sebagai patok duga (bench mark) bagi sekolah dalam mengembangkan diri menuju layanan pendidikan yang baik. Setiap kabupaten/kota diharapkan minimal terdapat sebuah SSN, vang dikembangkan dari SMP yang telah ada di daerah yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan tahapan seleksi terhadap sekolah yang akan dijadikan sekolah standar nasional. Seleksi diperlukan guna menentukan sekolah mana yang sesuai dan layak untuk menjadi sekolah standar nasional di kabupaten/kota tertentu, berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh pusat melalui pedoman seleksi. Setelah terpilih satu atau dua sekolah sebagai SSN, sekolah yang bersangkutan harus mengembangkan diri sehingga benar-benar dapat menjadi model sekolah dengan standar nasional dan jajaran birokrasi di pusat/ propinsi/kabupaten/kota harus melakukan pembinaan secara berkelanjutan. Selain itu perkembangan jaman juga berpengaruh terhadap pendidikan, sehingga mengakibatkan iklim pendidikan juga akan berubah. Kompleksitas masalah pendidikan menjadi semakin terasa, sehingga jika dipandang dari sudut kualitas harus disediakan gedung sekolah, biaya pendidikan dan tenaga guru dalam jumlah yang memadai. Sedangkan dari sudut kualitas yang saat ini menjadi banyak perhatian umum adalah masalah mutu pendidikan. Permasalahan pendidikan yang merupakan salah satu yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidik, khususnya pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, pengadaan buku-buku dan alat pengajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian berbagai indikator mutu pendidikan dalam menunjukkan peningkatan, namun sebaliknya sekolah yang berada di daerah masih memprehatinkan. Perlu diingat bahwa standar merupakan kriteria dinamik dan bukan statis. Dengan demikian SPM yang ditetapkan dalam pendidikan, maupun standar pendidikan yang ditetapkan pada SNP, tentunya juga merupakan standar yang dinamik, yang ditentukan berdasarkan kesepakatan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada situasi tertentu. Sekolah Standar Nasional (SSN) pada dasarnya merupakan sekolah yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SMP), yang berarti memenuhi tuntutan SPM sehingga diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan yang standar dan menghasilkan lulusan dengan kompetensi sesuai dengan standar nasional yang ditetapkan. Dengan kata lain, SSN telah mampu memberikan layanan pendidikan kepada anak didik, sesuai dongan standar minimal yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, SSN pada dasarnya dapat berfungsi sebagai sekolah model, artinya dapat dijadikan model bagaimana menyelenggarakan sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan secara nasional. Dengan pengertian tersebut, mungkin saja dalam satu kabupaten/kota terdapat lebih dari satu SMP yang memenuhi kriteria sebagai SSN. Sebaliknya mungkin ada kabupaten/kota yang tidak memiliki sekolah yang memenuhi kriteria sebagai SSN. Pada hal, sebagai suatu langkah rintisan, diharapkan pada setiap kabupaten/kota diharapkan terdapat minimal satu SSN. Bertolak dari kemungkinan-kemungkinan di atas, pada tahap rintisan ini digunakan prinsip kedua, yaitu walaupun belum memenuhi standar yang ditetapkan SPM, sekolah dapat dikategorikan yaitu sebagai SSN jika sudah memenuhi sebagian besar tuntutan SPM dan dari perkembangan yang terjadi selama ini, diyakini akan segera mencapai
standar yang ditentukan pada SPM. Dengan cara ini diharapkan pada setiap kabupaten/kota akan dapat dipilih minimal sebuah SSN. Dalam pengertian kedua ini, SSN diartikan sebagai proses menjadi dan bukan kondisi yang ada saat ini. Dikaitkan dengan makna sekolah inti dalam pengertian SSN yang kedua ini lebih berdimensi proses, artinya menjadi model bagaimana suatu sekolah berproses menjadi sekolah yang mencapai standar pelayan pendidikan yang ditentukan oleh SPM. Tentu saja kekurangan terhadap standar yang ditentukan oleh SPM tidak boleh terlalu banyak, sehingga diyakini dalam waktu pendek, kekurangan tersebut dapat dipenuhi dan sekolah benar-benar memenuhi SNP. SMP Negeri 1 Tawangmangu sebagai sekolah yang berada pada level kota kecamatan dalam kenyataannya berhasil meraih status sebagai sekolah standar nasional. Kondisi tersebut tidak lepas dari kemampuan sekolah dalam memberikan layanan kepada anak didik mencakup aspek input, proses maupun output. Artinya layanan harus secara utuh mulai dari input yang seharusnya disediakan oleh sekolah, proses yang seharusnya terjadi di sekolah, dan output yang seharusnya dihasilkan oleh sekolah. Sebagai suatu bentuk layanan kepada masyarakat mutu layanan pendidikan seringkali dikaitkan dengan tingkat kepuasan st akeholder. Sekolah dikatakan mampu memberikan layanan pendidikan yang baik (input, proses, dan output), jika sudah mampu memberikan layanan yang memuaskan st akeholder sekolah, yaitu siswa, orang tua siswa, pengguna lulusan, dan kelompok masyarakat lainnya. Namun kondisi tersebut belum terwujud yang berarti belum mampu memberikan layanan pendidikan yang memuaskan. Menurut Mulyasa (2005 : 58) bahwa kondisi sekolah pada saat krisis sekarang ini sangat bervariasi dilihat dari segi kualitas, lokasi sekolah dan parsisipasi masyarakat (orang tua). Kualifikasi sekolah bervariasi dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang sangat ketinggalanm sedangkan lokasi sekolah bervariasi dari sekolah yang terletak di perkotaan sampai sekolah yang letaknya di daerah terpencil. Sebagai sekolah yang termasuk daerah pinggiran, pencapaian prestasi belajar pada siswanya dalam Ujian Akhir Nasional cukup membanggakan. Tahun pelajaran 2002/2003 rata-rata nilai pada 6 mata pelajaran yang di UAN kan adalah 7,02, tahun 2003/2004 mencapai rata-rata 6,50 untuk 3 mapel yang di UAN kan sedangkan pada tahun 2004/2005 mencapai rata-rata 7,84. Atas konsistensi prestasi yang dicapai tersebut, SMP Negeri 1 Tawangmangu mendapat status sebagai sekolah SSN. Hasil nilai tersebut untuk sekolah seperti SMP Negeri 1 Tawangmangu masuk kategori sangat bagus mengingat input siswa yang hanya berasal dari wilayah Tawangmangu ditambah dari wilayah Jatiyoso yang merupakan daerah terpencil. Atas pencapaian yang telah diperoleh SMP Negeri 1 Tawangmangu tersebut di atas maka dapat diasumsikan bahwa sebagai sekolah SSN, SMP Negeri 1 Tawangmangu mampu memanajemen input, proses sehingga menghasilkan output yang seharusnya dihasilkan oleh sekolah. B. Identifikasi Masalah Manajemen sekolah hakikatnya merupakan usaha/tindakan untuk melaksanakan gugusan kegiatan administrasi sekolah, agar berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, manajemen sekolah tidak dapat dipisahkan dengan administrasi sekolah. Dalam buku petunjuk administrasi pendidikan di sekolah disebutkan bahwa sekolah standar nasional sebagai suatu sistem pendidikan, standar layanan pendidikan tentunya mengacu pada aspek input, proses dan output (Depdikbud, 2004). C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, pembatasan masalah penelitian difokuskan pada persoalan yang diasumsikan terkait langsung dengan peningkatan mutu belajar pada mapel yang di UAN kan. Oleh karena itu rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah komponen input dalam rangka pencapaian Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu? 2. Bagaimanakah komponen proses dalam rangka pencapaian Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu ? 3. Bagaimanakah komponen ouput dalam rangka pencapaian Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu ? 4. Bagaimanakah out come dalam pencapaian Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu ? 5. Bagaimana aspek pengembangan SSN Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu ? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui komponen input dalam rangka pencapaian Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu. 2. Untuk mengetahui komponen proses dalam rangka pencapaian Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu. 3. Untuk mengetahui komponen out put dalam rangka pencapaian Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu. 4. Untuk mengetahui out come dalam pencapaian Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu. 5. Untuk mengetahui aspek pengembangan Sekolah Standar Nasional di SMP Negeri 1 Tawangmangu. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki signifikansi teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memiliki sumbangan teoritis dalam khasanah pengetahuan tentang faktor-faktor strategik dalam pencapaian sekolah standar nasional. 2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan informasi bagi praktisi pendidikan (guru dan kepala sekolah) mengenai pentingnya input, proses dan ouput dalam pencapa ian sekolah standar nasional. b. Bagi st akeholder s pendidikan, sebagai bahan kaji untuk rujukan pengambilan keputusan, terutama yang terkait langsung dengan persoalan kegiatan belajar mengajar di sekolah guna pencapaian sekolah standar nasional.