STUDI SIFAT MEKANIS PERBANDINGAN PERBANDINGAN HASIL PENGELASAN OKSIASETILIN DAN ARC LISTRIK PADA PLAT ST 37 DENGAN KETEBALAN 3,5 MM
SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Taknik
RAHMAD SETIAWAN NIM : 040 401 031
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN 2009 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan di hadapan Allah SWT. Yang telah memberikan ilmu dan kesehatan sehingga atas perkenaannya penulis bisa menulis skripsi ini. Penulis terdorong untuk menulis skripsi ini mengingat bahwa pengetahuan tentang pengelasan sangat diperlukan oleh setiap orang yang memilih profesi di bidang keteknikan. Kebutuhan tersebut perlu di tunjang adanya karya ilmiah, ataupun riset yang berhubungan terhadap ilmu pengelasan. Skripsi ini di sarikan dari beberapa buku, artikel serta pengujian langsung yang berkaitan dengan pengetahuan pengelasan yang pernah penulis baca dan lakukan seperti yang tercantum dalam daftar pustaka. Penulis berusaha agar penyajiannya sesederhana mungkin agar mudah difahami oleh setiap pembaca. Penulis juga menyadari keterbatasan pengetahuan, kelemahan dalam hal isi dan penyajiannya. Oleh karena itu, kritik membangun dari segala pihak akan diterima dengan senang hati. Penulis berharap agar isi skripsi ini bermanfaat bagi semua kalangan yang berkecimpung di bidang keteknikan khususnya di bidang pengelasan serta harapan penulis untuk membantu pemerintah dalam rangka peningkatan sumberdaya manusia, dapat terwujud. Akhir kata, pada kesempatan ini penulis ingin sampaikan rasa terimakasihnya kepada Ir. Raskita Meliala, Prof. Bustami Syam, Ir. Suparmin, Ir. Agus Zaenuri, kepada Seluruh Staf Pengajar Di Departemen Teknik Mesin,
i Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
Kedua Orang Tua, Endah Noviana SE., serta semua pihak yang mendukung penulisan skripsi ini.
Medan Maret 2009 Penulis
Rahmad Setiawan NIM: 040401031
ii Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
ABSTRAK
Mengingat
pengelasan
merupakan
bagian
tak
terpisahkan
dari
pertumbuhan peningkatan industri, karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Maka dibutuhkan sebuah riset dan karya ilmiah yang berorientasi kepada terwujudnya peningkatan mutu sambungan las, efesiensi yang tinggi, biaya yang murah, penghematan tenaga dan penghematan enerji sebaik mungkin. Hasil dari studi pengelasan oksiasetilin dan busur listrik pada plat St 37 untuk tebal 3,5 mm menunjukkan penurunan sifat mekanis dari kedua metode penyambungan ini. Meskipun pada kondisi ini metode penyambungan busur listrik lebih baik dari hasil penyambungan dengan metode penyambungan Oksiasetilin sebagai berikut: Proporsional Stress turun 11,78% untuk pengelasan busur listrik, dan 23,12% untuk hasil pengelasan oksi asetilen dari 298,48 (N/mm2), sedangkan untuk Yield stress turun 12,79% untuk hasil pengelasan busur listrik, dan 22,21% untuk
hasil pengelasan oksiasetilin dari 309,95
(N/mm2), selanjutnya Maksimum Stress Turun 20% untuk hasil pengelasan busur listrik, dan 43,77% untuk hasil pengelasan oksiasetilin dari 454,41 (N/mm2).
Kata Kunci: Pengaruh Pengelasan, Sifat Mekanis Hasil Pengelasan.
iii Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
DAFTAR ISI
SPESIFIKASI TUGAS LEMBAR PERSETUJUAN KARTU BIMBINGAN KATA PENGANTAR…………………………………………….........
i
ABSTRAK………………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………
iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………
vii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………
viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG…………………………………..
1
1.2.
RUMUSAN MASALAH………………………………..
3
1.3.
BATASAN MASALAH………………………………...
4
1.4.
TUJUAN PENELITIAN………………………………...
4
1.5.
MANFAAT PENELITIAN……………………………...
4
1.6.
SISTEMATIKA PENULISAN……………………….....
5
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGELASAN……………………………………………… 7 2.2 KLASIFIKASI PENGELASAN…………………………….
9 iv
Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
2.3
PENGELASAN CAIR (FUSION WELDING)…………
10
2.4
PENGELASAN DENGAN GAS……………………….
10
2.5
LAS BUSUR LISTRIK…………………………………… 17
2.6
PARAMETER PENGELASAN…………………………... 25
2.7
KLASIFIKASI KAWAT ELEKTRODA DAN FLUKS…. 27
2.8
PERSIAPAN SAMBUNGAN…………………………….. 30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
JADWAL PENELITIAN DAN LOKASI PENELITIAN… 36
3.2
METODE PENELITIAN………………………………….. 36
3.3
VARIABEL-VARIABEL PENGUJIAN…………………… 37 3.3.1 BAHAN DASAR St 37 (BASE METAL)…………... 37 3.3.2 PROSES PENGELASAN……………………………. 38 3.3.3 PROSES PEMBENTUKAN…………………………. 43
3.4 BAB IV
PROSES PENGUJIAN TARIK…………………………….. 44 ANALISA HASIL PERCOBAAN
4.1.
METAL DASAR St 37 (BASE METAL)………………….. 48
4.2.
PENGELASAN OKSI ASETILEN (OAW)……………….. 54
4.3.
PENGELASAN BUSUR LISTRIK………………………… 60
4.4.
HASIL PENGUJIAN TERHADAP SIFAT MEKANIS…… 66 v
Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
4.5.
PERSENTASE PENURUNAN SIFAT MEKANIS AKIBAT PROSES PENGELASAN…………………………………… 69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN……………………………………………… 71
5.2.
SARAN……………………………………………………… 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Hubungan Diameter Elektroda Dengan Arus Listrik ……
26
Tabel 3.1.
Persiapan Tepi, Teknik, Kecepatan Dan Kunsumsi Gas..
38
Tabel 3.2.
Hubungan Antara Material Dasar Dan Tipe Elektroda Yang Dipakai……………………………………………… 40
Tabel 3.3.
Hubungan Tipe Elektroda, Posisi Pengelasan, Besar Arus Dan Tegangan Kerja………………………………… 41
Tabel 5.1.
Hasil Pengujian Tarik Spesimen Uji……………………… 67
vii Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Diagram Temperatur Cair Material……………………….. 9
Gambar 2.2. Tabung Asetilen Dan Oksigen Untuk Pengelasan
Oksiasetilen………………………………………………… 11
Gambar 2.3. Generator Asetilin System Lempar / Celup Sederhana…..
12
Gambar 2.4. Generator Asetilin Sistem Tetes…………………………... 13
Gambar 2.5. Skema Nyala Las Oksiasetilen Dan Sambungan Gasnya… 14
Gambar 2.6. Nyala Netral Dan Suhu Yang Dicapai Pada Ujung
Pembakaran………………………………………………... 14
Gambar 2.7. Skema Cara Pengelasan Tumpu Dengan Gas
Bertekanan…………………………………………………. 17
Gambar 2.8. Prinsip Kerja Perpindahan Logam Pada Proses SMAW....
18
Gambar 2.9. Pengaruh Arus Listrik……………………………………... 26
Gambar 2.10. Tatanama Elektroda Berdasarkan AWS………………….. 30
Gambar 2.11. Jenis-Jenis Sambungan Dasar…………………………….. 31
Gambar 2.12. Alur Sambungan Las Tumpul ……………………………... 32 viii Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
Gambar 2.13. Sambungan T……………………………………………… 29
Gambar 2.14. Macam-Macam Sambungan Sudut………………………. 30 Gambar 2.15. Sambungan Tumpang…………………………………….. 31 Gambar 2.16. Sambungan Dengan Penguat ……………………………... 31 Gambar 2.17. Sambungan Dengan Penguat ……………………………... 32 Gambar 3.1. Gambar Specimen…………………………………………. 49 Gambar 3.2. Verifikasi Pengerjaan Specimen Pada Program Master CAM……………………………………………….. 50 Gambar 3.3. Verifikasi Bentuk Specimen Akhir Pada Program Master CAM……………………………………………….. 52 Gambar 3.4. Specimen Yang Siap di Uji Tarik………………………….. 53 Gambar 3.5. Alat Uji Tarik……………………………………………….. 54 Gambar 3.6. Spesimen Yang Akan Di Uji Tarik……………………….. 54 Gambar 3.7. Proses Uji Tarik……………………………………………. 55 Gambar 3.8. Proses Uji Di Pantau Pada Monitor………………………. 56 Gambar 3.9. Specimen Setelah Mengalami Uji Tarik………………….. 56 Gambar 3.10. Diagram Hasil Uji Tarik Tegangan VS Regangan… …….. 57 Gambar 3.11. Diagram Hasil Pengujian Gaya VS Pertambahan Panjang… 57 Gambar 4.1. Grafik Load VS Stroke BM I………………………………. 60 Gambar 4.2. Grafik Tegangan VS Regangan BM I …………………….. 60 Gambar 4.3. Grafik Load VS Stroke BM II
…………………….. 62
Gambar 4.4. Grafik Tegangan VS Regangan BM II…………………….. 62 Gambar 4.5. Grafik Load VS Stroke BM III…………………………….. 64 ix Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
Gambar 4.6. Grafik Tegangan VS Regangan BM III……………………. 64 Gambar 4.7. Grafik load VS Stroke OAW I……………………………... 66 Gambar 4.8. Grafik Tegangan VS Regangan OAW I …………………... 66 Gambar 4.9. Grafik Load VS Stroke OAW II…………………………… 68 Gambar 4.10. Grafik Tegangan VS Regangan OAW II………………….. 68 Gambar 4.11. Load VS Stroke OAW III…………………………………... 70 Gambar 4.12. Grafik Tegangan VS Regangan OAW III…………………. 70 Gambar 4.13. Grafik Load VS Stroke ARCW I…………………………... 72 Gambar 4.14. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW I…………………... 72 Gambar 4.15. Grafik Load VS Stroke ARCW II………………………….. 74 Gambar 4.16. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW II …………………. 74 Gambar 4.17. Grafik Load VS Stroke ARCW III....................................... 76 Gambar 4.18. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW II I………………… 76
x Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pengujian BM 1……………………………………………. 1
Lampiran 2
Pengujian BM 2……………………………………………. 9
Lampiran 3
Pengujian BM 3……………………………………………. 17
Lampiran 4
Pengujian OAW 1………………………………………….. 22
Lampiran 5
Pengujian OAW 2………………………………………….. 28
Lampiran 6
Pengujian OAW 3………………………………………….. 34
Lampiran 7
Pengujian ARCW 1………………………………………....38
Lampiran 8
Pengujian ARCW 2………………………………………... 52
Lampiran 9
Pengujian ARCW 3………………………………………....58
Lampiran 10 Ukuran Spesimen Uji Lampiran 11 Surat Keterangan Kalibrasi Alat Uji
xi Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan zaman yang disertai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat dewasa ini menciptakan era globalisasi dan keterbukaan yang menuntut setiap individu untuk ikut serta di dalamnya, sehingga sumber daya manusia harus menguasai IPTEK serta mampu mengaplikasikannya dalam setiap kehidupan. Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan industri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Sehingga hampir tidak mungkin pembangunan suatu pabrik tanpa melibatkan unsur pengelasan. Pada era industrialisasi dewasa ini teknik pengelasan telah
banyak
dipergunakan secara luas pada penyambungan batang-batang, konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Luasnya penggunaan teknologi ini disebabkan karena bangunan dan mesin yang dibuat dengan teknik penyambungan menjadi ringan dan lebih sederhana dalam proses pembuatannya. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam bidang konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, pipa saluran dan lain sebagainya. Disamping itu proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan lain-lain.
Pengelasan bukan 1
Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
tujuan utama dari konstruksi, tetapi merupakan sarana untuk mencapai pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las harus betul-betul memperhatikan kesesuaian
antara
sifat-sifat
las
yaitu
kekuatan
dari
sambungan
dan
memperhatikan sambungan yang akan dilas, sehingga hasil pengelasan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam memilih proses pengelasan harus dititik beratkan pada proses yang paling sesuai untuk tiap-tiap sambungan las yang ada pada konstruksi. Dalam hal ini dasarnya adalah efesiensi yang tinggi, biaya yang murah, penghematan tenaga dan penghematan energ i sejauh mungkin. Mutu dari pengelasan di samping tergantung dari pengerjaan lasnya sendiri dan juga sangat tergantung dari persiapan sebelum pelaksanaan pengelasan, karena pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Pada penelitian ini pengelasan yang digunakan adalah las busur listrik dan asetilen. Hal ini sangat erat hubungannya dengan arus listrik, ketangguhan, cacat las, serta retak yang pada umumnya mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan dari konstruksi yang dilas. Maka dari itu untuk mengusahakan terhadap hasil pengelasan yang baik dan berkualitas maka perlu memperhatikan sifat-sifat bahan yang akan dilas. Untuk itu penelitian tentang pengelasan sangat mendukung dalam rangka memperoleh hasil yang lebih baik. Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang akan dilas.
2 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
Untuk dapat mengetahui pengaruh hasil pengelasan las listrik dan asetilen pada pelat baja terhadap uji kekerasan, struktrur mikro dan uji tarik dari pengelasan maka perlu dilakukan pengujian terhadap benda uji hasil pengelasan.
1.2. Rumusan Masalah.
Bertolak dari latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu: 1. Bagaimana sifat mekanis yang dimiliki pelat baja St 37 setelah dilas dengan menggunakan las listrik dan asetilen? 2. Berapa besar pengaruh pengelasan dengan menggunakan las listrik dan asetilen terhadap kekuatan tarik pada daerah HAZ logam induk?
1.3. Batasan Masalah
Agar dalam penyusunan skripsi ini lebih mengarah ke tujuan penelitian dengan membatasi pokok permasalahan sebagai ber ikut: 1. Bahan yang digunakan adalah pelat baja St 37. 2. Pengelasan yang dilakukan adalah pengelasan listrik dengan elektroda terbungkus E 6013. 3. Pengelasan asetilen menggunakan kawat penambah sebagai umpan pengelasan. 4. Arus listrik yang digunakan dalam proses pengelasan listrik yaitu 135 Ampere.
3 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
5. Sambungan yang di gunakan adalah tipe sambungan tumpul (but joint) dua sisi. 6. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik dengan standarisasi ASME E8. 7. Pengaruh proses pembentukan spesimen uji meliputi proses milling, grinding, di abaikan.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hasil pengelasan dengan las listrik dan asetilen terhadap kekuatan tarik, pada pelat baja St 37.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui nilai hasil uji tarik, yang terjadi pada proses penyambungan setelah proses pengelasan listrik dan pengelasan asetilen. 2. Membandingkan hasil pengelasan, dengan cara mengetahui pengaruh hasil pengelasan listrik dan asetilen terhadap kekuatan tarik, pada pelat baja St 37. 3. Dari data-data ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang pengelasan listrik dan asetilen.
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan dibagi dalam beberapa bab. Secara garis besar, isi yang dimuat dalam skripsi ini adalah seperti yang tercakup dalam sistematika penulisan berikut:
4 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
BAB 1: PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistemet ika penulisan. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan tinjauan umum tentang pengelasan, parameter pengelasan, dan persiapan sambungan. BAB 3: METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang metode yang dijalankan untuk mendapatkan hasil pengujian. BAB 4: ANALISA HASIL PERCOBAAN
Pada bab ini akan dibahas hasil pengujian yang didapat setelah proses sebelumnya dicapai.
BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari analisa hasil percobaan pada bab 4. DAFTAR PUSTAKA
5 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelasan
Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah,
misalnya
pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian paduan timbal-timah. Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 3000 sampai 4000 SM. Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes (1985). Dalam penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan. Zerner (1889) mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Slavianoff (1892) adalah orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Kemudian Kjellberg menemukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak. Di samping penemuan-penemuan oleh Slavianoff dan Kjellberg dalam las busur dengan elektroda terbungkus seperti diterangkan di atas, Thomas (1886) menciptakan proses las resistansi listrik, Goldschmitt (1895) menemukan las
6 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
termit dan tahun 1901 las oksi-asitelin mulai digunakan oleh Fouche dan Piccard. Baru pada tahun 1926 ditemukannya las hidrogen atom oleh Lungumir, las busur logam dengan pelindung gas mulia oleh Hobart dan Dener serta las busur rendam oleh Kennedy (1935). Wasserman (1936) menyusul dengan menemukan cara pembrasingan yang mempunyai kekuatan tinggi. Dari tahun 1950 sampai sekarang telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO 2, las gesek, las ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser, dan masih banyak lagi lainnya.
Definisi pengelasan menurut DIN ( Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh tekanan atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan metalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom.
Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya pengelasan hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang kurang penting. Tapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan penggunaan konstruksi-konstruksi las merupakan hal yang umum di semua negara di dunia.
7 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern.
2.2. Klasifikasi Pengelasan
Ditinjau dari sumber panasnya. Pengelasan dapat dibedakan menjadi:
1. Mekanik 2. Listrik 3. Kimia
Sedangkan menurut cara pengelasan, dibedakan menjadi dua bagian besar:
1. Pengelasan tekanan (Pressure Welding) 2. Pengelasan Cair (Fusion welding)
8 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik P ada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
FI LE NAME : C: \ My Document s\ UTMTest \ BM- 1- UP. pr n TESTI NG TYPE : Tensi l e MATERI AL : St eel DATE : 27- 3- 2009 TI ME : 8: 7: 50 NO. SPECI MENT : 1 SAMPLI NG TI ME : 1000 [ msecond] LENGTH : 64. 70 [ mm] DI AMETER : 0. 00 [ mm] WI DTH : 25. 40 [ mm] THI CKNESS : 3. 50 [ mm] ------------------------------------------------- TESTI NG DATA CALCULATI ON RESULT NO. FORCE[ N] STROKE[ mm] STRESS[ N/ mm^2] STRAI N -------------------------------------------------1 4048. 59 0. 354418 45. 54 0. 0054779 2 4959. 53 0. 434163 55. 79 0. 0067104 3 5313. 78 0. 465174 59. 77 0. 0071897 4 5617. 42 0. 491755 63. 19 0. 0076005 5 5971. 68 0. 522768 67. 17 0. 0080799 6 6477. 75 0. 567070 72. 87 0. 0087646 7 6578. 96 0. 575930 74. 00 0. 0089015 8 6983. 82 0. 611372 78. 56 0. 0094493 9 7236. 86 0. 633523 81. 40 0. 0097917 10 7489. 90 0. 655675 84. 25 0. 0101341 11 7793. 54 0. 682256 87. 67 0. 0105449 12 8198. 40 0. 717697 92. 22 0. 0110927 13 8350. 22 0. 730988 93. 93 0. 0112981 14 8653. 87 0. 757570 97. 34 0. 0117090 15 8906. 91 0. 779721 100. 19 0. 0120513 16 9159. 94 0. 801872 103. 04 0. 0123937 17 9412. 98 0. 824023 105. 88 0. 0127361 18 9817. 84 0. 859465 110. 44 0. 0132839 19 10323. 91 0. 903767 116. 13 0. 0139686 20 10829. 99 0. 948070 121. 82 0. 0146533 21 11336. 06 0. 992372 127. 51 0. 0153381 22 11842. 14 1. 036675 133. 21 0. 0160228 23 12955. 50 1. 134140 145. 73 0. 0175292 24 12803. 68 1. 120849 144. 02 0. 0173238 25 13259. 14 1. 160721 149. 15 0. 0179400 26 13815. 83 1. 209454 155. 41 0. 0186933 27 14220. 69 1. 244896 159. 96 0. 0192410 28 14676. 15 1. 284767 165. 09 0. 0198573 29 15081. 01 1. 320209 169. 64 0. 0204051 30 15789. 52 1. 382233 177. 61 0. 0213637 31 15789. 52 1. 382233 177. 61 0. 0213637 32 16194. 38 1. 417675 182. 16 0. 0219115 33 16548. 63 1. 448686 186. 15 0. 0223908 34 17408. 95 1. 524000 195. 83 0. 0235549 35 17307. 74 1. 515140 194. 69 0. 0234179 36 17712. 60 1. 550582 199. 24 0. 0239657 37 18623. 53 1. 630325 209. 49 0. 0251982 38 18471. 71 1. 617035 207. 78 0. 0249928 39 19028. 39 1. 665767 214. 04 0. 0257460 40 19635. 68 1. 718930 220. 87 0. 0265677
1
- MIG - MAG - Submerged Welding
4. Resistance Welding - Spot Welding - Seam Welding - Upset Welding - Flash Welding -Electro Slag Welding - Electro Gas Welding 5. Electron Beam Welding 6. Laser Beam Welding 7. Plasma Welding
10 Rahmad Setiawan : Studi Sifat Mekanis Perbandingan Hasil Pengelasan Oksiasetilin Dan ARC Listrik Pada Plat ST 37 Dengan Ketebalan 3,5 mm, 2009.
2.4. Pengelasan Dengan Gas
1. Pengelasan Oksi-asetilen (Oxyacetylin welding). Pengelasan dengan oksi–asetilen adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Dalam proses ini digunakan campuran gas oksigen o
dengan gas asetilen. Suhu nyalanya bisa mencapai 3500 C. Oksigen berasal dari proses hidrolisa atau pencairan udara. Oksigen disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2) dihasilkan oleh reaksi kalsium karbida dengan air dengan reaksi sebagai berikut : C2H2 Kalsium
+
2 H2O air kapur tohor
Ca(OH)2 gas karbida
+
C2H2 asetilen
Gambar 2.2. Tabung Asetilen Dan Oksigen Untuk Pengelasan Oksi-asetilen. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.
11
Gas asetilen yang digunakan untuk pengelasan dapat diperoleh dengan membeli pada tabung-tabung yang ada di pasaran atau dengan cara membuat sendiri. Alat yang berfungsi sebagai pembuat dan penyimpan gas asetilen disebut generator asetilen. Gas asetilen yang dibuat pada generator diperoleh dengan cara mereaksikan CaC2 ( Kalsium Karbida ) dengan air.
Cara kerja generator asetilen sistem lempar atau celup sederhana seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 2.3. Generator Asetilen System Lempar / Celup Sederhana. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. Karbit yang dicelupkan dalam air yang ditampung. Gas asetilen yang terjadi bergerak naik, gas yang terjadi berkumpul dalam ruang gas terus kekunci air, dari kunci air tersebut gas siap digunakan.
12
Cara kerja generator asetilen sistem tetes kebalikan dari generator asetilen sistem celup, seperti pada gambar 2.3. Generator asetilen jenis ini air diteteskan kepermukaan karbit yang terletak pada laci didalam rotor, gas asetilen yang terbentuk kemudian masuk keruang gas, dari ruang gas masuk kekunci air dan siap digunakan. Generator asetilen harus mendapatkan perawatan dan perhatian yang khusus karena sistem ini menghasilkan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau tetapi mudah terbakar dan mempunyai sifat racun bila dihirup dalam jumlah yang banyak sehingga harus disimpan dengan baik .
Gambar 2.4. Generator Asetilen Sistem Tetes. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. Agar aman dipakai gas asetilen dalam tabung tekanannya tidak boleh melebihi 100 kPa dan disimpan tercampur dengan aseton. Tabung asetilen diisi dengan bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas
13
asetilen. Tabung asetilen mampu menahan tekanan sampai 1,7 MPa. Skema nyala las dan sambungan gasnya bisa dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.5. Skema Nyala Las Oksi-asetilen Dan Sambungan Gasnya. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.
Pada nyala gas oksi-asetilen bisa diperoleh 4 jenis nyala yaitu nyala netral, karburasi dan oksidasi dan nyala asitelin. Nyala netral diperlihatkan pada gambar 2.5 dibawah ini.
Gambar 2.6. Nyala Netral Dan Suhu Yang Dicapai Pada Ujung Pembakar. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.
14
Tanda-tanda dari keempat nyala api seperti berikut ini: 1). Nyala netral Perbandingan antara gas asetilen dan oksigen seimbang yaitu 1:1,2. Pada nyala terdapat 2 bagian yaitu : nyala inti dan nyala luar. Nyala inti berbentuk tumpul dan berwarna agak keputih-putihan. 2). Nyala api karburasi Nyala ini adalah nyala kelebihan asetilen. Bila kita perhatikan dalam penyalaan ada 3 bagian yaitu nyala inti, nyala ekor minimal 1¼ x nyala netral dan nyala luar. Ujung nyala inti berbentuk tumpul dan berwarna biru. 3). Nyala oksidasi Nyala oksidasi adalah nyala kelebihan oksigen, nyala ini terdiri dari 2 bagian, yaitu nyala inti dan nyala luar, nyala ini berbentuk runcing dan berwarna biru terang/cerah. 4). Nyala Asetilen Nyala ini hanya campuran gas oksigen yang terdapat pada udara luar dengan asetilen, maka inti nyala api t idak terdapat pada penyalaan.
2. Pengelasan Oksi-hidrogen o
Nyala pengelasan oksi-hidrogen mencapai 2000 C, lebih rendah dari oksigenasetilen. Pengelasan ini digunakan pada pengelasan lembaran tipis dan paduan dengan titik cair yang rendah. Meskipun jenis peralatan yang digunakan disini sama, pengaturan pada pengelasan hydrogen lebih sulit karena perbandingan gas
15
yang berbeda tidak memberikan warna nyala yang berlainan. Namun utuk mutu sambungan las setara dengan hasil proses las lainnya.
3. Pengelasan Udara-Asetilen Nyala dalam pengelasan ini mirip dengan pembakar Bunsen. Untuk nyala dibutuhkan udara yang dihisap sesuai dengan kebutuhan. Suhu pengelasan lebih rendah dari yang lainnya maka kegunaannya sangat terbatas yaitu hanya untuk patri timah dan patri suhu rendah.
4. Pengelasan Gas Bertekanan Sambungan yang akan dilas dipanaskan dengan nyala gas menggunakan oksio
asetilen hingga 1200 C kemudian ditekankan. Ada dua cara penyambungan yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka. Pada sambungan tertutup, kedua permukaan yang akan disambung ditekan satu sama lainnya selama proses pemanasan. Nyala menggunakan nyala ganda dengan pendinginan air. Selama proses pemanasan, nyala tersebut diayun untuk mencegah panas berlebihan pada sambungan yang dilas. Ketika suhu yang tepat sudah diperoleh, benda diberi tekanan. Untuk baja karbon tekanan permulaan kurang dari 10 MPa dan tekanan upset antara 28 MPa. Pada sambungan terbuka menggunakan nyala ganda yang pipih yang ditempatkan pada kedua permukaan yang disambung. Permukaan yang disambung dipanaskan sampai terbentuk logam cair, kemudian nyala buru-buru dicabut dan
16
kedua permukaan ditekan sampai 28 MPa hingga logam membeku. Proses pengelasan terbuka bisa dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.7. Skema Cara Pengelasan Tumpu Dengan Gas Bertekanan. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo. 5. Pemotongan Nyala Oksi-asetilen Pemotongan dengan nyala juga merupakan suatu proses produksi. Nyala untuk pemotongan berbeda dengan nyala untuk pengelasan dimana disekitar lubang utama yang dialiri oksigen terdapat lubang kecil untuk pemanasan mula. Fungsi nyala pemanas mula adalah untuk pemanasan baja sebelum dipotong. Karena bahan yang akan dipotong menjadi panas sehingga baja akan menjadi terbakar dan mencair ketika dialiri oksigen.
2.5. Las Busur Listrik
Las busur listrik atau umumnya disebut dengan las listrik adalah suatu proses penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Jenis sambungan dengan las Iistrik ini adalah merupakan sambungan tetap dengan
17
menggunaan busur listrik untuk pemanasan. Panas oleh busur listrik terjadi karena adanya loncatan elektron dari elektroda melalui udara ke benda kerja. Elektron tersebut bertumbukan dengan udara/gas serta memisahkannya menjadi elektron dan ion positif. Daerah di mana terjadi loncatan elektron disebut busur (Arc). Menurut Bernados (1885) bahwa busur yang terjadi di antara katoda karbon dan anoda logam dapat meleburkan logam sehingga bisa dipakai untuk penyambungan 2 buah logam.
Gambar 2.8. Prinsip Kerja Perpindahan Logam Pada Proses SMAW. Sumber: Teknik Pengelasan Kapal; Jilid 2; Heri Sunaryo.
Las Busur Listrik dapat dibagi menjadi: 1). Las Elektroda Karbon 2). Las Elektroda Terbungkus 3). Las Busur Rendam 4). Las Busur CO2
18
5). Las TIG 6). Las MIG 7). Las Busur dengan elektroda berisi fluks
Prinsip Kerja Las Listrik.
Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun logam, menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mancapai temperatur tinggi yang dapat melelehkan sebagian bahan merupakan perkalian antara tegangan listrik (E) dangan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas joule, atau kalori seperti rumus dibawah ini : H=ExIxt dimana : H = Panas Dalam Satuan Joule. E = Tegangan Listrik Dalam Volt. I = Kuat Arus Dalam Amper. t = Waktu Dalam Detik.
1). Las Listrik Dengan Elektroda Karbon
Carbon Arc Welding mungkin adalah proses las listrik yang dikembangkan
pertama kali menurut catatan, eksperimen las listrik pertama kali dilakukan pada tahun 1881, ketika Auguste de Meritens (Perancis) menggunakan busur karbon sebagai sumber pengelasan dengan aki sebagai sumber listriknya. Dalam
19
eksperimennya, dia menghubungkan benda kerja dengan kutub positif. Walaupun kurang efisien, proses ini berhasil menyatukan timah dengan timah.
Carbon Arc Welding adalah proses untuk menyatukan logam dengan
menggunakan panas dari busur listrik, tidak memerlukan tekanan dan batang pengisi ( filler metal) dipakai jika perlu. Carbon Arc Welding banyak digunakan dalam
pembuatan
aluminium
dan
besi.
Mula-mula
elektroda
kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas sehingga terjadi aliran arus listrik, kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga timbullah busur. Panas pada busur o
bisa mencapai 5.500 C.
Sumber arusnya bisa DC maupun AC. Dengan menggunakan DC/AC, proses Carbon
Arc
Welding bisa
dipakai
secara
manual
ataupun
otomatis.
Pendinginannya tergantung besarnya arus, bila penggunaan arus di atas 200 Ampere digunakan air pendingin ( Water Cooled ). Dan sebaliknya bila di bawah 200 Ampere digunakan pendingin dengan udara bebas ( Air cooled ).
Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah elektroda jenis logam walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun sudah jarang digunakan. Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas sehingga jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas. Untuk las biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh berbeda, namun polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan. Elektroda yang digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu : elektroda polos, elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal . Elektroda polos 20
adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan elektroda jenis ini terbatas antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda fluks adalah elektro da yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat pengelasan. Kawat las berlapis tebal paling banyak digunakan terutama pada proses pengelasan komersil. Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai fungsi : 1. Membentuk lingkungan pelindung. 2. Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair. 3. Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus.
Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan arus searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam/pelat tebal, las arus bolak balok lebih cepat.
2). Las Elektroda Terbungkus ( Coated Electrode Welding)
Cara Pengelasan dimana elektrodanya dibungkus dengan fluks merupakan pengembangan lebih lanjut dari pengelasan dengan eletroda logam tanpa pelindung (Bare Metal Electrode). Dengan elektroda logam tanpa pelindung, busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan terlalu cepat sehingga O 2 dan N2 dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida, akibatnya sambungan menjadi rapuh dan lemah.
21
Prinsip Las Elektroda Terbungkus adalah akibat dari busur listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk yang mengakibatkan logam induk dan ujung elektroda mencair dan kemudian membeku bersama-sama. Lapisan (Pembungkus) elektroda terbakar bersama dengan meleburnya elektroda.
Fungsi Fluks ini antara lain:
-
Melindungi logam cair dari lingkungan udara.
-
Menghasilkan gas pelindung
-
Menstabilkan busur
-
Sumber unsur paduan (V, Zr, Cs, Mn).
3). Las Busur Rendam ( Submerged Arc Welding)
Dalam pengelasam busur rendam otomatis, busur dan material yang diumpankan untuk pengelasan tidak diperlukan seorang operator yang ahli. Pengelasan otomatis ini pertama kali diusulkan oleh Bernardos dan N. Slavianoff dan las busur rendam dipraktekkan pertama kali oleh D. Dulchevsky.
Las busur rendam adalah pengelasan dimana logam cair tertutup dengan fluks yang diatur melalui suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya terendam dalam fluks. Karena dalam pengelasan ini, busur listriknya tidak kelihatan, maka sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping itu karena mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar untuk
22
memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las ini dapat menggunakan sumber listrik AC yang lamban dan DC dengan tegangan tetap.
Bila
menggunakan
listrik
AC
perlu
adanya
pengaturan
kecepatan
pengumpanan kawat las yang dapat diubah-ubah untuk mendapatkan panjang busur yang diperlukan. Bila menggunakan sumber listrik DC dengan tegangan tetap, kecepatan pengumpanan dapat dibuat tetap dan biasanya menggunakan polaritas balik (DCRP). Mesin las dengan listrik DC kadang-kadang digunakan untuk mengelas pelat tipis dengan kecepatan tinggi atau untuk pengelasan dengan eletroda lebih dari satu.
4). Tungsten Inert Gas (TIG)
Pengelasan ini pertama kali ditemukan di Amerika Serikat (1940), berawal dari pengelasan paduan untuk bodi pesawat terbang. Prinsipnya : Panas dari busur terjadi diantara elektrode tungsten dan logam induk akan meleburkan logam pengisi ke logam induk di mana busurnya dilindungi oleh gas mulia (Ar atau He). Las ini memakai elektroda tungsten yang mempunyai titik lebur yang sangat tinggi (3260 C) dan gas pelindungnya Argon/Helium. Sebenarnya masih ada gas lainnya, seperti xenon. Tetapi karena sulit didapat maka jarang digunakan. Dalam penggunaannya tungsten tidak ikut mencair karena tungsten tahan panas melebihi dari logam pengisi. Karena elektrodanya tidak ikut mencair maka disebut
23
elektroda tidak terumpan. Keuntungan : Digunakan untuk Alloy Steel, Stainless Steel maupun paduan Non Ferrous: Ni, Cu, Al ( Air Craft) . Disamping itu mutu las
bermutu tinggi, hasil las padat, bebas dari porositas dan dapat untuk mengelas berbagai posisi dan ketebalan. Dibandinkan dengan Carbon Arc Welding, tungsten memiliki beberapa keunggulan. Pada umumnya Tungsten Arc Welding hampir sama dengan Carbon Arc Welding.
Persamaannya:
-
Sumber arusnya sama (Power Supply/Welding Circuit )
-
Memakai elektroda kawat
-
Dikhususkan hanya untuk las.
Perbedaannya:
-
Carbon Arc Welding memakai fluks ( Coating), TIG memakai gas pelindung.
-
Elektroda pada Carbon Arc Welding ikut mencair sebagai logam pengisi, TIG elektrodanya tidak ikut mencair.
-
Carbon Arc Welding tidak perlu filler metal, TIG diperlukan filler metal.
2.6. Parameter Pengelasan
Kestabilan dari busur api yang terjadi pada saat pengelasan merupakan masalah yang paling banyak terjadi dalam proses pengelasan dengan SAW, oleh karena itu kombinasi dari Arus listrik (I) yang dipergunakan dan Tegangan (V)
24
harus benar-benar sesuai dengan spesifikasi kawat elektroda dan fluksi yang dipakai. 1). Pengaruh dari Arus Listrik (I) Setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan meningkatkan penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan meningkat 2 mm per 100 A dan kuantiti las meningkat juga 1,5 Kg/jam per 100 A.
Gambar 2.9. Pengaruh Arus Listrik. Sumber: Dasar-dasar pengelasan, W. Keynyon terjemahan Dines Ginting. Sedangkan pengaruhnya terhadap kawat elektroda dengan diameter yang dipergunakan pada saat proses pengelasan adalah diammeter (mm) x (100-200) (A). 2). Pengaruh dari Tagangan Listrik (V) Setiap peningkatan tegangan listrik (V) yang dipergunakan pada proses pengelasan akan semakin memperbesar jarak antara tip elektroda dengan material yang akan dilas, sehingga busur api yang terbentuk akan menyebar dan mengurangi penetrasi pada material las. Konsumsi fluksi yang dipergunakan akan meningkat sekitar 10% pada setiap kenaikan 1 volt tegangan.
25
3). Pengaruh Kecepatan Pengelasan Jika kecepatan awal pengelasan dimulai pada kecepatan 40 cm/menit, setiap pertambahan kecepatan akan membuat bentuk jalur las yang kecil (Welding Bead), penetrasi, lebar serta kedalaman las pada benda kerja akan berkurang. Tetapi jika kecepatan pengelasannya berkurang dibawah 40 cm/menit cairan las yang terjadi dibawah busur api las akan menyebar serta penetrasi yang dangkal, hal ini dikarenakan over heat. 4). Pengaruh Polaritas arus listrik (AC atau DC) Pengelasan dengan kawat elektroda tunggal pada umumnya menggunakan tipe arus Direct Current (DC), elektroda positif (EP), jika menggunakan elektroda negatif (EN) penetrasi yang terbentuk akan rendah dan kuantiti las yang tinggi. Pengaruh dari arus Alternating Curret (AC) pada bentuk butiran las dan kuantiti pengelasan antara elektroda positif dan negatif adalah sama yaitu cenderung porosity, oleh karena itu dalam proses pengelasan yang menggunakan arus AC harus memakai fluks yang khusus.
2.7. Klasifikasi Kawat Elektroda Dan Fluksi
1. Fluksi Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari udara bebas serta menstabilkan busur.
26
Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya : - Fused Fluksi. - Bonded Fluksi.
A). Fused Fluksi Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan, kapur,
boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak yang terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan : - Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis / susun yang tebal kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang diinginkan. - Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan – percikan yang kemudian disaring sesuai ukurannya. Metode ini lebih effisien, tetapi kualitas fluksi yang dihasilkan mengandung hidrogen yang cukup tinggi yang memerlukan prose lebih lanjut untuk mengurangi kadar hidrogen tersebut.
B). Bonded Fluksi Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-butiran
material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy, water glass sebagi pengikat dalam suatu pengaduk (mixer ) yang khusus. Campuran tersebut kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang 0
berputar pada temperatur 600–800 C. 27
2. Kawat Elektroda Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manurut klasifikasi AWS ( American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artInya sebagai berikut :
•
E menyatakan elaktroda busur listrik.
•
XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam 2
ribuan Ib/in lihat table.
•
X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.
•
X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai untuk pengelasan.
Contoh : E 6013 Artinya:
•
Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2
•
Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi
•
Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC at au DC + atau DC –.
28
Ukuran Kawat Elektroda Elektroda dimulai dari 1.2, 1.6, 2.0, 2.5, 3, 4, 5, dan 6 mm . Tabel 2.1. Hubungan Diameter Elektroda Dengan Arus Listr ik. Kawat Elektroda Diameter (mm)
Arus listrik (A)
Kawat Elektroda Dimeter (mm)
Arus listrik (A)
1,2
120 – 250
3
280 – 650
1,6
160 – 350
4
350 – 900
2,0
200 – 450
5
500 – 1100
2,5
240 – 570
6
600 – 1400
Sumber: Tim Kurikulum Fakultas Perkapalan ITS, Dasar-Dasar Pengelasan Menggunakan Peralatan Las Busur Listrik, 2003.
2.8. Persiapan Sambungan
Klasifikasi sambungan las berdasarkan jenis sa mbungan dan bentuk alur. 1. Sambungan Las Dasar Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya dibagi dalam sambungan tumpul, sambungan t, sambungan sudut dan sambungan tumpang. Sebagai perkembangan sambungan dasar tersebut diatas terjadi sambungan silang, sambungan dengan penguat dan sambungan sisi seperti yang ditunjukkan dalam
29
gambar 2.10. Pembagian lebih lanjut dari sambungan ini dapat dilihat dalam gambar 2.11 sampai dengan gambar 2.16.
Gambar 2.10. Jenis-Jenis Sambungan Dasar. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto.
30
Gambar 2.11. Alur Sambungan Las Tumpul. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 2. Sambungan Tumpul Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Sambungan ini dibagi lagi mejadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan sambungan penetrasi sebagian seperti yang terlihat dalam gambar 2.11. Sambungan penetrasi penuh dibagi lebih lanjut menjadi sambungan tanpa pelat pembantu dan sambungan dengan pelat pembantu yang masih dibagai lagi dalam pelat pembantu yang turut menjadi bagian dari konstruksi dan pelat pembantu yang hanya sebagai penolong pada waktu proses pengelasan saja.
31
Bentuk alur dalam sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pengerjaan, efisiensi sambungan dan jaminan sambungan. Karena itu pemilihan bentuk alur sangat penting. Bentuk dan ukuran alur sambungan datar ini sudah banyak di standarkan dalam standar AWS, DIN, JSSC dan sebagainya. Pada dasarnya dalam memilih bentuk alur harus menuju kepada penurunan masukan panas dan penurunan logam las sampai kepada harga terendah yang tidak menurunkan mutu sambungan. Karena hal ini maka dalam pemilihan bentuk alur diperlukan kemampuan dan pengalaman yang luas. Bentuk-bentuk yang telah distandarkan pada umumnya hanya meliputi bentuk alur harus ditentukan sendiri berdasarkan pengalaman yang dapat dipercaya.
Gambar 2.12. Sambungan T. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto.
32
3. Sambungan Bentuk T Dan Bentuk Silang Pada kedua sambungan ini secara garis besar dibagi dalam dua jenis yaitu jenis las dengan alur dan jenis las sudut. Hal-hal yang dijelaskan untuk sambungan tumpul di atas juga berlaku untuk sambungan jenis ini. Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin sekali ada bagian batang yang menghalangi yang dalam hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur. 4. Sambungan sudut Dalam sambungan ini dapat terjadi penyusutan dalam arah tebal pelat yang dapat menyebabkan terjadinya retak lamel. Hal ini dapat dihindari dengan membuat alur pada pelat tegak seperti yang terlihat dalam gambar 2.13. Bila pengelasan dalam tidak dapat dilakukan karena sempitnya ruang maka pelaksanaanya dapat dilakukan dengan pengelasan tembus atau pengelasan dengan pelat pembantu.
Gambar 2.13. Macam-Macam Sambungan Sudut.
33
Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto. 5. Sambungan Tumpang Sambungan tumpang dibagi dalam 3 jenis seperti ditunjukkan dalam gambar 2.14. Karena sambungan ini efisiensinya rendah maka jarang sekali digunakan untuk pelaksanaan penyambungan konstruksi utama. Sambungan tumpang biasanya dilakukan dengan las sudut, dan las sisi.
Gambar 2.14. Sambungan Tumpang. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto.
6. Sambungan Sisi Sambungan sisi dibagi dalam sambungan las dengan alur dan sambungan las ujung seperti yang terlihat dalam gambar 2.15. Untuk jenis yang pertama pada pelatnya harus dibuat alur sedangkan pada jenis kedua pengelasan dilakukan pada ujung pelat tanpa ada alur. Jenis yang kedua ini biasanya hasilnya kurang memuaskan kecuali bila pengelasannya dilakukan dalam
34
posisi datar dengan aliran listrik yang tinggi. Karena hal ini maka jenis ini hanya dipakai untuk pengelasan tambahan atau sementara pada pengelasan pelat-pelat yang tebal.
Gambar: 2.15. Sambungan Sisi. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto.
7. Sambungan Dengan Pelat Penguat Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitu sambuangna dengan pelat penguat tunggal dan dengan pelat penguat ganda seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.16. Dari gambar dapat dilihat bahwa sambungan ini mirip dengan sambungan tumpang. Dengan alasan yang sama dengan sambungan tumpang, maka sambungan inipun jarang digunakan untuk penyambungan konstruksi utama.
35
Gambar 2.16. Sambungan Dengan Penguat. Sumber: Teknologi Pengelasan Logam, Prof. Dr. Ir. Harsono wiryosumarto.
36
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan metode-metode yang dilakukan pada proses pengujian. 3.1. Jadwal Penelitian Dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengujian Logam Departemen Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai dengan selesai.
3.2. Metode Penelitian
1. Proses pengujian dilaksanakan sepenuhnya, terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi pemakaian dari metode penyambungan, dalam hal ini penyambungan las oksi-asetilen dan las busur listrik terhadap sambungan pelat baja karbon yang hanya ditinjau dari pemeriksaan secara uji merusak dengan jenis pengujian tarik. 2. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari proses pengelasan yang dilakukan dari hasil pengujian tarik terhadap benda uji sebanyak 9 spesimen, masing-masing 3 spesimen untuk uji material dasar (base metal), 3 spesimen untuk las oksi-asetilen dan selanjutnya untuk pengelasan busur listrik yang keseluruhannya dilakukan pengujian tarik dengan standarisasi ASME E8. 3. Metoda analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan di laboratorium pada masing-masing spesimen adalah secara kualitatif.
37
Dari data inilah akan dicari harga rata-rata (mean) untuk uji tarik dari masingmasing spesimen dan merupakan nilai yang dicapai dari uji tarik dari bahan tersebut. 4. Dari sinilah penelitian akan mendapatkan kesimpulan yang sebenarnya bagaimana pengaruh pengelasan oksi-asetilen dan las busur listrik terhadap kekuatan tarik dari baja karbon menengah didalam standar pengujian yang berlaku.
5. Penyusunan laporan, yang termasuk didalamnya kesimpulan dari hasil yang dicapai serta pengambilan langkah-langkah yang berhubungan terhadap hasil kekuatan sambungan las pada material uji lebih ditekankan, sehingga pada akhirnya tujuan penelitian dapat sepenuhnya tercapai.
3.3.
Variabel- Variabel Pengujian
Dari metode penelitian diatas maka dapat ditentukan hal-hal dasar terhadap variabel-variabel pengujian berikut ini:
3.3.1
Bahan Dasar St 37 ( Base Metal) Bahan yang digunakan pada penelitian adalah baja karbon menengah St 37
dengan pertimbangan: a. Baja karbon menengah St 37 banyak digunakan di industri, terlebih industri kecil dan menengah, sebagai bahan konstruksi. b. Baja karbon menengah mudah dilakukan proses penyambungan, baik dengan las listrik maupun las oksi-asetilen (tidak membutuhkan keahlian khusus). c. Bahan uji mudah didapat.
38
Ketebalan bahan dasar yang dipakai dalam pengujian adalah 3,5 mm. Hal ini didasarkan kepada tebal minimum pengelasan listrik, yaitu 3-4 mm.
3.3.2
Proses Pengelasan
Hal-hal yang perlu ditekankan pada proses pengelasan: 1) Pengelasan Oksi-Asetilen Dalam menentukan hal-hal dasar yang dipakai pada proses pengelasan oksiasetilen dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel: 3.1. Persiapan Tepi, Teknik, Kecepatan Dan Konsumsi Gas.
Sumber: Dasar-dasar pengelasan, W. Keynyon terjemahan Dines Ginting.
Dari tabel 3.1, didapat untuk ketebalan pelat 3,5 mm maka dipakai nomor ukuran nosel 10, dengan celah sambungan 1,5 mm (maks 1/2 T), diameter kawat penambah 3,2 mm, perbandingan tekanan operasi oksigen : asietilen adalah
39
0,14:0,14 bar dengan kata lain perbandingan asetilin dan oksigen adalah 1:1 (nyala Netral).
2) Pengelasan Busur Listrik a. Pemilihan elektroda: Elektroda yang digunakan pada proses pengujian adalah elektroda tipe E 6013, Ø 3,2 mm, arus yang dipakai adalah arus DC+ (seperti pada gambar 3.1),
Gambar 3.1. Elektroda Yang Dipakai Pada Proses Pengelasan Busur Listrik.
Hal ini didasarkan kepada: Jenis metal dasar yang akan dilakukan pengelasan yaitu St 37 dimana tipe ini merupakan jenis baja karbon menengah (37 kg/mm2). Tabel 3.2: Hubungan Antara Material Dasar dan Tipe Elektroda yang dipakai. 1/8”, 5/32” & 3/16” E6013, E7014, E7016 & E701
Carbon steel
1/8”, 5/32” & 3/16” E309, E310 & E312
Stainless steel
1/8” & 5/32” ENiCrFe-2, ENiCrFe-3 & ENiCrMo-3
High nickel
American Welding Society,WS A5.18 American Welding Society, AWS A5.4 American Welding Society,AWS A5.1
WATERPROOFING
40
MATERIALS Epoxy 152
4MIL-P-24441
Lea-Lac 30-L2093 Non-petroleum-based, clear, polyurethane Sumber: Sumber: U.S. Navy Underwater Cutting & Welding Manual; hal: 3-4.
Dari sini maka didapat kan beberapa tipe elektro da yang sesuai dengan pengelasan metal dasar diantaranya: E 6013; E 7014; E 7016; E701, dan penguji memilih tipe elektroda E 6013. Dari tipe elektroda E 6013 didapat informasi sebagai berikut: E 6013
Artinya:
•
Kekuatan tarik minimum deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2
•
Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi
•
Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC + atau DC –
Dari penjelasan di atas tipe elektroda E 6013 dapat dipakai menggunakan arus DC dan AC, dan seperti penjelasan pada bab II hal:19, maka penguji menggunakan arus DC- mengingat arus ini sangat baik pada pengelasan pelat tipis. Untuk menyesuaikan diameter elektroda, dan besar arus, yang dipakai didasarkan kepada ketebalan pelat, posisi pengelasan dan jenis elektroda. Seperti yang dilihat pada tabel di bawah ini:
41
Tabel 3.3: Hubungan Tipe Elektroda, Posisi Pengelasa n, Besar Arus Dan Tegangan kerja Electrode Type
Size 1
Vertical
Welding Position Horizontal Overhead
Arc
Inch Amps Voltage E6013
Amps Amps
1/8 130-140 25-35 5/32 150-180 26-36
E7016
150-180 150-170
1/8 140-150 25-35 160-200 160-180
E7014
1/8 140-150 25-35 170-200 170-190 190-240 190-230
E3XX
High
130-140 130-135
1/8 135-140 22-30 1/8 125-145 22-30
140-150 130-140 5/32 160-200 26-36 140-150 130-145 5/32 170-200 26-36 3/16 190-240 28-38 130-140 125-135 130-150 125-
145 Nickel Sumber: U.S. Navy Underwater Cutting & Welding Manual. Dengan demikian diameter elektroda yang dipakai adalah Ø 3,2 mm dan arus yang dipakai 135 A.
42
3.3.3. Proses Pembentukan. Bentuk spesimen mengikuti standarisasi ASME E8 sebagai berikut:
Gambar 3.2. Gambar Spesimen. Sumber: Boiler and Pressure Vessel Code, Bab IX, 1986. Mengingat fillet radius yang dipakai pada spesimen uji tarik cukup besar (Ø 50,8 mm) dan untuk menjaga ketelitian yang dimaksud, maka penguji menggunakan mesin CNC untuk proses pembentukannya dengan bantuan program CAM yaitu program MASTER CAM.
Gambar 3.3. Verifikasi Pengerjaan Spesimen Pada Program Master CAM.
43
Gambar 3.4. Verifikasi Bentuk Spesimen Akhir Pada Program Master CAM. Setelah setiap langkah pada proses pemograman Master CAM telah dipenuhi, maka program lagsung dapat dihubungkan kemesin milling numerik yang sesuai pada post prosessor yang yang telah ditentukan sebelumnya. Pada akhirnya spesimen yang telah diproses pada mesin CNC dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
44
Gambar 3.5: Spesimen Yang Siap Diuji Tar ik. 3.4. Proses Pengujian Tarik
Spesimen uji ditarik dengan mesin uji tarik Universal Test ing Machine (UTM), jenis Tarno Test UPH 100 kN di laboratorium jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan (gambar 3.6.).
Gambar 3.6. Alat Uji Tarik.
45
Gambar 3.7.: Proses Uji Tarik. Proses pengujian dipantau pada monitor yang mencatat setiap nilai dari hasil uji tarik seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3.8. Proses Uji Dipantau Pada Monitor.
46
Proses dihentikan saat terjadi perpatahan ( fracture) seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.9.
Gambar 3.9. : Spesimen Setelah Mengalami Uji Tarik. Hasil pengujian yang dicatat mesin uji langsung dapat d iterjemahkan ke dalam bentuk diagram tegangan dan regangan dan diagram beban terhadap penambahan panjang seperti pada gambar:
47
Gambar 3.10. Diagram Hasil Uji Tar ik Tegangan VS Regangan.
Gambar 3.11. : Diagram Hasil Pe ngujian Beban VS Pertambahan Panjang.
48
BAB IV ANALISA HASIL PERCOBAAN
Pada penjelasan bab 3 dijelaskan bahwa setiap nilai hasil uji tarik dipantau pada monitor dari setiap spesimen uji yaitu: 3 spesimen metal dasar St 37 ( Base Metal), 3 spesimen untuk hasil las oksi-asetilen (OAW), dan 3 spesimen untuk
hasil las busur listrik (ARCW). Dan selanjutnya untuk membedakan 3 spesimen uji yang ada, setiap spesimen dibedakan berdasarkan tahapan pengujian. Sebagai contoh: 1. Untuk St 37 sebagai metal dasar yang diuji pertama berturut-turut diberikan kode BM I, BM II, BM III. 2. Kemudian untuk St 37 yang dilas oksi-asetilen diuji berturut-turut diberikan kode OAW I, OAW II, OAW III. 3. Dan St 37 yang dilas busur listrik yang diuji berturut-turut diberikan kode ARCW I, ARCW II,ARCW III.
4.1. Metal Dasar St 37 ( Base Metal )
1) Hasil Pengujian Metal Dasar 1 (BM I) Data pengujian BM 1 (data lengkap dapat dilihat pada lampiran 1, hal: 1) diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke), serta grafik hubungan tegangan ( Stress) dengan regangan (Strain) seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:
49
Gambar 4.1. Grafik Load vs Stroke BM I.
Gambar 4.2. Grafik Tegangan vs Regangan BM I . 50
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik didapatkan beberapa nilai sifat mekanis BM 1 berikut ini: Prop. Limit Force
: 26514,64
[N]
Yield Force
: 27518,29
[N]
Maximum Force
: 40485,94
[N]
Proporsional Stress
: 297,08
[N/ mm2]
Yield Stress
: 308,33
[N/ mm ]
Maximum Stress
: 453,62
[N/ mm ]
Elasticity Modulus
: 209457,87 [N/ mm ]
Elongation
: 37,09
2
2
2
[%]
2) Hasil Pengujian Metal Dasar 2 (BM II) Selanjutnya data pengujian BM 2 ( data lengkap dapat dilihat pada lampiran 2, hal: 9) diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke) serta grafik hubungan tegangan ( Stress) dengan regangan (Strain) seperti pada gambar berikut ini:
51
Gambar 4.3. Grafik Load vs Stroke BM II.
Gambar 4.4. Grafik Tegangan vs Regangan BM I I.
52
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik didapatkan beberapa nilai sifat mekanis BM II berikut ini: Prop. Limit Force
: 26670,11
[N]
Yield Force
: 27625,58
[N]
Maximum Force
: 40595,66
[N]
Proporsional Stress
: 298,82
[N/mm2]
Yield Stress
: 309,53
[N/ mm ]
Maximum Stress
: 454,85
[N/ mm ]
Elasticity Modulus
: 205093,49 [N/ mm ]
Elongation
: 32,46
2
2
2
[%]
3) Hasil Pengujian Metal Dasar 3 (BM III) Kemudian data pengujian BM 3 (data lengkap dapat dilihat pada lampiran 3, hal: 17) diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke) serta grafik hubungan tegangan ( Stress) dengan regangan ( Strain) seperti pada gambar berikut ini:
53
Gambar 4.5. Grafik Load vs Stroke BM III.
Gambar 4.6. Grafik Tegangan vs Regangan BM I II.
54
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik didapatkan beberapa nilai sifat mekanis BM III seperti daftar berikut ini: Prop. Limit Force
: 26732,87
[N]
Yield Force
: 27846,23
[N]
Maximum Force
: 40587,15
[N]
Proporsional Stress
: 299,53
[N/ mm2]
Yield Stress
: 312,00
[N/ mm ]
Maximum Stress
: 454,76
[N/ mm ]
Elasticity Modulus
: 217070,81 [N/ mm ]
Elongation
: 35,55
2
2
2
[%]
4.2. Pengelasan Oksi-Asetilen
1)
Hasil Pengujian Pengelasan Oksi-Asetilen 1 (OAW I) Data pengujian OAW1 (data lengkap dapat dilihat pada lampiran 4, hal: 22),
diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke), serta grafik hubungan tegangan ( Stress) dengan regangan (Strain) seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:
55
Gambar 4.7. Grafik Load vs Stroke OAW I.
Gambar 4.8. Grafik Tegangan vs Regangan OAW I.
56
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik dapat didapatkan beberapa nilai sifat mekanis OAW I seperti daftar berikut ini: Prop. Limit Force
: 20498,02
[N]
Yield Force
: 21712,60
[N]
Maximum Force
: 29202,50
[N]
Proporsional Stress
: 229,67
[N/ mm2]
Yield Stress
: 243,28
[N/ mm ]
Maximum Stress
: 327,20
[N/ mm ]
Elasticity Modulus
: 207753,93 [N/ mm ]
Elongation
: 21,95
2
2
2
[%]
2) Hasil Pengujian Pengelasan Oksi-Asetilen 2 (OAW II) Selanjutnya data OAW 2 (data lengkap dapat dilihat pada lampiran 5, hal: 28) diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke) serta grafik hubungan tegangan ( Stress) dengan regangan (Strain) seperti pada gambar berikut ini:
57
Gambar 4.9. Grafik Load vs Stroke OAW II.
Gambar 4.10. Grafik Tegangan vs Regangan OAW II.
58
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik didapatkan beberapa nilai sifat mekanis OAW II seperti daftar berikut ini: Prop. Limit Force
: 20478,58
[N]
Yield Force
: 21530,40
[N]
Maximum Force
: 28187,71
[N]
Proporsional Stress
: 229,45
[N/ mm2]
Yield Stress
: 241,24
[N/ mm2]
Maximum Stress
: 315,06
[N/ mm2]
Elasticity Modulus
: 206433,52 [N/ mm2]
Elongation
: 21,07
3)
[%]
Hasil Pengujian Pengelasan Oksi Asetilen 3 (OAW III) Kemudian data OAW 3 (data lengkap dapat dilihat pada lampiran 6, hal: 34)
diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke) serta grafik hubungan tegangan ( Stress) dengan regangan (Strain) seperti pada gambar berikut ini:
59
Gambar 4.11. Load vs Stroke OAW III.
Gambar 4.12. Grafik Tegangan vs Regangan OAW III .
60
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik didapatkan beberapa nilai sifat mekanis OAW III seperti daftar berikut ini: Prop. Limit Force
: 20461,57
[N]
Yield Force
: 21314,61
[N]
Maximum Force
: 28118,80
[N]
Proporsional Stress
: 229,26
[N/ mm2]
Yield Stress
: 238,24
[N/ mm ]
Maximum Stress
: 315,06
[N/ mm ]
Elasticity Modulus
: 206420,99 [N/ mm ]
Elongation
: 21,58
2
2
2
[%]
4.3. Pengelasan Busur Listrik
1) Hasil Pengujian Pengelasan Busur Listrik 1 (ARCW I) Data pengujian ARCW 1 (data lengkap dapat dilihat pada lampiran 7, hal: 38), diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke), serta grafik hubungan tegangan ( Stress) dengan regangan (Strain) seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:
61
Gambar 4.13. Grafik Load vs Stroke ARCW I.
Gambar 4.14. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW I.
62
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik
didapatkan beberapa nilai
sifat mekanis ARCW I seperti daftar berikut ini: Prop. Limit Force
: 23683,27
[N]
Yield Force
: 24138,73
[N]
Maximum Force
: 38801,73
[N]
Proporsional Stress
: 265,36
[N/ mm2]
Yield Stress
: 270,46
[N/ mm ]
Maximum Stress
: 434,75
[N/ mm ]
Elasticity Modulus
: 207243,51 [N/ mm ]
ELONGATION
: 26,77
2
2
2
[%]
2) Hasil Pengujian Pengelasan Busur Listrik 2 (ARCW II) Selanjutnya data pengujian ARCW 2 (data lengkap dapat dilihat pada lampiran 8, hal: 52 ) diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke) serta grafik hubungan tegangan (Stress) dengan regangan ( Strain) seperti pada gambar berikut ini:
63
Gambar 4.15. Grafik Load vs Stroke ARCW II (Las Listrik II).
Gambar 4.16. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW II (Las Listrik II). 64
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik didapatkan beberapa nilai sifat mekanis OAW II seperti daftar berikut ini: Prop. Limit Force
: 23675,15
[N]
Yield Force
: 24125,92
[N]
Maximum Force
: 38312,84
[N]
Proporsional Stress
: 265,27
[N/ mm2]
Yield Stress
: 270,32
[N/ mm ]
Maximum Stress
: 429,275
[N/ mm ]
Elasticity Modulus
: 205936,55 [N/ mm ]
Elongation
: 26,55
2
2
2
[%]
3) Hasil Pengujian Pengelasan Busur Listrik 3 (ARCW III) Kemudian data pengujian ARCW 3 (data lengkap dapat dilihat pada lampiran 9, hal: 58) diterjemahkan kedalam bentuk grafik hubungan penambahan beban ( Load ) dengan panjang langkah ( Stroke) serta grafik hubungan tegangan ( Stress) dengan regangan ( Strain) seperti pada gambar berikut ini:
65
Gambar 4.17. Grafik Load VS Stroke ARCW III (Las Listrik III).
Gambar 4.18. Grafik Tegangan VS Regangan ARCW III (Las Listrik III).
66
Dari data pengujian dan grafik pengujian tarik didapatkan beberapa nilai sifat mekanis ARCW III seperti daftar berikut ini: Prop. Limit Force
: 23144,77
[N]
Yield Force
: 24107,53
[N]
Maximum Force
: 38266,26
[N]
Proporsional Stress
: 259,32
[N/ mm2]
Yield Stress
: 270,11
[N/ mm ]
Maximum Stress
: 428,75
[N/ mm ]
Elasticity Modulus
: 205827,62 [N/ mm ]
Elongation
: 26.60
2
2
2
[%]
4.4. Hasil Pengujian Terhadap Sifat Mekanis
Dari data hasil pengujian tarik antara metal dasar (pelat St 37), St 37 yang dilas oksi-asetilen, dan St 37 yang dilas busur listrik dapat dilihat pada tabel berikut:
67
Tabel: 4.1. Hasil Pengujian Tarik Spesimen U ji.
Kompone n Pengujian Prop. Limit Force (N) Yield Force (N) Maximum Force (N) Proporsio nal Stress (N/mm2) Yield Stress 2 (N/mm ) Maximum Stress 2 (N/mm )
Metal Dasar St 37
R a t a -r a t a
Pengelasan Oksi Asetilen
R a t a -r a t a
Pengelasan Busur Listrik
R a t a -r a t a
ARC W I
ARC W II
20461, 20479, 57 39
23683, 27
23675, 15
23144, 23501, 77 06
21530, 40
21314, 21519, 61 20
24138, 73
24125, 92
24107, 24124, 53 06
29202, 50
28187, 71
28118, 80
28503
38801, 73
38312, 84
38266, 38460, 26 28
299,52 298,48 8
229,67
229,45
229,26 229,46
265,35 9
265,26 8
259,32 263,32 5
309,5 30
312,00 309,95 3
243,27 8
241,23 7
238,81 241,11 9
270,46 2
270,31 8
270,11 270,30 2
454,8 53
454,75 454,41 8
327,19 9
315,82 9
315,05 319,36 7
434,75 3
429,27 5
428,75 430,93 3
BM I
BM II
26514, 64
26670 ,11
27518, 29
BM III
OAW I
OAW II
OAW III
26732, 26639, 87 21
20498, 02
20478, 58
27625 ,58
27846, 27663, 23 37
21712, 60
40485, 94
40595 ,66
40587, 40556, 15 25
297,08 3
298,8 25
308,32 8 453,62 4
ARC W III
68
Elasticity Modulus (N/mm2) Elongatio n (%)
21395 7.87
21509 3.49
21607 0.81
21504 0,72
20775 3.93
20643 3.52
20642 0.99
20686 9,48
20724 3.51
20593 6.55
20582 7.62
20633 5,89
37,09
32,46
35,55
35,03
21.95
21.07
21.08
21,37
26.77
26.55
26.49
26,60
69
Elasticity Modulus (N/mm2) Elongatio n (%)
21395 7.87
21509 3.49
21607 0.81
21504 0,72
20775 3.93
20643 3.52
20642 0.99
20686 9,48
20724 3.51
20593 6.55
20582 7.62
20633 5,89
37,09
32,46
35,55
35,03
21.95
21.07
21.08
21,37
26.77
26.55
26.49
26,60
69
Dengan demikian dari tabel pengujian tarik didapat nilai sifat mekanis untuk pelat St 37, yang dilas oksi-asetilen, dan dilas busur listrik sebagai berikut: 1)
Sifat Mekanis St 37 ( Base Metal)
Prop. Limit Force
:
26639,21
(N)
Yield Force
:
27663,37
(N)
Maximum Force
:
40556,25
(N)
Proporsional Stress
:
298,48
(N/mm )
Yield Stress
:
309,95
(N/mm )
Maximum Stress
:
454,41
(N/mm )
Elasticity Modulus
:
215040,72
(N/mm )
Elongation
:
35,03
(%)
2
2
2
2
Dengan demikian dari tabel pengujian tarik didapat nilai sifat mekanis untuk pelat St 37, yang dilas oksi-asetilen, dan dilas busur listrik sebagai berikut: 1)
Sifat Mekanis St 37 ( Base Metal)
Prop. Limit Force
:
26639,21
(N)
Yield Force
:
27663,37
(N)
Maximum Force
:
40556,25
(N)
Proporsional Stress
:
298,48
(N/mm )
Yield Stress
:
309,95
(N/mm )
Maximum Stress
:
454,41
(N/mm )
Elasticity Modulus
:
215040,72
(N/mm )
Elongation
:
35,03
(%)
2)
2
2
2
2
Sifat Mekanis Pada Pelat St 37 Setelah Pengelasan Oksi-Asetilen (OAW):
Prop. Limit Force
:
20479,39
(N)
Yield Force
:
21519,20
(N)
Maximum Force
:
28503
(N)
Proporsional Stress
:
229,46
(N/mm2)
Yield Stress
:
241,11
(N/mm2)
Maximum Stress
:
319,36
(N/mm2)
Elasticity Modulus
:
206869,48
(N/mm2)
Elongation
:
21,37
(%)
70
3)
Sifat Mekanis Pada Pelat St 37 Setelah Pengelasan Busur Listrik (ARCW)
Prop. Limit Force
:
23501,06
(N)
Yield Force
:
24124,06
(N)
Maximum Force
:
38460,28
(N)
Proporsional Stress
:
263,32
(N/mm2)
Yield Stress
:
270,30
(N/mm )
Maximum Stress
:
430,93
(N/mm )
Elasticity Modulus
:
206335,89
(N/mm )
Elongation
:
26,60
(%)
2
2
2
4.4. Persentase Penurunan Sifat Mekanis Akibat Proses Pengelasan
Dari data perubahan sifat mekanis diatas, didapat persentase perubahan yang terjadi dari setiap metode pengelasan antara lain: 1)
Penurunan Sifat Mekanis Pada Pelat St 37 Setelah Pengelasan Oksi-Aset ilen
20479,39
Prop. Limit Force
=
100% - × 100% = 23,13% 26639,21
Yield Force
=
100% - × 100% = 22,13% 27633,37
Maximum Force
=
100% - × 100% = 29,72% 40556 , 25
Proporsional Stress
=
100% - × 100% = 23,12% 298 , 48
21519,20
28503
229,46
71
241,11
Yield Stress
=
100% - × 100% = 22,21% 309 , 95
Maximum Stress
=
100% - × 100% = 29,72% 454 , 41
Elasticity Modulus
=
100% - × 100% = 3,8% 215040 ,72
2)
319,36
206869 ,48
Penurunan Sifat Mekanis Pada Pelat St 37 Setelah Pengelasan Busur Listr ik
Prop. Limit Force
=
23501,06 100% - × 100% = 11,78% 26639 , 21
Yield Force
=
100% - × 100% = 12,79% 27663,37
Maximum Force
=
100% - × 100% = 5,17% 40556 , 25
Proporsional Stress
=
100% - × 100% = 11,78% 298 , 48
Yield Stress
=
100% - × 100% = 12,79% 309,95
Maximum Stress
=
100% - × 100% = 5,17% 454 , 41
Elasticity Modulus
=
24124,06
38460,28
263,32
270,30
430,93
206335,89
100% - × 100% = 4,05% 215040 , 72
72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Hasil pengujian terhadap sifat mekanis (proportional stress, yield stress, maksimum stress) St 37 pada proses pengelasan oksi-asetilen dan pengelasan busur listrik menunjukkan bahwa: 2
1. Proportional stress untuk St 37 ( base metal) adalah 298,48 (N/mm ), setelah 2
mengalami pengelasan oksi-asetilen menjadi 229,46 (N/mm ), terdapat penurunan sebesar 23,12%, sedangkan setelah mengalami pengelasan busur 2
listrik proporsional stressnya menjadi 263,32 (N/mm ), terdapat penurunan sebesar 11,78%. 2. Yield stress untuk St 37 ( base metal) adalah 309,95 (N/mm2), setelah mengalami pengelasan oksi-asetilen menjadi 241,11 (N/mm2), terdapat penurunan sebesar 22,21%, sedangkan setelah mengalami pengelasan busur listrik yield stressnya menjadi 270,30 (N/mm2), terdapat penurunan sebesar 12,79%. 3. Maksimum stress untuk St 37 ( base metal) adalah 454,41 (N/mm 2), setelah mengalami pengelasan oksi-asetilen menjadi 319,36 (N/mm2), terdapat penurunan sebesar 29,72%, sedangkan setelah mengalami pengelasan busur listrik maksimum stressnya menjadi 430,93 (N/mm2), terdapat penurunan sebesar 5,17%.
73
Berdasarkan sifat mekanis hasil perbandingan pengelasan oksi-asetilen dan busur listrik pada pelat St 37 untuk tebal 3,5 mm adalah lebih baik dengan menggunakan proses pengelasan busur listrik.
5.2 Saran
Untuk lebih mendapatkan hasil yang lebih akurat penguji menyarankan hal-hal sebagai berikut: 1.
Pengujian dengan merusak ( destruktif test ), akan lebih baik bila diikuti dengan pengujian non destruktif test (pengujian tanpa merusak). Karena hal ini akan menentukan apakah sambungan las telah memenuhi syarat atau tidak, sebelum pada akhirnya dilakukan pengujian tarik.
2.
Diharapkan welder yang melakukan pengelasan memiliki sertifikasi (standar pengelasan) yang dapat menjamin hasil pengelasan yang akan dilakukan pengujian.
3.
Diharapkan alat uji yang ada di departemen teknik mesin, fakultas teknik universitas sumatera utara dapat diberdayakan keberadaannya, sehingga akan lebih mendukung mahasiswa yang berminat melakukan riset dan pengujian, khususnya di laboratorium pemotongan logam dan laboratorium pengujian logam.
74
DAFTAR PUSTAKA
Chon L dkk, 1996, Development of a Smart Underwater Wet Welding Process, The Ohio State University. ESAB Welding Handbook, 1998, Filler Material For Manual And Automatic Welding, FIfth edition Goterborg, Sweden. Fundamentals Handbook Washington D.C.
Material
Science, US Departemen of Energy,
Jhon Storer, And Jhon H Haynes, 1994. Haynes Techbook Welding Manual, Haynes Publishing Group, Califonia, USA. Peter Butler, J.G Emerson, And Rene Van Den Berg, Welding The Maui Pepeline, Welding Journal, Major Project off New Zealend. Sri Widharto, 2003. Petunjuk Kerja Las, Cetakan-5, Jakarta, Pradnya Paramita. Sumanto, 1994, Pengetahuan Bahan Untuk Mesin Dan Listrik , Yogyakarta, Andi Offset,. Tim Kurikulum Fakultas Perkapalan ITS, 2003. Dasar-Dasar Pengelasan Mengelas Posisi Datar Dan Fillet , Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Tim Kurikulum Fakultas Perkapalan ITS, 2003. Dasar-Dasar Pengelasan Mengelas Pelat Tipis Dengan Gas Oaw, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional Tim Kurikulum Fakultas Perkapalan ITS, 2003. Dasar-Dasar Pengelasan Menggunakan Peralatan Las Busur Listrik , Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Tim Kurikulum Fakultas Perkapalan ITS, 2003. Menggunakan Peralatan Las Oaw, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Tim Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, 2004. Mengelas Tingkat Lanjut Dengan Proses Las Gas Metal, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Tim Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, 2004. Mengelas Tingkat Lanjut Dengan Proses Las Oksiasetilin, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
75
Tim Standar Nasional Indonesia SNI, 2000. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, Bandung. Army Correspondence Course Program, 8 edition, Welding Operations I dan II , US Army Institute for Professional Development. U.S. Navy Underwater Cutting & Welding Manual, Published By Direction Of Commander, Naval Sea Systems Command, June 2002.
Vernon Jhon, 1992, Testing Of Materials, Hong Kong, Macmillan Education LTD. Welding Theory and Aplication, 1993, US Department of t he Army. W Kenyon, 1985, di terjemahkan oleh Dines Ginting, Dasar-Dasar Pengelasan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jakarta, Erlangga. http://rapidshare.de/files/22936701/aynes_StorerTheaynesWeldingManual_aynes1994AH.pdf.html http://rapidshare.de/files/22938664/Blodgett-Funderberk-Miller-QunitanaGuidetoWeldedSteelConstruction_LincolnrcWelding1999_4AH.pdf.html http://rapidshare.de/files/22939166/ESBWeldingandbook5Ed_ESB__4AH.pdf.ht ml http://rapidshare.de/files/22939275/GuidelinesToGasTungstenrcWelding_UG21599__4AH.pdf.html http://rapidshare.de/files/22943287/TC9-32USrmyWeldingManual_4AH.pdf.html http://rapidshare.de/files/22942719/Naval_Construction_Force_ _Welding_Materials_Handbook__US_Navy_1991__4AH.rar.html
76