LAPORAN PENDAHULUAN
DEFINISI PENYAKIT
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
PATOFISIOLOGI
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder .
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008). Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan, kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
ETIOLOGI
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak, menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju ke otak. Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria, leptospirosis, dan infeksi cacing.
Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
Peningkatan Hematokrit (resiko infark cerebral).
Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung
Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.
KLASIFIKASI
Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah otak, stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu :
Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak.11 Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :
TIA (Transient Ischemic Attack) Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21 hari.
Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian neuron. Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:
Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.
Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.
TANDA DAN GEJALA
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis, hilang atau menurunnya refleks tendon dalam, Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus), Penurunan kekuatan otot, gangguan gerak volunteer, gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi, gangguan ketahanan
Dysphagia (gangguan menelan)
Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
Gangguan persepsi
Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
Disfungsi Kandung Kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi.
Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
Hidrosefalus
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Phase Akut :
Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
Reperfusi dengan trombolitik atau vasodilation :
Nimotop (pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik).
Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus dilakukan selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan setelah dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase(rt-PA):
Terdiagnosis stroke non hemoragik.
Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.
Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan subarachnoid.
Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan Alteplase.
Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.
Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage pada saluran kencing dalam 21 hari terakhir.
Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7 hari terakhir.
Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.
Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185 mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg).
Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama pemeriksaan.
Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100 000 mm3.
Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi postictal residual.
Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar infarction (hypodensity kurang dari 1/3 cerebral hemisphere).
Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
Anti agregasi platelet (obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukkan thrombus) : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol.
Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
Post phase akut
Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
Program fisiotherapi
Penanganan masalah psikososial
MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Keperawatan
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
Ketidakseimbangan nutrisi
Kerusakan mobilitas fisik
Resiko kerusakan integritas kulit
Ganguan komunikasi verbal
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Data Yang Perlu Dikaji
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat
Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
Saraf I : Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI : Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
Inspeksi Umum.
Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
Fasikulasi.
Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
Tonus Otot.
Didapatkan meningkat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara
Risiko kerusakan integritas kulit b.d faktor risiko : lembab
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
1
Perfusi jaringan cerebral tidak efektifb.d O2 otak menurun
Tujuan (NOC) :
Gangguan perfusi jaringan dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
Mampu mempertahankan tingkat kesadaran
Fungsi sensori dan motorik membaik
Intervensi (NIC)
Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya
Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
Pantau status neurologis secara teratur
Dorong latihan kaki aktif/ pasif
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK
Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien
Mencegah/menurunkan atelektasis
Menurunkan statis vena
Menurunkan resiko terjadinya komplikasi
2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
Tujuan (NOC) :
Status gizi
Asupan makanan
Cairan dan zat gizi
Kritria evaluasi:
Menjelaskan komponen kedekatan diet
Nilai laboratorium
(mis,trnsferin,albumin,dan eletrolit)
3. Melaporkan keadekuatan tingkat giji
4. Nilai laboratorium (mis:trasferin,albomen dan eletrolit
5. Toleransi terhadap gizi yang dianjurkan.
Intevensi (NIC) :
Pengelolaan gangguan makanan
Pengelulaan nutrisi
Bantuan menaikkan BB
Aktivitas keperawatan :
1. Tentukan motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan
2. Ketahui makanan kesukaan klien
Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi
Bantu makan sesuai dengan kebutuhan klien
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
Motivasi klien mempengaruhi dalam perubahan nutrisi
Makanan kesukaan klien untuk mempermudah pemberian nutrisi
Merujuk kedokter untuk mengetahui perubahan klien serta untuk proses penyembuhan
Membantu makan untuk mengetahui perubahan nutrisi serta untuk pengkajian
Menciptakan lingkungan untuk kenyamananistirahat klien serta utk ketenangan dalam ruangan/kamar.
3
Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
Tujuan (NOC):
Klien diminta menunjukkan tingkat mobilitas, ditandai dengan indikator berikut (sebutkan nilainya 1 - 5 : ketergantungan (tidak berpartisipasi) membutuhkan bantuan orang lain atau alat membutuhkan bantuan orang lain, mandiri dengan pertolongan alat bantu atau mandiri penuh).
Kriteria Evaluasi :
Menunjukkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan.
Meminta bantuan untuk beraktivitas mobilisasi jika diperlukan.
Menyangga BAB
Menggunakan kursi roda secara efektif.
Intevensi (NIC) :
Terapi aktivitas, ambulasi
Terapi aktivitas, mobilitas sendi.
Perubahan posisi
Aktivitas Keperawatan :
Ajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas.
Ajarkan dan bantu klien dalam proses perpindahan.
Berikan penguatan positif selama beraktivitas.
Dukung teknik latihan ROM
Kolaborasi dengan tim medis tentang mobilitas klien
Mengajarkan klien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas klien lebih mudah.
Membantu klien dalam proses perpindahan akan membantu klien latihan dengan cara tersebut.
Pemberian penguatan positif selama aktivitas akan mem-bantu klien semangat dalam latihan.
Mempercepat klien dalam mobilisasi dan mengkendorkan otot-otot
Mengetahui perkembngan mobilisasi klien sesudah latihan ROM
4
Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembab
Tujuan (NOC) :
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi
Kulit bisa lembap dan mungkin merasa tidak dapat beristirahat atau perlu untuk bergerak
Menurunkan terjadinya risiko infeksi pada bagian kulit
Cara pertama untuk mencegah terjadinya infeksi
Mencegah terjadinya komplikasi selanjutnya
Mengetahui perkembangan terhadap terjadinya infeksi kulit
Menurunkan pemajanan terhadap kuman infeksi pada kulit
Menurunkan risiko terjadinya infeksi
5
Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara
Tujuan (NOC):
Komunikasi dapat berjalan dengan baik
Kriteria hasil :
a. Klien dapat mengekspresikan perasaan
b. Memahami maksud dan pembicaraan orang lain
c. Pembicaraan pasien dapat dipahami
Intervensi (NIC) :
Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana dan bila perlu diulang
Dengarkan dengan tekun jika pasien mulai berbicara
Berdiri di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara
Latih otot bicara secara optimal
Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada pasien
Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
Mencek komunikasi klien apakah benar-benar tidak bisa melakukan komunikasi
Mengetahui bagaimana kemampuan komunikasi klien tsb
Mengetahui derajat /tingkatan kemampuan berkomunikasi klien
Menurunkan terjadinya komplikasi lanjutan
Keluarga mengetahui & mampu mendemonstrasikan cara melatih komunikasi verbalpd klien tanpa bantuan perawat
Mengetahui perkembangan komunikasi verbal klien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Muttakin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan denngan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta: EGC
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
LAPORAN PENDAHULUAN
"STROKE NON HEMORAGIC
" disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
stase keperawatan medical bedah "
OLEH:
INA KARINA SAFITRI, S.Kep
NIM : 16310477
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
2017
LEMBAR PERSETUJUAN
NAMA : INA KARINA SAFITRI,S.Kep
NIM : 16310477
PRODI : PROGRAM STUDI NERS
JUDUL : STROKE NON HEMORAGIC
Banjarmasin, Januari 2017
Preseptor Akademik Preseptor Klinik
LEMBAR KONSULTASI
NAMA : INA KARINA SAFITRI, S.Kep
NIM : 16310477
PRODI : PROGRAM STUDI NERS
JUDUL :
NO
HARI/
TANGGAL
SARAN PERBAIKAN
PARAF