HIPERTENSI ESENSIAL
SOP Pemerintah Kabupaten Cirebon
1.
2.
Pengertian
Tujuan
3.
Kebijakan
4.
Referensi
No. Dokumen
:
No. Revisi
:
Tanggal Terbit
:
Halaman
:
Hj. Umihani,S.SiT,MMKes NIP.19620212 198302 2 001
Puskesmas Astanajapura
Peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu. Dapat menangani penyakit hipertensi pada pelayanan primer. Keputusan Kepala Puskesmas Astanajapura No. … tgl. … tentang Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Di Pelayanan Kesehatan Primer 2014 Buku Saku Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas 2007 Departemen Kesahatan RI
5.
Penyebab
6.
Gambaran Klinis
Kuman penyebab otitis media akut adalah bakteri pirogenik seperti: Streptokokus hemolitikus, Pneumokokus atau Haemofilus influenza Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu: 1. Stadium oklusi tuba 2. Stadium hiperemis 3. Stadium supurasi 4. Stadium perforasi 5. Stadium resolusi Gejala OMA adalah: 1. Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun, menjerit sambil memegang telinganya. 2. Demam dengan suhu tubuh tinggi dan kadang-kadang sampai kejang. 3. kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare.
7.
Diagnosis
Tanda OMA adalah: 1. OMA stadium oklusi tuba Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks cahaya memendek dan menghilang. 2. OMA stadium hiperemis Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan udem serta refleks cahaya menghilang. 3. OMA stadium supurasi Keluhan dan gejala klinis bertambah berat. Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar (bulging) dan ada bagian yang berwarna pucat kekuningan. 4. OMA stadium perforasi Anak yang sebelumnya gelisah menjadi lebih tenang, demam berkurang. Pada pemeriksaan otoskopik tampak cairan di liang telinga yang berasal dari telinga tengah. Membran timpani perforasi. 5. OMA stadium resolusi
Pemeriksaan otoskopik, tidak ada sekret/kering dan membran timpani berangsur menutup. 8.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya. 1. Stadium oklusi tuba a. Berikan antibiotik selama 7 hari Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/kgBB 4 x sehari, atau Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/kgBB 3 x sehari, atau Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/kgBB 4 x sehari. b. Obat tetes hidung nasal dekongestan c. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi d. Antipiretik 2. Stadium hiperemis a. Berikan antibiotik selama 10 - 14 hari Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/kgBB 4 x sehari, atau Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/kgBB 3 x sehari, atau Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/kgBB 4 x sehari b. Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari c. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi d. Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya 3. Stadium supurasi a. Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan. Berikan antibiotik ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi parenteral selama 3 hari. Apabila ada perbaikan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral selama 14 hari. b. Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT untuk dilakukan miringotomi. 4. Stadium perforasi a. Berikan antibiotik selama 14 hari b. Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio H 2O2 3% dengan frekuensi 2 - 3 kali. Konseling dan Edukasi 1. Untuk bayi / anak, orang tua dianjurkan untuk memberikan ASI minimal 6 bulan sampai 2 tahun 2. Menghindarkan bayi / anak dari paparan asap rokok
9.
Peralatan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lampu kepala Corong telinga Otoskop Aplikator kapas Garputala Suction
DIABETES MELITUS TIPE 2
SOP
No. Dokumen
:
No. Revisi
:
Tanggal Terbit
:
Halaman
:
Pemerintah Kabupaten Cirebon
Hj. Umihani,S.SiT,MMKes NIP.19620212 198302 2 001
Puskesmas Astanajapura
1.
Pengertian
Kumpulan gejala yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin atau kedua-duanya.
2.
Tujuan
Dapat menangani penyakit diabetes melitus pada pelayanan primer.
3.
Kebijakan
Keputusan Kepala Puskesmas Astanajapura No. … tgl. … tentang
4.
Referensi
Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Di Pelayanan Kesehatan Primer 2014
5.
Penyebab
Defek kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin
6.
Anamnesis
Keluhan: 1. Polifagia 2. Poliuri 3. Polidipsi 4. Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya Keluhan tidak khas: 1. Lemah 2. Kesemutan (rasa baal di ujung- ujung ekstremitas) 3. Gatal 4. Mata kabur 5. Disfungsi ereksi pada pria 6. Pruitus vulvae pada wanita 7. Luka yang sulit sembuh
7.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan: 1. Penilaian berat badan 2. Mata: penurunan visus, lensa mata buram 3. Extremitas: uji sensibilitas kulit dengan mikrofilamen
8.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan penunjang: gula darah puasa, gula darah 2 jam post prandial, urinalisis
Kriteria dianostik 9.
Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak Iritan
10 .
Penatalaksanaan
Farmakoterapi 1. Topikal (2 kali sehari) Pelembab krim hidrofilik urea 10% Kortikosteroid Pada dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1% Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal 2. Sistemik Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari maksimal 2
minggu, atau Loratadin 1 x 10 mg per hari selama maksimal 2 minggu
Konseling dan Edukasi 1. Konseling untuk menghindari bahan alergen dirumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot Memodifikasi lingkungan kerja 11.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak alergi
DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)
SOP
No. Dokumen
:
No. Revisi Tanggal Terbit
: :
Halaman
Pemerintah Kabupaten Cirebon
1. 2.
Pengertian Tujuan
:
Hj. Umihani,S.SiT,MMKes NIP.19620212 198302 2 001
Puskesmas Astanajapura
Reaksi radang kulit non imunologik yang terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Dapat menangani penyakit ........... pada pelayanan primer. Keputusan Kepala Puskesmas Astanajapura No. … tgl. … tentang
3.
Kebijakan
4.
Referensi
5.
Penyebab
6.
Anamnesis
7.
Pemeriksaan Fisik
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya, tergantung pada kondisi akut atau kronis dan tergantung dari klasifikasi DKI
8.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu, DKI dapat dibagi menjadi: 1. DKI akut timbul segera setelah kontak disebabkan oleh iritan kuat seperti asam sulfat lesi berupa eritema, edema, bulla, dan nekrosis 2. DKI akut lambat timbul 8 - 24 jam setelah kontak disebabkan oleh pedofilin, antralin, tretinon, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat lesi awal biasa berupa eritema dan akhirnya menjadi vesikel atau nekrosis 3. DKI kumulatif timbul setelah kontak berulang-ulang disebabkan oleh iritan lemah seperti gesekan, panas atau dingin, deterjen, sabun, pelarut lesi berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis), dan likenifikasi difus 4. Reaksi iritan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang terpajan
Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Di Pelayanan Kesehatan Primer 2014 Bahan yang bersifat iritan misalnya pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, serbuk kayu, dan lain-lain. Keluhan dikulit dapat beragam, tergantung pada sifat iritan. Iritan kuan memberikan gejala akut, sedangkan iritan lemah memberikan gejala kronis. Gejala yang umumnya dikeluhkan adalah perasaan gatal dan timbulnya bercak kemerahan pada daerah yang terkena kontak irita. Kadang-kadang diikuti oleh rasa pedih, panas, dan terbakar. Faktor risiko: 1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan iritan 2. Riwayat kontak dengan bahan iritan pada waktu tertentu 3. Pasien bekerja sebagaitukang cuci, juru masak, kuli bangunan, mortir, penata rambut 4. Riwayat dermatitis atopik
dengan pekerjaan basah seperti pekerja logam lesi berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, dan erosi 5. DKI traumatik kelainan kulit berkembang lambat setelahtrauma panas atau laserasi 6. DKI non eritematosa bentuk subklinis DKI yang ditandai dengan perubahan fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai dengan kelainan klinis 7. DKI subjektif lesi kulit tidak tampaktetapi pasien merasa seperti terbakar setelah kontak dengan bahan kimia tertentu seperti asam laktat 9.
Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak Alergi
10 .
Penatalaksanaan
Farmakoterapi 1. Topikal (2 kali sehari) Pelembab krim hidrofilik urea 10% Kortikosteroid Pada kasus DKI komulatif dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1% Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal 2. Sistemik Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari maksimal 2 minggu, atau Loratadin 1 x 10 mg per hari selama maksimal 2 minggu Konseling dan Edukasi 1. Konseling untuk menghindari bahan iritan dirumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2. Edukasi untuk menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot 3. Memodifikasi lingkungan kerja
11.
Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak iritan